perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HASIBUAN, ET AL / HUBUNGAN ANTARA INTERAKSI SOSIAL DENGAN
Hubungan antara Interaksi Sosial dengan Culture Shock pada Mahasiswa Luar Jawa di Universitas Sebelas Maret Surakarta Correlation between Social Interaction with Culture Shock on the Non-Javanese Students of Sebelas Maret University Surakarta Rizky Mestika Warni Hasibuan, Sri Wiyanti, Nugraha Arif Karyanta Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret ABSTRAK
Perbedaan budaya yang dialami mahasiswa luar Jawa di Universitas Sebelas Maret Surakarta menuntut untuk penyesuaian antarbudaya. Selama proses penyesuaian, mahasiswa menemui banyak benturan yaitu culture shock sehingga individu mulai merasa kurang nyaman. Dampak culture shock tersebut antara lain cemas berinteraksi, kesepian, bingung dalam bersikap, merasa kehilangan identitas diri, ragu, dan muncul prasangka. Mahasiswa yang menerima, memahami, dan toleransi terhadap budaya baru melalui interaksi sosial yang tinggi akan mampu mengurangi dampak culture shock. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara interaksi sosial dengan culture shock pada mahasiswa luar Jawa di Universitas Sebelas Maret Surakarta. Hipotesis yang diajukan adalah terdapat hubungan negatif antara interaksi sosial dengan culture shock pada mahasiswa luar Jawa di Universitas Sebelas Maret Surakarta. Responden penelitian adalah mahasiswa luar Jawa di Universitas Sebelas Maret Surakarta angkatan 2012 dan angkatan 2013, mahasiswa S1 reguler, aktif mengikuti perkuliahan, tinggal di kos, dan belum pernah menetap di Jawa sebelum kuliah. Jumlah sampel penelitian ini sebanyak 85 responden. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive incidental sampling. Alat pengumpulan data yang digunakan adalah skala culture shock dan skala interaksi sosial. Analisis data menggunakan teknik analisis regresi linier sederhana. Diperoleh koefisien korelasi (R) sebesar – 0,420 artinya terdapat hubungan negatif yang signifikan antara interaksi sosial dengan culture shock pada mahasiswa luar Jawa di Universitas Sebelas Maret Surakarta. Hasil tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi interaksi sosial, maka semakin rendah culture shock pada mahasiswa luar Jawa di Universitas Sebelas Maret Surakarta. Sebaliknya, semakin rendah interaksi sosial, maka semakin tinggi culture shock pada mahasiswa luar Jawa di Universitas Sebelas Maret Surakarta. Nilai koefisien determinan (R2) sebesar 0,176, artinya kontribusi interaksi sosial terhadap culture shock pada Mahasiswa luar Jawa di Universitas Sebelas Maret Surakarta ialah sebesar 17,6%. Kata Kunci : Interaksi Sosial, Culture Shock, Mahasiswa Luar Jawa yang menjadi sasaran calon mahasiswa ialah
PENDAHULUAN Mahasiswa
dipersiapkan
untuk
pulau Jawa. Niam (2009), yang menyatakan
menjadi agen perubahan, salah satunya untuk
bahwa pada umumnya pelajar yang memilih
perubahan lingkungan maupun untuk dirinya
perguruan tinggi di pulau Jawa untuk
sendiri yang bertujuan
meneruskan pendidikan tingginya karena di
meningkatkan dan
merubah kualitas kehidupan menjadi lebih
Jawa lebih
baik. Untuk itu, banyak mahasiswa yang
berkualitas dibanding dengan perguruan
berusaha untuk menimba ilmu tidak hanya di
tinggi di luar Jawa.
wilayahnya sendiri, tetapi juga berani untuk
banyak universitas, dan lebih
Di wilayah Jawa tengah, UNS
merantau ke wilayah lain. Salah satu wilayah merupakan salah satu universitas negeri yang commit to user
1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HASIBUAN, ET AL / HUBUNGAN ANTARA INTERAKSI SOSIAL DENGAN
berada di peringkat terbaik di Jawa Tengah
individu.
versi Webometrics (MIPA UNS, 2012).
perubahan yang terjadi
Terbukti,
yang dimiliki bersama oleh para warga atau
di UNS
Terjadi peningkatan
Perubahan
ialah
dalam sistem ide
jumlah mahasiswa dari luar Jawa yang
sejumlah
terdaftar dari tahun 2012 s.d. 2014, yaitu
bersangkutan, antara lain aturan - aturan,
tahun 2012 terdapat 201 mahasiswa (3,60%),
norma -norma yang digunakan sebagai
tahun 2013 terdapat 217 mahasiswa (3,87%),
pegangan
dan tahun 2014 terdapat 232 (4,57%) (UNS,
selera, rasa keindahan (kesenian), dan bahasa
2014). Berdasarkan data tersebut, dapat
(Sulaeman, 1998). Perubahan kebudayaan
dilihat bahwa mahasiswa dari luar Jawa
disebabkan beberapa hal, antara lain: sebab -
memang
UNS
sebab yang berasal dari dalam masyarakat
dibandingkan mahasiswa yang berasal dari
dan kebudayaan, misalnya perubahan jumlah
sekitar
memicu
dan komposisi penduduk, dan sebab lainnya
bagi
adalah adanya perubahan lingkungan alam,
mahasiswa luar Jawa tersebut karena jarang
dan fisik tempat individu berada (Sulaeman,
ditemui mahasiswa yang berasal atau sesama
1998). Seperti hasil survei pada mahasiswa
luar Jawa di UNS.
UNS, 11 dari 13 mahasiswa yang berasal
masih
UNS
munculnya
minoritas
sehingga perasaan
Sulaeman
di
dapat kesepian
(1998)
menjelaskan
dari
warga
kebudayaan
luar
dalam
masyarakat
kehidupan,
Jawa
mengaku
yang
teknologi,
merasakan
bahwa perubahan jumlah atau komposisi
kebiasaan -kebiasaan berbeda dari budaya
penduduk, menjadi salah satu penyebab
asalnya dan mereka juga dituntut untuk
muncul suatu gegar pada individu yang biasa
mampu menyesuaikan diri agar aktivitas lain
disebut gegar budaya (culture shock). Oberg
di
(dalam Sulaeman, 1998) menyebutkan gegar
Kebiasaan - kebiasaan tersebut antara lain:
budaya sebagai penyakit mental yang tidak
makanan, tata krama, dan cara - cara
disadari oleh individu yang pindah dari suatu
berkomunikasi.
perantauan
dapat
berjalan
lancar.
budaya ke budaya lain. Devito (dalam
UNS yang terletak di wilayah
Anugrah, 2010) menyebutkan bahwa gegar
Surakarta kental dengan budaya Jawa.
budaya mengacu pada reaksi psikologis
Masyarakat Surakarta pada kehidupan sehari
negatif karena berada di tengah suatu budaya
- hari baik dalam situasi formal maupun
yang berbeda dengan budaya yang dimiliki
informal
individu.
Terlihat banyak tenaga pengajar di UNS
menggunakan
bahasa
Jawa.
Individu yang berpindah budaya
Surakarta yang sering menggunakan bahasa
harus melakukan penyesuaian antarbudaya
Jawa di dalam proses belajar mengajar di
karena terjadi perubahan kebudayaan pada
kelas. Hal tersebut diungkapkan oleh Puspa 2
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HASIBUAN, ET AL / HUBUNGAN ANTARA INTERAKSI SOSIAL DENGAN
Fitria mahasiswa Prodi Psikologi FK UNS
Segala aktivitas yang dilakukan
angkatan 2011 pada bulan februari 2013. Hal
oleh mahasiswa perantau di perantauan
tesebut dapat memicu konflik sehingga
merupakan salah satu manifestasi dari kodrat
individu yang berasal dari daerah lain merasa
manusia sebagai makhluk sosial, yaitu selalu
sulit untuk berinteraksi dengan masyarakat
berinteraksi
setempat.
Makhluk sosial berarti makhluk yang tidak
Individu yang berada pada budaya
dapat
dengan
hidup
lingkungan
tanpa
individu
sekitar.
lain
dan
berbeda wajar mengalami culture shock,
lingkungan sehingga muncul interaksi sosial
tetapi pada tingkat tertentu menimbulkan
antara individu dengan individu lain, antara
perasaan
dan
kelompok dengan kelompok, maupun antara
tingkat
individu dengan kelompok (Soekanto, 2005).
tidak
menimbulkan
menyenangkan
frustrasi
dengan
tekanan yang berbeda antara individu yang
Interaksi
sosial
individu
selama
di
satu dengan yang lain. Culture shock dapat
perantauan tidak selalu berjalan dengan
mengakibatkan muncul perasaan seperti
mulus. Tidak jarang individu merasakan
terasing atau kesepian, merasa beda dengan
stress sebagai akibat dari ketidakmampuan
orang lain, dan tidak dapat berkomunikasi
dalam berbagai hal.
dengan orang yang berbeda budaya sehingga
Stress memperparah culture shock
cenderung melakukan kesalahan serius dan
yang terjadi pada individu. Seperti penelitian
berulang. Ditinjau lebih jauh, culture shock
yang
disebabkan oleh beban psikologis yang tidak
Alexitch (2004) yang dilakukan terhadap
serta merta mampu beradaptasi dengan
150 siswa pria di Universitas Internasional
budaya baru.
Canada.
Esensi
gegar
budaya
adalah
dilakukan
Hasil
oleh
Chapdelaine
penelitian
dan
tersebut
menemukan bahwa hal yang mendasari
interaksi antara budaya individu sebelumnya
muncul culture shock
dengan budaya baru (Anugrah, 2010). Untuk
perantau adalah kesulitan - kesulitan sosial
mengatasi gegar budaya diperlukan adaptasi
antara individu tersebut dengan penduduk
yang cukup mendalam sehingga keterasingan
asli dari negara yang didatangi. Penelitian
yang
lama.
tersebut juga menemukan culture shock yang
Individu yang berinteraksi dengan individu
dialami oleh individu berhubungan negatif
lain membuka diri sebagai usaha mengenali
dengan tingkat interaksi individu dengan
individu
diri
penduduk asli. Semakin tinggi interaksi
sehingga akan terbentuk kesesuaian budaya
dengan penduduk asli maka semakin rendah
sebagai realisasi hubungan yang harmonis.
culture shock yang dialami oleh individu.
dialami
lain
tidak
dan
berlangsung
menyesuaikan
pada mahasiswa
Sebaliknya, semakin rendah interaksi dengan 3
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HASIBUAN, ET AL / HUBUNGAN ANTARA INTERAKSI SOSIAL DENGAN
penduduk asli, culture shock yang dialami
Komunikasi dan kontak dengan lingkungan
semakin
tersebut
budaya baru merupakan aspek dari interaksi
tingkat
sosial yang dilakukan individu (Soekanto,
tinggi.
memberikan
Penelitian
gambaran
bahwa
interaksi dengan penduduk asli memiliki
2005).
peranan dalam pengalaman culture shock yang muncul.
dan
Bochner
(dalam
Dayakisni dan Yuniardi, 2004) menyatakan
Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik
Furnham
untuk
budaya
menimbulkan
culture shock melalui interaksi sosial pada
khususnya
lingkungan budaya baru. Oberg (1960)
berkaitan dengan interaksi sosial. Untuk itu,
menyebutkan bahwa culture shock adalah
perlu diadakan penelitian yang berjudul
penyakit mental yang tidak disadari oleh
“Hubungan antara Interaksi Sosial dengan
individu yang tiba - tiba pindah kedalam
Culture Shock pada Mahasiswa Luar Jawa di
suatu
Universitas Sebelas Maret Surakarta”.
kebudayaan sebelumnya. Penjelasan tersebut
culture
lebih
perbedaan
lanjut
mengenai
mengetahui
bahwa
shock,
kebudayaan
yang
berbeda
dari
menerangkan bahwa culture shock memicu timbul
DASAR TEORI Mahasiswa
perantau
kecemasan
karena
mahasiswa
harus
pendatang tidak melihat lagi tanda dan
melakukan interaksi dengan budaya baru
lambang pergaulan sosial yang sudah dikenal
sebagai bentuk penyesuaian antarbudaya.
dengan baik sebelum merantau.
Interaksi sosial yang dilakukan mahasiswa
Banyak aturan - aturan sebagai
tersebut membantu untuk memenuhi segala
bentuk
kebutuhan,
mahasiswa perantau dalam berkomunikasi
misal
kebutuhan
menjalin
budaya
individu
yang
lain
harus
pada
dipahami
hubungan baik dengan masyarakat sekitar.
dengan
lingkungan
Pencapaian kebutuhan tersebut merupakan
budaya baru, antara lain tata krama ketika
pengaplikasian keberadaan manusia sebagai
bertemu dengan individu lain dan bahasa
makhluk sosial.
yang digunakan berbeda dengan individu -
Ahmadi (1991) menjelaskan bahwa
individu sebaya, lebih tua dan individu -
interaksi sosial adalah pengaruh timbal balik
individu terhormat dilingkungan sekitar.
antara individu dengan golongan untuk
Aturan - aturan tersebut menimbulkan
memecahkan
perubahan - perubahan besar yang berkaitan
sehingga
persoalan
dapat
yang
mencapai
dihadapi
tujuan
yang
dengan kebiasaan atau
budaya individu,
diharapkan. Individu mempelajari budaya
sehingga memicu konflik dalam diri dan
baru melalui komunikasi dan kontak sosial
interaksi
dengan
masyarakat
lingkungan
budaya
baru.
sosial
mahasiswa
sekitar.
Hal
dengan tersebut 4
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HASIBUAN, ET AL / HUBUNGAN ANTARA INTERAKSI SOSIAL DENGAN
mengakibatkan muncul culture shock pada
sehingga menimbulkan perasaan tertekan
mahasiswa tersebut. Culture shock juga
pada individu. Stress akulturatif merupakan
disebabkan oleh perilaku yang tidak sesuai
nama lain gegar budaya (culture shock).
dengan lingkungan budaya baru sehingga
Berada pada budaya baru membuat
mengakibatkan stress, depresi, kecemasan,
individu merasa terasing sehingga merasa
ketegangan, dan kebingungan pada individu
kesepian.
yang berada pada budaya baru (Xia, 2009).
merasa kehidupannya menjadi tanpa arti.
Pada
dasarnya,
individu
Kesepian
membuat
individu
Selain itu, kesepian cenderung membuat
membutuhkan individu lain untuk dapat
individu
bertahan dalam kondisi apapun sehingga
depresi serta menjadi sangat rentan terhadap
individu melakukan asimilasi dan akulturasi
tekanan.
selama berada dalam budaya baru. asimilasi
mengembangkan
kecemasan,
Kesepian dapat disebabkan oleh
merupakan proses peleburan kebudayaan,
perasaaan
sehingga pihak – pihak dari berbagai
suatu kelompok pada lingkungan baru,
kelompok
sehingga
kebudayan
yang
berasimilasi
tunggal
dirasa
individu
merasa
tidak
dapat
milik
berbagisuka maupun duka sehingga interaksi
bersama (Rusdiyanta dan syarbaini, 2009).
sosial individu tersebut rendah selama di
Asimilasi
akan
lingkungan baru. Hal tersebut merupakan ciri
menimbulkan akulturasi pada individu yang
- ciri individu yang mengalami culture shock
melakukan penyesuaian budaya. Akulturasi
selama
merupakan
dilakukan individu pada budaya baru.
yang
yang
merasakan
tidak mampu bergabung dalam
berkelanjutan
proses
individu
mengalami
proses
interaksi
sosial
yang
perubahan pada budaya yang berbeda karena
Berkomunikasi dan kontak langsung
adanya kontak dengan budaya lain serta
dengan lingkungan baru sebagai bentuk
partisipasi dalam perubahan umum yang
penyesuaian antarbudaya merupakan sebuah
berlangsung pada budaya baru (berry, 2009).
proses yang berjalan secara alamiah dan
Akulturasi
masalah
tidak dapat dihindari oleh individu untuk
paling signifikan yang akan terjadi pada
memahami segala sesuatu tentang budaya
individu
penyesuaian
dan lingkungan yang baru. Proses tersebut
antarbudaya. Masalah yang muncul pada
tidak selalu dapat berjalan dengan mulus,
individu
bahkan dapat membuat individu merasa
yang
yang
merupakan
melakukan
melakukan
penyesuaian
antarbudaya adalah stress akulturatif. Shiraev
terganggu.
dan Levy (2012) menjelaskan bahwa stress
menimbulkan tekanan karena memahami dan
akulturatif
psikologis
menerima nilai - nilai budaya lain adalah
terhadap lingkungan budaya yang asing
sesuatu yang sangat sulit, terlebih jika nilai -
merupakan
reaksi
Budaya
yang
baru
dapat
5
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HASIBUAN, ET AL / HUBUNGAN ANTARA INTERAKSI SOSIAL DENGAN
nilai budaya tersebut sangat berbeda dengan
Interaksi
sosial
yang
tinggi
nilai - nilai budaya yang dimiliki. Individu
membantu individu untuk melalui proses
akan melalui beberapa tahapan penyesuaian
penyesuaian antarbudaya. Interaksi sosial
diri antarbudaya. Sampai akhirnya individu
tersebut mencakup komunikasi dan kontak
mampu bertahan dan menerima budaya dan
langsung
lingkungan yang baru. Tahapan penyesuaian
lingkungan baru. Interaksi sosial yang tinggi
antarbudaya tersebut berbentuk u - curve
dengan bersikap terbuka dan toleran terhadap
(kurva berbentuk huruf U) yang di dalam
budaya baru dapat membuat culture shock
proses penyesuaian antarbudaya tersebut
yang
terdapat tahap yang membuat individu akan
berkurang. Individu tersebut kembali merasa
mengalami culture shock yaitu berada pada
nyaman
tahap 2, oleh Oberg (1960) disebut tahap
masyarakat pada budaya baru.
dengan
dialami
masyarakat
oleh
dan
hidup
individu
pada
semakin
harmonis
dengan
krisis. Tahap krisis yaitu tahap muncul
Keputusan untuk memahami budaya
masalah akibat perbedaan antara budaya
baru melalui interaksi sosial juga merupakan
lama dengan budaya baru, individu merasa
usaha untuk mengurangi dampak culture
ternyata yang dialami dalam lingkungan baru
shock bagi individu. Sebaliknya, interaksi
tidak sesuai dengan yang dibayangkan,
sosial
merasa yang terjadi sangat tidak sesuai
mempersulit
dengan diri sehingga frustrasi, tidak puas,
mahasiswa perantau sehingga culture shock
dan kepercayaan diri untuk berkomunikasi
yang dialami semakin parah.
yang
rendah proses
akan
semakin
penyesuaian
diri
rendah. Gambar kurva u - curve sebagai berikut:
METODE PENELITIAN Populasi pada penelitian ini adalah 1
4
Tahap bulan madu (inkubasi)
mahasiswa luar Jawa di Universitas Sebelas
Tahap penyesuai an diri 3
Maret Surakarta angkatan 2012 dan angkatan 2013. Populasi pada penelitian ini memiliki ciri
-
ciri:
Universitas Tahap krisis (culture shock)
2
Tahap pemulihan (kesembuhan)
angkatan
mahasiswa Sebelas
2012
luar
Maret
dan
Jawa
di
Surakarta
angkatan
2013,
mahasiswa S1 reguler, aktif mengikuti perkuliahan, tinggal di kos - kosan, dan
Gambar . Tahap - tahap penyesuaian antarbudaya berbentuk u - curve
belum pernah menetap di Jawa sebelum masuk
kuliah.
Jumlah
sampel
yang
digunakan yaitu 85 responden. Teknik 6
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HASIBUAN, ET AL / HUBUNGAN ANTARA INTERAKSI SOSIAL DENGAN
sampling yang digunakan pada penelitian ini
Uji Normalitas
adalah purposive incidental sampling. Teknik pengumpulan data dilakukan
Hasil
uji
normalitas
menggunakan
uji
Kolmogorov-Smirnov
dengan alat ukur dua skala psikologi, yaitu
diperoleh
skala culture shock dan skala interaksi sosial.
sebesar 0,738 dengan Asymp. Sig. (2-tailed)
Skala Culture Shock disusun berdasarkan
sebesar 0,647 > 0,05. Hasil uji normalitas
aspek
-
aspek
dikemukakan
culture
Ward,
dkk
nilai
dengan
Kolmogorov-Smirnov
Z
shock
yang
pada variabel interaksi sosial diperoleh nilai
(2001)
yaitu
Kolmogorov-Smirnov
Z
sebesar
0,645
affective (afeksi), behavioral (perilaku), dan
dengan Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar 0,800
cognitive (kognisi). Skala tersebut terdiri dari
> 0,05. Hal tersebut menunjukkan bahwa
36 aitem dengan 18 aitem pernyataan
data data memenuhi syarat berdistribusi
favourable
normal
dan
unfavourable.
18
aitem
Koefisien
pernyataan
validitas
skala
bergerak dari 0,386 sampai dengan 0,760
dan
sampel
penelitian
dapat
mewakili populasi. Uji Linearitas
dan koefisien reliabilitas sebesar 0,936.
Hasil uji linearitas hubungan antara
Skala interaksi sosial disusun berdasarkan
interaksi
aspek - aspek yang dikemukakan oleh
menghasilkan
Rusdiyanta dan Syarbaini (2009) yaitu
0,000, sehingga dapat disimpulkan bahwa
kontak sosial dan komunikasi. Skala tersebut
antara variabel interaksi sosial dengan
terdiri dari 48 aitem dengan 24 aitem
culture shock terdapat hubungan yang linear.
pernyataan
Uji Hipotesis
favourable
dan
24
aitem
sosial
dengan
nilai
culture
signifikansi
shock sebesar
pernyataan unfavourable. Koefisien validitas
Hasil analisis menunjukkan bahwa
skala bergerak dari 0,373 sampai dengan
nilai koefisien regresi linier sederhana yaitu
0,801 dan koefisien reliabilitas sebesar
R sebesar - 0,420. Hal tersebut menunjukkan
0,956.
bahwa variabel interaksi sosial berpengaruh signifikan terhadap variabel culture shock. Arah hubungan yang ditunjukkan adalah
HASIL - HASIL Teknik analisis data yang digunakan
negatif, artinya semakin tinggi interaksi
adalah regresi linier sederhana. Perhitungan
sosial maka semakin rencah culture shock,
dilakukan
program
sebaliknya semakin rendah interaksi sosial
komputer Statistical Product And Service
maka semakin tinggi culture shock pada
Solution (SPSS) 20.0 for windows.
mahasiswa luar Jawa di UNS.
dengan
bantuan
7
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HASIBUAN, ET AL / HUBUNGAN ANTARA INTERAKSI SOSIAL DENGAN
Kontribusi
Interaksi Sosial terhadap
Sebelas Maret Surakarta. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian Chapdelaine dan
Culture Shock Nilai kontribusi interaksi sosial
Alexitch (2004) yang menemukan bahwa hal
terhadap culture shock (R² ) sebesar 0,176,
yang mendasari muncul culture shock pada
atau dapat dikatakan bahwa kontribusi
mahasiswa perantau adalah kesulitan –
interaksi sosial terhadap culture shock ialah
kesulitan sosial antara individu tersebut
sebesar
dengan penduduk asli dari tempat baru yang
17,6%.
Selebihnya
82,4%
dipengaruhi faktor lain.
didatangi. Individu yang berada pada budaya
Analisis Deskriptif Hasil
kategorisasi
pada
skala
baru
akan
mengalami
penyesuaian
culture shock menunjukkan bahwa dari 85
antarbudaya budaya melalui interaksi sosial.
responden penelitian, 15,3% berada pada
Selama proses penyesuaian antarbudaya,
tingkat culture shock yang tinggi, 69,4%
individu mengalami tahapan penyesuaian
tingkat culture shock sedang, dan 15,3%
antarbudaya, terdapat tahap culture shock di
yang memiliki tingkat culture shock yang
dalam tahapan tersebut. Tahap culture shock
rendah. Berdasarkan data tersebut, sampel
dialami individu setelah menikmati hal – hal
penelitian rata - rata memiliki tingkat culture
baru di sekitar lingkungan budaya baru yang
shock sedang.
disebut tahap bulan madu. Culture shock
sosial
Hasil kategorisasi skala interaksi
merupakan
menunjukkan
serangkaian pengalaman psikologis yang
bahwa
dari
85
stress
kompleks,
tingkat interaksi sosial yang tinggi, 63,5%
mengganggu (Tsysarev dan Krichmar dalam
berada pada tingkat interaksi sosial sedang,
Shiraev dan Levy, 2012).
sosial
yang
rendah.
Berdasarkan
data
menyenangkan
atau
responden penelitian, 18,8% berada pada
dan 17,6% berada pada tingkat interaksi
tidak
akulturatif
dan
Mahasiswa luar Jawa di UNS Surakarta
menemui banyak perbedaan
tersebut, sampel penelitian rata - rata
selama
berada
di
lingkungan
baru.
memiliki tingkat interaksi sosial sedang.
Mahasiswa luar Jawa di UNS Surakarta yang mampu bertahan dan menerima lingkungan budaya baru, dapat membantu mengurangi
PEMBAHASAN Hasil uji hipotesis menunjukkan
dampak culture shock yang dialami. Melalui
hipotesis yang diajukan diterima yaitu
interaksi sosial, perbedaan budaya asal
terdapat hubungan negatif yang signifikan
dengan budaya baru akan menimbulkan
antara interaksi sosial dengan culture shock
penyesuaian sehingga individu menerima
pada mahasiswa luar Jawa di Universitas
dan memahami budaya baru. Berry (2009) 8
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HASIBUAN, ET AL / HUBUNGAN ANTARA INTERAKSI SOSIAL DENGAN
menjelaskan bahwa penyesuaian terhadap
Interaksi sosial yang baik mampu
budaya akan menimbulkan penyesuaian
mengurangi dampak culture shock yang akan
budaya. Pernyataan tersebut menerangkan
dialami oleh individu. Interaksi sosial yang
bahwa penyesuaian budaya melalui interaksi
baik tersebut antara lain menerima, berusaha
sosial dapat membantu mahasiswa luar Jawa
memahami, dan bertoleransi terhadap budaya
di UNS Surakarta untuk melalui proses
baru dengan sikap yang terbuka. Hal tersebut
penyesuaian antarbudaya sehingga culture
dapat dilakukan dengan mempelajari aturan
shock yang dialami berkurang. Hal tersebut
– aturan sosial yang berlaku di dalam
sesuai dengan hasil penelitian yaitu semakin
masyarakat pada budaya baru.
tinggi interaksi sosial, maka semakin rendah culture shock pada mahasiswa luar Jawa di UNS Surakarta. Sebaliknya, semakin rendah
PENUTUP Kesimpulan
interaksi sosial, maka semakin tinggi culture
Terdapat
hubungan
negatif
shock pada mahasiswa luar Jawa di UNS
signifikan antara variabel interaksi sosial
Surakarta.
dengan culture shock pada mahasiswa luar
Berdasarkan
kategorisasi
data
Jawa di Universitas Sebelas Maret Surakarta,
deskriptif yang dilakukan pada skala culture
ditunjukkan oleh nilai koefisien regresi linier
shock dan interaksi sosial diperoleh bahwa
sederhana yaitu R sebesar (-) 0,420. Tanda
secara umum mahasiswa luar Jawa di
negatif pada nilai R menunjukkan arah
Universitas Sebelas Maret Surakarta rata -
hubungan negatif antara interaksi sosial
rata memiliki tingkat culture shock dan
dengan culture shock. Artinya semakin
interaksi sosial sedang.
Berdasarkan hasil
tinggi interaksi sosial, maka akan semakin
koefisien determinasi yang ditunjukkan oleh
rendah culture shock pada mahasiswa luar
R square (R2) sebesar 0,176, menunjukkan
Jawa di Universitas Sebelas Maret Surakarta.
bahwa kontribusi interaksi sosial terhadap
Sebaliknya, semakin rendah interaksi sosial,
culture shock sebesar 17,6%. Hal tersebut
maka semakin tinggi culture shock pada
menandakan bahwa interaksi sosial mampu
mahasiswa luar Jawa di Universitas Sebelas
menjadi salah satu prediktor culture shock
Maret Surakarta.
pada mahasiswa luar Jawa di Universitas
Besar koefisien determinasi (R2) =
Sebelas Maret Surakarta. Selebihnya yaitu
0,176. Hal tersebut menunjukkan bahwa
82,4% dipengaruhi oleh variabel lain yang
interaksi sosial memberikan sumbangan
tidak
ini,
sebesar 17,6% terhadap culture shock pada
misalnya kepribadian dan keadaan fisik
mahasiswa luar Jawa di Universitas Sebelas
individu.
Maret Surakarta. Selebihnya, yaitu 82,4%
dijelaskan
dalam
penelitian
9
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HASIBUAN, ET AL / HUBUNGAN ANTARA INTERAKSI SOSIAL DENGAN
dijelaskan
oleh
variabel
lain
diluar
penelitian.
mempengaruhi culture shock antara lain kepribadian dan keadaan fisik individu.
Saran 1. Kepada
mahasiswa
luar
Jawa
di
Universitas Sebelas Maret Surakarta disarankan agar mampu meningkatkan pengalaman beradaptasi seperti turut aktif
dalam
kegiatan
dilingkungan
masyarakat setempat atau organisasi kampus, aktif berkomunikasi dengan masyarakat
setempat,
aktif
bertanya
terkait masalah yang muncul selama berinteraksi
sosial,
dan
berusaha
memahami budaya lingkungan baru. Bersedia untuk terbuka dan mempelajari budaya baru seperti bahasa juga dapat menjadi solusi untuk mengurangi culture shock. 2. Kepada
Universitas
Sebelas
Maret
Surakarta disarankan untuk memberikan pelatihan mengenai penyesuaian diri pada mahasiswa – mahasiswa baru. Tujuan
pelatihan
tersebut
baru mengenai cara – cara berinteraksi sosial yang efektif.
diharapkan
penelitian untuk
lebih
selanjutnya memperluas
ruang lingkup sehingga responden yang terlibat dalam penelitian jumlahnya lebih banyak.
Selain
itu,
peneliti
variabel
lain
yang
Ahmadi, H. A. 1991. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. Berry, John W., dan Colette Sabatier. 2009. Acculturation, Discrimination, and Adaptation Among Second Generation Immigrant Youth in Montreal and Paris. www.Elsevier.com/locate/ijintrel. Diunduh 7 jaunari 2014. Chapdelaine, Raquel Faria dan Alexitch, Louise R. 2004. Social skills difficulty: model of culture shock for internasional graduate studenst. Journal of College Student Development, volume 45 no. 2, march/april, pp. 167-184. Muse.jhu.edu/journals/journal of student/45.2 chapdelaine.html. Diunduh 13 maret 2013. Dayakisni, T. dan Yuniardi, S. 2004. Psikologi Lintas Budaya. Malang: UMM Press. Niam, E. K. 2009. Koping terhadap Stress pada Mahasiswa Luar Jawa yang Mengalami Culture Shock di Universitas Muhammadiyah Surakarta. Indigenous, Jurnal Ilmiah Berkala Psikologi Vol.11 No. 1, Mei 2009: 6977.
lain
diharapkan dapat melakukan kontrol terhadap
Anugrah, D. 2010. Universitas Mercu Buana Jakarta Modul 14 Culture Shock. Kk.mercubuana.ac.id/files/94006-14781540715735.doc. Diunduh 2 Januari 2013.
untuk
memberitahukan dan melatih mahasiswa
3. Kepada
DAFTAR PUSTAKA
dapat
Oberg, K. 1960. Cultural Shock: Adjustment to New Cultural Environments. Journal of Practical Anthropology 7: 177-182. http:/www.agem- ethnomedizin. Diunduh 3 november 2013. 10
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HASIBUAN, ET AL / HUBUNGAN ANTARA INTERAKSI SOSIAL DENGAN
Rusdiyanta dan Syarbaini, Syahrial. 2009. Dasar - dasar Sosiologi. Yogyakarta: Graha Ilmu. Soekanto, S. 2005. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Shiraev, Eric B., dan David A. Levy. 2012. Psikologi Lintas Kultural. Jakarta: Kencana. Sulaeman, M. M. 1998. Ilmu Budaya Dasar. Bandung: PT. Refika Aditama. UNS. 2012. Profil Mahasiswa Jenjang Sarjana (S-1) Universitas Sebelas Maret Tahun Akademik 2012/2013. Surakarta: Universitas Sebelas Maret. UNS, MIPA. 2O12. UNS Perguruan Tinggi Terbaik di Jawa Tengah Versi Webometric. www.MIPAUNSARTIKEL.ac.id. Diunduh 4 Maret 2013. UNS. 2014. Profil Mahasiswa Jenjang Sarjana (S-1) Universitas Sebelas Maret Tahun Akademik 2014/2015. Surakarta: Universitas Sebelas Maret. Ward, C., Stephen B. dan Adrian F. 2001. The Psychology of Culture Shock. USA: Taylor & Francis Xia, J. 2009. Analysis of Impact of Culture Shock on Individual Psychology. International Journal of Psychological Studies Volume 1 No.2. www.journalpsychology.ac.id. Diunduh 14 April 2013.
11
commit to user