7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ANTENATAL CARE 1. PENGERTIAN

Download kembalinya kesehatan reproduksi secara wajar (Manuaba, 1998). Kunjungan. Antenatal Care (ANC) adalah kunjungan ibu hamil ke bidan atau dokt...

0 downloads 647 Views 88KB Size
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. ANTENATAL CARE 1. Pengertian Antenatal Care Pemeriksaan antenatal care (ANC) adalah pemeriksaan kehamilan untuk mengoptimalkan kesehatan mental dan fisik ibu hamil. Sehingga mampu menghadapi persalinan, kala nifas, persiapan pemberiaan ASI dan kembalinya kesehatan reproduksi secara wajar (Manuaba, 1998). Kunjungan Antenatal Care (ANC) adalah kunjungan ibu hamil ke bidan atau dokter sedini mungkin semenjak ia merasa dirinya hamil untuk mendapatkan pelayanan/asuhan antenatal. Pelayanan antenatal ialah untuk mencegah adanya komplikasi obstetri bila mungkin dan memastikan bahwa komplikasi dideteksi sedini mungkin serta ditangani secara memadai (Saifuddin, dkk., 2002). Pemeriksaan kehamilan atau ANC merupakan pemeriksaan ibu hamil baik fisik dan mental serta menyelamatkan ibu dan anak dalam kehamilan, persalinan dan masa nifas, sehingga keadaan mereka post partum sehat dan normal, tidak hanya fisik tetapi juga mental (Wiknjosastro, 2005). Pelayanan antenatal terintegrasi merupakan integrasi pelayanan antenatal rutin dengan beberapa program lain yang sasarannya pada ibu hamil, sesuai prioritas Departemen Kesehatan, yang diperlukan guna meningkatkan kualitas pelayanan antenatal.

7

8

Program-program yang

di

integrasikan

dalam pelayanan antenatal

terintegrasi meliputi : a. Maternal Neonatal Tetanus Elimination (MNTE) b. Antisipasi Defisiensi Gizi dalam Kehamilan (Andika) c. Pencegahan dan Pengobatan IMS/ISR dalam Kehamilan (PIDK) d. Eliminasi Sifilis Kongenital (ESK) dan Frambusia e. Pencegahan dan Penularan HIV dari Ibu ke Bayi (PMTCT) f. Pencegahan Malaria dalam Kehamilan (PMDK) g. Penatalaksanaan TB dalam Kehamilan (TB-ANC) dan Kusta h. Pencegahan Kecacingan dalam Kehamilan (PKDK) i. Penanggulangan Gangguan Intelegensia pada Kehamilan (PAGIN). (Depkes RI, 2009) 2. Tujuan Antenatal Care Baru dalam setengah abad ini diadakan pengawasan wanita hamil secara teratur dan tertentu. Dengan usaha itu ternata angka mortalitas serta morbiditas ibu dan bayi jelas menurun. Tujuan pengawasan wanita hamil ialah menyiapkan ia sebaik-baiknya fisik dan mental, serta menyelamatkan ibu dan anak dalam kehamilan, persalinan dan masa nifas, sehingga keadaan mereka postpartum sehat dan normal, tidak hanya fisik akan tetapi juga mental. Ini berarti dalam antenatal care harus diusahakan agar : a. Wanita hamil sampai akhir kehamilan sekurang kurangnya harus sama sehatnya atau lebih sehat;  

9

b. Adanya kelainan fisik atau psikologik harus ditemukan dini dan diobati, c. Wanita melahirkan tanpa kesulitan dan bayi yang dilahirkan sehat pula fisik dan metal (Wiknjosastro, 2005) 3. Tujuan Asuhan Antenatal yaitu : a. Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan Ibu dan tumbuh kembang bayi; b. Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental, dan sosial ibu dan bayi, c. Mengenali secara dini adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang mungkin terjadi selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan dan pembedahan, d. Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat, Ibu maupun bayinya dengan trauma seminimal mungkin, e. Mempersiapkan peran Ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi agar dapat tumbuh kembang secara normal (Saifuddin, dkk., 2002). 4. Keuntungan Antenatal Care Dapat mengetahui berbagai resiko dan komplikasi hamil sehingga ibu hamil dapat diarahkan untuk melakukan rujukan kerumah sakit. (Manuaba,1998) 5. Fungsi Antenatal Care a. Promosi kesehatan selama kehamilan melalui sarana dan aktifitas pendidikan b. Melakukan screening, identifikasi dengan wanita dengan kehamilan resiko tinggi dan merujuk bila perlu  

10

c. Memantau kesehatan selama hamil dengan usaha mendeteksi dan menangani masalah yang terjadi. 6. Cara Pelayanan Antenatal Care Cara pelayanan antenatal, disesuaikan dengan standar pelayanan antenatal menurut Depkes RI yang terdiri dari : a. Kunjungan Pertama 1) Catat identitas ibu hamil 2) Catat kehamilan sekarang 3) Catat riwayat kehamilan dan persalinan yang lalu 4) Catat penggunaan cara kontrasepsi sebelum kehamilan 5) Pemeriksaan fisik diagnostic dan laboratorium 6) Pemeriksaan obstetric 7) Pemberian imunisasi tetanus toxoid (TT) 8) Pemberian obat rutin seperti tablet Fe, calsium, multivitamin, dan mineral lainnya serta obat-obatan khusus atas indikasi. 9) Penyuluhan/konseling. b. Jadwal Kunjungan Ibu Hamil Setiap wanita hamil menghadapi resiko komplikasi yang bisa mengancam jiwanya. Oleh karena itu, wanita hamil memerlukan sedikitnya empat kali kunjungan selama periode antenatal: 1) Satu kali kunjungan selama trimester satu (< 14 minggu). 2) Satu kali kunjungan selama trimester kedua (antara minggu 14 – 28). 3) Dua kali kunjungan selama trimester ketiga (antara minggu 28 – 36  

11

dan sesudah minggu ke 36).(Saifudin, dkk.,2002) 4) Perlu segera memeriksakan kehamilan bila dilaksanakan ada gangguan atau bila janin tidak bergerak lebih dari 12 jam (Pusdiknakes, 2003:45). Pada setiap kunjungan antenatal, perlu didapatkan informasi yang sangat penting. a. Trimester pertama sebelum minggu ke 14 1) Membangun hubungan saling percaya antara petugas kesehatan dan ibu hamil. 2) Mendeteksi masalah dan menanganinya 3) Melakukan tindakan pencegahan seperti tetanus neonatorum, anemia kekurangan zat besi, penggunaan praktek tradisional yang merugikan 4) Memulai persiapan kelahiran bayi dan kesiapan untuk menghadapi komplikasi 5) Mendorong perilaku yang shat (gizi, latihan dan kebersihan, istirahat dan sebagainya b. Trimester kedua sebelum minggu ke 28 Sama seperti diatas, ditambah kewaspadaan khusus mengenai preeklampsia (tanya ibu tentang gejala – gejala preeklamsia, pantau tekanan darah, evaluasi edema, periksa untuk apakah ada kehamilan ganda

 

12

c. Trimester ketiga antara minggu 28-36 Sama seperti diatas, dtambah palpasi abdominal untuk mengetahui apakah ada kehamilan ganda. d. Trimester ketiga setelah 36 minggu Sama seperti diatas, ditambah deteksi letak bayi yang tidak normal, atau kondisi lain yang memerlukan kelahiran di rumah sakit. (Saifuddin, dkk., 2002) 7. Tinjauan Tentang Kunjungan Ibu Hamil Kontak ibu hamil dan petugas yang memberikan pelayanan untuk mendapatkan pemeriksaan kehamilan, istilah kunjungan tidak mengandung arti bahwa selalu ibu hamil yang ke fasilitas tetapi dapat juga sebaliknya, yaitu ibu hamil yang dikunjungi oleh petugas kesehatan (Depkes RI, 1997:57). 8. Pelayanan/asuhan standar minimal termasuk “7 T” a. (Timbang) berat badan b. Ukur (Tekanan) darah c. Ukur (Tinggi) fundus uteri d. Pemberian imunisasi (Tetanus Toxoid) e. Pemberian Tablet zat besi, minimum 90 tablet selama kehamilan f. Tes terhadap penyakit menular sexual g. Temu wicara dalam rangka persiapan rujukan. (Saifudin, 2002).

 

13

9. Kebijakan Pelayanan Antenatal a. Kebijakan Program Kebijakan Departemen Kesehatan dalam upaya mempercepat penurunan AKI dan AKB pada dasarnya mengacu kepada intervensi strategis “Empat Pilar Safe Motherhood” yaitu meliputi : Keluarga Berencana, ANC, Persalinan Bersih dan Aman, dan Pelayanan Obstetri Essensial. Pendekatan pelayanan obstetric dan neonatal kepada setiap ibu hamil ini sesuai dengan pendekatan Making Pregnancy Safer (MPS), yang mempunyai 3 (tiga) pesan kunci yaitu : 1) Setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih. 2) Setiap komplikasi obstetric dan neonatal mendapat pelayanan yang adekuat. 3) Setiap perempuan dalam usia subur mempunyai akses pencegahan dan penatalaksanaan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganannya komplikasi keguguran. Kebijakan

program

pelayanan

antenatal

menetapkan

frekuensi

kunjungan antenatal sebaiknya minimal 4 (empat) kali selama kehamilan, dengan ketentuan sebagai berikut : 1) Minimal satu kali pada trimester pertama (K1). 2) Minimal satu kali pada trimester kedua (K2). 3) Minimal dua kali pada trimester ketiga (K3 dan K4). (Depkes, 2009)

 

14

b. Kebijakan teknis Pelayanan/asuhan antenatal ini hanya dapat di berikan oleh tenaga kesehatan profesional dan tidak dapat di berikan oleh dukun bayi. Untuk itu perlu kebijakan teknis untuk ibu hamil seara keseluruhan yang bertujuan untuk mengurangi resiko dan komplikasi kehamilan secara dini. Kebijakan teknis itu dapat meliputi komponen-komponen sebagai berikut: 1) Mengupayakan kehamilan yang sehat 2) Melakukan deteksi dini komplikasi, melakukan penatalaksanaan awal serta rujukan bila diperlukan. 3) Persiapan persalinan yang bersih dan aman 4) Perencanaan antisipstif dan persiapan dini untuk melakukan rujukan jika terjadi komplikasi. Beberapa kebijakan teknis pelayanan antenatal rutin yang selama ini dilaksanakan dalam rangka peningkatan cakupan pelayanan antara lain meliputi : 1) Deteksi dini ibu hamil melalui kegiatan P4K dengan stiker dan buku KIA, dengan melibatkan kader dan perangkar desa serta kegiatan kelompok Kelas Ibu Hamil. 2) Peningkatan kemampuan penjaringan ibu hamil melalui kegiatan kemitraan Bidan dan Dukun. 3) Peningkatan akses ke pelayanan dengan kunjungan rumah.

 

15

4) Peningkatan akses pelayanan persalinan dengan rumah tunggu. (Depkes, 2009) 10. Intervensi Dalam Pelayanan Antenatal Care Intervensi dalam pelayanan antenatal care adalah perlakuan yang diberikan kepada ibu hamil setelah dibuat diagnosa kehamilan. Adapun intervensi dalam pelayanan antenatal care adalah : a. Intervensi Dasar 1) Pemberian Tetanus Toxoid a) Tujuan pemberian TT adalah untuk melindungi janin dari tetanus neonatorum, pemberian TT baru menimbulkan efek perlindungan bila diberikan sekurang-kurangnya 2 kali dengan interval minimal 4 minggu, kecuali bila sebelumnya ibu telah mendapatkan TT 2 kali pada kehamilan yang lalu atau pada masa calon pengantin, maka TT cukup diberikan satu kali (TT ulang). Untuk menjaga efektifitas vaksin perlu diperhatikan cara penyimpanan serta dosis pemberian yang tepat. b) Dosis dan pemberian 0,5 cc pada lengan atas

 

16

c) Jadwal pemberian TT Tabel : 2.1Jadwal Pemberian TT

Antigen TT1 TT2 TT3 TT4 TT5

Interval (selang waktu minimal) Pada kunjungan antenatal pertama 4 minggu setelah TT 1 6 bulan setelah TT2 1 tahun setelah TT 3 1 tahun setelah TT4

Lama perlindungan 3 tahun 5 tahun 10 tahun 25 tahun/seumur hidup

% perlindungan 80 95 99 99

keterangan : artinya apabila dalam waktu 3 tahun Wanita Usia Subur (WUS) tersebut melahirkan, maka bayi yang dilahirkan akan terlindung dari Tetanus Neonatorum (TN). (Saifudin, 2002)

2) Pemberian Vitamin Zat Besi a) Tujuan pemberian tablet Fe adalah untuk memenuhi kebutuhan Fe pada ibu hamil dan nifas karena pada masa kehamilan dan nifas kebutuhan meningkat. b) Di mulai dengan memberikan satu sehari sesegera mungkin setelah rasa mual hilang. Tiap tablet mengandung FeSO4 320 Mg (zat besi 60 Mg) dan Asam Folat 500 Mg, minimal masing-masing 90 tablet. Tablet besi sebaiknya tidak di minum bersama teh atau kopi, karena mengganggu penyerapan. (Saifudin, 2002) b. Intervensi Khusus Intervensi khusus adalah melakukan khusus yang diberikan kepada ibu hamil sesuai dengan faktor resiko dan kelainan yang ditemukan, meliputi: 1) Faktor resiko, meliputi: a) Umur (1) Terlalu muda, yaitu dibawah 20 tahun  

17

(2) Terlalu tua, yaitu diatas 35 tahun b) Paritas (1) Paritas 0 (primi gravidarum, belum pernah melahirkan) (2) Paritas > 3 c) Interval Jarak persalinan terakhir dengan awal kehamilan sekurangkurangnya 2 tahun. d) Tinggi badan kurang dari 145 cm e) Lingkar lengan atas kurang dari 23,5 cm 2) Komplikasi Kehamilan a) Komplikasi obstetri langsung (1) Perdarahan (2) Pre eklamasi/eklamsia (3) Kelainan letak lintang, sungsang primi gravida (4) Anak besar, hidramnion, kelainan kembar (5) Ketuban pecah dini dalam kehamilan. b) Komplikasi obstetri tidak langsung (1) Penyakit jantung (2) Hepatitis (3) TBC (Tuberkolosis) (4) Anemia (5) Malaria (6) Diabetes militus  

18

c) Komplikasi yang berhubungan dengan obstetri, komplikasi akibat kecelakaan (kendaraan, keracunan, kebakaran) (Mochtar R, 1998:75). 11. Pelaksana dan Tempat Pelayanan Antenatal Pelayanan kegiatan pelayanan antenatal terdapat dari tenaga medis yaitu dokter umum dan dokter spesialis dan tenaga paramedic yaitu bidan, perawat yang sudah mendapat pelatihan. Pelayanan antenatal dapat dilaksanakan di puskesmas, puskesmas pembantu, posyandu, Bidan Praktik Swasta, polindes, rumah sakit bersalin dan rumah sakit umum. (Depkes RI, 1995) 12. Peran Serta Ibu Dalam Pelayanan Antenatal Peran serta ibu dalam hal ini ibu-ibu hamil di dalam memanfaatkan pelayanan antenatal dipengaruhi perilaku individu dalam penggunaan pelayanan kesehatan, adanya pengetahuan tentang manfaat pelayanan antenatal selama kehamilan akan menyebabkan sikap yang positif. Selanjutnya sikap positif akan mempengaruhi niat untuk ikut serta dalam pemeriksaan kehamilan. Kegiatan yang sudah dilakukan inilah disebut perilaku. (Fizben dan Ajzen, 1989). Menurut Lewrence Green dengan modifikasi dalam Buku Pendidikan dan Perilaku Kesehatan (Sukidjo Notoatmodjo) factor yang mempengaruhi perilaku antara lain: a. Faktor yang mempermudah (Predisposing factor) Mencakup pengetahuan, sikap, kepercayaan, moral social, dan unsur lain yang terdapat dalam diri individu (masyarakat)  

19

1) Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan itu terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan

seseorang

(overt

behavior)

(Soekidjo

Notoatmodjo,

2003:121). Pengetahuan menurut HR Bloom adalah hasil tahu yang dimiliki individu atau dengan memperjelas fenomena sekitar. Sedangkan menurut Indra Jaya pengetahuandidefinisikan sebagai berikut : a) Sesuatu yang ada atau dianggap adab. Sesuatu hasil persesuaian subjek dan objek. b) Hasil kodrat manusia. c) Hasil persesuian antara induksi dengan deduksi. Pengetahuan terdiri atas kepercayaan tentang kenyataan (reality). Salah satu cara untuk mendapatkan dan memeriksa pengetahuan adalah dari tradisi atau dari yang berwenang di masa lalu yang umumnya dikenal, seperti aristoteles. Pengetahuan juga mungkin diperoleh berdasarkan pengumuman sekuler atau kekuasaan agama, negara, atau gereja. Cara lain untuk mendapat pengetahuan dengan pengamatan dan eksperimen : metode ilmiah. Pengetahuan juga diturunkan dengan cara logika secara tradisional, otoratif atau ilmiah  

20

atau kombinasi dari mereka, dan dapat atau tidak dapat dibuktikan dengan pengamatan dan pengetesan.Pengetahuan atau kognitif merupakan dominan yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Dari pengetahuan dan penelitian ternyata prilaku yang didasari pengetahuan akan lebih langgeng dari pada prilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. 2) Sikap Sikap adalah merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat dilihat langsung tetapi hanya dapat di tafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup (Soekidjo, 2003:130). Sikap adalah kesiapan pada seseorang untuk bertindak secara tertentu terhadap hal-hal tertentu. Sikap positif, kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, mengharapkan obyek tertentu, sedangkan dalam sikap negative terdapat kecenderungan menjauhi, menghindari, membenci, tidak menyukai obyek tertentu (Sarlito Wirawan Sarwono, 2000:94). Sikap merupakan penentu penting dalam tingkah laku. Sikap yang ada pada seseorang yang memberikan gambaran corak tingkah laku seseorang. Berdasar pada sikap seseorang, orang akan dapat menduga bagaiman respon atau tindakan yang akan diambil tindakan oleh orang tersebut terhadap suatu masalah atau keadaan yang dihadapinya. Jadi dalam kondisi wajar-ideal gambaran kemungkinan tindakan atau tingkah laku yang diambil sebagai respon terhadap suatu masalah atau keadaan yang  

21

dihadapkan kepadanya dapat diketahui dari sikapnya (Sugeng Hariyadi, 2003:90). Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain fasilitas. Misalnya sikap ibu yang sudah positif terhadap imunisasi tersebut harus mendapat konfirmasi dari suaminya, dan ada fasilitas

imunisasi

mengimunisasikan

yang

mudah

anaknya.

dicapai,

Disamping

agar

faktor

ibu

tersebut

fasilitas

juga

diperlukan faktor dukungan dari pihak lain (Soekidjo, 2003:133). b.

Faktor pendukung (enabling factor) 1) Keterjangkauan Fasilitas Masalah kesehatan masyarakat terjadi tidak terlepas dari faktor-faktor yang menjadi masa rantai terjadinya penyakit, yang kesemuanya itu tidak terlepas dari faktor lingkungan dimana masyarakat itu berada, perilaku masyarakat yang merugikan kesehatan ataupun gaya hidup yang dapat merusak tatanan masyarakat dalam bidang kesehatan, ketersediaan dan keterjangkauan fasilitas kesehatan yang dapat memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, disamping faktor-faktor yang sudah dibawa sejak lahir sehingga menjadi masalah tersendiri bila dilihat dari segi individu,

keluarga,

kelompok,

maupun

keseluruhan (Nasrul Effendy, 1998:8).

 

masyarakat

secara

22

2) Jarak ANC Menurut Deprtemen Pendidikan Nasional (2002:456) Jarak adalah ruang sela (panjang atau jauh) antara dua benda atau tempat yaitu jarak antara rumah dengan tempat pelayanan ANC. Faktor biaya dan jarak pelayanan kesehatan dengan rumah berpengaruh terhadap perilaku penggunaan dan pemanfaatan pelayanan kesehatan (Kresno, 2005).  Menurut Koenger (1983) keterjangkauan masyarakat termasuk jarak akan fasilitas kesehatan akan mempengaruhi pemilihan pelayanan kesehatan. Demikian juga menurut Andersen, et all (1975) dalam Greenlay (1980) yang mengatakan bahwa jarak merupakan komponen

kedua

yang

memungkinkan

seseorang

untuk

memanfaatkan pelayanan pengobatan. c. Faktor pendorong (reinforcing factor) yaitu factor yang memperkuat perubahan perilaku seseorang di karenakan adanya sikap dan perilaku yang lain seperti sikap suami, orang tua, tokoh masyarakat, atau petugas kesehatan. Perilaku individu sangat besar pengaruhnya terhadap kesehatan, perilaku yang positif akan menunjang atau meningkatkan derajat kesehatan (Istiarti, 2000). 1) Perilaku Masyarakat Pada hakikatnya bila sesuatu program pembangunan kesehtan dilaksanakan berlangsung sutu proses interaksi antara provider dengan recipient, yang masing-masing memiliki latar belakang social budaya  

23

sendiri-sendiri. Provider memilki sistem kesehatan kedokteran, recipient memilki system kesehatan yang berlaku di komunitasnya. Program pembangunan kesehatan, termasuk di dalamnya upaya peningkatan kedudukan gizi, dapat mencapai tujuan program apabila dari kedua belah pihak saling berpartisipasi aktif. Pihaknya perlu memahami latar belakang sosial budaya dan psikologi recipient. Prinsip-prinsip pembangunan masyarakat pedesaan perlu diperhatikan prinsip-prinsip itu antara lain: a) Untuk memperlancar pelaksanaan program masyarakat target yamh dapat menghambat, dan yang mendorong baik yang terdapat dalam masyarakat target maupun staf birokrasi inovasi. b) Berdasarkan

pengalaman,

suatu

program

pembangunan

masyarakat terlaksana dengan lancer keren melibatkan peran serta masyarakat dalam kegiatan-kegiatan, karena sesuai dengan feltneed, yang berdasarkan pertimbangan provider adalah need, menjadi feel-need bagi masyarakat yang bersangkutan. c) Dalam usaha memperbaiki kebiasaan makan anak balita dan ibu menyusui, provider hendaknya memahami faktor-faktor kebiasaan makan orang-orang dari masyarakat target. Ada konsep kebiasaaan makan yang dapat dijadikan pedoman, antara lain teori channel dari Kurt Lewin. Menurut teori ini pemilihan makanan didasari oleh nilai intelektual dan emosional dan dipengaruhi oleh rasa, status social, kesehatan dan harga. Nilai-nilai berinteraksi satu  

24

dengan yang lain. Makanan apa yang dipilih tergantung pada skala nilai yang diacu (Mulyono Joyomartono, 2005:120-121). 2) Partisipasi Masyarakat Partisipasi

masyarakat

adalah

menumbuhkan

dan

meningkatkan tanggungjawab individu, keluarga, terhadap kesehatan atau kesejahteraan dirinya, keluarganya dan masyarakat (Depkes RI, 1987:2). Partisipasi masyarakat dibagi menjadi lima tingkatan, yaitu: a) Tingkat partisipasi masyarakat karena perintahatau karena paksaan. b) Tingkat partisipasi masyarakat karena imbalan atau karena insensitif. c) Tingkat partisipasi masyarakat karena identifikasi karena ingin meniru. d) Tingkat partisipasi masyarakat karena kesadaran. e) Tingkat partisipasi masyarakat karena tuntutan akan hak azasi dan tanggungjawab (Depkes RI, 1987:18). Faktor penghambat dalam partisipasi masyarakat berasal dari masyarakat dan pihak provider. Dari masyarakat dapat terjadi karena kemiskinan, kesenjangan social, sistem pengambilan keputusan dari atas ke bawah, adanya kepentingan tetap, pengalaman pahit masyarakat tentang program sebelumnya, susunan masyarakat yang

 

25

sangat heterogen, persepsi masyarakat yang sangat berbede dengan persepsi provider tentang masalah kesehatan yang dihadapi. Sedangkan hambatan yang ada dalam pihak provider adalah terlalu mengejar target, persepsi yang berbede antara provider dan masyarakat, dan pelaporan yang tidak obyektif (Depkes RI, 1987:20). Partisipasi masyarakat didorong oleh faktor yang berada dalam masyarakat dan pihak provider yang akan mempengaruhi perubahan perilaku yang merupakan factor penting dan besar pengaruhnya terhadap derajat kesehatan (Depkes RI, 1987:20).

B. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN ANTENATAL CARE 1. Umur Adalah umur individu terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja (Nursalam 2001:133). Dengan bertambahnya umur seseorang maka kematangan dalam berpikir semakin baik sehingga akan termotivasi dalam memeriksakan kehamilan, juga mengetahui akan pentingnya Antenatal Care. Semakin muda umurnya

semakin

tidak

mengerti

tentang

pentingnya

pemeriksaan

kehamilan. Umur sangat menentukan suatu kesehatan ibu, ibu dikatakan beresiko tinggi apabila ibu hamil berusia dibawah 20 tahun dan di atas 35 tahun. Usia  

26

berguna untuk mengantisipasi diagnosa masalah kesehatan dan tindakan yang dilakukan. Menurut penelitian Woro Tri Hardjanti (2007) seorang wanita sebagai insan biologis sudah memasuki usia produksi beberapa tahun sebelum mencapai umur dimana kehamilan dan persalinan dapat berlangsung aman, yaitu 20-35 tahun, setelah itu resiko ibu akan meningkat setiap tahun. Wiknjosastro (2005), juga menyatakan bahwa dalam kurun reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-30 tahun. Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia dibawah 20 tahunternyata 2-5 kali lebih tinggi dari pada kematian maternal yang terjadi pada usia 20-29 tahun. Kematian maternal meningkat kembali sesudah usia 30-35 tahun. 2. Pendidikan Pendidikan adalah suatu proses ilmiah yang terjadi pada manusia. Menurut Crow, pendidikan adalah suatu proses dimana pengalaman atau informasi diperoleh sebagai hasil dari proses belajar. Menurut Dictionary of Education, pendidikan dapat diartikan suatu proses dimana seseorang mengembangkan kemampuan sikap dan bentuk tingkah laku lainnya dalam masyarakat dan kebudayaan. Pada umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin baik pula tingkat pengetahuannya (Notoatmodjo, 2003). Menurut Suparlan (2006) pendidikan dalam arti luas yaitu segala kegiatan pembelajaran yang berlangsung sepanjang zaman dalam segala situasi kegiatan kehidupan. Pendidikan dalam arti sempit yaitu seluruh  

27

kegiatan

belajar

yang

direncanakan,

dengan

materi

terorganisasi,

dilaksanakan secara terjadwal dalam sistem pengawasan, dan diberikan evaluasi berdasarkan pada tujuan yang telah ditentukan. Tingkat pendidikan individu dan masyarakat dapat berpengaruh terhadap penerimaan pendidikan kesehatan (Uhu Suliha dkk, 2002:51). Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajukan tumbuhnya budi pekerti (kekuatan, batin, karakter), pikiran (intelek) dan tubuh anak (Achmad Munib, dkk, 2004:32). Menurut

dictionary of

Education dalam buku Achmad Munib, dkk (2004:33) pendidikan adalah proses seseorang mengembangkan kemampuan, sikap, dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya di dalam masyarakat tempat ia hidup, proses yakni orang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol (khususnya yang datang dari sekolah), sehingga dia dapat memperoleh atau mengalami perkembangan kemampuan social dan kemampuan individu yang optimal. Proses perubahan perilaku menuju kedewasaan dan penyempurnaan hidup dengan demikian pendidikan sangat besar pengaruhnya terhadap tingkah laku yang berpendidikan tinggi akan berbeda tinggi akan berbeda tingkah lakunya dengan orang yang hanya berpendidikan dasar.(Budioro, 2002). Wanita yang berpendidikan akan lebih terbuka terhadap ide-ide baru dan perubahan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang proposional karena manfaat pelayanan kesehatan akan mereka sadari sepenuhnya (Maulani, 1999). Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang  

28

ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan. Pendidikan di Indonesia mengenal tiga jenjang pendidikan, yaitu pendidikan dasar (SD/MI/Paket A dan SLTP/MTs/Paket B), pendidikan menengah (SMU, SMK), dan pendidikan tinggi yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, doktor, dan spesialis yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi. 3. Paritas Paritas adalah keadaan seorang ibu yang melahirkan janin lebih dari satu orang. Sueheilif Paritas adalah status seorang wanita sehubungan dengan jumlah anak yang pernah dilahirkannya. Ibu yang baru pertama kali hamil merupakan hal yang sangat baru sehingga termotivasi dalam memeriksakan kehamilannya ketenaga kesehatan. Sebaliknya ibu yang sudah pernah melahirkan lebih dari satu orang mempunyai anggapan bahwa ia sudah berpengalaman sehingga tidak termotivasi untuk memeriksakan kehamilannya (Wiknjosastro, 2005). Paritas adalah jumlah janin dengan berat badan lebih dari 500 gram atau lebih, yang pernah dilahirkan, hidup atau mati. Bila berat badan tidak diketahui maka dipakai batas umur kehamilannya 24 minggu. Berdasarkan pengertian tersebut maka paritas mempengaruhi kunjungan kehamilan. Paritas 1 dan paritas tinggi (lebih dari 3) mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi. Lebih tinggi paritas, lebih tinggi kematian maternal. Resiko pada paritas 1 dapat ditangani dengan asuhan obstetri lebih baik, sedangkan resiko pada paritas tinggi dapat dikurangi atau dicegah dengan keluarga berencana.  

29

Sebagian kehamilan pada paritas tinggi adalah tidak direncanakan (Wiknjosastro, 2005). 4. Pendapatan Perkapita Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),  pendapatan perkapita adalah besarnya pendapatan rata-rata keluarga dari suatu keluarga yang diperoleh dari hasil pembagian pendapatan seluruh anggota keluarga tersebut. Pendapatan adalah hasil pencarian atau perolehan usaha (Departemen Pendidikan Nasional 2002:236). Menurut Mulyanto Sumardi dan Hans Diater Evers (1982:20), pendapatan yaitu seluruh penerimaan baik berupa uang maupun barang baik dari pihak lain maupun dari hasil sendiri. Jadi yang dimaksud pendapatan dalam penelitian ini adalah suatu tingkat penghasilan yang diperoleh dari pekerjaan pokok dan pekerjaan sampingan dari orang tua dan anggota keluarga lainnya. Pendapatan keluarga yang memadai akan menunjang antenatal care yang baik dan kesadaran untuk periksa, karena dapat menyediakan semua kebutuhan dirinya baik yang primer maupun sekunder (Soetjiningsih, 1998:10). Menurut budioro (2002:108) keterbatasan sarana dansumber daya, rendahnya penghasilan, adanya peraturan atau perundangan yang menjadi penghambat akan membatasi keberdayaan orang perorang maupun masyarakat untuk merubah perilakunya. Pendapatan mempengaruhi kunjungan ANC. Hal ini disebabkan karena biaya penghidupan yang tinggi sehingga diperlukan pasien harus menyediakan dana yang diperlukan. Adapun tingkat ekonomi yang diteliti  

30

berdasarkan upah minimal regional (UMR) adalah penghasilan Rp 939.756,/bulan (BPS Semarang 2010). Menurut penelitian Shintha Kusumaning Pribadi (2008) meskipun faktor ekonomi bukan penentu utama ketidakpatuhan seseorang, terhadap saran tenaga kesehatan, namun kemapuan seseorang untuk membeli obat dari kantong sendiri sedikit banyak mempengaruhi kepatuhan seseorang terhadap tenaga kesehatan. Biaya pembelian obat yang dirasa terlalu mahal untuk ukuran kemampuan ekonominya, cenderung tidak dibeli meskipun itu disarankan oleh tenaga kesehatan. Walaupun obat yang gratis tidak terlalu disukai karena dirasa kurang khasiatnya. 5. Jarak Menurut Deprtemen Pendidikan Nasional (2002:456) Jarak adalah ruang sela (panjang atau jauh) antara dua benda atau tempat yaitu jarak antara rumah dengan tempat pelayanan ANC. Menurut Koenger (1983) keterjangkauan masyarakat termasuk jarak akan fasilitas kesehatan akan mempengaruhi pemilihan pelayanan kesehatan. Demikian juga menurut Andersen, et all (1975) dalam Greenlay (1980) yang mengatakan bahwa jarak merupakan komponen kedua yang memungkinkan seseorang untuk memanfaatkan pelayanan pengobatan. Indonesia merupakan negara yang luas sayangnya luas wilayah ini belum diimbangi dengan kecukupan, ketersediaan sarana-sarana layanan public termasuk dibidang kesehatan. Di beberapa desa masih kesulitan mendapatkan akses pelayanan kesehatan, tidak semua desa mempunyai  

31

puskesmas dan tenaga medis seperti : dokter, bidan, perawat. Secara geografis masih banyak masyarakat yang tinggal jauh dari sarana kesehatan (Depkes RI, 2003). Menurut penelitian Elfi Rahmawati (2008) bahwa jarak tempat tinggal ketempat layanan kesehatan di ukur dengan kilometer dikelompokkan dalam jarak.

C. PENGETAHUAN TENTANG ANTENATAL CARE 1. Pengertian pengetahuan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003), pengetahuan didefinisikan segala sesuatu yang diketahui, segala sesuatu yang diketahui berkenaan dengan hal. Sedangkan Notoatmodjo (2003) mendefinisikan pengetahuan sebagai hasil dari tahu setelah seseorang seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu melalui indera penglihatan, pendengaran, penciuman, perasaan, dan perabaan. Pengetahuan juga dapat didefinisikan sebagai kumpulan informasi yang diperbarui yang didapat dari proses belajar selama hidup dan dapat dipergunakan sewaktu-waktu sebagai alat penyesuaian diri baik terhadap diri sendiri atau lingkungannya.

 

32

2. Tingkat pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan yang tercakup dalam domain mempunyai 6 tingkatan, yaitu : a. Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. b. Memahami (Comprehension) Memahami adalah suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. c. Aplikasi (Aplication) Aplikasi diartikan suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi sebenarnya. d. Analisis (Analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan suatu materi atau objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih di dalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. e. Sintesis Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru dengan kata lain suatu kemampuan untuk menyusun suatu formula baru dan formulasi-formulasi yang ada.

 

33

f. Evaluasi (Evaluation) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek. 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan Menurut

Sukmadinata

(2003),

faktor-faktor

yang

mempengaruhi

pengetahuan seseorang adalah sebagai berikut : a. Faktor internal 1) Jasmani Faktor jasmani diantaranya adalah kesehatan indera seseorang. 2) Rohani Faktor jasmani diantaranya adalah kesehatan psikis, intelektual, psikomotor, serta kondisi afektif serta kognitif individu. b. Faktor eksternal 1) Pendidikan Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam memberi respon terhadap sesuatu yang datang dari luar. Orang yang berpendidikan tinggi akan memberi respon yang lebih rasional terhadap informasi yang datang, akan berpikir sejauh mana keuntungan yang mungkin akan mereka peroleh dari gagasan tersebut. 2) Paparan media massa Melalui berbagai media, baik cetak maupun elektronik, berbagai informasi dapat diterima oleh masyarakat, sehingga seseorang yang  

34

lebih sering terpapar media massa (TV, radio, majalah, pamflet, dan lain-lain) akan memperoleh informasi lebih banyak jika dibandingkan dengan orang yang tidak pernah terpapar informasi media. Hal ini berarti paparan media massa mempengaruhi tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang. 3) Ekonomi Dalam memenuhi kebutuhan pokok (primer) maupun kebutuhan sekunder, keluarga dengan status ekonomi yang baik akan lebih mudah tercukupi dibanding keluarga dengan status ekonomi yang lebih rendah. Hal ini akan mempengaruhi pemenuhan kebutuhan akan informasi pengetahuan yang termasuk kebutuhan sekunder. 4) Hubungan sosial Manusia adalah makhluk sosial, sehingga dalam kehidupan saling berinteraksi antara satu dengan yang lain. Individu yang dapat berinteraksi secara kontinyu akan lebih besar terpapar informasi, sementara faktor hubungan sosial juga mempengaruhi kemampuan individu sebagai komunikan untuk menerima pesan menurut model komunikasi media. 5) Pengalaman Pengalaman seseorang tentang berbagai hal dapat diperoleh dari lingkungan kehidupan dalam proses perkembangannya, misalnya seseorang mengikuti kegiatan-kegiatan yang mendidik, seperti seminar  

dan

berorganisasi,

sehingga

dapat

memperluas

35

pengalamannya, karena dari berbagai kegiatan-kegiatan tersebut, informasi tentang suatu hal dapat diperoleh. 4. Cara memperoleh pengetahuan Dari berbagai macam cara yang telah digunakan untuk memperoleh kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu cara tradisional (non ilmiah) dan cara modern (ilmiah). a) Cara tradisional (non ilmiah) Cara ini dipakai orang untuk memperoleh pengetahuan sebelum ditemukannya metode ilmiah atau metode penemuan secara sistematis dan logis. Cara penentuan pengetahuan secara tradisional antara lain : 1) Coba-coba dan salah Cara ini telah dipakai orang sebelum adanya kebudayaan, bahkan mungkin sebelum adanya peradaban. Cara ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil akan dicoba dengan kemungkinan yang lain. 2) Cara kekuasaan (otoritas) Prinsip dalam cara ini adalah orang lain menerima pendapat yang diketemukan oleh orang yang mempunyai aktivitas tanpa menguji atau membuktikan kebenaran terlebih dahulu berdasarkan fakta empiris atau berdasarkan penalaran sendiri.

 

36

3) Berdasarkan pengalaman pribadi Pengalaman merupakan sumber pengetahuan atau merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Dilakukan dengan cara

mengulang

kembali

pengalaman

yang

diperoleh

dalam

memecahkan permasalahan yang ada pada masa lalu. Pengalaman pribadi dapat menuntun kembali seseorang untuk menarik kesimpulan dengan benar. Untuk menarik kesimpulan dari pengalaman dengan benar diperlukan berpikir kritis dan logis. 4) Melalui jalan pikir Dalam

memperoleh

kebenaran

pengetahuan,

manusia

telah

menggunakan jalan pikirannya secara induksi dan deduksi. b) Cara modern (ilmiah) Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada saat ini lebih sistematis, logis, dan ilmiah. Dalam memperoleh kesimpulan dilakukan dengan jalan mengadakan observasi langsung dan membuat pencatatan terhadap semua fakta sebelumnya dengan objek penelitian (Notoatmodjo, 2005). 5. Sumber pengetahuan Menurut Istiarti (2000), pengetahuan seseorang biasanya diperoleh dari berbagai macam sumber, misalnya media massa, media elektronik, buku petunjuk, petugas kesehatan, media poster, kerabat dekat, dan sebagainya. Sumber pengetahuan dapat berupa pemimpin-pemimpin masyarakat baik

 

37

formal maupun informal ahli agama, pemegang pemerintahan, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2005). 6. Pengukuran pengetahuan Cara mengukur pengetahuan seseorang, menggunakan alat bantu kuesioner dengan cara menilainya dengan dikategorikan baik, cukup dan kurang. Pengetahuan dinyatakan baik bila 76 - 100 % pertanyaan dijawab benar, cukup bila 56 - 75% pertanyaan dijawab benar, dan kurang bila pertanyaan dijawab benar < 56 % (Arikunto, 2006).

 

38

D. KERANGKA TEORI Berdasarkan uraian dalam landasan teori, maka disusun kerangka teori mengenai karakteristik dan pengetahuan ibu hamil yang melaksanakan ANC, sebagai berikut: Faktor predisposisi : 1. Usia 2. Pendidikan 3. Paritas 4. Pendapatan Perkapita 5. Pengetahuan ANC

Faktor pendukung:

Faktor pendorong:

1. Jarak kefasilitas kesehatan 2. Ketersediaan waktu

1. Sikap petugas Perilaku Kunjungan ANC

2. Dukungan suami 3. Dukungan keluarga

         

 

 

 

            Frekuensi ANC

= Yang diteliti = Yang tidak diteliti Gambar 2.1 Bagan Kerangka Teori Penelitian Sumber : modifikasi Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2005)

 

39

E. KERANGKA KONSEP Sesuai dengan tujuan penelitian, kerangka konsep dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik dan pengetahuan ibu hamil yang melaksanakan antenatal care. Variabelnya meliputi: umur, pendidikan, paritas, tingkat pendapatan, jarak lokasi rumah, serta pengetahuan ibu hamil ke BPS. Berdasarkan kerangka teori yang ada, maka kerangka konsep dapat di gambarkan sebagai berikut : Variabel bebas

Variabel terikat

Karakteristik ibu hamil: Usia ibu hamil  Pendidikan ibu hamil 

Paritas ibu hamil  Frekuensi ANC  Pendapatan perkapita 

Jarak rumah ibu hamil  Pengetahuan ibu hamil 

Gambar 2.4 Bagan Kerangka Konsep Penelitian

 

40

F. HIPOTESIS PENELITIAN Hipotesis dalam penelitian ini meliputi : 1.

Ada hubungan antara umur ibu hamil dengan frekuensi ANC.

2.

Ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu hamil dengan frekuensi ANC.

3.

Ada hubungan antara paritas ibu hamil dengan frekuensi ANC.

4.

Ada hubungan antara pendapatan perkapita ibu hamil dengan frekuensi ANC.

 

5.

Ada hubungan antara jarak rumah ibu hamil dengan frekuensi ANC.

6.

Ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu hamil dengan frekuensi ANC