BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG POST PARTUM BLUES

Download mungkin pada saat-saat tertentu. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa dibutuhkan penanganan di tingkat perilaku, emosional, intelektual...

1 downloads 399 Views 815KB Size
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Post partum blues merupakan kesedihan atau kemurungan setelah melahirkan, biasanya hanya muncul sementara waktu, yakni sekitar dua hari hingga dua minggu sejak kelahiran bayi. Tanda dan gejalanya antara lain cemas tanpa sebab, menangis tanpa sebab, tidak sabar, tidak percaya diri, sensitif atau mudah tersinggung, serta merasa kurang menyayangi bayinya. Peningkatan dukungan mental atau dukungan keluarga sangat di perlukan dalam mengatasi gangguan psikologis yang berhubungan dengan masa nifas ini (Dahro, 2012) Saat ini dalam setiap menit, setiap hari, seorang ibu meninggal disebabkan oleh komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan, kematian, persalinan dan nifas. Organisasi Kesehatan dunia ( WHO ) melaporkan bahwa kematian ibu diperkirakan sebanyak 500.000 kematian disetiap tahun diantaranya 99% di negara berkembang. Indikator derajat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat adalah menurunkan angka kematian maternal dan perinatal. Di Indonesia angka kematian maternal dan perinatal masih tinggi. Hasil survey demografi indonesia ( SDKI ) pada tahun 2003, AKI yaitu 307 / 100.000 kelahiran hidup ( Depkes, 2004 ) Angka kejadian post partum blues di luar negeri cukup tinggi mencapai 26-85%. Secara global diperkirakan 20% wanita melahirkan

1

2

menderita post partum blues. Di belanda tahun 2001 diperkirakan 2-10% ibu melahirkan mengidap gangguan ini. Diperkirakan 50-70% ibu melahirkan menunjukkan gejala-gejala awal kemunculan post partum blues, walau demikian gejala tersebut dapat hilang secara perlahan karena proses adaptasi yang baik serta dukungan dari keluarga yang cukup. Suatu penelitian di Negara yang pernah di lakukan seperti di Swedia, Australia, Italia dan Indononesia dengan menggunakan EDPS (Edinburg Postnatal Depressiob Scale) tahun 1993 menunjukkan 73% wanita mengalami post paritum bluies. (Munawaroh, 2008). Sebagian besar kaum wanita menganggap bahwa kehamilan adalah peristiwa kodrati yang harus dilalui tetapi sebagian wanita menganggap sebagai peristiwa khusus yang sangat menentukan kehidupan selanjutnya (Iskandar, 2007). Maka kualitas hidup manusia baik fisik dan psikologis wanita perlu dipertahankan. Penurunan psikologis dapat terjadi pada ibu post partum yaitu post partum blues. Post partum blues terjadi karena kurangnya dukungan terhadap penyesuaian yang dibutuhkan oleh wanita 18 dalam menghadapi aktifitas dan peran barunya sebagai ibu setelah melahirkan (Iskandar, 2007). Namun hasil penelitian yang dilakukan di DKI Jakarta oleh dr. Irawati Sp.Kj menunjukkan 25% dari 580 ibu yang menjadi respondennya mengalami sindroma ini. Dan dari beberapa penelitian yang telah dilakukan di Jakarta, Yogyakarta dan Surabaya, ditemukan bahwa angka kejadiannya

3

11-30 %, suatu jumlah yang tidak sedikit dan tidak mungkin dibiarkan begitu saja (Sylvia, 2006). Walaupun hampir 80% wanita hamil mengalami serangan post partum blues setelah melahirkan bayi mereka, depresi pasca kelahiran merupakan masalah yang lebih serius. Menghinggapi kira-kira 10% ibu baru, depresi ini lebih parah dan lebih kuat, serta bisa memengaruhi kemampuan merawat bayi. Wanita yang pernah mengalami depresi lebih rentan terhadap depresi, tanpa memandang usia atau jumlah kelahiran sebelumnya (Deepak, David, dkk, 2006) Periode kehamilan dan melahirkan merupakan periode kehidupan yang penuh dengan potensi stres. Seorang wanita dalam periode kehamilan dan periode melahirkan (Post Partum) cenderung mengalami stres yang cukup besarkarena keterbatasan kondisi fisik yang membuatnya harus membatasi aktivitas. Secara psikologis seorang ibu post partum akan melalui proses adaptasi psikologi semasa post partum (Sarwono, 2005). Dari kantor BKKBN provinsi aceh di temukan data bahwa 7 dari 10 ibu yang melahirkan di provinsi aceh pada tahun 2012 mengalami depresi berat setelah melahirkan, gejala depresi seperti tidak nafsu makan dan susah tidur merupakan keluhan yang paling sering di utarakan para ibu pasca melahirkan. (BKKBN, 2012) Data dari Dinas Kesehatan Aceh Besar juga menunjukkan bahwa 10 % ibu pasca melahirkan mengalami Post Partum Blues pada tahun 2011 dan meningkat pada tahun 2012, yaitu 11,4% ibu yang melahirkan 2-14 hari

4

setelah melahirkan mengalami gejala yang sama, yaitu tidak nafsu makan, susah tidur dan merasa tidak mampu merawat bayinya sendirian. Jumlah semua ibu bersalin di wilayah kerja Puskesmas Kajhu Kabupaten Baitussalam pada Tahun 2013 antara bulan Januari s/d Desember 2013 tercatat ada 682 pasien yang datang rawat inap untuk melahirkan dan jumlah ibu yang mengalami Post Partum Blues di wilayah kerja Puskesmas Kajhu ada 416 (77,76 %) pasien. (Laporan Puskesmas Kajhu 2013). Berdasarkan hasil wawancara yang telah di lakukan penulis di Puskesmas Kajhu Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar di ambil 10 sampel Ibu Post Partum 7- 44 hari. Dari hasil wawancara yang penulis dapatkan 8 dari 15 orang ibu mengalami Syndrome Baby Blues, sedangkan 7 orang ibu lagi tidak mengalami Syndrome Baby Blues, karena banyak ibu yang belum siap menjadi seorang ibu dan kurangnya dukungan dari keluarga. (Puskesmas Kajhu, 2013) Dari hasil wawancara tersebut, ke 8 ibu yang mengalami Post Partum Blues mengatakan : ibu tidak mau menyusui setelah melahirkan, cenderung marah ketika mendengar tangisan bayinya, tidak mau mengurusi bayinya dan menyerahkan bayi kepada ibu atau mertuanya, kesal ketika suaminya perhatian kepada bayi yang baru ia lahirkan, gelisah dan susah tidur, ibu juga merasa cemburu atas kehadiran bayinya. Sehingga dari itu penulis merasa tertarik untuk mengetahui “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Post partum Blues pada Ibu Pasca Persalinan di Wilayah Kerja Puskesmas Kajhu Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013”

5

B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut, dikemukakan masalah penelitian sebagai berikut: “Apakah Ada Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Post partum Blues pada Ibu Pasca Persalinan di Wilayah Kerja Puskesmas Kajhu Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013?”

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Post partum Blues pada Ibu Pasca Persalinan di Wilayah Kerja Puskesmas Kajhu Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan kejadian Post Partum Blues di Wilayah Kerja Puskesmas Kajhu Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013 b. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu dengan kejadian Post Partum Blues di Wilayah Kerja Puskesmas Kajhu Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013

6

D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu: 1.

Bagi Penulis Dapat menambah pengetahuan dan pengalaman serta wawasan dalam melakukan penelitian selanjutnya serta sebagai penerapan ilmu yang telah didapat selama di bangku kuliah

2.

Bagi Responden Dapat menambah pengetahuan ibu postpartum tentang terjadinya syndrome baby blues

3.

Bagi Instansi Pendidikan Hasil penelitan ini dapat di jadikan sebagai bahan masukan dalam memberikan mata kuliah yang berkaitan dengan penelitian ini

4.

Bagi Tenaga Kesehatan Sebagai masukan guna meningkatkan dan memaksimalkan pelayanan antenatal dengan menggunakan asuhan kebidanan tentang terjadinya baby blues

E. Keaslian Penelitian Sepanjang penelusuran peneliti, penelitian yang berhubungan dengan Syndrom Baby Blues sebelumnya sudah pernah diteliti oleh : 1. Nuzulul Rahmi (2013) dengan judul “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Syndrome Baby Blues Pada Ibu Post Partum Di Puskesmas Suka Makmur Aceh Besar” dengan variabel independen Jenis

7

Persalinan, Dukungan Sosial, Persiapan Menjadi Ibu dan Populasi yang di gunakan yaitu seluruh ibu yang melahirkan yaitu sebanyak 45 orang, desain penelitian cross sectional. Dengan hasil p<0,05 ada hubungan yang bermakna antara jenis persalinan dengan Syndrome baby blues, p<0,05 ada hubungan yang bermakna antara dukungan sosial dengan syndrome baby blues, p<0,05 ada hubungan yang bermakna antara persiapan menjadi ibu dengan syndrome baby blues, Yang membedakan penelitian ini dengan peneliti adalah variabel, tempat, sampel dan populasi.

8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Post Partum Blues a.

Pengertian Post Partum Blues Post Partum Blues adalah perasaan sedih dan depresi segera setelah persalinan, dengan gejala dimulai dua atau tiga hari pasca persalinan dan biasanyahilang dalam waktu satu atau dua minggu (Gennaro, dalam Bobak dkk., 2004). Periode Post Partum adalah periode waktu yang muncul sesegera setelah seorang wanita melahirkan hingga 52 minggu (Registered Nurses’Association of Ontario, 2005). Post partum blues adalah suatu tingkat keadaan depresi bersifat sementara yang dialami oleh kebanyakan ibu yang baru melahirkan karena perubahan tingkat hormon, tanggung jawab baru akibat perluasan keluarga dan pengasuhan terhadap bayi. Keadaan ini biasanya muncul antara hari ke-tiga hingga ke-sepuluh pasca persalinan, seringkali setelah pasien keluar dari rumah sakit. Apabila gejala ini berlanjut lebih dari dua minggu, maka dapat menjadi tanda terjadinya gangguan depresi yang lebih berat, ataupun psikosis post partum dan tidak boleh diabaikan (Novak dan Broom, 2009). Post partum blues merupakan keadaan psikologis ini yang dapat dijelaskan sebagai tingkat depresi post partum ringan, dengan

9

reaksi yang dapat muncul setiap saat pasca persalinan, sering kali pada hari ke-tiga atau ke-empat dan mencapai puncaknya antara hari kelima hingga hari ke-empat belas pasca persalinan (Bobak dkk., 2004). Dari tiga pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian Post partum blues adalah suatu keadaan psikologis setelah melahirkan yang bersifat sementara dan dialami oleh kebanyakan ibu baru, muncul pada hari ke-tiga atau ke-empat dan biasanya berakhir dalam dua minggu pasca persalinan, ditunjukkan dengan adanya perasaan sedih dan depresi, sebagai bentuk depresi post partum tingkat ringan sehingga memungkinkan terjadinya gangguan yang lebih berat, disebabkan karena perubahan tingkat hormon, tanggung jawab baru akibat perluasan keluarga dan pengasuhan terhadap bayi (Novak dan Broom, 2009). b. Gejala-Gejala Post partum Blues Gejala post partum blues (Novak dan Broom, 2009) yaitu suatu keadaan yang tidak dapat dijelaskan, merasa sedih, mudah tersinggung, gangguan pada nafsu makan dan tidur. Selanjutnya dengan kata lain, ciri-ciri post partum blues menurut Young dan Ehrhardt (dalam Strong dan Devault, 2009) diantaranya: 1) Perubahan keadaan dan suasana hati ibu yang bergantian dan sulit diprediksi seperti menangis, kelelahan, mudah tersinggung, kadang-kadang mengalami kebingungan ringan atau mudah lupa.

10

2) Pola tidur yang tidak teratur karena kebutuhan bayi yang baru dilahirkannya, ketidaknyamanan karena kelahiran anak, dan perasaan asing terhadap lingkungan tempat bersalin. 3) Merasa kesepian, jauh dari keluarga, menyalahkan diri sendiri karena suasana hati yang terus berubah-ubah. 4) Kehilangan kontrol terhadap kehidupannya karena ketergantungan bayi yang baru dilahirkannya. Gennaro (dalam Bobak dkk., 2004) menjelaskan bahwa selama Post partum blues, ibu akan mengalami perasaan kecewa dan mudah tersinggung,

ditunjukkan

dengan

perilaku

mudah

menangis,

kehilangan nafsu makan, mengalami gangguan tidur, dan merasa cemas. Hansen, Jones (dalam Bobak dkk., 2004) menjelaskan bahwa Post partum blues dapat menyebabkan serangan menangis, perasaan kesepian

atau

ditolak,kecemasan,

kebingungan,

kegelisahan,

kelelahan, mudah lalai, dan sulit tidur. Kennerley dan Gath menggambarkan suatu instrumen yang reliabel danvalid yang mengukur tujuh gejala Postpartum Blues, yaitu perubahan suasana hati yang tidak pasti, merasa “tidak mampu”, kecemasan,

perasaan

emosional

yang

berlebihan,

mengalami

kesedihan, kelelahan, dan kebingungan atau fikiran yang kacau (dalam Bobak dkk, 2004).

11

c. Penyebab Post Partum Blues Beberapa penyebab post partum blues diantaranya : a) Perubahan Hormon b) Stress c) ASI tidak keluar d) Frustasi karena bayi tidak mau tidur, nangis dan gumoh e) Kelelahan pasca melahirkan, dan sakitnya akibat operasi. f) Suami yang tidak membantu, tidak mau mengerti perasaan istri maupun persoalan lainnya dengan suami. g) Masalah dengan Orang tua dan Mertua. h) Takut kehilangan bayi. i) Sendirian mengurus bayi, tidak ada yang membantu. j) Takut untuk memulai hubungan suami istri (ML), anak akan terganggu. k) Bayi sakit (Kuning, dll). l) Rasa bosan si Ibu. m) Problem dengan si Sulung. d. Masalah Pada Postpartum Blues Beberapa masalah yang dapat timbul pada klien yang mengalami Post partum blues diantaranya : a) Menangis dan ditambah ketakutan tidak bisa memberi asi b) Frustasi karena anak tidak mau tidur c) Ibu merasa lelah, migraine dan cenderung sensitive

12

d) Merasa sebal terhadap suami e) Masalah dalam menghadapi omongan ibu mertua f) Menangis dan takut apabila bayinya meninggal g) Menahan rasa rindu dan merasa jauh dari suami h) Menghabiskan waktu bersama bayi yang terus menerus menangis sehingga membuat ibu frustasi i) Perilaku anak semakin nakal sehingga ibu menjadi stress j) Adanya persoalan dengan suami k) Stress bila bayinya kuning l) Adanya masalah dengan ibu m) Terganggunya tidur ibu pada malam hari karena bayinya menangis n) Jika ibu mengalami luka operasi, yang rasa sakitnya menambah masalah bagi ibu o) Setiap kegiatan ibu menjadi terbatas karena hadirnya seorang bayi p) Takut melakukan hubungan suami isteri karena takut mengganggu bayi q) Kebanyakan para ibu baru ingin pulang ke rumah orang tuanya dan berada didekat ibunya. e. Penanganan Post Partum Blues Dalam menjalani adaptasi setelah melahirkan, ibu akan mengalami fase-fase sebagai berikut : 1) Fase Taking in yaitu periode ketergantungan yang berlangsung pada hari pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Pada

13

saat itu focus perhatian ibu terutama pada dirinya sendiri. Pengalaman

selama

proses

persalinan

sering

berulang

diceritakannya. Hal ini membuat cenderung menjadi pasif terhadap lingkungannya. 2) Fase taking hold yaitu periode yang berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan. Pada fase ini ibu merasa khawatir akan ketidak mampuannya dan rasa tanggung jawabnya dalam merawat bayi. Pada fase ini ibu memerlukan dukungan karena saat ini merupakan kesempatan yang baik untuk menerima berbagai penyuluhan dalam merawat diri dan bayinya sehingga timbul percaya diri. 3) Fase letting go merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya yang verlangsung sepuluh hari setelah melahirkan. Ibu sudah dapat menyesuaikan diri, merawat diri dan bayinya sudah meningkat. Penanganan gangguan mental post partum pada prinsipnya tidak berbeda dengan penanganan gangguan mental pada momenmomen lainya. Para ibu yang mengalami post-partum blues membutuhkan pertolongan yang sesungguhnya. Para ibu ini membutuhkan dukungan pertolongan yang sesungguhnya. Para ibu ini membutuhkan dukungan psikologis seperti juga kebutuhan fisik lainnya yang harus juga dipenuhi. Mereka membutuhkan kesempatan untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan mereka dari situasi yang

14

menakutkan. Mungkin juga mereka membutuhkan pengobatan dan/atau istirahat, dan seringkali akan merasa gembira mendapat pertolongan yang praktis. Dengan bantuan dari teman dan keluarga, mereka mungkin perlu untuk mengatur atau menata kembali kegiatan rutin sehari-hari, atau mungkin menghilangkan beberapa kegiatan, disesuaikan dengan konsep mereka tentang keibuan dan perawatan bayi. Bila memang diperlukan, dapat diberikan pertolongan dari para ahli, misalnya dari seorang psikolog atau konselor yang berpengalaman dalam bidang tersebut. Para

ahli

obstetri

memegang

peranan

penting

untuk

mempersiapkan para wanita untuk kemungkinan terjadinya gangguan mental pasca-salin dan segera memberikan penanganan yang tepat bila terjadi

gangguan

tersebut,

bahkan

merujuk

para

ahli

psikologi/konseling bila memang diperlukan. Dukungan yang memadai dari para petugas obstetri, yaitu: dokter dan bidan/perawat sangat diperlukan, misalnya dengan cara memberikan informasi yang memadai/adekuat tentang proses kehamilan dan persalinan, termasuk penyulit-penyulit yang mungkin timbul dalam masa-masa tersebut serta penanganannya. Dibutuhkan

pendekatan

menyeluruh/holistik

dalam

penanganan para ibu yang mengalami post-partum blues . Pengobatan medis, konseling emosional, bantuan-bantuan praktis dan pemahaman

15

secara intelektual tentang pengalaman dan harapan-harapan mereka mungkin pada saat-saat tertentu. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa dibutuhkan penanganan di tingkat perilaku, emosional, intelektual, sosial dan psikologis secara bersama-sama, dengan melibatkan lingkungannya, yaitu: suami, keluarga dan juga teman dekatnya. f. Pencegahan Postpartum Blues Menurut para ahli, stres dalam keluarga dan kepribadian si ibu, memengaruhi terjadinya depresi ini. Stres di keluarga bisa akibat faktor ekonomi yang buruk atau kurangnya dukungan kepada sang ibu. Hampir semua wanita, setelah melahirkan akan mengalami stres yang tak menentu, seperti sedih dan takut. Perasaan emosional inilah yang memengaruhi

kepekaan

seorang

ibu

pasca

melahirkan.

Hingga saat ini, memang belum ada jalan keluar yang mujarab untuk menghindari post partum blues. Yang bisa dilakukan, hanyalah berusaha melindungi diri dan mengurangi resiko tersebut dari dalam diri. Sikap proaktif untuk mengetahui penyebab dan resikonya, serta meneliti faktor-faktor apa saja yang bisa memicu juga dapat dijadikan alternative untuk menghindari post partum blues. Selain itu juga dapat mengkonsultasikan pada dokter atau orang yang profesional, agar dapat meminimalisir faktor resiko lainnya dan membantu melakukan pengawasan.

16

Berikut ini beberapa kiat yang mungkin dapat mengurangi resiko post partum blues yaitu : 1) Pelajari diri sendiri. Pelajari dan mencari informasi mengenai Postpartum Blues, sehingga Anda sadar terhadap kondisi ini. Apabila terjadi, maka Anda akan segera mendapatkan bantuan secepatnya. 2) Tidur dan makan yang cukup. Diet nutrisi cukup penting untuk kesehatan lakukan usaha yang terbaik dengan makan dan tidur yang cukup. Keduanya penting selama periode postpartum dan kehamilan. 3) Olah raga. Olah raga adalah kunci untuk mengurangi post partum. Lakukan peregangan selama 15 menit dengan berjalan setiap hari, sehingga membuat Anda merasa lebih baik dan menguasai emosi berlebihan dalam diri Anda. 4) Hindari perubahan hidup sebelum atau sesudah melahirkan Jika memungkinkan, hindari membuat keputusan besar seperti membeli rumah atau pindah kerja, sebelum atau setelah melahirkan. Tetaplah hidup secara sederhana dan menghindari stres, sehingga dapat segera dan lebih mudah menyembuhkan postpartum yang diderita. 5) Beritahukan

perasaan.

Jangan

takut

untuk

berbicara

dan

mengekspresikan perasaan yang Anda inginkan dan butuhkan demi kenyamanan Anda sendiri. Jika memiliki masalah dan merasa tidak

17

nyaman terhadap sesuatu, segera beritahukan pada pasangan atau orang terdekat. 6) Dukungan keluarga dan orang lain diperlukan. Dukungan dari keluarga atau orang yang Anda cintai selama melahirkan, sangat diperlukan. Ceritakan pada pasangan atau orangtua Anda, atau siapa saja yang bersedia menjadi pendengar yang baik. Yakinkan diri Anda, bahwa mereka akan selalu berada di sisi Anda setiap mengalami kesulitan. 7) Persiapkan diri dengan baik. Persiapan sebelum melahirkan sangat diperlukan. 8) Senam Hamil. Kelas senam hamil akan sangat membantu Anda dalam mengetahui berbagai informasi yang diperlukan, sehingga nantinya Anda tak akan terkejut setelah keluar dari kamar bersalin. Jika Anda tahu apa yang diinginkan, pengalaman traumatis saat melahirkan akan dapat dihindari. 9) Lakukan pekerjaan rumah tangga. Pekerjaan rumah tangga sedikitnya dapat membantu Anda melupakan golakan perasaan yang terjadi selama periode postpartum. Kondisi Anda yang belum stabil, bisa Anda curahkan dengan memasak atau membersihkan rumah. Mintalah dukungan dari keluarga dan lingkungan Anda, meski pembantu rumah tangga Anda telah melakukan segalanya. 10) Dukungan emosional. Dukungan emosi dari lingkungan dan juga keluarga, akan membantu Anda dalam mengatasi rasa frustasi yang

18

menjalar. Ceritakan kepada mereka bagaimana perasaan serta perubahan kehidupan Anda, hingga Anda merasa lebih baik setelahnya. 11) Dukungan kelompok post partum blues. Dukungan terbaik datang dari orang-orang yang ikut mengalami dan merasakan hal yang sama dengan Anda. Carilah informasi mengenai adanya kelompok Postpartum Blues yang bisa Anda ikuti, sehingga Anda tidak merasa sendirian menghadapi persoalan ini

B. Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Terjadinya Post partum Blues Cycde (Regina dkk, 2001) mengemukakan bahwa depresi post partum tidak berbeda secara mencolok dengan gangguan mental atau gangguan emosional. Suasana sekitar kehamilan dan kelahiran dapat dikatakan bukan penyebab tapi pencetus timbulnya gangguan emosional. Nadesul (2002), penyebab nyata terjadinya gangguan pasca melahirkan adalah adanya ketidak seimbangan hormonal ibu, yang merupakan efek sampingan kehamilan dan persalinan. Sarafino (Yanita dan Zamralita, 2001), faktor lain yang dianggap sebagai penyebab munculnya gejala ini adalah masa lalu ibu tersebut, yang mungkin mengalami penolakan dari orang tuanya atau orang tua yang overprotective, kecemasan yang tinggi terhadap perpisahan, dan ketidak puasaan dalam pernikahan. Perempuan yang memiliki sejarah masalah

19

emosional rentan terhadap gejala depresi ini, kepribadian dan variabel sikap selama masa kehamilan seperti kecemasan, kekerasan dan kontrol eksternal berhubungan dengan munculnya gejala depresi. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Llewellyn–Jones (2004), karakteristik wanita yang berisiko mengalami depresi postpartum adalah : wanita yang mempunyai sejarah pernah mengalami depresi, wanita yang berasal dari keluarga yang kurang harmonis, wanita yang kurang mendapatkan dukungan dari suami atau orang–orang terdekatnya selama hamil dan setelah melahirkan, wanita yang jarang berkonsultasi dengan dokter selama masa kehamilannya misalnya kurang komunikasi dan informasi, wanita yang mengalami komplikasi selama kehamilan. Pitt (Regina dkk, 2001), mengemukakan 4 faktor penyebeb depresi postpartum sebagai berikut : a) Faktor konstitusional. Gangguan post partum berkaitan dengan status paritas adalah riwayat obstetri pasien yang meliputi riwayat hamil sampai bersalin serta apakah ada komplikasi dari kehamilan dan persalinan sebelumnya dan terjadi lebih banyak pada wanita primipara. Wanita primipara lebih umum menderita blues karena setelah melahirkan wanita primipara berada dalam proses adaptasi, kalau dulu hanya memikirkan diri sendiri begitu bayi lahir jika ibu tidak paham perannya ia akan menjadi bingung sementara bayinya harus tetap dirawat

20

b) Faktor

fisik.

Perubahan

fisik

memuncaknya

gangguan

mental

setelah selama

proses 2

kelahiran

minggu

dan

pertama

menunjukkan bahwa faktor fisik dihubungkan dengan kelahiran pertama merupakan faktor penting. Perubahan hormon secara drastis setelah melahirkan dan periode laten selama dua hari diantara kelahiran dan munculnya gejala. Perubahan ini sangat berpengaruh pada keseimbangan. Kadang progesteron naik dan estrogen yang menurun secara cepat setelah melahirkan merupakan faktor penyebab yang sudah pasti. c) Faktor psikologis. Peralihan yang cepat dari keadaan “dua dalam satu” pada akhir kehamilan menjadi dua individu yaitu ibu dan anak bergantung pada penyesuaian psikologis individu. Klaus dan Kennel (Regina dkk, 2001), mengindikasikan pentingnya cinta dalam menanggulangi masa peralihan ini untuk memulai hubungan baik antara ibu dan anak. d) Faktor dukungan dari keluarga. Paykel (Regina dkk, 2001) mengemukakan bahwa pemukiman yang tidak memadai lebih sering menimbulkan depresi pada ibu – ibu, selain kurangnya dukungan dalam perkawinan.

21

a.

Dukungan keluarga 1.

Definisi Menurut Suparyanto (2012), dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan kelurga terhadap anggotanya. Keluarga juga berfungsi sebagai sistem pendukung bagi anggotanya dan anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung, selalu siap memberikan pertolongan dengan bantuan jika diperlukan. Dukungan keluarga adalah suatu proses hubungan antara keluarga dengan lingkungan sosial keluarga tersebut bersifat reprokasitas (sifat dan hubungan timbal balik), advis atau umpan balik (kuantitas dan kualitas komunikasi) serta keterlibatan emosional ke dalam intimasi dan kepercayaan dalam hubungan sosial. Dukungan keluarga juga diartikan sebagai keberadaan, kesedian, kepedulian, dari orang-orang yang dapat diandalkan, serta dapat menghargai dan saling menyayangi (Setiadi, 2008). Dukungan keluarga adalah komunikasi verbal dan nonverbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subyek yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subyek di dalam lingkungan sosial atau berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah laku penerimanya. Dalam hal ini

22

seseorang merasa memperoleh dukungan secara emosional merasa lega karena mendapat perhatian, saran atau kesan yang menyenangkan pada dirinya (Purnawan, 2008). 2.

Jenis Dukungan Keluarga 1) Jenis- Jenis Dukungan Keluarga House (Suhita, 2005) berpendapat bahwa ada empat aspek dukungan keluarga yaitu: a) Emosional Aspek ini melibatkan kekuatan jasmani dan keinginan untuk percaya pada orang lain sehingga individu yang bersangkutan menjadi yakin bahwa orang lain tersebut mampu memberikan cinta dan kasih sayang kepada dirinya. b) Instrumental Aspek ini meliputi penyediaan sarana untuk mempermudah

atau

menolong

orang

lain

sebagai

contohnya adalah peralatan, perlengkapan, dan sarana pendukung lain dan termasuk didalamnya memberikan peluang waktu. c) Informative Aspek ini berupa pemberian informasi untuk mengatasi masalah pribadi. Terdiri dari pemberian

23

nasehat, pengarahan, dan keterangan lain yang dibutuhkan oleh individu yang bersangkutan. d) Penghargaan Aspek ini terdiri atas dukungan peran keluarga yang meliputi umpan balik, perbandingan sosial, dan afirmasi. Menurut Barrera (Suhita, 2005) terdapat lima macam dukungan sosial suami yaitu: 1)

Bantuan Materi: dapat berupa uang

2)

Bantuan Fisik: interaksi yang mendalam, mencakup pemberian

kasih

sayang

dan

kesediaan

untuk

mendengarkan permasalahan. 3)

Bimbingan: termasuk pengajarandan pemberian nasehat.

4)

Umpan balik: pertolongan seseorang yang paham dengan masalahnya sekaligus memberikan pilihan respon yang tepat untuk menyelesaikan masalah.

5)

Partisipasi keluarga: bersenda gurau dan berkelakar untuk menghibur seseorang. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa

aspek-aspek dukungan keluarga adalah aspek emosional, aspek instrumental, aspek informatif, dan aspek penghargaan. Dukungan keluarga dapat diwujudkan dengan bantuan materi,

24

bantuan fisik, bimbingan, umpan balik, dan partisipasi sosial. Menurut Suparyanto (2012), dalam suatu keluarga terdapat 4 dukungan yang harus dilakukan padaanggotanya yaitu: a) Dukungan informasional Keluarga berfungsi sebagai kolektor dan disseminator informasi

tentangdunia

yang

dapat

digunakan

untuk

mengungkapkan suatu masalah.Manfaat dari dukungan ini adalah dapat menekan munculnya suatu stresor karena informasi yang diberikan dapat menyambungkan aksi sugesti yang khusus pada individu. Aspek-aspek dalam dukungan ini adalah nasehat, usulan, saran, petunjuk dan pemberian informasi. b) Dukungan penilaian Keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik, membimbing dan menengahi masalah serta sebagai sumber validator

identitas

memberikan support,

anggota

keluarga,

pengakuan,

diantaranya

penghargaan dan

perhatian. c) Dukungan instrumental Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan konkrit diantaranya bantuan langsung dari orang yang di andalkan seperti tenaga, sarana dan materi. Manfaat

25

dukungan ini adalah mendukung pulihnya energi atau atau setamina dan semangat yang menurun selain itu individu merasa bahwa masih ada perhatian atau kepedulian dari lingkungan terhadap anggotanya yang sedang mengalami kesulitan atau penderitaan. d) Dukungan emosional Keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi. Manfaat dari dukungan ini adalah secara emosinal menjamin nilai-nilai individu (baik pria maupun wanita) akan selalu terjaga kerahasiannya dari keingintahuan orang lain. Aspek-aspek dari dukungan emosional meliputi dukungan yang diwujudkan dalam bentuk afeksi, adanya kepercayaan, perhatian dan mendengarkan serta didengarkan. Hal tersebut efek-efek penyangga dan utama dari dukungan sosial terhadap pertumbuhan dan perkembangan bisa menjadi fungsi yang bersamaan. 3.

Sumber Dukungan Keluarga Sumber- sumber dukungan keluarga menurut suhita (2005) yaitu : a) Suami Menurut

Wirawan

(2001)

hubungan

prkawinan

merupakan hubungan akrap yang diikuti oleh minat yang

26

sama, kepentingan yang sama, saling membagi perasaan, saling mendukung, dan menyelesaikan permasalahan bersama. b) Orang tua Menurut Heardman (2000) keluarga merupakan sumber sumber dukungan keluarga karena dalam hubungan keluarga tercipta hubungan yang saling mempercayai. Individu sebagai anggota keluarga akan menjadikan keluarga sebagai kumpulan harapan, tempat bercerita, tempat bertanya, dan tempat mengeluarkan keluhan- keluhan apabila individu sedang mengalami permasalahan. c) Saudara Menurut Kail dan Neilsen (Suhita, 2005) saudara merupakan

sumber

dukungan

keluarga

karena

dapat

memberikan rasa senang dan dukungan selama mengalami suatu permasalahan. Sedangkan menurut Ahmadi (2001) bahwa persaudaraan adalah hubungan yang saling mendukung, saling memelihara, pemberian dalam persaudaraan dapat terwujud barang atau perhatian tanpa unsur eksploitasi. Menurut Purnawan (2008), ada 2 sumber dukungan keluarga yaitu natural dan artifisial. Dukungan keluarga natural diterima sesorang melalui interaksi sosial dalam kehidupannya secara spontan dengan orang-orang yang berada di sekitarnya misal anggota keluarga (ibu, ayah,saudara dan kerabat) teman

27

dekat. Dukungan keluarga bersifat non formal sedangkan dukungan keluarga artifisial adalah dukungan keluarga yang dirancang ke dalam kebutuhan primer seseorang misalnya dukungan kelurga akibat bencana alam melalui berbagai macam sumbangan sehingga sumber dukungan keluarga natural memiliki berbagai berbedaan jika dibandingkan dengan dukungan keluarga artifisial perbedaan tersebut terletak pada: a) Keberadaan sumber dukungan keluarga natural bersifat apa adanya tanpa dibuat-buat sehingga mudah diperoleh dan bersifat spontan. b) Sumber dukungan keluarga yang natural mempunyai kesesuaian dengan nama yang berlaku tentang kapan sesuatu harus diberikan. c) Sumber

dukungan

keluarga

natural

berakar

dari

hubungan yang telah lama. d) Sumber dukungan natural mempunyai keragaman dalam penyampaian dukungan mulai dari dukungan secara fisik dan dukungan secara moral. e) Sumber dukungan keluarga natural terbebas dari beban dan psikologis. 4.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Dukungan Keluarga Menurut Purnawan (2008) faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga adalah:

28

a) Faktor Internal 1) Tahap perkembangan Dukungan keluarga dapat ditentukan oleh faktor usia dalam hal ini adalah pertumbuhan dan perkembangan, dengan demikian setiap rentang usia (bayi-lansia) memiliki pemahaman dan respon terhadap perubahan yang dalam anggotanya yang bebeda-beda. 2) Pendidikan atau tingkat pengetahuan Keyakinan seseorang terhadap adanya dukungan terbentuk oleh variabel intelektual yang terdiri dari pengetahuan, latar belakang pendidikan dan pengalaman masa lalu. 3) Faktor psikologis Psikologis juga merupakan faktor yang berpengaruh dalam dukungan keluarga terhadap anggota keluarganya terutama anak pada usia prasekolah. Adapun yang dapat dilakukan oleh keluarga

dalam

dukungan

psikologis

sebagai

sumber

penguatan emosional seorang anak. Dimana pada usia prasekolah anak masih memiliki psikologis yang masih labil dan memerlukan dukungan untuk keluarga. 4) Faktor spritual Aspek spiritual dapat terlihat dari bagaimana seseorang menjalani kehidupannya, mencakup nilai dan keyakinan yang

29

dilaksanakan hubungan dengan keluarga atau teman, dan kemampuan mencari harapan dan arti dalam hidup. b) Faktor eksternal 1) Praktik dalam Keluarga Cara

bagaimana

keluarga

memberikan

dukungan

mempengaruhi anggotanya dalam pencapaian pengembangan kebutuhan dasarnya dan motivasi dalam belajar. 2) Faktor sosioekonomi Faktor sosial dan psikososial dapat meningkatkan pengetahuan dan cara berpikir seseorang untuk lebih meningkatkan kebutuhan dasarnya seperti belajar. Semakin tinggi tingkat ekonomi suatu keluarga biasanya akan lebih cepat untuk memenuhi setiap tingkatan kebutuhan yang ia perlukan. 3) Faktor budaya Latar belakang budaya mempengaruhi keyakinan, nilai dan kebiasaan keluarga dalam memberikan dukungan termasuk bagaimana cara pemberian dukungan untuk pencapaian pada pretasi belajar. 5. Cara Mengukur Dukungan Keluarga Menurut Suparyanto (2012) cara untuk mengukur dukungan keluarga dapat dilihat dengan ciri-ciri dukungan yaitu :

30

a) Informatif, yaitu dengan cara memberikan dukungan infomasi yang diperlukan

oleh

keluarganya

seperti

pemberian

nasehat,

pengarahan, ide-ide atau informasi lainnya. b) Perhatian sosial, dukungan tersebut dapat ditunjukan berupa dukungan simpati, empati, cinta, kepercayaan dan penghargaan. c) Bantuan instrumental, anggota keluarga bersedia menolong secara langsung jika salah satu dari anggotanya mengalami kesulitan. Misalnya dengan cara menyediakan peralatan yang lengkap dan obat-obatan yangdibutuhkan anggota keluarganya. d) Bantuan penilaian, pemberian penilaian positif dan negatif yang pengaruhnya sangat berarti seperti pujian jika anggotanya melakukan tindakan yang benar dan teguran saat anggotanya melakukan kesalahan. Dukungan keluarga diterjemahkan sebagai sikap penuh perhatian yang ditujukan dalam bentuk kerjasama yang baik, serta memberikan dukungan moral dan emosional (Jacinta, 2005) 2) Variabel- variable yang Mempengaruhi Dukungan keluarga a) Keintiman Dukungan keluarga lebih banyak di dapat dari keintiman dari pada aspek-aspek lain dalam interaksi sosial, semakin intim seseorang maka dukungan yang diperoleh akan semakin besar.

31

b) Harga diri Individu dengan harga diri memandang bantuan dari orang lain merupakan suatu bentuk penurunan harga diri karena dengan menerima bantuan orang lain diartikan bahwa individu yang bersangkutan tidak mampu lagi dalam berusaha. c) Keterampilan sosial Individu dengan pergaulan yang luas akan memiliki ketrampilan sosial yang tinggi, sehingga akan memiliki jaringan sosial yang luas pula. Sedangkan, individu yang memiliki jaringan individu yang kurang luas memiliki keterampilan sosial yang rendah. 3) Bentuk- Bentuk Dukungan Keluarga (Kuntjoro, 2002). a)

Adanya kedekatan emosional

b) Suami mengijinkan istri terlibat dalam suatu kelompok yang menginginkannya untuk berbagi minat c)

Perhatian

d) Keluarga menghargai atas kemampuan dan keahlian ibu e)

Suami dapat diandalkan saat istri membutuhkan bantuan

f)

Keluarga

merupakan

menyelesaikan masalah ibu

tempat

bergantung

untuk

32

4) Komponen dukungan keluarga a) Kedekatan Emosional ( Emotional Attechement ) b) Integrasi Sosial ( Social Integration ) c) Adanya Pengukuran ( Reassurance off Worth ) d) Ketergantungan yang dapat diandalkan ( Reliable Reliance ) e) Bimbingan ( Guindance ) f) 6.

Kesempatan untuk mengasuh ( Opportunity for Nurturance )

Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Post partum Blues Bedasarkan penelitian yang di lakukan terhadap 54 responden di Rumah Sakit Bougenvil pada ibu-ibu post partum kami mendapat responden yang rata-rata mengalami post partum blues sejak 2 hari setalah melahirkan. Responden tersebut sering menangis tanpa sebab dan tidak mau makan serta merasa tidak mampu mengurusi bayinya. Hal ini di karenakan kurangnya dukungan dari keluarga baik suami maupun ibunya dalam memperhatikan keluh kesah responden setelah melahirkan. Hasil penelitian ini sejalan dengan teori bahwa Katc dan Kahn (2000), bahwa perhatian dari lingkungan terdekat seperti suami dan keluarga dapat berpengaruh terhadap terjadinya syndrome baby blues. Dukungan berupa perhatian, komunikasi dan hubungan emosional yang hangat sangat penting. Dorongan moral dari teman-teman yang sudah pernah bersalin juga dapat membantu

33

Suami berperan dalam memberikan support atau dukungan terhadap

masalah

yang

dihadapi

oleh

anggota

istrinya

dalam melewati masa- masa adaptasi psokologis post partum, dimana dukungan yang dibutuhkan tidak hanya secara fisik tapi juga moral (Yofie dalam Hawari, 2001). Selain hal tersebut, suamidalam membuat keputusan ditentukan oleh kemampuan keluarga, tentunya hal iniakan berpengaruh pada dukungan yang diberikan (Gillies, et all, 1989). Hubungan perkawinan merupakan hubungan akrap yang diikuti oleh minat yang sama, kepentingan yang sama, saling membagi perasaan, saling mendukung, dan menyelesaikan permasalahan bersama (Wirawan, 2001). Hasil penelitian yang di lakukan oleh Dian Irawati (2013) di di Ruang Nifas RSUD R.A Bosoeni Mojokerto menunjukkan terdapat pengaruh dukungan keluarga dengan terjadinya post partum blues dengan nilai p = 0,013. Dukungan keluarga merupakan salah satu bentuk interaksi sosial yang di dalamnya terdapat hubungan yang saling memberi dan menerima bantuan yang bersifat nyata, bantuan tersebut akan menempatkan individuindividu yang terlibat dalam sistem sosial yang pada akhirnya akan dapat memberikan cinta, perhatian maupun sense of attachment baik pada keluarga sosial maupun pasangan (Ingela,2009). Dukungan keluarga sangat penting dan tidak bisa diremehkan dan yang tak kalah penting membangun suasana

34

positif, dimana istri merasakan hari-hari pertama yang melelahkan. Oleh sebab itu dukungan atau sikap positif dari pasangan dan keluarga akan memberikekuatan tersendiri bagi ibu postpartum. Keluarga memegang peranan penting dalam terjadinya postpartum blues dan diharapkan keluarga menyadari bahwa ibu sangat membutuhkannya pada saat saat tertentu dan suami diharapkan ada saat istri membutuhkannya. Dukungan itu tidak hanya berupa dukungan psikologis tapi dukungan fisiologis, penilaian, informasi dan finansial sangat dibutuhkan oleh istri, jadi dukungan yang diberikan itu dikemas secara utuh sehingga istri merasa nyaman dan dapat persalinan dengan baik. Dukungan suami merupakan strategi coping penting pada saat mengalami stres dan berfungsi sebagai strategi preventif untuk mengurangi stres dan konsekuensi negatifnya. Untuk itu dukungan keluarga sangat dibutuhkan oleh perempuan setelah mengalami persalinan. Peran suami dalam meminimalkan post partum blues yaitu memahami kebutuhan istri, suami bisameluangkan waktunya untuk menemani istri dalam perawatan bayi, kesediaansuami mengambil alih sebagian tugas-tugas rumah tangga yang selama inidilakukan istri, kewajiban suami membagi perhatian secara adil kepada bayi danibunya. Meskipun kehadiran bayi sangat menyenangkan dan membahagiakan,perlu di ingat bahwa ibu yang melahirkannya, dan Perlunya sentuhan fisik sangatdirasakan pada masa-masa pasca

35

melahirkan. Dengan dukungan sosial suami yang baik maka ibu tidak terjadi post partum blues. Sehingga kualitas dukungan yang diberikan pada ibu berupa dukungan instrumental, dukungan informatif,

kemudian

dukungan

emosional

dan

dukungan

penghargaan akan berakibat pada penanggulangan coping yang baik pada ibu dalam melewati mada adaptasi psikologisnya. Kualitas dukungantersebut bisa diakibatkan salah satunya oleh karena faktor internal yaitu faktor psikologis yaitu emosi. Wirawan, 2001). Dukungan suami yang diberikan kepada ibu akan mempengaruhi

kondisi

psikolgis

ibu,

sehingga

ibu

akan

mempunyai motivasiyang kuat untuk melewati masa adaptasi psikologis post partum dengan baik. Faktor eksternal contohnya saja dari segi pendidikan, semakin tinggi bangku sekolah maka semakin maju dan luas pula pengetahuannya, dari segi usia semakin matang usia seseorang cara serta pola berfikirnya pun akan jauh berbeda dengan anak- anak usia remaja, dari segi pekerjaan saat ibu memiliki banyak relasi atau teman hal ini juga dapat mempengaruhi karena bisa berbagi pengalaman dengan orang yang lebih dulu mengalami adaptasi post partum blues sehingga bisa mengurangi kemungkinan untuk post partum blues. (Yofie dalam Hawari, 2001). Dari semua hal diatas, yang paling berpengaruh yaitu pengalaman, berbeda dengan ibu primipara yang belum pernah

36

melewati masa- masa adaptasi psikologis post partum, ibu multipara yang sudah memiliki anak ke dua atau lebih mungkin lebih bisa menangani hal tersebut karena dapat berkaca dari pengalaman sebelum- sebelumnya. (Wirawan, 2001). Oleh karena itu pada ibu primipara lebih dibutuhkan dukungan dari orang - orang terdekat khususnya suami sebagai pendamping hidupnya agar dapat melewati masa- masa adaptasi post partum tersebut dengan baik dan bahagia. Namun pada intinya faktor eksternal tidak bisa lepas dari faktor internal, sehingga jika suami memberikandukungan kepada ibu maka motivasi ibu akan lebih kuat yang pada akhirnya ibu dapat terhindar dari keadaan post partum blues, sebaliknya bila suami tidak memberikan dukungannya, maka ibu juga lebih besar kemungkinan untuk terjadi post partum blues.

Berdasarkan

hal

tersebut, bila

suami mendapatkan

pengetahuan tentang kondisi yang dijalani oleh ibu dengan benar dan tepat, tidak hanya dari petugas kesehatan saja akan tetapi melalui informasi dari media elektronik lainnya. (Wirawan, 2001). Diperkirakan bahwa wanita dengan riwayat depresi pasca partum memiliki risiko untuk terulang kembali sebesar 50% hingga 62% pada kehamilan yang berikutnya (Hendrick, cohen dan Altshuler,2008). Beck (2006), dalam 44 penelitian metaanalisisnya menentukan besarnya jarak hubungan antara depresi pasca

partum

dengan

variabel-variabel

yang

mendukung,

37

mengidentifikasi pengaruh ringan dari riwayat depresi sebelumnya, kondisi ekonomi lemah, meningkatnya stres dalam kehidupan, stres dalam merawat anak, adanya blues pots partum, dan menurunnya kebahagiaan dalam perkawinan. Suatu pengaruh yang besar di temukan sebagai faktor pendukung pada depresi prenatal. Secara

umum

sebagaian

besar

wanita

mengalami

gangguan emosional setelah melahirkan. Clydde (Regina dkk, 2001), bentuk gangguan post partum yang umum adalah depresi, mudah marah dan terutama mudah frustasi serta emosional. Penelitian mengenai keefektifan penambahan estrogen selama periode pasca partum terbatas oleh sejumlah variabel bebas. Penurunan progesteron

setelah

persalinan juga merupakan

implikasi perkembangan gejala depresi, namun penelitian gagal menemukan hubungan antara depresi dengan kadar progesteron total atau progesteron bebas. Tidak ada penelitian yang mengeksplorasi

pengaruh

penambahan

progesteron

sebagai

penatalaksanaan untuk mencegah gejala depresi. Penelitian telah gagal menemukan hubungan antara oksitosin, vasopresin, prolaktin dan kadar kortisol, dengan perkembangan depresi. Wanita yang memiliki anti body tyroid dapat berisiko mengalami depresi pasca partum. (Yofie dalam Hawari, 2001).

38

Dengan adanya dukungan dari keluarga maka ibu tidak akan merasa sendirian dalam menghadapi masalahnya dan tidak merasa bahwa dirinya sedang di abaikan. Ibu dengan dukungan keluarga yang baik tidak akan mengalami depresi post partum setelah melahirkan karena segala masalah yang mungkin di timbulkan oleh bayi yang baru ia lahirkan bisa di atasinya. (silvia, 2008) b. Pengetahuan 1. Pengertian Berdasarkan kamus besar bahasa Indonesia, pengetahuan (knowledge) didefinisikan sebagai segala sesuatu yang diketahui berkenaan dengan hasil, (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2002. Hlm 687). Pengetahuan adalah segala sesuatu yang ada di kepala kita. Kita dapat mengetahui sesuatu bedasarkan pengalaman yang di miliki. Selain dari pengalaman, kita juga dapat mengetahui karena di beritahu oleh orang lain (Prasetio,2007) Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek malalui panca indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya) (Notoatmodjo, 2005). Pengetahuan adalah merupakan hasil dari “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan peninggraan terhadap suatu objek tertentu, pengetahuan umumnya datang dari penginderaan yang terjadi melalui panca indra manusia, yaitu: indra penglihatan,

39

pendengaran,

penciuman,

rasa

dan

raba

sebagian

besar

pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003). Banyak faktor yang dapat menyebabkan masyarakat kita masih mengalami post partum blues setelah melahirkan, karena kurangnya dukungan dari keluarga. Bisa karena pengetahuan yang kurang tentang hal tersebut dan dampak dari budaya. Untuk dapat melihat sebuah prilaku maka seseorang harus melewati sebuah proses perubahan yang terdiri dari pengetahuan dan sikap (Notoatmodjo, 2003).

2. Klafikasi Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2005), pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbedabeda. Sementara pengetahuan dibagi atas 6 tingkat yaitu: a)

Tahu (know) Tahu hanya diartikan sebagai recall (memanggil) teori yang telah ada sebelumnnya setelah mengamati sesuatu. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk memgukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, menyatakan, dan sebagainya.

b)

Memahami (Comprehention)

40

Kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek dan dapat mengiterpresentasikan materi tersebut. c)

Aplikasi (Aplication) Kemampuan untuk menggunakan materi yang telah pelajari pada situasi dan kondisi yang riil (Sebenarnya).

d)

Analisis (Analysis) Suatu kemampuan untuk menjabarkan suatu materi atau objek dalam komponen tetapi masih ada kaitannya satu sama lain.

e)

Sintesis (Syntesis) Menunjukan

suatu

kemampuan

untuk

atau

menghubung bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dari pengalaman dan penelitian ternyata prilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak di dasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers, (2001) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadaptasi perilaku baru dalam diri orang tersebut terjadi proses berurutan, yakni : a) Awarenes (kesadaran) b) Interest (meras, tertarik) c) Evalution (menimbang-nimbang) d) Trial (mencoba) e) Adoption (beradptasi)

41

3.

Cara Mengukur Pengetahuan Untuk mengetahui tingkat pengetahuan seseorang dapat dilakukan pengkuran dengan wawancara angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden dengan kriteria : Baik jika responden menjawab benar 76%-100%, Cukup jika responden menjawab benar 56%-75%, dan Kurang jika responden menjawab <56%. (Notoatmodjo, 2005).

4.

Hubungan pengetahuan dengan Post Partum Blues Bedasarkan hasil penelitian yang di lakuakn oleh Dian Irawati pada ibu nifas di RSUD RA Basoeni Mojokerto tahun 2013 Pengaruh Pengetahuan terhadap terjadinya post partum blues dapat dilihat bahwa yang mengalami post partum blues terbanyak adalah pada responden yang berpengetahuan kurang yaitu 16 responden (72,7%), sedangkan pada kelompok yang tidak mengalami post partum blues paling banyak adalah yang berpengetahuan baik yaitu 11 responden (73,3%). Terdapat pengaruh yang bermakna antara pengetahuan dengan kejadian post partum blues yaitu p value = 0,006. Berdasarkan hasil penelitian yang di lakukan oleh dian irawan di Ruang Nifas RSUD R.A Bosoeni Mojokerto tahun 2013 dapat dilihat bahwa yang mengalami postpartum blues terbanyak adalah pada responden yang berpengetahuan kurang yaitu 16 responden (72,7%), sedangkan pada kelompok yang tidak

42

mengalami

postpartum

blues

paling

banyak

adalah

yang

berpengetahuan baik yaitu 11 responden (73,3%). Terdapat pengaruh yang bermakna antara pengetahuan dengan kejadian postpartum blues yaitu p value = 0,006. Pengetahuan merupakan hasil tahu dan terjadi setelah melakukan

pengindraan

terhadap

suatu

objek

sehingga

pengetahuan merupakan faktor penting untuk terbentuknya perilaku seseorang (Notoadmodjo, 2003). Pengetahuan bisa didapat baik secara langsung maupun secar tidak langsung dan pengetahuan

yang

didapat

akan

berpengaruh

terhadap

pengembangan perilaku seseorang. Bila seseorang pengetahuannya rendah seperti pengetahuan tentang postpartum blues maka dapat mempengaruhi terjadinya post partum blues. Hasil penelitian yang dilakukan Hikmah 2006 bahwa informasi asuhan nifas memiliki hubungan yang bermakna untuk mencegah terjadinya post partum blues. Dan hal ini sesuai dengan teori Helman tahun 2000 bahwa pentingnya informasi yang didapat oleh ibu postpartum menurunkan tingkat kecemasan dan krisis situasi.

43

1.

Kerangka Teoritis Bedasarkan teori di atas maka penulis dapat menyusun kerangka teori sebagai berikut: Ibu yang pernah melahirkan

Strsor , (Nonas dan Cohen, 1998) : a. Biologis b. Psikologis c. Sosial Faktor postpartum blues Pitt (Regina dkk, 2001): a. Dukungan keluarga b. Pengetahuan

Fase Adaptasi Psikologis, (Reva Rubin, 1963): a. Fase talking in b. Fase talking hold c. Fase letting go

Coping ibu (-) Faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan sosial suami, (Jacinta, 2005): 1. Keintiman 2. Harga diri 3. Ketrampilan 4. Sosial

Ket :

Dukungan sosial suami, (Suita, 2005): 1. Dukungan emosional 2. Dukungan informative 3. Dukungan instrumental 4. Dukungan penghargaan

Post partum blues

: Variabel yang tidak di teliti : Variabel yang di teliti

Gambar 2.1 Kerangka Teoritis

Depresi Post Partum

Coping ibu (+)

Menerima peran barunya dengan baik

44

C. Kerangka Konsep Penelitian Kerangka konsep merupakan abtraksi

yang terbentuk oleh

generalisasi dari hal-hal khusus. Oleh karena konsep merupakan abstraksi, maka konsep tidak dapat langsung diamati atau diukur. Konsep hanya dapat diamati atau diukur melalui variabel. Jadi variabel adalah simbul atau lambang yang menunjukkan nilai bilangan dari konsep. Variabel adalah sesuatu yang bervariasi (Notoatmodjo, 2005). Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya, atau antara variable yang satu dengan variable yang lain dari masalah yang ingin diteliti (Notoatmodjo, 2010) Pada penelitian ini yang menjadi variabel independennya adalah dukungan keluarga, dan pengetahuan ibu serta variabel dependennya adalah kejadian baby blues, maka kerangka konsepnya adalah:

Variabel Independen

Variabel

Dependen

Dukungan Keluarga Post Partum Blues Pengetahuan

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

45

D. Hipotesa Ha :

Ada hubungan antara dukungan keluarga dengan post partum blues pada ibu pasca persalinan di wilayah kerja Puskesmas Kajhu Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013

Ha :

Ada hubungan antara Pengetahuan dengan post partum blues pada ibu pasca persalinan di wilayah kerja Puskesmas Kajhu Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013

E. Definisi Operasional Tabel 2.1. Definisi Operasional No

Variabel

Definisi Operasional

Cara Ukur

Alat Ukur

Hasil Ukur

Skala Ukur

Variabel Dependen (Terikat) 1.

Pos Partum Blues

Adanya perasaan sedih, dan stress setelah melahirkan

Variabel Independen (Bebas) 1. Dukungan Perhatian Keluarga dari suami dan keluarga dalam memberikan dorongan kepada ibu dalam menghadapi kondisi pasca persalinan

Menyebarkan kuesioner dengan kriteria: - Ada: bila ibu merasa sedih setelah melahirkan - Tidak ada: bila ibu tidak merasakan kesedihan setelah melahirkan

Kuesioner - Ada - Tidak ada

Nominal

Menyebarkan Kuesioner - Mendukung Nominal kuesioner dengan -Tidak kriteria: mendukung - Mendukung jika ibu menjawab ̅ - Tidak Mendukung jika ibu menjawab ̅

46

2. Pengetahuan Pemahaman ibu pasca melahirkan tentang kejadian post partum blues

Menyebarkan kuesioner dengan kriteria: - Baik 76%-100% - Cukup 56%-75% - Kurang <56%

Kuesioner - Baik - Cukup - Kurang

Ordinal

47

BAB III METODELOGI PENELITIAN

A.

Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah bersifat analitik dengan pendekatan Cross sectional. Menurut Sudjana (2004) desain cross sectional adalah pengukuran variabel penelitian dilakukan pada satu waktu tertentu saja tanpa ada fallow up (pengulangan) dari kegiatan pengukuran tersebut. Dalam penelitian ini peneliti ingin melihat hubungan dukungan keluarga dan pengetahuan ibu dengan kejadian post partum blues pada ibu pasca persalinan di wilayah kerja Puskesmas Kajhu Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013. Penelitian ini di laksanakan dengan cara peneliti di bantu dalam hal membagikan kuesioner kepada responden oleh bidan-bidan desa yang bertugas di setiap desa yang berada dalam wilayah kerja Puskesmas Kajhu Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013 ketika posyandu berlangsung.

B.

Populasi dan Sampel 1.

Populasi Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian. Apabila seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitiannya merupakan penelitian populasi atau studi

48

populasi (Sabar, 2007). Sedangkan menurut Sugiyono (2011) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu-ibu yang pernah melahirkan yaitu sebanyak 682 orang ibu di

Puskesmas Kajhu

Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013 2.

Sampel Sampel adalah sebagian dari subyek dalam populasi yang diteliti, yang sudah tentu mampu secara representative dapat mewakili populasinya (Sabar,2007) Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah ibu-ibu pasca melahirkan yang berada di wilayah kerja puskesmas Kajhu Kabupaten Aceh

Besar

Tahun

2013.

Besar

sampel

ditentukan

dengan

menggunakan rumus Slovin, yaitu: n=

( )

Keterangan : n

= Nilai Sampel

N

= Nilai Populasi

d

= Nilai Galat Pendugaan berdasarkan taraf kepercayaan 90% yaitu (0,1)

49

Untuk sampel dengan jumlah populasi 682 orang, maka di peroleh hasil:

n=

(

n=

)

(

)

n= n= n = 151,2 n = 152 orang Tabel 3.1. Proporsional Sampling : No. 1.

Kajhu

Jumlah ibu / populasi / N 50

2.

Cadek

56

3.

Baet

61

4.

Cot Paya

40

5.

Klieng Cot Aron Klieng Meuria

17

71

8.

Miruk Lam Reudep Labuy

9.

Lam Ujong

65

6. 7.

Nama Desa

62

56

Sampel / n x 152 x 152 x 152 x 152 x 152 x 152 x 152 x 152 x 152

11 12 14 9 4 15 16 12 14

50

10.

Blang Krueng

70

11.

Lambada Lhok

83

12.

Lam Asan

51

Jumlah

x 152 x 152 x 152

682

16 18 11 152

Untuk teknik pengambilan sampel pada tiap kelas digunakan cara Proporsional Sampling.

C.

Tempat dan Waktu Penelitian 1.

Tempat Penelitian Penelitian ini sudah dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Kajhu Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013.

2.

Waktu Penelitian Penelitian ini sudah di lakukan pada tanggal 07-15 Februari Tahun 2014

D.

Pengumpulan Data 1.

Tehnik pengumpulan data Data yang dikumpulkan merupakan data Primer dan Sekunder a.

Data primer yaitu data yang didapatkan langsung dari ibu-ibu yang pernah melahirkan yang berada di Puskesmas Kajhu Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013.

b.

Data sekunder merupakan data yang di dapatkan di Puskesmas Kajhu Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013.

51

E. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang ditujukan kepada ibu di wilayah kerja Puskesmas Kajhu yang berisi 25 pertanyaan dengan mengacu kepada kerangka konsep penelitian.

F. Pengolahan Data Teknik pengolahan data dilakukan melalui suatu proses dengan tahapan, adapun tahapan tersebut (Arikunto, 2006): 1.

Editing data (memeriksa) yaitu dilakukan semua data terkumpul melalui pengecekan daftar isian. Tahapan ini bertujuan untuk memeriksa kelengkapan isian data.

2.

Coding data (memberi kode) yaitu memberi kode terhadap chek list yang telah diisi dengan tujuan untuk mempermudah proses pengolahan data selanjutnya.

3.

Transferring (mentransfer data) yaitu tahap untuk memindahkan data ke dalam tabel pengolahan data.

4.

Tabulating data yaitu melakukan klasifikasi data, mengelompokkan data variabel masing-masing berdasarkan kuesioner untuk dimasukan kedalam tabel.

52

G.

Analisa Data 1.

Analisa Univariat Analisa Univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian. Pada umumnya dalam analisa ini hanya menghasilkan distribusi dan presentasi dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2005). Kemudian ditentukan presentasi (P) dengan menentukan rumus sebagai berikut: x 100 % Ket: P = Presentase F = Frekuensi teramati N = Jumlah sampel 100% = Bilangan tetap.

2.

Analisa Bivariat Analisa bivariat merupakan analisa hasil dari varibel bebas yang diduga mempunyai hubungan dengan variabel terikat. Analisa yang digunakan adalah tabulasi silang. Untuk menguji hipotesa dilakukan analisa statistik dengan menggunakan uji data chi-square pada tingkat kemaknaannya 99% (p<0,01) sehingga dapat diketahui ada tidaknya hubungan yang bermakna secara statistik dengan menggunakan program komputer SPSS for window versi 16.0. Melalui perhitungan uji chi-square test selanjutnya ditarik pada kesimpulan bila nilai p lebih

53

kecil dari alpha (p≤0,01) maka Ho ditolak dan Ha diterima, yang menunjukan ada hubungan bermakna antara variabel terikat dengan variabel bebas dan jika p lebih besar alpha (p≥0,01) maka Ho diterima dan Ha ditolak yang menunjukkan tidak adanya hubungan antara variabel terikat dengan variabel bebas (Notoatmodjo, 2005). Rumus : ( 0-E )2 2

X =Ʃ E Keterangan : Ʃ = Jumlah 0 = Frekuensi Observasi E = Frekuensi Harapan Melalui perhitungan uji chi-sguare test selanjutnya ditarik pada kesimpulan bila nilai p lebih kecil dari alpha dalam (p<0,05) maka H ditolak dan H diterima, yang menunjukan ada hubungan bermakna antara variabel bebas, maka akan digunakan dalam rumus (Budiarto, 2002). 1) Bila pada tabel 2x2 dijumpai nilai E (harapan) kurang dari 5, maka hasil yang dibaca di Fisher Exact. 2) Bila pada tabel 2x2, dan tidak dijumpai nilai E kurang dari 5, maka hasil yang dibaca di Continuity Correction. 3) Bila tabelnya lebih dari 2x2, misalnya 2x3, 3x3 dll, maka hasil yang dibaca di Pearson Chi-square

54

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum dan Lokasi Penelitian Pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) Kajhu merupakan salah satu Puskesmas yang berada di Wilayah Kabupaten Aceh Besar Kecamatan Baitussalam yang mempunyai luas Wilayah

37,76 km yang berpenduduk

sebesar 10470 jiwa, laki-laki berjumlah 9808 jiwa dan perempuan 5515 jiwa dengan jumlah kepala keluarga 4955 KK. Wilayah Kerja Puskesmas terletak di Desa Lambada lhok Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar, saat ini Puskesmas Kajhu dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 75 orang yang terdiri dari 60 orang bidan. Lokasi Puskesmas berjarak

9,5 Km dari Ibu Kota

Provinsi Aceh. Wilayah Kerja Puskesmas Kajhu terdiri dari 12 desa dan 2 mukim yang meliputi: a. Mukim Kling : Desa Cot Paya, Lambada Lhok, Kling Cot Aron, Kling Meuria, Miruk Lamreudep, Lam Asan, Labuy, Lam Ujong. b. Mukim Silang Cadek: Desa Baet, Cadek, Kajhu, Blang Krueng. Batas-batas Wilayah Puskesmas Kajhu adalah : a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Mesjid Raya b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Darussalam c. Sebelah Barat berbatasan dengan Provinsi Aceh dan Selat Malaka d. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Darussalam

55

B. Hasil Penelitian Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada tanggal 07 s/d 15 Februari 2014. Pengumpulan data dilakukan dengan cara membagikan kuesioner yang berisi pertanyaan tentang Faktor - Faktor Yang Berhubungan Dengan Post Partum Blues Pada Ibu Pasca Persalinan Di Wilayah Kerja Puskesmas Kajhu Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar. Sebelum memberikan kuesioner peneliti memberikan penjelasan mengenai tujuan penelitian, kerahasian identitas responden dan cara pengisian kuesioner kepada responden. Pengisian kuesioner dilakukan sendiri oleh responden, setiap data yang terkumpul diperiksa kelengkapannya maka diperoleh hasil sebagai berikut : 1. Analisa Univariat a. Post partum blues Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Post Partum Blues Di Wilayah Kerja Puskesmas Kajhu Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013 No Post partum blues F 1 Ada 75 2 Tidak Ada 77 Jumlah 152 Sumber : Data Primer (diolah tahun 2014)

% 49.3 57.7 100

Berdasarkan Tabel 4.1 menujukkan bahwa dari 152 responden, yang mengalami post partum blues pada pasien pasca persalinan di Wilayah Kerja Puskesmas Kajhu Kecamatan Baitussalam Kabupaten

56

Aceh Besar Pada Tahun 2013 sebagian besar tidak mengalami post partum blues sebanyak 77 orang (57.7%). b. Dukungan Keluarga Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Dukungan Keluarga Di Wilayah Kerja Puskesmas Kajhu Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013 No Dukungan Keluarga F % 1 Mendukung 85 55.9 2 Tidak Mendukung 67 44.1 Jumlah 152 100 Sumber : Data Primer (diolah tahun 2014) Berdasarkan Tabel 4.2 menujukkan bahwa dari 152 responden, dukungan keluarga pada pasien pasca persalinan di wilayah kerja Puskesmas Kajhu Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar Pada Tahun 2013 sebagian besar mendukung sebanyak 85 orang (55.9%). c. Pengetahuan Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Di Wilayah Kerja Puskesmas Kajhu Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013 No Pengetahuan F % 1 Baik 55 36.2 2 Cukup 60 39.5 3 Kurang 37 24.3 Jumlah 152 100 Sumber : Data Primer (diolah tahun 2014) Berdasarkan Tabel 4.3 menujukkan bahwa dari 152 responden, pengetahuan mengenai post partum blues pada pasien pasca persalinan di wilayah kerja Puskesmas Kajhu Kecamatan Baitussalam Kabupaten

57

Aceh Besar Pada Tahun 2013 sebagian besar berpengetahuan cukup sebanyak 60 orang (39.5%). 2. Analisa Bivariat a. Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Post Partum Blues Tabel 4.4 Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Post Partum Blues Di Wilayah Kerja Puskesmas Kajhu Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013 Total P Value Post Partum Blues No

Dukungan Keluarga

1

Mendukung

Ada f 34

2

Tidak Ada % 40

f 51

Tidak 41 61.2 26 Mendukung Sumber : Data Primer (diolah tahun 2014)

% 60 38.8

F 85 67

% 10 0 10 0

0.015

Berdasarkan tabel 4.4 diatas menunjukkan bahwa dari 85 responden (100%) yang mendapat dukungan keluarga mengalami Post Partum Blues, sebanyak 34 responden (40%) dan yang tidak mengalami Post Partum Blues sebanyak 51 responden (60%) dan dari 67 responden (100%)

yang tidak mendapat dukungan keluarga, mengalami Post

Partum Blues

sebanyak 41 responden (61.21%) dan yang tidak

mengalami Post Partum Blues sebanyak 26 responden (38.8%). Hasil uji statistik didapatkan nilai P value ( 0,015)

berarti

ada

hubungan antara dukungan keluarga dengan kejadian post partum blues di Wilayah Kerja Puskesmas Kajhu Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013

58

b. Hubungan Pengetahuan Dengan Post Partum Blues Tabel 4.5 Hubungan Pengetahuan Dengan Post Partum Blues Di Wilayah Kerja Puskesmas Kajhu Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013 Total P Value Post Partum Blues No

Ada

Tidak Ada

Pengetahuan

f % f 1 Baik 25 45.5 30 2 Cukup 24 40 36 3 Kurang 26 70.3 11 Sumber : Data Primer (diolah tahun 2014)

% 54.5 60 29.7

F 55 60 37

% 100 100 100

0,012

Berdasarkan tabel 4.5 diatas menunjukkan bahwa dari 55 responden (100%) yang berpengetahuan baik, mengalami Post Partum Blues sebanyak 25 responden (45.5%) dan yang tidak mengalami Post Partum Blues sebanyak 30 responden (54.5%) dari 60 responden (100%) yang berpengetahuan cukup, mengalami Post Partum Blues sebanyak 24 responden

(40%) dan yang tidak mengalami Post Partum Blues 36

responden (60%) dan dari 37 responden (100%) yang berpengetahuan kurang, mengalami Post Partum Blues sebanyak 26 responden (70.3%) dan yang tidak mengalami Post Partum Blues sebanyak 11 respondens (29.7%). Hasil uji statistik didapatkan nilai P value ( 0.012)

berarti

ada

hubungan antara pengetahuan dengan kejadian Post Partum Blues Di Wilayah Kerja Puskesmas Kajhu Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013

59

C. Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka penulisan pembahasan berdasarkan variabel-variabel yang ada pada tujuan khusus. 1. Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Post Partum Blues Berdasarkan tabel 4.4 diatas menunjukkan bahwa dari 85 responden (100%) yang mendapat dukungan keluarga mengalami Post Partum Blues, sebanyak 34 responden (40%) dan yang tidak mengalami Post Partum Blues sebanyak 51 responden (60%) dan dari 67 responden (100%) yang tidak mendapat dukungan keluarga, mengalami Post Partum Blues sebanyak 41 responden (61.21%) dan yang tidak mengalami Post Partum Blues sebanyak 26 responden (38.8%). Setelah dilakukan uji statistik diperoleh P value = 0,015 (P < 0,05), sehingga hipotesa alternatif (Ha) yang ditegakkan dapat diterima yaitu ada hubungan antara dukungan keluarga dengan Post Partum Blues. Bedasarkan penelitian yang di lakukan terhadap 54 responden di Rumah Sakit Bougenvil pada ibu-ibu post partum kami mendapat responden yang rata-rata mengalami post partum blues sejak 2 hari setalah melahirkan. Responden tersebut sering menangis tanpa sebab dan tidak mau makan serta merasa tidak mampu mengurusi bayinya. Hal ini di karenakan kurangnya dukungan dari keluarga baik suami maupun ibunya dalam memperhatikan keluh kesah responden setelah melahirkan Dukungan keluarga sangat penting dan tidak bisa diremehkan dan yang tak kalah penting membangun suasana positif, dimana istri merasakan

60

hari-hari pertama yang melelahkan. Oleh sebab itu dukungan atau sikap positif dari pasangan dan keluarga akan memberikekuatan tersendiri bagi ibu postpartum. Keluarga memegang peranan penting dalam terjadinya postpartum blues dan diharapkan keluarga menyadari bahwa ibu sangat membutuhkannya pada saat saat tertentu dan suami diharapkan ada saat istri membutuhkannya. Dukungan itu tidak hanya berupa dukungan psikologis tapi dukungan fisiologis, penilaian, informasi dan finansial sangat dibutuhkan oleh istri, jadi dukungan yang diberikan itu dikemas secara utuh sehingga istri merasa nyaman dan dapat persalinan dengan baik. Dukungan suami merupakan strategi coping penting pada saat mengalami stres dan berfungsi sebagai strategi preventif untuk mengurangi stres dan konsekuensi negatifnya. Untuk itu dukungan keluarga sangat dibutuhkan oleh perempuan setelah mengalami persalinan (Wirawan, 2001) Hasil penelitian yang di lakukan oleh Dian Irawati (2013) di di Ruang Nifas RSUD R.A Bosoeni Mojokerto menunjukkan terdapat pengaruh dukungan keluarga dengan terjadinya post partum blues dengan nilai p = 0,013. Dukungan keluarga merupakan salah satu bentuk interaksi sosial yang di dalamnya terdapat hubungan yang saling memberi dan menerima bantuan yang bersifat nyata, bantuan tersebut akan menempatkan individuindividu yang terlibat dalam sistem sosial yang pada akhirnya akan dapat memberikan cinta, perhatian maupun sense of attachment baik pada keluarga sosial maupun pasangan (Ingela,2009).

61

Hasil penelitian ini sejalan dengan teori bahwa Katc dan Kahn (2000), bahwa perhatian dari lingkungan terdekat seperti suami dan keluarga dapat berpengaruh terhadap terjadinya syndrome baby blues. Dukungan berupa perhatian, komunikasi dan hubungan emosional yang hangat sangat penting. Dorongan moral dari teman-teman yang sudah pernah bersalin juga dapat membantu Sesuai dengan pendapat Nirwana (2011) yaitu faktor yang mempengaruhi post partum blues adalah faktor psikologis yang meliputi dukungan keluarga khususnya suami. Dalam asuhan pasca persalinan dukungan keluarga sangat diperlukan. Seperti diketahui bahwa di Indonesia, keputusan suami dan arahan dari ibu sangat berpengaruh dan menjadi pedoman penting bagi si ibu dalam praktik asuhan bayinya sehari-hari. Bila suami

dan keluarga tidak mendukung, ibu pasca melahirkan biasanya

merasa sedih dan kewalahan dalam mengasuh bayinya di hari-hari pertama setelah melahirkan. Menurut asumsi peneliti dengan melihat hasil pengelolahan data tersebut menunjukkan bahwa responden yang mengalami post partum blues rata-rata adalah ibu-ibu yang tidak mendapat perhatian yang lebih dari keluarganya. Ibu yang melahirkan di anggap sudah siap untuk mengasuh bayinya dan memenuhi kewajibanya sebagai ibu. Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan responden pada saat penelitian, hal tersebut disebabkan karena responden tinggal berjauhan dengan orang tuanya dan juga mertuanya. Sebagian di antara mereka sudah tidak ada orang tua lagi di

62

sebabkan meninggal dalam musibah Stunami 9 tahun yang lalu, dan di antara suami mereka rata-rata bekerja sebagai nelayan atau buruh kasar sehingga tidak sempat membantu istrinya dalam mengasuh bayi mereka. Hal tersebut sering membuat ibu-ibu pasca melahirkan kewalahan di harihari pertama setelah melahirkan. 2. Hubungan Pengetahuan Dengan Post Partum Blues Berdasarkan tabel 4.5 diatas menunjukkan bahwa dari 55 responden (100%) yang berpengetahuan baik, mengalami Post Partum Blues sebanyak 25 responden (45.5%) dan yang tidak mengalami Post Partum Blues sebanyak 30 responden (54.5%) dari 60 responden (100%) yang berpengetahuan cukup, mengalami Post Partum Blues sebanyak 24 responden

(40%) dan yang tidak mengalami Post Partum Blues 36

responden (60%) dan dari 37 responden (100%) yang berpengetahuan kurang, mengalami Post Partum Blues sebanyak 26 responden (70.3%) dan yang tidak mengalami Post Partum Blues sebanyak 11 respondens (29.7%). Setelah dilakukan uji statistik diperoleh P value = 0,012

(P < 0,05),

sehingga hipotesa alternatif (Ha) yang ditegakkan dapat diterima yaitu ada hubungan antara pengetahuan dengan Post Partum Blues. Pengetahuan merupakan hasil tahu dan terjadi setelah melakukan pengindraan terhadap suatu objek sehingga pengetahuan merupakan faktor penting untuk terbentuknya perilaku seseorang (Notoadmodjo, 2003). Pengetahuan bisa didapat baik secara langsung maupun secar tidak langsung dan pengetahuan yang didapat akan berpengaruh terhadap pengembangan

63

perilaku seseorang. Bila seseorang pengetahuannya rendah seperti pengetahuan tentang postpartum blues maka dapat mempengaruhi terjadinya postpartum blues. Berdasarkan hasil penelitian yang di lakukan oleh dian irawan di Ruang Nifas RSUD R.A Bosoeni Mojokerto tahun 2013 dapat dilihat bahwa yang mengalami postpartum blues terbanyak adalah pada responden yang berpengetahuan kurang yaitu 16 responden (72,7%), sedangkan pada kelompok yang tidak mengalami postpartum blues paling banyak adalah yang berpengetahuan baik yaitu 11 responden (73,3%). Terdapat pengaruh yang bermakna antara pengetahuan dengan kejadian postpartum blues yaitu P value = 0,006. Hasil penelitian yang dilakukan Hikmah 2006 bahwa informasi asuhan nifas memiliki hubungan yang bermakna untuk mencegah terjadinya postpartum blues. Dan hal ini sesuai dengan teori Helman tahun 2000 bahwa pentingnya informasi yang didapat oleh ibu postpartum menurunkan tingkat kecemasan dan krisis situasi. Menurut asumsi peneliti dengan melihat hasil pengelolahan data tersebut menunjukkan bahwa responden berpengetahuan baik lebih sedikit mengalami post partum blues sedangkan yang berpengetahuan kurang lebih sering mengalami post partum blues. Pengetahuan ibu sangat erat kaitannya terhadap post partum blues, karena dengan adanya pengetahuan yang baik mengenai post partum blues dan pesiapan untuk menjadi ibu maka akan merubah paradigma ibu pasca melahirkan sehingga post partum blues bisa

64

di hindari dengan menyadari kodratnya sebagai ibu dan menjalani hari- hari pasca melahirkan dengan sebaik mungkin. Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan responden pada saat penelitian, hal tersebut disebabkan karena responden tidak mengetahui bagaimana cara mengasuh bayi baru lahir terutama dalam perawatan tali pusat. Responden

sering cemas ketika tali pusatnya mulai menghitam

karena mengering. Renponden sering berfikir tali pusat bayinya sudah infeksi dan timbullah rasa cemas. Responden juga takut memandikan, mengganti popok dan tidak bisa membedung bayinya. Responden merasa cemas ketika ASI nya tidak keluar dan merasa risih saat bayinya rewel di malam hari.

65

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti pada 152 responden didapatkan hasil sebagai berikut : 1. Ada hubungan antara dukungan keluarga dengan kejadian post partum blues di Wilayah Kerja Puskesmas Kajhu Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013 ( p value = 0,015) 2. Ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan kejadian post partum blues di Wilayah Kerja Puskesmas Kajhu Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013 ( p value = 0,012)

B. Saran 1. Bagi Penulis Dengan adanya skripsi ini di harapkan dapat menambah pengetahuan dan pengalaman serta wawasan dalam melakukan penelitian selanjutnya serta sebagai penerapan ilmu yang telah di dapat selama di bangku kuliah 2. Bagi Responden Agar ibu pasca melahirkan dapat mengetahui tentang post partum blues dan lebih maksimal mempersiapkan diri menjadi seorang ibu sehingga post partum blues tidak terjadi

66

3. Bagi Instansi Pendidikan Dapat dijadikan masukan untuk pengembangan pendidikan serta sebagai bahan bacaan yang dapat menambah referensi perpustakaan, dan dapat dijadikan masukan untuk meningkatkan mutu program-program kesehatan. 4. Instansi Kesehatan Dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan khususnya pelayanan pada ibu nifas (pasca persalinan) dan meningkatkan derajat kesehatan pada ibu nifas secara optimal dan dapat memperluas wawasan dengan cara memberikan penyuluhan kepada ibu nifas di wilayah kerja puskesmas kajhu kecamatan baitussalam kabupaten aceh besar sehingga resiko post partum blues dapat di cegah secara maksimal

67

Lampiran 1

LEMBARAN PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN Kepada Yth Saudara/Saudari Responden Penelitian DiTempat Dengan Hormat Saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : Yulianti Nim : 121010210138 Alamat :Desa Lam-U, Kec. Ingin Jaya, Kab. Aceh besar Adalah mahasiswa Program Studi Diploma IV Kebidanan (STIKes) U’budiyah Banda Aceh, yang akan mengadakan penelitian untuk menyelesaikan Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sain Terapan (SST) Adapun judul Penelitian yaitu” Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Post partum Blues pada Ibu Pasca Persalinan di Wilayah Kerja Puskesmas Kajhu Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar”. Penelitian ini tidak menimbulkan kerugian pada saudari,kerahasiaan informasi yang diberikan akan dijaga dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian. Jika saudari bersedia menjadi Responden, maka tidak ada ancaman atau paksaan bagi saudari, dan jika terjadi hal-hal yang memungkinkan saudari untuk tidak mengundurkan diri dan menyutujuinya, maka saya mohon kesediaannya untuk menandatangani lembaran persetujuan dan menjawab dengan sesunguhnya dan sejujurnya pertanyaan-pertanyaan yang saya sebarkan pada surat ini. Atas perhatian dan kesediaan Saudari sebagai responden saya ucapkan terima kasih. Banda Aceh, Februari 2014 STIKes U’Budiyah Peneliti

Yulianti NIM : 121010210138

68

Lampiran 2

LEMBARAN PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa saya bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa Program Studi Diploma IV Kebidanan (STIKes) U’Budiyah Banda Aceh dengan judul “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Post partum Blues pada Ibu Pasca Persalinan di Wilayah Kerja Puskesmas Kajhu Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar”. Saya mengetahui bahwa informasi yang saya berikan ini sangat bermanfaat bagi pengembangan ilmu kebidanan. Demikian pernyataan persetujuan ini saya perbuat semoga dapat dipergunakan seperlunya.

Banda Aceh, Februari 2014 Responden

(

)

69

Lampiran 3 LEMBARAN KUESIONER FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN POST PARTUM BLUES PADA IBU PASCA PERSALINAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KAJHU KECAMATAN BAITUSSALAM KABUPATEN ACEH BESAR TAHUN 2013

A. Identitas Responden

:

No. Responden

:

Umur

:

Ruang/poli

:

Petunjuk : pilihlah salah satu jawaban yang benar dengan memberikan tanda silang (X) pada jawaban yang telah di sediakan 1. Apakh ibu pernah mengalami post partum blues? a. Ada b. Tidak ada B. Dukungan Keluarga Berikut isi dari pernyataan kuesioner dengan keterangan sbb: Keterangan: SS : Untuk jawaban Sangat Sesuai dengan keadaan ibu. S : Untuk jawaban Sesuai dengan kondisi ibu. N : Untuk jawaban Netral dengan keadaan ibu. TS : Untuk jawaban Tidak Sesuai dengan keadaan ibu. STS : Untuk jawaban Sangat Tidak Sesuai dengan keadaan ibu

70

No. Pernyataan 1. Saya merasa keluarga sudah tidak peduli lagi pada saya 2. Saya tidak bisa mengganti popok dan membedung bayi 3. Suami saya lebih menyayangi bayi kami 4. Suami dan keluarga tidak pernah membantu menyelesaikan pekerjaan saya ketika saya mengalami kesulitan dalam mengurus bayi 5. Keluarga dan suami tidak peduli mengenai masalah yang saya alami, seperti memandikan bayi dan menyusui di malam hari, dan gumoh (bayi sering muntah setelah menyusui) 6. Saya takut mengganggu bayi kami jika melakukan hubungan suami istri Saya susah tidur malam karena 7. bayi kami rewel ASI saya tidak mau keluar di hari 8. melahirkan Ibu/Mertua saya tidak datang saat 9. saya melahirkan dan tidak membantu saya dalam mengurusi bayi kami 10. Suami saya tidak mendampingi saya saat proses persalinan

SS

S

N

TS

STS

C. Pengetahuan 1. Apakah yang di maksud dengan post partum blues? a. Ibu menangis saat melihat bayinya lahir b. Perasaan sedih dan depresi setelah persalinan yang bersifat sementara c. Perasaan benci kepada suami setelah melahirkan d. Tidak memperdulikan bayi yang di lahirkan 2. Kapankah post partum blues itu terjadi?

71

a. Hari ke dua atau ke empat dan berakhir dalam 2 minggu b. Hari kedua sampai hari ke empat c. Segera setelah melahirkan dan menetap d. Segera setelah melahirkan sampai hari ke dua 3. Apa yang paling di butuhkan oleh ibu setelah melahirkan? a. Uang / Materi b. Dukungan psikologis c. Pembantu rumah tangga d. Suami harus selalu ada di samping 4. Apa saja gejala dari post partum blues? a. Marah-marah kepada suami dan keluarga b. Benci kepada bayinya dan tidak mau mengurus bayi c. Merasa sedih, mudah tersinggung, gangguan pada nafsu makan dan tidur d. Gelisah dan selalu curiga pada suami 5. Siapa saja yang biasanya mengalami post partum blues? a. Semua ibu-ibu yang melahirkan b. Hanya ibu yang kurang perhatian dari suaminya c. Semua orang yang merawat bayi d. Semua ibu yang takut kehilangan bayinya 6. Bagaimanakah perilaku ibu yang mengalami post partum blues pada umumnya? a. Susah tidur, menangis dan cemas

72

b. Perasaan was-was dan cemburu berlebihan kepada suaminya c. Tidak nafsu makan dan ingin suami selalu di sampingnya d. Tidak mau mengurusi bayinya dan benci kepada suami 7. Apa saja yang dapat di lakukan keluarga dalam membantu ibu untuk mengatasi kejadian post partum blues? a. Membantu mengurusi suaminya dan bayi yang ia lahirkan b. Membiarkan ibu sendirian c. Menyewa pembantu untuk membantu ibu pasca melahirkan d. Memberian nasehat, pengarahan, dan keterangan lain yang dibutuhkan oleh ibu 8. Apakah penyebab post partum blues? a. Masalah dengan orang tua dan mertua b. Tidak pernah memperhatikan orang lain dalam mengurusi bayi sebelumnya c. Suami bekerja di tempat yang jauh dan jarang pulang d. Orang tua dan mertua perempuan sudah meninggal 9. Masalah apa saja yang biasanya di alami oleh ibu post partum blues? a. Menangis dan ketakutan karena tidak bisa menyusui bayinya b. Marah-marah dengan suami karena merasa tidak di perdulikan c. Hubungan dengan mertua terganggu karena sensitif d. Bertengkar dengan suami karena tidak memasak 10. Di bawah ini dukungan yang dapat di berikan oleh keluarga pada ibu pasca melahirkan, kecuali?

73

a. Dukungan informasi b. Dukungan instrumental c. Dukungan emosional d. Dukungan material 11. Bagaimana cara mengatasi ibu yang terkena post partum blues? a. Dengan cara memberi penyuluhan / informasi mengenai apa yang ia tidak mengerti b. Dengan cara membantu ibu pasca melahirkan dalam merawat bayinya c. Dengan cara memberi ibu banyak uang d. Dengan cara mengajarkan ibu cara merawat bayinya 12. Mengapa ibu yang baru melahirkan menjadi lebih sensitif? a. Karena perubahan hormon yang tidak stabil b. Karena takut terjadi sesuatu dengan bayinya c. Karena baru saja mengalami sakit melahirkan yang sangat hebat d. Karena merasa kurang perhatian 13. Kapankah post partum blues mencapai puncaknya? a. Pada hri ke lima sampai hari ke empat belas b. Pada hari ke dua sampai hari ke empat belas c. Pada hari pertama sampai 1 minggu d. Pada hari ke tujuh sampai hari ke enam belas 14. Apakah yang dapat di lakukan oleh ibu hamil untuk mencegah terjadinya Post Partum Blues? a. Olah raga, senam hamil, dan persiapan diri dengan baik

74

b. Melakukan pekerjaan rumah tangga, mencari banyak informasi tentang persalinan c. Melakukan senam hamil dan sering berkonsultasi dengan dokter di masa kehamilan d. Melakukan kunjungan hamil setiap bulannya dan senam hamil 15. Faktor apa saja yang mempengaruhi post partum blues? a. Faktor hubungan rumah tangga, pendidikan dan sosial ekonomi b. Faktor hubungan dengan orang tua dan pekerjaan c. Faktor lingkungan, pendidikan, pergaulan dan pengetahuan d. Faktor dukungan keluarga, lingkungan dan pengetahuan