( METISA PLANA) ULAT KANTONG

Download Ulat Kantong (M. plana) merupakan salah satu hama pada perkebunan. Kelapa Sawit di .... Pengaplikasian agen hayati dan konservasi musuh ala...

13 downloads 1016 Views 212KB Size
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ulat Kantong (Metisa plana) Ulat Kantong (M. plana) merupakan salah satu hama pada perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia. Hama ini biasanya memakan bagian atas daun, sehingga bekas gigitannya mengering dan berlubang. Daun yang mengering akan

digunakan

sebagai

bahan

pembuat

Ulat

Kantong

tersebut

(Susanto, 2012). Ulat Kantong telah banyak menimbulkan masalah yang berkepanjangan dengan terjadinya eksploitasi dari waktu ke waktu. Hal ini menyebabkan kehilangan daun (defoliasi) tanaman yang berdampak langsung terhadap penurunan produksi. Kehilangan daun (defoliasi) yang mencapai hampir 100% pada TM berdampak langsung terhadap penurunan produksi hingga 70% (1 kali serangan) dan 93% (terjadi serangan ulang pada tahun yang sama). Hal ini menerangkan betapa seriusnya serangan Ulat Kantong yang tidak dapat dikendalikan (Pahan, 2012). Adapun klasifikasi dari hama Ulat Kantong (M. plana) adalah : Kingdom

: Animalia

Sub Kingdom

: Bilateria

Phylum

: Arthropoda

Sub Phylum

: Mandibulata

Klas

: Insecta

Sub Klas

: Dicondylia

Ordo

: Lepidoptera

Famili

: Acrolophidae

Genus

: Metisa

Spesies

: Metisa plana

4

2.2. Siklus Hidup dan Morfologi Ulat Kantong (M. plana) Ciri khas utama dari Ulat Kantong adalah hidupnya di dalam sebuah bangunan mirip kantong yang berasal dari potongan-potongan daun, tangkai, dan bunga tanaman inang di sekitar daerah serangan. Ciri khas yang lain dari Ulat Kantong yaitu pada bagian tubuh dewasa betina kebanyakan spesies Ulat Kantong mereduksi dan tidak mampu untuk terbang. Jantan memiliki sayap dan akan mencari betina karena bau feromon yang dikeluarkan betina menarik serangga jantan (Utomo, 2007).

Daun yang diserang Ulat Kantong (M. plana) dapat menjadi kering seperti terbakar karena ulat pada saat memakan daun mengeluarkan cairan yang bersifat racun. Data morfologi dan biologi dari Ulat Kantong hampir sama dengan (Crematopsyhe pendula). Kupu-kupu jantan saja yang bersayap dengan rentangan sayap 17-20 mm, berantena panjang dan berbulu. Sayapnya cokelat hampir hitam. Kupu betina bentuknya seperti ulat. Ulatnya mencapai panjang 12 mm, hidup dalam kantong yang panjangnya 16-17 mm. (SPO PT. Perkebunan Nusantara IV, 2007). Berikut ini adalah siklus hidup hama Ulat Kantong (M. plana). Telur menetas menjadi larva dalam kantong dan aktif untuk membuat kantong dengan liurnya

Ulat berkepompong menjadi pupa didalam kantong

Ngengat betina tanpa bersayap bertelur dalam kantong 100-300 butir telur

Ngengat jantan memiliki sayap, sedangkan ngengat betina tetap akan menjadi ulat dan berada didalam kantong

Gambar 2.1. Siklus Hidup Hama Ulat Kantong (M. plana)

5

2.2.1. Telur Telur berwarna kuning pucat dan berbentuk seperti tong yang mempunyai lapisan korion yang halus. Telur akan berubah warna menjadi kecokelatan menjelang penetasan dan masa inkubasinya adalah 19,7 ± 0,3 hari. Produktivitas betina pada pembiakan di laboratorium lebih tinggi daripada betina yang hidup di alam bebas (158 ± 10,3 vs 99,9 ± 5,7 telur per betina), masih lebih rendah daripada spesies Famili Psychidae yang lain (Basri dan Kevan dalam Susanto, 2012).

Seekor ngengat betina dapat menghasilkan telur sebanyak 100-300 butir selama hidupnya. Telur menetas dalam waktu 18 hari.

Pada akhir

perkembangannya dapat mencapai panjang sekitar 12 mm, dengan panjang kantong 15-17 mm. Kantong terbuat dari potongan kecil daun Kelapa Sawit. Pada waktu berkepompong, kantong kelihatan halus permukaan luarnya, beukuran panjang sekitar 15 mm dan menggantung seperti kait di permukaan bawah daun (Sulistyo, 2010).

Gambar 2.2 Telur M. plana 2.2.2.

Larva

Larva yang baru menetas berwarna putih kecokelatan. Dengan benang air liurnya, larva akan keluar dari kantong dan bergantungan mencari sasaran, kadang-kadang larva tetap berkelompok disekitar kantong induknya. Pembentukan kantong hampir sama pada semua instar. Setelah penetasan, instar pertama berada pada kantong pupa induk dan keluar dari bagian

6

anterior kantong. Kemudian larva tersebut memotong jaringan dari permukaan daun, kemudian dikaitkan satu sama lain dengan sutra. Seperti halnya dengan Ulat Kantong yang lain, pengenalan instar dibuat dengan mengukur lebar kapsul kepala larva (Basri dan Kevan dalam Susanto, 2012). Adapun ciri khas masing-masing instar menurut (Basri dan Kevan dalam Susanto, 2012) adalah sebagai berikut : 1. Instar I, permukaan kantong relatif lembut 2. Instar II,sedikit kecil dan sekeliling potongan daun yang terikat dengan longgar pada bagian ujung anterior kantong 3. Instar III, lebih besar, potongan daun-daun berbentuk persegi panjang (sampai 6 potong) terikat pada bagian ujung posterior kantong 4. Instar IV, lebih banyak potongan daun berbentuk bulat sampai pesegi panjang yang terikat dengan longgar, terlihat seperti semak 5. Instar V, kebanyakan potongan daun yang longgar menempel kebawah, terlihat halus dan terdapat tanda putih yang menyempit 6. Instar VI, semua potongan daun yang longgar menempel kebawah dan tanda putih melebar sampai seperempat panjang kantong 7. Instar VII, sama dengan instar VI, hanya saja tanda putih lebih besar dan lebih panjang (sepertiga panjang kantong)

Foto : Susanto 2.2.3. PupaGambar 2.3. Instar Larva Metisa plana Keterangan : (a) Instar I, (b) Instar II, (c) Instar III, (d) Instar IV, (e) Instar V, 7

Ulat berkepompong menjadi pupa. Pada masa kepompong kantung ini menggantung

di permukaan bawah helaian daun dengan benang

penggantungnya berbentuk kait pada Ulat Kantong (M. plana). Siklus hidupnya 3 bulan dimana stadia telur 18 hari, ulat 50 hari (4-5 instar) dan berkepompong 25 hari. Tingkat populasi kritis pada pelepah daun adalah 5-10 ulat/pelepah (Lubis, 2008).

Pada waktu pupa, kantong keliatan halus permukaannya, berukuran panjang sekitar 15 mm. Pupa Ulat Kantong tetap berada didalam kantong berwarna kuning kecokelatan. Dimorphisme seksual juga tercatat pada ukuran pupa (jantan lebih kecil daripada betina), panjang pupa jantan lebih pendek dibandingkan betina (± 8-12 mm vs ± 11-15 mm). Pupa jantan menggantung seperti kait pada permukaan bawah daun. Waktu perkembangan pupa jantan 21,7 hari sedangkan pupa betina 10,4 hari. Waktu perkembangan pada betina yang lebih pendek dapat dihitung dari karakteristik morfologi betina yang sederhana (Basri dan Kevan dalam Susanto, 2012).

Foto : Susanto Gambar 2.4. Pupa Metisa plana; (a) Pupa Jantan, (b) Pupa Betina

8

2.2.4. Imago/Dewasa Imago jantan dewasa hama Ulat Kantong mempunyai sayap seperti kupukupu, sehingga dapat terbang. Sedangkan imago betina tidak mempunyai sayap, sehingga tetap tinggal didalam kantong. Imago betina dapat hidup selama 7 hari dan dapat menghasilkan telur sebanyak 100-300 butir serta akan mati setelah telur menetas. Sedangkan imago jantan memiliki rentang sayap hingga 12-20 mm dan dapat terbang. Sayap berwarna cokelat kehitaman dan dapat hidup selama 1-2 hari dalam kondisi laboratorium untuk melakukan kopulasi. Imago jantan akan mendatangi imago betina untuk melakukan perkawinan (Susanto, 2012). Secara umum waktu yang dibutuhkan M. plana dalam menyelesaikan hidupnya sekitar 70-90 hari. Penetasan telur membutuhkan waktu 19-20 hari. Masa perkembangan larva sekitar 50-60 hari, sedangkan fase pupa betina membutuhkan waktu 9-10 hari dan jantan membutuhkan waktu 21 hari. Imago jantan dapat hidup 1-2 hari. Terdapat perbedaan jumlah hari pada siklus hidup betina dan jantan pada M. plana (Susanto, 2012).

Foto : Susanto

Gambar 2.5. Imago Metisa plana

9

2.3.

Gejala Kerusakan Hama Ulat Kantong (M. plana) 2.3.1. Gejala Proses Serangan Serangan Ulat Kantong ditandai dengan kenampakan tajuk tanaman yang kering seperti terbakar dan menunjukkan bahwa kehilangan daun dapat mencapai 46,6%. Tanaman pada semua umur rentan terhadap serangan Ulat Kantong, tetapi lebih cenderung berbahaya terjadi pada tanaman dengan umur lebih dari 8 tahun. Keadaan ini mungkin ditimbulkan dari kemudahan penyebaran Ulat Kantong pada tanaman yang lebih tua karena antar pelepah daun saling bersinggungan (Utomo, 2007). Hama Ulat Kantong mulai menyerang dari tengah daun sehingga daun berlubang-lubang, kerusakan yang disebabkannya dalam bentuk bercakbercak nekrotis (hangus), karena banyak daun menjadi kering. Ulatnya kecil tetapi serangannya lebih berat karena ulat memakan dan cepat berpindah-pindah (Husairi, 2002) Serangan hama seperti Ulat Kantong di tandai dengan kenampakan tanaman yang kering seperti terbakar. Serangan intensif ulat-Ulat Kantong dapat meniadakan seluruh helaian daun, sehingga yang tersisa hanya pelepah daun, tulang daun utama, dan tulang anak (lidi). Berkurangnya atau musnahnya helaian daun dengan sendirinya menurunkan prodiktivitas buah, tetapi selain itu pertumbuhan tanaman pun terhambat, dan membutuhkan waktu cukup lama sebelum pertumbuhan kembali normal (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2000)

10

Foto : Susanto

Gambar 2.6. Gejala Serangan Metisa plana 2.3.2. Kriteria Serangan Kriteria serangan digunakan untuk mengetahui tingkat serangan dari hama dan juga untuk menentukan tindakan pengendalian yang harus dilakukan untuk menurunkan tingkat serangan. Adapun kriteria tingkat serangan Ulat Kantong M. plana menurut (Sulistyo, 2010) adalah : 1. Ringan : bila terdapat <3 ekor Ulat Kantong perpelepah 2. Sedang : bila terdapat 3-5 ekor Ulat Kantong perpelepah 3. Berat 2.3.3.

: bila terdapat >5 ekor Ulat Kantong perpelepah

Kerugian Serangan Hama Ulat Kantong

Ulat Pemakan Daun Kelapa Sawit (UPDKS) merupakan hama utama pada perkebunan Kelapa Sawit dan menimbulkan kerugian. Serangan Ulat Kantong (M. plana) mengakibatkan Kelapa Sawit kehilangan daun dan akhirnya akan menurunkan produksi Kelapa Sawit. Hasil simulasi percobaan kerusakan daun yang dilakukan pada Kelapa Sawit berumur 8 tahun, diperkirakan mengalami penurunan produksi sebesar 30%-40% dalam 2 tahun setelah terjadinya kehilangan daun sebesar 50%. Pada tanaman Kelapa Sawit yang berumur 2 tahun dan 1 tahun, masing-masing akan mengakibatkan penurunan produksi sebesar 12%-24% dan <4% pada 2 tahun pasca serangan (Prawirosukarto, 2002).

11

2.4. Metode Pengendalian Hama Ulat Kantong (M. plana) Ulat Kantong termasuk hama yang relatif sulit dikendalikan karena larva berada didalam kantong sehingga apabila tidak tepat waktu,aplikasi insektisida akan terhalang oleh kantong tersebut. Selain itu kesulitan yang terjadi adalah banyaknya insektisida yang sudah dilarang. Oleh karena itu teknik pengendalian harus tepat waktu. Perkembangan Ulat Kantong dipantau dari kantong dengan melihat sebagian pelepah yang terserang Ulat Kantong. persebaran Ulat Kantong yang relatif lama, maka strategi yang ditempuh biasanya dilakukan pengendalian yang dimulai dari bagian luasan terluar yang terserang hama ini, dan selanjutnya menuju pusat serangan Ulat Kantong (Susanto, 2012).

2.4.1. Pengendalian secara Biologis Pengendalian secara biologis dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. Hindari penyemprotan gulma secara blanket (Clean Weeding), karena apabila penyemprotan tersebut dilakukan, maka hal ini akan mengurangi keragaman predator dan parasitoidnya yang akan memicu ledakan hama Ulat Kantong. b. Pengaplikasian agen hayati dan konservasi musuh alami dengan penanaman

tanaman

berguna,

seperti

Cassia

spp,

Crotalaria

usaramoensis dan Euphorbia heterophylla yang mempunyai peranan penting sebagai sumber pakan bagi imago berbagai jenis serangga parasitoid M. plana seperti Dolichogenidea metesae. c. Melakukan introduksi dan augmentasi (menambahkan populasi musuh alami) pada areal serangan UPDKS dilapangan.

12

2.4.2. Pengendalian secara Mekanis Pengendalian secara mekanis dapat dilakukan dengan cara memungut ulat satu per satu (Handpicking), mengumpulkannya, terutama pada tanaman yang masih muda yang tingginya masih terjangkau oleh tangan. Agar populasi ulat terkendali, pemungutan harus dilakukan secara rutin dua kali seminggu (Hadi, 2004). 2.4.3. Pengendalian secara Kimiawi Pengendalian ulat pemakan daun Kelapa Sawit, khusus Ulat Kantong memiliki perilaku yang khusus. Hal ini dikarenakan Ulat Kantong memiliki kantong yang menyelimutinya. Kantong tersebut berguna untuk melindungi ulat dari ancaman predator. Jadi, jika hendak melakukan pengendalian secara kimiawi dapat dilakukan dengan racun yang bersifat sistemik. Racun sistemik adalah racun yang diserap melalui sistem organisme misalnya melalui akar atau daun kemudian diserap ke dalam jaringan tanaman yang akan bersentuhan atau dimakan oleh hama sehingga mengakibatkan peracunan bagi hama. Pengendaliannya dapat menggunakan

Injeksi

batang,

Mist

Blower

dan

Fogger

(Susanto dkk., 2012). Pada penelitian ini, metode yang digunakan dalam pengendalian Ulat Kantong (M. plana) yaitu dengan metode injeksi batang. 2.5.

Injeksi Batang Injeksi batang dapat dilaksanakan jika tanaman telah berumur >7 tahun. Apabila dosis >10-25 cc/pkk dibuat 2 buah lubang yang berlawanan (kiri/kanan) dengan alat bor. Apabila dosis insektisida <10cc/pkk cukup dibuat 1 lubang. Lubang dibuat 1 m dari permukaan tanah dengan kemiringan 450 arah vertikal. Injeksi batang dapat dilaksanakan 8-12 kali per siklus tanaman (sekali 2 tahun) (SPO PT. Perkebunan Nusantara IV, 2007).

13

Cara Kerja : a. Tim terdiri dari 2 orang, 1 orang (laki-laki) sebagai operator alat dan 1 orang (perempuan) sebagai aplikator insektisida dengan menutup lubang menggunakan daun Kelapa Sawit setelah aplikasi insektisida. b. Lubang bor dibuat pada ketinggian ±50 cm (tergantung dari umur tanaman dengan kemiringan lubang 450. Untuk tanaman yang berumur <7 tahun, insektisida diaplikasikan dalam 2 lubang yang berseberangan. c. Pada saat tanaman sudah berumur di atas 7 tahun, kanopi sudah tinggi sehingga aplikasi insektisida dengan cara penyemprotan tidak bisa dilakukan. Pengaplikasian insektisida dengan cara injeksi batang akan member hasil yang lebih efektif dan efisien.

Sumber : Dokumentasi pribadi Gambar 2.7. Metode Injeksi Batang

14