BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG KEVIN RUDD

Download Australia menggunakan sistem kepartaian multipartai, tetapi dalam kenyataannya terdapat dua partai besar yang merepresentasikan dua kekuata...

0 downloads 331 Views 186KB Size
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kevin Rudd terpilih menjadi Perdana Menteri Australia yang ke-29 pada tanggal 3 Desember 2007. Dia sebagai Perdana Menteri Australia yang baru menggantikan John Howard dari Partai Liberal. Pada Pemilu 2007, Kevin Rudd memperoleh kemenangan mutlak atas rival politiknya John Howard dari Partai Liberal. Partai Buruh pimpinan Rudd mendapat dukungan yang begitu tinggi dari mayarakat Australia. Dimana Partai Buruh tempatnya bernaung mendapatkan 823 kursi, sementara Partai Liberal mendapatkan 55 kursi, dan Partai Nasional mendapatkan 10 kursi (Partai Liberal dan Nasional bergabung membentuk koalisi Partai)1. Kemenangan Partai Buruh dan terpilihnya Kevin Rudd sebagai Perdana Menteri Australia sekaligus mengakhiri sebelas tahun dominasi kubu konservatif pimpinan John Howard. Dimana sebelumnya kemenangan Kevin Rudd sudah dapat diprediksi melalui berbagai polling yang dimuat di berbagai media, sejak kemunculannya sebagai pemimpin baru. Dari segi popularitas pun mengalahkan pemimpin lainnya. Kevin Rudd dikenal sebagai sosok seorang politikus, legislator sekaligus diplomat ulung yang fasih Mandarin. Masa jabatan kepemimpinan Kevin Rudd di Australia terbilang pendek (terpendek sejak tahun 1971). Namun demikian, Australia di bawah kepemimpinan Kevin Rudd menjadi negara yang memperlihatkan keterbukaan terhadap negara-negara Asia. Selama memimpin Australia, Kevin Rudd menjalankan beberapa kebijakan politik luar negeri yang cenderung berbeda dengan rezim sebelumnya. Pemerinthan Kevin Rudd terkesan agak melunak dalam menjalin hubungan dengan negara-negara di sekitarnya termasuk Indonesia. Sementara rezim pemerintahan John Howard memiliki kebijakan yang banyak menimbulkan ketegangan hubungan antar kedua negara. Sejarah perjalanan hubungan Australia-Indonesia, bila dilihat secara seksama hubungan kedua negara ini menunjukkan kecenderungan yang lebih bersahabat, akomodatif dan stabil tatkala partai dan pemerintahan yang berkuasa di Australia berada di tangan Partai Buruh Australia (Australian Labour Party). Sementara sosok politik luar negeri Australia 1

Australian Electoral Commission, 2007 Federal Election House of Representatives First Preferences By Party (online), 2007, http://results.aec.gov.au/13745/Website/HouseDownloadsMenu-1375-csv.htm, diakses 21 juli 2012.

1

pada masa pemerintahan Partai Konservatif Liberal/Nasional pada era pemerintahan Perdana Menteri John Howard (1996-2007), secara umum lebih bersifat kurang akomodatif dan cenderung konfrontatif terhadap Indonesia.2 Hal ini misalnya terlihat ketika meletusnya kasus Irian Barat, kemerdekaan Timor Timur dari Indonesia, isu perang terhadap terorisme yang bermuara pada kecurigaan yang sangat besar pemerintahan Australia terhadap Islam di Indonesia, dan kasus pemberian visa kepada warga Papua. Isu Papua sendiri memang menjadi isu paling sensitif bagi hubungan Canberra-Jakarta. Ini dikarenakan dapat memicu terbentuknya persepsi yang sangat kuat di Indonesia bahwa Australia mendukung separatisme di Papua. Persepsi ini semakin menguat sejak referendum Timor Timur tahun 1999 yang berujung pada terbentuknya negara Timor Leste. Ketika pada tahun 1996, John Howard yang bernaung dibawah dukungan Partai konservatif Liberal resmi menjadi Perdana Menteri terpilih. Pada masa kepemimpinannya, dinamika hubungan Australia dan Indonesia mengalami fluktuasi yang panjang. Setelah menjabat sebagai Perdana Menteri, Howard dan Partai Liberal dalam pemerintahannya mulai mengeluarkan serangkaian kebijakan baru terkait politik luar negeri Australia, pertahanan, dan perdagangan. Kebijakan tersebut meliputi: White Paper on Foreign Trade Policy pada Agustus 1997, dan Australia Strategic Policy pada Desember 1997 (Wuryandari 2001; Kelly 2006). Meski dalam agenda kebijakan luar negeri pemerintahan Howard tertera bahwa Asia Pasifik menduduki posisi tertinggi dan penting, namun dalam implementasinya justru banyak kebijakan dari pemerinthan Howard yang bersifat kontraproduktif bagi hubungan Australia dengan negara tetangganya. Pemerintahan era Perdana Menteri Howard identik dengan kekerasannya dalam menjalankan politik luar negerinya. Ketergantungan terhadap Amerika Serikat dan sekutu dalam kebijakan keamanan luar negerinya menjadi hal utama. Sejak awal pemerintahannya, Howard terlihat bingung dengan arah kebijakan luar negeri Australia. Walaupun setelah Howard dilantik sebagai Perdana Menteri, ia mengatakan bahwa pemerintah koalisi Leberal akan melanjutkan kebijakan pemerintah Buruh sebelumnya yang dipimpin Paul Keating, yakni memiliki hubungan yang kuat dengan Asia.3 Namun pernyataan tersebut hanya sebatas retorika. Pemerintahan Howard dinilai tidak memberikan perhatian secara khusus terhadap kebijakan luar negeri Australia. Stagnasi kebijakan luar negeri pada masa pemerintahan Howard menyebabkan banyaknya kritikan yang ditujukan 2

Lihat Michael Wesley (2007). The Howard Paradox: Australia Diplomacy in Asia 1996-2006. Sydney: ABC Books , p. 17-20 3 Ganewati Wuryandari, “Gaya dan Substansi Politik Luar Negeri Australia 1996-2001”, dalam Kebijakan Luar Negeri dan Pertahanan Australia 1996-2001, Jakarta, LIPI, 2001, hlm 50-51.

2

kepadanya. Hal ini disebabkan oleh salah satu fungsi kebijakan luar negeri ialah mempromosikan berbagai kepentingan nasional Australia. Stagnasi kebijakan luar negeri di awal pemerintahan Howard dikarenakan pada saat pertama menjabat sebagai Perdana Menteri, Howard hanya memiliki sedikit kontak Internasional. Ia juga tidak memiliki jaringan dengan regional serta memiliki kecurigaan terhadap pengaruh Hawke dan Keating pada Departemen Luar Negeri dan Perdagangan. Selain itu, Howard juga kurang memahami tentang konsep kebijakan luar negeri dan memliki empati rendah terhadap Asia, khususnya Indonesia.4 Pemerintahan Howard dan Menteri luar negerinya Alexander Downer kurang memiliki antusiasme dalam politik luar negeri. Oleh sebab itu politik luar negeri Australia mengalami kemunduran dalam konteks kedekatan dengan Indonesia dan negara-negara di Asia lainnya. Sementara itu, dalam menjalankan politik luar negerinya, Australia pada masa kepemimpinan Kevin Rudd dibawah Partai Buruh dikenal sebagai pribadi yang sangat dekat dengan Asia. Pemerinthanan Kevin Rudd banyak dianggap tidak sekeras ketika Australia dikuasai oleh pemerintahan Howard. Dalam bidang politik luar negeri dan keamanan, pemerintahan Kevin Rudd terkesan lebih memfokuskan arah kebijakan politik luar negerinya pada kawasan terdekat. Dengan kata lain, pemerintah Australia tidak selamanya akan ikut dalam koalisi yang dipimpin oleh Amerika Serikat. Disini Indonesia dipandang sebagai wilayah strategis yang penting dalam mendukung kepentingan Australia. Seperti diketahui bahwa Indonesia menjadi negara pertama yang menjadi tujuan kunjungan luar negeri Rudd. Dalam salah satu pilar kebijakan politik luar negeri pemerintahan Kevin Rudd, Indonesia memiliki peranan penting yang tertuang dalam poin comprehensive engagement dengan Asia. Indonesia dipandang sebagai mitra strategis untuk menjaga stabilitas kawasan pasifik Selatan. Ada beberapa hal yang menarik mengenai arah politik luar negeri Australia terhadap Indonesia pada masa pemerintahan Kevin Rudd. Dapat dikatakan bahwa pemerintahan Kevin Rudd cenderung berbeda dengan rezim yang dipimpin oleh John Howard dari Partai Liberal, dalam memandang dan menempatkan Indonesia sebagai mitra strategis. Meskipun pada masa pemerintahan John Howard, Indonesia disebutkan menjadi elemen penting dalam mendukung politik luar negeri Australia, namun pada kenyataannya justru pemerinthan Howard banyak memiliki kebijakan yang menimbulkan ketegangan hubungan dengan Indonesia. Residual isu Australia-Indonesia dari pemerintahan sebelumnya pimpinan John Howard, masih menumpuk dan memerlukan perhatian untuk diselesaikan. Mengingat Hubungan Indonesia4

Paul Kelly, 2006, Howard’s Decade, Lowy Institute for International Policy paper 15, Longueville, Sydney. Hlm 5.

3

Australia telah beberapa kali mengalami pasang surut dan mengalami masa-masa sulit pada masa itu. Sementara itu, pemerintahan Kevin Rudd di bawah naungan dari Partai Buruh Australia terkenal dengan keramahannya dengan Asia, khususnya Indonesia. Kemampuan pemerintahan Kevin Rudd dalam upaya membangun dan mengelola hubungan AustraliaIndonesia agar berjalan akrab seperti yang terjadi pada masa kejayaan Paul Keating (19911996) menjadi harapan banyak pihak. Tak dapat dipungkiri bahwa pemerintah Australia berkepentingan terhadap Indonesia dalam menjalankan politik luar negerinya. Dari pembahasan diatas, penulis melihat bahwa hubungan pemerintah AustraliaIndonesia selalu mengalami fase naik-turun. Kebijakan pemerintah masing-masing negara kerapkali berubah seiring dengan perubahan pemerintahan dan figur kepemimpinannya, terutama di Australia. Pergantian pemerintahan di Australia dari Partai Buruh ke Partai konservatif Koalisi Liberal/Nasional ataupun sebaliknya memiliki pengaruh yang cukup berarti bagi hubungan bilateral kedua negara.

B. Pertanyaan Penelitian Pertanyaan yang akan penulis jawab dalam skripsi ini adalah: Apa yang membedakan kebijakan pemerintahan Kevin Rudd dengan rezim pemerintahan John Howard terhadap Indonesia? Mengapa terjadi perbedaan dalam kebijakan terhadap pemerintah Indonesia pada masa pemerintahan Rudd dan Howard?

C. Landasan Konseptual

Partai Politik, Pragmatisme Politik dan Aktor Rasional Australia merupakan negara demokratis parlementer yang mengadaptasi sistem Westminster Parliament seperti di Inggris. Australia menggunakan sistem kepartaian multipartai, tetapi dalam kenyataannya terdapat dua partai besar yang merepresentasikan dua kekuatan mayoritas preferensi politik di Australia, yaitu Partai Liberal-Nasional (koalisi dua partai yaitu Partai Liberal dan Partai Nasional) dan Partai Buruh Australia (ALP). Kedua partai ini silih berganti memenangi pemilu dan menempati posisi strategis sebagai Perdana Menteri Australia. Dari hal ini, disimpulkan bahwa Partai politik memegang peranan penting dalam mewujudkan kebijakan dalam pemerintahan Australia. Namun peranan Perdana Menteri juga tidak kalah penting, karena ia merupakan representasi dari kekuatan politik partai yang 4

sedang berkuasa di parlemen. Kevin Rudd dan John Howard merupakan representasi dari dua Partai yang paling berkuasa di Australia: Kevin Rudd dari Partai Buruh, sedangkan John Howard dari Partai Liberal Australia. Kedua Partai ini merepresentasikan ideologi yang berbeda dalam panggung politik pemerintahan Australia, termasuk juga dalam hal kebijakan politik luar negerinaya. Partai Buruh dan Partai Koalisi Liberal-Nasional memiliki perbedaan ideologis yang jelas karena terbentuk dari sejarah sosial politik Australia yang panjang. Partai Liberal memiliki ideologi yang mendukung hak-hak individu serta menekankan hak-hak dan kebebasan mereka. Namun, ideologi partai ini bersifat lebih umum dan filosofis. Partai ini dapat dikatakan Konservatif (cenderung mempertahankan yang sudah ada). Arah kebijakan politik luar negerinya mempertahankan hubungan keterikatan dengan negara-negara barat seperi Amerika Serikat dan Inggris. Pandangan Partai terhadap konstitusi adalah anti terhadap gerakan perubahan terhadap konstitusi yang sedang merebak saat ini. Dimana pemimpin Partai memiliki peranan yang cukup dominan dalam memutuskan suatu kebijakan, termasuk dalam kebijakan luar negeri. Partai koalisi Liberal-Nasional merepresentasikan kepentingan pengusaha-pengusaha besar dan petani yang menekankan pada kebebasan dan mekanisme pasar dalam mengelola kebijakan publik dan Industri.5 Partai Buruh Australia merupakan partai tertua di Australia yang telah berdiri sejak tahun 1891 dan dibentuk oleh kaum serikat pekerja pelabuhan yang ingin mengartikulasi kepentingan mereka untuk diperjuangkan dalam proses politik.6 Partai Buruh merupakan partai yang secara ideologi tidak berada dalam satu garis yang jelas atau dapat dikatakan mengambang. Hal ini karena Partai Buruh memiliki anggota yang beragam, mulai dari golongan sosialis kiri yang keras hingga mereka yang tidak menghendaki perubahanperubahan besar pada tatanan soaial-ekonomi, sehingga kemudian banyak kepentingan yang harus diakomodasikan.7 Tidak ada ideologi yang dominan di dalam partai, sehingga kemudian penafsirannya bergantung kepada siapa yang memimpin partai. Namun demikian, ideologi Partai Buruh tertuang dalam mukadimah dari tujuan partai yang dirumuskan pada Konferensi Nasional 1981, yaitu Sosialisme Demokratis.8 Tujuan dari sosial-demokrasi yang dimaksud oleh Partai Buruh Australia adalah untuk menciptakan kesejahteraan umum dalam bidang perindustrian, produksi, distribusi yang dilakukan untuk menghapuskan penindasan 5

David Solomon, Australia’s Government and Parliament (Melbourne: Thomas Nelson Pty, 1973), hlm. 70-71. Moon dan Sharman, Australian Politics and Government: The Commonwealth, The State and The Territory (UK: Cambridge University Press,2003), hlm. 18. 7 Zulkifli Hamid, Sistem Politik Australia, Bandung, Remaja Rosdakary, 1999, hlm. 197. 8 Z. Hamid, ibid, hlm.127. 6

5

tetapi tetap dalam prinsip demokrasi parlementer.9 Partai Buruh Australia mewakili kepentingan sosial demokrat yang menekankan pada perubahan cara pandang terhadap industrialisasi, dan lebih terbuka terhadap perkembangan isu-isu yang sedang terjadi seperti lingkungan dan minoritas. Selain itu, arah dari Politik luar negeri Partai Buruh juga lebih independen. Sosialisme demokratis berarti menggunakan alat-alat demokrasi untuk mencapai perubahan/transisi bertahap dari kapitalisme menuju sosialisme. Partai ini pada dasarnya bersifat konservatif, namun tetap terbuka terhadap ide-ide baru dan progresif dalam perubahan. Perbedaan ideologi antara kedua partai besar tersebut penulis nilai merupakan salah satu faktor yang menentukan dibuatnya pola kebijakan luar negeri yang berbeda pada masa-masa pemerintahan Howard dan Rudd. Menurut Truman,10 terdapat empat pengelompokan ideologis dalam Partai Buruh Australia, yaitu: Ekstrim kiri. Pada umumnya adalah pendukung-pendukung nasionalisasi semua cara-cara produksi, distribusi dan pertukaran, dan mereka mendukung nasionalisasi industri . mereka menyatakan bahwa peperangan, ketegangan internasional dan imperialisme adalah produk kapitalisme. Mereka menginginkan Australia yang netral di dalam perjuangan melawan ancaman internasional. Mereka anti-Amerika dan percaya bahwa monopoli kapitalisme Amerika merencanakan untuk menakhlukan semua bangsa guna memperluas kapitalisme. Dan mengemukakan bahwa Uni Soviet adalah suatu negeri yang cinta damai an non-agresi. Sosialis harus dicoba sebagai sekutu untuk melawan kapitalisme. Moderat Kiri. Mereka percaya pada nasionalisasi industri yang luas, tetapi bersikap dingan terhadap komunis. Mereka sepakat bahwa peperangan, ketegangan internasional dan imperialisme adalah produk kapitalisme. Mereka mendukung oersekutuan Australia denganAmerika dan perdekutuan negara-negara komunis di Asia Pasifik. Mereka percaya penguasa-penguasa Soviet menggunakan komunisme internasional untuk memperluas maksudnya menaklukan dunia. Dan Amerika adalah kapitalis dimana kaum buruh dieksploitir. Mereka sangat anti imperialisme dan kolonialisme Barat ataupun Timur. Moderat Kanan. Mereka anti-komunis baik di dalam maupun di luar negeri. Mereka menyatakan “sosialis “, tapi hanya menginginkan nasionalisasi pada monopoli dan industriindustri yang mengeksploitir rakyat.

9

David Solomon, Op. Cit., hlm. 66. Sunardi, Politik Luar Negeri Australia di Bawah Partai Buruh. Jakarta: Grafindo Utama, hlm. hlm 18-19

10

6

Ekstrem Kanan. Mereka sangat anti komunis. Tidak suka pad nasionalisasi industri. Sangat pro-Amerika. Dan melakukan penentanga yang kuat terhadap komunisme di dalam dan di luar negeri. Selain ideologi yang mempengaruhi, pragmatisme politik juga merupakan faktor yang mempengaruhi terbentuknya kebijakan dalam setiap pemerintahan Australia. Gaya politik Australia menurut Richard Cauvel cenderung pragmatis dan kompetitif. Dukungan partai akan diberikan kepada Perdana Menteri, yang juga merupakan pimpinan partai, selama masih ada keyakinan bahwa Perdana Menteri tersebut akan tetap memenangkan pemilihan umum sehingga partai tetap akan dapat memegang kekuasaan. Allan Patience menyebutkan bahwa rasionalitas juga merupakan elemen dalam budaya politik Australia.11 Akademisi mendeskripsikan rasionalitas sebagai langkah pembuatan keputusan melibatkan langkahlangkah intelektual berikut12: 1. Problem Recognition and Definition. Keperluan untuk memutuskan bermula ketika para pembuat kebijakan mulai mengid entifikasi adanya masalah. Obyektifitas dalam mendefinisikan situasi bagi aktor pembuat keputusan memerlukan informasi penuh mengenai aksi, motivasi dan kapabilitas dari aktor lainnya sekaligus lingkungan internasional dan tren di dalamnya. 2. Goal Selection. Pembuat keputusan harus menentukan tujuan apa yang ingin mereka capai. Ketentuan dasar ini seringkali tidak mudah dalam prosesnya karena memerlukan identifikasi dan peringkat dari berbagai nilai (seperti keamanan, demokrasi, kestablian ekonomi, dan lain sebagainya) dalam bentuk hierarki dari yang paling penting hingga yang dianggap tidak begitu signifikan dalam permasalahan. 3. Identification of Alternatives. Dalam pilihan rasional, diperlukan daftar panjang dari semua kebijakan yang penting dan estimasi terhadap pengorbanan yang diperlukan dari tiap-tiap alternatif. 4. Choice. Pada akhirnya, rasionalitas menentukan pilihan yang dianggap terbaik untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Atas tujuan ini, pembuat kebijakan harus melakukan analisis untung rugi yang dipandu oleh prediksi yang dianggap akurat mengenai kemungkinan suksesnya tiap opsi.

11

Richard Chauvel, Budaya dan Politik Australia, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 1992, hlm. 9. Charles W. Kegley, JR. Eugene R. Wittkopf. Worid Politics Trend and Transformation: The Unitary Actor and Rational Decision Making. Boston-New York, Bedford/ST. Martins. Chapter. 3; p. 65

12

7

Rasionalitas ini terlihat dari, contohnya, upaya Partai Buruh mempertahankan kebijakan yang familiar dengan masyarakat untuk mempertahankan suara dalam pemilu.13 Dengan melihat elemen-elemen budaya politik tersebut, kebijakan politik luar negeri di Australia juga dapat dilihat sebagai salah satu praktik politik praktis dalam upaya mempertahankan kekuasaan partai di pemerintahan. Seperti yang telah disebutkan diatas, bahwa ideologi kedua partai juga sangat dipengaruhi oleh figur yang berngaruh dan Perdana Menteri merupakan representasi dari kekuatan dua partai tersebut. Oleh karena itu untuk menganalisis kebijakan pemerintahan Kevin Rudd dan John Howard, penulis jaga akan menggunakan model aktor rasional dengan level analisis kedua individu tersebut. Disebut aktor rasional karena model ini berasumsi bahwa keputusan yang diambil oleh individu aktor tersebut dilakukan berdasarkan pemikiran subyektif dengan mempertimbangkan political benefit (pragmatisme) yang ada hingga diperoleh hasil yang maksimal. Pemikiran dalam hal ini menyangkut mengenai preferensi maupun semua aspek karakteristik yang mempengaruhi pengambilan keputusan yang dilakukan oleh individu aktor tersebut. Karakteristik individual seorang pemimpin sangat mempengaruhi perilaku politik luar negeri dan strategi yang digunakan oleh suatu negara dalam mengendalikan suatu permasalahan. Margaret Hermann14 menyimpulkan enam faktor yang mempengaruhi pembuat putusan, dimana faktor 1-3 menjelaskan tentang kepribadian mereka sementara sisanya menggambarkan latar belakang dan pengalaman mereka : (1) Beliefs, Pandangan mereka terhadap dunia; (2) Decission style, gaya politik mereka dan metode yang digunakan untuk membuat sebuah keputusan; (3) Motives, motivasi mereka dalam jabatan mereka, berdasar pada analisa need for power dan need for affiliation; (4) Interpersonal Style, bagaimana perilakau terhadap decission maker lainnya, apakah mereka tertarik terhadap atau memiliki pengalaman dalam hubungan luar negeri; (5) iklim politik luar negeri ketika mereka memulai karir politiknya; (6) bagaimana para pembuat keputusan ini disosialisasikan terhadap posisi mereka saat ini. Cara pemimpin berinteraksi dengan orang lainan metode yang dipilih dalam membuat keputusan pribadi akan mempengaruhi perilaku politiknya. Di lain sisi, birokrasi cenderung menyesuaikan perilaku pemimpinnya.

13

Dafri Agussalim, Winning Elections: Lessons From The Australian Labor Party 1983-1996, Institute of International Studies, Yogyakarta, Gadjah Mada University, 2011, p.207. 14 Herman, Margaret G, ‘Explaining Foreign Policy Behaviour Using the Personal Characteristics of Political Leader’, International Studies Quarterly, vol.24, no.1, March 1980, p.8-11

8

Kebanyakan pemimpin beroperasi dibawah berbagai tekanan politik, psikologis, dan lingkungan yang membatasi apa yang dapat mereka capai dan mengurangi kontrol mereka terhadap suatu peristiwa. Sejauh mana faktor personal dan psikologis mampu mempengaruhi pembuatan keputusan, pun dipengaruhi oleh political efficacy, yang diartikan sebagai sejauh mana kepercayaan diri seorang pemimpin bahwa ia dapat membuat keputusan yang rasional dan memiliki kemampuan mengontrol peristiwa secara politik, dikombinasikan dengan sejauh mana keinginan rakyat terhadap kepemimpinan. Analisis level individual menurut John Rourke merupakan suatu pendekatan yang mengidentifikasi karakteristik dari kompleksitas dari proses pembuatan kebijakan oleh suatu aktor individu yang melibatkan pengumpulan dan analisis informasi, menentukan tujuan, merefleksikan pilihan yang ada, dan akhirnya membuat sebuah kebijakan berdasarkan pada proses tersebut.15 Ada tiga perspektif yang dapat dilihat dalam menganalisis model aktor rasional ini, yaitu human nature, organizational behaviour, dan idiosyncratic behavior.16 Sifat alami manusia menjelaskan bagaimanan karakteristik asli manusia telah berpengaruh terhadap pengambilan keputusan. Organizational behaviour melihat bagaimana interaksi individu tersebut dalam situasi pengaturan organisasi, seperti dalam grup pembuat kebijakan. Dalam kasus ini pengaruh ideologi partai terhadap howard dan Rudd. Terakhir idiosyncratic behavior melihat bagaimana kekhasan karakter kebijakan individu mempengaruhi kebijakan luar negeri. Penulis akan melakukan metode komparatif untuk melihat secara tegas faktorfaktor yang mempengaruhi perbedaan kebijakan yang dilakukan Howard dan Rudd dalam penetapan arah kebijakan luar negeri Australia.

D. Hipotesis Kebijakan politik luar negeri pemerintahan Kevin Rudd terhadap Indonesia, mewarisi kerjasama komprehensif dalam membina hubungan erat seperti yang terjalin pada masa pemerintahan Partai Buruh pada masa lalu. Ketika partai Buruh berkuasa, hubungan Australia-Indonesia lebih stabil, tidak banyak terjadi ketegangan seperti manakala Partai Liberal yang berkuasa. Kebijakan politik luar negeri Pemerintahan Kevin Rudd terlihat berbeda dengan masa Pemerintahan John Howard dikarenakan perbedaan preferensi individual dalam memandang posisi Indonesia sebagai mitra strategis, didorong oleh kepentingan politik praktis yang digambarkan dalam karakteristik kepemimpinan dan 15

Rourke, J.T., International Politics on the World Stage : Level of Analysis, 2005, http://highered.mcgrawhill.com/sites/0072890363/student_view0/chapter3/, diakses 27 Juli 2012 16 Ibid

9

perbedaan ideologi partai tempat mereka bernaung, serta pengaruh adanya perubahan lingkungan eksternal Australia. Kevin Rudd dalam pemerintahannya memiliki cara pandang yang berbeda dari John Howard. Sebagai contoh, Idealisme John Howard mengenai kerawanan keamanan kawasan yang sedang dialami oleh Australia menuntunnya pada sikap nasionalisme yang tinggi dan menjadikan Australia sebagai Deputy Sheriff Amerika di kawasan Asia Pasifik. Sementara itu, Pemerintahan Kevin Rudd melihat permasalahan ini dalam perspektif berbeda. Yaitu bahwa penerapan pola kebijakan luar negeri melalui comprehensive Engagement sebagai salah satu pilar politik Luar negerinya diharapkan akan banyak membantu Australia dalam mengurangi ancaman pada tingkat regional. Meskipun begitu, Australia juga tidak serta merta melepaskan begitu saja aliansinya dengan Amerika Serikat untuk mengamankan kawasan. Inilah yang kemudian membuat pemerintahan Kevin Rudd menjalankan kebijakan yang berbeda dengan pemerintahan John Howard dalam konteks menjalin kemitraan strategis dengan Indonesia demi mencapai kepentingan nasional.

E. Metode Penelitian Penelitian penulis akan menggunakan metode kualitatif dengan studi pustaka, terutama dari buku-buku, jurnal-jurnal, dokumen dan sumber internet yang berkaitan dengan tulisan ini.

F. Sistematika Penulisan Ada enam bab yang digunakan untuk menggambarkan “Politik Luar Negeri Australia terhadap Indonesia di Bawah Pemerintahan Perdana Menteri Kevin Rudd”. Bab pertama berisi pendahuluan yang menjelaskan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, landasan konseptual, dilanjutkan dengan hipotesis, metode penulisan dan sistematika penulisan. Bab kedua akan memaparkan dinamika hubungan politik dan keamanan pemerintah Australia dengan Indonesia dalam kurun waktu tahun 1996-2010. Dimana pada waktu inilah pemerintahan John Howard dan Kevin Rudd secara bergatian memimpin Australia. Disinilah akan diperbandingkan kebijakan politik luar negeri dan keamanan Australia di bawah kepemimpinan pemerintahan Kevin Rudd (2007-2010) dari Partai Buruh dengan John Howard dari Partai Liberal Auatralia (1996-2007). Dalam penentuan formulasi kebijakan luar negerinya, pemerintah Australia tidak bisa lepas dari pengaruh Partai berkuasa. Platform partai dan visi misi antara dua partai berkuasa di Australia akan memberikan gambaran nyata pengaruh partai dalam menentukan arah kebijakan. Rasionalitas dalam politik luar negeri Australia melibatkan aktor dengan tipe karakteristik personal yang 10

berbeda dari dua partai yang berkuasa, dengan pengaruh suasana lingkungan politik yang terjadi (eksternal). Kepentingan nasional tentu saja tidak akan bisa lepas apabila membicarakan kebijakan politik luar negeri. Dalam hal ini, politik luar negeri menjadi formula penting dalam menentukan nilai, sikap, arah, serta sasaran untuk mempertahankan, mengamankan dan mencapai kepentingan nasional di ranah internasional. Bab ketiga menjelaskan perbedaan kebijakan kerjasama di bidang ekonomi, perdagangan dan sosial Australia-Indonesia. Dimulai dari kebijakan ekonomi perdagangan dan sosial dari pemerintahan Perdana Menteri John Howard kemudian dipaparkan pula hasilnya selama berada di bawah pemerintahan Perdana Menteri Kevin Rudd. Bab keempat, merupakan penutup yang berisi kesimpulan dari bab-bab sebelumnya. Dalam bab ini akan dibahas secara singkat jawaban dari rumusan masalah yang telah diuraikan pada bab sebelumnya.

11