Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Perkembangan Teori Atom

Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Perkembangan Teori Atom Pemikiran tentang hakikat materi, telah menjadi bagian penting dalam perkembangan ilmu pengetahua...

42 downloads 642 Views 636KB Size
Bab II Tinjauan Pustaka

II.1

Perkembangan Teori Atom

Pemikiran tentang hakikat materi, telah menjadi bagian penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Dalam setiap masa, selalu muncul pemikir-pemikir yang berusaha untuk menyingkap rahasia di balik materi alam semesta ini. Karenanya perkembangan pemahaman manusia tentang atom, sebagai unit pembangun materi, memperlihatkan suatu pola keteraturan yang luar biasa, sesuai dengan perkembangan daya pikir manusia dan teknologi perangkat penyelidikan.

Ilmu kimia adalah ilmu yang mempelajari tentang materi dan perubahannya serta perubahan energi yang menyertainya. Karena itu materi menjadi subjek utama dalam bidang ini. Sehingga pemahaman seseorang mengenai materi adalah prasyarat untuk dapat memahami perubahan yang terjadi padanya. Dari sini dapat disimpukan bahwa konsep struktur atom adalah penting dan fundamental.

Untuk dapat memahami struktur atom secara benar, maka mengikuti perkembangan pemahaman manusia tentang atom itu sendiri akan sangat bermanfaat. Bagaimana penyelidikan keberadaan atom dari masa ke masa dapat dirangkum seperti berikut.

II.1.1 Pemikiran tentang Atom sebelum Dalton Era panjang sebelum lahirnya teori atom Dalton, yang dianggap sebagai teori atom modern pertama, berlangsung dari era pemikiran metafisik Yunani sampai jaman renaissance. Teori atom Dalton dipandang sebagai teori atom modern yang pertama karena merupakan hasil kesimpulan dari berbagai gejala yang terjadi pada materi. Dalton juga meneliti massa relatif dari atom-atom dengan membandingkannya dengan massa atom hidrogen yang diberi massa atom satu, sesuatu yang baru dalam penyelidikan materi. Walaupun beberapa pemikiran sebelumnya juga tidak semata-

8

mata bersifat metafisis, tetapi teori Dalton-lah yang dapat digunakan untuk menjelaskan berbagai gejala yang terjadi pada materi. Juga teori Dalton-lah yang disusun berdasarkan fakta empiris hasil eksperimen. Karena itu teori Dalton dianggap sebagai teori modern.

Pandangan manusia tentang atom dan kekosongan diawali oleh Leucippus, lahir 500 tahun sebelum masehi dan rekannya, Democritus, yang lahir 460 tahun sebelum masehi.

Democritus

memperluas

teori

yang

dikemukakan

Leucippus

dan

mempostulatkan penerapannya. Leucippus dikenal hanya menulis sedikit karya dan pandangannya tentang atom termuat dalam The Great World System. Democritus lebih produktif dalam menulis dengan sekitar lima puluh dua karya tulis dengan beberapa di antaranya merupakan naskah pendek. Termasuk dalam karyanya itu dia memperluas pandangan Leucippus tentang atom dan kekosongan, dan delapan karya tentang etik (Wohnsigl, 2004).

Teori Leucippus merupakan reaksi terhadap teori Parmenides dan Zeno, dua pemikir Yunani yang lain, merupakan kompromi antara akal sehat dan prinsip. Parmenides dan muridnya, Zeno, percaya bahwa unsur pembentuk alam semesta adalah yang maha Esa, yang tidak berbatas, meliputi segalanya, massa yang tidak bergerak yang tidak berisi ruang kosong.

Leucippus menyatakan bahwa teori ini bisa jadi tidak benar, karena pikiran sehat kita menunjukkan bahwa ada gerakan. Ia mendalilkan kekosongan itu, ketidakhadiran dari semua yang ada, adalah hal penting bagi gerakan. Ia juga mendalilkan bahwa suatu jumlah tanpa batas partikel yang disebutnya atom, yang membentuk segala sesuatu yang ada dan penghancuran/pemutusan atom-atom menyebabkan kerusakan materi. Democritus mengembangkan teori Leucippus dengan mendeduksi Cosmogony, suatu metode terbentuknya semesta, dengan berpikir bahwa semua materi terdiri dari atom, dan atom memiliki densitas yang berbeda-beda. Atom-atom akan bergabung

9

membentuk suatu pusaran atom. Materi yang lebih berat, karena pengaruh gravitasi akan mengumpul di pusat dan membentuk bumi. Yang lebih ringan, dan lebih baik akan terlempar pada bagian luar pusaran dan meningkatkan kecepatan revolusi, kemudian membentuk heavenly bodies. Teori ini jelas salah karena memandang bumi sebagai pusat (geosentris), tetapi satu hal penting dari Leucippus dan Democtritus adalah adanya ruang kosong (void), sesuatu yang kemudian akan dibuktikan oleh Ernest Rutherford. Walaupun konsep ruang kosong keduanya sangat berbeda: Leucippus dan Democritus mengatakan ruang kosong harus ada di antara atom-atom, sedangkan ruang kosong Rutherford berada dalam atom: sebagian besar volume atom itulah ruang kosong.

Jika dirangkum, maka pandangan Leucippus dan Democritus tentang atom adalah sebagai berikut: Pertama, semua materi tersusun atas atom-atom, yang terlalu kecil untuk dapat dilihat. Atom-atom ini tidak dapat dibagi lagi menjadi bagian yang lebih kecil. Alasan Democritus menyatakan bahwa bagian terkecil dari materi adalah atom yang tidak dapat dibagi lagi, karena jika pembagian dapat berlangsung terus-menerus, maka materi yang telah terpisah-pisah tidak dapat disusun kembali, dan kenyataannya tidak demikian. Suatu proses dapat bersifat reversibel. Kedua, Terdapat ruang-ruang kosong di antara atom-atom. Karena adanya ruang kosong ini menyebabkan atom-atom dapat bergerak. Bergeraknya atom-atom inilah yang menyebabkan dapat terjadinya perubahan materi dan sifat-sifat materi. Jika tidak ada ruang kosong (vacuum) maka atom-atom tidak dapat bergerak, dan tidak akan terjadi perubahan materi. Ketiga, atom berwujud padat, dan di dalamnya sama sekali tidak terdapat ruang kosong.

10

Keempat, Atom-atom bersifat homogen dan tidak mempunyai struktur internal. Pandangan ini praktis baru terbantahkan pada saat J.J. Thomson menemukan elektron. Kelima, atom-atom memiliki ukuran, bentuk, dan berat yang berbeda-beda.

Konsep atom ini kalah populer dengan konsep kontinuitas materi yang dikemukakan oleh Aristoteles. Menurut Aristoteles, atom hanyalah sebuah khayalan semata-mata, unsur sebagai penyusun materi haruslah bisa dinalar oleh indra manusia. Karena itu Aristoteles menyatakan ada empat unsur penyusun materi yaitu air, tanah, udara, dan api yang tersusun atas empat kualitas yang berlawanan: panas – dingin dan basah – kering. Bahkan kemudian gereja katolik menguatkan pandangan Aristoteles dan menyamakan ide atomistik sebagai Godlessness. Akibatnya sungguh dahsyat, pemikiran tentang atom terhenti sampai abad pertengahan. Sebagai gantinya teori empat unsur dari Aristoteles lebih banyak dirujuk, dan, suatu berkah dibalik bencana, teori empat unsur melahirkan cikal-bakal al-kimia.

Setelah era keemasan Yunani menurun, pusat peradaban beralih ke timur, ilmuwanilmuwan Arab menterjemahkan buku-buku Yunani, dan melanjutkan penyelidikan tentang hakekat materi. Berdasarkan teori empat unsur dari Aristoteles mereka berusaha mencampurkan satu ‘unsur’ dengan unsur lain untuk menghasilkan emas. Ilmuwan Arab berhasil mengembangkan teknik-teknik analitik seperti penyaringan, destilasi, dan filtrasi. Dari sini mereka menemukan bahwa tanah, air, dan api bukanlah zat dasar penyusun materi. Sehingga mereka mengembangkan ‘tiga kualitas’ sebagai gantinya, yaitu belerang yang mewakili sifat mudah terbakar suatu zat, air raksa mewakili sifat mengkilap, dan garam sebagai hasil yang selalu terjadi ketika dua zat dicampurkan (Wospakrik, 2005).

Konsep atomos muncul kembali saat

Pierre Gassendi (1592 – 1655) berhasil

memisahkan konsep atomisme dengan atheisme. Ini menyebabkan atomisme dapat

11

diterima secara lebih luas. Saat itu, tahun 1624, parlemen Perancis telah menyatakan bahwa siapapun yang mengajarkan paham yang bertentangan dengan Aristoteles akan dihukum mati. Pada tahun 1649, Gassendi mempublikasikan karyanya, Syntagma hilosophiae Epicuri, yang terbagi menjadi tiga bagian: Logic, Physics, dan Ethics.

Sebelum mendiskusikan tentang atom, terdapat tiga bab dalam buku Gasssendi yang menjelaskan pentingnya ruang kosong. Baru kemudian diikuti penjelasan tentang teori atom Yunani: bahwa atom tidak dapat diciptakan dan atau dimusnahkan, bahwa atom berwujud padat, bahwa atom memiliki berat/massa, dan bahwa atom tidak dapat lagi dibagi. Gassendi juga yakin, bahwa atom bukan hanya suatu “pemberhentian” geometris belaka, tetapi atom memiliki ukuran tertentu, walaupun itu sangat kecil.

Satu perbedaan dengan konsep atom Yunani, dan ini yang menyebabkan dia dapat memisahkannya dari atheisme, adalah bahwa menurutnya atom tidak kekal eksistensinya, tetapi diciptakan oleh Tuhan. Pergerakan atom tidaklah a se ipsis (atas kemauannya sendiri) tetapi dei gratia, merupakan pemberian Tuhan. Menurut Gassendi atom-atom juga dapat bergabung membentuk molleculae atau corpuscula. Atom atom itu bergabung bukan karena gaya elektrostatik, tetapi karena adanya gaya mekanik seperti kancing dan lubangnya (Park, 1998).

Terdapat rentang sekitar 150 tahun dari masa Gassendi untuk memunculkan John Dalton dari Inggris.

II.1.2 Teori Atom Dalton Pernyataan yang kemudian terkenal sebagai teori atom Dalton, berawal dari ketertarikan John Dalton terhadap cuaca. Sepanjang hidupnya dia mencatat tekanan uap, kelembaban udara, kelarutan gas, dan campuran gas dalam atmosfir. Bahkan sampai sehari sebelum meninggal, dengan tangan gemetar Dalton masih mencatat cuaca hari itu. Dalton mempublikasikan metodenya untuk menentukan berat atom,

12

dan teorinya tentang atmosfir dan perilaku gas dalam bukunya, A New System of Chemical Phylosophy. Hanya pada beberapa halaman terakhir bukunya tersebut Dalton memaparkan teorinya tentang atom. Secara garis besar pandangannya tentang atom adalah sebagai berikut: Pertama, unsur-unsur terbuat dari atom. Atom ini bersifat diskrit, tidak terbagi, dan tidak dapat mengalami kerusakan/kemusnahan. Tentu saja ini bukan gagasan Dalton sendiri, tetapi berasal dari atomisme Yunani. Yang perlu diingat adalah bahwa gagasan

ini

bukanlah

gagasan

populer

pada

awal

1800,

saat

Dalton

mempublikasikannya. Definisi Dalton tentang unsur adalah sama dengan definisi saat ini, suatu materi kimia yang tidak dapat didekomposisi lagi menjadi lebih sederhana dengan cara-cara kimia biasa. Definisi ini mengacu pada Lavoisier. Atom Dalton dapat diibaratkan seperti bola bilyard, yang tidak memiliki struktur sub atomik. Kedua, atom-atom suatu unsur adalah identik dalam hal massa. Konsep ini diketahui belakangan adalah salah dengan penemuan isotop, tetapi perlu diingat konsep isotop baru diketahui 100 tahun kemudian. Ketiga, atom-atom dari unsur yang berbeda akan mempunyai massa yang berbeda pula. Ini juga bukan merupakan pemikiran murni dari Dalton, tetapi juga bersumber dari atomisme Yunani. Yang membedakan adalah Dalton-lah yang pertama kali menggambarkan perbedaan tersebut, sementara sebelumnya hanyalah sebuah pernyataan tanpa bukti. Dalton telah dapat menentukan massa atom relatif dari suatu unsur. Keempat, atom-atom bergabung dalam perbandingan yang bulat dan sederhana. Pernyataan ini merujuk pada hukum perbandingan tetap dari Joseph Louis Proust pada 1797. Penemuan Dalton adalah hukum kelipatan perbandingan, yang dirumuskan dari penyelidikannya terhadap oksida nitrogen. Secara modern hukum ini dinyatakan, atom-atom dari suatu unsur dapat bergabung dengan lebih dari satu

13

macam perbandingan dengan suatu atom unsur lain untuk membentuk lebih dari satu senyawa. Ide kelima yang implisit dalam teori Dalton tetapi biasanya tidak dibicarakan adalah bahwa atom tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan. Atom-atom suatu unsur tidak berubah selama reaksi kimia, contohnya atom oksigen dan nitrogen tetap berada sebagai dirinya dalam keadaan sebagai senyawa, dan dapat didekomposisi untuk kembali menjadi unsur bebas (Park, 1998) .

II.1.3 Model Atom Thomson J.J. Thomson melakukan penyelidikan terhadap atom dengan menggunakan tabung sinar katoda (Cathode Ray Tube = CRT). Dengan alat ini Thomson menemukan elektron (yang disebutnya corpuscle) sebagai partikel sub atomik dalam atom pada 1896. Penemuan ini mematahkan anggapan bahwa atom merupakan partikel terkecil yang tidak mengandung struktur yang lebih elementer.

J.J. Thomson sampai pada kesimpulan bahwa elektron (corpuscles) merupakan partikel penyusun semua atom, karena dengan menggunakan katoda yang berasal dari unsur berbeda-beda, jenis sinar yang dipancarkan adalah sama. Pernyataan ini layak dicatat karena keberaniannya untuk menyatakan sinar katoda merupakan suatu partikel. "...we have in the cathode rays matter in a new state, a state in which the subdivision of matter is carried very much farther than in the ordinary gaseous state: a state in which all matter-that is, matter derived from different sources such as hydrogen, oxygen, etc.-is of one and the same kind; this matter being the substance from which the chemical elements are built up." (Thomson, 1897).

14

Diagram tabung sinar katoda dapat dilihat pada gambar II.1. Sinar dari katoda dilewatkan melalui celah sempit pada anoda. Pada daerah tertentu dari tabung dipasang pelat deflektor yang dihubungkan dengan kutub baterai. Jika hubungan dengan baterai pada pelat deflektor diputuskan, maka jalannya sinar katoda adalah lurus. Tetapi ketika baterai dipasang, maka sinar katoda dibelokkan pada daerah tersebut mendekati kutub positif baterai. Percobaan ini membuktikan bahwa sinar katoda bermuatan negatif.

Untuk menentukan nilai perbandingan muatan dengan massa elektron (e/m), Thomson memasang dua kutub berlawanan dari suatu magnet listrik pada sisi tabung pada daerah pelat deflektor. Pemasangan sedemikian rupa sehingga

garis gaya

medan magnetnya menyilang tegak lurus garis medan listrik antara pelat deflektor. Kekuatan medan magnet diatur sedemikian rupa sehingga mengakibatkan pembelokan sinar katoda yang sama besar tetapi arahnya berlawanan dengan pembelokan oleh medan listrik. Dengan mengukur besar medan listrik dan medan magnet dapat ditentukan besar harga e/m (Wospakrik, 2005).

jatuhnya sinar

Anoda

katoda daerah defleksi

daerah pembelokkan

Gambar II. 1 Skema Tabung Sinar Katoda

Dari hasil serangkaian percobaannya, Thomson memberikan model atom sebagaimana gambar II.2 di bawah ini. Digambarkan atom merupakan bola bermuatan positif dengan muatan negatif elektron tersebar merata di dalamnya seperti kismis di dalam roti. Perhatikan penggambaran yang salah pada gambar sebelah kanan.

15

benar

Tidak benar

Gambar II. 2 Model Atom Thomson. Kesalahan yang kadang terjadi digambarkan pada sebelah kanan.

Atom sendiri secara keseluruhan adalah netral, karena jumlah muatan negatif elektron selalu sama dengan muatan positif atom. Bila atom kehilangan satu atau lebih elektron, atom menjadi bermuatan positif dan disebut ion positif.

II.1.4 Penentuan Muatan Elektron: Percobaan Millikan Satu tahun setelah penemuan elektron, J.J. Thomson melakukan eksperimen penentuan muatan elektron bersama dua rekannya, J.S.E. Townsend dan H.A. Wilson. Diperoleh hasil muatan elektron sebesar -1,1 x 10¯19 coulomb. Hasil ini masih menyimpang cukup jauh jika dibandingkan dengan muatan elektron yang diketahui saat ini sebesar -1,6021773 x 10-19 coulomb.

Hasil yang sangat baik diperoleh pada eksperimen tetes minyak yang dilakukan oleh Robert Andrews Millikan pada tahun 1911. Diagram perangkat percobaan seperti gambar II.3 berikut. Peralatan terdiri atas sumber sinar X dan tabung berisi udara bertekanan rendah. Dalam tabung terdapat dua pelat P dan P’. Minyak disemprotkan ke dalam tabung, diatomisasi dan akan bermuatan setelah melewati pelat P dan masuk ke dalam ruang di antara kedua pelat. Gerak butiran minyak di antara kedua pelat diamati dengan mikroskop pada arah tegak lurus lintasannya. Bila pelat tidak diberi potensial listrik, butiran minyak akan jatuh ke pelat P’. Dengan mengukur kecepatannya akan diperoleh berat butiran minyak. Dari sini dapat ditentukan massa butiran minyak.

16

Untuk mengukur muatan listrik butiran minyak, kedua pelat diberi beda potensial sedemikian rupa sehingga membangkitkan gaya listrik dengan arah ke atas yang sama besar dengan gaya berat butiran minyak. Gaya listrik ini bergantung pada medan listrik yang dibangkitkan dan muatan listrik butiran minyak. Karena massa butiran minyak telah ditentukan, maka muatan listrik butiran minyak dapat ditentukan. Eksperimen dilakukan berulang kali dengan massa butiran minyak yang berbedabeda. Kesimpulan Millikan, muatan listrik yang dimiliki tiap butiran minyak ternyata merupakan kelipatan suatu nilai tertentu yang merupakan muatan elektron.

Pelat P

Pelat P’

Gambar II. 3 Skema Alat Percobaan Millikan

Millikan berhasil menentukan muatan elektron sebesar -1,60217733 x 10-19 coulomb (Team 19662, 2007).

II.1.5 Teori Atom Rutherford Ernest Rutherford, ilmuwan besar yang berhasil menemukan inti atom. Bekerja di laboratorium Universitas Manchester, Rutherford bekerja sama dengan Hans Geiger

17

dan seorang mahasiswanya bernama Ernest Marsden, menyelidiki hamburan sinar alfa sejak 1898. Diagram alat yang digunakan seperti yang terlihat pada gambar II.4 di bawah.

Gambar II. 4 Skema Alat Percobaan Rutherford

Rutherford menduga simpangan gerak partikel alfa yang melewati lembaran tipis emas dari arah datangnya semula akan memiliki sudut simpangan yang kecil. Hal ini karena partikel alfa bergerak sangat cepat, sekitar 160.000 km/s dan lembaran emas yang dilewati hanya setebal 0,006 cm.

Hasil percobaan sungguh di luar dugaan. Dilaporkan oleh Geiger bahwa terdapat beberapa berkas sinar alfa yang dipantulkan balik. Komentar Rutherford yang menjadi terkenal, ”Tidak masuk akal! Ini sama halnya dengan anda menembakkan peluru berdiameter 15 inchi pada selembar kertas tissue kemudian mendapati bahwa peluru tadi terpantul balik menembaki Anda.”(Krane, 1992).

Penjelasan yang mungkin untuk ini adalah bahwa atom tidaklah benar-benar pejal, tetapi berisi ruangan kosong. Massa atom pasti terkonsentrasi dalam inti atom yang disebutnya teras atom, sehingga ketika sinar alfa yang bermuatan positif dengan

18

massa atom jauh lebih kecil dari atom emas menumbuknya akan terpental tanpa inti itu mengalami perubahan posisi. Ini sama seperti kelereng yang menabrak bola besi dengan diameter jauh lebih besar, kelereng itu akan terpental dan bola besinya tidak berubah.

Di samping itu percobaan menunjukkan bahwa hampir seluruh berkas sinar alfa diteruskan tanpa mengalami pembelokan arah, dan sebagian kecil, 1 berkas sinar alfa tiap 200 berkas dibelokkan dengan sudut kecil, sekitar 2˚. Dan hanya sedikit sekali berkas (Geiger – Marsden melaporkan 1/8.000 untuk lembaran tipis platinum dan Rutherford melaporkan 1/20.000 untuk lempeng emas) sinar alfa yang dipantulkan dengan sudut pantulan mencapai 90˚ atau lebih.

Hasil ini membimbing Rutherford pada suatu kesimpulan yang berseberangan dengan J.J. Thomson, sehingga ia menemukan inti atom, yang disebut oleh Rutherford sebagai "charge concentration" dalam makalahnya pada tahun 1911. Istilah inti atom (nucleus) baru digunakan dalam bukunya yang diterbitkan pada tahun 1912. Dalam makalahnya tersebut, Rutherford menulis, "We shall suppose that for distances less that 10¯12 cm the central charge and also the charge on the alpha particle may be supposed to be concentrated at a point." Karena itu Rutherford memberikan model bahwa atom dengan radius 10-12 cm dengan sebagian besar volume atom merupakan ruang kosong, dengan inti atom pada pusatnya sebagai sebuah titik di mana terjadi konsentrasi muatan positif. Elektronelektron berada pada jarak yang jauh dari inti atom. Jika dilakukan perbesaran sampai inti atom sebesar kelereng dengan diameter 2 cm, maka atom telah kira-kira sebesar bumi. Model atom Rutherford dapat digambarkan seperti gambar II.5 berikut ini.

19

Gambar II. 5 Model atom Rutherford untuk atom berelektron banyak. Gambar tidak sesuai dengan skala sesungguhnya.

Rutherford tidak punya ketertarikan untuk mempelajari lebih jauh bagaimana atom dapat stabil tanpa elektron jatuh ke dalam inti atom. Rutherford menulis pada bagian awal papernya, "The question of the stability of the atom proposed need not be considered at this stage, for this will obviously depend upon the minute structure of the atom, and on the motion of the constituent charged parts." Persoalan ini dijawab seorang berumur duapuluh tujuh tahun, Neils Bohr.

II.1.6 Teori Atom Bohr Pada tahun 1913, Neils Bohr mengemukakan bahwa atom ternyata mirip dengan sistem tata surya, dengan elektron-elektron mengitari inti atom seperti halnya planetplanet mengitari matahari. Dengan alasan yang sama bahwa sistem tata surya tidak runtuh karena tarikan gravitasi antara matahari dan tiap planet, atom juga tidak runtuh karena tarikan elektrostatik coulomb antara inti atom dengan tiap elektron. Dalam kedua kasus ini, gaya tarik berperan memberikan percepatan sentripetal yang dibutuhkan untuk mempertahankan gerak edar (Krane, 1992). Model atom Bohr dapat dilihat pada gambar II.6.

20

-e

r

+Ze

Gambar II. 6 Model Atom Rutherford untuk Atom Hidrogen. Gambar tidak berskala

Menurut Bohr, elektron tidak bergerak menurut lintasan yang sembarang, tetapi pada lintasan tertentu yang disebut lintasan stasioner. Dalam lintasan ini, elektron tidak kehilangan energi selama bergerak. Besarnya momentum anguler elektron dalam lintasan ini memenuhi persamaan mvr =

nh , di mana n disebut bilangan kuantum 2π

utama dengan harga yang diijinkan 1, 2, 3 dan seterusnya.

Elektron dapat berpindah dari lintasan stasionernya ke lintasan dengan tingkat energi lebih tinggi, jika menyerap energi (foton) yang cukup, dan sebaliknya dapat kembali ke lintasan stasionernya dengan melepaskan foton.

Model atom Bohr ini dapat menjelaskan dengan memuaskan spektrum garis dari gas hidrogen dan atom berelektron satu lainnya ( hydrogen like).

Kebenaran teori Bohr ini dapat dibuktikan dengan eksperimen yang dilakukan oleh James Frank dan Gustav Hertz, dua orang ilmuwan Jerman. Mereka menggunakan sebuah tabung yang diisi dengan uap raksa di mana elektron dapat dipercepat dengan medan listrik dengan potensial U1 dan sebelum elektron menabrak anoda kemudian

21

diperlambat dengan U2, di mana U2 < U1. Gambar di bawah ini memperlihatkan skema perangkat percobaan.

Gambar II. 7 Skema Alat Percobaan Frank -Hertz

Dalam percobaan, mereka membiarkan potensial perlambatan U2 konstan, dan meningkatkan potensial percepatan U1. Kemudian mereka mengukur kuat arus di antara katoda dan anoda. Data kuat arus kemudian diplotkan dengan harga U1. Hasilnya kurang lebih seperti pada gambar II.8 berikut ini.

U1 Gambar II. 8 Kurva Arus terhadap U1

Hasil ini membimbing pada satu kesimpulan bahwa eksitasi pada atom air raksa bersifat diskrit. Mula-mula elektron secara konstan dipercepat dan bertumbukan

22

secara elastis dengan atom-atom raksa. Akibatnya arus akan naik. Ketika elektron dipercepat maka energi kinetiknya (Ekin = e U1) naik, dan ketika energi kinetik elektron mencapai tingkatan tertentu di mana harganya sama dengan tingkat energi pertama dari elektron dalam atom raksa maka elektron akan memberikan semua energi kinetiknya kepada elektron raksa sehingga mengalami eksitasi. Karena energi kinetiknya berkurang, elektron tidak dapat melalui daerah perlambatan, maka arus akan menurun. Hal ini akan berulang untuk setiap kelipatannya (Bronner , 2006).

Jika atom raksa yang menerima energi kemudian kembali ke keadaan semula, maka akan dilepaskan foton Ekin

= Ephoton

e U1

= hν.

Sehingga panjang gelombang cahaya yang diemisi adalah:

λ=

II.2

hc . eU1

Pengajaran Struktur Atom

Dalam pembelajaran kimia, pemahaman tentang atom dan molekul sebagai struktur terkecil materi sangat fundamental, karena itu seharusnya konsep ini diberikan pada tahun pertama sekolah menengah. Siswa harus dikenalkan pada konsep bahwa molekul adalah bagian terkecil dari materi yang masih membawa sifat senyawa murninya, sedangkan atom adalah bagian terkecil dari unsur yang masih membawa sifat unsur yang bersangkutan.

Kemudian mengikuti hal itu, dijelaskan bahwa

molekul terbentuk dari penggabungan dua atom atau lebih yang terikat secara kuat (Kind, 2004).

Sebagai suatu konsep dasar, konsep struktur atom bersifat abstrak. Sulit bagi kita untuk dapat memberikan model yang tepat untuk menggambarkan struktur atom

23

kepada siswa, dan karena itu persepsi yang ditangkap siswa terkadang berbeda-beda, sesuai

dengan

kemampuan

berimajinasi

masing-masing.

Hasil

penelitian

memperlihatkan miskonsepsi dapat terjadi karena sulitnya memberikan gambaran fisik dari atom (Horton, 2004).

Telah dilakukan suatu penelitian terhadap sejumlah siswa, kepada mereka diberikan pertanyaan seputar gejala fisik yang terjadi pada materi setelah diberi pelajaran tentang teori atom. Ternyata pada siswa-siswa tingkat 4 sampai 8 tidak menjawab dengan referensi teori atom yang telah mereka pelajari. Baru pada siswa kelas 9 yang menghubungkan jawaban mereka dengan teori atom. Artinya, kemampuan berpikir abstrak juga dipengaruhi oleh usia. Kesulitannya mungkin terletak pada sulitnya siswa percaya pada sesuatu yang tidak bisa mereka amati.

Para siswa harus

mempersepsikan struktur materi, suatu kesulitan tersendiri untuk menginternalisasi dua konsep dasar, konseptual dan perseptual sekaligus (Novvick, 1981). Ada tiga tingkat ekspresi dari suatu materi yaitu makro, submikro (particle models) dan simbolis (chemical notation). Instruksi-instruksi ilmu kimia dominan pada level ketiga, simbolis, dan hal ini menyulitkan (Gabel, 1987). Tapi, ini adalah suatu yang tidak terhindarkan. Erickson (1985) dalam Viennot (1998) berargumen bahwa pengenalan secara dini terhadap model-model molekul adalah suatu yang tidak terelakkan. Mengacu pada terjadinya miskonsepsi siswa pada konsep penguapan, Viennot menulis, ”Pemahaman terhadap konsep ini kelihatannya memerlukan penjelasan tentang apa yang terjadi terhadap cairan pada tingkat molekuler karena pengaruh variasi temperatur.”

Jadi dapat disimpulkan ada bukti bahwa model partikel adalah sulit bagi para siswa untuk memahaminya, dan apakah itu diperkenalkan awal atau kemudian, yang pasti tidak ada keraguan bahwa itu harus secara penuh dikuasai di tingkatan sekolah menengah untuk para siswa agar secara penuh dapat sukses di dalam mempelajari ilmu kimia.

Kemampuan untuk membedakan unsur, senyawa, dan campuran

24

berdasar pada model materi, kemungkinan besar dapat digunakan untuk menentukan para siswa yang dapat melanjutkan belajar kimia setelah usia 16 tahun.

Dia

melaporkan bahwa sekitar 43% siswa dapat mendefinisikan unsur dan senyawa secara benar pada awal sekolah ketika mereka berusia 16 tahun dan konsep ini tidak berubah sampai mereka lulus (Viennot, 1998).

II.3

Peranan Laboratorium

Robert A Millikan mengatakan, penelitian laboratorium dan teori ibarat sepasang kaki. Perkembangan yang terus menerus hanya dapat dicapai jika kedua kaki ini berfungsi secara baik. Tidak masalah kaki mana yang melangkah lebih dulu, kadang teori di depan, pada saat lain eksperimen lebih maju. Tetapi yang pasti, keduanya harus ada, dan maju secara beriringan (Millikan, 1924).

Eksperimen merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kimia. Pengembangan ilmu kimia hampir selalu berawal dari kerja di laboratorium. Di dalam laboratorium inilah terjadi proses ilmiah yang didasarkan pada cara berpikir logis berdasarkan fakta-fakta yang mendukung. Sikap ilmiah tercermin dari sikap jujur dan obyektif dalam mengumpulkan data-data dan menyajikan hasil analisa. Melalui cara berpikir logis dan sikap jujur serta obyektif itu akan dihasilkan suatu produk. Dengan demikian dalam sains terdapat tiga komponen, yaitu proses ilmiah, sikap ilmiah, dan produk yang ilmiah.

Paling tidak ada tiga kegunaan laboratorium dalam pembelajaran kimia, (i) untuk memberikan pengalaman praktis (practical experience) dengan menghubungkan teori yang diperoleh dalam kelas dengan kenyataan yang sebenarnya, (ii) untuk memberikan teknik-teknik laboratorium (laboratory technic), dan (iii) mengajarkan proses kognitif atau keahlian analitis yang menjadi pondasi ilmu kimia, dan ilmu berbasis laboratorium yang lain (Dargo, 2006).

25

II.4

Penggunaan Multimedia dalam Kimia

Kemajuan yang pesat dalam teknik komputer baik dari sisi perangkat keras maupun perangkat lunak, telah memungkinkan penggunaannya dalam spektrum yang luas. Sejarah komputer dimulai pada era mekanikal pada tahun 1623 sampai dengan 1941 di mana komputer hanya digunakan untuk membantu pekerjaan matematis seperti perhitungan, pengurangan, pertambahan, dan perkalian dengan akurasi yang meningkat. Komputer modern pertama diciptakan Howard Aiken bekerja sama dengan IBM pada tahun 1944. Teknologi komputer kemudian terus berkembang dan sekarang telah berada pada generasi ke lima. Komputer generasi ini lebih “pintar”, mampu melaksanakan pekerjaan secara paralel atau multitasking (Nazawee, 2006).

Satu perbedaan pokok komputer generasi ke lima dengan sebelumnya adalah kemampuan meniru (emulating) peralatan modern lain jika kepadanya diberikan perangkat lunak yang sesuai. Tentu saja kemampuan ini dipengaruhi juga oleh kecepatan prosesor, besar memori dan perangkat keras lain di dalamnya. Dalam ilmu kimia, komputer digunakan dalam komputasi, visualisasi dan pemodelan, serta pendidikan.

Ada yang berpendapat bahwa masuknya teknologi komputer merupakan revolusi ketiga dalam dunia pendidikan. Revolusi pertama ditandai dengan ditemukannya mesin pencetak buku sehingga memungkinkan memproduksi buku secara massal dalam tempo relatif singkat. Revolusi kedua adalah munculnya perpustakaan. Teknologi komputer yang mulai dikembangkan sesudah Perang Dunia II ternyata sangat membantu kehidupan, dan dapat mengubah kehidupan secara revolusioner (Dargo, 2006).

Pemanfaatan komputer sebagai alat bantu proses belajar kimia akan memberikan beberapa keuntungan. Komputer memungkinkan siswa belajar sesuai dengan minat dan kemampuannya secara individual. Sehingga siswa dapat mengontrol kecepatan

26

belajarnya sendiri, sesuatu yang tidak dapat dilakukan dalam kelas tradisional. Di samping itu, komputer juga dapat diprogram untuk dapat memberikan umpan balik, artinya dapat dibuat suatu pola interaktif antara siswa dengan komputer, berbeda dengan buku misalnya yang bersifat pasif.

Russel (2000) melaporkan bahwa siswa-siswa yang melakukan praktikum kimia organik dalam laboratorium basah (wet laboratory), tidak seperti yang dilakukan seorang kimiawan, mereka

lebih banyak mendiskusikan aspek-aspek fisik dari

eksperimen yang dilakukannya dengan rekan kerjanya. Fokus pembicaraan ada pada

setting alat, mempelajari prosedur kerja, dan interaksi dengan reagen yang mereka gunakan (misalnya menyangkut produk kristal, dicuci secukupnya atau dikeringkan secukupnya). Sangat sedikit siswa yang mendiskusikan sifat-sifat kimia molekul senyawa yang mereka hasilkan, atau mekanisme reaksi yang mungkin terjadi dalam eksperimen mereka. Sedangkan pada kesempatan lain kepada mereka diberikan perangkat lunak pemodelan molekul dan merepresentasikan senyawa yang sama yang disintesis di laboratorium basah, mereka dapat berdiskusi seperti layaknya kimiawan (Russel, 2000).

II.5

e-Learning dan Konstruksivisme Komunal

Porsi terbesar andil perkembangan teknologi komputer dalam pendidikan dewasa ini adalah e-Learning. Agak sulit untuk mencari padanan istilah yang tepat untuk e-

Learning, karena jika diartikan secara bebas sebagai pembelajaran elektronik rasanya kurang tepat, mereduksi arti yang sesungguhnya. Karena itu penulis memilih tetap menggunakan istilah asingnya, untuk tidak menimbulkan pembiasan makna dengan yang sebenarnya. Satu yang dapat diambil sebagai pengertian awal, sama seperti e-

mail, e-comercee, dan istilah sejenis yang lain, semuanya lahir dalam dunia internet (cyberworld). Karena peranannya yang sentral dalam mengubah paradigma pendidikan kontemporer, maka penulis menempatkan e-Learning sebagai satu bagian tersendiri dalam tulisan ini.

27

The European e-Learning Action Plan mendefinisikan e-Learning sebagai penggunaan teknologi multimedia dan internet untuk meningkatkan kualitas pembelajaran

dengan

memberikan

fasilitas

kemudahan

mengakses

sumber

pembelajaran, saling menukar jarak jauh dan kolaborasi. Secara sederhana, demikian Holmes, e-Learning adalah akses secara langsung terhadap sumber belajar di mana pun dan kapan pun (Holmes, 2006). Fokus dari ekplorasi e-Learning adalah, tidak kurang dan tidak lebih, pada kombinasi yang

konvergen

terhadap

sumber-sumber

digital

teknologi

informasi

dan

telekomunikasi seperti live broadcast, video, gambar tiga dimensi, email, web, dan antar muka berorientasi objek, yang secara keseluruhan dapat didesain untuk mendukung, menciptakan, dan menyampaikan suatu pengalaman dan lingkungan belajar.

e-Learning memiliki potensi untuk mengatasi keterbatasan proses pembelajaran tradisional, di antaranya yang terpenting adalah keterbatasan dalam waktu dan lokasi pembelajaran. Satu analogi yang akan diketahui maknanya nanti, pembelajaran tradisional seperti aliran air dalam pipa, dan e-Learning adalah aliran air dalam sungai. Bagaimanapun implementasi e-Learning masih mengalami kendala dalam banyak hal yang perlu penyederhanaan dan dalam teknologinya itu sendiri. Mungkin

e-Learning secara fundamental tergantung kepada teknologi, tetapi ini bukan berarti tidak memiliki dasar teoritis sama sekali. Konsep yang mendasari e-Learning bersumber dari berbagai tradisi dan lapangan, dari konsep pembelajaran itu sendiri, ilmu komputer, sosiologi, dan psikologi.

Pembelajaran telah menjadi bagian kunci dari perkembangan masyarakat kita. Mulai dari para filosof terdahulu baik dari barat maupun timur, mereka adalah para guru yang besar. Al-Qur'an dan Injil mencatat peranan para nabi sebagai guru dalam lapangan religi. Sama seperti sekarang, sebenarnya fokus pendidikan adalah

28

individual. Tetapi seiring perkembangan populasi manusia dan kompleksitas permasalahan, pendidikan individual saat ini menjadi suatu keuntungan bagi orangorang elit tertentu, sementara untuk masyarakat kebanyakan sekolah dan universitas menjadi tempat belajar klasikal.

Pendidikan saat ini, dua abad terakhir, berorientasi pada ilmu pengetahuan (knowledge centered education). Pengetahuan dalam asimilasinya dengan fakta dan pemahaman, dominan dalam sistem persekolahan karena mengarahkan pada pandangan bahwa segala sesuatu dapat diketahui, diklasifikasikan, dan dipelajari dan memungkinkan manusia untuk mengendalikan lingkungannya. Implikasinya, sistem persekolahan mengadaptasinya dalam bentuk penggolongan pengetahuan dalam lapangan ilmu-ilmu alam seperti fisika, kimia, biologi, astronomi, dan dalam lapangan terapan seperti industri berat, konstruksi, dan transportasi. Teori pembelajaran, dengan demikian, dalam seratus tahun terakhir telah berkembang dan menempati posisi yang dominan. Dimulai dari behaviorisme, berkembang melalui kognitivisme, dan sekarang yang secara luas diakui adalah sosio-konstruksivisme (Holmes, 2006).

Behaviorisme bisa jadi merupakan teori tertua dan paling banyak diketahui sebagai dasar teoritis bagi pembelajaran dan e-Learning. Pencetus teori ini yaitu Ivan Pavlov, Burrnus Frederic Skinner, Thorndike, dan John Broadus Watson. Watson adalah pengusung behaviorisme yang bisa jadi paling ekstrim dalam hal melawan pandangan bahwa kesadaran dan pikiran manusia dapat digunakan sebagai penjelasan akan kebiasaan seseorang. Behaviorisme berpendapat bahwa

stimulasi tertentu akan

menghasilkan reaksi spesifik terhadap manusia atau hewan. Dengan pengulangan suatu pengalaman tertentu, pola atau kebiasaan tertentu dapat dibuat dengan stimulan yang tepat.

Pesan yang dapat diambil sebagai konsep utama behaviorisme adalah bahwa seseorang bisa belajar suatu "kebiasaan" tertentu melalui latihan-latihan yang

29

berulang, dengan stimulasi yang tepat, disertai dengan hadiah ketika memperoleh pencapaian tertentu dan hukuman jika gagal berprestasi. Kebanyakan penelitian terdahulu memanfaatkan binatang sebagai subjek yang melakukan proses belajar dengan keinginannya untuk memperoleh makanan: Watson dengan anjingnya, Thorndike dengan kucingnya, dan

Skinner dengan burung merpati. Aplikasi

behaviorisme yang barang kali masih tersisa saat ini adalah pendekatan

ABA

(applied behaviour analysis) pada penderita autis, yang menggunakan teknik pengulangan sistematis untuk mengajarkan kebiasaan yang penting. Dalam konteks e-Learning gaung behaviorisme masih terasa dalam pendekatan latihan soal, terutama pada soal multiple-choice. Tutorial juga dapat dikelompokkan sebagai menganut behaviorisme terutama dalam penggunaannya untuk mengajarkan isi suatu pembelajaran yang diikuti dengan penilaian. 'Hadiah’-nya adalah melanjutkan ke materi selanjutnya jika siswa sukses, dan 'hukuman'-nya adalah mengulang kembali pembelajaran atau mengerjakan tes tambahan jika mereka tidak sukses dalam penilaian.

Setelah era behaviorisme, selanjutnya muncul kognitivisme dengan pengusungnya yang paling utama adalah Jean Piaget, Jerome Bruner, dan Lev Vygotsky. Kognitivisme adalah antitesis dari behaviorisme. Mereka mengatakan bahwa kesiapan seseorang untuk mempelajari sesuatu mengalami tahap-tahap perkembangan sesuai dengan tipe belajar itu sendiri. Misalnya Piaget membagi perkembangan anakanak melalui tahap-tahap sensorik-motorik (0-2 tahun) di mana mereka belajar meraih, menyentuh, dan sebagainya. Selanjutnya tahap pra-operasional ( 2-7 tahun) di mana pada tahap ini anak belajar bahasa dan pemahaman intuitif proses-proses sederhana, berikutnya tahap kongkrit operasional, dan operasi formal.

Tokoh yang paling penting dari kognitivisme adalah Vygotsky, ditinjau dari kedekatannya dengan teori konstruksivisme dan aplikasi praktisnya dalam sistem pendidikan saat ini. Pendekatan teoritisnya juga ditandai dengan tahap-tahap

30

perkembangan, dalam hal ini dia mengatakan ada dua tahap. Jika ide piagetian menyatakan bahwa seorang pelajar harus mencapai tahap perkembangan tertentu untuk dapat belajar, tesis Vygotsky menyatakan sebagai potensi apa yang dimiliki pelajar pada suatu tahap tertentu. Teorinya terfokus pada adanya perbedaan antara apa yang pelajar kuasai sekarang dan apa yang di luar jangkauannya. Perbedaan (gap) ini dikenal sebagai zone of proximal development (ZPD). Melewati perbedaan ini, atau mengambil langkah selanjutnya adalah bagian utama dari proses belajarnya, di mana mereka dapat memonitor dan mengatur lingkungan belajarnya sendiri. Dalam konteks e-Learning, pelajar dapat diberi tugas-tugas pemecahan masalah atau strategi pemecahan masalah yang biasanya keduanya muncul dalam format game. Kedudukan asisten diperankan oleh software prompt, atau tutor yang lebih tahu dan tutor sebaya.

Dalam sosio-konstruksivisme, pelajar membangun sendiri konstruksi pengetahuan, keahlian, dan pemahamannya dari observasi dan kemampuan nalarnya sendiri. Esensinya, sosio-konstruksivisme memerlukan interaksi tiga dimensi antara pelajar, dan lingkungannya, dalam hal ini adalah orang lain, bisa jadi pelajar lain atau tutor. Elemen utama dari sosio-konstruksivisme dapat dirangkum sebagai belajar dalam konteks yang (1) sosial, (2) reflektif, (3) otentik,(4) scaffolded, (5) progresif, dan (6)

experiential.

Dimensi sosial memunculkan konsep seperti organisasi pembelajaran, "learning schools", dan komunitas pembelajaran, di mana pembelajaran tidak hanya diartikan secara kontekstual sebagai sekolah dan universitas, tetapi juga dalam komunitas sosial yang lebih luas. Setiap konteks pembelajaran selalu bersanding dengan nonkonteks pembelajaran karena dalam faktanya keduanya bersinergi membentuk pola pengetahuan seseorang. Dalam dimensi sosial ini, seorang yang belajar akan berkontribusi terhadap orang lain dengan membagi pengetahuannya dengan orang lain melalui kolaborasi dan ko-operasi.

31

Berbagi dalam pembelajaran ini sering disebut sebagai distribusi kognitif (distributed

cognition), di mana dapat diartikan suatu tim yang memiliki kemajuan kolektif sebagai hasil dari pembelajaran masing-masing individu anggotanya. Belajar untuk belajar (learning to learn) dalam sentuhan yang lebih luas pada dasarnya meliputi belajar untuk belajar dari orang lain, belajar untuk belajar dengan orang lain, belajar untuk menjadi mediator bagi orang lain, bukan hanya untuk kepentingannya sendiri, tetapi juga untuk saling berbagi. Belajar untuk pembelajaran secara kolektif, di mana seseorang berkontribusi kepada pembelajaran kolektif pada dasarnya adalah keuntungan bagi dirinya sendiri juga (Perkins, 1998).

Tetapi adalah perlu dikembangkan definisi sosio-kontruksivisme dalam arti yang lebih luas, yang mencakup sinergi antara perkembangan teknologi informasi terkini dengan ide-ide pendidikan di atas. Dalam konteks ini, komunal-konstruksivisme digunakan untuk memberi ruang yang lebih luas terhadap sosio-konstruksivisme dan kemampuan e-Learning di mana seorang yang belajar dengan alat tertentu menciptakan suatu pembelajaran buat dirinya sendiri dan berkontribusi dengan menyimpan proyek, artefak, essay, dan lain sebagainya dalam suatu knowledge-base komunal untuk kemaslahatan komunitas mereka dan generasi yang akan datang. Dari sini terlihat bahwa e-Learning, sekali lagi dengan segala kekurangannya, merupakan suatu bentuk pembelajaran yang mampu memberi peluang seseorang untuk berkembang secara maksimal sesuai dengan potensinya masing-masing. e-

Learning juga membuka peluang untuk seseorang berkontribusi terhadap orang lain. Ketika anda ketikkan sebaris pertanyaan mengenai suatu topik tertentu dalam yahoo

answer® misalnya, beberapa menit kemudian jawaban-jawaban terhadap pertanyaan tersebut telah ada. Dari sini, e-Learning menemukan definisi terbaiknya dalam konteks komunal konstruksivisme, yaitu suatu pendekatan pembelajaran di mana siswa membangun konstruksi pengetahuannya sendiri sebagai hasil dari pengalaman dan interaksinya

32

dengan orang lain, dan membuka peluang untuk berkontribusi dengan pengetahuan itu terhadap data-base pengetahuan komunal bagi keuntungan pelajar sekarang dan yang akan datang (Holmes, 2001).

II.6

Perangkat Lunak Pengembang Multimedia

Mengembangkan suatu perangkat multimedia saat ini relatif mudah, karena tidak begitu memerlukan keahlian khusus dalam pemrograman perangkat lunak. Kebanyakan perangkat lunak pengembangan multimedia (multimedia authoring) memang dirancang untuk dapat digunakan oleh orang awam yang buta terhadap bahasa pemrograman. Contoh perangkat pengembangan multimedia yang populer misalnya Abode Flash, Adobe Authorware, Adobe Captivate, dan lain-lain. Sedangkan dalam pengembangan perangkat multimedia pembelajaran praktikum virtual ini akan digunakan Multimedia Builder dari www.mediachance.com. Perangkat lunak ini relatif kalah populer dibandingkan dengan flash, tetapi dengan mempertimbangkan legalitas, kemudahan pakai, dan tersedianya file-file contoh yang dapat diunduh dari situs pembuatnya, diputuskan untuk menggunakannya.