PHARMACY, Vol.11 No. 02 Desember 2014
ISSN 1693-3591
PENGARUH ELISITOR BIOTIK DAN ABIOTIK PADA PRODUKSI FLAVONOID MELALUI KULTUR JARINGAN TANAMAN THE EFFECTS OF BIOTIC AND ABIOTIC ELICITORS ON PRODUCTION OF FLAVONOIDS BY PLANT TISSUE CULTURE Indah Yulia Ningsih Bagian Biologi Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas Jember, Indonesia Jalan Kalimantan I/ No. 2, Jember 68121 Email:
[email protected] ABSTRAK Kultur jaringan tanaman merupakan alternatif produksi metabolit sekunder bioaktif, seperti flavonoid, yang efisien dan sangat menguntungkan. Flavonoid termasuk golongan senyawa fenolik alami pada buah, sayur, biji, kulit batang, akar, batang, dan bunga yang memiliki berbagai aktivitas biologis. Dengan menerapkan kultur jaringan tanaman, maka dapat dilakukan peningkatan produktivitas metabolit sekunder melalui perubahan ekspresi jalur metabolisme. Salah satu caranya adalah dengan menggunakan elisitor, baik elisitor biotik maupun abiotik. Elisitor bekerja dengan cara memicu pembentukan metabolit sekunder melalui pengaktifan jalur sekunder dalam merespon stres biotik dan abiotik. Hingga saat ini masih terus dilakukan berbagai penelitian untuk mengetahui jenis dan mekanisme kerja elisitor yang efektif dalam peningkatan produksi flavonoid. Kata kunci: kultur jaringan tanaman, flavonoid, elisitor biotik, elisitor abiotik. ABSTRACT Plant tissue culture appears to be a good alternative for production of bioactive secondary metabolites, such as flavonoids. These metabolites are naturally phenolic compounds in fruits, vegetables, seeds, bark, roots, stems, and flowers with various biological activities. Application of this method can increase secondary metabolites productivity through changes in expression of metabolic pathways, mainly by biotic and abiotic elicitors utilization. Elicitors influence secondary metabolites production through secondary pathway activation as a major response to biotic and abiotic stresses. Many studies have been being performed to find elicitors with an outstanding influence on the accumulation of flavonoids and its mechanisms. Key words: plant tissue culture, flavonoids, biotic elicitors, abiotic elicitors.
1
PHARMACY, Vol.11 No. 02 Desember 2014
ISSN 1693-3591
jaringan
Pendahuluan
konvensional,
Secara
Flavonoid merupakan salah satu
sekunder
metabolit sekunder yang terdapat pada
dikembangkan. metabolit
dapat
lipat (Chattopadhyay et al., 2002).
penemuan produk obat baru yang luar untuk
terbukti
meningkatkan produktivitas berkali-kali
Tanaman merupakan sumber
biasa
tanaman
sebagai bahan bioaktif dapat diperoleh
berbagai
tanaman
berpembuluh
dengan cara mengekstraksi langsung
terrestrial.
Golongan
senyawa
dari
Namun,
termasuk kelompok senyawa fenolik
penggunaan tanaman dalam produksi
alami dengan berbagai struktur kimia
senyawa yang diinginkan secara terus-
yang terdapat pada buah, sayur, biji,
menerus
pada
kulit batang, akar, batang, dan bunga.
ketersediaan spesies tanaman tersebut.
Adanya berbagai aktivitas biologis yang
Selain
dimiliki flavonoid telah mendorong
organ
tanaman.
berpengaruh
itu,
dibutuhkan
budidaya
tanaman dalam skala besar, disamping
penelitian
proses ekstraksi, isolasi, dan pemurnian
senyawa tersebut dan efeknya terhadap
yang memerlukan biaya cukup besar.
kesehatan manusia. Flavonoid dapat
Pada senyawa-senyawa tertentu yang
diproduksi
diperoleh secara sintesis, harganya
berbagai
menjadi mahal karena struktur aktifnya
seperti kultur kalus, kultur suspensi sel,
sangat kompleks. Karena itu, perlu
dan/atau kultur organ (Jedinak et al.,
dilakukan
2004).
pengembangan
metode
intensif
terhadap
ini
sifat
dengan
menggunakan
pendekatan
bioteknologi,
alternatif dalam ekstraksi tanaman untuk
produksi
senyawa
bioaktif
Kultur Jaringan Tanaman Sumber Metabolit Sekunder
(Chattopadhyay et al., 2002).
sebagai
Kultur jaringan dalam bahasa
Dalam rangka mencari alternatif
Jerman disebut gewebe kultur atau
produksi senyawa obat yang diinginkan
tissue culture (Inggris) atau weefsel
dari tanaman, pendekatan bioteknologi
kweek atau weefsel cultuur (Belanda).
khususnya kultur jaringan tanaman
Kultur jaringan tanaman merupakan
memiliki potensi besar. Keuntungan
teknik menumbuhkembangkan bagian
dari metode ini adalah dapat dilakukan
tanaman baik berupa sel, jaringan, atau
produksi senyawa alami secara kontinyu
organ pada kondisi aseptik secara in
dan reliable (Vanisree et al., 2004).
vitro.
Perkembangan terbaru teknik kultur
118
PHARMACY, Vol.11 No. 02 Desember 2014
ISSN 1693-3591
Produksi senyawa obat melalui
kondisi kultur, pemilihan strain yang
teknik kultur jaringan tanaman memiliki
produksinya
berbagai
antaranya
precursor feeding, metode transformasi,
(Chattopadhyay et al., 2002; Rao &
dan teknik imobilisasi (Vanisree et al.,
Ravishankar, 2002; Vanisree et al.,
2004). Prinsip utama dari teknik kultur
2004):
jaringan adalah perbanyakan tanaman
kelebihan,
• Pengendalian dengan
di
menggunakan bagian vegetatif pada
menjaga
media buatan yang dilakukan di tempat steril. Penggunaan kultur jaringan untuk
ketersediaan sumber tanaman.
pembiakan
• Peningkatan produktivitas dengan
tetap
• Budidaya dilakukan pada kondisi
stabil
tumbuhan
yang terkendali dan optimal. strain
klonal didasarkan
pada
asumsi bahwa jaringan secara genetik
penurunan biaya produksi.
• Perbaikan
penggunaan
produk
suplai tetap
tinggi,
jika
induk
dipisahkan dan
dari
ditempatkan
dalam kultur.
menggunakan
Pada prinsipnya, kultur jaringan
cara analog sebagaimana yang digunakan pada sistem mikroba.
meliputi dua kegiatan utama, yaitu
• Tidak memerlukan herbisida dan
mengisolasi atau memisahkan bagian tanaman
pestisida berbahaya.
bebas
mikroba
tanaman
induk;
menumbuhkan dan mengembangkan
• Sel yang dikultur berada dalam kondisi
dari
bagian tanaman tersebut di dalam
dan
serangga. • Kemungkinan mensintesis senyawa
media
yang kondisinya
mampu
mendorong
steril
dan
pertumbuhan
baru dan menghasilkan senyawa
bagian tanaman menjadi tanaman yang
yang
sempurna. Dasar dari metode tersebut
analog
dengan
senyawa
adalah teori Schwan dan Schleiden yang
alami.
mempunyai konsep totipotency (total
• Tidak tergantung pada iklim, tanah,
genetic potential), yaitu setiap sel
dan lokasi geografis. Untuk
mendapatkan
mempunyai
hasil
potensi
genetik
maksimal yang sesuai untuk produksi
menurunkan tanaman baru yang sama
secara komersial, berbagai upaya telah
seperti
difokuskan
tanaman
pada
isolasi
aktivitas
induknya,
atau
akan
menjadi
setiap
sel
tanaman
biosintesis dari sel yang dikultur, yang
lengkap jika ditumbuhkan pada media
dilakukan
yang sesuai. Perbanyakan tanaman
dengan
mengoptimalkan
119
PHARMACY, Vol.11 No. 02 Desember 2014
ISSN 1693-3591
4. Kultur suspensi sel (suspension
melalui metode atau teknik kultur jaringan dapat menghasilkan tanaman
culture)
yang serupa dengan induknya atau
Merupakan
tanaman yang mempunyai sifat baru
menggunakan media cair dengan
dari
pengocokan yang terus menerus
tanaman
induknya.
Hal
ini
kultur
yang
tergantung dari tujuan dan teknik yang
menggunakan
dilakukan. Jika bagian yang diisolasi dan
menggunakan sel atau agregat sel
ditumbuhkan
sebagai
berasal
dari
bagian
dan
shaker
bahan
eksplannya.
vegetatif, maka akan menghasilkan
Biasanya eksplan yang digunakan
tanaman yang serupa dengan induknya,
berupa
sedangkan jika berasal dari bagian
meristem.
kalus
atau
jaringan
5. Kultur protoplasma
generatif akan menghasilkan tanaman yang mempunyai sifat berbeda dengan
Eksplan yang digunakan adalah sel
tanaman induknya.
yang telah dilepas bagian dinding selnya
Dalam pelaksanaannya dijumpai
menggunakan
bantuan
beberapa tipe kultur, yakni (Bourgaud
enzim. Protoplas diletakkan pada
et al., 2001) :
media
padat,
dibiarkan
agar
membelah diri dan membentuk
1. Kultur biji (seed culture) Merupakan kultur yang bahan
dinding selnya kembali. Kultur
tanamnya menggunakan biji.
protoplas
biasanya
untuk
keperluan hibridisasi somatik atau
2. Kultur organ (organ culture) Merupakan budidaya yang bahan
fusi sel soma (fusi 2 protoplas baik
tanamnya
intraspesifik maupun interspesifik).
menggunakan
organ,
6. Kultur haploid
seperti ujung akar, pucuk aksilar, tangkai daun, helaian daun, bunga,
Merupakan kultur yang berasal
buah muda, inflorescentia, buku
dari bagian reproduktif tanaman,
batang, akar, dan lain-lain.
yaitu kepala sari/anthera (kultur anthera/kultur
3. Kultur kalus (callus culture)
mikrospora),
yang
tepung sari/pollen (kutur pollen),
menggunakan jaringan, biasanya
ovulum (kultur ovulum), sehingga
berupa jaringan parenkim sebagai
dapat dihasilkan tanaman haploid.
Merupakan
bahan
kultur
eksplannya
(bahan
tanaman).
120
PHARMACY, Vol.11 No. 02 Desember 2014
ISSN 1693-3591
7. Adsorpsi
Strategi Peningkatan Produksi Metabolit Sekunder melalui Kultur Jaringan Tanaman
kemajuan
dalam
untuk
mempartisi produk dari media 8. Scale-up kultur sel pada bioreaktor
Dalam dekade terakhir telah dicapai
metabolit
yang sesuai
stimulasi
pembentukan dan akumulasi metabolit Mekanisme dan Klasifikasi Elisitor
sekunder menggunakan kultur jaringan tanaman,
di
antaranya
(Rao
Elisitor
& respon
1. Memperoleh cell lines yang efisien
cell
pertumbuhannya
lines
yang
tinggi
untuk
menginisiasi
pada
atau
meningkatkan
biosintesis senyawa-senyawa tertentu
b. Perubahan media untuk hasil yang lebih tinggi.
Tanaman
menghasilkan
metabolit
sekunder
pembentukan
sekunder
4. Penggunaan elisitor biotik dan
metabolit
menstimulasi
stres.
elisitasi, merupakan salah satu strategi
jalur
paling
efektif
produktivitas
5. Penambahan prekursor senyawa
dalam meningkatkan metabolit
sekunder
bioaktif (Sharma et al., 2011).
yang diinginkan pada media kultur
Hingga saat ini mekanisme yang
untuk meningkatkan produksi atau
tepat dari elisitasi kurang dipahami.
fluks
Berbagai
mempengaruhi
mekanisme
dihipotesiskan,
seperti messenger Ca2+, faktor-faktor
ekspresi jalur metabolisme metabolit
merespon
pertahanan tanaman, yang disebut
metabolik
perubahan
dalam
Penggunaan elisitor pada mekanisme
meningkatkan
produktivitas dalam waktu singkat
yang
pertahanan
sekunder dengan mengaktifkan jalur
biotransformasi.
menginduksi
mekanisme
memicu
memfasilitasi
untuk
2007).
terhadap serangan patogen. Elisitor
hasil metabolit ekstraseluler dan untuk
(Namdeo,
sebagai
3. Imobilisasi sel untuk meningkatkan
6. Permeasi
stres
kadar kecil pada sistem sel hidup untuk
a. Mutasi sel.
karbon
diinduksi
sebagai senyawa yang diberikan pada
menghasilkan metabolit tertentu
dengan
yang
tanaman. Elisitor juga didefinisikan
untuk pertumbuhan
abiotik
molekul
yang menstimulasi pertahanan diri atau
Ravishankar, 2002):
2. Skrining
merupakan
yang
untuk
mempengaruhi
integritas
membran sel, inhibisi/aktivasi jalur
downstream processing
121
PHARMACY, Vol.11 No. 02 Desember 2014
ISSN 1693-3591
intraseluler, perubahan stres osmotik,
urutan proses yang sama, namun
dan
bervariasi
lain-lain.
Beberapa
peneliti
berdasarkan
membuat hipotesis pengikatan elisitor
spesifisitas,
pada reseptor membran plasma untuk
fisikokimia,
proses elisitasi. Gelli et al. (1997) dalam
pertumbuhan, uptake nutrien, dan lain-
Namdeo (2007) melaporkan influks Ca ke
sitoplasma
dari
2+
kadar,
asalnya, lingkungan
tahapan
siklus
lain.
lingkungan
Elisitor
biotik
pertama
kali
ekstraseluler dan intraseluler reservoir
dipublikasikan pada awal 1970. Sejak itu
Ca2+.
(2001)
banyak publikasi yang mengumpulkan
menyoroti perubahan yang cepat dalam
bukti bahwa senyawa-senyawa turunan
pola fosforilasi protein dan aktivasi
patogen
protein
pertahanan pada tanaman utuh atau
Penelitian
elisitasi.
kinase
Romeis
sebagai
Sementara
mekanisme
penelitian
menginduksi
respon
kultur sel tanaman. Elisitor tersebut
lain
mengamati stimulasi mitogen–activated
terdiri
protein kinase (MAPK) dan aktivasi G-
liposakarida dan glikoprotein. Elisitor
protein (Droillard et al., 2000; Roos et
biotik seringkali berasal dari patogen
al., 1999). Armero & Tena (2001)
(elisitor
memperkirakan terjadinya pengasaman
beberapa kasus, elisitor tersebut dirilis
sitoplasma disebabkan oleh inaktivasi
dari tanaman yang diserang oleh enzim
H+-ATPase,
penurunan
dari patogen (elisitor endogen) (Roos et
polarisasi membran dan peningkatan
al., 1999). Elisitor eksogen berasal dari
pH
pada
luar sel, termasuk hasil reaksi atau yang
pemaparan elisitor terhadap jaringan
melalui mediator endogen. Beberapa
tanaman.
contohnya
sedangkan
ekstraselular
Pugin
terjadi
et
al.
(1997)
dari
oligosakarida
eksogen),
tetapi
adalah
atau
dalam
polisakarida
menjelaskan produksi ROS seperti anion
(glukomanosa,
superoksida
peptida sebagai polikation (monilikolin,
dan
H2O 2
yang
glukan,
kemungkinan memiliki efek antimikroba
poli-L-lisin,
langsung dan berkontribusi terhadap
enzim
pembentukan turunan asam lemak
selulase), dan
bioaktif. Mekanisme elisitasi yang tepat
arakidonat,
merupakan studi yang sangat kompleks
Elisitor endogen dibentuk melalui reaksi
dan masih dilakukan penelitian secara
sekunder yang diinduksi sinyal biotik
kontinyu. Semua elisitor tidak mengikuti
atau abiotik alami dalam sel. Beberapa
122
poliamin,
chitosan),
glikoprotein),
(poligalakturonase,
lyase,
asam lemak (asam
asam
eikosapentanoat).
PHARMACY, Vol.11 No. 02 Desember 2014
contohnya
adalah
ISSN 1693-3591
dodeka-β-1,4-D-
2. Elisitor Abiotik
galakturonida, hepta-β-glukosida, dan
• Senyawa kimia seperti garam
oligomer alginat (Namdeo, 2007; Shilpa
anorganik, logam berat, beberapa
et al., 2010).
senyawa
yang
integritas
membran.
Elisitor
biotik
dan
abiotik
mengganggu Senyawa
digunakan untuk menstimulasi produksi
kimia dan polutan (logam berat,
metabolit sekunder pada kultur jaringan
pestisida, dan aerosol), air yang
tanaman, sehingga mengurangi waktu
berlebihan,
proses untuk memperoleh kadar produk
nutrien dalam tanah.
dan
kurangnya
yang tinggi dan volume kultur yang
• Faktor fisik, seperti luka mekanis,
meningkat (Rao & Ravishankar, 2002;
iradiasi ultraviolet, salinitas yang
Anand, 2010). Elisitor biotik memiliki
tinggi, osmolaritas yang tinggi
sifat biologis, berasal dari patogen atau
atau rendah, angin dengan suhu
dari tanaman sendiri, sedangkan elisitor
ekstrim (partikel debu dan pasir),
abiotik tidak memiliki sifat biologis dan
kekurangan air, adanya ozon atau
dikelompokkan sebagai faktor fisika dan
tekanan tinggi.
senyawa kimia. Berikut ini adalah beberapa tipe elisitor, yaitu (Sharma et
Produksi Flavonoid Jaringan Tanaman
al., 2011; Patel & Krishnamurthy, 2013):
Produksi
1. Elisitor Biotik
tanaman
(pektin
sel. Spektrum senyawa yang dihasilkan tergantung pada pemilihan spesies
atau glukan), dan glikoprotein. organik
dengan
tanaman yang tepat, jenis eksplan dan
berat
kondisi kultur. Dari jenis flavonoid yang
molekul rendah.
berbeda, produksi antosianin dalam
• Senyawa fitokimia dengan berat
bentuk glikosidik dan katekin sebagai
molekul rendah yang dihasilkan tanaman
dalam
melalui
untuk kultur kalus dan kultur suspensi
atau
selulosa), mikroorganisme (kitin
• Asam
flavonoid
Kultur
teknik kultur jaringan telah dilaporkan
• Turunan polisakarida dari dinding sel
melalui
aglikon merupakan yang paling sering
merespon
dilaporkan. Produksi flavonoid dalam
kerusakan fisik, serangan roden,
kultur jaringan lebih efektif pada kultur
herbivora, serangga, jamur, virus
kalus. Dalam hal ini, telah dibuktikan
atau bakteri.
bahwa
• Proteinkinase
dimungkinkan
dilakukan
produksi kedua bentuk flavonoid, yaitu
123
PHARMACY, Vol.11 No. 02 Desember 2014
ISSN 1693-3591
aglikon dan bentuk terglikosilasinya
langsung (misalnya melalui modifikasi
selain produksi flavonoid terprenilasi
pH vakuolar, interaksi dengan ion logam
dan terasetilasi (Jedinak et al., 2004).
atau faktor transkripsi) pada akumulasi
Kemampuan
flavonoid dalam sel tanaman. Karena
memanipulasi spesies
dapat diterapkan baik pada tanaman
tanaman berkembang pesat dari segi
maupun kultur sel, rekayasa metabolik
urgensinya karena adanya peningkatan
menjadi
penggunaannya,
bidang
meningkatkan produksi sel tanaman
dan
untuk menghasilkan senyawa fitokimia
metabolik,
yang diinginkan, termasuk flavonoid
biosintesis
pangan,
flavonoid
seperti
kualitas
nutraceutical.
pada
di
makanan,
Rekayasa
teknik
yang
dapat
(Jedinak et al., 2004).
yaitu modulasi jaringan metabolik dan biosintesis dari suatu organisme dengan tujuan fluks metabolik langsung ke jalur
Penggunaan Elisitor Biotik dan Abiotik pada Produksi Flavonoid
biokimia dari molekul penting tertentu,
Azeez
akan menjadi teknik yang penting dalam
meningkatkan
produksi
kalus diinisiasi pada cakram daun yang dikultur pada media MS ditambah
atau perubahan gen pada tanaman
dengan
A.
genetik,
tumefaciens
atau
dengan thidazirion (TDZ) pada kadar
baik
1,0; 1,25; 1,5; 2,0; atau 2,5 mg/L dan
A.
indole-3-acetic acid (IAA) 0,5 mg/L;
rhizogenes, dapat digunakan untuk
kalus juga diinisiasi pada eksplan batang
tujuan rekayasa metabolik. Terdapat
di medium MS dengan penambahan
tiga jenis gen yang berhasil digunakan
1,25 mg/L 6-benzil-aminopurin (BAP)
dalam modifikasi transgenik dari jalur
dan 0,5 mg/L IAA. Metode HPLC
flavonoid, yaitu: gen struktural yang
digunakan untuk menentukan jenis dan
mengkontrol tahapan biosintesis dari
jumlah
berbagai kelas flavonoid atau tahapan
faktor
mengaktifkan
atau
transkripsi
metabolit
sekunder
yang
dibandingkan dengan standar. Ekstrak
modifikasi flavonoid; gen pengatur yang mengkode
(2013)
Hypericum triquetrifolium Turra dimana
yang diinginkan. Pengenalan gen baru
transformasi
Ibrahim
menerapkan teknik kultur jaringan pada
sel
tanaman untuk menghasilkan flavonoid
melalui
&
jamur
yang
Aspergillus
oxysporum,
menonaktifkan
dan
niger,
Fusarium
ragi
komersial
ditambahkan ke medium cair MS pada
seluruh atau sebagian jalur metabolik;
kadar 0,1; 0,25; 0,5; atau 0,75 mg/L.
dan gen yang bertindak secara tidak
Data
124
yang
diperoleh
menunjukkan
PHARMACY, Vol.11 No. 02 Desember 2014
ISSN 1693-3591
akumulasi katekin pada kultur suspensi
elisitor chitosan dan A. niger digunakan
daun meningkat secara signifikan ketika
sebagai elisitor kimia dan jamur untuk
ekstrak A. niger ditambahkan pada
meningkatkan akumulasi flavonoid total
semua kadar. Produksi rutin, hipersoid,
secara in vitro pada kultur suspensi sel
dan kuersetin pada kultur suspensi
Andrographis paniculata (Burm. f.) Nees
batang meningkat secara signifikan
dalam media MS 50 mL yang ditambah
ketika terpapar elisitor jamur A. niger, F.
2,4-D : BAP (1,0 : 0,5 mg/L). Analisis
oxysporum, dan ekstrak ragi (Azeez &
kuantitatif dari akumulasi flavonoid
Ibrahim, 2013).
total
Gadzovska-Simic et al. (2012) menginvestigasi
produksi
dilakukan
dengan
metode
kalorimetri aluminium klorida. Hasil penelitian menunjukkan bahwa paparan
fenil
propanoid (senyawa fenolik, flavanol,
chitosan
flavonol, dan antosianin) pada suspensi
menimbulkan efek elisitasi tertinggi dari
sel Hypericum perforatum L. terelisitasi.
flavonoid yaitu 3,51 mg/g (2,72 kali
Untuk menentukan apakah produksi
lipat) dibandingkan dengan kontrol. A.
metabolit sekunder dapat ditingkatkan,
niger 2 mL selama 4 hari dapat
suspensi sel H. perforatum dipapar
menginduksi peningkatan kandungan
ekstrak miselia dari jamur A. flavus.
flavonoid 1,39 kali lipat (3,37 mg/g)
Kultur suspensi sel H. perforatum
dibandingkan kontrol.
terelisitasi
menunjukkan
20
Baque
adanya
mg
selama
et
24
jam
(2012)
al.
penurunan pertumbuhan dan viabilitas,
menginvestigasi pengaruh chitosan dan
serta modifikasi produksi metabolit
pektin dengan berbagai kombinasi pada
sekunder. Ekstrak miselia jamur A.
akumulasi
(50
pada
kultur
menyebabkan
suspensi akar adventif dari Morinda
penurunan kandungan senyawa fenolik
citrifolia. Kadar optimum elisitor untuk
2 kali lipat setelah 4-21 hari elisitasi
meningkatkan
dibandingkan
kontrol.
terjadi pada kadar 0,2 mg/mL chitosan
Sedangkan sel H. perforatum terelisitasi
dengan diperolehnya 75,32 mg/g DW
memiliki
flavonoid atau meningkat sebesar 12%
flavus
mg/mL)
flavonoid
dengan
kandungan
flavanol
dan
biosintesis
flavonol yang lebih tinggi pada hari ke-
dibandingkan
7.
elisitor. Elisitor tersebut diberikan pada Pada penelitian yang dilakukan
oleh Mendhulkar
a
dengan
metabolit
kultur
tanpa
hari ke-28 dan dipanen setelah 2 hari elisitasi.
& Vakil (2013),
125
PHARMACY, Vol.11 No. 02 Desember 2014
ISSN 1693-3591
Dalam penelitian Manjula &
Alvero-Bascos & Ungson (2012)
Mythili (2012) dilakukan pemaparan
melakukan studi terhadap kultur kalus
elisitor biotik berupa ragi dan A. niger,
Jatropha (Jatropha curcas L.) yang
dan CaCl2 sebagai elisitor abiotik pada
tumbuh
kultur
Mardilea
tambahan
media
MS.
quadrifolia
medium
MS
dengan
naphthalene-acetic
acid
penelitian
(NAA 20 μM) dan 6-furfurilaminopurin
pertumbuhan
(kinetin 20 μM) dan diberi paparan
meningkat secara bertahap dengan
radiasi UV-B sebagai elisitor abiotik
penambahan
dalam produksi flavonoid. Sebelum
menunjukkan
Hasil
dalam
di
bahwa
elisitor
jamur
dalam
medium. Seiring dengan peningkatan
diradiasi,
kadar
kadar elisitor A. niger, ragi dan CaCl2
apigenin, vitexin, dan isovitexin dalam
dalam medium, akumulasi karbohidrat,
ekstrak daun dan kalus ditentukan
protein, flavonoid, dan fenol juga
dengan
mengalami peningkatan.
menunjukkan
HPLC.
isovitexin
Untuk mengetahui pengaruh
flavonoid
Hasil
bahwa
adalah
yaitu
penelitian vitexin
flavonoid
dan yang
suhu terhadap kultur kalus Heliotropium
dominan dalam daun, sementara hanya
indicum L. dalam medium MS dilakukan
apigenin yang terdeteksi pada kalus. Hal
inkubasi suhu 20, 25, 30 dan 32 °C pada
tersebut menunjukkan adanya korelasi
kultur tersebut, kemudian dianalisa
antara
kadar fenolik total, flavonoid, dan
biosintesis flavonoid
aktivitas
radikal
tanaman. Iradiasi kultur kalus selama 7
bebasnya. Biomassa kalus menurun
hari menggunakan dua dosis UV-B (12,6
dibandingkan kontrol (1,92 ± 0,01
dan 25,3 kJ/m2) menginduksi sintesis
g/tube). Tekstur kalus sama untuk
dari
semua perlakuan, namun warnanya
(meningkat hingga 780 μg/g DW) ke
sedikit berbeda. Kandungan fenolik
kadar yang sama atau lebih tinggi
total tertinggi (10,29 ± 0,09 mg/g) dan
daripada daun. Gabungan kadar dari
aktivitas penangkapan radikal bebas
ketiga flavonoid pada kultur yang diberi
tertinggi (53,17 ± 1,43) dihasilkan pada
perlakuan
dosis
perlakuan suhu 30 °C, sedangkan
meningkat
20
kandungan flavonoid tertinggi (1,67 ±
kontrol. Sedangkan pada perlakuan
0,04 mg/g) terjadi akibat perlakuan
dosis
suhu 25 °C (Kumar et al., 2012).
peningkatan
penangkapan
126
tingkat
ketiga
UV-B
diferensiasi pada
flavonoid
UV-B kali
12,6
dan
jaringan
tersebut
25,3
lipat
kJ/m2
daripada
kJ/m2, diperoleh
kandungan
ketiga
PHARMACY, Vol.11 No. 02 Desember 2014
ISSN 1693-3591
flavonoid tersebut pada daun sebanyak
meningkat 142% dibandingkan dengan
10 kali lipat. Selain itu, analisis random
kontrol.
amplified polymorphic DNA (RAPD)
Mendhulkarb & Vakil (2013)
ekstrak DNA dari daun dan kalus
menggunakan asam salisilat dan ekstrak
menunjukkan
UV-B
Penicillium expansum sebagai elisitor
meningkatkan sintesis flavonoid tanpa
kimia dan jamur untuk meningkatkan
mengubah urutan DNA. Hasil ini lebih
sintesis
mendukung keterlibatan UV-B dalam
dalam kultur suspensi A. paniculata.
regulasi
Elisitor asam salisilat 0,05 mM, 0,5 mM,
bahwa
radiasi
transkripsi
biosintesis
ekspresi
flavonoid.
gen
dan
Secara
kandungan
1,5
mM
ditambahkan
total
pada
keseluruhan, temuan ini menunjukkan
suspensi
bahwa elisitasi melalui radiasi UV-B
diobservasi selama 24, 48, dan 72 jam.
merupakan
untuk
P. expansum ditambahkan sebanyak
menginduksi produksi flavonoid dalam
0,3%, 0,6%, dan 1,2% pada kultur
kultur J. curcas yang berdiferensiasi dan
suspensi A. paniculata selama 2, 5, dan
telah kehilangan kemampuannya untuk
8 hari. Semua elisitor diberikan pada
menghasilkan flavonoid yang disintesis
akhir fase eksponensial (usia kultur 25
secara normal dalam organ utuh.
hari). Hasil penelitian menunjukkan
strategi
Karena sekunder
efektif
produksi
kultur
metabolit
suspensi
sel
flavonoid
A.
paniculata
dan
bahwa perlakuan asam salisilat selama 24
Trifolium
jam
dengan
kadar
0,05
mM
pratense L. rendah, maka diperlukan
menyebabkan peningkatan kandungan
upaya untuk meningkatkannya dengan
flavonoid total sebesar 1,39 kali lipat
elisitasi.
(2012)
(1,72 mg/g), sedangkan elisitor P.
menggunakan 2-(2-fluoro-6-nitrobenzil
expansum (1,2%, 2 hari) menyebabkan
sulfanil)
piridin-4-karbotioamida
peningkatan 1,59 kali lipat (2,38 mg/g)
sebagai elisitor dimana efek elisitasi
dibandingkan dengan kontrol (1,49
terbaik terhadap flavonoid diperoleh
mg/g).
Kasparova
et
al.
setelah pemberian paparan selama 6
Senyawa
baru yaitu
jam untuk kadar dari 1, 10, dan 100
pyrazinecarboxamide,
µmol/L.
bromo-3-methylphenyl)-5-tert-
Kandungan
maksimum
turunan N-(2-
telah
flavonoid (5,78 mg/g DW) diinduksi
butylpyrazin-2-carboxamide
pemaparan kadar elisitor terbesar, yaitu
digunakan sebagai elisitor terhadap
100 µmol/L selama 6 jam. Kadar ini
produksi flavonoid pada Ononis arvensis
127
PHARMACY, Vol.11 No. 02 Desember 2014
dengan
metode
HPLC.
ISSN 1693-3591
defisiensi
Senyawa
nitrogen,
dan
lysate
A.
tersebut dapat meningkatkan produksi
rhizogenes terhadap sintesis flavonoid
flavonoid pada kultur kalus O. arvensis
yang
secara signifikan. Kandungan flavonoid
aktivitas
tertinggi dihasilkan pada perlakuan
Dionaea muscipula dan D. capensis yang
-6
menyebabkan bakterisidal
peningkatan dari
ekstrak
elisitor dengan kadar 8,36 x 10 mol/L
ditanam secara in vitro. Analisis HPLC
selama 48 jam (Tumova et al., 2011).
menunjukkan bahwa penambahan L-
Dalam penelitian Lei et al.
fenilalanin
dan
deplesi
nitrogen
akumulasi
kuersetin
(2011), diinvestigasi pengaruh unsur
menyebabkan
Praseodymium
produksi
meningkat (1,6-2 kali lipat dibandingkan
flavonoid dan enzim kunci biosintesis,
kontrol). Demikian pula pada akumulasi
yaitu peroksidase (POD; EC 1.11.1.7),
mirisetin (meningkat 1,6-1,8 kali lipat
polifenol oksidase (PPO; EC 1.10.3.1),
dibandingkan kontrol). Dari uji aktivitas,
dan fenilalanin amonialyase (PAL; EC
ternyata
4.3.1.5) dalam akar rambut Scutellaria
menunjukkan sifat antibakterial lemah
viscidula. POD, PPO dan PAL merupakan
terhadap dua strain S. aureus dengan
tiga enzim penting yang terlibat dalam
MBC 150 µg/mL.
jalur
(Pr)
sebagai
mirisetin
yang
Pada penelitian Krishnan &
dan
bertindak
Kumar (2013) diinvestigasi pengaruh
pelindung
terhadap
beberapa elisitor terhadap produksi
senyawa
flavonoid, enzim
hanya
fenolik
biosintesis
termasuk
pada
berbagai environmental stress, seperti
flavonoid
stres hipoksia dan stres toksisitas dari
Marchantia linearis Lehm & Lindenb.
logam berat Pr yang berlebihan. Setelah
Kation seperti ferrous (Fe2+) memicu
7 hari usia kultur suspensi, aktivitas
sintesis flavonoid dengan peningkatan
POD, PPO dan PAL, dan produksi
produktivitas
flavonoid
mg/L/hari.
total
menunjukkan
dalam
kultur
sebesar Tekanan
suspensi
12 osmotik
±
1.2 yang
kecenderungan respon yang sama, yaitu
dihasilkan dari penambahan NaCl atau
meningkat dan kemudian menurun
manitol
3+
menurunkan
produktivitas
seiring dengan peningkatan kadar Pr ,
flavonoid. Methyl jasmonate dan 2-(2-
dan kadar Pr(NO3)3 mencapai knee point
fluoro-6-nitrobenzylsulfanyl) pyridine-4-
pada kadar 15 mmol/L.
carbothioamide
menunjukkan
positif
peningkatan
Krolicka et al. (2008) meneliti tentang pengaruh elisitor jasmonic acid,
pada
efek kadar
flavonoid intraseluler dalam kultur sel.
128
PHARMACY, Vol.11 No. 02 Desember 2014
ISSN 1693-3591
(4PU-30),
2-(2-fluoro-6-nitrobenzylsulfanyl)
efek
menurun
dengan
adanya Cu . JAMe menunjukkan efek
pyridine-4-carbothioamide menunjukkan
tetapi 2+
elisitasi
terbaik
penghambatan, baik sendirian ataupun
setelah perlakuan 48 jam dengan kadar
dengan penambahan Cu2+ atau sitokinin
1 µmol/L. Kandungan flavonoid dalam
secara simultan. Pada kadar 100 µM
sampel in vitro berkisar 4,0-17,7 mg
dan 250 µM CuSO4, Cu2+ meningkatkan
kuersetin/g jaringan. Flavonoid yang
stimulasi 4PU-30 terhadap akumulasi
difraksinasi
HPLC-PAD
rutin. Namun, pada kadar yang lebih
menunjukkan adanya kuersetin (182,5
tinggi atau dengan adanya senyawa lain
µg/g),
dapat menurunkan kadar rutin. Kadar
dengan
luteolin
(464,5
µg/g),
dan
flavonol lain yang terdeteksi, yaitu
apigenin (297,5 µg/g). Kakoniova et al. (2009) meneliti
kaempferol-3-rhamnosida
meningkat
tentang pengaruh CdCl2 atau Cd (NO3)2
setelah penambahan JAMe atau 4PU-
terhadap kandungan flavonoid pada
30.
kultur kalus Rubia tinctorum L. Efek
Pada penelitian Bota & Deliu
elisitasi terbesar dari garam Cd tampak
(2011), efek elisitor abiotik CuSO4
setelah 24 dan 48 jam. Kadar yang
terhadap produksi flavonoid dari kultur
paling efektif terjadi pada paparan
sel Digitalis lanata diuji menggunakan
CdCl2, yaitu sebesar 0,005 mg/L, dimana
dua cell lines (line 11 dan 13C-100).
kandungan flavonoid meningkat 57-64%
Pada
dibandingkan dengan kontrol.
tertinggi flavonoid terjadi untuk kedua
Stoynova-Bakalova et al. (2009) melakukan
produksi
cell lines pada kadar elisitor terkuat (8 μM). Sedangkan pada pengujian kedua,
sitokinin dan metil jasmonat (JAMe)
produksi flavonoid tertinggi diinduksi
tunggal
pada line 11 setelah 24 jam elisitasi
ataupun
mengenai
pertama,
efek
terhadap
studi
pengujian
dalam
kandungan
kombinasi
flavonol
dari
(lebih dari 10 kali lipat dibandingkan
kotiledon zucchini (Cucurbita pepo)
dengan kontrol, dari 0,624 mg/g DW
yang dikultur dengan ada atau tidak ada
menjadi 6 mg/g DW) pada kadar elisitor
2+
Cu . Selama pertumbuhan kotiledon
tertinggi (40 μM).
dalam pencahayaan diurnal intensif, rutin diidentifikasi sebagai senyawa
Kesimpulan Adanya
flavonol utama. Akumulasinya sangat
memperoleh
terstimulasi oleh phenylurea sitokinin
129
keterbatasan metabolit
dalam
sekunder
PHARMACY, Vol.11 No. 02 Desember 2014
ISSN 1693-3591
UASVM Horticulture, 70(1):2633.
bioaktif dari tanaman utuh mendorong perkembangan aplikasi kultur jaringan tanaman.
Untuk
produksinya
Baque, Md.A., Shiragi, Md.H.K., Lee, E., Paek, K., 2012. Elicitor effect of chitosan and pectin on the biosynthesis of anthraquinones, phenolics and flavonoids in adventitious root suspension cultures of Morinda citrifolia (L.). Australian Journal of Crop Science, 6(9):1349-1355.
meningkatkan
diperlukan
berbagai
strategi. Salah satunya adalah dengan menggunakan
elisitor,
baik
elisitor
biotik maupun abiotik. Elisitasi sistem kultur jaringan tanaman menjanjikan karena
beberapa
penelitian Bota, C., Deliu, C., 2011. The effect of copper sulphate on the production of flavonoids in Digitalis lanata cell cultures. Farmacia, 59(1):113-118.
menunjukkan hasil yang baik dalam meningkatkan produksi metabolisme sekunder, khususnya flavonoid, tanpa pengaruh
faktor
lingkungan
yang Bourgaud, F., Gravot, A., Milesi, E., Gontier, E., 2001. Production of plant secondary metabolites: a historical perspective. Plant Science, 161:839-851.
merugikan.
Daftar Pustaka Alvero-Bascos, E.M., Ungson, L.B., 2012. Ultraviolet-B (UV-B) radiation as an elicitor of flavonoid production in callus cultures of jatropha (Jatropha curcas L.). Philipp Agric Scientist, 95(4):335-43.
Chattopadhyay, S., Farkya, S., Srivastava, A.K., Bisaria, V.S., 2002. Bioprocess considerations for production of secondary metabolites by plant cell suspension cultures. Biotechnol. Bioprocess Eng, 7:138-149.
Anand, S., 2010. Various approach for secondary metabolite production through plant tissue culture. Pharmacia, 1(1):1-7.
Droillard, M.J., Thibivilliers, S., Cazale, A.C., Barbier-Brygoo, H., Lauriere, C., 2000. Protein kinases induced by osmotic stresses and elicitor molecules in tobacco cell suspensions: two crossroad MAP kinases and one osmoregulationspecific protein kinase. FEBS Lett, 474:217-222.
Armero, J., Tena, M., 2001. Possible role of plasma membrane h+-atpase in the elicitation of phytoalexin and related isoflavone root secretion in chickpea (Cicer arietinum L.) seedlings. Plant Science, 161:791-8.
Gadzovska-Simic, S., Tusevski, O., Antevski, S., AtanasovaPancevska, N., Petreska, J., Stefova, M., Kungulovski, D., and Spasenoski, M., 2012. Secondary metabolite production in Hypericum
Azeez, H.A., Ibrahim, K.M., 2013. Effect of biotic elicitors on secondary metabolite production in cell suspensions of Hypericum triquetrifolium Turra. Bulletin
130
PHARMACY, Vol.11 No. 02 Desember 2014
ISSN 1693-3591
perforatum L. cell suspensions upon elicitation with fungan mycelia from Aspergillus flavus. Arch. Biol. Sci., Belgrade, 64(1):113-121.
vitro by addition of elicitors. Enzyme and Microbial Technology, 42:216-221. Kumar,
Gelli, A., Higgins, V.J., Blumwald, E., 1997. Activation of plant plasma membrane Ca2+-permeable channels by race-specific fungal elicitors. Plant Physiol, 113:269279. Jedinak, A., Farago, J., Psenakova, I., Maliar, T., 2004. Approaches to flavonoid production in plant tissue cultures. Biologia, Bratislava, 59(6):697-710.
M.S., Balachandran, S., Chaudhury, S., 2012. Influence of incubation temperatures on total phenolic, flavonoids content and free radical scavenging activity of callus from Heliotropium indicum L. Asian J. Pharm. Res, 2(4):148152.
Lei, W., Shui, X., Zhou, Y., Tang, S., Sun, M., 2011. Effects of praseodymium on flavonoids production and its biochemical mechanism of Scutellaria viscidula hairy roots in vitro. Pak. J. Bot, 43(5):2387-2390.
Kakoniova, D., Vaverkova, S., Liskova, D., Urgeova, E., Jurakova Z., 2009. The possibility to enhance flavonoids production in Rubia tinctorum L. callus cultures. Nova Biotechnologica, 9(2):191197.
Manjula, R., Mythili, T., 2012. Improved phytochemical production using biotic and abiotic elicitors in Marsilea quadrifolia. Int. J. Curr. Sci, 98-101.
Kasparova, M., Siatka, T., Klimesova, V., Dusek, J., 2012. New synthetic pyridine derivate as potential elicitor in production of isoflavonoids and flavonoids in Trifolium pratense L. suspension culture. The Scientific World Journal: 1-5.
Mendhulkara, V.D., Vakil, M.M.A., 2013. Chitosan and Aspergillus niger mediated elicitation of total flavonoids in suspension culture of Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees. International Journal of Pharma and Bio Sciences, 4(4):731-740.
Krishnan, R., Kumar, V.S.A., 2013. Establishment of cell suspension culture in Marchantia linearis Lehm & Lindenb. for the optimum production of flavonoids. Biotech, 4:49-56.
Mendhulkarb, V.D., Vakil, M.M.A., 2013. Elicitation of flavonoids by salicylic acid and Penicillium expansum in Andrographis paniculata (Burm. f.) Nees. cell culture. Research in Biotechnology, 4(2):1-9.
Krolicka, A., Szpitter, A., Gilgenast, E., Romanik, G., Kaminski, M., dan Lojkowska, E., 2008. Stimulation of antibacterial naphthoquinones and flavonoids accumulation in carnivorous plants grown in
Namdeo, A.G., 2007. Plant cell elicitation for production of secondary metabolites: a review. Pharmacognosy Reviews, 1(1):69-79.
131
PHARMACY, Vol.11 No. 02 Desember 2014
ISSN 1693-3591
Patel, H., Krishnamurthy, R., 2013. Elicitors in plant tissue culture. Journal of Pharmacognosy and Phytochemistry, 2(2):60-65.
of secondary metabolites in cultured plant cells through stress stimulus. American Journal of Plant Physiology, 6(2):50-71.
Pugin, A., Frachisse, J.M., Tavernier, E., Bligny, R., Gout, E., Douce, R., Guern, J., 1997. Early events induced by the elicitor cryptogein in tobacco cells: involvement of a plasma membrane NADPH oxidase and activation of glycolysis and the pentose phosphate pathway. Plant Cell, 9:2077-2091.
Shilpa, K., Varun, K., Lakshmi, B.S., 2010. An alternate method of natural drug production: elciting secondary metabolite production using plant cell culture. Journal of Plants Sciences, 5(3):222-247. Stoynova-Bakalova, E., Nikolova, M., Maksymiec, W., 2009. Effect of Cu2+, cytokinins and jasmonate on content of two flavonols identified in zucchini cotyledons. Acta Biologica Cracoviensia Series Botanica, 52(2):77-83.
Rao, S.R., Ravishankar, G.A., 2002. Plant cell cultures: chemical factories of secondary metabolites. Biotechnology Advances, 20:101-153. Romeis, T., 2001. Protein kinases in the plant defense response. Curr Opin Plant Biol, 4:407-414.
Tumova, L., Tuma, J., Dolezal, M., 2011. Pyrazinecarboxamides as potential elicitors of flavonolignan and flavonoid production in Silybum marianum and Ononis arvensis cultures in vitro. Molecules, 16:9142-9152.
Roos, W., Dordschbal, B., Steighardt, J., Hieke, M., Weiss, D., Saalbach G., 1999. A redox dependent, gprotein-coupled phospholipase a of the plasma membrane is involved in the elicitation of alkaloid biosynthesis in Eschscholtzia californica. Biochim Biophys Acta, 1448(3):390-402.
Vanisree, M., Lee, C., Lo, S., Nalawade, S.M., Lin, C.Y., Tsay, H., 2004. Studies on the production of some important secondary metabolites from medicinal plants by plant tissue cultures. Bot. Bull. Acad. Sin, 45:1-22.
Sharma, M., Sharma, A., Kumar, A., Basu, S.K., 2011. Enhancement
132