ILTEK,Volume 7, Nomor 14, Oktober 2012
ANALISIS BIAYA OPERASIONAL KAPAL PADA BERBAGAI LOAD FAKTOR ANGKUTAN PERINTIS Muslihati ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan mengetahui biaya operasional kapal pada berbagai load faktor. Penelitian ini bersifat deskriptif. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi dan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin kecil load faktor semakin besar biaya pokok per satuan angkut, hal ini juga sama untuk tarif, semakin tinggi load faktor semakin rendah tarif yang akan dibebankan kepada pelanggan. Biaya operasional pada load faktor 10% 20% mengalami penurunan paling drastis, karena penumpang menanggung biaya pokok dengan selisih 100% sedangkan pada load faktor 20% - 30% selisih biaya pokok hanya 50%. Sedangkan selisih biaya pokok antara load faktor 30% - 100% cenderung semakin kecil. Kecermatan dalam menentukan load faktor akan berpengaruh terhadap penetapan tarif secara signifikan. Sebagai contoh untuk lintasan Baubau – Dongkala kalau load faktor dalam penetapan tarif ditetapkan 60 persen maka besaran tarif adalah Rp 640,91/SUP sedangkan kalau ditetapkan 70 persen maka besaran tarif akan turun menjadi Rp 549,35/ SUP atau turun sebesar 0,78 persen. Hal sama juga ditemukan pada lintasan Dongkala – Mawasangka Kata kunci : Biaya Operasional Kapal, Lintasan Perintis Mawasangka tersebut tidak optimal, karena selama kapal menunggu, selain kapal tidak menghasilkan pendapatan, kapal tetap membutuhkan biaya operasional, terlebih lagi tarif jasa penyeberangan tidak dapat dinaikkan untuk menutupi biaya operasional kapal, karena daya beli masyarakat yang rendah. Perhitungan biaya operasional kapal merupakan unsur utama dalam penentuan tarif, penetapan tinggi rendahnya tarif sangat penting dalam usaha pelayaran karena dapat mempengaruhi maju mundurnya usaha pelayaran.
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, terdiri dari ± 17.504 pulau, banyak diantara pulau itu belum berkembang ekonominya, sehingga daerah tersebut tertinggal jika dibandingkan dengan daerah-daerah lain yang memiliki asesibilitas tinggi (Pangestu, 2004). Untuk menunjang pembangunan dan pengembangan ekonomi di daerah-daerah terpencil dan menghubungkan ke daerah yang sudah berkembang, pemerintah telah menerapkan kebijakan dalam menyediakan sarana angkutan perintis yang menghubungkan daerah-daerah tersebut. (Jinca, 2008). Menurut data Dirjen Perhubungan Darat kementrian perhubungan, secara nasional pada tahun 2009 terdapat 230 lintasan yang secara formal mendapat ijin operasi namun karena berbagai kendala teknis dan ekonomi, lintasan yang dilayani saat ini hanyalah 128 lintasan penyeberangan, yang terdiri dari 42 lintasan komersial dan 86 perintis termasuk diantaranya lintasan Baubau – Dongkala dan Dongkala - Mawasangka. Lintasan penyeberangan Baubau – Dongkala – Mawasangka merupakan lintasan perintis, yang dilayani oleh satu kapal Ferry yaitu KMP. Madidihang, dimana waktu tunggu yang dipakai kapal lebih besar dari pada waktu layarnya untuk jarak 34 mile (Baubau – Dongkala) dan 14 mile (Dongkala – Mawasangka), dengan demikian sangat jelas bahwa operasional kapal penyeberangan pada lintasan Baubau – Dongkala –
1.2 Tujuan Penelitia Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah mengetahui komponen biaya operasional kapal pada berbagai load factor. . METODOLOGI PENELITIAN Biaya kapal adalah banyaknya pengeluaran mulai dari harga kapal itu sendiri serta biaya operasional kapal pada saat berlayar dan berlabuh. Biaya kapal dapat dikelompokkan menjadi: a. Kelompok biaya tetap dan biaya variable, patokan yang dipakai dalam klasifikasi biaya ini adalah reaksi suatu unsur perubahan yang terjadi pada tingkat operasi/produksi. Pada tingkat produksi ada unsur biaya yang besarnya berubah sejalan dengan perubahan tingkat produksi. b. Kelompok biaya langsung dan tidak langsung, 1013
ILTEK,Volume 7, Nomor 14, Oktober 2012 patokan yang dipakai dalam klasifikasi biaya ini ditinjau dari segi operasional, apakah suatu unsur biaya ini terlibat secara langsung atau tidak langsung dalam proses produksi.
jaminan terhadap resiko kehilangan penghasilan (uang tambang) sebagai akibat dari kerusakan atau kehilangabn kapal. d) Protection and indemnity insurance, yaitu jarninan terhadap resiko kerugian yang diderita atas kerugian yang tidak dijamin oleh penanggung. Besarnya premi asuransi kapal/tahun adalah 1,5% dari harga kapal. a. Biaya Anak Buah Kapal (ABK) Menurut keputusan Menteri Perhubungan No. KM. 58 tahun 2003, biaya anak buah kapal, terdiri dari: 1. Gaji Upah
Adapun jenis-jenis biaya jika dikelompokkan dalam biaya tetap dan biaya variable kemudian disesuaikan dengan biaya operasional kapal maka akan diperoleh sebagai berikut: 1. Biaya Operasional Kapal (BOK) Biaya Operasional Kapal adalah biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan pengoperasian kapal dalam sebuah pelayaran, yang dikelompokkan atas komponen biaya-biaya selama kapal berada di pelabuhan dan biaya kapal selama kapal melakukan kegiatan pelayaran yang terdiri atas: A. Biaya Langsung -
2.
Tunjangan rata-rata ABK / Orang / Tahun a) Makan
Biaya tetap
Uang makan/orang/hari x Jumlah hari x Jumlah ABK x 12 bulan b) Premi Layar
Menurut keputusan Menteri Perhubungan No. KM. 58 tahun 2003, biaya tetap terdiri dari: a. Biaya Penyusutan Kapal (depresiasi) Biaya depresiasi, yaitu biaya penyusutan harga kapal BPK = H arg a Kapal Nilai Re sidu Masa
Gaji rata-rata / orang / bulan x Jumlah ABK x 12 bulan Tunjangan
Premi Layar/orang/hari x Jumlah hari x Jumlah ABK x 11 bulan c) Kesehatan Tunjangan Kesehatan/orang/bulan x Jumlah ABK x 12 bulan d) Pakaian Dinas
Penyusu tan
Dimana : Nilai Residu 5% dari harga kapal Masa penyusutan 25 tahun untuk kapal baru dan 20 tahun untuk kapal bekas
2 (dua) Stel / Orang / Tahun e) JAMSOSTEK 5% x Gaji ABK f) Tunjangan Hari Raya
b. Biaya Bunga Modal
N 1 (65%. h arg a kapal)(tingkat bunga / tahun) 2 N
Diberikan 1(satu) bulan gaji
BBM = B). Biaya tidak tetap Dimana: a. Biaya Bahan Bakar N = jangka waktu pinjaman adalah 10 tahun Modal pinjaman dihitung 65% dari harga Pemakaian bahan bakar, berangkat dari kapal, berarti uang muka sebesar 35% performance tenaga penggerak kapal (HP), yaitu (tergantung dari kebijakan masing-masing besar daya yang diperlukan kapal dengan Bank) kecepatan tertentu pada kondisi displacement Tingkat bunga didasarkan atas tingkat harga yang perencanaan kapal. Komposisi pemakaian bahan berlaku umum bakar pada mesin bantu kapal untuk pemakaian c. Biaya Asuransi penerangan, pompa-pompa, mesin jangkar, mesin Biaya asuransi adalah uang premi tahunan kemudi, dan lain-lain. Besar pemakaian bahan yang dibayarkan kepada lembaga asuransi untuk bakar kapal ditentukan oleh lamanya waktu kapal pertanggungan atas resiko kerusakan atau di laut dan di pelabuhan, dan besar tenaga musnahnya kapal atau resiko-resiko lainnya. penggerak kapal dan mesin bantu, pemakaian Menurut Purba (1998, 84), pertanggungan yang bahan bakar di laut digunakan untuk mesin diperlukan oleh pemilik kapal dalam penggerak utama kapal dan mesin bantu kapal, kegiatannya mengoperasikan kapal sebagai alat sedangkan untuk pemakaian bahan bakar di pengangkut muatan adalah a) Hull and pelabuhan digunakan untuk mesin bantu kapal. machinery insurance, yaitu jaminan terhadap Menurut Poelsh besamya konsumsi bahan bakar Partia loss (resiko kerusakan lambung, minyak dapat ditentukan dengan menggunakan permesinan, dan perlengkapan kapal), serta total persamaan berikut: loss atau resiko musnahnya kapal. b) Increased WFL = (Pbme. bme + Pae. bae) S /V. 10-6. Add value insurance, yaitu jaminan terhadap WFp = (Pae . bme) . wp . 10-6 kerugian abstrak seperti hilangnya pekerjaan Dimana : anak buah kapal sebagai dampak dari WFL = Besar konsumsi bahan bakar di laut (Kw) musnahnya kapal. c) Freight insurance, yaitu WFp = Besar konsumsi bahan bakar di 1014
ILTEK,Volume 7, Nomor 14, Oktober 2012
Pbme Pae Bme Bae S V Add WP
pelabuhan (Kw) = Daya mesin utama (HP) = Daya mesin Bantu (HP) = Berat bahan bakar mesin utama (196 – 209 gr/Kwh) = Berat bahan bakar mesin bantu (196 – 209 gr/Kwh) = Jarak pelayaran (Mile) = Kecepatan kapal (Knot) = Faktor cadangan (1,3 – 1,5) = Waktu di pelabuhan (Jam)
151 s/d 400 GT = 30 kg lebih = 60 kg
401 s/d 500 GT
Dimana: me = besarnya air untuk boiler (ketel uap) = 0,14 kg/Kwh 2. Air tawar untuk pendingin mesin bantu Wop' = Pae x me x S/V x 10-3 3. Air tawar untuk konsumsi dan mandi Untuk air minum (10 – 20 kg/orang/hari) Untuk air cuci dan mandi (200 kg/orang/hari) Ada pun persamaannya sebagai berikut: Wfw = P x Zfw x t/1000 Dimana: Zfw = Konsumsi air minum + air cuci dan mandi kg/orang/hari P = Jumlah ABK t = Waktu Round Trip Biaya pemakaian air tawar dihitung dengan mengalikan jumlah air tawar yang digunakan (W fw) selama setahun di kalikan dengan harga air berdasarkan harga air tawar saat ini. Jadi rumus yang digunakan yaitu: BAT = (Wop + Wop + Wfw) BATPB Dimana: BATPB = Harga air perton (Rp) e.
Biaya Kapal di Pelabuhan
Biaya ini ditentukan dengan keputusan Menteri Perhubungan tentang kepelabuhanan dan keputusan direksi Perum Pelabuhan II tahun 2000. Biaya ini terdiri dari: 1. Biaya Labuh, biaya yang dikeluarkan berkenaan dengan adanya kapal yang melakukan kegiatan angkut dan kunjungan ke pelabuhan. Besarnya biaya ini tergantung pada GRT kapal dan lamanya waktu kedatangan kapal hingga berangkat meninggalkan pelabuhan tersebut. UL = WL x tarif labuh x frekuensi Di mana: UL = biaya labuh WL = waktu labuh kapal 2. Biaya pandu di mana pada saat kapal memasuki perairan pelabuhan perlu dituntun oleh sebuah kapal pandu serbagai penunjuk arah untuk memasuki pelabuhan. 3. Biaya Tambat, yaitu biaya yang dikeluarkan
Biaya minyak pelumas pertahun (BL) adalah jumlah pemakaian minyak pelumas pertahun (ML) dikali harga minyak pelumas (HL). BL = HL x ML c. Biaya Gemuk Dalam keputusan Menteri Perhubungan No. KM. 58 tahun 2003, biaya gemuk, yaitu: BG = Jumlah pemakaian Gemuk/bulan x jumlah operasi kapal/bulan x harga gemuk/kg Pemakaian gemuk diasumsikan untuk kapal ukuran : = 20 kg
= 40 kg
Wop = Pbme x me x S/V x 10-3
(WLI + WLp ) x f
Kurang dari 150 GT = 50 kg
GT
Pemakaian air tawar pada kapal adalah untuk pendingin mesin utama, mesin bantu dan untuk konsumsi, mandi dan mencuci. Menurut Poehls besarnya konsumsi air tawar dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: 1. Air tawar untuk pendingin mesin utama
Add = Faktor cadangan (10 – 20)% Konsumsi minyak pelumas pertahun (ML) adalah jumlah pemakaian minyak pelumas dikali dengan frekuensi pelayaran pertahun (f). =
1000
d. Biaya Air Tawar
Konsumsi bahan bakar per tahun (KB) adalah total konsumsi bahan bakar dikali frekuensi pelayaran dalam setahun (f). KB = ( WFL + WFp) x f Biaya bahan bakar pertahun (BB) adalah total konsumsi bahan bakar per tahun (KB) dikali dengan harga bahan bakar diesel (HB). BB = HB x KB b. Biaya Minyak Pelumas Pemakaian minyak lumas adalah untuk penggantian secara periodik atau jarak pelayaran untuk pemeliharaan terhadap mesin-mesin. Jumlah kebutuhan minyal lumas tergantung dari jenis dan besarnya tenaga penggerak. Jangka waktu penggantian biasanya berdasarkan waktu atau jam kerja mesin-mesin itu merata terhadap umur teknis kapal 25 tahun, dan nilai sisa kapal diperhitungkan sama dengan nol. Menurut Poelsh besarnya konsumsi minyak pelumas dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: WLI = Pbme x bme x S/V x 10-6 + Add WLp = Pae x bae x wp x 10-6 + Add Dimana: Pbme = Daya Mesin Utama Pae = Daya Mesin Bantu bme = Berat minyak lumas mesin utama (1,2 – 1,6 gr/Kwh) bae = Berat minyak lumas mesin bantu (1,2 – 1,6 gr/Kwh)
ML
dari
501 s/d 1.000 GT
1015
ILTEK,Volume 7, Nomor 14, Oktober 2012 pada saat kapal tambat di dermaga selama jangka waktu tertentu. Besarnya biaya ini tergantung pada GRT per etmal. Perhitungan etmal adalah waktu kapal kurang dari 6 jam dihitung sebagai ¼ etmal, waktu tambat 6-12 jam di hitung sebagai ½ etmal, waktu tambat 12-18 jam dihitung dengan persamaan : UT = WT x Tarif tambat /etmal x freq Di mana: WT = waktu tambat kapal (etmal) 4. Biaya Rambu, yaitu biaya yang dikeluarkan karena pemakaian jasa rambu pada saat kapal melakukan pergerakan keluar masuk pelabuhan. 5. Biaya Tunda, yaitu biaya yang dikeluarkan mengenai penundaan kapal dalam pelabuhan f. Biaya Reparasi, Maintenance, dan Supply (RMS)
BAAK'T = biaya air tawar untuk ABK (Rp/tahun) RMSPV = rata-rata biaya RMS nilai sekarang (Rp/tahun) BApv = rata-rata biaya asuransi nilai sekarang (Rp/tahun) Kalau berdasarkan keputusan Menteri Perhubungan No. KM. 58 tahun 2003, besarnya biaya pengelolaan dan manajemen terdiri dari: Pembebanan biaya per kapal dihitung rata-rata 7% dari pendapatan kapal (berdasarkan pendapatan kapal periode sebelumnya) PEMBAHASAN Berdasarkan kondisi lintasan penyeberangan di Indonesia hingga tahun 2009 tercatat jumlah lintasan penyeberangan yang dilayani oleh angkutan penyeberangan sebanyak 128 lintasan yang terdiri dari 42 lintasan komersial dan 86 lintasan perintis dan bertambah menjadi 155 lintasan yang terdiri dari 43 lintasan komersil dan 112 lintasan perintis pada tahun 2010, dengan pertumbuhan sebesar 23%. Oleh karena itu peranan angkutan penyeberangan perintis semakin penting dalam memenuhi kebutuhan angkutan didaerah terpencil.
Adalah biaya yang dikeluarkan kepada pihak luar yang melaksanakan pekerjaan reparasi dan maintenance kapal, yang termasuk maintenance dan perlengkapan meliputi geladak, alat-alat mekanik bongkar muat kapal, suku cadang, investasi kerja yang digunakan kapal. Sedangkan yang tergolong supplai adalah biaya barangbarang konsumsi di kapal tidak termasuk bahan bakar, air tawar, dan minyak lumas. Sebagai jaminan keselamatan, reparasi kapal ferry wajib dilaksanakan setiap tahun di atas dok. Biaya reparasi ini meningkat dari tahun ke tahun sejalan dengan pertumbuhan umur kapal. B. Biaya Tidak Langsung A) Biaya tetap
3.1 Analisis Biaya Operasional Kapal Total keseluruhan biaya operasional kapal dalam satu tahun seperti di uraikan dalam Tabel 1. berikut :
a. Biaya Pegawai Darat (Kantor Cabang dan Perwakilan) 1) Gaji Upah Dihitung berdasarkan gaji rata-rata pegawai darat yaitu Kepala Cabang dan staff 2) Tunjangan Terdiri dari makan & transport, kesehatan, pakaian dinas, jamsostek dan tunjangan hari raya b. Biaya Pengelolaan dan Management Biaya ini merupakan sejumlah biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan administrasi dan management yang tidak langsung menunjang pengelolaan terapan, pendidikan dan latihan, kompensasi bagi karyawan, pengawasan dan biaya administrasi. Menurut Jinca (2002), besamya biaya manajemen adalah 12% dari biaya-biaya awak kapal, RMS, asuransi dengan persamaan BTM = 0,12 (BTAK + RMSpv + BApv) BTAK = GAKT + BKAKT + BAAK'T Di mana: BTM = biaya tetap kegiatan manajemen (Rp/tahun) BTAK = biaya tetap awak kapal (Rp/tahun) GAKT = gaji ABK (Rp/tahun) BKAKT = biaya konsumsi awak kapal (Rp/tahun)
Total Biaya Operasional (Biaya Langsung + Biaya Tidak Langsung) Untuk lintasan Baubau – Dongkala 1.447.300.582,Untuk lintasan Dongkala – Mawasangka 754.764.611,-
= Rp =
Rp
Dari data diatas komponen biaya operasional kapal yang paling besar biayanya adalah biaya bahan bakar sebesar Rp 841.883.798, untuk 1 trip pada 1016
ILTEK,Volume 7, Nomor 14, Oktober 2012 lintasan Baubau – Dongkala – Mawasangka, kemudian biaya Repairs, Maintenance & Supply (RMS) sebesar Rp 480.329.862, sedangkan yang paling sedikit adalah biaya gemuk sebesar Rp 6.000.000 untuk 1 trip.
Gambar 1. Grafik Biaya Operasional Kapal per SUPMile lintas Baubau - Dongkala Gambar 1. menunjukkan besarnya biaya operasional kapal pada berbagai load faktor. Dapat dilihat bahwa semakin kecil load faktor semakin besar biaya pokok per satuan angkut, hal ini juga sama untuk tarif, semakin tinggi load faktor semakin rendah tarif yang akan dibebankan kepada pelanggan. Biaya pokok pada load faktor 10% - 20% mengalami penurunan paling drastis, karena penumpang menanggung biaya pokok dengan selisih 100% sedangkan pada load faktor 20% - 30% selisih biaya pokok hanya 50%. Sedangkan selisih biaya pokok antara load faktor 30% - 100% cenderung semakin kecil. Load faktor yang digunakan dalam perhitungan tarif adalah 60%(untuk lintasan komersil), merupakan angka yang wajar untuk merepresentasikan besarnya lalu lintas angkutan ratarata sepanjang waktu.
C. Pengaruh BOK pada Berbagai Load Factor Besarnya load faktor (faktor muat) sangat mempengaruhi besarnya biaya untuk menjalankan angkutan tersebut demikian pula akan berpengaruh terhadap harga pokok. Dalam menghitung load factor kapal ferry digunakan sistem SUP (Satuan Unit Produksi). Untuk menghitung besarnya biaya pokok pada berbagai load factor maka terlebih dahulu kita menentukan berapa besar biaya operasional kapal per SUP-Mile. Biaya operasional kapal per SUP-Mile adalah besarnya total biaya operasional dibagi dengan kapasitas produksi pertahun (SUP), yaitu: Biaya operasional kapal per SUP-Mile untuk lintasan Baubau – Dongkala:
Kecermatan dalam menentukan load faktor akan berpengaruh terhadap penetapan tarif secara signifikan. Sebagai contoh untuk lintasan Baubau – Dongkala kalau load faktor dalam penetapan tarif ditetapkan 60 persen maka besaran tarif adalah Rp 640,91/SUP sedangkan kalau ditetapkan 70 persen maka besaran tarif akan turun menjadi Rp 549,35/ SUP atau turun sebesar 0,78 persen. Hal sama juga ditemukan pada lintasan Dongkala – Mawasangka, seperti dilihat pada gambar 2.
= Rp 1.447.300.582/ 3.794.110 SUP-Mile = Rp 381,46,PPh pelayaran sebesar 1,2 % dari biaya operasional kapal per SUP-Mile PPh pelayaran = Rp 4,58,Jadi total biaya operasional kapal per SUP-Mile adalah Rp 386,04,Biaya operasional kapal per SUP-Mile untuk lintasan Dongkala - Mawasangka: = Rp 754.764.611/ 1.562.281 SUP-Mile = Rp 483.12 ,PPh pelayaran sebesar 1,2 % dari biaya operasional kapal per SUP-Mile PPh pelayaran = Rp 5,80,Jadi total biaya operasional kapal per SUP-Mile adalah Rp 488,91,Besarnya biaya operasional kapal per SUPMile pada berbagai load factor untuk lintasan Baubau – Dongkala dapat dilihat pada Gambar 54.
Sumber : Hasil olahan data Gambar 2. Grafik Biaya Operasional Kapal per SUPMile lintas Dongkala – Mawasangka
PENUTUP 4.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa semakin kecil load faktor semakin besar biaya pokok per satuan angkut. Biaya operasional pada load faktor 10% - 20% mengalami penurunan paling drastis, karena penumpang menanggung biaya pokok dengan selisih 100% sedangkan pada load faktor 20% - 30% selisih biaya pokok hanya 50%. Sedangkan selisih biaya pokok antara load faktor 30% - 100% cenderung semakin kecil. Kecermatan dalam menentukan load faktor akan
Sumber : Hasil olahan data
1017
ILTEK,Volume 7, Nomor 14, Oktober 2012 berpengaruh terhadap penetapan tarif secara signifikan. Sebagai contoh untuk lintasan Baubau – Dongkala kalau load factor ditetapkan 60 persen maka besaran tarif adalah Rp 640,91/SUP sedangkan kalau ditetapkan 70 persen maka besaran tarif akan turun menjadi Rp 549,35/ SUP atau turun sebesar 0,78 persen. Hal sama juga ditemukan pada lintasan Dongkala – Mawasangka untuk load faktor 60 persen besaran tariff adalah Rp 814,86/SUP sedangkan pada load factor 70 persen besaran tarif akan turun menjadi Rp 698,45/SUP atau turun sebesar 0,78 persen. DAFTAR PUSTAKA Asri. 2010. Model Pentarifan Angkutan Penyeberangan Lintas Antar Provinsi. Prosiding Penelitian Teknologi Kelautan. Makassar. Badwi, Arsam. 2007. Analisa Kelayakan Tarif KMP. Bontoharu Lintas Penyeberangan Bira – Pamantata. Skripsi tidak diterbitkan. Makassar: Program S1 Jurusan Perkapalan Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin. Benford, Harry. 1998. Fundamentals Of Ship Design Economics. The University of Michigan. Michigan. 1965 Direktorat Jenderal Perhubungan Darat. 2011. Perhubungan Darat Dalam Angka 2010. Jakarta. Jinca, M. Yamin dan Raga Paulus. 2008. Kondisi Layanan Angkutan Laut Perintis di daerah tertinggal. Makassar Nasution, H.M.N. 2004. Manajemen Transportasi. Galhia Indonesia. Jakarta. Poelsh, H. 1979. Ship Design and Ship Theory. University of hannover Purba, R. 1997. Analisis Biaya dan Manfaat. Rineke Putra. Jakarta. Rijal, Syamsul. 2009. Kajian Tarif Angkutan Laut Perintis Trayek R-21. Skripsi tidak diterbitkan. Makassar: Program S1 Jurusan Perkapalan Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin. Rosmani. 2007. Analisis Kelayakan Tarif Angkutan Penyeberangan Kapal Ferry Trayek Bajoe – Kolaka. Tesis tidak diterbitkan. Makassar: Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin. Salim, A. Abbas. 2008. Manajemen Transportasi. Rajawali Pers. Jakarta. Sitepu, Ganding. 2009. Analisis Biaya Operasional Kapal Penyeberangan di Wilayah Pulau Tertinggal. Jurnal Penelitian Enjiniring. Makassar.
1018