PHARMACY, Vol.13 No. 02 Desember 2016
ISSN 1693-3591
EVALUASI PROGRAM PENGENDALIAN TUBERKULOSIS MULTI DRUG RESISTANT (TB-MDR) DENGAN STRATEGI DOTS DI KABUPATEN BANYUMAS
EVALUATION PROGRAM FOR CONTROL OF TUBERCULOSIS MULTI DRUG RESISTANT (MDR-TB) WITH STRATEGY DOTS in DISTRICT BANYUMAS
Dhien Setiani, Much Ilham Novalisa Aji Wibowo Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Purwokerto Jl. Raya Dukuhwaluh, PO Box 202, Kembaran, Banyumas 53182 Email:
[email protected] (Dhien Setiani)
ABSTRAK Resistensi kuman Mycobacterium tuberculosis terhadap Obat Anti Tuberkulosis (OAT) merupakan salah satu masalah yang umum ditemui pada pengobatan Tuberkulosis (TB). Resistensi merupakan keadaan dimana OAT tidak mampu untuk membunuh kuman M. tubercolusis. Salah satu jenis resistensi dalam pengobatan TB adalah Multi Drug Resistant (MDR). Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi keberhasilan program penanganan TB-MDR di wilayah Kabupaten Banyumas meliputi tingkat pengetahuan petugas TB, kesesuaian tata laksana dengan pedoman nasional dan mendeskripsikan faktor yang mempengaruhi terlaksananya program TB-MDR. Penelitian ini menggunakan observasi deskriptif secara prospektif. Analisis kuantitatif menggunakan kuesioner untuk mengukur tingkat pengetahuan petugas TB dan daftar checklist untuk kesesuaian tatalaksana program TB-MDR dengan pedoman nasional. Analisis kualitatif menggunakan metode wawancara terstruktur kepada petugas TB atau kepala puskesmas untuk menggali faktor penghambat dan pendukung program pengendalian TB-MDR di puskesmas di Kabupaten Banyumas selama kurang lebih 3 bulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan petugas TB-MDR di puskesmas di Kabupaten Banyumas adalah 85,56% masuk dalam kategori tinggi (75%-100%). Tingkat kesesuaian tata laksana penanganan TB-MDR dengan pedoman nasional sebesar 86,94%. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan program TB-MDR adalah faktor ekonomi, faktor petugas kesehatan, faktor pasien, dan faktor sarana dan prasarana. Kata kunci: evaluasi, OAT (obat antituberkulosis), program, TB-MDR. ABSTRACT The emergence of resistance to drugs used to treat TB, and particularly multi-drugresistant TB (MDR TB), has become a significant public health problem and an obstacle to effective TB control. The resistance is a condition where drugs used to treat TB are not
162
PHARMACY, Vol.13 No. 02 Desember 2016
ISSN 1693-3591
able to kill M. tubercolusis. This study aimed to evaluate the success of MDR TB treatment programs in Banyumas include the level of knowledge of TB officer, suitability of guidelines health care center in Banyumas with national guidelines and describe the factors that affect the implementation of MDR TB program. A crosssectional descriptive study was conducted for three months. Quantitative analysis using questionnaires to measure the level of knowledge of TB officers and a checklist for suitability guidelines health care center in Banyumas with national guidelines. Qualitative analysis using structured interviews to TB officer or the head of the health care center to explore factors inhibiting and supporting MDR TB control program in the district of Banyumas health centers. The results showed that the level of knowledge officer of MDR was 85.56% in the high category (75%-100%). Level governance suitability MDR TB treatment with national guidelines of 86.94%. Factors that may affect the success of MDR TB program are the economic, health workers, patient, facilities, and infrastructures. Key words: evaluation, MDR-TB, OAT (antituberculosis drugs), program.
163
PHARMACY, Vol.13 No. 02 Desember 2016
ISSN 1693-3591
253/100.000 penduduk dengan angka
Pendahuluan kuman
kematian 38/100.000 penduduk, dengan
Mycobacterium tuberculosis terhadap
angka tersebut Indonesia menduduki
Obat Anti Tuberculosis (OAT) merupakan
peringkat ke-8 dari 27 negara dengan
salah satu masalah yang umum ditemui
kasus TB-MDR terbanyak (Depkes RI,
pada
2010).
Resistensi
pengobatan
TB.
Resistensi
merupakan keadaan dimana OAT tidak
Seperti yang tercantum pada
mampu untuk membunuh kuman M.
Programmatic Management of Drug
tuberculosis.
Salah
Resistance
resistensinya
adalah
satu
bentuk
Multi
Tuberculosis,
diketahui
bahwa insidensi TB-MDR yang tinggi
Drug
Resistant (MDR) (Ebert, 1997). Saat ini
sebagian
TB-MDR merupakan masalah terbesar
rendahnya
yang
terhadap
pengobatan TB terutama di fasilitas
pencegahan dan pemberantasan kasus
pelayanan kesehatan rumah sakit, klinik,
TB-MDR. Resistensi obat terjadi akibat
dan praktisi swasta. Hal ini disebabkan
penggunaan OAT yang tidak tepat dosis
oleh
pada
rendah
dihadapi
pasien
dunia
yang
masih
sensitif
menyatakan
kepatuhan
oleh
keberhasilan
tenaga
terhadap
konseling
adanya
disebabkan
angka
penatalaksanaan
terhadap rejimen OAT (WHO, 2010). WHO
besar
standar
TB,
kepada
kesehatan
pemberian
pasien/keluarga,
peningkatan insiden TB-MDR secara
dukungan jejaring eksternal dalam case
bertahap tiap tahun dengan rerata 2%.
holding, dan pemberian rejimen tidak
Peningkatan drastis terjadi pada tahun
tepat oleh tenaga kesehatan, atau
2005 di Asia Tenggara dengan jumlah
karena kegagalan pasien menyelesaikan
kasus sebanyak 68 kasus TB-MDR tiap
seluruh tahapan pengobatan (Depkes,
100.000 penduduk dan 3.937 kasus
2011). Menindaklanjuti
penderita TB-MDR terjadi pada tahun
permasalahan
2010 dan dapat disimpulkan jumlah
tersebut, pemerintah membentuk tim
kasus TB-MDR sebanyak 66757 (WHO,
Manajemen Terpadu Penanggulangan
2013). Data kementerian Kesehatan RI
Tuberkulosis Resisten Obat (MTPTRO)
(2010) menyebutkan pada tahun 2006
yang
prevalensi TB-MDR di Indonesia sebesar
program pengendalian TB Nasional.
164
merupakan
bagian
integral
PHARMACY, Vol.13 No. 02 Desember 2016
ISSN 1693-3591
Program ini dimulai pada tahun 2009
disebarkan sebanyak 37 kuesioner di
dan dikembangkan di seluruh wilayah
puskesmas, terdapat 7 pernyataan yang
Indonesia sehingga seluruh pasien TB-
nilai
MDR dapat mengakses penatalaksanaan
pernyataan
TB-MDR yang terstandar dan cepat,
Kuesioner dikatakan reliabel jika nilai
mengurangi
Cronbach’s
kematian,
angka serta
kesakitan memutus
dan
r
hitung
<0,361
dinyatakan
alpha
sehingga
tidak
minimal
valid.
0,7.
(Sugiyono, 2012). Hasil yang diperoleh
rantai
dari uji reabilitas kuesioner adalah 0,766
penularan TB-MDR (Depkes RI, 2014).
maka
dapat
disimpulkan
bahwa
kuesioner tersebut reliabel digunakan
Metode Penelitian Penelitian
ini
untuk mengukur tingkat pengetahuan
menggunakan
observasi deskriptif. Analisis kuantitatif
petugas TB-MDR di puskesmas.
menggunakan
Karakteristik Pasien
kuesioner
untuk
Narasumber yang direncanakan
mengukur tingkat pengetahuan petugas TB dan daftar checklist untuk kesesuaian
pada
tatalaksana program TB-MDR dengan
puskesmas
pedoman nasional. Analisis kualitatif
penanggulangan
TB-MDR
menggunakan
puskesmas
serta
metode
wawancara
penelitian
ini
adalah
sebagai
di
tim setiap petugas
terstruktur petugas TB atau kepala
penanggungjawab
puskesmas
faktor
pengawas minum obat bagi pasien TB-
penghambat dan pendukung program
MDR. Idealnya terdapat 2 narasumber
pengendalian TB-MDR di puskesmas-
pada setiap puskesmas dari 8 puskesmas
puskesmas di Kabupaten Banyumas
tersebut tetapi
selama tiga bulan.
peneliti mendapatkan 12 narasumber
untuk
menggali
atau
ketua
kepala
koordinator
pada penelitian ini
baik dari koordinator maupun dari kepala Hasil dan Pembahasan
puskesmas. Tabel 1 menunjukkan bahwa
Uji Validitas dan Reabilitas Kuesioner
narasumber didominasi oleh perempuan
dilakukan
dengan persentase 58,3%. Merujuk pada
menggunakan program statistik SPSS,
data kepegawaian di setiap puskesmas
dilakukan dengan cara membandingkan
sampel, mayoritas petugasnya adalah
nilai hitung dengan r table (Dahlan,
perempuan dengan rentang umur antara
2012). Jumlah total kuesioner yang
26 sampai dengan 45 tahun. Sedangkan
Uji
validitas
165
PHARMACY, Vol.13 No. 02 Desember 2016
pada aspek pendidikan 100% petugas tim
ISSN 1693-3591
D3 seperti keperawatan dan kebidanan.
TB-MDR sudah berpendidikan minimal
Tabel 1. Karakteristik narasumber di puskesmas di Kabupaten Banyumas Data Jenis kelamin: Laki-laki Perempuan Usia: 26 – 35 36 – 45 Pendidikan terakhir: D3 / S1/Profesi S2 / S3
Frekuensi
Persentase (%) a
b
c
5 7
41,6% 58,3%
6 6
50% 50%
12 0
100% 0%
Tabel 2. Analisis tingkat pengetahuan petugas terhadap TB-MDR di puskesmas di Kabupaten Banyumas tahun 2016 No 1 2 3 4
Puskesmas Sumbang Cilongok Lumbir Pekuncen
5 Purwokerto Barat 6 Purwokerto Timur 7 Sokaraja 8 Sumpiuh
Nara Sumber Kepala Petugas Petugas Kepala Petugas Kepala Petugas Kepala Petugas Kepala Petugas Petugas
Jumlah Benar* 20 26 27 26 25 27 26 27 23 27 27 27
Jumlah Salah* 10 4 3 4 5 3 4 3 7 3 3 3 % Rata-Rata
% Benar 66,67% 86,67% 90,00% 86,67% 83,33% 90,00% 86,67% 90,00% 76,67% 90,00% 90,00% 90,00% 85,56%
% Salah 33,33% 13,33% 10,00% 13,33% 16,67% 10,00% 13,33% 10,00% 23,33% 10,00% 10,00% 10,00% 14,44%
Sumber: Data Primer, 2016.
Analisis Tingkat Pengetahuan Petugas Kesehatan di Puskesmas
(2010) bahwa pengetahuan petugas dan kader TB Paru di Puskesmas Sanakulon
Tabel 1 menunjukkan rata-rata
akan berpengaruh positif terhadap
tingkat pengetahuan setelah dikonversi
keberhasilan program penanggulangan
dalam bentuk persentase adalah 85,5%.
TBC pada umumnya. Secara umum
Sejalan dengan penelitian Wahyudi
166
PHARMACY, Vol.13 No. 02 Desember 2016
ISSN 1693-3591
pelatihan yang didapatkan oleh para
melakukan pengobatan di puskesmas
petugas puskesmas adalah TB umum
tujuan, maka di puskesmas tersebut
atau mereka lebih sering menyebutnya
dibentuk tim yang terdiri dari dokter,
adalah TB “biasa” bukan pelatihan
apoteker,
khusus TB-MDR. Bentuk pengetahuan
mendapatkan arahan dari Tim TB-MDR
yang didapatkan adalah pada saat ada
di rumah sakit rujukan TB-MDR yaitu
pasien TB-MDR yang datang untuk
RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
dan
perawat
untuk
Tabel 3. Analisis kesesuaian tata laksana program pengendalian TB-MDR di puskesmas di Kabupaten Banyumas Tahun 2016 No
Puskesmas
Nara Sumber
Terlaksana Sesuai Prosedur Tidak Sesuai (Poin) (Poin) 23 7 28 2
Persentase Sesuai Tidak Prosedur Sesuai 76,67% 23,33%
1
Sumbang
Kepala
2
Cilongok
Petugas
3
Lumbir
Petugas
21
9
70,00%
30,00%
4
Pekuncen
Kepala
25
5
83,33%
16,67%
Petugas
24
6
80,00%
20,00%
5
Purwokerto Barat
Kepala
30
0
100,00%
0,00%
Petugas
27
3
90,00%
10,00%
Purwokerto Timur
Kepala
30
0
100,00%
0,00%
Petugas
26
4
86,67%
13,33%
Sokaraja
Kepala
28
2
93,33%
6,67%
Petugas
27
3
90,00%
10,00%
Sumpiuh
Petugas
24
6
80,00%
20,00%
Rata-Rata
86,94%
13,06%
6 7 8
93,33%
6,67%
Sumber: Data Primer, 2016. Analisis Kesesuaian Tata Laksana Program Pengendalian TB-MDR Analisis
ini
menggunakan
pengamatan
langsung
efisiensi,
pelaksanaan
Terpadu
Pengendalian
Resisten
Obat
dan
yang didapatkan adalah 85,94% sudah
dengan
sesuai dengan protap program MTPTRO. Adapun
Manajemen
ketidaksesuaian
13,06%
dikarenakan petugas menjawab sesuai
Tuberkulosis
(MTPTRO).
dampak
keberlanjutan penerapan program. Hasil
teknik
instrumentasi kuesioner untuk menilai kesesuaian
efektivitas,
dengan apa yang dilakukan. Protap yang
MTPTRO
terbanyak tidak dilakukan di puskesmas
adalah untuk menganalisis relevansi,
167
PHARMACY, Vol.13 No. 02 Desember 2016
ISSN 1693-3591
adalah poin 7.4 dan 7.5 yaitu dalam
TB-MDR kita langsung rujuk ke
kategori pencatatan dan pelaporan, poin
Cilacap.”
5 (petugas puskesmas mencatat dan
Petunjuk cara penemuan kasus TB-
melakukan evaluasi monitoring pada
MDR ini sama halnya dengan TB biasa
pasien
yaitu melakukan skrining ke rumah
TB-MDR
yang
telah
selesai
warga.
pengobatan), dan poin 6 (evaluasi dan monitoring
pasien
dilakukan
dengan
mencatat
hasil
yang
2. Merujuk suspek
sembuh
memantau
pemeriksaan
dan
Sistem perujukan pada pasien
biakan
TB-MDR
adalah
terkait
dengan
dalam jangka waktu 30 hari setelah fase
kondisi pasien secara umum akibat
pengobatan lanjut). Narasumber juga
dari efek samping obat, jika keluhan
mengatakan bahwa tidak ada kegiatan
yang dirasakan pasien masih dalam
monitoring yang terstuktur.
kategori
memberikan
kasus
satu
ini
Informasi
dengan
group media Whatsapp.
indikator
3. Meneruskan pengobatan (rawat jalan)
dalam keberhasilan pengendalian TBMDR.
pengobatan
RSUD Dr. Muwardi Surakarta melalui
penemuan salah
petugas
saran dari tim dokter TB-MDR di
1. Penemuan kasus
merupakan
maka
puskesmas dalam hal ini dokter dapat
Analisis Faktor yang Mempengaruhi Terlaksananya Program Penanggulangan TB-MDR
Data
ringan
narasumber
Pada proses pengobatan pasien
menyimpulkan bahwa belum ada
diwajibkan untuk mendapatkan dan
pelatihan khsusus TB-MDR tetapi ada
menggunakan obat di puskesmas.
semacam pelatihan kilat atau briefing
Walaupun secara prosedural tidak
dengan tim TB-MDR dari RSUD Dr.
diperbolehkan seorang pasien TB-
Muwardi Surakarta. Hasil wawancara
MDR membawa pulang obatnya,
yang
tetapi ada puskesmas yang akhirnya
melakukan
sesuai
dengan
petunjuk teknis sebagai berikut:
memperbolehkan obat untuk dibawa
“kalau yang pertama itu, kita dapat
pulang. Faktor-faktor yang dapat
dari penjaringan ke desa-desa case
mempengaruhi
finding ke rumah-rumah. jika ada
melakukan pengobatan rawat jalan
pasien yang menunjukan tanda-tanda
menurut
168
salah
pasien
seorang
dalam
petugas
PHARMACY, Vol.13 No. 02 Desember 2016
ISSN 1693-3591
pendekatan
pasien mendapatkan sejumlah dana
petugas dan ekonomi pasien. Tetapi
untuk transportasi dari rumah sampai
dari
faktor
ke RSU Dr. Muwardi Surakarta dan
ekonomi dari pasienlah yang lebih
dilakukan setiap bulan selama masa
dominan
pengobatan. Berdasarkan informasi
kesehatan
adalah
sekian
narasumber,
mempengaruhi
pasien
narasumber,
melanjutkan pengobatan atau tidak. 4. Monitoring ESO Efek samping yang paling banyak
faktor
pasien
merupakan
yang
keberhasilan
program
TB-MDR
terjadi adalah mual yang terjadi pada
karena
91 (79,8%) pasien, muntah dan
dukungan psikososial kepada pasien
artralgia yang terjadi pada 90 (78,9%)
TB Resistan Obat sangat diperlukan
pasien. Efek samping yang jarang
untuk
terjadi adalah hipokalemia 20 (17,5%)
pengendalian, infeksi, serta pemutus
pasien
(MTPTRO,
disimpulkan
efek
motivasi
mendukung
keberhasilan
internal
dan
pengobatan,
2014).
Dapat
rantai penularan. Hal ini sesuai
samping
yang
dengan penelitian Munawwaroh dkk.
banyak terjadi pada pasien sesuai
(2013)
dengan
peningkatan motivasi menjadi solusi
data
dari
Kementrian
Petunjuk
Teknis
menyatakan
bahwa
untuk menurunkan kejadian TB-MDR
Kesehatan RI, 2014 yang tertuang dalam
yang
6. PMO (Pengawas Minum Obat)
MTPTRO
Salah satu fungsi dari Fasyankes
(2014).
satelit adalah melakukan pengawasan
5. KIE (Konseling Informasi dan Edukasi)
minum obat yang diutamakan adalah
Kegiatan ini diberikan kepada semua pasien dan anggota keluarga
tenaga
di setiap tingkat fasilitas pelayanan
kesehatan terlatih.
kesehatan (Fasyankes), mulai dari
“PMO selama ini baru keluarga dan
Fasyankes satelit sampai kepada
mantan penderita yang dilatih oleh
rujukan dan dimulai sejak awal yaitu
Dinas Kesehatan Kabupaten, cuma
sebelum pasien didiagnosis sebagai
kita sekarang punya kader, jadi kita
TB-MDR dan dilakukan secara terus
bikin kader khusus bukan TB saja tapi
menerus
KIA dan TB jadi kita harapkan ada
pada
setiap
kunjungan
kesehatan
kader
pasien ke fasyankes dan sudah
pengawasan
berjalan.
terutama untuk penggunaan APD,
Menurut
narasumber,
169
dari
atau
lingkungan
PHARMACY, Vol.13 No. 02 Desember 2016
ISSN 1693-3591
cuma ya memang kita tidak bisa
dilakukan di rumah dinas dokter yang
membedakan ini TB biasa ini TB-MDR
tidak
karena
berjauhan dari puskesmas.
ada
kaitan
dengan
digunakan
yang
letaknya
kerahasiaan dan pasien. Karena ada
Petugas kesehatan juga memiliki
keterbatasan jangkauan dan petugas
peran penting dalam kelangsungan
sehingga kita menggunakan kader
pengobatan.
tersebut, cuma si kader tidak diberi
menyatakan ada ketakutan penularan
tahu diagnosanya hanya sekedar
terhadap dirinya walaupun sudah ada
memantau saja apakah sudah minum
sistem yang dibentuk agar dapat
obat atau belum”.
meminimalisir keterpaparan kepada petugas.
Dapat disimpulkan bahwa pada
Narasumber
Menurutnya
semua
ini
Fasyankes satelit seperti puskesmas
sudah menjadi tugas profesi tenaga
diwajibkan
TB-MDR
kesehatan sehingga mereka lakukan
walaupun tidak sama dengan PMO TB
tugas dengan sepenuh hati. Petugas
biasa/umum. PMO TB-MDR bertugas
sudah menjalankan tugas dengan
memberikan
kewaspadaan tinggi dan mengikuti
maupun
ada
PMO
obat
oral
secara
kepada
injeksi
pasien
protap yang sudah ditetapkan.
di
7. Pendokumentasian dan pencatatan
ruangan khusus dan Poli Khusus
Tujuan pendokumentasian dan
sehingga pasien tidak melewati jalur pasien
umum
agar
pencatatan
menghindari
adalah
penularan pada pasien beresiko di
pengendalian
puskesmas.
melindungi
Disimpulkan
dari
pengunjung,
informasi
sebagai
administratif petugas dan
untuk
kesehatan, pasien
dari
narasumber bahwa sudah ada sarana
penularan TB-MDR. Informasi ini
dan
mendukung
sesuai dengan keterangan beberapa
pengobatan TB-MDR, tetapi secara
narasumber bahwa pencatatan TB-
kualitas belum memenuhi standar.
MDR sudah terlaksana sebagaimana
Faktor yang mendominasi belum
mestinya.
prasana
yang
terpenuhi secara kualitas adalah ketersediaan ruangan di puskesmas
Kesimpulan
yang akan dijadikan ruangan isolasi
1. Tingkat
petugas
TB-MDR
di
Puskesmas Kabupaten Banyumas
tersebut. Bahkan ada yang harus
170
PHARMACY, Vol.13 No. 02 Desember 2016
adalah
85,56%
masuk
dalam
MDR RS Labuang Baji Kota Makassar Tahun 2013. Laporan Penelitian: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanudin.
kategori tinggi (75%-100%). 2. Tingkat kesesuaian tata laksana penanganan
TB-MDR
dengan
Wahyudi, E. 2010. Hubungan pengetahuan, sikap, dan motivasi kader dengan penemuan suspek tuberkulosis paru di Puskesmas Sanankulon. Tesis. Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
pedoman nasional sebesar 86,94%. 3. Faktor-faktor
yang
ISSN 1693-3591
dapat
mendukung keberhasilan program TB-MDR adalah faktor ekonomi, faktor petugas kesehatan, faktor pasien, dan faktor sarana dan
World
Health Organization. 2014. Tuberculosis Control in The SoutEast Asia Region: Annual TB Report 2014. India: WHO.
World
Health Organization. 2010. Multidrug and Extensively DrugResistant TB (M/XDR-TB): 2010 Global Report on Surveillance and Response. Geneve: WHO Press.
prasarana.
Daftar Pustaka Dahlan, M.S. 2012. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Edisi V. Jakarta: Penerbit Salemba Medika. Depkes RI. 2014. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
WHO. 2015. Global Tuberculosis Control Report 2011: Toward Universal Acces to Diagnosis and Treatment of MultidrugResistant and Extensevly DrugResitant Tuberculosis by 2015.
Depkes RI. 2011. Programmatic of Management Drug Resistance Tuberculosis. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
WHO 2009. WHO Report 2009: Global Tuberculosis Control Epidemiology, Strategy, Financing. Geneva, Switzerland: WHO Press. whqlibdoc.who.int/publications/ 2009/9789241563802_eng.pdf– Diakses 1 Maret 2016.
Ebert, S.C. 1997. Tuberculosis. in Dipiro, Pharmacotherapy: a Pathophysiologic Approach, 3rd ed. England: McGraw Hill Company. Munawwaroh, R., Leida, I. dan Wahhiddudin. 2013. Gambaran Faktor Resiko Pengobatan TB-
171