XXVI BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG SAAT INI

Download Secara medis, fraktur dapat ditangani dengan cara bedah atau non bedah. ... prosedur atau tindakan pelayanan di rumah sakit sesuai dengan t...

0 downloads 416 Views 172KB Size
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Saat ini, penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak dijumpai di pusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia dan menjadi penyebab tingginya angka morbiditas dan mortalitas baik di negara maju maupun negara

berkembang

(Roshan

dan

Ram,

2008).

Salah

satu

penyakit

muskuloskeletal adalah fraktur (patah tulang). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya (Smeltzer dan Bare, 2001). Fraktur juga didefinisikan sebagai setiap retak atau patah pada tulang yang utuh (Reeves et al., 2001). Di Indonesia khususnya pada arus mudik dan arus balik hari raya sering terjadi kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan fraktur. Banyak pula kejadian alam tidak terduga yang menyebabkan fraktur. Sebanyak 1,26 juta orang meninggal akibat kecelakaan lalu lintas di dunia selama tahun 2000 dan 30% kematian terjadi di Asia Tenggara. Penyebab paling umum dari terjadinya trauma dan fraktur adalah kecelakaan lalu lintas, yaitu sebanyak 666 (51.66%) pasien, kecelakaan kerja / olahraga sebanyak 30% dan kekerasan rumah tangga sebanyak 18% (Kahlon et al, 2004). Fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan dengan umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau kecelakaan. Pada usia lanjut prevalensi fraktur cenderung

xxvi

lebih banyak terjadi pada wanita karena osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormon (Manolagas et al., 2002; Lubbeke et al., 2005). Secara medis, fraktur dapat ditangani dengan cara bedah atau non bedah. Penanganan fraktur dengan pembedahan dilakukan dengan bedah orthopedi. Bedah orthopedi yaitu tindakan pembedahan untuk memperbaiki sistem muskuloskeletal akibat cedera akut, kronis, dan trauma serta gangguan lain sistem muskuloskeletal. Penanganan pasien yang mengalami fraktur terdapat beberapa cara yang digunakan tergantung dari bagaimana bentuk fraktur yang terjadi. Penanganan yang dilakukan yaitu dengan cara fiksasi interna dan fiksasi eksterna. Fiksasi interna yakni dilakukan pembedahan untuk menempatkan piringan (plate) atau batang logam pada pecahan-pecahan tulang atau sering disebut open reduction with internal fixation (ORIF) dan fiksasi eksterna yang digunakan untuk menstabilkan fraktur dengan menggunakan pin yang dihubungkan dengan bars atau frame yang dapat dilihat diluar tubuh atau sering disebut open reduction with external fixation (OREF) (Fisher, 2007). Penanganan fraktur non bedah ditangani dengan closed reduction dan traksi dilanjutkan dengan pemasangan mitella, gips, dan sebagainya. Tujuannya adalah untuk membatasi pergerakan. (immobilisasi) sehingga ujung-ujung patah tulang dapat berdekatan dan tetap menempel sehingga proses penyembuhan fraktur menjadi lebih cepat (Browner et al., 2003). Tatalaksana fraktur tergolong tidak murah, hal ini disebabkan proses pembedahan yang rumit dan dibutuhkan keahlian tinggi, juga adanya bahan-bahan lain yang diperlukan untuk stabilisasi tulang seperti pin, plate, atau implan, yang dari segi biaya termasuk tidak murah. Immobilisasi untuk mempertahankan tulang

xxvii

yang telah dikembalikan ke keadaan semula juga memerlukan waktu yang cukup lama. Hal tersebut tentu saja dapat berakibat terjadinya LOS (Lenghts of Stay) yang tinggi dan memperbesar biaya yang harus dikeluarkan. Saat ini telah ada sistem dalam penyelenggaraan asuransi bagi masyarakat miskin, yang kemudian disebut dengan Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS). Program tersebut diselenggarkan secara nasional agar terjadi subsidi silang dalam rangka mewujudkan pelayanan kesehatan yang menyeluruh bagi masyarakat miskin (Departemen Kesehatan, 2008). Demi tercapainya tujuan pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien, maka perlu penerapan standar pelayanan yang konsisten, salah satu cara adalah dengan memberlakukan tarif pelayanan sehingga jenis pelayanan yang diberikan kepada pasien diprioritaskan sesuai dengan penyakit dan tingkat keparahan. Tarif paket tesebut kemudian diimplementasikan dalam bentuk case-mix yang disebut dengan Indonesian Diagnosed Related Groups (INA-DRGs). Sesuai

Surat

Keputusan

Menteri

Kesehatan

Nomor

989/Menkes/SK/IX/2007 tentang Pemberlakuan INA-DRGs bagi peserta program Jamkesmas mulai 1 Juli 2008, maka standar baku tarif pelayanan kesehatan di rumah sakit besarnya ditentukan berdasarkan klasifikasi jenis penyakit dan prosedur atau tindakan pelayanan di rumah sakit sesuai dengan tipe rumah sakit dan kelas perawatan (Departemen Kesehatan, 2007a). Namun lisensi software grouper INA-DRGs PT. 3M Indonesia berakhir pada tanggal 1 Oktober 2010, sehingga pada akhir tahun 2010 dilakukan perubahan penggunaan software grouper INA-DRGs ke INA-CBGs (Indonesia Case Based Groups) dengan

xxviii

menggunakan grouper dari United Nation University (UNU-Casemix Grouper). Dasar pengelompokan masih tetap menggunakan ICD – 10 untuk diagnosis dan ICD – 9 CM untuk prosedur/tindakan. Dalam sistem INA-CBGs komponen biaya yang ditanggung oleh pihak asuransi kesehatan terdiri atas biaya perawatan, penginapan, tindakan, obat-obatan, penggunaan alat kesehatan, dan jasa yang dihitung terpadu dalam paket (Departemen Kesehatan, 2011a; Departemen Kesehatan, 2011b; Departemen Kesehatan, 2011c). Pada tahun 2014, pemerintah akan memberlakukan sistem asuransi kesehatan universal untuk seluruh warga negara Indonesia. Perusahaan penyelenggara layanan ini adalah BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan), yang merupakan transformasi dari PT Askes (Persero), PT Jamsostek (Persero), PT Taspen (Persero), dan PT ASABRI (Persero) sesuai UndangUndang nomor 24 tahun 2011. Transformasi tersebut diikuti dengan adanya pengalihan peserta, program, asset, dan liabilitas, pegawai, serta hak dan kewajiban, sedangkan sistem pelayanan kesehatan dan pembiayaan tetap berdasarkan INA-CBGs sama seperti tahun sebelumnya (Nazar, 2013). Adanya tarif paket INA-CBGs diharapkan mampu menekan tingginya biaya kesehatan, dimana salah satu pelayanan kesehatan dengan biaya tinggi di rumah sakit adalah tindakan operasi/bedah. Namun, menurut Septianis et al. (2010), pelayanan tindakan medis operatif pada pasien jamkesmas ada kecenderungan merugi bagi rumah sakit karena besar biaya tindakan tidak sesuai dengan tarif INA-CBGs. Tarif pelayanan kesehatan tahun 2014 juga berbeda dengan tahun sebelumnya, termasuk pada pasien bedah orthopedi. Hal ini

xxix

disebabkan pada INA-CBGs tahun 2014 tidak ada alat medis habis pakai (AMHP) termasuk implant spine dan non spine yang dapat diklaim terpisah (Departemen Kesehatan, 2011a; Departemen Kesehatan, 2013a). RSUD Panembahan Senopati Bantul merupakan rumah sakit tipe B pendidikan dan berstatus Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Hal tersebut memungkinkan RSUD Panembahan Senopati Bantul memiliki kewenangan pengelolaan keuangan dan memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan bisnis yang sehat dalam rangka pelayanan kepada masyarakat. RSUD Panembahan Senopati Bantul sering menjadi rujukan bagi pasien jamkesmas di wilayah Bantul dan sekitarnya, terutama untuk kasus bedah termasuk bedah orthopedi. Maka dari itu peneliti tertarik untuk melakukan evaluasi analisis biaya pada pasien bedah orthopedi dengan jamkesmas. Adanya penerapan tarif INACBGs yang jelas bagi pasien Jamkesmas dapat bermanfaat untuk menciptakan pelayanan kesehatan yang berkualitas sekaligus efisien dan mencegah terjadinya kerugian bagi rumah sakit.

B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut dapat disusun rumusan masalah sebagai berikut: 1. Apakah faktor pasien dan faktor pembedahan berpengaruh terhadap lama waktu perawatan pasien fraktur dengan pembedahan ORIF di RSUD Panembahan Senopati Bantul?

xxx

2. Berapakah rata-rata biaya perawatan fraktur dengan pembedahan ORIF berdasarkan tarif rumah sakit? 3. Apakah biaya perawatan fraktur dengan pembedahan ORIF antara tarif RSUD Panembahan Senopati Bantul dengan tarif paket INA-CBGs telah sesuai?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Secara umum, tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hasil analisis biaya perawatan fraktur dengan pembedahan ORIF berdasarkan tarif paket INACBGs di RSUD Panembahan Senopati Bantul. 2. Tujuan Khusus Tujuan khusus yang akan dicapai adalah : a. Mengetahui pengaruh faktor pasien dan faktor pembedahan terhadap lama waktu perawatan pasien fraktur dengan pembedahan ORIF di RSUD Panembahan Senopati Bantul. b. Mengetahui rata-rata biaya perawatan fraktur dengan pembedahan ORIF berdasarkan tarif rumah sakit. c. Mengetahui kesesuaian biaya perawatan fraktur dengan pembedahan ORIF antara tarif RSUD Panembahan Senopati Bantul dengan tarif paket INA-CBGs.

xxxi

D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan bermanfaat: 1. Bagi peneliti dapat bermanfaat untuk mengetahui kesesuaian biaya perawatan fraktur dengan pembedahan ORIF antara tarif RSUD Panembahan Senopati Bantul dengan tarif paket INA-CBGs 2. Bagi RSUD Panembahan Senopati Bantul dapat bermanfaat sebagai bahan pertimbangan dan evaluasi penatalaksanaan perawatan fraktur, sebagai bahan masukan bagi para dokter dalam mengambil keputusan klinik penatalaksanaan perawatan fraktur, juga sebagai masukan bagi tenaga medis di RSUD Panembahan Senopati Bantul dalam hal peningkatan mutu pelayanan kesehatan bagi masyarakat 3. Bagi pemerintah dapat bermanfaat sebagai bahan pertimbangan dan evaluasi dalam penentuan tarif biaya nasional terutama yang terkait dengan fraktur. 4. Bagi perkembangan ilmu pengetahuan dapat bermanfaat sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan kualitas pelayanan dan biaya pada perawatan fraktur.

E. Keaslian Penelitian Penelitian yang pernah dilakukan yang berkaitan dengan analisis biaya di rumah sakit adalah: 1. Analisis Biaya Pengobatan Stroke Iskemik Sebagai Pertimbangan Dalam Penetapan Pembiayaan Kesehatan Berdasar INA-DRGs di RSUP Dr. Sardjito, dilakukan oleh Sugiyanto (2009).

xxxii

2. Analisis Biaya Perawatan Gagal Ginjal Kronis Rawat Inap Sebagai Pertimbangan Dalam Penetapan Pembiayaan Kesehatan Berdasar INA-DRGs di RSUD Dr. Moewardi, dilakukan oleh Yani (2010). Perbedaan penelitian yang dilakukan dengan beberapa penelitian tersebut terletak pada subjek yang akan dievaluasi yaitu penderita fraktur serta pembiayaan kesehatan berdasar INA-CBGs.

xxxiii