DYAH AYU CHANDRA DEWI - JURNAL ONLINE UM

Download Kedua, terdapat enam klasifikasi jenis tokoh dan dua klasifikasi penokohan pada cerpen siswa SMA se-Kota Malang. Secara umum, tokoh yang di...

0 downloads 565 Views 53KB Size
KARAKTERISTIK CERPEN PADA LOMBA MENULIS CERPEN SISWA SMA SE-KOTA MALANG TAHUN 2013 Dyah Ayu Chandra Dewi1 Wahyudi Siswanto2 Martutik3 Universitas Negeri Malang, Jalan Semarang 5 Malang Email: [email protected] ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan karakteristik cerpen pada lomba menulis cerpen siswa SMA se-Kota Malang tahun 2013. Metode yang digunakan adalah kualitatif. Hasil penelitian adalah sebagai berikut. Pertama, pengembangan ide cerita meliputi tahap pengenalan-konflik-komplikasi-klimakspeleraian-penyelesaian. Kedua, tokoh cerpen ditunjukkan dengan gambaran tokoh berdasarkan (1) tampilan fisik, (2) status sosial, (3) profesi, (4) hubungan dengan arti nama, (5) asal daerah, dan (6) usia atau tahun lahir. Penokohan cerpen disajikan melalui gabungan teknik dramatik dan teknik analitik. Kata Kunci: karakteristik cerpen, lomba menulis cerpen, karya fiksi. ABSTRACT: This research aims to describe the characteristics of short stories on short stories writing contest written by senior high school students in Malang. The method that used is qualitative. The result shows, first, stories idea development stages include introduction-conflict-complication-climax-peleraiansolution. Second, the characters of short stories are indicated with an overview based on (1) physical appearance, (2) social status, (3) profession, (4) relationship with the name, (5) origin, and (6) age or year of birth. Characterization of short stories presented through a combination of dramatic and analytic techniques. Key Words: short stories characteristics, writing short stories contest, fiction creation.

Penguasaan kemampuan berbahasa Indonesia sangat penting sebagai alat komunikasi, baik secara lisan maupun tertulis. Dalam Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang standar isi dijabarkan bahwa salah satu tujuan pembelajaran bahasa Indonesia adalah agar siswa dapat berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis. Untuk dapat menguasai kemampuan berkomunikasi, mata pelajaran Bahasa Indonesia dibagi menjadi empat aspek yang harus dikuasai oleh siswa, yaitu membaca, mendengarkan atau menyimak, berbicara, dan menulis. Di antara empat aspek keterampilan berbahasa Indonesia terdapat dua aspek yang bersifat aktif. Dua aspek tersebut adalah berbicara dan menulis. Berbicara dan menulis merupakan keterampilan berbahasa aktif yang sangat penting dikuasai oleh siswa karena dengan menguasai dua aspek tersebut, siswa dapat mengembangkan keterampilan yang dapat bermanfaat bagi masa depan. Dari dua keterampilan aktif berbahasa, menulis merupakan satu keterampilan yang penting untuk dikuasai. 1

Dyah Ayu Chandra Dewi adalah mahasiswa Sastra Indonesia Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah, Fakultas Sastra, Universitas Negeri Malang 2013. 2 Wahyudi Siswanto dan 3Martutik adalah dosen Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Negeri Malang

1

Keterampilan menulis perlu mendapat perhatian yang sungguh-sungguh karena sebagai aspek kemampuan berbahasa, menulis memang dapat dikuasai oleh siapa saja yang memiliki kemampuan intelektual memadai. Namun berbeda dengan keterampilan menyimak dan berbicara, menulis tidak dikuasai seseorang secara alami. Menulis harus dipelajari dan dilatihkan secara sungguh-sungguh. Salah satu pihak yang mendukung keterampilan menulis pada siswa adalah Perpustakaan Umum dan Arsip Kota Malang. Perpustakaan Kota Malang sebagai salah satu pusat belajar masyarakat memiliki visi terwujudnya perpustakaan, arsip, dan dokumentasi sebagai sarana informasi dalam meningkatkan ilmu pengetahuan bagi masyarakat Kabupaten Malang. Salah satu perwujudan dari visi tersebut ialah peningkatan kualitas sumber daya manusia. Dalam penerapan misi tersebut, Perpustakaan Umum dan Arsip Kota Malang menyelenggarakan lomba menulis cerpen tingkat SMA se-Kota Malang tahun 2013. Acara ini diselenggarakan untuk mengetahui kreativitas siswa SMA dalam menulis cerpen. Menulis cerpen merupakan proses kreatif yang meliputi beberapa tahapan yaitu mendapatkan ide, merenungkannya, menyusun kata-kata, memperbaikinya, sampai kalau perlu mengirimkannya ke media massa (Siswanto, 2008:24). Kemampuan menulis cerpen perlu dikuasai oleh siswa, khususnya siswa SMA agar siswa terlatih untuk mengekspresikan pikiran, perasaan, imajinasi, kreativitas, serta pengalaman yang diperolehnya dalam bentuk cerpen. Hal yang perlu diperhatikan dalam penulisan cerpen adalah memperhatikan unsur-unsur pembangun cerpen. Unsur pembangun cerpen terdiri atas dua unsur, yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Fokus penelitian ini mendeskripsikan unsur intrinsik dalam cerpen siswa SMA yaitu aspek pemilihan ide cerita, penggarapan cerita, pengembangan ide cerita, tokoh dan penokohan. Dalam mengembangkan ide cerita, pengarang dapat mengembangkan ide cerita melalui alur (tahapan-tahapan peristiwa). Stanton (2007:26—28) menyatakan bahwa secara umum, alur merupakan rangkaian peristiwa-peristiwa dalam sebuah cerita. Dalam menentukan rangkaian peristiwa dalam suatu cerita fiksi dibutuhkan kreativitas yang tinggi dari pengarang karena rangkaian peristiwa tersebut akan menentukan kemenarikan suatu cerpen dilihat dari jalan cerita maupun isi cerita-nya. Kegiatan memahami plot dianggap sebagai kegiatan yang sangat penting karena dalam setiap plot itu sebenarnya sudah terkandung semua unsur yang membentuk karya fiksi. Tahapan plot dibentuk oleh satuan-satuan peristiwa, setiap peristiwa selalu diemban oleh pelaku-pelaku dengan perwatakan tertentu, selalu memiliki setting tertentu, dan selalu menampilkan suasana tertentu pula. Sebab itulah lewat pemahaman plot, pembaca sekaligus dapat juga berusaha memahami penokohan, perwatakan, maupun setting (Aminuddin, 2010:86—87). Dari penjelasan tersebut, kajian mengenai pengembangan ide cerita merupakan hal yang menarik dalam menganalisis suatu cerpen. Aminuddin (2010:79) menyatakan bahwa tokoh merupakan pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita rekaan sehingga peristiwa itu menjalin suatu cerita, sedangkan cara sastrawan menampilkan tokoh disebut penokohan. Penelitian sejenis yang pernah dilakukan mengenai karakteristik cerpen adalah penelitian berjudul Karakteristik Cerpen Siswa Kelas X SMAN 01 Kepanjen yang diteliti oleh Hasanah (2011). Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah subjek penelitian. Penelitian tersebut hanya

2

menggunakan subjek penelitian sebanyak satu sekolah, yaitu SMAN 01 Kepanjen, sedangkan penelitian ini mencakup subjek penelitian yang lebih luas yaitu SMA/MA/SMK negeri dan swasta se-Kota Malang dengan rincian sejumlah sepuluh SMA negeri, sebelas SMK negeri, dua MA negeri, dan empat SMA swasta. Selain itu, fokus penelitian ini adalah pengembangan ide cerita dan tokoh serta penokohan sedangkan penelitian tersebut pemilihan tema, penggambaran tokoh, alur, latar, penggunaan gaya bahasa, dan amanat. Selain penelitian tersebut, penelitian serupa yang pernah dilakukan adalah Kemampuan Menulis Cerpen Siswa Kelas X SMA NU Ma’arif Pandaan dengan Menggunakan Pengalaman Pribadi yang dilakukan oleh Panglipur (2010). Penelitian ini bertujuan mengetahui kemampuan menulis cerpen siswa kelas X SMA NU Ma’arif Pandaan. Perbedaan dengan penelitian ini terletak pada metode penelitian yang digunakan. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif sedangkan penelitian tersebut menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif. Menulis cerpen sangat penting untuk dilatihkan karena merupakan kompetensi yang harus dikuasai siswa dan termuat dalam Standar Isi Pendidikan Nasional. Maka dari itu, peneliti berinisiatif untuk melakukan penelitian dengan judul Karakteristik Cerpen pada Lomba Menulis Cerpen Siswa Tingkat SMA SeKota Malang Tahun 2013 dengan tujuan mendeskripsikan (1) pemilihan ide cerita, penggarapan cerita, dan pengembangan ide cerita, dan (2) tokoh dan penokohan cerpen siswa pada lomba menulis cerpen tingkat SMA se-Kota Malang tahun 2013. METODE Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Meode kualitatif digunakan untuk membuat deskripsi atau gambaran secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan atau fenomena yang diteliti. Metode ini digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik ide cerita, penggarapan cerita, pengembangan ide cerita, tokoh, dan penokohan pada cerpen siswa SMA se-Kota Malang tahun 2013. Sumber data penelitian ini adalah 27 cerpen siswa SMA se-Kota Malang tahun 2013. Data penelitian ini berupa kutipan data ide cerita, penggarapan cerita, pengembangan ide cerita, tokoh, dan penokohan pada cerpen siswa. Instrumen penelitian adalah panduan analisis ide cerita, penggarapan cerita, pengembangan ide cerita, tokoh, dan penokohan. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik kajian dokumen yaitu dengan memanfaatkan cerpen pada lomba menulis cerpen siswa tingkat SMA se-Kota Malang tahun 2013. Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan sumber data dan memilih satu cerpen dari tiap sekolah. Analisis data terdiri dari lima tahapan sebagai berikut. Pertama, telaah teks. Kegiatan ini dilakukan untuk mencari penanda ide cerita, penggarapan cerita, pengembangan ide cerita, tokoh, dan penokohan dari sumber data yang terkumpul. Kedua, klasifikasi data. Setelah data dipilih maka dilakukan pengklasifikasian ke dalam tabel sesuai aspek masing-masing data. Ketiga, penyajian data. Pada kegiatan ini dilakukan tahap penyajian data berupa kutipan masing-masing aspek. Keempat, analisis data sesuai dengan masing-masing aspek dihubungkan pula dengan teori yang relevan. Kelima, penarikan simpulan.

3

Penarikan simpulan merupakan proses interpretasi temuan penelitian yang berkaitan dengan rumusan masalah. Untuk menjaga keabsahan data, dilakukan dengan cara ketekunan pengamatan, pengecekan sejawat, dan triangulasi. HASIL Berdasarkan data yang diperoleh, dianalisis, dan dipaparkan, terdapat hasil penelitian sesuai dengan fokus penelitian yang ingin dicapai. Pertama, ide cerita yang dikembangkan oleh siswa, yakni tentang percintaan, persahabatan, pencarian jati diri, peristiwa sosial yang terjadi di masyarakat, dan ketuhanan. Cerpen siswa SMA se-Kota Malang memiliki style penggarapan cerita pada aspek pemilihan bahasa (diksi). Siswa sudah mampu menyisipkan beberapa istilah yang masih terkesan tidak umum bagi orang awam. Beberapa istilah tidak umum itu ditemukan pada cerpen berjudul Dia, Tuhan? yaitu terdistorsi, beralih kiblat jadi ketuhanan, sorot katastropik, bertranslokasi, dan perpustakaan bersiluet. Pada aspek pengembangan ide cerita, ditemukan tujuh variasi pola pengembangan ide cerita yaitu (1) pengenalan-konflik-komplikasi-klimaks-peleraian-penyelesaian sejumlah tujuh belas cerpen, (2) konflik-pengenalan-komplikasi-klimakspeleraian-penyelesaian sejumlah dua cerpen, (3) pengenalan-konflik-komplikasipengenalan-klimaks-peleraian-penyelesaian sejumlah dua cerpen, (4) pengenalankonflik-pengenalan-komplikasi-klimaks-penyelesaian sejumlah satu cerpen, (5) pengenalan-konflik-pengenalan-konflik-komplikasi-klimaks-peleraianpenyelesaian sejumlah satu cerpen, (6) pengenalan-konflik-komplikasi-peleraianpenyelesaian sejumlah tiga cerpen, dan (7) pengenalan-konflik-pengenalankomplikasi-peleraian-penyelesaian sejumlah satu cerpen. Kedua, terdapat enam klasifikasi jenis tokoh dan dua klasifikasi penokohan pada cerpen siswa SMA se-Kota Malang. Secara umum, tokoh yang ditampilkan adalah siswa, guru, dan penjaga perpustakaan. Penentuan watak tokoh berdasarkan (1) gambaran fisiknya, (2) status sosial yang dimiliki tokoh, (3) watak tokoh dihubungkan dengan profesinya, (4) watak tokoh dihubungkan dengan arti nama, (5) watak tokoh dihubungkan dengan asal daerah, dan (6) nama tokoh dihubungkan dengan usia atau tahun lahir. Pada aspek penokohan, siswa cenderung menggunakan gabungan metode analitik (secara langsung) dan metode dramatik (secara tidak langsung) dalam cerpen untuk mengambarkan watak tokoh. Penokohan cerpen disajikan melalui metode analitik dan metode dramatik. Metode analitik yaitu siswa menyajikan tokoh dalam cerpen berdasarkan gambaran atau tuturan langsung tentang karakteristik tokoh. Penokohan dengan metode analitik digambarkan melalui (1) gambaran yang diberikan pengarang lewat gambaran lingkungan kehidupannya maupun caranya berpakaian, (2) menunjukkan bagaimana perilakunya, (3) melihat bagaimana tokoh itu berbicara tentang dirinya sendiri, (4) memahami bagaimana jalan pikirannya, (5) melihat bagaimana tokoh lain berbicara tentangnya, (6) melihat bagaimana tokoh lain berbincang dengannya, (7) melihat bagaimana tokoh-tokoh yang lain memberikan reaksi terhadapnya, dan (8) melihat bagaimana tokoh itu dalam mereaksi tokoh yang lainnya.

4

PEMBAHASAN Ide Cerita, Penggarapan Cerita, dan Pengembangan Ide Cerita Ide cerita adalah gagasan cerita yang dikembangkan dari tema umum perpustakaan sekolah. Ide cerita yang dikembangkan oleh siswa, yakni tentang percintaan, persahabatan, pencarian jati diri, peristiwa sosial yang terjadi di masyarakat, dan ketuhanan. Keseluruhan ide cerita tersebut sesuai dengan keadaan remaja sebagai penulis yaitu berada pada tahap pencarian jati diri. Selain itu, percintaan dan persahabatan sangat menonjol pada kehidupan remaja SMA. Oleh karena itu, wajar jika siswa cenderung memilih persahabatan dan percintaan sebagai ide cerita pada cerpen. Penggarapan cerita tidak terlepas dari gaya pengarang dalam menyajikan ceritanya. Ilmu yang mengkaji tentang gaya disebut dengan stilistika. Sesuai dengan pendapat Ratna (2009:13) bahwa stilistika (stylistic) adalah ilmu tentang gaya, sedangkan stil (style) adalah cara-cara yang khas, bagaimana segala sesuatu diungkapkan dengan cara tertentu, sehingga tujuan yang dimaksudkan dapat dicapai secara maksimal. Jika dihubungkan dengan teori tersebut, cerpen siswa SMA se-Kota Malang memiliki style pada aspek pemilihan bahasa (diksi). Siswa sudah mampu menyisipkan beberapa istilah yang masih terkesan tidak umum bagi orang awam. Beberapa istilah tidak umum itu ditemukan pada cerpen berjudul Dia, Tuhan? yaitu terdistorsi, beralih kiblat jadi ketuhanan, sorot katastropik, bertranslokasi, dan perpustakaan bersiluet. Pada aspek pengembangan ide cerita, secara umum cerpen siswa SMA seKota Malang pada lomba menulis cerpen tahun 2013 memiliki pola pengembangan ide cerita dengan tahapan pengenalan-konflik-komplikasiklimaks-peleraian-penyelesaian. Hal ini sesuai dengan pendapat Aminuddin (2010: 84) bahwa tahapan-tahapan peristiwa atas pengenalan-konflik-komplikasiklimaks-peleraian-penyelesaian. Namun tidak semua cerpen diawali dengan tahapan pengenalan, ada tujuh variasi yang ditemukan seperti telah dipaparkan di atas. Penemuan ini sesuai dengan pendapat Siswanto (2008:160) bahwa dalam cerita lama, alur dimulai dari pengenalan, konflik, komplikasi, klimaks, peleraian, dan diakhiri dengan tahap penyelesaian. Meskipun demikian, tidak semua cerita mempunyai seluruh tahap alur tersebut. Ada yang hanya pengenalan, konflik, klimaks, dan diakhiri dengan penyelesaian. Ada alur cerita dengan variasi yang lain. Untuk cerita modern, alur tidak selalu dimulai dari pengenalan dan diakhiri tahap peyelesaian. Ada kemungkinan cerita dimulai dengan konflik. Ada kemungkinan cerita dimulai dari penyelesaian. Adaya variasi lain dalam pola tahapan disebabkan karena peristilahan dalam kehidupan itu sendiri sering kali berkembang, berputar balik dalam suatu alur yang diramalkan (Aminuddin, 2010:86). Jika dikaitkan dengan teori di atas, secara umum cerpen siswa SMA seKota Malang tahun 2013 merupakan cerita lama. Alur dimulai dari pengenalan, konflik, komplikasi, klimaks, peleraian, dan diakhiri dengan tahap penyelesaian. Tahap pengenalan pada cerpen siswa merupakan bagian yang mengenalkan tentang latar cerita berupa latar tempat, latar waktu, dan latar suasana. Selain itu, dikenalkan juga tokoh dalam cerita. Temuan ini didukung oleh pendapat Siswanto (2008:159) bahwa tahap pengenalan dalam suatu cerita rekaan atau drama yang memperkenalkan tokoh-tokoh atau latar cerita. pada tahap pengenalan yang dikenalkan dari tokoh ini misalnya, nama, asal, ciri fisik, dan sifatnya.

5

Konflik yang ditemukan dalam cerpen siswa merupakan konflik yang terjadi pada diri sendiri maupun konflik yang terjadi dengan tokoh lain. Konflik dapat berupa konflik batin dan konflik fisik. Pendapat yang mendukung temuan ini adalah pendapat dari Sumardjo (2004:16) bahwa dalam cerpen, konflik digambarkan sebagai pertarungan antara protagonis dan antagonis. Protagonis adalah pelaku utama cerita, sedang antagonis adalah faktor pelawannya atau lawan protagonis. Antagonis tak perlu berupa manusia atau makhluk hidup lain, tapi bisa situasi tertentu, alam, Tuhan, kaidah moral, kaidah sosial, dirinya sendiri, dan sebagainya. Pola pengembangan yang kurang menarik adalah pengembangan yang tidak menunjukkan adanya tahap klimaks dalam cerita. Klimaks adalah tahapan peristiwa yang penting dalam alur cerita karena merupakan puncak ketegangan. Bagi pembaca, ketegangan mengikuti sebuah cerita memang menyenangkan dan membawa hiburan. Pernyataan ini didukung pendapat Sumardjo (2004:16) bahwa kekuatan sebua cerita terdapat pada bagaimana seorang pengarang membawa pembacanya mengikuti timbulnya konflik, memuncaknya konflik dan berakhirnya konflik. Pada tahap penyelesaian atau akhir cerita ditemukan bahwa secara umum, cerpen siswa berakhir dengan membahagiakan. Namun ada pula yang beberapa cerpen yang berakhir dengan menyedihkan yaitu menggambarkan tentang kematian. Temuan ini sependapat dengan pernyataan Loban (dalam Aminuddin, 2010:85) bahwa penyelesaian ada tiga macam yaitu denouement , catasthrophe, dan solution. Denouement yakni penyelesaian yang membahagiakan, catasthrophe, yakni penyelesaian yang menyedihkan, dan solution yakni penyelesaian yang masih terbuka karena pembaca sendirilah yang dipersilakan menyelesaikan lewat daya imajinasinya. Penyelesaian jenis solution jarang ditemukan dalam cerpen siswa SMA se-Kota Malang tahun 2013. Tokoh dan Penokohan Tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu menjalin suatu cerita (Aminuddin, 2010: 79). Tokoh yang dihadirkan siswa dalam ceritanya adalah tokoh siswa, penjaga perpustakaan, guru, dan orang tua. Penentuan tokoh ini sesuai dengan tema perpustakaan sekolah dalam cerpen dan dekat dengan kehidupan siswa SMA sebagai pengarang. Pada cerpen siswa, terdapat tokoh selain manusia. Tokoh itu berupa makhluk lain yang memiliki sifat seperti manusia yaitu buku dan angin. Hal ini selaras dengan pendapat Boulton (dalam Siswanto, 2008:144) bahwa dalam cerita fiksi, pelaku dapat berupa manusia atau tokoh makhluk lain yang diberi sifat seperti manusia, misalnya kancil, kucing, kaset, dan sepatu. Klasifikasi tokoh dibagi menjadi enam jenis yakni berdasarkan (1) gambaran fisiknya, (2) status sosial yang dimiliki tokoh, (3) watak tokoh dihubungkan dengan profesinya, (4) watak tokoh dihubungkan dengan arti nama, (5) watak tokoh dihubungkan dengan asal daerah, dan (6) nama tokoh dihubungkan dengan usia atau tahun lahir. Penokohan adalah teknik atau cara pengarang memperkenalkan tokoh ceritanya kepada pembaca atau teknik pengarang memunculkan tokoh. Terdapat dua metode dalam penokohan, yakni metode analitik dan metode dramatik. Dalam metode analitik, pengarang menyebutkan sifat-sifat tokoh ceritanya, misalnya rendah hati, jujur, pemberani, bertanggung jawab, dan baik budi (Jabrohim,

6

Sayuti, dan Anwar, 2003:107). Metode dramatik (the indirect or dramatic method) adalah cara pengarang memperkenalkan tokoh ceritanya kepada pembaca dengan penggambaran watak tokoh secara tidak langsung. Dalam metode ini, tokoh tidak diceritakan secara langsung tetapi dibiarkan karakterya muncul sendiri melalui gambaran ucapan, perbuatan, dan komentar atau penilaian pelaku lain. Metode dramatik yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan teori dari Aminuddin. Adapun jenis penokohan metode dramatik yaitu berdasarkan (1) gambaran yang diberikan pengarang lewat gambaran lingkungan kehidupannya maupun caranya berpakaian, (2) menunjukkan bagaimana perilakunya, (3) melihat bagaimana tokoh itu berbicara tentang dirinya sendiri, (4) memahami bagaimana jalan pikirannya, (5) melihat bagaimana tokoh lain berbicara tentangnya, (6) melihat bagaimana tokoh lain berbincang dengannya, (7) melihat bagaimana tokoh-tokoh yang lain memberikan reaksi terhadapnya, dan (8) melihat bagaimana tokoh itu dalam mereaksi tokoh yang lainnya (Aminuddin, 2010:81—82). Pengarang memunculkan karakter tokoh pemulung lewat gambaran lingkungan kehidupannya melalui kalimat walaupun bau sampah dan barangbarang rongsokan yang menumpuk sedikit menganggu indera penciumanku;aku tinggal di kampung rumah kardus dekat tempat pembuangan akhir. Selanjutnya pengarang menegaskan dengan klausa ayahku pemulung. Temuan ini didukung pendapat Aminuddin (2010:81) bahwa seorang pelaku yang digambarkan hidup di lingkungan para santri dengan senantiasa mengenakan sarung yang bersih, berbaju kopiah, dan berbaju putih bersih, tanpa dijelaskan pengarangnya, pembaca sudah dapat menduga bagaimana perwatakan yang dimiliki pengarang tersebut. Penokohan dengan menunjukkan bagaimana perilakunya dicontohkan dengan menampilkan watak religius melalui perilaku melaksanakan shalat subuh ketika adzan subuh berkumandang. Watak pekerja keras terlihat dari perilakunya yang membawa pikulan keranjang berisi singkong dan menjajakan pada ibu-ibu yang sedang berbelanja. Watak disiplin dimunculkan pengarang lewat perilaku yang segera membereskan dagangannya dan bergegas berangkat ke sekolah ketika waktu menunjukkan pukul 06.00 tepat. Temuan tentang penokohan dengan menunjukkan bagaimana perilaku tokoh senada dengan teori dari Aminuddin (2010:81) bahwa sering kali lewat tingkah laku seseorang kita dapat menentukan bagaimana perwatakannya. Seorang gadis yang dengan riang menolong seorang perempuan tua menyeberangi jalan yang begitu ramai dapat kita tebak bagaimana wataknya. Penokohan berdasarkan gambaran bagaimana tokoh itu berbicara tentang dirinya sendiri, misalnya buku cetak itu sangat mahal dan pasti aku tidak mampu untuk membelinya. Penokohan berdasarkan jalan pikiran tokoh dapat dilihat dari sifat dasar tokoh dari segi pemikiran, penyelesaian masalah dari pemikiran tokoh, dan sikap fisik tokoh dari segi pemikiran. Untuk memunculkan watak optimis digambarkan dengan kalimat Alisa berpikiran bahwa segala sesuatu yang direncanakan maka akan berhasil dan membuahkan manfaat. Penokohan berdasarkan pembicaraan tokoh lain tentangnya digambarkan dengan kalimat “Dasar! Andrean, dia emang ganteng sih, kelihatannya juga orang kaya.” Berdasarkan hasil analisis, secara umum siswa menggunakan metode analitik dan dramatik secara bersamaan dalam cerpennya. Hasil temuan ini didukung oleh pendapat Jabrohim, Sayuti, dan Anwar (2003:110) bahwa jarang suatu karya fiksi yang hanya mempergunakan satu metode atau teknik saja dalam

7

menggambarkan karakter tokohnya. Sebuah teknik akan menjadi lebih efektif apabila dikombinasikan dengan teknik-teknik yang lain. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Ide cerita yang dikembangkan siswa sangat beragam, yaitu tentang percintaan, persahabatan, pencarian jati diri, peristiwa sosial yang terjadi di negaranya, dan ketuhanan. Cerpen siswa SMA se-Kota Malang memiliki caracara khas (style) pada aspek pemilihan bahasa (diksi). Siswa sudah mampu menyisipkan beberapa istilah yang masih terkesan tidak umum bagi orang awam. Beberapa istilah tidak umum itu ditemukan pada cerpen berjudul Dia, Tuhan? yaitu terdistorsi, beralih kiblat jadi ketuhanan, sorot katastropik, bertranslokasi, dan perpustakaan bersiluet. Siswa cenderung menggunakan pola pengembangan ide cerita yang diawali tahap pengenalan dan berakhir pada tahap penyelesaian. Berdasarkan hasil penelitian, terdapat enam klasifikasi jenis tokoh dan dua klasifikasi penokohan pada cerpen siswa SMA se-Kota Malang. Secara umum, tokoh yang ditampilkan adalah siswa, guru, dan penjaga perpustakaan. Penentuan watak tokoh berdasarkan (1) gambaran fisiknya, (2) status sosial yang dimiliki tokoh, (3) watak tokoh dihubungkan dengan profesinya, (4) watak tokoh dihubungkan dengan arti nama, (5) watak tokoh dihubungkan dengan asal daerah, dan (6) nama tokoh dihubungkan dengan usia atau tahun lahir. Pada aspek penokohan, siswa cenderung menggunakan gabungan metode analitik (secara langsung) dan metode dramatik (secara tidak langsung) dalam cerpen untuk mengambarkan watak tokoh. Saran Pertama, keberagaman pola pengembangan ide cerita dan penyajian tokoh penokohan pada cerpen siswa SMA se-Kota Malang patut diberi apresiasi dan penguatan oleh guru. Selain itu, beberapa tokoh pada cerpen siswa dapat menjadi model pendidikan karakter. Misalnya, tokoh Teguh dalam cerpen Aku, Teguh, dan Perpustakaan Sekolahku merupakan cerminan tokoh yang memiliki karakter baik dan gigih memperjuangkan masa depannya. Kedua, hasil penelitian menunjukkan pengembangan ide cerita dan penggambaran tokoh dan penokohan pada cerpen siswa sudah cukup bagus. Oleh karena itu, disarankan pada siswa untuk lebih mengasah kreativitas dalam menulis cerpen. Pengasahan kreativitas dapat dilakukan dengan cara rajin membaca cerpen-cerpen karya sastrawan terkenal dan lebih peka mengamati perilaku sosial yang terjadi di lingkungan sekitar. Ketiga, berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa pemenang lomba menulis cerpen SMA se-Kota Malang didominasi oleh SMAN 2 Malang dan SMAN 10 Malang. Terdapat kemungkinan bahwa pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SMA tersebut memiliki keistimewaan daripada sekolah lain. Oleh karena itu, disarankan kepada peneliti lanjut agar meneliti atmosfer pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SMAN 2 Malang dan SMAN 10 Malang serta pengaruhnya pada hasil belajar siswa terutama pada pembelajaran menulis cerpen.

8

DAFTAR RUJUKAN Aminuddin. 2010. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algesindo. Depdiknas. 2006. Standar Isi Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdiknas. Hasanah, E. S. 2011. Karakteristik Cerpen Siswa Kelas X SMAN 01 Kepanjen. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang. Jabrohim, Sayuti, S. A., dan Chairul, A. 2003. Cara Menulis Kreatif. Yogyakata: Pustaka Pelajar. Panglipur, W. R. 2010. Kemampuan Menulis Cerpen Siswa Kelas X SMA NU Maarif Pandaan dengan Menggunakan Pengalaman Pribadi. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang. Ratna, N. K. 2009. Stilistika Kajian Puitika Bahasa, Sastra, dan Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Siswanto, W. 2008. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Grasindo. Stanton, R. 2007. Teori Fiksi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sumardjo, J. 2004. Seluk Beluk dan Petunjuk Menulis Cerita Pendek. Bandung: Pustaka Latifah.

9