PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROSES PENYUSUNAN PERATURAN DESA DI DESA TOAPAYA SELATAN KECAMATAN TOAPAYA KABUPATEN BINTAN
NASKAH PUBLIKASI
Skripsi diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana bidang Ilmu Pemerintahan Pada Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjungpinang
Oleh : SOFYAN NIM : 080565201045
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI TANJUNGPINANG 2014
ABSTRAK
Pemerintahan Daerah memberikan kewenangan dan tanggungjawab kepada Pemerintah Desa dalam hal pembentukan peraturan desa demi terwujudnya kepentingan dan tatanan kehidupan masyarakat desa yang dibentuk berdasarkan aspirasi masyarakat desa setempat. Peraturan Desa merupakan regulasi dalam penyelenggaraan pemerintahan yang dapat dibuat atas usulan dari Pemerintah Desa atau Badan Permusyawaratan Desa. Berdasarkan hasil penelitian, penulis sampaikan temuan-temuan yang terjadi di Desa Toapaya Selatan, yaitu 1). Fungsi Badan Permusyawaratan Desa sebagai lembaga penampungan dan penyaluran aspirasi masyarakat desa tidak berjalan secara optimal ini ditandai banyak masyarakat yang berpartisipasi dalam menyampaikan aspirasinya kepada Rukun Tentangga (RT) setempat yang mereka anggap sebagai kepala wilayahnya; 2). Kurangnya sosialisai dari Pemerintah Desa kepada masyarakat desa akan pentingnya musyawarah untuk mufakat, sehingga apa yang telah diputuskan bersama tidak menimbulkan pro dan kontra dikemudian hari, hal ini berdampak pada penerapan Peraturan desa yang telah dibuat; 3) Sosial ekonomi masyarakat yang digambarkan dalam pemenuhan kebutuhan hidup harihari yaitu pekerjaan, sehigga kurang optimalnya penyampaian dan penyaluran aspirasi secara langsung sebagai bentuk partisipasi. Adapun metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif kualitatif, dimana data yang dikumpulkan berupa kutipan kata-kata yang bersumber dari naskah wawancara, catatan lapangan, dan potopoto, untuk dibandingkan dengan fenomena-fenomena yang terjadi. Metode ini secara umum dapat dikatakan metode Survei. Dan teori yang penulis gunakan yaitu teori Bagir Manan (2001;85) berpendapat bahwa partispasi dapat dilakukan dengan cara : 1) mengikutsertakan dalam tim atau kelompok kerja penyusunan peraturan deaerah; 2) melakukan Public hearing atau mengundang dalam rapatrapat penyusunan peraturan daerah; 3) melakukan uji sahih kepada pihak-pihak tertentu untuk mendapatkan tanggapan; 4) melakukan loka karya (workshop) atas ranperda secara teori dibahas oleh DPRD; 5) mempublikasikan ranperda agar mendapat tanggapan publik. Teori ini juga perkuat dalam peraturan perudangundangan yaitu pasal 96 ayat 1dan 2 UU No.12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan dan pasal 139 ayat 1 UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.
Partisipasi masyarakat Desa Toapaya Selatan dalam proses penyusunan peraturan desa tergolong partisipasi tidak langsung atau representatif dari demokrasi perwakilan, sehingga partisipasi secara langsung terlibat aktif masih yang tergolong rendah sifatnya, dan juga penerapan peraturan desa itu yang tidak berjalan sebagaimana mestinya sehingga terbentuk opini negatif dimata masyarakat. Ini terkesan bahwa pemerintah desa dan masyarakat mengabaikan peraturan desa sebagai dasar penyelenggaraan urusan pemerintahan ditingkat desa.
Kata kunci
: Partisipasi masyarakat, Peraturan desa.
ABSTRACK Local Government gave authority and responsibility to Village Government in forming village’s role for the sake of villagers and arrangement of villager’s life that is based on villager’s aspiration. The role of village as regulation in enforcement of government asmade of village Government and Badan Permusyawaratan Desa. The result of this research, the researcher found some phenomenon in south Toapaya, such as, 1) the function of Badan Permusyawaratan Desa as institution of villagers aspiration that are not run well which is signed by many villagers are participated in delivering their aspiration to Rukun Tetangga (RT). 2) Less of socialization from village governments to villagers for important of deliberation for consensus, so what was resolved together are not become pro and contra in a few days, this case are impacted for application of villager’s role that are made. 3) The economic social of villagers are showed in fulfillment of life needs such as; jobs. It makes less optimal in aspiration delivery directly as participation. The researcher used descriptive qualitative research. The data was collected as quotation that was sourced from interview, field note, and documentation to compare with phenomenon was happened. The method of this research generally was called survey method. The researcher used BagirManan (2001;85). Manan states, participant was did such as; 1).The engaging villagers in a work team in making village’s role. 2) Doing public hearing or inviting some meeting in enforcement village’s role. 3) Doing valid test for special participant to get response. 4) Doing workshop for Ranperdain theorist was discussed by DPRD. 5) Publishing Ranperda to get public response. This theory are reinforced by Perda subsection 96 verse 1 and 2 UU No. 12 year 2011 about making of Perda and also subsection 139 verse 1 UU No. 32 year 2004 about Local Government. The participation of South Toapaya Villagers is enforcement village’s role. This villager was instead of indirectly participation or representative from demarcation. Than the directly participation actively was instead of low habitual, and then the application of village’s role were not run well that make negative opinion from villagers. It makes the village government and villagers ignored the village’s role as a basic enforcement of government in a village. Key word
: villagers participant, village’s role
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROSES PENYUSUNAN PERATURAN DESA DI DESA TOAPAYA SELATAN KECAMATAN TOAPAYA KABUPATEN BINTAN
Latar Belakang Dalam rangka mewujudkan kepentingan desa yang berdasarkan dari aspirasi masyarakat, pemerintah daerah memberikan kewenangan dan tanggungjawab kepada pemerintah desa dalam hal pembentukan peraturan perundang-undangan yang lazim disebut Peraturan Desa, dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan untuk kepentingan masyarakat desa itu sendiri. Sesuai dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 desa mempunyai kewenangan mengatur dan mengurus urusan masyarakat setempat sesuai dengan asal usul dan adat istiadatnya dan juga sejalan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Pemerintahan Desa. Pemerintahahan Daerah dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dapat membentuk pemerintahan desa yang terbentuk dari prakarsa masyarakat setempat dengan memperhatikan hak asal usul desa dan sosial masyarakat desa setempat dengan memenuhi ketentuaan yang berlaku dalam peraturan perundang-undangan. Kewenangan yang diberikan merupakan wujud nyata dalam pelaksaaan hak otonomi desa yang dimiliki oleh suatu desa. Peraturan desa ditetapkan oleh kepala desa setelah mendapat persetujuan bersama Badan Permusyawaratan Desa, dalam menyelenggarakan otonomi desa. Peraturan desa dilarang bertentangan dengan kepentingan umum dan atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Dalam proses pembuatan
peraturan desa dibutuhkan partisipasi masyarakat, agar output dari peraturan desa dapat memenuhi aspek kebutuhan masyarakat setempat yang disampaikan melalui Badan
Permusyawaratan
Desa,
supaya
keberlakuan
hukum
dan
dapat
dilaksanakan sesuai tujuan pembentukannya. Aspirasi masyarakat setempat berupa masukan dan sumbang pemikiran dalam perumusan substansi pengaturan peraturan desa lebih efektif posisinya dalam mempengaruhi para pengambil kebijakan
kerena
keluhan
dan
pendapat
masyarakat
acapkali
menjadi
pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Undang-undang tentang Pemerintahan Daerah yang baru, yaitu Undangundang Nomor 32 Tahun 2004 sebagai pengganti Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, fungsi serta kewenangan Badan Perwakilan Desa yang berdasarkan UU 32/2004 diganti nama menjadi Badan Permusyawaratan Desa mengalami penyempitan fungsi dan kewenangan, yaitu hanya berfungsi menetapkan peraturan desa bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Meskipun Badan Permusyawaratan Desa berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tidak memiliki fungsi pengawasan/ kontrol terhadap kepala desa, tetapi dari sisi pelaksanaan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan masih terbuka dengan diberikannya dua fungsi kepada Badan Permusyawaratan Desa yang dulu dimiliki berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 yaitu fungsi menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat dan bersama kepala desa menetapkan peraturan desa. Fungsi menampung dan menyalurkan aspirasi dan fungsi menetapkan Peraturan desa yang dimiliki Badan
Permusyawaratan Desa merupakan sarana penting bagi pelembagaan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan desa . Badan Permusyawaratan Desa (BPD) berkedudukan sebagai salah satu unsur penyelengara Pemerintahan Desa keberadaan BPD dalam pemerintahan desa adalah bukti pelibatan masyarakat dalam penyelenggaraan pemeritahan desa. Penyelenggaraan pemerintahan desa terdapat dua lembaga yaitu Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa. Pemerintah berfungsi sebagai penyelenggara kebijakan pemerintah atasanya dan kebijakan desa. Sedangkan BPD berfungsi menetapkan peraturan desa bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Dalam hal ini partisipasi masyarakat dalam pembetukan paraturan desa sangat dibutuhkan karena masyarakat pemilik kedaulatan, yang mana hasil akhir dari peraturan yang dibuat oleh pemerintah desa sebagai penyelenggara pemerintahan akan dirasakan oleh masyarakat setempat. Penyusunan peraturan desa dalam membuat suatu kebijakan harus didasarkan pada kepentingan masyarakat setempat sebagai landasan dalam menunjang pembangunan. Gagasan dan masukan-masukan tersebut disampaikan kepada BPD untuk dibahas bersama kepala desa dalam membuat kebijakan demi kepentingan dan kesejahteraan masyarakat desa. Proses penyusunan peraturan desa yang dibuat dan disepakati oleh Badan Permusyawaratan
Desa
harus
menyentuh
beberapa
asas
seperti
yang
dikemukankan oleh Van der Vlies sebagaimana dikutip oleh A. Hamid S. Attamimi yaitu asas formal dan asas material.
Asas formal meliputi : 1.
Asas tujuan jelas.
2.
Asas lembaga yang tepat.
3.
Asas perlunya pengaturan.
4.
Asas dapat dilaksanakan.
5.
Asas Konsensus. Asas material meliputi:
1.
Asas kejelasan Terminologi dan sistematika.
2.
Asas bahwa peraturan perundang-undangan mudah dikenali
3.
Asas persamaan
4.
Asas kepastian hukum
5.
Asas pelaksanaan hukum sesuai dengan keadaan individual. Untuk menguat asas formal dan material diatas perlu juga dimasukan materi
muatan sebagaiman tercantum dalam pasal 138 UU No. 32 Tahun 2004 yang meliputi asas : 1.
Pengayoman
2.
Kemanusiaan
3.
Kebangsaan
4.
Kekeluargaan
5.
Kenusantaraan
6.
Bnineka tunggal ika
7.
Keadilan
8.
Kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahaan
9.
Ketertiban dan kepastian hukum dan/atau
10. Keseimbangan, keserasian dan keselarasan Penulis tertarik untuk meneliti di Desa Toapaya Selatan yang merupakan salah satu desa pemerkaran yang terleak di Kecamatan Toapaya Kabupaten Bintan, Propinsi Kepulauan Riau dengan luas wilayah 9.180 Km2 yang berpenduduk sekitar 4.171 jiwa, terbentuk berdasarkan pemekaran dari desa induk yaitu Desa Toapaya, melalui Peraturan Daerah Kabupaten Kepulauan Riau nomor 8 Tahun 2005 Tentang Pembentukan Desa Kuala Sempang Kelurahaan Teluk Lobam dikecamatan Bintan Utara dan desa Toapaya Utara dan Desa Toapaya Selatan dikecamatan Gunung Kijang yang selanjutnya melalui Peraturan Derah Kabupaten Bintan Nomor 12 tahun 2007 tanggal 23 Agustus 2007 dimekarkan menjadi kecamatan Toapaya. (sumber data : profil Desa Toapaya Selatan, 2011) Pemekaran yang dilaksanakan berdasarkan kemauan masyarakat desa Toapaya Selatan itu sendiri, mengingat jumlah penduduk yang semakin bertambah, potensi ekonomi, luas wilayah, sosial budaya, sosial politik dan tingkat pendidikan yang cukup baik serta peningkatan beban tugas pemerintahan dalam hal pelayanan, pembangunan dan pengaturan di dalam masyarakat. Disamping itu Desa Toapaya Selatan bersempadan dengan Pemerintahan Kota Tanjungpinang dan Pemerintahan Propinsi Kepulauan Riau. Diundangkannya Peraturan Daerah tentang pemekaran desa Toapaya Selatan Tahun 2007 maka terbentuklah organisasi yang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat desa, yang dikepalai oleh Kepala Desa dan prangkat desa
serta lembaga Badan permusyawaratan Desa sebagai peyelenggara pemerintahan desa. Masyarakat Desa Toapaya Selatan terdiri masyarakat asli tempatan atau suku asli yaitu suku melayu (bugis) yang sebagian besar berprofesi sebagai masyarakat nelayan yang menggantung hidupnya dilaut dan sungai serta masyarakat pendatang seperti Jawa, Sunda, Batak, Padang, Cina, dll yang mayoritas berprofesi sebagai petani perkebunan, peternak, karyawan swasta, buruh bangunan. Masyarakat Desa Toapaya Selatan juga banyak yang berkerja di Kota Tanjungpinang. Keanekaragaman kebudayaan yang menyatu menjadi kemajemukan yang bersifat fluralisme dalam suatu desa, dalam membangun kenyamanan dan ketertiban dalam kehidupan bermasyarakat. Untuk menciptakan tatanan kehidupan yang teratur dalam mengatur urusan masyarakat setempat tersebut, desa dapat membuat suatu produk hukum dalam meyelenggaran pemerintahan desa yaitu Peraturan Desa. Dalam penyusunan peraturan desa, rancangan peraturan desa dapat diusulkan oleh Pemerintah Desa dan dapat juga berasal dari usulan inisiatif dari Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Rancangan peraturan desa baik yang berasal dari pemerintahan desa maupun dari BPD, masyarakat berhak untuk menyampaikan atau memberikan masukan-masukan atau gagasan-gagasan sebagai bentuk dari pastisipasi masyarakat dalam pembangunan.
Berdasarkan pada asumsi sementara pra penelitian melalui observasi penulis berasumsi bahwa kurang optimalnya partisipasi masyarakata Desa Toapaya Selatan, sebagai berikut; 1. Dengan adanya lembaga Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Pemerintah desa sebagai penyelenggaran pemerintahan yang memiliki salah satu fungsinya yaitu penyerapan aspirasi, sehingga masyarakat Desa Toapaya Selatan merasa terwakili dalam berpartisipasi tidak langsung untuk menyampaikan aspirasinya, yang terbangun dari pola sikap dan prilaku serta pengetahuan yang minim terhadap musyawarah dalam pembangunan desa, disamping itu juga aspirasi masyarakat yang ditampung dan disalurkan BPD belum representatif 2. Pemerintahan desa yang kurang mensosialisasikan kepada masyarakat Desa Toapaya Selatan akan arti pentingnya musyawarah untuk mencapai mufakat tentang apa yang diputuskan untuk kepentingan bersama kurang dipahami masyarakat sehingga bermunculan pro dan kontra terhadap kebijakan yang diambil, yang berdampak pada kurang optimal nya penerapan peraturan desa yang telah dibuat. 3.
Sosial ekonomi masyarakat desa Toapaya Selatan yang berbagairagam profesi mata pencarian sehingga menyebabkan kurang aktifnya masyarakat sehingga berdampak pada kurang optimalnya penyampaian dan penyaluran aspirasinya secara langsung sebagai bentuk partisipasi, sehingga bentuk partisipasinya tergolong rendah.
Melihat dari gejala-gejala di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “Partisipasi masyarakat dalam proses penyusunan peraturan desa di Desa Toapaya Selatan Kecamatan Toapaya Kabupaten Bintan” Perumusan Masalah Perumusan masalah merupakan hal yang sangat penting dalam suatu penelitian agar penulis tahu kemana arahnya penelitian ini. Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merumuskan masalah yang akan penulis bahas adalah : 1. Bagaimana partisipasi masyarakat Desa Toapaya Selatan dalam proses penyusunan peraturan desa di Desa Toapaya Selatan. 2. Apa yang menjadi faktor penyebab rendahnya partisipasi masyarakat Toapaya selatan dalam proses penyusunan peraturan desa di Desa Toapaya Selatan. Tujuan penelitian Tujuan penelitian adalah rumusan kalimat yang menunjukan adanya sesuatu hal yang diperoleh setelah penelitian selesai, dengan demikian tujuan penelitian untuk memberikan informasi mengenai apa yang telah di peroleh setelah selesai penelitian (Hasan, 2002;44) Adapun tujuan penelitian ini untuk mengetahui partisipasi masyarakat dalam proses penyusunan peraturan desa di Desa Toapaya Selatan Kecamatan Toapaya Kabupaten Bintan. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian yang diharapkan dan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah :
1. Secara praktis yaitu dapat memberikan data dan informasi yang berguna bagi semua kalangan baik pemerintah desa maupun masyarakat Desa Toapayaa
Selatan
dan
sebagai
wahana
untuk
mengaplikasikan
pengetahuan dan keterampilan penulis tentang wawasan pemerintahan. 2. Secara akademis, untuk memberikan masukan bagi pengembangan ilmu pemerintahan dan sebagai informasi dan bahan banding akan pentingnya partispasi masyarakat dalam proses penyusunan peraturan desa. Konsep Operasional Dalam konsep operasional ini penulis menggunakan teori Bagir manan (2001:85) berpendapat partisipasi dapat dilakukan dengan cara ; 1.
mengikutsertakan dalam tim atau kelompok kerja penyusunan peraturan daerah.
2.
melakukan public hearing atau mengundang dalam rapat-rapat penyusunan peraturan daerah.
3.
melakukan uji sahih kepada pihak-pihak tertentu untuk mendapatkan tanggapan.
4.
melakukan loka karya (workshop) atas raperda sebelum secara teori dibahas oleh DPRD.
5.
mempublikasikan ranperda agar mendapat tanggapan publik.
Teori ini dapat disajikan parameter atau indikator dalam variable yang akan diteliti dengan tujuan agar mudah dibaca fenomena-fenomena yang akan diteliti secara konseptual.
Agar penelitian ini dapat dijawab secara rinci maka penulis mengambil indikator-indikator dibawah ini: 1. Keterlibatan warga masyarakat dalam dalam tahap perencanan proses penyusunan peraturan desa adalah keikutsertaan masyarakat baik itu terlibat langsung atau melalui perwakilan yang dimulai dari awal pertemuan atau musyawarah warga dengan RT/ RW, kepala desa atau BPD untuk memberikan masukan, gagasa, atau ide-ide yang selanjutnya dibawa dalam pensosialisasian kebijakan yang akan dibentuk; 1. adanya keikutsertaan warga masyarakat secara langsung dalam kegiatan musyawarah dengar pendapat dalam penyampaian aspirasi. 2. adanya
keikutsertaan
warga
masyarakat
secara
tidak
langsung
(perwakilan) dalam tingkat Rukun Tetangga (RT) dalam musyawarah dengar pendapat dalam penyampaian aspirasi. 2. Melibatkan masyarakat dalam tahap awal melalui musyawarah penyusunan peraturan desa adalah diikutsertakan warga dalam menentukan kebijakan dalam hal tanya jawab dalam; -
Memberikan kebebasan kepada warga untuk berdialog atau memberikan tanggapan-tanggapan dalam sesi tanya jawab
Metode penelitian 1.
Jenis penelitian Penelitian yang dilakukan oleh peneliti bersifat deskriptif kualitatif, data yang
dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dengan demikin laporan penelitian akan
berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan yang bersumber dari naskah wawancara, catatan lapangan, poto-poto,. Penelitian deskriptif menurut Whiteney dalam Moh.Nazir (2003:16) adalah pencarian fakta lapangan dengan interprestasi yang tetap, mempelajari masalahmasalah dalam masyarakat, seta tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu, sikap-sikap, pandangan-pandangan, serta proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena Dalam metode ini penulis dapat membandingkan fenomena-fenomena yang terjadi sehingga dapat menjadi suatu studi koperatif. Metode ini secara umum dapat dikatakan metode survey. Tujuan penelitian ini memberikan gambaran secar sistimatis, faktual, dan akurat mengenai fakta dan sifat-sifat serta fenomena-fenomena sosial yang terjadi dimasyarakat khusunya masyarakat Desa Toapaya Selatan dalam berpartisipasi penyusunan peraturan desa. 2.
Lokasi Penelitian Lokasi penelitian yang penulis teliti adalah Desa Toapaya Selatan Kecamatan
Toapaya Kebupaten Bintan kerana Desa Toapaya yang memiliki luas wilayah 9.180 M2 dengan jumlah penduduk 4.171 jiwa, merupakan daerah pemekaran yang relatif baru yang terbentuk tahun 2007. 3.
Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data merupakan teknik atau cara yang dilakukan untuk
mengumpulkan data. Metode menunjuk suatu cara sehingga dapat diperlihatkan penggunaannya melalui, wawancara, pengamatan, dokumentasi dan sebagainya.
Sumber utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata/lisan dan data-data tertulis sedangkan foto-foto dan statistik adalah data tambahan (moleong, 2007:157) Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data untuk melihat fenomenafenomena yang terjadi adalah : 1. Teknik Wawancara Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interview) yang memberikan jawaban atas pertanyaan. (meleong, 2005:186). Wawancara ini akan ditujukan kepada Ketua BPD, RT, RW, dan mayarakat Toapaya selatan yang keseluruhan responden berjumlah 40 jiwa. Tabel.1. Responden RESPONDEN
Jumlah jiwa
Ketua Badan Pemusyawaratan Rakyat
1
Kepala desa
1
Sekretaris desa
1
RW
3
RT
7
Masyarakat Desa Toapaya Selatan
27
Jumlah
40
Sumber data: olahan 2013
2. Teknik Pengamatan (observasi) Observasi adalah teknik yang digunkan dalam mengumpulkan data primer yang diperlukan dengan melakukan pengamatan langsung pada objek penelitian dilokasi Desa Toapaya Selatan
3. Teknik Dokumentasi Sebagai sumber data seperti arsip-arsip, agenda dan berkas-berkas poto-poto yang sesuai dengan permasalahan dalam penelitian ini sebagai pemberi tambahan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini. 4. Sumber data Dalam melaksanakan penelitian ini penulis menggunakan dua jenis sumber data yaitu data primer dan data skunder. Data primer adalah data yang didapat berhubungan dengan fokus kajian peneliti yaitu partisipasi masyarakat dalam proses penyusunan peraturan desa. Dan data sekunder yaitu data yang pendukung Sumber data dalam suatu penelitian adalah subjek dimana data dapat diperoleh. Dalam suatu penelitian sebelum penelitian dimulai haruslah diketahui dulu sumber data yanga akan diteliti. Arikunto (2006:129) yang dimaksud sumber data adalah “subjek dari mana data diperoleh” adapun sumber data itu sebagai berikut: 1. Informan, yaitu sumber data yang biasa memberikan data berupa jawaban lisan melalui wawancara atau jawaban tertulis melalui angket. 2. Informan, yaitu sumber data yang memberikan informasi kepada penulis dalam melakukan penelitian 3. Dokumen, yaitu sumber data yang menyajikan tanda-tanda berupa huruf, angka, gambar atau simbol-simbol lain. 5. Jenis Data Untuk mempermudah penelitian ini peneliti mengindentifikasi sumber data menjadi dua bagian :
1. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari responden terhadap keterlibatan atau keikutsertan masyarakat dalam proses penyusunan Peraturan desa di Desa Toapaya Selatan 2. Data sekunder adalah data yang didapat melalui dokumen-dokumen seperti jumlah penduduk, monografi desa, serta bahan bacaan lain yang mendukung dalam penelitian ini. 6.
Teknik Analisa Data Penelitian ini menggunakan analisa data kualitatif, yang terbangun melalui
pernyataan-pernyataan yang dinyatakatan dalam bentuk penjelasan kata-kata atau tulisan. Analisa data merupakan proses mencari dan menyusun secara sistimatis data yang diperoleh dari wawancara, catatan lapangan dan bahan-bahan lainnya yang berhubungan dengan partisipasi masyarakat dalam proses penyusunan peraturan desa, sehingga dapat dengan mudah dipahami dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain. Sebagai landasan berpikir dalam menyoroti atau memecahkan permasalahan yang terjadi, maka perlu adanya pedoman teroritis atau tinjauan pustaka yang dapat membantu penelitian ini agar mempunyai data yang kokoh. Menurut Hoy & Miskel (dalam Sugiono, 2005:55) teori adalah seperangkat konsep, asumsi dan generalisasi yang dapat digunakan unutk mengungkapkan dan menjelaskan perilaku dalam berbagai organisasi. Partisipasi Masyarakat Partisipasi merupakan suatu langkah nyata keikutsertaan individu atau sekelompok individu dalam menyukseskan suatu tujuan yang hendak dicapai.
Partisipasi masyarakat dianggap penting dalam setiap kebijakan yang akan dibuat bersama, antara pemerintah, Badan Perwakilan Desa dan masyarakat setempat, untuk kepentingan dan tujuan bersama. Sehingga partisipasi menjadi kunci penting bagi masyarakat dalam lancarnya pembuatan peraturan desa. Partisipasi masyarakat dalam proses pembentukan peraturan perundangundangan, diatur pada Pasal 96 Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011, ayat (1) dan (2) menyatakan ; 1. Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis dalam pembentukan peraturan perundangan-undangan. 2. Masukan secara lisan dan/atau tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui (a) rapat dengan pendapat umum, (b) kunjungan kerja, (c)sosialisasi dan/atau (d) seminar, lokakarya dan/atau diskusi. Hal ini juga dijelaskan dalam pasal 139 ayat (1) Undang-undang 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, mengenai partisipasi masyarakat dalam pembentukan peraturan daerah, menyatakan, masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis, dalam rangka penyiapan atau pembahasan rancangan Peraturan daerah. Bagir manan (2001:85) berpendapat partisipasi dapat dilakukan dengan cara: 1. mengikutsertakan dalam tim atau kelompok kerja penyusunan peraturan daerah.
2. melakukan public hearing atau mengundang dalam rapat-rapat penyusunan peraturan daerah. 3. melakukan uji sahih kepada pihak-pihak tertentu untuk mendapatkan tanggapan. 4. melakukan loka karya (workshop) atas raperda sebelum secara teori dibahas oleh DPRD. 5. mempublikasikan ranperda agar mendapat tanggapan publik. Adisasmita (2006:38) partisipasi masyarakat dapat didefinisikan sebagai keterlibatan dan pelibatan anggota masyarakat dalam pembangunan, meliputi kegiatan
dalam
perencanaan
dan
pelaksanaan
(implementasi)
program
pembangunan. Pentingnya partisipasi dikemukakan oleh Conyers (1991: 154-155) sebagai berikut: Pertama, partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan, dan sikap masyarakat setempat, yang tanpa kehadirannya program pembangunan serta proyek-proyek akan gagal. kedua, bahwa masyarakat akan lebih mempercayai proyek atau program pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya, karena mereka akan lebih mengetahui seluk-beluk proyek tersebut dan akan mempunyai rasa memiliki terhadap proyek tersebut; ketiga, bahwa merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan masyarakat mereka sendiri”. Dari pendapat Bagir Manan tersebut dapat kita ketahui bahwa tanpa partisipasi masyarakat tidak dapat diukur sebuah peraturan desa itu benarbenar berhasil atau tidak karena partisipasi masyarakat merupakan dasar akan
dibuatkanya peraturan desa sehingga masyarakat dapar benar-benar merasa memiliki terhadap kebijakan yang telah ditetapkan. Keikutsertaan masyarakat dalam bentuk partisipasi untuk mengakomodasikan kepentingan masyarakat dalam proses penyusunan rencana pembangunan. Untuk mewujudkan good governance maka dipandang perlu diatur peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan negara. Pemberian ruang kepada masyarakat untuk berperan serta ini sesuai dengan prinsip keterbukaan dalam negara demokrasi. Prinsip ini mengharuskan penyelenggara negara (pemerintahan) membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif mengenai penyelenggaraan pemerintahan desa. Arti penting partisipasi dapat dilihat dari manfaatnya dalam meningkatkan kualitas keputusan yang dibuat karena didasari oleh kepentingan dan pengetahuan riil yang ada didalam masyarakat. Partisipasi juga bermanfaat dalam membangun komitmen masyarakat untuk membantu penerapan suatu keputusan yang telah dibuat. Mengingat fungsi dan manfaat yang dipetik darinya, kini partisipasi tidak lagi dipandang sebagai kesempatan yang diberikan oleh pemerintah justru sebagai hak masyarakat dalam keikutsertaan berdemokrasi. Ada 2 cara untuk melibatkan keikutsertaan masyarakat yaitu: 1. Survei dan Konsultasi lokal untuk memperoleh data dan informasi yang diperlukan. 2. Perencanaan yang bersifat desentralisasi agar lebih memberi peluang yang semakin besar kepada masyarakat untuk berpartisipasi.
Masyarakat Masyarakat adalah sekumpulan orang yang memiliki tatanan kehidupan di suatu wilayah yang hidup saling berinteraksi satu dengan yang lainnya. Defenisi lain masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu system yang berkelanjutan dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama. Dalam setiap tatanan masyarakat akan selalu membutuhkan suatu aturan yang berbeda dalam penerapannya dan biasanya aturan tersebut disebut sebagai sebuat aturan dengan mengambil dan menjunjung kepentingan bersama yang dirumuskan dalam suatu peraturan bersama yang disusun berdasarkan aspirasi masyarakat. Mac Iver dan Page yang kutip oleh Soerjono Soekanto (2006:22) memaparkan, masyarakat adalah suatu system dari kebiasaan, tata cara dari kewenangan dan kerjasama antar berbagai kelompok, penggolongan dan pengawasan tingkah laku serta kebiasaan-kebiasaan manusia masyarakat. Semua warga masyarakat merupakan manusia yang hidup bersama, hidup bersama ini dengan artian bahwa masyarakat hidup dalam satu tatanan kehidupan pergaulan dan keadaan ini akan terbentuk apabila manusia melakukan hubungan atau interaksi. A. Badan Permusyawaratan Desa Badan Permusyawaratan Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disingkat BPD, adalah lembaga yang merupakan perwujudan demokrasi
dalam
penyelenggaraan
pemerintahan
desa
sebagai
penyelenggara pemerintahan desa. (PP No.72 Tahun 2005 tentang Desa)
unsur
Badan Permusyawaratan Desa (BPD) pada dasarnya merupakan penjelmaan dari segenap warga masyarakat dan merupakan lembaga tertinggi ditingkat desa yang berfungsi untuk menetapkan peraturan desa bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat yang merupakan perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang di dalamnya mengatur tentang Pemerintahan Desa dan Badan Permusyawaratan Desa serta dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa maka Peraturan Daerah yang mengatur tentang pedoman pembentukan Badan Permusyawaratan Desa disesuaikan pula dengan Peraturan Pemerintan tersebut. Pasal 200, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, menjelaskan bahwa : “Dalam pemerintahan daerah Kabupaten/Kota dibentuk pemerintahan Desa yang terdiri dari pemerintahan Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD)”. Sedangkan
dalam
pasal
209
lebih
lanjut
dinyatakan
bahwa
Badan
Permusyawaratan Desa berfungsi menetapkan peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Dengan demikian diharapkan dapat meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan desa yang demokratis yang mencerminkan kedaulatan rakyat. Atas fungsi tersebut BPD mempuyai kewenangan : a. Membahasa rencana peraturan desa bersama kepala desa; b. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan desa dan peraturan kepala desa;
c. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala desa; d. Menggali, menampung, menghimpun, merumuskan dan menyalurkan aspirasi masyarakat, dan; e. Menyusun tata tertib BPD Anggota BPD adalah wakil dari penduduk desa bersangkutan berdasarkan keterwakilan wilayah yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat. Anggota BPD terdiri atas Ketua Rukun warga, Pemangku adat, golongan propesi, pemuka agama dan tokoh atau pemuka masyarakat lain. Pimpinan BPD terdiri dari 1 (satu) orang ketua, 1 (satu) orang wakil ketua, dan 1 (satu) orang sekretaris. Pimpinan BPD dipilih dari dan oleh anggota BPD secara langsung dalam rapat BPD yang diadakan secara khusus. Rapat pemilihan pimpinan BPD untuk pertama kali dipimpin oleh anggota tertua dan dibantu oleh anggota termuda. BPD mempunyai hak 1. Meminta keterangan kepada pemerintah desa; dan 2. Menyatakan pendapat. Anggota BPD mempunyai hak : 1. Mengajukan rancangan peraturan desa; 2. Mengajukan pertanyaan; 3. Menyampaikan usulan dan pendapat; 4. Memilih dan dipilih; dan 5. Memperoleh tunjangan. Anggota BPD mempunyai kewajiban :
1. Mengamalkan Pancasila, Melaksanakan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menaati segala peraturan perundangundangan; 2. Melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa; 3. Mempertahankan dan memelihara hukum nasional serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; 4. Menyerap,
menampung,
menghimpun
dan
menindaklanjuti
aspirasi
masyarakat; 5. Memproses pemilihan kepala desa; 6. Mendahulukan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi, kelompok dan golongan; 7. Menghormati nilai-nilai sosial budaya dan adat istiadat masyarakat setempat; dan 8. Menjaga norma dan etika dalam hubungan kerja dengan lembaga kemasyarakatan. Masa jabatan anggota BPD adalah 6 (enam) tahun dan dapat diangkat/ diusulkan kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya. Jumlah anggota BPD ditetapkan dengan jumlah ganjil, paling sedikit 5 (lima) orang dan paling banyak 11 (sebelas) orang, dengan memperhatikan luas wilayah, jumlah penduduk, dan kemampuan keuangan desa. Peresmian anggota BPD ditetapkan dengan Keputusan Bupati. Anggota BPD sebelum memangku jabatannya
mengucapkan sumpah/janji secara bersama-sama dihadapan masyarakat dan dipandu oleh Bupati.(PP 72 Tahun 2005 tentang Desa) Desa Desa di Indonesia sudah ada sebelum Indonesia merdeka, bahkan sebelum adanya penjajahan. Keberadaan desa merupakan suatu bentuk kehidupan yang saling mengenal, hidup gotong royong, memiliki adat istiadat yang relatif sama dan
mempunyai
tata
cara
tersendiri
dalam
mengatur
kehidupan
kemasyarakatannya yang terbentuk dari rasa kekeluargaan dan kebersamaan dalam menjalin persatuan dan kesatuan sehingga menjadi cikal bakal terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Desa merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengurus rumah tangganya sendiri berdasarkan hak asal usul dan adat istiadat yang diakui dalam Pemerintahan Nasional dan berada di Daerah Kabupaten. Desa memiliki kewenangan sesuai yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa yakni; 1. menyelenggarakan urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul. 2. menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada kepala desa, yakni urusan pemerintahan yang secara langsung dapat meningkatkan pelayanan masyarakat.
3. Tugas pembantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah Kabupaten/ Kota. 4. Urusan pemerintahan lainya yang oleh peraturan perundang-undangan diserahkan kepada desa. Desa menurut H.A.W. Widjaja (2003:3), bahwa desa adalah sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak asal usul yang bersifat istimewa. Landasan pemikiran dalam mengenai pemerintahan desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat. Keberadaan desa sebagai lembaga pemerintahan maupun sebagai entitas kesatuan masyarakat hukum adat menjadi sangat penting dan strategis. Sebagai lembaga pemerintahan desa sebagai ujung tombak pemberi layanan kepada masyarakat, sedangkan sebagai entitas kesatuan masyarakat hukum, desa merupakan basis sistim kemasyarakatan bangsa Indonesia sehingga dapat menjadi landasan yang kuat bagi pengembangan sistim politik, ekonomi, sosial budaya dan hankam yang stabil dan dinamis. Defenisi desa dalam konteks Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 tentang Pemerintah Desa, disebutkan bahwa : “Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat
setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara kesatuan Republik Indonesia.” Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagai
revisi Undang-undang
Nomor 22 Tahun 1999 tidak mengubah secara substansi ketentuan mengenai desa. Rumusan ini hampir sama dengan pengertian desa sebagaimana yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, hal yang membedakan adalah hilangnya anak kalimat dibawah Kabupaten. Jadi baik Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 maupun Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 menentukan desa sebagai kesatuan masyarakat hukum berdasarkan asal usul dan adat istiadatnya. Peraturan desa Dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, mengatur bahwa desa mempunyai wewenang mengatur dan mengurus masyarakat setempat sesuai dengan asal usul dan adat istiadat setempat. Dalam rangka mengatur dan urusan masyarakat tersebut pemerintahan desa dapat membuat Peraturan Desa. Peraturaan desa adalah bentuk regulasi yang dikeluarkan Pemerintah Desa yang ditetapkan oleh Kepala Desa bersama Badan Permusyawaran Desa (BPD) sebagai bentuk penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatiakn kondisi sosial budaya masyarakat desa setempat. (pasal 55 PP No 72 tahun 2005). Peraturan desa dibentuk dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan desa, dengan demikian maka pemerintahan desa harus merupakan penjabaran lebih
lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi serta harus memperhatikan kondisi sosial budaya masyarakat desa setempat dalam upaya mencapai tujuan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat jangka panjang, menengah dan jangka pendek. Peraturan desa yang dibuat hendaknya mempertimbangkan kebutuhan dan kemampuan masyarakat untuk melaksanakannya, maka dari itu peraturan desa haruslah benar-benar memperhatikan aspirasi masyarakat. Pemberlakuan Undang-undang tentang Pemerintahan Daerah yang baru melalui Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah tetap mengakui dan menguatkan Peraturan Desa. Definisi ini juga yang digunakan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 yang merupakan pengaturan lebih lanjut tentang Desa. Dalam Undang-undang tentang pembentukan Peraturan Perundangundangan yang baru pada pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Peraturan Desa dikeluarkan dari hierarkhi peraturan perundang-undangan, tetapi tetap diakui keberadaannya yang tertuang di pasal 8 ayat (1) Undang-undang Nomor 12 tahun 2011. Yang keberadaanya diakui dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan. Peraturan
desa
ditetapkan
oleh
Kepala
Desa
bersama
Badan
Permusyawaratan Desa. Peraturan desa dibentuk dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan desa yang merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan kondisi sosial budaya masyarakat desa setempat. Tingkat kepentingan dalam penyusunan Peraturan desa ini hendaklah dilihat dari kerangka kepentingan sebagian besar masyrakat setempat agar peraturan desa tersebut dapat benar benar mewakili aspirasi masyarakat. Dalam hal ini masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka penyiapan atau pembahasan rancangan peraturan desa dan peraturan desa dilarang bertentangan dengan kepentingan umum dan atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Kondisi Geografis Lokasi Penelitian Desa Toapaya Selatan berada diwilayah kerja Pemerintah Kabupaten Bintan Propinsi kepulauan Riau, dengan luas Wilayah 9.180 km2 dan dihuni oleh penduduk sekitar 4.171 jiwa, dengan batas-batasan : a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Toapaya Asri b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Sei Lokap. c. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Gunung Kijang. d. Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Pinang kencana-Pemerintah Kota Tanjungpinang Pinang Dilihat topografi Desa Toapaya Selatan, kondisi alamnya yang agak berbukit dengan kontur tanah dominan mengandung podolsit (tanah liat), serta disebagian wilayah dengan kondisi rawa-rawa yang melalui sungai-sungai kecil. Desa Toapaya Selatan secara klimatologis beriklim tropis, yang secara umum memiliki iklim yang sama di Indonesia. Dua musim yaitu musim hujan dan musin
kemarau dengan tempratur rata-rata terendah 23,9 ˚C dan tertinggi rata-rata 31,87 ˚C, dengan kelembapan udara ± sekitar 85 %. (profil Desa Toapaya Selatan, 2011) Sungai yang terdapat di Desa Toapaya Selatan merupakan sungai pasang surut air laut yang bercampur dengan air paya pada hulunya yang banyak dijumpai hutan bakau (mangrove ) disepanjang sungai. Kondisi Demografi Penduduk atau masyarakat merupakan salah satu alasan pemekaraan wilayah oleh Desa Toapaya Selatan, sebagai pemegang peranan penting dalam proses kemajuan suatu daerah dengan diimbangi oleh sumber daya manusia yang berkualitas dan berkuantitas. Sejak terbentuknya Desa Toapaya Selatan melalui pemekaran wilayah dengan keputusan Peraturan Daerah Kabupaten Kepulauan Riau Nomor 8 Tahun 2005 tentang Pembentukan Desa Kuala Sempang, kelurahan Teluk Lobam di Kecamatan Gunung Kijang yang selanjutnya melalui Peraturan Dearah Kabupaten Bintan Nomor 12 Tahun 2007 tanggal 23 Agustus 2007 dimekarkan menjadi Kecamatan Toapaya Selatan dimana masayarakat Desa Toapaya Selatan merupakan masyarakat majemuk dengan berbagai etnis suku bangsa. Berdasarkan hasil pengumpulan data dikantor pemerintahan desa di Desa Toapaya Selatan jumlah penduduk desa 4.171 jiwa terbagi dalam 996 kepala keluarga yang masing-masing wilayah diketua oleh dua kepala dusun yang bertanggungjawab langsung kepada Kepala Desa, 18 Rukun Tetangga (RT) dan 5 Rukun Warga (RW). Mayoritas penduduk Desa Toapaya Selatan merupakan
masyarakat majemuk yang terdiri dari berbagai suku bangsa seperti suku Jawa, Sunda, Cina, Padang, Batak, dll.( (data monografi Desa Toapaya Selatan) Sebaran penduduk bukan masyarakat tempatan di Desa Toapaya Selatan lebih mendominasi tinggal didaratan yang berprofesi sebagai buruh, peternak ikan lele, peternak ayam ras, petani, pedagang, pegawai pemerintahan dan pegawai swasta. Sedangkan masyarakat melayu tempatan hanya sedikit yang bertempat tinggal di pinggiran sungai atau pinggiran laut yang berprofesi sebagai nelayan.
Tabel 2. Jumlah Penduduk Desa Toapaya Selatan Berdasarkan Kepala Keluarga dan Jenis Kelamin 1.
Jumlah Penduduk menurut Kepala Keluarga
2.
Jumlah Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin
996 KK
2.1. Laki-Laki
2.260 jiwa
2.2. Perempuan
1.911 jiwa
Jumlah
4.171 jiwa
Sumber Data : Desa Toapaya Selatan ,2013. Tabel.3. Jumlah Penduduk Desa Toapaya Selatan berdasarkan umur NO
UMUR
LAKI-LAKI
PEREMPUAN JUMLAH
1
0–5
193
197
390
2
6 – 12
307
254
561
3
13 – 15
109
96
205
4
16 – 18
97
79
176
5
19 – 25
241
220
461
6
26 – 40
649
615
1.264
7
41 – 49
261
225
486
8
50 – 59
146
100
246
9
60 – 69
70
74
144
10
70 +
44
22
66
2.117
1.882
3.999
JUMLAH
Sumber Data : Desa Toapaya Selatan, 2013. Dilihat tabel 3 di atas dapat disimpulkan bahwa penduduk Desa Toapaya Selatan sebagian besar berumur 26-40 tahun, ini menunjukkan bahwa penduduk Desa Toapaya Selatan masih pada usia produktif. Dengan kondisi seperti ini Pemerintah
Desa
dapat
meningkatkan
pembangunan
partisipatif
yaitu
pembangunan dengan dasar sukarela dan kesadaran sendiri untuk berpartisipasi dalam pembangunan. Peningkatan partisipasi masyarakat dapat dilakukan dengan cara musyawarah desa yang melibatkan masyarakat, meningkatkan keterampilan masyarakat, pembinaan usaha-usaha masyarakat dan membantu menyalurkan hasil usaha masyarakat dengan mendirikan koperasi unit desa dan sebagainya. Kondisi Sosekbud 1. Pendidikan Pendidikan mempunyai peran dalam menyiapkan sumber daya manusia dalam proses pembangunan. Berhasil atau tidaknya pembangunan suatu daerah setidaknya banyak dipengaruhi oleh tingkat pendidikan penduduknya. Semakin maju pendidikan berarti akan membawa berbagai pengaruh positif bagi masa depan berbagai bidang kehidupan. Dengan tingkat pendidikan yang memadai akan terciptanya pola pikir masyarakat untuk membangun desanya. Pendidikan merupakan proses aktualisasi diri terhadap potensi kemampuan manusia untuk
diwujudkan kedalam tujuan yang akan diwujudkan dan juga dapat diarahkan kepada usaha-usaha pembangunan kepribadian bangsa. Demikian pentingnya peranan pendidikan, tidaklah mengherankan kalau pendidikan senantiasa banyak mendapat perhatian dari pemerintah maupun masyarakat. Dengan pendidikan pola pikir dan cara pandang seseorang akan lebih maju untuk memajukan atau mensejahterakan kehidupannya. Pada tabel 4 dibawah ini dapat dilihat karakteristik pendidikan masyarakat Desa Toapaya selatan. Tabel 4. karakteristik pendidikan No.
Tingkat Pendidikan Masyarakat
Jumlah
1
Tidak Pernah Sekolah
120
2
Tidak Tamat Sekolah Dasar
215
3
Tamat Sekolah Dasar
199
4
Tamat Sekolah Menengah Pertama
423
5
Tamat Sekolah Menengah Atas
299
6
Menselesaikan D1-D2-D3
13
7
Menyelesaikan Sarjana
8
Sumber Data : Desa Toapaya Selatan, 2013. Dari data tabel di atas dapat ditarik asumsi bahwa tingkat pendidikan di Desa Toapaya Selatan sudah cukup baik ini dapat dilihat dari rata-rata tingkat pendidikannya yang telah mengikuti program pemerintah wajib belajar 9 tahun.
Dengan tingkat pendidikan yang cukup baik ini sangat membantu dalam proses pembangunan di Desa Toapaya Selatan karena kualitas sumber daya manusianya sudah memadai. 2. Agama Kondisi sosial masyarakat juga ditandai dengan kehidupan beragama. Agama memberikan tuntunan yang jelas bagi manusia, mana yang baik, mana yang tidak baik (buruk), nama yang harus dikerjakan, mana yang harus ditinggalkan. Desa Toapaya Selatan yang berpenduduk 4.171 jiwa menganut beragam kepercayaan atau agama. Keragaman agama yang dianut masyarakat Desa Toapaya Selatan dapat diliat dari tabel dibawah ini; Tabel 5. Sebaran agama No
Agama
Jumlah (Jiwa)
%
1
Islam
3.746
86,97%
2
Katholik
124
3,80%
3
Kristen Protestan
23
0,70%
4
Hindu
-
5
Budha
278
Jumlah
4.171
8,50% 100
Sumber data: Desa Toapaya Selatan 2013 Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa penduduk Desa Toapaya Selatan penduduknya mayoritas beragama islam. Semua pemeluk agama hidup secara damai hormat menghormati antar sesama pemeluk agama dan menyadari begitu pentingnya warna kehidupan. Idealnya manusia harus belajar menghargai perbedaan yang ada, karena hanya jalan seperti itulah harmonisasi kehidupan bermasyarakat dan warna dari keanekaragaman akan benar-benar terjaga.
Manusia juga semestinya mengerti, sepenting rasa butuhnya pada orang lain, sepenting itu menumbuhkan perasaan aman dalam kebersamaan hidup. Karena dirinya tidak bisa hidup tanpa eksistensi orang lain. Dengan kerukunan dalam menjalankan agama akan terciptanya suatu ketenteraman antar sesama sehingga masyarakat dapat dengan aman dan damai untuk ikut turut serta dalam pembangunan. 3. Sosial Ekonomi Sosial ekonomi sangat berpengaruh pada pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari. Keadaan sosial ekonomi
masyarakat Desa Toapaya Selatan erat
kaitannya dengan mata pencarian atau pendapatan masyarakat. Pendapatan merupakan hal mendasar dalam pemenuhan kebutuhan hidup yang dilandaskan dengan pekerjaan seseorang dan faktor alam juga dapat berpengaruh terhadap mata pencarian masyarakat setempat. Pekerjaan masyarakat Desa Toapaya Selatan beragam, seperti petani, nelayan, buruh perkebunan, buruh bagunan, peternak ikan lele, peternak ayam ras, pedagang, wiraswasta, pegawai swasta dan pegawai negeri. Disamping itu juga penduduk Desa Toapaya Selatan secara berkelompok membentuk kelompokkelompok usaha bersama seperti salah satunya kelompok bersama dalam usaha peternakan ikan lele. Dalam kehidupan sosial yang berhubungan dengan masyarakat di Desa Toapaya Selatan terdapat beberapa perbedaan posisi atau kedudukan seseorang maupun kelompok. Perbedaan inilah yang akan membentuk lapisan sosial dimasyarakat yang berhubungan langsung dengan kekayaan.
4. Sosial Politik Kehidupan masyarakat yang aman, tentram dan harmonis adalah dambaan setip manusia. Sejak dibentuknya Desa Toapaya Selatan melalui pemekaran wilayah pada tahun 2007, untuk pemenuhan pelayanan administrasi pemerintahan maka dibentuklah organisasi pemerintahan desa yang dikepalai oleh Kepala desa yang dipilih langsung oleh masyarakat Desa Toapaya Selatan melalui pemilihan. Pemilihan kepala desa berlangsung dengan aman begitu juga dengan pemilihan ketua Badan Permusyarawatan Desa, ini membuktikan
bahwa kondisi sosial
politik di Desa Toapaya Selatan baik. Ini dilihat dari ada beberapa kantor-kantor cabang kepengurusan partai politik. Sikap ini juga tercermin dalam pemilihan kepala-kepala dearah seperti pemilihan Gubernur Kepulauan Riau dan pemilihan Bupati Bintan yang berlangsung tertib dan aman. Cerminan Negara demokrasi bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi kebersamaan walaupun ada perbedaan pendangan tergambar di Desa Toapaya Selatan. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat penulis dalam penelitian mengenai partisipasi masyarakat dalam prosese penyusunan peraturan desa di di Desa Toapaya Selatan ini adalah; a.
Kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD), merupakan lembaga yang telah diamanatkan oleh UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagai lembaga yang berfungsi untuk penyerapan dan penyaluran aspirasi masyarakat, tidak berjalan sebagai mana mestinya ini terlihat,
masyarakat lebih dominan menyampaikan aspirasinya kepada RT setempat. partisipasi masyarakat desa Toapaya Selatan lebih pada partisipasi tidak langsung. b.
Kurang optimal, penampungan dan penyaluran aspirasi masyarakat Desa Toapaya Selatan, karena disampaikan pada saat kegiatan gotong royong berlangsung dimana tidak semua masyarakat yang dapat hadir dengan alasan kerja, sehingga aspirasi
itu kurang terakomodir, sedangkan
untuk
musyawarah pembahasan juga tidak semua warga yang dapat hadir sebagian melalui perwakilan dan juga keterbatasan daya tampung tempat pertemuan/ balai desa. c.
Kurang senerginya Pemerintahan Desa Toapaya Selatan dengan masyarakat dunia usaha dalam menerapkan Peraturan Desa yang telah ditetapkan oleh Kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sehingga dapat memunculkan anggapan kurang baik di masyarakat baik yang terlibat langsung maupun melalui perwakilan dalam proses penyusunan Peraturan desa.
d.
penyebab rendahnya partisipasi masyarakat adalah : 1. Kurang kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi secara langsung dalam tahapan-tahapan pembuatan peraturan desa dikarenakan faktor pekerjaan. 2. Kurangnya sosialiasi pemerintah desa kepada masyarakat bahwa keterlibatan masyarakat dalam proses penyusunan peraturan desa sangat penting.
3. Kemampuan kinerja atau sumber daya manusia yang kurang mumpuni dalam
penerapan
peraturan
desa
yang
telah
dibuat,
sehingga
menimbulkan perspektif negatif di manyarakat. 4. Terbatasnya daya tampung balai desa untuk bermusyawarah, ini menyebabkan tidak bisa semua masyarakat dapat hadir untuk menyampaikan aspirasinya secara langsung dalam proses penyusunan peraturan desa. Saran-saran Saran-saran yang dapat penulis sampaikan; a. Dalam menyusun dan membuat peraturan desa, Kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) beserta perangkat-perangkatnya sebagai lembaga yang berfungsi, salah satunya sebagai tempat masyarakat desa untuk menyalurkan aspirasi harus berperan aktif dalam mengoptimalkan penyerapan dan penyaluran aspirasi masyarakat desa nya, karena fungsi ini telah diamanatkan dalam pasal 209, Undang-undang 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Desa. b. Dalam penyerapan aspirasi masyarakat, melalui perwakilan Rukun Tetangga (RT) sebaiknya dilakukan secara terus menerus sampai aspirasi itu terakomodir seluruhnya yang kemudian dapat dibahas di tingkat desa. c. Masyarakat Desa Toapaya Selatan seharusnya berperan aktif dalam menyampaikan aspirasinya secara langsung dalam forum musyawarah penyusunan peraturan desa agar masyarakat dapat memahami kebijakan yang akan ditetapkan untuk kepentingan bersama.
d. Dalam mengimplementasikan Peraturan desa yang telah ditetapkan kepala desa bersama BPD di Pemerintahan Desa harus memiliki Sumber daya manusia yang mumpuni dalam mensosialisasikan peraturan desa yang telah ditetapkan dan pelaksanaan penerapan nya dilapangan. e. Tersedianya alternatif lain berupa tempat untuk musyawarah sekiranya balai desa tidak cukup untuk menampung masyarakat yang terlibat langsung dalam bermusyawarah ditingkat desa
DAFTAR PUSTAKA A. Buku-buku: Adisasmita,Rahardjo,2006,Membangun Desa Partisipatif,Graha Ilmu,Yogyakarta. Budi Supriyanto,2009,Manajemen Pemerintahan,Jakarta:Media Berlian Conyer, Diana,1999, Perencanaan sosial didunia ketiga, Yogyakarta,UGM Press Diamar,son,2004,Penguruutamaan Partisipasi Masyarakat Dalam Perencanaan Pembangunan, Jakarta.CV.Cipruy. Daljhoeni,N,2003,Geografi Kota dan De,Bandung, PT.Alumni. Holil,Soelaiman, 1980,Partisipasi Sosial dalam Usaha Kesejahteraan Sosial, Bandung Hasan,Igbal.M,
2002,
Metode
Penelitian
dan
Aplikasinya,Jakarta,Ghalia
Indonesia. Isbandi,Rukminto Adi, 2007, Perencanaan Partisipasi Berbasis Asset Komunitas: dari Pemikiran Menuju Penerapan , Depok:FISIP UI Kountur,Ronny,2007,Metode Penelitian Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis, Jakarta: Penerbit PPM. Labolo, Muhadam, 2005, Memahami Ilmu Pemerintahan,Jakarta : Grafindo Persada. Mikkelse,Britha,2001,Metode
penelitian
partisipasi
dan
Upaya-Upaya
Pemberdayaan, yayasan. Moleong,Lexy J 2004,Metodelogi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi,Bandung: Remaja Rosda Karya. --------------2005,Metodelogi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosda Karya --------------2007,Metodologi Penelitian Kualitatif,Bandung: Remaja Rosda karya. Muluk,khairul,M.R.,2007,Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah,Penerbit Bayumedia Publishing dan Lembaga Penerbit dan Dokumentasi FIA-UNIBRAW. Manan,Bagir,2001,Menyongsong Fajar Otonomi Daerah,Pusat Studi Hukum (PSH) Hukum UI.Yogyakarta. Nazir, Moh,2003,Metode Penelitian,Jakarta,PT. Gholia Indonesia
Ndraha,Taliziduhu, 1990,Membangun Masyarakat Mempersiapkan Masyarakat Tinggal Landas,Jakarta: Rineka Cipta Ndraha,Taliziduhu,2003,Kybernology Ilmu Pemerintahan Baru 2,Jakarta : Rineka Cipta. Nurcholis,Hanif, 2011,Pertumbuhan dan penyelenggaraan Pemerintahan Desa, Penerbit Erlangga. Soekanto,Soeharjo,2006,Sosiologi Suatu Pengantar,Rajawali Pers Soetarto,Endriatmo,2009,Pembangunan Masyarakat Desa,penerbit Universitas Terbuka Soetrisno,Loekman,1995, Menuju Masyarakat Partisifatif, Penerbit : Kanisius Supriyanto,Budi,2009, Manajemen Pemerintahan, CV.Media Brilian. Surmayadi,I nyoman,2005,Perencanaan Pembangunan Daerah Otonom dan Pemberdayaan Masyarakat,Jakarta:CV.Citra Utama. Sugiyono,2005,MetodePenelitian Adminstratif,Bandung:CV.Alfabeta. Sriartha,Putu, 2004,Geografis Perdesaan dan Perkotaan, Singaraja Widjaja ,H.A.W,2003, Otonomi Desa, Jakarta,PT.Raja Grafindo Persada. --------------------,2008,otonomi desa merupakan otonomi yang asli dan utuh, Jakarta: Rajawali Press
B. Peraturan perundang-undangan Undang-undang Dasar 1945 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perudang-undangan Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 Tentang Desa. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pembentukan dan Mekanisme Penyusunan Pemerintah Desa Peraturan Daerah Kabupaten Kepulauan Riau Nomor 8 Tahun 2005 Tentang Pembentukan Desa Kuala Semapang, Kelurahan Teluk Lobam di Kecamatan Gunung Kijang.
Peraturan Daerah Kabupaten Bintan Nomor 12 Tahun 2007 Tentang Pemekaran Kecamatan Toapaya. Pedoman Teknik Penulisan Usulan Penelitian dan Skripsi Serta Ujian Sarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjungpinang Tahun 2011.
C. Internet Ramadhan, rizuan. 2013. Pengertian Partisipasi. (rizuan-ramadhan.blogspot.com/2013/12/pengertian-partisipasi.html, diakses 19 Desember 2013, 10.00 Wib)