I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Kangkung merupakan salah satu anggota famili Convolvulaceae. Tanaman kangkung dapat digolongkan sebagai tanaman sayur. Kangkung terdiri dari beberapa jenis, diantaranya kangkung air (Ipomoea aquatica Forsk), kangkung darat (Ipomoea reptans Poir), dan kangkung hutan (Ipomoea crassiculatus Rob.) (Suratman et al., 2000). Kangkung darat (Ipomoea reptans Poir) merupakan sayuran yang bernilai ekonomi dan persebarannya meluas cukup pesat di daerah Asia Tenggara. Beberapa negara yang merintis pembudidayaan tanaman kangkung secara intensif dan komersial adalah Taiwan, Thailand, Filipina, dan Indonesia. Kangkung darat umumnya dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia dan dapat menjadi salah satu menu di rumah-rumah makan (Rukmana, 1994). Kangkung darat merupakan tanaman yang relatif tahan kekeringan dan memiliki daya adaptasi luas terhadap berbagai keadaan lingkungan tumbuhan, mudah pemeliharaannya, dan memiliki masa panen yang pendek (Suratman et al., 2000). Umumnya tanaman kangkung darat hanya ditanam dilahan pekarangan dan sebagian kecil yang ditanam secara intensif dilahan kering, sehingga optimalisasi produksi kangkung masih kurang. Kangkung memiliki kandungan gizi yang lengkap, diantaranya protein, lemak, karbohidrat, serat, kalsium, fosfor, zat besi, natrium, kalium, vitamin A, B, C, dan karoten (Polii, 2009). Selain itu, tanaman kangkung berfungsi sebagai tanaman obat untuk menyembuhkan sembelit, menenangkan syaraf, dan obat penyakit wasir (Sawasemariai, 2012). 1
Kebutuhan sayuran kangkung cenderung terus meningkat sejalan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi dan banyaknya rumah makan yang menyajikan sayur kangkung sebagai salah satu menu mereka. Produksi kangkung di Indonesia dapat mencapai 50.000-60.000 kg per hektar (Harjadi & Suketi, 1999). Lahan ¼ Ha yang ditanami kangkung dalam sekali tanam menghabiskan 5 kg benih kangkung namun menghasilkan produk yang masih kurang dibanding tanaman lainnya (Parni, 2012). Dari aspek sosial dan ekonomi, tanaman kangkung darat memiliki prospek yang cukup baik jika dikembangkan ke arah agribisnis. Kangkung darat menempati urutan ke-14 dari 18 jenis sayur di Indonesia (Sawasemariai, 2012). Meski harga sayuran kangkung relatif lebih murah, namun bila dibudidayakan secara intensif dan berorientasi ke arah agribisnis akan memberikan keuntungan yang cukup besar bagi petani. Peluang pemasaran kangkung makin luas karena tidak hanya dapat dijual di pasar-pasar lokal di daerah, tetapi juga telah banyak dipesan oleh pasar-pasar swalayan. Dengan masuknya sayuran kangkung ke pasar-pasar swalayan akan menaikkan harga jual sayuran ini (Taufik, 2012). Upaya
peningkatan
produktivitas
tanaman
kangkung
dengan
pemupukan secara umum telah banyak dilakukan meskipun hasilnya belum cukup memuaskan. Pemupukan dapat melalui akar maupun daun. Pemupukan melalui akar sering mengalami hambatan, sehingga unsur hara yang diserap tanaman berkurang, sedangkan pemupukan melalui daun dapat terjadi penyerapan hara yang lebih cepat dan efektif dibanding melalui akar, sehingga pengaruh pupuk pada tanaman akan lebih cepat terlihat (Yusrinawati et al., 2000).
2
Pupuk organik merupakan pupuk yang berasal dari pelapukan bahanbahan organik seperti sisa-sisa tanaman, fosil manusia dan hewan, kotoran hewan, dan batu-batuan organik yang terbentuk dari tumpukan kotoran hewan selama ratusan tahun (Simanungkalit et al., 2006). Jenis pupuk organik terbagi menjadi pupuk organik padat (pupuk kandang, pupuk kompos, dan humus) dan pupuk organik cair: pupuk kandang cair (Parnata, 2010). Pemakaian pupuk organik cair dinilai dapat secara cepat mengatasi kekurangan unsur hara dan mampu menyediakan hara secara cepat (Hadisuwito, 2007). Salah satu alternatif bahan dasar pupuk organik cair dapat berasal dari ekstrak alga cokelat, yaitu Turbinaria sp. sebab di Indonesia memiliki beragam jenis rumput laut dan diperkirakan ada sekitar 555 jenis rumput laut tersebar di perairan Indonesia yang belum dimanfaatkan secara optimal (Basmal, 2009). Indonesia memiliki potensi budidaya laut yang luar biasa. Luas potensi budidaya laut diperkirakan mencapai 26 juta ha, dan kurang lebih 2 juta ha diantaranya sangat potensial untuk pengembangan rumput laut dengan potensi produksi rumput laut kering rata-rata 16 ton per ha. Sekarang ini, Indonesia merupakan pemasok rumput laut nomor tiga terbesar di dunia setelah China dan Philipina. Apabila diurutkan berdasarkan volume ekspor tahun 1997-2007, sesuai data FAO. Produksi rumput laut sudah dikembangkan di beberapa wilayah pesisir secara meluas di Indonesia (Anggadiredja et al., 2006). Ekstrak cair rumput laut yang berasal dari alga cokelat dapat meningkatkan hasil panen dan serapan hara, serta meningkatkan ketahanan terhadap serangan jamur dan serangga (Sridhar & Rengasamy, 2011). Dalam penelitian ini digunakan pupuk organik cair yang berasal dari alga cokelat untuk mengetahui dan mempelajari pengaruh pupuk ini terhadap pertumbuhan 3
dan karakter anatomi tanaman kangkung. Ekstrak alga juga memiliki keunggulan dibanding pupuk lainnya seperti pupuk kompos, karena ekstrak alga bersifat biodegradable, tidak beracun, non-polusi dan tidak berbahaya bagi manusia dan hewan. Selain itu, mengandung nutrisi, asam amino, vitamin, sitokinin, trace elements (Fe, Cu, Zn, Co, Mo, Mn, Ni), auksin dan asam absisat, serta zat yang dapat
merangsang pertumbuhan dan hasil
tanaman, dan meningkatkan sifat antioksidan (Rathore et al., 2009). Pada pupuk kompos fungsi penyedia unsur hara bagi tanaman bersifat lambat serta konsentrasinya rendah sehingga apabila jumlah kompos padat tidak cukup banyak maka pasokan unsur hara bagi tanaman harus ditambah dari kompos cair atau pupuk organik cair. Selain itu, proses pembuatan kompos lebih lama, sehingga untuk mempercepat diperlukan tambahan mikrobia pengurai (Suiatna, 2010).
B. Permasalahan Berdasarkan latar belakang diatas maka permasalahan dari penelitian ini adalah: 1. Bagaimana pengaruh ekstrak alga cokelat Turbinaria sp. terhadap pertumbuhan dan karakter anatomi kangkung darat (Ipomoea reptans)? 2. Berapakah konsentrasi pupuk organik cair Turbinaria sp. yang paling efektif meningkatkan pertumbuhan kangkung darat?
4
C. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui dan mempelajari pengaruh pupuk organik cair Turbinaria sp. terhadap pertumbuhan karakter anatomi kangkung darat. 2. Mengetahui konsentrasi pupuk organik cair Turbinaria sp. yang paling efektif meningkatkan pertumbuhan kangkung darat.
D. Manfaat Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. Mengenalkan kepada masyarakat pesisir bahwa alga juga dapat dimanfaatkan sebagai pupuk. 2. Mendapatkan pupuk organik cair alternatif dengan memanfaatkan alga coklat yaitu Turbinaria sp. yang aman bagi lahan pertanian sehingga tersedia lahan pertanian yang subur. 3. Mendapatkan konsentrasi optimal pupuk cair organik Turbinaria sp. untuk meningkatkan pertumbuhan kangkung darat. 4. Memberikan informasi tambahan untuk penelitian ilmiah.
5