SKRIPSI HUBUNGAN POLA KONSUMSI DENGAN STATUS

Download konsumsi dengan status hemoglobin pada ibu hamil di Kabupaten Gowa tahun. 2013. ...... resistensi, perifer berkurang pula, sehingga tekanan...

0 downloads 429 Views 2MB Size
SKRIPSI HUBUNGAN POLA KONSUMSI DENGAN STATUS HEMOGLOBIN PADA IBU HAMIL DI KABUPATEN GOWA TAHUN 2013

A.ST.BULKIS K211 09 288

Skripsi ini diajukan sebagai syarat untuk mendapatkan Gelar Sarjana Gizi

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2013

RINGKASAN Universitas Hasanuddin Fakultas Kesehatan Masyarakat Ilmu Gizi A.St.Bulkis Hubungan Pola Konsumsi dengan Status Hemoglobin pada Ibu Hamil di Kabupaten Gowa Tahun 2013 (xi + 90 halaman + 10 tabel + 5 lampiran) Salah satu masalah gizi yang banyak terjadi pada ibu hamil adalah anemia gizi, yang merupakan masalah gizi mikro terbesar dan tersulit diatasi di seluruh dunia. Sekitar 50% dari seluruh jenis anemia diperkirakan akibat dari defisiensi besi. Pola konsumsi telah diketahui sebagai salah satu faktor risiko dari masalah gizi pada ibu hamil. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pola konsumsi dengan status hemoglobin pada ibu hamil di Kabupaten Gowa tahun 2013. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian survey analitik dengan rancangan cross sectional study. Pengambilan sampel dilakukan secara random sampling dengan jumlah sampel 65 responden ibu hamil. Pengumpulan data dilakukan dengan pengambilan data primer dan sekunder. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji chi-square. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara asupan vitamin C (p = 0,01) frekuensi konsumsi sumber zat besi nonhem (p = 0,04), frekuensi konsumsi sumber pelancar zat besi (p = 0,03) dan frekuensi konsumsi penghambat zat besi (p =0,03) dengan status hemoglobin ibu hamil. Hasil penelitian ini juga menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara asupan protein (p = 0,64), asupan Fe (p = 0,25), dan frekuensi konsumsi sumber zat besi heme (p = 0,34) dengan status hemoglobin ibu hamil Kesimpulan dari penelitian ini adalah ada hubungan antara asupan vitamin C, frekuensi konsumsi sumber zat besi nonhem, pelancar absorpsi zat besi, dan frekuensi konsumsi penghambat absorpsi zat besi dengan status hemoglobin ibu hamil. Tidak ada hubungan yang signifikan antara asupan protein, asupan zat besi, dan frekuensi konsumsi zat besi heme dengan status hemoglobin ibu hamil. Disarankan pada ibu hamil sebaiknya memperhatikan kombinasi makanan sehari-hari agar dapat memenuhi kebutuhannya selama kehamilan yang seperti campuran sumber besi yang berasal dari hewan, tumbuh-tumbuhan, dan sumber gizi yang lain yang dapat membantu absorpsi. Selain itu bahan makanan yang dapat menghambat absorpsi besi juga diperhatikan. Dengan demikian resiko anemia defisiensi zat besi bisa dihindari Daftar Pustaka Kata Kunci

: 61 (1992 – 2012) : Status Hemoglobin, Pola Konsumsi, Ibu Hamil

KATA PENGANTAR

Assalammu’alaikum Wr. Wb Alhamdulillah, segala puji hanya bagi Allah SWT semata, Rabb semesta alam yang telah melimpahkan Rahmat dan nikmat-Nya , serta kemudahan dan kekuatan yang diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. AyatayatMu sungguh menenangkan dan menjawab semua pertanyaan hati. Semoga saya tetap berada di jalanMu dan terus menjadi lebih baik. Sholawat serta salam selalu tercurah kepada tauladan sepanjang masa, Nabi Muhammad SAW, beserta para keluarga, sahabat, dan para pengikutnya yang senantiasa istiqomah dalam sunnahnya hingga akhir zaman. Skripsi yang berjudul “Hubungan Pola Konsumsi dengan Status Hemoglobin pada Ibu Hamil di Kabupaten Gowa Tahun 2013” merupakan salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana Ilmu Gizi. Penulis sangat menyadari bahwa dalam penulisan tugas akhir ini tidak akan dapat selesai tanpa bantuan moral maupun materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya dan ucapan terima kasih kepada : 1. Bapak Prof. Dr. dr. H. M. Alimin Maidin , MPH, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin, Wakil Dekan, dan seluruh staf Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin.

2. Ibu DR. Dra. Nurhaedar Jafar, Apt, M.Kes selaku Ketua Prodi Ilmu Gizi FKM UNHAS, sekaligus pembimbing I dan penasehat akademik saya yang telah banyak meluangkan waktunya yang berharga dalam memberikan pengarahan,

bimbingan,

petunjuk,

motivasi

kepada

penulis

dalam

menyelesaikan penyusunan skripsi ini. 3. Bapak Abdul Salam, SKM, M.Kes selaku pembimbing II beserta istri Kak Diah Dwi Pratiwi yang telah meluangkan waktu untuk memberikan masukan, bimbingan, bantuan, dan motivasi yang membangun kepada penulis hingga skripsi ini terselesaikan dengan baik. 4. Ibu Rahayu Indriasari, SKM., MScPH., PhD, Ibu dr.Devinta Virani dan Bapak Dian Sidik, SKM, MKM, yang telah berkenan menjadi dosen penguji. Terima kasih banyak atas masukan dan arahan yang telah diberikan kepada penulis demi kesempurnaan skripsi ini. 5. Seluruh dosen pengajar dan staf Program Studi Ilmu Gizi, penulis mengucapkan terima kasih atas bimbingan, motivasi, bantuan dan layanan yang telah diberikan kepada penulis selama menempuh pendidikan. Special for kak Yessy, Jazakillah khairan katsiran atas bimbingan, motivasi, dan bantuannya selama ini. Semoga Allah membalas kebaikan anda. 6. Bapak Dr. Anang S. Otoluwa selaku koordinator penelitian ekstrak daun kelor yang telah mengizinkan penulis ikut dalam penelitian ini. Kepada seluruh tim ektrak daun kelor, Kak ikha, kak icha, kak uppi, kak uppik, kak Andi, kak Iman terima kasih atas bimbingan, perhatian dan bantuannya selama penelitian.

7. Terima kasih yang tiada tara kepada kedua orang tua ku tercinta, Ayahanda Alm A.Alimuddin dan Ibunda Hj.Mardawiah yang selalu mendoakan tiada henti dalam setiap sujudnya dan semangatnya memotivasi untuk dapat menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih yang tak terhingga atas doa, semangat, kasih sayang, pengorbanan, dan ketulusannya dalam mendampingi penulis. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan ridho-Nya kepada keduanya. Love you my dad and my mom, you are my everything. Saudarasaudariku yang saya sayangi A.Zakiyah , A.Alhamid, A.Khaeriati, terima kasih atas semangat dan segala dukungan yang telah diberikan kepada adikmu ini. Serta seluruh keluarga besar yang selalu mendo’akan dan mendukung penulis. 8. Teman - teman seperjuangan penelitian, Nirwana Laba, Erma Syarifuddin, Dwi Oktania, Christin, Anggreani, Sri Wahyuni yang sungguh telah sangat berjuang menempuh medan yang sulit, menjalani panjangnya proses penelitian yang melelahkan dan mengharukan. Finally we did it guys. 9. Sahabat-sahabat terbaikku: Harna, Tami, Bahdar, Fauziah, Mute, Wiwi, terima kasih atas segala pengertian, dukungan, kebersamaan dan bantuan yang telah diberikan selama ini. My Best Friends Forever. Sangat bersyukur Allah telah menganugrahkan teman sebaik kalian. 10. Kakak- kakak senior terbaik sepanjang masa, Kak Ansar, Kak Bohari, Kak Nana, Kak Danti, Kak Asiah, Ka Eka, Kak Mutia,Kak Cuppi, Kak Arul, Kak Vhy, Kak Adhe,Kak Tini, kk Tubel 2010 dan 2011 yang senantiasa memberikan saran, motivasi, bimbingan kepada penulis dalam penyusunan

skripsi ini. Terima kasih atas ilmu yang telah diberikan, Insya Allah akan selalu bermanfaat. Jazakumullah Khairan Katsiran. 11. Teman-teman KKN-PK Desa Bontoa, Ayu, Muli, Lya, Hanan, Nadia, Adhyat, Alvin dan Kak Qudus. Terima kasih atas kerja samanya yang solid selama KKN berlangsung. Unforgettable moment. 12. Saudari-saudari dalam “lingkaran kecil Ilahi”, Kak Rahma, Arini, Miladiah, Vivi yang selalu memberikan keceriaan, doa, senyuman, dan kekuatan dalam bingkai ukhuwah. Ana ukhibukki fillah. Jazakumullah khairan katsiran atas begitu banyak hal berharga. 13. Last but not least, teman-teman angkatan GALETER 09, AGO9O, terutama teman-teman senasib sepenanggungan “Gizi B” terima kasih banyak atas kebersamaan yang senantiasa terjalin begitu indah. Apa yang terjadi selama perkuliahan akan selalu menjadi pengalaman yang dikenang. Keep fighting till the end guys, semangat menaklukan S.Gz. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca demi kemajuan penulis di masa yang mendatang. Semoga skripsi ini bernilai ibadah di sisi Allah SWT dan dapat memberikan manfaat kepada kita semua. Semoga apa yang telah diberikan kepada penulis, baik dalam bentuk doa, dukungan, motivasi, dan tenaga atau apapun bentuknya semoga Allah membalas kebaikan ini. Aamiin Ya Robb. Wassalamu’alaikum Wr Wb. Makassar, April 2013

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL LEMBAR PERSETUJUAN LEMBAR PENGESAHAN RINGKASAN ...........................................................................................

i

KATA PENGANTAR ..............................................................................

ii

DAFTAR ISI .............................................................................................

v

DAFTAR TABEL .....................................................................................

ix

DAFTAR GAMBAR ................................................................................

xii

DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................

xiii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................

1

A. Latar Belakang ..............................................................................

1

B. Perumusan Masalah ......................................................................

5

C. Tujuan Penelitian ..........................................................................

5

D. Manfaat Penelitian ........................................................................

6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................

7

A. Tinjauan Umum Hemoglobin .......................................................

7

1. Pengertian Hemoglobin............................................................

7

2. Fungsi Hemoglobin .................................................................

7

3. Batas Normal Terendah Nilai Hemoglobin ..............................

7

B. Tinjauan Umum Anemia Kehamilan ............................................

8

1. Pengertian Anemia ..................................................................

8

2. Etiologi Anemia ................................................................ .....

10

3. Klasifikasi Anemia ..................................................................

12

4. Patofisiologi Anemia Pada Ibu Hamil ...................................

15

5. Gejala Anemia Pada Ibu Hamil...............................................

16

6. Diagnosis Anemia Pada Ibu Hamil .........................................

17

7. Faktor Penyebab Anemia Pada Ibu Hamil ..............................

18

8. Dampak Anemia Pada Ibu Hamil ...........................................

21

9. Pencegahan dan Penanggulangan Anemia ............................ .

22

C. Tinjauan Umum Pola Konsumsi ................................................. . .

23

D. Tinjauan Umum Zat Besi ..............................................................

29

1. Pengertian Zat Besi .................................................................

29

2. Fungsi Zat Besi ......................................................................

29

3. Metabolisme Zat Besi .............................................................

31

4. Absorpsi Zat Besi ...................................................................

33

5. Faktor-Faktor Penyerapan Zat Besi .........................................

33

6. Kebutuhan Zat Besi Ibu Hamil ................................................

36

7. Sumber Zat Besi ......................................................................

37

E. Kerangka Teori..............................................................................

39

F. Kerangka Konsep ..........................................................................

40

G. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif ...................................

41

H. Hipotesis Penelitian.......................................................................

42

BAB III METODE PENELITIAN ........................................................

45

A. Jenis Penelitian ..............................................................................

45

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................

45

C. Populasi dan Sampel .....................................................................

46

D. Instrumen Penelitian......................................................................

47

E. Pengumpulan Data ........................................................................

47

F. Pengolahan dan Penyajian Data ....................................................

48

G. Analisis Data .................................................................................

50

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................ `

52

A. Hasil Penelitian .............................................................................

52

1. Gambaran Lokasi Penelitian ...................................................

51

2. Analisis Univariat....................................................................

53

a. Karakteristik Responden ...................................................

53

b. Status Hemoglobin ............................................................

55

c. Asupan Zat Gizi Responden ..............................................

55

d. Frekuensi Konsumsi Responden ......................................

56

3. Analisis Bivariat ......................................................................

63

a.

Hubungan Asupan Zat Gizi dengan Status Hb ........... ....

63

b. Hubungan Frekuensi Konsumsi Sumber Bahan Makanan dengan Status Hb ............................................................

64

B. Pembahasan ...................................................................................

65

1. Karakteristik Responden ........................................................

65

2. Status Hemoglobin pada Ibu Hamil .......................................

67

3. Pola Konsumsi.........................................................................

69

a. Hubungan Asupan Protein dengan Status Hb ...................

69

b. Hubungan Asupan Fe dengan Status Hb ...........................

71

c. Hubungan Asupan Vitamin C dengan Status Hb ..............

73

d. Hubungan Frekuensi Konsumsi Sumber Zat Besi Hem Dengan Status Hb Ibu Hamil .............................................

74

e. Hubungan Frekuensi Konsumsi Sumber Zat Besi Nonhem dengan Status Hb Ibu Hamil ..............................................

75

f. Hubungan Frekuensi Konsumsi Pelancar Zat Besi dengan Status Hb Ibu Hamil ............................................................

76

g. Hubungan Frekuensi Konsumsi Penghambat Zat Besi dengan Status Hb Ibu Hamil.................................................

78

C. Keterbatasan Penelitian .................................................................

80

BAB V PENUTUP ...................................................................................

81

A. Kesimpulan ...................................................................................

81

B. Saran .............................................................................................

82

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Tabel

Judul

Halaman

2.1

Kadar Normal Hb Pada Ibu Hamil

8

2.2

Nilai Cut Off Point Kategori Anemia

9

2.3

Kandungan Besi Beberapa Bahan Makanan

38

4.1

Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Ibu Hamil Di Kabupaten Gowa Tahun 2013

54

4.2

Distribusi Ibu Hamil Berdasarkan Status Hb Di Kabupaten Gowa Tahun 2013

55

4.3

Distribusi Ibu Hamil Berdasarkan Asupan Zat Gizi Di Kabupaten Gowa Tahun 2013

56

4.4

Distribusi Frekuensi Konsumsi Ibu Hamil Berdasarkan Jenis Bahan Makanan Sumber Zat besi Hem Di Kabupaten Gowa Tahun 2013

57

4.5

Distribusi Frekuensi Konsumsi Ibu Hamil Berdasarkan Jenis Bahan Makanan Sumber Zat besi Nonheme Di Kabupaten Gowa Tahun 2013

58

4.6

Distribusi Frekuensi Konsumsi Ibu Hamil Berdasarkan Jenis Bahan Makanan Pelancar Fe Di Kabupaten Gowa Tahun 2013

60

4.7

Distribusi Frekuensi Konsumsi Ibu Hamil Berdasarkan Jenis Bahan Makanan Penghambat Fe Di Kabupaten Gowa Tahun 2013

61

4.8

Distribusi Ibu Hamil Berdasarkan Frekuensi Konsumsi Sumber Bahan Makanan Di Kabupaten Gowa Tahun 2013

62

4.9

Hubungan Asupan Protein dengan Status Hemoglobin Ibu Hamil Di Kabupaten Gowa Tahun 2013

63

4.10

Hubungan Frekuensi Konsumsi Zat Besi Hem dengan Status Hb Ibu Hamil Di Kabupaten Gowa Tahun 2013

64

4.11

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1

Tabel Sintesa Penelitian Terkait

Lampiran 2

Kuesioner Penelitian

Lampiran 3

Kuesioner Food Frekuensi Semikuantitatif

Lampiran 3

Master Tabel Penelitian

Lampiran 4

Hasil Analisis Penelitian

Lampiran 5

Surat Izin Penelitian Ektrak Daun Kelor

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Kesejahteraan dan derajat gizi masyarakat dapat diukur melalui status gizi terutama pada status gizi anak, balita,dan ibu hamil (Depkes RI, 2003). Ibu hamil merupakan salah satu kelompok rawan kekurangan gizi, karena terjadi peningkatan kebutuhan gizi untuk memenuhi kebutuhan ibu dan janin yang dikandung. Pola makan yang salah pada ibu hamil membawa dampak terhadap terjadinya gangguan gizi antara lain anemia, pertambahan berat badan yang kurang pada ibu hamil dan gangguan pertumbuhan janin (Ojofeitimi EO et al., 2008). Salah satu masalah gizi yang banyak terjadi pada ibu hamil adalah anemia gizi, yang merupakan masalah gizi mikro terbesar dan tersulit diatasi di seluruh dunia (Soekirman, 2000). World Health Organization (2000) melaporkan bahwa terdapat 52% ibu hamil mengalami anemia di negara berkembang. Di Indonesia (Susenas dan Survei Depkes-Unicef) dilaporkan bahwa dari sekitar 4 juta ibu hamil, separuhnya mengalami anemia gizi dan satu juta lainnya mengalami kekurangan energi kronis (Samhadi, 2008). Diketahui bahwa 10% - 20% ibu hamil di dunia menderita anemia pada kehamilannya. Di dunia 34 % terjadi anemia pada ibu hamil dimana 75 % berada di negara sedang berkembang (Shafa, 2010). Prevalensi anemia pada ibu hamil di

negara berkembang 43 % dan 12 % pada wanita hamil di daerah kaya atau negara maju (Allen L.H, 1996) Menurut data Riset Kesehatan Dasar (2007), prevalensi anemia gizi ibu hamil di Indonesia sebesar 33,8%, sedangkan anemia di Sulawesi Selatan 46,7%. Ibu hamil yang mengalami anemia memiliki risiko kematian hingga 3,6 kali lebih besar dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak mengalami anemia. Anemia juga memiliki kontribusi yang tinggi terhadap kematian di Indonesia dengan persentase mencapai 50-70% (Hadi, 2004) . Di Provinsi Sulawesi Selatan, prevalensi anemia ibu hamil pada tahun 2004 (62,42%), tahun 2005 (65,31%), tahun 2006 (53,68%, tahun 2007 (66,4%) dan pada tahun 2008 adalah 63,38% yaitu lebih tinggi dari angka nasional dan standar WHO (>40%) (Profil Sulsel, 2008). Laporan USAID’s, A2Z, Micronutrient and Child Blindness Project, ACCESS Program, and Food and Nutrition Technical Assistance (2006) menunjukkan bahwa sekitar 50% dari seluruh jenis anemia diperkirakan akibat dari defisiensi besi. Selain itu, defisiensi mikronutrient (vitamin A, B6, B12, riboflavin dan asam folat) dan faktor kelainan keturunan seperti thalasemia dan sickle cell disease juga telah diketahui menjadi penyebab anemia (Soekirman, 2000). Hal ini telah dibuktikan di Thailand bahwa penyebab utama anemia pada ibu hamil adalah karena defisiensi besi (43,1%) (Sukrat and Sirichotiyakul, 2006). Terdapat korelasi yang erat antara anemia pada saat kehamilan dengan kematian janin, abortus, cacat bawaan, berat bayi lahir rendah, cadangan zat besi yang berkurang pada anak atau anak lahir dalam keadaan anemia gizi. Kondisi ini

menyebabkan angka kematian perinatal masih tinggi, demikian pula dengan mortalitas dan morbiditas pada ibu. Selain itu, dapat mengakibatkan perdarahan pada saat persalinan yang merupakan penyebab utama (28%) kematian ibu hamil/bersalin di Indonesia (Depkes RI, 2001). Penyebab utama anemia defisiensi zat besi khususnya di negara berkembang adalah akibat konsumsi gizi yang tidak memadai. Banyak orang bergantung hanya pada makanan nabati yang memiliki absorpsi zat besi yang buruk dan terdapat beberapa zat dalam makanan tersebut yang mempengaruhi absorpsi besi (Fadlilah, 2009). Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya anemia defisiensi besi. Secara umum faktor penyebab tersebut dapat dibedakan menjadi dua, yaitu faktor pangan dan non pangan. Faktor pangan adalah rendahnya masukan zat besi yang berasal dari makanan, serta rendahnya tingkat penyerapan zat besi dari makanan. Rendahnya tingkat penyerapan zat besi disebabkan oleh komposisi menu makanan masyarakat yang lebih banyak mengandung faktor - faktor yang dapat menghambat penyerapan zat besi (inhibitor factors) seperti serat, fitat, maupun tanin. Sedangkan faktor - faktor yang dapat meningkatkan penyerapan zat besi (enhancer factors) seperti vitamin C dan protein hewani hanya sedikit proporsinya di dalam menu sehari - hari. Sedangkan faktor non pangan yang menjadi penyebab anemia defisiensi besi diantaranya karena penyakit yang disebabkan parasit (malaria dan kecacingan) serta pendarahan (Fadlilah, 2009).

Hasil penelitian Eko, dkk (2012) menunjukkan rata- rata (63%) ibu hamil trisemester III mengalami anemia, pola makan ibu hamil trisemester III rata-rata (65%) tidak sehat. Hasil yang sama juga didapatkan dari hasil penelitian Fatimah, dkk (2011) di Kabupaten Maros ditemukan anemia gizi sebesar 79,4 % dengan jumlah asupan protein, vitamin C, vitamin B6, zat besi dan zink juga dibawah AKG. Data yang diperoleh dari Profil Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Selatan (2008) tercatat ibu hamil yg anemia dengan Hb < 8 gram% sekitar 1669 orang. Data rekam medik Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Syech Yusuf Kabupaten Gowa tahun 2010 menunjukkan jumlah ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya selama tahun 2010 sebanyak 815 ibu hamil, dengan jumlah kasus anemia tahun 2008 sebanyak 262 ibu hamil, meningkat tahun 2009 sebanyak 351 ibu hamil dan tahun 2010 menjadi 373 ibu hamil (Yuni, 2011). Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan masih banyak penderita anemia dan rendahnya asupan zat gizi ibu hamil sehingga mendorong penulis untuk mengetahui bagaimana Hubungan Pola Konsumsi dengan Status Hemoglobin pada Ibu Hamil di Kecamatan Bontonompo dan Bontonompo Selatan Kabupaten Gowa Tahun 2013. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian besar yang dilakukan oleh Dr. Anang S. Otoluwa tentang Pengaruh Pemberian Tepung Daun Kelor Kepada Ibu Hamil Terhadap Status Gizi, Kerusakan DNA Ibu, dan Berat Lahir Bayi.

B. Perumusan Masalah. Berdasarkan latar belakang di atas yang menjadi permasalahan adalah bagaimana hubungan Pola Konsumsi Zat Besi dengan Status Hemoglobin pada Ibu Hamil Di Kabupaten Gowa Tahun 2013.

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Hubungan Pola Konsumsi dengan Status Hemoglobin pada Ibu Hamil Di Kabupaten Gowa Tahun 2013 2. Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini adalah: a. Untuk mengetahui gambaran status hemoglobin pada ibu hamil di Kabupaten Gowa tahun 2013. b. Untuk mengetahui hubungan asupan gizi (protein, vitamin C, dan zat besi) dengan status hemoglobin pada ibu hamil di Kabupaten Gowa tahun 2013. c. Untuk mengetahui hubungan antara kebiasaan makan bahan makanan sumber zat besi heme dengan status hemoglobin pada ibu hamil di Kabupaten Gowa tahun 2013. d. Untuk mengetahui hubungan antara kebiasaan makan bahan makanan sumber zat besi non heme dengan status hemoglobin pada ibu hamil di Kabupaten Gowa tahun 2013.

e. Untuk mengetahui hubungan antara kebiasaan makan bahan makanan pelancar absorpsi zat besi dengan status hemoglobin pada ibu hamil di Kabupaten Gowa tahun 2013. f. Untuk mengetahui hubungan antara kebiasaan makan bahan makanan penghambat absorpsi zat besi dengan status hemoglobin pada ibu hamil di di Kabupaten Gowa tahun 2013.

D. Manfaat Penelitian. 1. Manfaat institusi Sebagai masukan informasi bagi instansi kesehatan dalam mengambil kebijakan di bidang kesehatan, khususnya masalah anemia pada ibu hamil 2. Manfaat ilmiah Menambah khasanah ilmu pengetahuan serta dapat menjadi bahan bacaan atau sumber informasi bagi penelitian selanjutnya. 3. Manfaat peneliti Merupakan pengalaman berharga dalam memperluas wawasan pengetahuan peneliti tentang anemia dalam kehamilan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Hemoglobin 1. Pengertian Hemoglobin Hemoglobin merupakan unsur yang sangat vital. Hemoglobin baru akan mengalami penurunan apabila cadangan zat besi dalam sumsum tulang menurun. Adapun definisi kadar hemoglobin adalah angka yang menunjukan kandungan Hb seseorang yang ditentukan dengan metode cyanmethemoglobin, 13 gram persen laki-laki dan 12 gram persen wanita (Demaeyer, 1993). 2. Fungsi Hemoglobin Fungsi sel darah merah adalah mengangkut O2 dan mengembalikan CO2 dari jaringan ke paru-paru, untuk mencapai pertukaran gas ini, sel darah merah mengandung protein khusus yaitu Hemoglobin. Sel darah merah sistematik mengangkut O2 ke jaringan dan kembali ke vena dengan CO2 ke paru-paru. Ketika molekul hemoglobin mendorong satu sama lain. Saat O2 dilepas, rantai-rantai terpisah memudahkan metabolisme 2,3 disosfogli serat, yang mengakibatkan merendahnya aktivitas molekul untuk O2 (Demaeyer, 1993). 3. Batas Normal Terendah Nilai Hemoglobin Batasan kadar Hb untuk menentukan seseorang menderita anemia atau tidak bagi orang dewasa berbeda dengan anak-anak dan juga berbeda

bagi wanita hamil dan tidak hamil, karena itu WHO telah menetapkan batasan nilai kadar Hb yang diajurkan untuk digunakan sebagai standar internasional: a. Anak pra sekolah

: 11 gr/dl

b. Anak sekolah

: 12 gr/dl

c. Laki-laki dewasa

: 13 gr/dl

d. Wanita dewasa

: 12 gr/dl

e. Wanita hamil

: 11 gr/dl (Depkes RI, 2001)

Tabel 2.1 Kadar Normal Hb Pada Ibu Hamil Anemia Hb (gr/100ml) Batas Normal 11 Ringan 10 Sedang 7-10 Berat <7 Sumber : De Meyer, Dalam terjemahan Arisman,M.B, 1993

B. Tinjauan Umum Tentang Anemia Ibu Hamil 1. Pengertian Anemia Anemia adalah suatu keadaan di mana kadar hemoglobin dalam darah di bawah normal. Hal ini bisa disebabkan oleh kurangnya zat gizi untuk pembentukan darah, seperti kekurangan zat besi, asam folat ataupun vitamin B12. Anemia yang paling sering terjadi terutama pada ibu hamil adalah anemia karena kekurangan zat besi (Fe), sehingga lebih dikenal dengan istilah Anemia Gizi Besi (AGB). Anemia defisiensi besi merupakan salah satu gangguan yang paling sering terjadi selama kehamilan

(Sulistyoningsih, 2011). Anemia pada kehamilan adalah

anemia karena kekurangan zat besi, jenis anemia yang pengobatannya relatif mudah, bahkan murah. Anemia pada kehamilan merupakan masalah nasional karena mencerminkan nilai kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat, dan pengaruhnya sangat besar terhadap kualitas sumber daya manusia. Anemia ditandai dengan rendahnya konsentrasi hemoglobin (Hb) atau hematokrit nilai ambang batas (referensi) yang disebabkan oleh rendahnya produksi sel darah merah (eritrosit dan Hb), meningkatnya kerusakan eritrosit (hemolisis), atau kehilangan darah yang berlebihan. Defisiensi Fe berperan besar dalam kejadian anemia, namun defisensi zat gizi lainnya, kondisi gizi dan kelainan genetic (herediter) juga memegang peranan penting pada kejadian anemia (Suheimi, 2007). Adapun Nilai ambang batas (cut off point) penentuan status anemia menurut WHO dapat dilihat pada tabel 2 Tabel 2.2 Nilai Cut Off Point Kategori Anemia Wanita Kelompok Umur Nilai (gr/dL) Anak Usia 6 bulan – 5 tahun 11,0 Anak Usia 5 – 11 tahun 11,5 Anak Usia 12 – 13 tahun 12,0 Wanita dewasa 12,0 Wanita hamil 11,0 Laki – laki dewasa 13,0 Sumber : Indicators for assessing iron deficincy and startegis for its prevention WHO/UNICEF, UNU, 2010) Anemia juga diartikan kekurangan salah satu zat atau lebih zat gizi yaitu zat besi, asam folat, vitamin B12, protein dan zat essensial lainnya. Zat gizi yang paling berperan dan penyebab utama anemia adalah zat besi

(Fe). Itulah sebabnya anemia selalu diidentikkan dengan gizi besi (Suheimi, 2007). Menurut World Health Organization (WHO) anemia pada ibu hamil adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin (Hb) dalam darahnya kurang dari 11,0 g%. Sedangkan menurut Saifuddin, anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan hemoglobin di bawah 11,0 g% pada Trisemester I dan III atau kadar <10,5 g% pada Trisemester II (Depkes RI, 2003). Dalam

kehamilan

jumlah

darah

bertambah

banyak

(hiperemia/hipervolumia) sehingga terjadi pengenceran darah karena jumlah sel-sel darah tidak sebanding dengan pertambahan plasma darah. Bertambahnya darah dalam kehamilan sudah dimulai sejak kehamilan 10 minggu dan mencapai puncaknya dalam kehamilan antara 32 dan 36 minggu. Secara fisiologis, pengenceran darah ini untuk membantu meringankan kerja jantung yang semakin berat dengan adanya kehamilan (Wiknjosastro, 2005). 2. Etiologi Anemia Anemia umumnya disebabkan oleh pendarahan kronis. Gizi yang buruk atau gangguan penyerapan nutrisi oleh usus dapat pula menyebabkan seseorang mengalami kekurangan darah. Demikian juga pada wanita hamil atau menyusui, jika asupan zat besi kurang, besar kemungkinan akan terjadi anemia. Penyebab utama anemia pada wanita adalah kurang memadainya asupan makanan sumber Fe, meningkatnya kebutuhan Fe saat hamil dan menyusui (perubahan fisiologi), kehilangan

banyak darah, anemia yang disebabkan oleh ketiga faktor itu terjadi secara cepat saat cadangan Fe tidak mencukupi peningkatan kebutuhan Fe (Supariasa N et al., 2002). Kebanyakan anemia dalam kehamilan disebabkan oleh defisiensi besi dan pendarahan akut bahkan tidak jarang keduanya saling berinteraksi. Kebutuhan ibu selama kehamilan ialah 800 mg besi, diantaranya 300 mg untuk janin dan 500 mg untuk pertambahan eritrosit ibu. Dengan demikian ibu membutuhkan tambahan sekitar 2-3 mg besi/hari (Saifuddin, 2006). Defisiensi besi dapat disebabkan oleh rendahnya konsumsi pangan hewani yang banyak mengandung besi (seperti daging, ayam, ikan, kerang, susu, dan keju) yang mudah diserap oleh tubuh. Di samping itu dapat pula disebabkan oleh rendahnya konsumsi makanan yang mendorong zat besi seperti vitamin C dan protein serta adanya zat penghambat (inhibitor) penyerapan besi seperti fitat, tanin, pektin (Himadi, 2012). Secara umum, faktor utama penyebab anemia gizi adalah (Wirakusuma, 1999): a. Banyaknya kehilangan darah karena pendarahan, haid terlalu banyak, gangguan pencernaan (keganasan dan infeksi cacing tambang, kerusakan/kelainan lambung) b. Rusaknya sel darah merah, seperti penyakit malaria dan thalasemia yang merusak asam folat yang berada dalam sel darah merah

c. Kurangnya produksi sel darah merah karena kurang mengonsumsi bahan makanan yang mengandung zat gizi terutama zat besi, asam folat, vitamin B12, protein, vitamin C dan zat gizi penting lainnya. 3. Klasifikasi Anemia pada Ibu hamil a. Anemia Defisiensi Besi Anemia defisiensi besi merupakan penyebab utama anemia di dunia dan terutama sering dijumpai pada perempuan usia subur, disebabkan

oleh

kehilangan

darah

sewaktu

menstruasi

dan

meningkatkan kebutuhan besi selama kehamilan (Price and Wilson L, 2006). Kebutuhan zat besi pada wanita juga meningkat saat hamil dan melahirkan. Ketika hamil, seorang ibu tidak saja dituntut memenuhi kebutuhan zat besi untuk dirinya, tetapi juga harus memenuhi kebutuhan zat besi untuk pertumbuhan janinnya. Selain itu, pendarahan saat melahirkan juga dapat menyebabkan seorang ibu kehilangan lebih banyak zat besi. Karena alasan tersebut setiap ibu hamil

disarankan

untuk

mengonsumsi

suplemen

zat

besi

(Muwakhidah, 2009). Faktor lain yang menyebabkan wanita rentan mengalami anemia adalah pola makan. Dengan alasan takut gemuk, terkadang wanita melakukan diit secara membabi buta. Para wanita cenderung makan dalam jumlah yang kurang dan tidak tahu mengunsumsi daging. Tanpa disadari, diit yang belum tentu membuat berat badan

turun itu justru dapat menyebabkan kurangnya asupan zat besi dari makanan b. Anemia Megaloblastik Anemia megaloblastik sering disebabkan oleh defisiensi vitamin B12 dan asam folat yang mengakibatkan gangguan sintesis DNA disertai kegagalan maturasi dan pembelahan inti (Price and Wilson L, 2006). Kekurangan vitamin B12 atau folat adalah penyebab anemia jenis ini. Anemia defisiensi B12 (anemia permisiosa) adalah anemia yang terjadi karena tubuh kekurangan vitamin B12, sedangkan tubuh memerlukannya untuk membuat sel darah merah dan menjaga sistem saraf bekerja normal. Hal ini biasa didaptkan pada orang yang tubuhnya tidak dapat menyerap vitamin B12 karena gangguan usus atau sistem kekebalan tubuh atau makan makanan yang kurang B12. Vitamin B12 terdapat pada makanan yang berasal dari binatang. Kekurangan vitamin B12 dapat menyebabkan rasa kebas di tungkai dan kaki, gangguan berjalan, mudah lupa dan gangguan penglihatan. Terapi sesuai penyebabnya Folat atau asam folat juga diperlukan dalam pembentukan sel darah merah, jika terjadi anemia jenis ini timbul saat kita tidak mengonsumsi folat dalam usus. Anemia ini juga dapat terjadi pada kehamilan trisemester ketiga disaat tubuh ibu memerlukan banyak folat. Folat ditemukan pada makanan seperti sayuran berdaun hijau, buah-buahan, kacang-kacangan dan biji-bijian. Folat juga terdapat pada roti, pasta, dan sereal yang difortifikasi.

c. Anemia karena penyakit darah yang diturunkan (Sel Sabit) Penyakit sel sabit merupakan gangguan genetik yaitu individu memperoleh hemoglobin sabit (Hb S) dari kedua orang tua (Price and Wilson L, 2006). Anemia sel sabit (sickle cell anemia) dimana sel darah merah orang dengan penyakit ini berbentuk lengkung/ sabit dan keras, sehingga dapat tersangkut pada pembuluh darah kecil dan menutup aliran darah ke organ atau tungkai. Tubuh cepat menghancurkan sel darah merah sabit ini tetapi tidak menghasilkan yang baru lebih cepat sehingga menyebabkan anemia. Orang dengan talasemia membuat hemoglobin dan sel darah merah yang lebih dari normal. Keadaan ini membuat anemia ringan sampai berat. d. Anemia Hipoplastik Adalah anemia yang disebabkan oleh hipofungsi sumsum tulang, membentuk sel darah merah baru (Mochtar, 1998). e. Anemia Hemolitik Adalah

anemia

yang

disebabkan

yang

disebabkan

penghancuran atau pemecahan sel darah merah yang lebih cepat dari pembuatannya. Gejala utama adalah anemia dengan kelainan-kelainan gambaran darah, kelelahan, kelemahan, serta gejala komplikasi bila terjadi kelainan pada organ-organ vital (Mochtar, 1998). 4. Patofisiologi Anemia pada Ibu Hamil Anemia merupakan gangguan medis yang paling umum ditemui pada masa hamil. Mempengaruhi sekurang-kurangnya 20% wanita hamil.

Hal ini disebabkan karena dalam kehamilan keperluan akan zat-zat makanan bertambah dan terjadi pula perubahan dalam darah dan sumsum tulang (Wiknjosastro, 2005). Darah bertambah banyak dalam kehamilan yang lazim disebut anemia atau hipervelomia, akan tetapi bertambahnya sel-sel darah kurang dibansingkan dengan bertambahnya plasma sehingga terjadi pengenceran darah. Pertambahan tersebut yaitu plasma 30% sel darah 18% dan hemoglobin 19% (Wiknjosastro, 2005) Pengenceran darah dianggap sebagai penyesuaian dini secara fisiologis dalam kehamilan dan bermanfaat bagi wanita, adapun manfaat pengenceran tersebut yaitu (Wiknjosastro, 2005): 1. Meringankan beban jantung yang harus bekerja lebih berat dalam masa hamil, karena sebagai akibat hidremia viskositas darah rendah, resistensi, perifer berkurang pula, sehingga tekanan darah tidak naik. 2. Kedua pada pendarahan waktu persalinan, banyak unsur zat besi yang hilang lebih sedikit dibandingkan dengan apabila darah itu tetap kental. Bertambahnya darah dalam kehamilan sudah mulai naik sejak umur kehamilan 10 minggu dan mencapai puncaknya dalam kehamilan antara 32 dan 34 minggu. 5. Gejala Anemia Pada Ibu Hamil Gejala anemia pada kehamilan yaitu ibu cepat lelah, sering pusing, mata berkunang-berkunang, malaise, lidah luka, nafsu makan turun

(anoreksia), konsentrasi hilang, nafas pendek (pada anemia parah) dan keluhan mual muntah lebih hebat pada hamil muda (Sohimah, 2006). Keluhan anemia yang paling sering dijumpai di masyarakat adalah yang lebih dikenal dengan 5L, yaitu lesu, lemah, letih, lelah dan lalai. Di samping itu penderita kekurangan zat gizi akan menurunkan daya tahan tubuh yang mengakibatkan mudah terkena infeksi (Depkes RI, 2003). Tanda-tanda anemia yang klasik (Himadi, 2012): a. Peningkatan kecepatan denyut jantung karena tubuh berusaha memberi oksigen lebih banyak ke jaringan. b. Peningkatan kecepatan pernafasan karena tubuh berusaha menyediakan lebih banyak oksigen kepada darah. c. Pusing, akibat berkurangnya darah ke otak. d. Terasa lelah karena meningkatnya oksigenasi berbagai organ termasuk otot jantung dan rangka. e. Kulit pucat karena berkurangnya oksigenasi f. Mual akibat menurunnya aliran darah saluran cerna dan susunan saraf pusat. g. Penurunan kualitas rambut dan kulit. 6. Diagnosis Anemia Pada Ibu Hamil Untuk menegakkan diagnosis anemia pada ibu hamil dapat dilakukan dengan anamnesa. Pada anamnesa akan didapatkan keluhan cepat lelah, sering pusing, mata berkuang-kunang, dan keluhan mual-mual lebih hebat dari hamil muda. Pemeriksaan dan pengawasan hemoglobin

dapat dilakukan dengan menggunakan alat sahli. Hasil pemeriksaan hemoglobin dengan sahli dapat digolongkan sebagai berikut (Manuaba, 2001): a. Hb ≥ 11,0 g% disebut tidak anemia. b. Hb 9,0 g% - 10, 9 g% disebut anemia ringan. c. Hb 7,0 g% - 8,9 g% disebut anemia sedang. d. Hb ≤ 7,0 g% disebut anemia berat. Pemeriksaan darah dilakukan minimal dua kali sekali selama kehamilan, yaitu pada trisemester I dan trisemester III. Dengan pertimbangan bahwa sebagian besar ibu hamil mengalami anemia, maka dilakukan pemberian preparat Fe sebanyak 90 tablet pada ibu-ibu hamil di puskesmas. Sedangkan menurut Depkes (2001) bahwa anemia berdasarkan hasil pemeriksaan digolongkan menjadi: a. Hb ≥11,0 g% disebut tidak anemia. b. Hb 9,0 g%-10,9% disebut anemia sedang. c. Hb ≤ 8,0 g% disebut anemia berat 7. Faktor – faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Anemia pada Kehamilan a. Umur Ibu Masa kehamilan merupakan masa rawan bagi seorang ibu, sehingga diperlukan kesiapan matang untuk menghadapinya termasuk kecukupan umur ibu. Umur ibu yang terlalu muda atau terlalu tua

cenderung meningkatkan frekuensi komplikasi selama kehamilan dan persalinan. Dari beberapa penelitian prevalensi anemia pada ibu hamil yang berusia 10-19 tahun dan 30-39 tahun menunjukkan kasus anemia yang tinggi dibandingkan dengan grup umur yang lain 20-29 tahun (Muwakhidah, 2009). Prevalensi anemia pada golongan umur 10-19 tahun terdapat 77,4 % pada usia 35-50 tahun terdapat 76,6 %, kedaan ini lebih tinggi bila dibandingkan pada golongan umur 20- 25 tahun yaitu 70,2 %. Didapatakn pula anemia berat terutama menyerang pada golongan umur ˂20 tahun dan ˃30 tahun berkisar antara 30-35% dan 2-3% diantaranya berumur 40 tahun. Depkes (2001), hamil dan melahirkan dibawa umur 20 tahun menurut ilmu kesehatan reproduksi masih terdapat bahaya-bahaya tertentu bagi ibu dan anaknya. Angka kesakitan dan angka kematian ibu dan anak masih tinggi bila umur wanita tersebut kurang dari 20 tahun. Selain itu secara ekonomis mereka juga belum mampu sehingga akan menyebabkan ketergantungan pada orang tuanya. Bila melihat hasil beberapa penelitian, nampaknya faktor umur juga mempengaruhi kejadian anemia gizi pada ibu hamil. Oleh karena itu usia yang baik untuk melahirkan disarankan yaitu 20-30 tahun (Depkes RI, 2001). Dengan usia melairkan yang cukup, diharapkan resiko anemia atau kematian akibat infeksi dapat ditekan.

b. Paritas Paritas adalah faktor penting dalam menentukan nasib ibu dan janin selama kehamilan maupun melahirkan. Paritas merupakan salah satu faktor yang diasumsikan mempunyai hubungan dengan kejadian anemia pada ibu hamil (Manuaba, 2001). Manuaba (2001) mengemukakan bahwa ibu hamil dengan paritas lebih dari 2 anak kemungkinan memiliki risiko terjadinya anemia 1,8 kali lebih tinggi jika dibandingkan dengan ibu hamil dengan paritas 2 atau kurang. c. Pendidikan Supariasa menjelaskan pendidikan kurang merupakan salah satu faktor yang mendasari penyebab gizi kurang. Pendidikan rendah akan menyebabkan seseorang kesulitan dalam mendapatkan pekerjaan yang layak. Hal ini akan menyebabkan rendahnya penghasilan seseorang yang akan berakibat pula terhadap rendahnya sesorang menyiapkan makanan baik secara kualitas maupun kuantitasnya (Supariasa N et al., 2002). Pendidikan yang rendah akan mempengaruhi pengetahuan gizi seseorang, hal ini akan mempengaruhi orang tersebut dalam pemilihan, cara pengolahan dan cara pengaturan menu makan, pada masyarakat yang berpendidikan rendah biasanya lebih banyak kepercayaan dan tahayul dalam makanan, dan biasanya lebih sulit untuk dirubah.

d. Pengetahuan Tentang Gizi Pengetahuan adalah kesan dalam pikiran manusia sebagai hasil dari panca indra. Pengetahuan dapat diperoleh melalui pengalaman sendiri maupun dari orang lain. Sementara itu ibu hamil merupakan orang yang paling bertanggung jawab terhadap gizi bayi yang dikandungnya sendiri. Pengetahuan ibu berpengaruh terhadap pola konsumsi makanan terutama zat besi. Kekurangan zat besi dalam jangka waktu yang relatif lama akan menyebabkan terjadinya anemia. Hasil penelitian Puji Esse et al,. (2010) menunjukkan prevalensi anemia ibu di wilayah kerja Pukesmas Kassi-Kassi sebesar 47 % pengetahuan tentang nutrisi maternal dan pola konsumsi kurang mencapai 55 %. e. Pendapatan Keluarga Pekerjaan

berhubungan

dengan

pendapatan

dimana

pendapatan merupakan faktor yang mempunyai peranan yang besar dalam persoalan gizi dan kebiasaan pangan masyarakat. Rendahnya pendapatan merupakan rintangan yang menyebabkan orang tidak mampu membeli pangan, memilih jenis pangan yang baik mutu gizi dan keragamannya. Jumlah dan jenis pangan suatu keluarga dipengaruhi oleh status ekonomi. Pendapatan keluarga yang rendah akan mempengaruhi permintaan pangan sehingga menentukan hidangan dalam keluarga

tersebut baik dari segi kualitas makanan maupun kuantitas makanan dan variasi hidangannnya (Supariasa N et al., 2002). 8. Dampak Anemia pada Ibu Hamil Pada wanita hamil, anemia meningkatkan frekuensi komplikasi pada kehamilan dan persalinan. Risiko kematian maternal, angka prematuritas, berat badan bayi lahir rendah, dan angka kematian perinatal meningkat. Di samping itu, pendarahan antepartum dan postpartum lebih sering dijumpai pada wanita yang anemis dan lebih sering berakibat fatal, seba wanita tidak dapat mentolerir kehilangan darah (Citrakesumasari, 2012). Dampak anemia pada kehamilan bervariasi dari keluhan yang sangat ringan hingga terjadinya gangguan kelangsungan kehamilan abortus, partus imatur/prematur, gangguan proses persalinan (inertia, atonia, partus lama, pendarahan atonis), gangguan pada masa nifas (subinvolusi rahim, daya tahan terhadap infeksi dan stress kurang, produksi ASI rendah), dan gangguan pada janin (abortus, dismaturitas, mikrosomi, BBLR, kematian perinatal, dan lain-lain (Citrakesumasari, 2012). 9. Pencegahan dan Penanggulangan Anemia pada Ibu Hamil Pencegahan dan penanggulangan anemia pada ibu hamil, antara lain (Wirakusuma, 1999): a. Meningkatkan konsumsi zat besi dari makanan, seperti mengonsumsi pangan hewani (daging, ikan, hati, dan telur), mengonsumsi pangan

nabati (sayuran hijau, buah-buahan, kacang-kacangan dan padipadian) buah-buahan yang segar dan sayuran yang merupakan sumber utama vitamin C yang diperlukan untuk penyerapan zat besi di dalam tubuh. Hindari mengonsumsi bahan makanan yang mengandung zat inhibitor saat bersamaan dengan makan nasi seperti teh karena mengandung tanin yang akan mengurangi penyerapan zat besi. b. Suplemen zat besi yang berfungsi dapat memperbaiki Hb dalam waktu singkat. c. Fortifikasi zat besi yaitu penambahan suatu jenis zat gizi ke dalam bahan makanan pangan untuk meningkatkan kualitas pangan. Suatu penelitian di Asia, 22,6% kematian ibu melahirkan dikarenakan anemia, artinya apabila ibu hamil dapat dicegah dari anemia maka 2030% kematian ibu karena melahirkan dapat dicegah.

C. Tinjauan Umum Tentang Pola Konsumsi Ibu Hamil Pola konsumsi makanan adalah susunan makanan yang dikonsumsi setiap hari untuk memenuhi kebutuhan tubuh dalam satu hidangan lengkap (Almatsier, 2010). Pola konsumsi adalah pengulangan susunan makanan yang dapat dilihat ketika makanan itu dikonsumsi. Terutama bahan makanan dan atau kombinasi makanan yang dikonsumsi oleh individu, masyarakat atau kelompok populasi. Kombinasi ini dapat dinyatakan dengan berbagai cara menurut banyaknya misalnya berat, kandungan gizi, atau harga makanan

(Himadi, 2012). Sedangkan menurut ahli antropologi Margaret Mead, pola makan atau food patern adalah cara seseorang atau sekelompok orang memanfaatkan pangan yang tersedia sebagai reaksi terhadap tekanan ekonomi dan sosio budaya yang dialaminya. Pola makan ada kaitannya dengan kebiasaan makan (Himadi, 2012). Menurut Hoang yang dikutip Himadi (2012) oleh pola konsumsi adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai jumlah dan jenis bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang dan mempunyai ciri khas untuk suatu kelompok masyarakat tertentu. Pola makan adalah cara seseorang atau sekelompok orang (keluarga) dalam memilih makanan sebagai tanggapan terhadap pengaruh fisiologi, psikologis, kebudayaan dan sosial. Di dalam susunan pola makan ada satu bahan makanan yang dianggap penting, dimana satu hidangan dianggap tidak lengkap apabila bahan makanan tersebut tidak ada, bahan makanan tersebut adalah bahan makanan pokok, di Indonesia bahan makanan pokok adalah beras dan beberapa daerah menggunakan jagung, sagu dan ubi jalar. Pola makan disuatu daerah berubahubah sesuai dengan perubahan beberapa faktor ataupun kondisi setempat yang dapat dibagi dalam dua bagian: 1. Faktor yang berhubungan dengan persediaan atau pengadaan bahan pangan. Dalam kelompok ini termasuk geografi, iklim kesuburan tanah yang dapat mempengaruhi jenis tanaman dan jumlah produksinya disuatu daerah

2. Faktor adat istiadat yang berhubungan dengan konsumen. Taraf sosio ekonomi dan adat kebiasaan setempat memegang peranan penting dalam konsumsi pangan penduduk. Jumlah penduduk adalah kunci utama yang menentukan tinggi rendahnya jumlah konsumsi bahan pangan disuatu daerah. Demikian juga dalam hal keluarga, jumlah anggota keluarga akan mempengaruhi pola konsumsi makan anggota keluarga. Apalagi dengan pengetahuan, pendapatan yang rendah dan jumlah anak yang banyak cenderung pola konsumsi berkurang pula (Khumaidi, 1994). Setiap

orang

dalam

siklus

hidupnya

selalu

membutuhkan

dan mengkonsumsi berbagai bahan makanan. Berbagai bahan makanan yang dikonsumsi setiap harinya oleh manusia, agar dapat menjadi zat-zat yang penting serta bernilai bagi pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh serta pelaksanaan kegiatan internal dan eksternal organ-organ tubuh, haruslah diolah terlebih dahulu sebelum dikonsumsi dan sesudah dikonsumsi. Pengolahan bahan makanan tergantung dari selera dan kehendak manusia yang akan mengkonsumsinya (Khomsan, 2003). Keadaan kesehatan gizi tergantung dari tingkat konsumsi zat gizi yang terdapat pada makanan sehari-hari. Tingkat konsumsi ditentukan oleh kualitas hidangan. Kualitas hidangan menunjukkan adanya semua zat gizi yang diperlukan tubuh di dalam suatu susunan hidangan dan perbandingan yang satu terhadap yang lain. Kualitas menunjukkan jumlah masing-masing zat gizi terhadap kebutuhan tubuh. Kalau susunan hidangan memenuhi kebutuhan tubuh, baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya, maka tubuh akan

mendapatkan kondisi kesehatan gizi yang sebaik-baiknya, disebut konsumsi adekuat. Kalau konsumsi baik dari kuantitas dan kualitasnya melebihi kebutuhan tubuh, dinamakan konsumsi berlebih, maka akan terjadi suatu keadaan gizi lebih. Sebaliknya konsumsi yang kurang baik kualitas dan kuantitasnya akan memberikan kondisi kesehatan gizi kurang atau kondisi defisit (Soediatama, 2008). Tingkat kesehatan gizi sesuai dengan konsumsi, tingkat kesehatan gizi terbaik adalah kesehatan gizi optimum. Dalam kondisi ini jaringan jenuh oleh zat gizi tersebut. Tubuh terbebas dari penyakit dan mempunyai daya kerja dan efisiensi yang sebaik-baiknya, serta mempunyai daya tahan setinggi-tingginya (Soediatama, 2008). Melalui aneka ragam bahan makanan kekurangan zat gizi pada bahan makanan yang satu dapat dilengkapi oleh jenis bahan makanan lainnya. Bahan pangan yang dikonsumsi hendaknya terdiri atas sumber energi, protein (hewani dan nabati), susu dan olahannya, roti dan biji-bijian, serta buah dan sayur. Jika seluruh bahan makanan ini digunakan maka seluruh zat gizi yang dibutuhkan akan terpenuhi, kecuali zat besi dan asam folat harus ditambahkan melalui suplementasi (Arisman, 2010). Kejadian anemia sering dihubungkan dengan pola makanan yang rendah kandungan zat besinya serta makanan yang dapat memperlancar dan menghambat absorpsi zat besi. Bahan pangan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan gizi ibu hamil harus meliputi enam kelompok, yaitu makanan yang mengandung protein, baik hewani maupun nabati, susu dan olahannya, sumber karbohidrat,

baik dari roti maupun biji-bijian, buah dan sayur yang tinggi kandungan vitamin C, sayuran berwarna hujau tua, serta buah dan sayur lain (Arisman, 2010). Penelitian mengenai keterkaitan pola konsumsi dengan kejadian anemia, telah dikaji oleh Sharma yang dikutip Himadi (2012)

yang

mengungkap bahwa 96,18% anemia ditemukan pada ibu hamil vegetarian di India. Di Vietnam ditemukan prevalensi anemia ibu hamil sebesar 53% pada masyarakat yang tinggal di pedesaan, yang mengonsumsi daging kurang dari 1 porsi per minggu, merupakan faktor yang berhubungan dengan kejadian anemia (Phuoang 2006). Adapun metode yang dipakai untuk melihat pola konsumsi dengan menggunakan metode FFQ semi Kuantitatif. FFQ Semi-kuantitatif (SQ-FFQ) adalah FFQ kualitatif dengan penambahan perkiraan sebagai ukuran porsi: standar atau kecil, sedang, besar. Modifikasi ini memungkinkan penurunan energi dan asupan gizi yang dipilih, FFQ Semi-kuantitatif digunakan untuk meranking individu berdasarkan makanan dan asupan nutrisi berdasarkan ukuran standar porsi yang dapat menjadi referens untuk setiap jenis pangan, data yang didapatkan dari FFQ Semi-kuantitatif dikonversikan menjadi energy dan asupan nutrisi dengan mengalihkan fraksi ukuran porsi setiap jenis pangan per hari dengan kandungan energi atau zat gizi yang berasal dari daftar komposisi bahan makanan yang sesuai (Nindya and Susila, 2012). Adapun Prosedur FFQ Semi-kuantitatif adalah sebagai berikut (Gibson, 2005):

1. Membuat kuesioner frekuensi pangan berdasarkan kebutuhan zat gizi yang diteliti khususnya pangan tertentu serta kebiasaan makan masyarakat. 2. Daftar nama makanan dan minuman dibuat berdasarkan kelompok pangan lalu dibuat kategori respon berapa kali frekuensi yang ada terhadap daftar nama makanan dan minuman termasuk suplemen. Frekuensi pangan yang ditulis berupa berapa kali perhari hingga berapa kali pertahun, setelah itu dibuat rata-rata harian. 3. Setelah draf kuesioner frekuensi pangan siap, maka perlu dilakukan uji coba di lapangan dengan menggunakan responden/subjek yang mirip dengan calon subjek/responden sesungguhnya. 4. Responden diminta untuk memberi tanda pada daftar yang tersedia pada kuesioner mengenai frekuensi penggunaan dan ukuran porsinya. 5. Porsi yang biasa dikonsumsi untuk setiap jenis makanan. Biasanya disediakan pilihan untuk porsi:kecil, menengah dan besar. 6. Responden harus jujur dan mempunyai motivasi tinggi. 7. Untuk data entri, frekuensi dan jumlah porsi akan dikonversi dalam ratarata-rata asupan perhari (asumsi 30 hari/bulan).Konversikan semua kategori frekuensi ke kategori harian dengan ketentuan 1 kali perhari sama dengan 1. Contoh: Nasi 3x /hari = 3x/ hari Tahu 4x /minggu = 4/7 per hari = 0,57x /hari makanan musiman (mis; buah mangga) jika dikonsumsi:

10 x selama periode Okt-Des = 10/365x /hari Frekuensi dikalikan dengan rata-rata porsi untuk memperoleh asupan dalam gram/hari. Adapun kelebihan dan kekurangan dari metode frekuensi makan ini, yaitu (Supariasa N et al., 2002): Kelebihan metode frekuensi makanan: a.

Relatif murah dan sederhana

b.

Dapat dilakukan sendiri oleh responden

c.

Tidak membutuhkan latihan khusus

d.

Dapat membantu untuk menjelaskan hubungan antara penyakit dan kebiasaan makan.

Kekurangan metode frekuensi makan: a.

Tidak dapat untuk menghitung intake zat gizi sehari

b.

Sulit mengembangkan kuesioner pengumpul data

c.

Cukup menjemukan bagi pewawancara

d.

Perlu membuat percobaan pendahuluan untuk menentukan jenis bahan makanan yang akan masuk dalam daftar kuesioner.

e.

Responden harus jujur dan mempunyai motivasi tinggi.

D. Tinjauan Umum Tentang Zat Besi 1. Pengertian Zat Besi Zat besi adalah mineral mikro yang paling banyak terdapat di dalam tubuh manusia dan hewan, yaitu 3-5 gram di dalam tubuh manusia

dewasa. Zat besi mempunyai fungsi esensial dalam tubuh yaitu sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, sebagai alat angkut electron di dalam sel, dan sebagai bagian terpadu berbagai reaksi enzim di dalam jaringan tubuh (Almatsier, 2010). Zat besi adalah salah satu mineral mikro yang penting dalam proses pembentukan sel darah merah. Secara alamiah zat besi diperoleh dari makanan. Kekurangan zat besi dalam menu makanan sehari- hari dapat menimbulkan penyakit anemia gizi atau yang dikenal masyarakat sebagai penyakit kurang darah (Citrakesumasari, 2012). Zat gizi yang paling berperan dalam proses terjadinya anemia gizi adalah besi. Defisiensi besi merupakan penyebab utama anemia gizi dibanding defisiensi zat gizi lain, seperti asam folat, vitamin B12, protein, vitamin dan elemen lainnya. 2. Fungsi Zat Besi Fungsi utama zat besi bagi tubuh adalah untuk membawa (sebagai carrier) oksigen dan karbondioksida dan untuk pembentukan darah. Fungsi lainnya antara lain sebagai bagian dari enzim, produksi antibodi, dan untuk detoksifikasi zat racun dalam hati, seperti akan diuraikan di bawah ini (Citrakesumasari, 2012). a. Pengangkut (Carrier) O2 dan CO2 Zat besi yang terdapat dalam hemoglobin dan mioglobin berfungsi untuk mengangkut O2 dan CO2 sehingga secara tidak langsung zat besi sangat esensial untuk metabolisme energi.

b. Pembentukan Sel Darah Merah Hemoglobin (Hb) merupakan komponen esensial sel-sel darah merah (eritrosit). Eritrosit dibentuk dalam tulang (bone marrow). Bila jumlah sel darah merah berkurang, hormon eritropoietin yang diproduksi oleh ginjal akan menstimulir pembentukan sel darah merah (proses pembentukan eritrosit disebut eritropoiesis). Ertitrosit dibentuk dalam tulang sebagai sel-sel muda yang disebut eritoblast (masih mengandung inti sel/nukleus). Pada waktu sel menjadi dewasa, disintesis heme (protein yang mengandung zat besi) dari glisin dan Fe (dibantu oleh vitamin B12 atau piridoksin). Pada waktu yang sama disintesis juga protein globin. Heme tersebut digabungkan

dengan

globin

membentuk

hemoglobin

yang

mengandung sel darah merah muda (retikulosit). Dalam aliran darah sel-sel muda tersebut akan melepaskan intinya, sehingga terbentuklah sel-sel darah merah dewasa yang tidak mengandung inti sel (eritrosit). Karena sel darah merah tidak mengandung inti (nukleus), maka sel tersebut tidak dapat mensintesis enzim untuk kelangsungan hidupnya. Kehidupan sel darah merah hanya sepanjang masih terdapatnya enzim yang masih berfungsi (untuk membawa O2 dan CO2), dan biasanya hanya sampai empat bulan. c. Fungsi lain: sebagian kecil Fe terdapat dalam enzim jaringan. Bila terjadi defisiensi zat besi, enzim ini berkurang jumlahnya sebelum jumlah Hb menurun. Zat besi diperlukan sebagai katalis dalam

konversi beta karoten menjadi vitamin A, dalam reaksi sintesis purin (sebagian bagian integral asam nukleat dalam RNA dan DNA), dan dalam reaksi sintesis kolagen). Selain itu, Fe diperlukan dalam proses penghilangan lipida dari darah, untuk memproduksi antibodi, serta untuk detoksifikasi zat racun dalam hati. 3. Metabolisme Zat Besi Metabolisme

besi

terutama

ditujukan

untuk

pembentukan

hemoglobin. Besi terdapat pada semua sel dan memegang peranan penting dalam beragam reaksi biokimia. Besi terdapat dalam enzim-enzim yang bertanggungjawab

untuk

pengangkutan

elektron

(sitokrom)

untuk

pengaktifan oksigen dalam hemoglobin dan mioglobin (Citrakesumasari, 2012). Pada dasarnya ada lima rentetan proses metabolisme besi di dalam tubuh yaitu penyerapan, transportasi, pemanfaatan dan pengawetan, penyimpanan, dan yang terakhir pembuangan. Besi dalam makanan yang dikonsumsi berada dalam bentuk ikatan ferri (umumnya dalam pangan nabati) maupun ikatan ferro (umumnya dalam pangan hewani). Besi yang berbentuk ferri oleh getah lambung (HCℓ), direduksi menjadi bentuk ferro yang lebih mudah diserap oleh sel mukosa usus. Adanya vitamin C juga dapat membantu proses reduksi tersebut (Citrakesumasari, 2012). Di dalam sel mukosa, ferro dioksidasi menjadi ferri, kemungkinan bergabung dengan apoferitin membentuk protein yang mengandung besi yaitu feritin. Selanjutnya untuk masuk ke plasma darah, besi dilepaskan

dari ferritin dalam bentuk ferro, sedangkan apoferitin yang terbentuk kembali akan bergabung lagi dengan ferri hasil oksidasi di dalam sel mukosa. Setelah masuk ke dalam plsama, maka besi ferro segera dioksidasi menjadi ferri untukm digabungkan dengan protein spesifik yang mengikat besi yaitu transferin (Citrakesumasari, 2012). Plasma darah di samping menerima besi berasal dari penyerapan makanan, juga menerima besi dari simpanan pemecahana hemoglobin dan sel-sel yang telah mati. Sebailknya plasam harus mengirim besi ke sumsum tulanguntuk pembentukan hemoglobin, juga ke sel endotelial untuk disimpan, dan ke semua sel untuk fungsi enzim yang mengandung besi. Jumlah besi yang di setiap hari diganti sebanyak 30-40 mg, dari jumlah

ini

hanya

sekitar

1

mg

yang

berasal

dari

makanan

(Citrakesumasari, 2012). Banyaknya

besi

yang

dimanfaatkan

untuk

pembentukan

hemoglobin umumnya sebesar 20-25 mg per hari. Pada kondisi dimana sumsum tulang berfungsi baik, dapat memproduksi sel darah merah dan hemoglobin sebesar 6x. Besi yang berlebihan disimpan sebagai cadangan dalam bentuk feritin dan hemosiderin di dalam sel parenkhim hepatik, sel retikuloendotelial sumsum tulang hati dan limfa. Ekskresi besi dari tubuh sebanyak 0,5-1 mg perhari, dikeluarkan bersama-sama urin, keringat dan feses. Dapat pula besi dalam hemoglobin keluar dari tubuh melalui pendarahan, menstruasi dan saluran urine (Citrakesumasari, 2012).

4. Absorpsi Zat Besi Penyerapan zat besi terjadi dalam lambung dan usus bagian atas yang masih bersuasana asam, banyaknya zat besi dalam makanan yang dapat dimanfaatkan oleh tubuh tergantung pada tingkat absorpsinya. Tingkat absorpsinya zat besi dapat dipengaruhi oleh pola menu makanan atau jenis makanan yang menjadi sumber zat besi. Misalnya zat besi yang berasal dari bahan makanan hewani yang dapat diabsorpsi sebanyak 2030% sedangkan zat besi yang berasal dari bahan makanan tumbuhtumbuhan hanya sekitar 5%. 5. Faktor faktor yang mempengaruhi penyerapan Fe Ada dua bentuk zat besi dalam makanan, yaitu hem dan nonhem. Zat besi hem berasal dari hewan seperti daging dan ikan yang mengandung zat besi 5-10% dengan penyerapan 25%. Zat besi nonhem terdapat pada pangan nabati seperti sayuran, biji-bijian, kacang-kacanngan dan buahbuahan dengan penyerapan zat besi hanya 5% (Wirakusuma, 1999) Penyerapan zat besi sangat dipengaruhi oleh kombinasi makanan yang disantap pada waktu makan (Demaeyer, 1993). Faktor faktor dari makanan : a. Zat pemacu (enchancers) Fe 1. Vitamin C (asam askorbat) pada buah 2. Asam malat dan tartrat pada sayuran : wortel, kentang, brokoli, tomat, kobis, labu kuning.

3. Asam amino cystein pada daging sapi, kambing, ayam, hati, ikan. Suatu hidangan yang mengandung salah satu atau lebih dari jenis makanan tersebut akan membantu optimalisasi penyerapan zat besi (Soekirman, 2000) Fasilitator absorbsi zat besi yang paling terkenal adalah asam askorbat (vitamin C) yang dapat meningkatkan absorbsi zat besi non heme secara signifikan. Jadi, buah kiwi, jambu biji, dan jeruk merupakan produk pangan nabati yang meningkatkan absorbsi zat besi (Citrakesumasari, 2012). Protein selular yang berasal dari daging sapi, kambing, domba, hati, ayam, menujang penyerapan zat besi non hem. Namun protein yang berasal dari susu sapi, keju dan telur tidak dapat

meningkatkan

penyerapan

zat

besi

non

hem

(Wirahadikusuma, 1999). Besi diabsorpsi terutama di dalam duodenum dalam bentuk fero dan dalam suasana asam (Soeparman, 1992). Penyerapan zat besi non hem sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor penghambat maupun pendorong, sedangkan zat besi hem tidak. Asam askorbat (Vitamin C) dan daging faktor utama yang mendorong penyerapan zat besi dikenal sebagai MFP faktor (meat, fish, poultry) (Soeparman, 1992). Tingkat keasaman dalam lambung ikut mempengaruhi kelarutan dan penyerapan zat besi di dalam tubuh. Suplemen zat

besi lebih baik dikonsumsi pada saat perut kosong atau sebelum makan, karena zat besi lebih efektif diserap apabila lambung dalam keadaan asam (pH rendah). b. Zat penghambat (inhibitors) Fe 1. Fitat pada dedak, katul, jagung, protein kedelai, susu coklat dan kacang- kacangan, 2. Polifenol (termasuk tannin) pada teh, kopi, bayam, kacangkacangan. 3.

Zat kapur / kalsium pada susu, keji

4.

Phospat pada susu, keju (Soekirman, 2000). Asam fitat yang banyak terdapat dalam sereal dan kacang-kacangan

merupakan faktor utama yang bertanggung jawab atas buruknya ketersediaan hayati zat besi dalam jenis makanan ini. Karena serat pangan sendiri tidak menghambat absorpsi besi, efek penghambat pada bekatul

semata-mata

disebabkan

oleh

keberadaan

asam

fitat

(Citrakesumasari, 2012). Perendaman, fermentasi, dan perkecambahan biji-bijian yang menjadi

produk pangan akan memperbaiki

absorpsi

dengan

mengaktifkan enzim fitase untuk menguraikan asam fitat. Polifenol (asam fenolat, flavonoid, dan produk polimerisasinya) terdapat dalam teh, kopi, kakao, dan anggur merah. Tanin yang terdapat dalam teh hitam merupakan jenis penghambat paling paten dari semua inhibitor di atas. Kalsium yang dikonsumsi dalam produk susu seperti susu atau keju dapat menghambat absorpsi besi dan khususnya santapan yang

kompleks, dapat mengimbangi efek penghambat pada polifenol dan kalsium (Citrakesumasari, 2012). 6. Kebutuhan Zat Besi untuk Ibu Hamil Wanita memerlukan zat besi lebih tinggi dari laki-laki karena terjadi menstruasi dengan pendarahan sebanyak 50 sampai 80 cc setiap bulan dan kehilangan zat besi sebanyak 30-40 mg. Disamping itu kehamilan memerlukan tambahan zat besi untuk meningkatkan jumlah sel darah merah janin dan plasenta. Makin sering seorang wanita mengalami kehamilan dan melahirkan akan makin banyak kehilangan zat besi dan akan menjadi makin anemis (Manuaba, 2001). Pada setiap kehamilan kebutuhan zat besi yang diperlukan sebanyak 900 mg Fe yaitu meningkatnya sel darah ibu 500 mg Fe, terdapat dalam plasenta 300 mg Fe dan untuk darah janin sebesar 100 mg Fe. Jika persediaan cadangan Fe minimal, maka setiap kehamilan menguras persediaan Fe tubuh dan akhirnya akan menimbulkan anemia pada kehamilan (Manuaba, 2001). Kebutuhan zat besi selama triwulan pertama relatif kecil yaitu 0,8 mg/hari, namun meningkat dengan pesat selama triwulan kedua dan ketiga hingga 6,3 mg/hari. Sebagian dari peningkatan dapat dipenuhi oleh simpanan zat besi dan peningkatan aditif persentase Fe yang diserap, tetapi bila zat besi rendah atau tidak sama sekali dan zat besi yang diserap dari makanan sangat sedikit, makanya suplemen zat besi sangat dibutuhkan pada masa kehamilan ((Demaeyer, 1993).

7. Sumber Zat Besi Ada dua jenis zat besi dalam makanan, yaitu zat besi yang berasal dari hem dan bukan hem. Walaupun kandungan zat besi hem dalam makanan hanya antara 5 – 10% tetapi penyerapannya hanya 5%. Makanan hewani seperti daging, ikan dan ayam merupakan sumber utama zat besi hem. Zat besi yang berasal dari hem merupakan Hb. Zat besi non hem terdapat dalam pangan nabati, seperti sayur-sayuran, biji-bijian, kacangkacangan dan buah-buahan (Wirahadikusuma, 1999). Sumber baik besi adalah makanan hewani, seperti daging, ayam, dan ikan. Sumber lainnya adalah telur, serealia tumbuk, kacang-kacangan, sayuran hijau dan beberapa jenis buah. Di samping jumlah besi, perlu diperhatikan kualitas besi di dalam makanan dinamakan juga ketersediaan biologik (bioavailability). Pada umumnya besi di dalam daging, ayam, dan ikan mempunyai ketersediaan biologik sedang, dan besi di dalam sebagian besar sayuran, terutama yang mengandung asam oksalat tinggi, seperti bayam mempunyai ketersediaan biologik rendah. Sebaiknya diperhatikan kombinasi makanan sehari-hari, yang terdiri atas campuran sumber besi berasal dari hewan dan tumbuh-tumbuhan serta sumber gizi lain yang dapat membantu absorpsi. Menu makanan di Indonesia sebaiknya terdiri atas nasi, daging/ayam/ikan, kacang-kacangan, serta sayuran dan buahbuahan yang kaya akan vitamin C (Almatsier, 2010).

Tabel 2.3. Kandungan besi beberapa bahan makanan Bahan Makanan Nilai Fe Bahan Makanan Tempe Kacang kedelai murni 10,0 Biskuit Kacang kedelai, kering 8,0 Jagung kuning, pipil lama Kacang hijau 6,7 Roti putih Kacang merah 5,0 Beras setengah giling Kelapa tua, daging 2,0 Kentang Udang segar 8,0 Daun kacang panjang Hati sapi 6,6 Bayam Daging sapi 2,8 Sawi Telur bebek 2,8 Daun katuk Telur ayam 2,7 Kangkung Ikan segar 2,0 Daun singkong Ayam 1,5 Pisang ambon Gula kelapa 2,8 Keju Sumber: Almatsier, 2010

Nilai Fe 2,7 2,4 1,5 1,2 0,7 6,2 3,9 2,9 2,7 2,5 2,0 0,5 1,5

E. Kerangka Teori

    

     

Ketersedian Fe dalam bahan makanan rendah Praktek pemberian makanan kurang baik Sosial ekonomi rendah Komposisi makanan kurang beragam Terdapat zat-zat penghambat Absorpsi Pertumbuhan fisik kehamilan Kehamilan dan menyusui Pendarahan Kronis Parasit Penyakit Infeksi Pelayanan kesehatan rendah

Jumlah Fe dalam Makanan Tidak Cukup

Absorpsi Fe rendah ANEMIA

Kebutuhan Naik

Kehilangan Darah

Sumber: Husaini, 1989 (dalam Citrakesumasari, 2012) (Marks et al., 2006) Gambar 1: Kerangka Teori

Sumber: De Mayer E.B, 1993 dalam terjemahan Arisman. Gambar 2: Kerangka Teori

F. Kerangka Konsep Adapun yang menjadi kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Faktor Pangan

  

Faktor Non Pangan

Asupan Zat Gizi Protein Vitamin C Zat Besi

Pendarahan Kronis Parasit

Pola Konsumsi Penyakit Infeksi

Kebiasaan Makan  Sumber Zat Besi Heme  Sumber Zat Besi Non Heme  Zat Pelancar Absorpsi Fe (Vit.C, Protein)  Zat Penghambat Absorpsi Fe(Polifenol,Fitat ,Kalsium,Oksalat)

Pelayanann Kesehatan Rendah

Status Hb Keterangan : : Variabel independent : Varibel dependent : Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti

Gambar 3: Kerangka Konsep Penelitian

G. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif 1. Ibu hamil adalah keadaan dimana seorang wanita sedang membawa embrio atau fetus di dalam tubuhnya. 2. Pola konsumsi adalah kebiasaan makan responden mengonsumsi makanan sehari-hari yang menekankan pada jenis, frekuensi makan, dan jumlah makanan sumber Fe, zat pelancar Fe (Vit.C, Protein), dan zat penghambat absorbsi Fe (Tanin, Fitat, Asam Oksalat, kalsium). Analisis pola konsumsi juga dilakukan untuk mengetahui asupan protein, Fe, dan Vit.C pada ibu hamil. Pola Konsumsi dinilai dengan kuisioner food frequency semikuantitatif dalam kurung waktu satu bulan terakhir untuk menilai frekuensi pangan yang dikonsumsi ibu hamil melalui metode wawancara yang dilakukan sebanyak 1 kali. a. Analisis Frekuensi Makan Kriteria Objektif: Nilai skor (Marks et al., 2006): 0

: tidak pernah

0,07

: 1-3 kali/bulan

0,14

: 1 kali/minggu

0,43

: 2-4 kali/ minggu

0,79

: 5-6 kali/minggu

1,0

: 1 kali/hari

2,5

: 2-3 kali/hari

4

: >4 kali/hari

a. Sering : ≥ 1 x/ Hari atau 2-6x/Minggu b. Jarang : ≤ 1x/Minggu atau tidak pernah Sumber : Almatsier (2010). b. Analisis Jumlah Asupan Analisis asupan dibandingkan dengan standar kebutuhan berdasarkan persentase AKG 2012 untuk ibu hamil. Penilaian untuk tingkat konsumsi protein, zat besi, dan vitamin C dibagi dalam dua kategori yaitu: Kriteria Objektif : Cukup : ≥77% Kurang : < 77% Sumber : Gibson (2005) 3. Kadar Hemoglobin adalah angka yang menunjukan kandungan Hb seseorang yang ditentukan dengan metode cyanmethemoglobin. Kriteria Objektif: Anemia : Hb < 11 gr/dL Tidak anemia : Hb ≥ 11 gr/dL Sumber: Depkes RI (2001)

F. Hipotesis Penelitian Adapun hipotesis nol dari penelitian ini adalah : 1. Tidak ada hubungan antara asupan gizi (protein, vitamin C, dan zat besi) dengan status hemoglobin pada ibu hamil di Kabupaten Gowa tahun 2013. 2. Tidak ada hubungan antara kebiasaan makan bahan makanan sumber zat besi heme dengan status hemoglobin pada ibu hamil di di Kabupaten Gowa tahun 2013. 3. Tidak ada hubungan antara kebiasaan makan bahan makanan sumber zat besi non heme dengan status hemoglobin pada ibu hamil di di Kabupaten Gowa tahun 2013. 4. Tidak ada hubungan antara kebiasaan makan bahan makanan pelancar absorpsi zat besi dengan status hemoglobin pada ibu hamil di Kabupaten Gowa tahun 2013. 5. Tidak ada hubungan antara kebiasaan makan bahan makanan penghambat absorpsi zat besi dengan status hemoglobin pada ibu hamil di Kabupaten Gowa tahun 2013. Adapun hipotesis alternatif dari penelitian ini adalah : 1. Ada hubungan antara asupan gizi (protein, vitamin C, dan zat besi) dengan status hemoglobin pada ibu hamil di Kabupaten Gowa tahun 2013. 2. Ada hubungan antara kebiasaan makan bahan makanan sumber zat besi heme dengan status hemoglobin pada ibu hamil di Kabupaten Gowa tahun 2013.

3. Ada hubungan antara kebiasaan makan bahan makanan sumber zat besi non heme dengan status hemoglobin pada ibu hamil di Kabupaten Gowa tahun 2013. 4. Ada hubungan antara kebiasaan makan bahan makanan pelancar absorpsi zat besi dengan status hemoglobin pada ibu hamil di Kabupaten Gowa tahun 2013. 5. Ada hubungan antara kebiasaan makan bahan makanan penghambat absorpsi zat besi dengan status hemoglobin pada ibu hamil di Kabupaten Gowa tahun 2013.

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah bersifat survey analitik dengan desain cross sectional yaitu dengan melakukan pengukuran variabel independen yang terdiri dari pola konsumsi ibu hamil dan variabel dependen yaitu status hemoglobin pada ibu hamil

B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Bontonompo dan Bontonompo Selatan Kabupaten Gowa karena jumlah ibu hamil pada kecamatan ini lebih banyak jika dibandingkan dengan kecamatan lain di Kabupaten Gowa. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian besar yang dilakukan oleh Dr. Anang S. Otoluwa tentang Pengaruh Pemberian Tepung Daun Kelor Kepada Ibu Hamil Terhadap Status Gizi, Kerusakan DNA Ibu, dan Berat Lahir Bayi. 2. Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Februari - Maret 2013. Akan tetapi pengambilan data awal dilakukan bersamaan dengan penelitian besar yang yang dilakukan oleh Dr. Anang S. Otoluwa yakni pada bulan November – Desember tahun 2012

C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi pada penelitian ini adalah seluruh ibu hamil yang bertempat tinggal di Kecamatan Bontonompo dan Bontonompo Selatan yang berjumlah 187 orang. 2. Sampel Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan metode sampling tertentu untuk bisa memenuhi atau mewakili populasi. Sampel dalam penelitian ini diambil dengan cara random sampling. Besar sampel diambil dengan menggunakan rumus Notoatmodjo (2005) yakni sebanyak 65 orang.

D. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut : 1. Kuesioner penelitian digunakan untuk pengambilan data karakteristik ibu hamil 2. Formulir Semi-Quantitative Food Frequency Questionnaire (SQFFQ) 3. Food picture (beberapa bahan makanan difoto untuk acuan standar porsi yang sudah distandarisasi di laboratorium kuliner gizi) 4. Program komputer untuk pengolahan data (Program SPSS versi 16.0)

5. Program Nutry survey versi Indonesia dan DKBM (Daftar Komposisi Bahan Makanan) untuk menganalisis jumlah makanan dan untuk melihat komposisi bahan makanan. 6. Alat tulis

E. Metode Pengumpulan Data 1. Data Primer a. Data mengenai karakteristik ibu hamil yaitu data mengenai umur, pendidikan, pekerjaan, riwayat kehamilan, dan riwayat anemia yang diperoleh melalui wawancara langsung menggunakan kuesioner. b. Sebelum melakukan wawancara pola konsumsi dilakukan terlebih dahulu uji coba kuesioner Semi-Quantitative Food Frequency pada sepuluh ibu hamil yang bukan termasuk bagian dalam sampel penelitian. c. Wawancara pola konsumsi pangan diambil dengan cara wawancara langsung kepada ibu hamil di rumahnya dengan menggunakan Semi-Quantitative Food Frequency Questionnaire. Wawancara meliputi frekuensi, jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi oleh responden dalam satu bulan terakhir. Wawancara mengenai pola konsumsi responden dibantu dengan food picture bahan makanan tertentu. Food picture merupakan beberapa bahan makanan difoto untuk acuan standar porsi yang

sudah distandarisasi di laboratorium kuliner gizi. Adapun prosedur Semi-Quantitative Food Frequency sebagai berikut (Gibson, 2005): 1. Membuat

kuesioner

frekuensi

pangan

berdasarkan

kebutuhan zat gizi yang diteliti khususnya pangan tertentu serta kebiasaan makan masyarakat. 2. Daftar nama makanan dan minuman dibuat berdasarkan kelompok pangan lalu dibuat kategori respon berapa kali frekuensi yang ada terhadap daftar nama makanan dan minuman termasuk suplemen. Frekuensi pangan yang ditulis berupa berapa kali perhari hingga berapa kali pertahun, setelah itu dibuat rata-rata harian. 3. Setelah draf kuesioner frekuensi pangan siap, maka perlu dilakukan uji coba di lapangan dengan menggunakan responden/subjek

yang

mirip

dengan

calon

subjek/responden sesungguhnya. 4. Responden diminta untuk memberi tanda pada daftar yang tersedia pada kuesioner mengenai frekuensi penggunaan dan ukuran porsinya. 5. Porsi yang biasa dikonsumsi untuk setiap jenis makanan. Biasanya disediakan pilihan untuk porsi:kecil, menengah dan besar. 6. Responden harus jujur dan mempunyai motivasi tinggi.

7. Untuk data entri, frekuensi dan jumlah porsi akan dikonversi dalam rata-rata-rata asupan perhari (asumsi 30 hari/bulan).Konversikan semua kategori

frekuensi ke

kategori harian dengan ketentuan 1 kali perhari sama dengan 1. Contoh: Nasi 3x /hari = 3x/ hari Tahu 4x /minggu = 4/7 per hari = 0,57x /hari makanan musiman (mis; buah mangga) jika dikonsumsi: 10 x selama periode Okt-Des = 10/365x /hari Frekuensi

dikalikan

dengan

rata-rata

porsi

untuk

memperoleh asupan dalam gram/hari. d. Mengenai responden yang menderita anemia dan tidak anemia diperoleh dari penelitian dengan cara mengambil sampel darah responden yang akan dianalisis dengan menggunakan metode cyanmethemoglobin. 2. Data Sekunder Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Gowa , Puskesmas, Imam Desa, dan Bidan Desa berupa data demografi dan data ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya serta data lain yang mendukung penelitian.

F. Metode Pengolahan dan Penyajian Data 1. Pengolahan Data Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program komputer SPSS, dengan langkah-langkah sebagai berikut: a. Pemeriksaan Data (Editing) Setelah semua format wawancara diisi, maka dilakukan kembali pemeriksaan data untuk melihat kelengkapan pengisian format secara keseluruhan. Penyuntingan data dimulai di lapangan dan setelah data terkumpul, kuesioner diperiksa dan apabila terdapat kuesioner yang tidak lengkap jawabannya, maka kuesioner tersebut akan dilengkapi kembali. b. Pemberian Kode (Coding) Apabila semua data telah terkumpul dan selesai diedit, selanjutnya dilakukan pengkodean variabel sebelum dipindahkan ke format aplikasi SPSS. c. Mengentri data (entry) Entri adalah memasukkan data yang diperoleh menggunakan fasilitas komputer. Selanjutnya data yang telah selesai diberi kode, di input ke dalam kerja SPSS untuk masing-masing variabel. Urutan input data berdasarkan nomor responden dalam kuesioner.

d. Pemindahan data (tabulating) Merupakan pengorganisasian data sedemikian rupa agar dengan mudah dapat dijumlahkan, disusun dan ditata untuk disajikan dan dianalisis. e. Membersihkan data (cleaning) Cleaning data dilakukan pada semua lembar kerja untuk membersihkan kesalahan yang mungkin terjadi selama proses input data. Proses ini dilakukan melalui analisis frekuensi pada variabel. Adapun data missing dibersihkan dengan menginput data yang benar. 2. Penyajian Data Data yang telah dianalisis disajikan dalam bentuk tabel dan narasi untuk membahas hasil penelitian.

G. Analisa Data Analisis data yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Analisis Frekuensi Makan Ibu Hamil Data konsumsi pangan diperoleh dengan cara Semi-Quantitative Food Frequency

Questionnaire

(SQ-FFQ)

yang

dilakukan

kepada

responden. Dengan kategori konsumsi >4 kali/hari (4), 2-3 kali/hari (2.5), 1 kali/hari (1), 5-6 kali/minggu (0.79), 2-4 kali/minggu (0.43), 1 kali/minggu (0.14), 1-3 kali/bulan (0.07), dan tidak pernah (0). Masing-masing kategori memiliki skor. Setiap bahan makanan yang

dikonsumsi responden diberikan skor kemudian dirata-ratakan kemudian dikategorikan kembali menjadi 2 kategori yaitu sering (bila konsumsi bahan makanan ≥ 1x/hari atau 2-6x/minggu) dan jarang (bila konsumsi bahan makanan ≤ 1x/minggu atau tidak pernah) 2. Analisis jumlah asupan ibu hamil Dilakukan untuk mengetahui persentase asupan dengan standar kebutuhan ibu hamil. responden

dihitung

Asupan protein, zat besi, dan vitamin C secara

menggunakan nutri survey.

manual

dan

dianalisis

dengan

Hasil dari nutry survey kemudian

dibandingkan dengan AKG 2012 dan dikalikan 100% untuk mendapatkan persentase asupan. Asupan dikategorikan cukup apabila persentase asupan ≥ 77% standar kecukupan, sedangkan asupan dikategorikan kurang apabila persentase asupan <77% standar kecukupan. 3. Analisis univariat Analisis univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi sehingga menghasilkan distribusi dan persentase dari setiap variabel penelitian. Untuk mengetahui pola konsumsi makanan sumber zat besi hem dan non hem, zat pelancar, dan penghambat Fe yang meliputi jenis bahan, frekuensi, dan jumlah bahan makan dengan menggunakan analisis univariat dengan software program komputer yaitu SPSS.

4. Analisis bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan variabel dependen (status Hb) dan variabel independen (pola konsumsi)

dalam

bentuk

tabulasi

silang

(crosstab)

dengan

menggunakan program SPSS dengan uji statistik Chi-Square. Untuk mengetahui signifikansi (derajat kemaknaan) hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen ditentukan dengan nilai p value = 0,05. Apabila nilai p ≤ 0,05 maka ada hubungan yang signifikan antara pola konsumsi dengan status Hb pada ibu hamil dan jika nilai p > 0.05 maka hubungan antara pola konsumsi dengan status Hb pada ibu hamil tidak bermakna.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari – Maret 2013 pada sejumlah ibu hamil di Kecamatan Bontonompo dan Bontonompo Selatan Kabupaten Gowa. Dari penelitian ini diperoleh data sebagai berikut: 1. Gambaran Lokasi Penelitian Secara geografis Kabupaten Gowa terletak pada koordinat antara 5o 33’ 6” sampai 5o 34’ 7” Lintang Selatan dan 12o 38’ 6” sampai 12o 33’ 6” Bujur Timur (Profil Gowa, 2011). Secara administratif, batas-batas wilayah administrasi Kabupaten Gowa adalah (Profil Gowa, 2011). Sebelah Utara

: Kota Makassar dan Kabupaten Maros.

Sebelah Timur : Kabupaten Sinjai, Bulukumba dan Bantaeng. Sebelah Selatan : Kabupaten Takalar dan Kabupaten Jeneponto. Sebelah Barat

: Kabupaten Takalar, Kota dan Selat Makassar.

Ada sembilan Kecamatan yang merupakan dataran tinggi dan sisanya adalah di dataran rendah. Dilihat dari jumlah penduduknya, Kabupaten Gowa termasuk kabupaten terbesar ketiga di Sulawesi Selatan setelah Kota Makassar dan Kabupaten Bone. Berdasarkan hasil Susenas 2005, penduduk Kab. Gowa tercatat sebear 575 295 jiwa. Pada Tahun 2004 jumlah penduduk mencapai 565.262 jiwa, sehingga penduduk pda

tahun 2005 bertambah sebesar 1,77% . Persebaran penduduk di kabupaten Gowa pada 16 kecamatan bervariasi. Hal ini terlihat dari kepadatan penduduk per kecamatan yang masih sangat timpang. Untuk wilayah Somba Opu, Pallangga, Bontonompo Selatan dan Bajeng, yang wilayahnya hanya 12,56% penduduk Gowa. Sedangkan wilayah Kecamatan Bontomarannu, Pattallasang, Parangloe, Manuju, Barombong, Tinggimoncong, Bungaya, Bontolempangan, Tompobulu dan Biringbulu, yang meliputi sekitar 80,18% wilayah Gowa hanya dihuni oleh sekitar 40,44% penduduk Gowa (Profil Gowa, 2011). Adapun kecamatan Bontonompo dan Bontonompo Selatan memiliki luas area masing-masing 33,62 km2 dan 26,01 km2, sedangkan jumlah kelurahan yang ada pada bontonompo ada 14 kelurahan/desa dan bontonompo selatan 9 desa/kelurahan (Profil Gowa, 2011). Kecamatan Bontonompo merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan. Terletak di bagian selatan ibu kota kabupaten dengan jarak 16 km dari Sungguminasa. Bontonompo terdiri atas 14 desa/kelurahan yang dibagi kedalam tiga kelurahan dan 11 desa. Kelurahan Bontonompo, Kelurahan Tamallayang, Kelurahan Kalase'rena, Desa Bontolangkasa, Desa Bontolangkasa Selatan, Desa Barembeng, Desa Kale Barembeng, Desa Bategulung , Desa Manjapai, Desa Katangka, Desa Bontobiraeng Selatan, Desa Bontobiraeng Utara, Desa Romanglasa, Desa Bulogading. Dibentuk berdasarkan Perda Nomor 7 Tahun 2005. Ibukota Kecamatan Bontonompo adalah Tamallayang

dengan jarak sekitar 16 km dari Sungguminasa, ibu kota kabupaten Gowa. Bontonompo pada bagian timur berbatasan dengan Kec. Pombangkeng Utara Kab. Takalar, Selatan dengan Kec. Bontonompo Selatan, Barat dengan Bajeng Barat dan Kec. Galesong Selatan, sebelah utara dengan Kec. Bajeng. Jumlah penduduk Kecamatan Bontonompo pada tahun 2008 sebesar 39.936 jiwa, terdiri dari 19.182 jiwa laki-laki dan 20.754 jiwa perempuan 20.754 jiwa serta 99,97 persen dari jumlah itu beragama Islam (Profil Gowa, 2011). Kecamatan Bontonompo Selatan merupakan satu dari 18 kecamatan di Kabupaten Gowa. Terletak di dataran berbatasan dengan hanya satu kecamatan lain di Gowa. Bontonompo Selatan merupakan daerah dataran yang berbatasan sebelah Utara Kecamatan Bontonompo, bagian Selatan Kabupaten Takalar, bagian Barat dan Timur Takalar. Dengan jumlah desa/kelurahan sebanyak 9 (sembilan) desa dan dibentuk berdasarkan Perda Nomor 7 Tahun 2005. Ibukota kecamatan terletak di Bontoramba dengan jarak sekitar 30 km dari Sungguminasa (Profil Gowa, 2011).

2. Analisis Univariat a. Karakteristik Responden Distribusi responden berdasarkan karateristik ibu hamil dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4. 1 Distribusi Responden Berdasarkan Karateristik Ibu Hamil di Kabupaten Gowa Tahun 2013 Karakteristik Umur 18-20 tahun 21-30 tahun >30 tahun Jenis pekerjaan Pedagang/Penjual PNS Pegawai Swasta Pengrajin Wiraswasta IRT Lainnya Tingkat pendidikan Tidak pernah sekolah Tidak tamat SD/MI Tamat SD/MI SMP/MTs/Sederajat SMA/MA/Sederajat Universitas Pendapatan Keluarga ≤ 1.000.000 >1.000.000-2.000.000 >2.000.000-5.000.000 >5.000.000 Total Sumber : Data Primer,2013

n

%

11 37 17

16,9 56,9 26,2

4 3 2 1 1 48 6

6,2 4,6 3,1 1,5 1,5 73,8 9,2

1 2 16 14 21 11

1,5 3,1 24,6 21,5 32,3 16,9

42 13 8 2

64,6 20,0 12,3 3,1

65

100

Berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan dari 65 responden, mayoritas kelompok umur pada ibu hamil yaitu 21-30 tahun (56,9%). Berdasarkan jenis pekerjaan menunjukkan dari 65 responden, mayoritas pekerjaan ibu hamil adalah Ibu Rumah Tangga (73,8%). Berdasarkan

tingkat

pendidikan

menunjukkan

dari

65

responden, mayoritas pendidikan ibu hamil adalah SMA/MA/Sederajat (32,3%).

Berdasarkan pendapatan keluarga menunjukkan dari 65 responden, yang paling tinggi tingkat pendapatan keluarga yaitu ≤ 1.000.000 (64,6%). b. Status Hemoglobin (Hb) Pada penelitian ini status Hemoglobin (Hb) seseorang menggunakan metode cyanmetheglobin dan berdasarkan standar yang telah ditetapkan oleh WHO sebagai parameter untuk menetapkan anemia atau tidak anemia. Distribusi ibu hamil berdasarkan status hemoglobin dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.2 Distribusi Ibu Hamil Berdasarkan Kadar Hb Di Kabupaten Gowa Tahun 2013 Status Hb n (%) Kadar Hb 24 (37,0) Anemia 41 (63,0) Normal Sumber : Data Primer,2013

Min-Max 6,9-14,4

X±SD

11,25±1,2

Berdasarkan tabel 4.2, menunjukkan bahwa dari 65 responden yang mengalami anemia ada sebanyak 24 responden (37%). Rata-rata kadar Hb sebesar 11,25 dengan Standar Deviasi (SD) sebesar 1,2. c. Asupan Zat Gizi Pada penelitian ini data jumlah asupan protein, vitamin C dan Zat besi diperoleh dengan cara food frequency semikuantitatif yang dilakukan kepada 65 responden, kemudian dihitung menggunakan nutrisurvey versi Indonesia.

Tingkat kecukupan asupan protein, zat besi, dan vitamin C dibedakan dalam 2 kategori yaitu kategori cukup dan kategori kurang. Kategori cukup bila responden memperoleh score total ≥ 77 % sedangkan kategori kurang bila < 77 %. Tabel 4. 3 Distribusi Ibu Hamil Berdasarkan Asupan Zat Gizi di Kabupaten Gowa Tahun 2013 Kategori Asupan Zat Gizi Protein Cukup Kurang Zat Besi Cukup Kurang Vit.C Cukup Kurang Sumber : Data Primer, 2013

n (%)

Min-Max

X±SD

29-209

77,7±34,7

10-110

47,8± 30,7

14-437

86,1±73,1

24 (36,9) 41 (63,1) 16 (24,6) 49 (75,4) 34 (52,3) 31 (47,7)

Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui bahwa dari 65 responden, untuk asupan protein yang berada dalam kategori cukup sebanyak 24 responden (36,9%) dengan rata-rata asupan sebesar 77,7 mg/hr dan Standar Deviasi (SD) sebesar 34,7 mg.

Untuk

asupan zat besi yang berada dalam kategori cukup sebanyak 16 responden (24,6%) dengan rata-rata asupan sebesar 47,8 mg/hr dan Standar Deviasi (SD) sebesar 30,7 mg. Untuk asupan vitamin C yang berada dalam kategori cukup sebanyak 34 responden (52,3%) dengan rata-rata asupan sebesar 86,1 mg/hr dan Standar Deviasi (SD) sebesar 73,1 mg.

d. Frekuensi Konsumsi Pada penelitian ini data frekuensi konsumsi diperoleh dengan cara food frequency semikuantitatif yang dilakukan kepada 65 responden. Dengan kategori konsumsi >4 kali/hari (4), 2-3 kali/hari (2.5), 1 kali/hari (1), 5-6 kali/minggu (0.79), 2-4 kali/minggu (0.43), 1 kali/minggu (0.14), 1-3 kali/bulan (0.07), dan tidak pernah (0). Masingmasing kategori memiliki skor. Setiap bahan makanan yang dikonsumsi responden

diberikan

skor

kemudian

dirata-ratakan

kemudian

dikategorikan kembali menjadi 2 kategori yaitu sering (bila konsumsi bahan makanan ≥ 1x/hari atau 2-6x/minggu) dan jarang (bila konsumsi bahan makanan ≤ 1x/minggu atau tidak pernah) 1. Gambaran Frekuensi Konsumsi Jenis Bahan Makanan

a. Sumber Zat Besi Heme Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Konsumsi Responden Berdasarkan Jenis Bahan Makanan Sumber Zat Besi Heme Jenis Makanan

Mean Konsumsi (gr/hr)

Hati Ayam

0,08

Hati Sapi

0,49

Daging Sapi

1,29

Daging Kambing

1,15

Ayam

4,40

Ikan Layang

24,91

Ikan Bandeng

28,29

n s n s n s n s n s n s n s

Sumber : Data Primer, 2013

>4x/ hr 4

2-3 x / hr 2,5

1x/ hr 1

5-6 x / mgg 0,79

2-4 x / mgg 0,43

1x/ mgg 0,14

1-3 x / bln 0,07

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4 10

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 27 27 46 46

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0,79 0 0

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 30 12,9 11 4,73

0 0 0 0 0 0 0 0 26 3,64 2 0,28 2 0,28

3 0,21 12 0,84 24 1,68 5 0,35 33 2,31 0 0 0 0

Tidak Pernah 0

Jumlah

Total Skor

62 0 53 0 41 0 60 0 6 0 2 0 2 0

65 0,21 65 0,84 65 1,68 65 0,35 65 5,95 65 40,97 65 61,01

0,00 0,01 0,03 0,01 0,09 0,63 0,94

Tabel 4.4 (Lanjutan) Distribusi Frekuensi Konsumsi Responden Berdasarkan Jenis Bahan Makanan Sumber Zat Besi Heme Jenis Makanan

Mean Konsumsi (gr/hr)

Ikan Cakalang

10,88

Ikan Banjar

2,20

Ikan Kering

2,08

Udang

3,15

Telur Ayam

18,05

n s n s n s n s n s

>4x/ hr 4

2-3 x / hr 2,5

1x/ hr 1

5-6 x / mgg 0,79

2-4 x / mgg 0,43

1x/ mgg 0,14

1-3 x / bln 0,07

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

4 1,72 0 0 11 4,73 0 0 40 17,2

18 2,52 5 0,7 41 5,74 0 0 25 3,5

9 15,12 3 6,93 6 0 12 0 0 0

Tidak Pernah 0

Jumlah

Total Skor

34 0 57 0 7 0 53 0 0 0

65 19,36 65 7,63 65 10,47 65 0,84 65 20,7

0,30

Tidak Pernah 0

Jumlah

Total Skor

0 0 4 0

65 40,49 65 26,73

0,62

0,12 0,16 0,01 0,32

Sumber : Data Primer, 2013 Berdasarkan tabel 4.4 dari 65 responden, jenis bahan makanan sumber zat besi heme yang paling sering dikonsumsi adalah ikan bandeng (0,94) . Walaupun sering dikonsumsi, akan tetapi jumlah yang dikonsumsi masih kurang jika dibandingkan dengan standar ukuran yang dianjurkan. Meskipun ibu hamil mengkonsumsi sumber protein hewani dengan frekuensi sering tetapi jika jumlah yang dikonsumsi masih kurang, tetap tidak dapat memenuhi kebutuhan ibu hamil dan janinnya. b. Sumber Zat Besi Nonhem Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Konsumsi Responden Berdasarkan Jenis Bahan Makanan Sumber Zat Besi Nonheme Jenis Makanan

Mean Konsumsi (gr/hr)

>4x/ hr 4

2-3 x / hr 2,5

1x/ hr 1

5-6 x / mgg 0,79

2-4 x / mgg 0,43

1x/ mgg 0,14

0 0 0 0

0 0 0 0

22 22 8 8

0 0 0 0

43 18,49 39 16,77

0 0 14 1,96

1-3 x / bln 0,07

14,38 Tempe Tahu

27,78

Sumber : Data Primer, 2013

n s n s

0 0 0 0

0,41

Tabel 4.5 (Lanjutan) Distribusi Frekuensi Konsumsi Responden Berdasarkan Jenis Bahan Makanan Sumber Zat Besi Nonheme Jenis Makanan

Mean Konsumsi (gr/hr)

Daun Kelor

4,65

Daun Singkong

5,58

Daun Kacang

6,46

Kangkung

3,68

Kacang Panjang

9,89

Bayam

11,46

Kacang Kedelai

1,68

Kacang Hijau

3,42

Kacang Tanah

3,75

n s n s n s n s n s n s n s n s n s

>4x/ hr 4

2-3 x / hr 2,5

1x/ hr 1

5-6 x / mgg 0,79

2-4 x / mgg 0,43

1x/ mgg 0,14

1-3 x / bln 0,07

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 0 0 0 0 5 12,5 14 35 0 0 0 0 0 0

0 0 5 5 20 20 0 0 51 51 41 41 0 0 0 0 2 2

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

0 0 23 9,89 30 12,9 30 12,9 9 3,87 10 4,3 0 0 5 2,15 0 0

5 0,7 23 3,22 15 2,1 32 4,48 0 0 0 0 2 0,28 51 7,14 14 1,96

13 0 1 1,4 0 0 3 0 0 0 0 0 14 0 0 0 32 0

Tidak Pernah 0

Jumlah

Total Skor

47 0 13 0 0 0 0 0 0 0 0 0 49 0 9 0 17 0

65 0,7 65 19,51 65 35 65 17,38 65 67,37 65 80,3 65 0,28 65 9,29 65 3,96

0,01

Tidak Pernah 0

Jumlah

Total Skor

62 0 53 0

65 0,21 65 0,84

0,00

0,30 0,54 0,27 1,04 1,24 0,00 0,14 0,06

Sumber : Data Primer, 2013 Berdasarkan tabel 4.5 dari 65 responden, jenis bahan makanan sumber zat besi non heme yang paling sering dikonsumsi adalah bayam (1,24). Walaupun sering dikonsumsi, akan tetapi jumlah yang dikonsumsi masih kurang jika dibandingkan dengan standar ukuran yang dianjurkan. c. Sumber Zat Pelancar Absorpsi Zat Besi Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Konsumsi Responden Berdasarkan Jenis Bahan Makanan Pelancar Absorpsi Fe Jenis Makanan

Mean Konsumsi (gr/hr)

Hati Ayam

0,08

Hati Sapi

0,49

Sumber : Data Primer, 2013

n s n s

>4x/ hr 4

2-3 x / hr 2,5

1x/ hr 1

5-6 x / mgg 0,79

2-4 x / mgg 0,43

1x/ mgg 0,14

0 0 0 0

0 0 0 0

0 0 0 0

0 0 0 0

0 0 0 0

0 0 0 0

1-3 x / bln 0,07 3 0,21 12 0,84

0,01

Tabel 4.6 (Lanjutan) Distribusi Frekuensi Konsumsi Responden Berdasarkan Jenis Bahan Makanan Pelancar Absorpsi Fe Jenis Makanan

Daging Sapi

Mean Konsumsi (gr/hr) 1,29

Daging Kambing

1,15

Ayam

4,40

Ikan Layang

24,91

Ikan Bandeng

28,29

Ikan Cakalang

10,88

Ikan Banjar

2,20

Jeruk

16,86

Jambu Biji

5,02

Mangga

3,88

Kedondong

23,88

Rambutan

33,77

Pepaya

14,46

Wortel

1,77

Tomat

17,14

n s n s n s n s n s n s n s n s n s n s n s n s n s n s n s

>4x/ hr 4

2-3 x / hr 2,5

1x/ hr 1

5-6 x / mgg 0,79

2-4 x / mgg 0,43

1x/ mgg 0,14

1-3 x / bln 0,07

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 0 0 0 0 4 10 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 10 25 0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 0 0 27 27 46 46 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5 5 36 36 0 0 0 0 32 32

0 0 0 0 0 0 1 0,79 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 0 0 30 12,9 11 4,73 4 1,72 0 0 2 0,86 8 3,44 0 0 10 4,3 19 8,17 0 0 0 0 30 12,9

0 0 0 0 26 3,64 2 0,28 2 0,28 18 2,52 5 0,7 31 4,34 14 1,96 0 0 25 3,5 0 0 0 0 22 3,08 3 0,42

24 1,68 5 0,35 33 2,31 0 0 0 0 9 15,12 3 6,93 19 0 26 0 27 1,89 5 34,65 0 0 29 0 37 2,59 0 0

Tidak Pernah 0

Jumlah

Total Skor

41 0 60 0 6 0 2 0 2 0 34 0 57 0 13 0 17 0 38 0 10 0 0 0 36 0 6 0 0 0

65 1,68 65 0,35 65 5,95 65 40,97 65 61,01 65 19,36 65 7,63 65 5,2 65 5,4 65 1,89 65 47,45 65 69,17 65 2,03 65 5,67 65 45,32

0,03

Sumber : Data Primer, 2013 Berdasarkan tabel 4.6 dari 65 responden, jenis bahan makanan sumber zat pelancar absorpsi zat besi yang sering dikonsumsi adalah rambutan (1,06). Frekuensi konsumsi yang sering belum tentu sejalan dengan total asupan makanan. Walaupun ibu hamil mengkonsumsi sumber zat pelancar absorpsi dengan frekuensi sering, akan tetapi jika jumlah yang dikonsumsi rendah, tetap tidak dapat memenuhi kebutuhan ibu hamil.

0,01 0,09 0,63 0,94 0,30 0,12 0,08 0,08 0,03 0,73 1,06 0,03 0,09 0,70

d. Sumber Zat Penghambat Zat Besi Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Konsumsi Responden Berdasarkan Jenis Bahan Makanan Penghambat Absorpsi Fe Jenis Makanan

Mean Konsumsi (gr/hr)

Teh

1,40

Kopi

0,28

Susu Kedelai

0,88

Susu Sapi

8,22

Bayam

11,46

Daun kelor

4,65

Daun singkong

5,58

Daun kacang

6,46

Kangkung

3,68

Kacang Panjang

9,89

Kacang tanah

3,75

Kacang hijau

3,42

Kacang Kedelai

1,68

>4x/ hr 4 n s n s n s n s n s n s n s n s n s n s n s n s n s

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

2-3 x / hr 2,5 17 42,5 0 0 0 0 0 0 14 35 0 0 0 0 0 0 0 0 5 12,5 0 0 0 0 0 0

1x/ hr 1 46 46 0 0 0 0 2 2 41 41 0 0 5 5 20 20 0 0 51 51 2 2 0 0 0 0

5-6 x / mgg 0,79

2-4 x / mgg 0,43

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

2 0,86 0 0 5 2,15 0 0 10 4,3 0 0 23 9,89 30 12,9 30 12,9 9 3,87 0 0 5 2,15 0 0

1x/ mgg 0,14 0 0 0 0 51 7,14 14 1,96 0 0 5 0,7 23 3,22 15 2,1 32 4,48 0 0 14 1,96 51 7,14 2 0,28

1-3 x / bln 0,07 0 0 2 0,14 0 0 32 0 0 0 13 0 1 1,4 0 0 3 0 0 0 32 0 0 0 14 0

Tidak Pernah 0

Jumlah

Total Skor

65 89,36 65 0,14 65 9,29 65 3,96 65 80,3 65 0,7 65 19,51 65 35 65 17,38 65 67,37 65 3,96 65 9,29 65 0,28

1,37

0 0 63 0 9 0 17 0 0 0 47 0 13 0 0 0 0 0 0 0 17 0 9 0 49 0

Sumber : Data Primer, 2013 Berdasarkan tabel 4.7 dari 65 responden, jenis bahan makanan penghambat absorpsi Fe yang paling banyak dikonsumsi adalah teh (1,37). Frekuensi sering dalam hal ini bermakna negatif, karena semakin sering mengonsumsi sumber penghambat zat besi

dan dalam jumlah yang

banyak akan memberikan efek negatif pada ibu hamil.

0,00 0,14 0,06 1,24 0,01 0,30 0,54 0,27 1,04 0,06 0,14 0,00

2. Gambaran Frekuensi Konsumsi Responden a. Sumber Zat Besi Heme Tabel 4. 8 Distribusi Ibu Hamil Berdasarkan Frekuensi Konsumsi Sumber Bahan Makanan Di Kabupaten Gowa Tahun 2013 Kategori Frekuensi Konsumsi Sumber Heme Sering Jarang Sumber Nonheme Sering Jarang Sumber Pelancar Fe Sering Jarang Sumber Penghambat Fe Sering Jarang Sumber: Data Primer,2013

n (%)

Min-Max

X±SD

0,17-0,56

0,36±0,08

0,21-0,75

0,45±0,11

0,28-0,69

0,41±0,09

0,27-0,90

0,52±0,15

8 (12,30) 57 (87,70) 8 (12,30) 57 (87,70) 41 (63,10) 24 (36,90) 14 (21,50) 51 (78,50)

Berdasarkan tabel 4.8, dapat dilihat bahwa dari 65

ibu

hamil, untuk kategori sering konsumsi makanan zat besi heme ditemukan sebanyak 8 responden (12,3%) sedangkan

yang

kategori jarang konsumsi zat besi heme ditemukan sebanyak 57 responden (87,7%) dengan rata-rata frekuensi sebesar 0,36 dan Standar Deviasi (SD) sebesar 0,08. Untuk kategori sering konsumsi makanan zat besi non heme ditemukan sebanyak 41 responden (63,1)% sedangkan yang kategori jarang konsumsi zat besi non heme ditemukan sebanyak 24 responden (36,9%) dengan rata-rata frekuensi sebesar 0,45 dan Standar Deviasi (SD) sebesar 0,11.

Untuk kategori sering konsumsi makanan zat besi heme ditemukan sebanyak 14 responden (21,5)% sedangkan yang kategori jarang konsumsi zat besi heme ditemukan sebanyak

51 responden

(78,5%) dengan rata-rata frekuensi sebesar 0,41 dan Standar Deviasi (SD) sebesar 0,09 sedangkan untuk kategori sering konsumsi makanan zat penghambat absorpsi zat besi ditemukan sebanyak 18 responden (27,7)% sedangkan yang kategori jarang konsumsi makanan zat penghambat absorpsi zat besi ditemukan sebanyak 47 responden (72,3%) dengan rata-rata frekuensi sebesar 0,52 dan Standar Deviasi (SD) sebesar 0,15.

3. Analisis Bivariat a. Hubungan Asupan Zat Gizi dengan Status Hemoglobin Hubungan Asupan Protein dengan Status Hb Ibu Hamil Di Kabupaten Gowa Tahun 2013 dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4. 9 Hubungan Asupan Zat Gizi dengan Status Hb Ibu Hamil Di Kabupaten Gowa Tahun 2013 Kategori Asupan Zat Gizi

Status hemoglobin (Hb) Anemia Tidak Anemia n % n %

n

%

8 16

12,3 24,6

25 16

38,5 24,6

33 32

50,8 49,2

0,64

4 20

6,1 30,8

29 12

44,6 18,5

33 32

50,8 49,2

0,25

8 16

12,3 24,6

26 15

40,0 23,1

34 31

52,3 47,7

Total 24 Sumber: Data Primer, 2013

36,9

41

63,1

65

100

Protein Cukup Kurang Zat Besi Cukup Kurang Vitamin C Cukup Kurang

Total p

0,01

Berdasarkan hasil uji chi square dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara asupan protein (p=0,64) dan asupan zat besi (p=0,25) dengan status hemoglobin sehingga hipotesis nol (H0) diterima, sedangkan untuk asupan vitamin C (p=0,01)

terdapat

hubungan

yang

signifikan

dengan

status

hemoglobin sehingga hipotesis nol (H0) ditolak. b. Hubungan Frekuensi Konsumsi Bahan Makanan Sumber Zat Besi Heme dengan Status Hemoglobin Hubungan Frekuensi Konsumsi Bahan Makanan Sumber Zat Besi Heme dengan Status Hb Ibu Hamil Di Kabupaten Gowa Tahun 2013 dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4. 10 Hubungan Frekuensi Konsumsi Bahan Makanan dengan Status Hb Ibu Hamil Di Kabupaten Gowa Tahun 2013 Kategori Frekuensi Konsumsi

Status hemoglobin (Hb) Anemia Tidak Anemia n % n %

Sumber Heme Sering Jarang Sumber Nonheme Sering Jarang Sumber Pelancar Fe Sering Jarang Sumber Penghambat Fe Sering Jarang Total Sumber : Data Primer,2013

Total n

p % 0,34

5 19

7,7 29,2

13 28

20,0 43,1

18 47

27,7 72,3

19 5

29,2 7,7

22 19

33,9 29,2

41 24

63,1 36,9

6 18

9,2 27,7

21 20

32,3 30,8

27 38

41,5 58,5

0,04

0,03

0,03 20 4 24

30,8 6,1 36,9

24 17 41

36,9 26,2 63,1

44 21 65

67,7 32,3 100

Berdasarkan hasil uji chi square dapat disimpulkan tidak ada hubungan yang signifikan antara frekuensi konsumsi sumber zat besi heme (p=0,34) dengan status hemoglobin sehingga hipotesis nol (H0) diterima. Hasil penelitian ini juga menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara frekuensi konsumsi sumber zat besi nonhem (p = 0,04), frekuensi konsumsi sumber pelancar zat besi (p = 0,03) dan frekuensi konsumsi penghambat zat besi (p =0,03) dengan status hemoglobin ibu hamil sehingga hipotesis nol (H0) ditolak.

B. Pembahasan 1. Karakteristik Responden Dari 65 responden, sebagian besar ibu hamil berumur antara 21-30 tahun (56,9%) yang merupakan kelompok umur reproduksi sehat. Berdasarkan aspek sosial ekonomi yang dinilai berdasarkan tingkat pendidikan, pendapatan dan pekerjaan ibu menunjukkan bahwa sebagian besar ibu hamil hanya tamat sekolah menengah atas (SMA) (32,3%) , lebih dari 70% ibu hamil bekerja sebagai ibu rumah tangga (IRT) dan yang paling tinggi tingkat pendapatan keluarga yaitu ≤ 1.000.000 (64,6%). Umur ibu pada saat hamil akan mempengaruhi timbulnya anemia. Bila umur ibu pada saat hamil relatif muda (<20 tahun) akan beresiko anemia. Hal itu dikarenakan pada umur tersebut masih terjadi pertumbuhan yang membutuhkan zat gizi lebih banyak dibandingkan dengan umur di atasnya. Bila zat gizi yang dibutuhkan tidak terpenuhi, akan terjadi kompetisi zat gizi antara ibu dengan bayinya (Wijianto, 2002). Menurut Depkes (2001), kadar Hb 7.0 - 10.0 g/dl banyak ditemukan pada kelompok umur <20 tahun (46%) dan kelompok umur 35 tahun atau lebih (48%). Rendahnya tingkat pendidikan ibu hamil dapat menyebabkan keterbatasan dalam upaya menangani masalah gizi dan kesehatan keluarga (Wijianto, 2002). Pendidikan formal sangat penting dalam menentukan status gizi keluarga. Kemampuan baca tulis di pedesaan akan membantu dalam memperlancar komunikasi dan penerimaan informasi, dengan

demikian informasi tentang kesehatan akan lebih mudah diterima oleh keluarga (Sukarmi, 1994). Handayani (2008) menyatakan bahwa tingkat pendidikan yang dicapai seseorang mempunyai hubungan nyata dengan pengetahuan gizi dari makanan yang dikosumsinya. Pengetahuan gizi dan kesehatan merupakan salah satu jenis pengetahuan yang dapat diperoleh melalui pendidikan. Pengetahuan gizi dan kesehatan akan berpengaruh terhadap pola konsumsi pangan. Semakin banyak pengetahuan tentang gizi dan kesehatan, maka semakin beragam pula jenis makanan yang dikonsumsi sehingga dapat memenuhi kecukupan gizi dan mempertahankan kesehatan individu (Suhardjo, 1992). Berat ringannya pekerjaan ibu juga akan mempengaruhi kondisi tubuh dan pada akhirnya akan berpengaruh pada status kesehatannya. Ibu yang bekerja mempunyai kecenderungan kurang istirahat, konsumsi makan yang tidak seimbang sehingga mempunyai resiko lebih besar untuk menderita anemia dibandingkan ibu yang tidak bekerja (Wijianto, 2002). Lebih lanjut dikatakan Wijianto bahwa status pekerjaan biasanya erat hubungannya dengan pendapatan seseorang atau keluarga. Ibu hamil yang tidak bekerja kemungkinan akan menderita anemia lebih besar dibandingkan pada ibu yang bekerja. Hal ini disebabkan pada ibu yang bekerja akan menyediakan makanan, terutama yang mengandung sumber zat besi dalam jumlah yang cukup dibandingkan ibu yang tidak bekerja.

Menurut Winarno (1997), tingkat ekonomi (pendapatan) yang rendah dapat mempengaruhi pola makan. Pada tingkat pendapatan yang rendah, sebagian besar pengeluaran ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pangan dengan berorientasi pada jenis pangan karbohidrat. Hal ini disebabkan makanan yang mengandung banyak karbohidrat lebih murah dibandingkan dengan makanan sumber zat besi, sehingga kebutuhan zat besi akan sulit terpenuhi, dan dapat berdampak pada terjadinya anemia gizi besi. 2. Status Hemoglobin pada Ibu Hamil Hemoglobin merupakan komponen utama eritrosit yang berfungsi membawa oksigen dan karbondioksidan. Hemoglobin (Hb) merupakan parameter yang paling umum digunakan untuk menetapkan prevalensi anemia. Status hemoglobin (Hb) dapat diartikan sebagai keadaan kadar Hb seseorang yang diperoleh dari hasil pengukuran dengan metode tertentu dan didasarkan pada standar yang telah ditetapkan. Kadar hemoglobin yang kurang dari normal mengindikasikan kejadian anemia. Untuk menentukan Hb seseorang dapat dilakukan dengan berbagai metode, dan dalam penelitian ini pengukuran dilakukan dengan menggunakan metode dengan pengukuran menggunakan hemoque dan berdasarkan standar yang telah ditetapkan oleh WHO sebagai parameter yang digunakan untuk menetapkan anemia atau tidak terkena anemia. Penentuan status hemoglobin dalam prevalensi anemia pada ibu hamil didasarkan pada jumlah ibu hamil yang diperiksa. Dari 65

responden yang diperiksa, 24 (36,9%) diantaranya mengalami anemia dan 41 (63,1%) responden yang tidak mengalami anemia. Prevalensi anemia defisiensi besi ibu hamil ditemukan sebesar 36,9% dari 65 ibu hamil yang diperiksa. Angka yang didapatkan cukup mencengangkan dan sudah termasuk dalam golongan masalah kesehatan masyarakat yang moderat. Anemia pada ibu hamil disebabkan oleh banyak faktor, yaitu faktor langsung, tidak langsung dan mendasar. Secara langsung anemia disebabkan oleh seringnya mengkonsumsi zat penghambat absorbsi zat besi, kurangnya mengkonsumsi promotor absorbsi zat besi non heme serta adanya infeksi parasit. Adapun kurang diperhatikannya keadaan ibu pada waktu hamil merupakan faktor tidak langsung. Namun secara mendasar anemia pada ibu hamil disebabkan oleh rendahnya pendidikan dan pengetahuan serta faktor ekonomi yang masih rendah (Darlina, 2003). Oleh karena itu, hal ini perlu mendapat perhatian dari ibu hamil serta keluarga agar lebih memperhatikan dan memperbaiki menu makanan sehari-hari yang dikonsumsi khususnya makanan yang dapat memenuhi kebutuhan ibu hamil baik dari segala kualitas maupun kuantitasnya. 3. Pola Konsumsi Diantara berbagai faktor penyebab terjadinya anemia, pola konsumsi merupakan faktor yang paling dominan (50%) pengaruhnya terhadap anemia defisiensi besi (Fatimah St et al., 2011). Di Indonesia, berbagai penelitian menunjukkan bahwa ibu hamil mengkonsumsi pangan pokok, pangan hewani, sayur dan buah dalam jumlah yang tidak memadai,

yang berimplikasi pada tidak terpenuhinya kebutuhan energi, protein dan berbagai mineral yang penting bagi kehamilan seperti besi, iodium dan zink yang kaya dalam pangan hewani, serta vitamin utamanya vitamin A, C dan asam folat yang banyak terkandung pada buah dan sayur. Demikian pula dengan hasil penelitian Herlina et al,. (2008) yang melaporkan bahwa semakin kurang baik pola makan, maka semakin tinggi angka kejadian anemia pada ibu hamil, dan hal ini menunjukkan kebermaknaan secara statistik (p < 0.05). a. Hubungan Asupan Protein dengan Status Hemoglobin Mutu protein ditentukan oleh jenis dan proporsi asam amino yang dikandungnya. Protein komplet atau dengan nilai biologi tinggi atau bermutu tinggi adalah protein yang mengandung semua jenis asam amino esensial dalam proporsi yang sesuai untuk pertumbuhan. Semua protein hewani, kecuali gelatin, merupakan protein komplet. Protein tidak komplet atau protein bermutu rendah adalah protein yang tidak mengandung atau mengandung dalam jumlah kurang satu atau lebih asam amino esensial. Sebagian besar protein nabati kecuali kacang kedelai dan kacang-kacangan lain merupakan protein tidak komplet (Almatsier, 2010). Ibu hamil memerlukan konsumsi protein lebih banyak dari biasanya. Paling sedikit kebutuhan protein sekitar 60g/hari . Kebutuhan protein hewani lebih besar daripada kebutuhan protein nabati. Ikan, telur, daging, dan susu perlu lebih banyak dikonsumsi

dibandingkan tahu, tempe dan kacang. Hal ini disebabkan karena struktur protein hewani lebih mudah dicerna daripada protein nabati. Protein tersebut digunakan untuk pertumbuhan anak yang dikandung sekitar 70%, pembentukan plasenta (menunjang, memelihara, dan menyalurkan makanan bagi bayi), dan untuk pertumbuhan dan perkembangan sel-sel otak selama masa janin dan berkaitan erat dengan kecerdasan (Widodo, 2004). Diperkirakan sebanyak 300-500 ml darah akan hilang pada persalinan, sehingga cadangan darah diperlukan pada periode tersebut dan hal ini tidak terlepas dari peran protein (Nadesul, 2002). Berdasarkan hasil uji Chi Square dapat diketahui bahwa nilai p=0,64 , sehingga hipotesis nol (H0) diterima artinya tidak ada tidak ada hubungan yang signifikan antara asupan protein dengan status hemoglobin ibu hamil. Hasil ini sejalan dengan penelitian Tristiyanti (2006) bahwa tidak terdapat hubungan yang nyata antara tingkat konsumsi protein dengan kadar Hb. Hal ini diduga karena pangan sumber protein yang dikonsumsi ibu hamil baik anemia maupun yang tidak

anemia

umumnya

merupakan

sumber

protein

nabati.

Sebagaimana diketahui bahwa pangan nabati merupakan sumber zat besi non heme. Dalam penyerapannya, sumber zat besi non heme lebih rendah dibandingkan dengan sumber zat besi heme. Bahan pangan yang dipakai sebaiknya 2/3 merupakan bahan yang

mempunyai nilai protein yang tinggi seperti daging tak berlemak, ikan, telur, susu, dan hasil olahannya (Badriah, 2011). b. Hubungan Asupan Fe dengan Status Hemoglobin Zat gizi besi (Fe) merupakan kelompok mineral yang diperlukan, sebagai inti dari hemoglobin, unsur utama sel darah merah. Menurut Almatsier (2010), pada umumnya, besi di dalam daging, ayam, dan ikan mempunyai ketersediaan biologik yang tinggi, besi di dalam serealia dan kacang-kacangan mempunyai ketersediaan biologik yang sedang, dan besi yang terdapat pada sebagian besar sayur-sayuran terutama yang mengandung asam oksalat tinggi seperti bayam mempunyai ketersediaan biologik yang rendah. Walaupun terdapat luas di dalam makanan banyak penduduk dunia yang mengalami kekurangan besi, termasuk di Indonesia. Kurangnya asupan zat besi dalam menu makanan dapat menyebabkan anemia sehingga dapat menurunkan kebugaran tubuh, produktivitas kerja dan kekebalan tubuh seseorang. Berdasarkan hasil uji Chi Square dapat diketahui bahwa nilai p=0,25, sehingga

hipotesis nol (H0) diterima artinya tidak ada

hubungan yang signifikan antara asupan zat besi dengan status hemoglobin ibu hamil. Hasil ini sejalan dengan penelitian Tristiyanti (2006) bahwa tidak terdapat hubungan yang nyata antara tingkat konsumsi zat besi dengan kadar Hb. Hal ini diduga karena pangan sumber zat besi yang dikonsumsi bukan berasal dari besi heme sehingga

kurang bisa mendukung keberadaan zat besi dalam tubuh. Ibu hamil anemia maupun tidak anemia pada penelitian ini mengkonsumsi pangan sumber besi heme dalam frekuensi yang lebih rendah jika dibandingkan dengan frekuensi konsumsi pangan sumber besi non heme. Selain itu kemungkinan besar konsumsi besi non heme tidak diimbangi dengan konsumsi besi heme. Sebagaimana diketahui bahwa besi heme lebih mudah diserap oleh tubuh daripada besi non heme. Ketidakcukupan jumlah Fe dalam makanan terjadi karena pola konsumsi makan masyarakat Indonesia masih didominasi sayuran sebagai sumber zat besi yang sulit diserap, sedangkan daging dan bahan pangan hewani sebagai sumber zat besi yang baik (heme iron) jarang dikonsumsi terutama oleh masyarakat pedesaan (Depkes RI, 1998). Sebaiknya diperhatikan kombinasi makanan sehari-hari, yang terdiri atas campuran sumber besi berasal dari hewan dan tumbuhtumbuhan serta sumber gizi lain yang dapat membantu sumber absorbsi. Menu

makanan

di

Indonesia

sebaiknya

terdiri

atas

nasi,

daging/ayam/ikan, kacang-kacangan, serta sayuran dan buah buahan yang kaya akan vitamin C. c. Hubungan Asupan Vit.C dengan Status Hemoglobin Defisiensi besi dapat disebabkan oleh rendahnya konsumsi pangan hewani yang banyak mengandung besi (seperti daging, ayam, ikan, kerang, susu, dan keju) yang mudah diserap oleh tubuh. Di samping itu dapat pula disebabkan oleh rendahnya konsumsi makanan

yang mendorong zat besi seperti vitamin C dan protein serta adanya zat penghambat (inhibitor) penyerapan besi seperti fitat, tannin, pektin (Effendi YH et al., 2000). Berdasarkan hasil uji Chi Square dapat diketahui bahwa nilai p=0,01 , sehingga hipotesis nol (H0) ditolak artinya ada hubungan yang signifikan antara asupan Vitamin C dengan status hemoglobin ibu hamil. Hasil ini sejalan dengan penelitian Argana (2004) bahwa konsumsi vitamin C dan kadar Hb menunjukkan hubungan yang bermakna (p=0,000). Hal ini disebabkan karena sumber bahan makanan vitamin C seperti rambutan dan kedondong sedang populer di kalangan ibu hamil. Buah rambutan dan kedondong sangat sering dikonsumsi ibu hamil bahkan hampir setiap hari dikonsumsi, hal ini di duga karena kedua buah ini lagi musimnya di daerah tersebut. Vitamin C sangat membantu penyerapan besi non heme dengan mereduksi besi ferri menjadi ferro dalam usus halus sehingga mudah diabsorpsi. Vitamin C menghambat pembentukan hemosiderin yang sukar dimobilisasi untuk membebaskan besi bila diperlukan. Absorpsi besi dalam bentuk non heme meningkat empat kali lipat bila ada vitamin C. Dengan demikian resiko anemia defisiensi zat besi bisa dihindari. (Gibney et al., 2008).

d. Hubungan Frekuensi Konsumsi Bahan Makanan Sumber Zat Besi Heme dengan Status Hemoglobin. Bentuk besi dalam makanan tergantung dari bahan makanan yang dikonsumsi. Bentuk besi di dalam makanan berpengaruh pada penyerapannya. Zat besi Hem, berasal dari makanan sumber hewani seperti hati, daging, unggas dan ikan. Besi hem, yang merupakan bagian dari hemoglobin dan mioglobin yang terdapat di dalam daging hewan dapat diserap dua kali lipat daripada besi nonhem. Kurang lebih 40% dari besi di dalam daging, ayam dan ikan terdapat sebagai besi hem dan selebihnya sebagai nonhem (Almatsier, 2010). Zat besi heme banyak terdapat di dalam daging dan produk daging. Sekitar 25 % dari zat besi heme yang di dalam daging akan terserap oleh tubuh tidak seperti zat besi non hem, penyerapan zat besi hem tidak dipengaruhi oleh oleh status zat besi dari seseorang. Berdasarkan hasil uji Chi Square dapat diketahui bahwa nilai p=0,34, sehingga

hipotesis nol (H0) diterima artinya tidak ada

hubungan yang signifikan antara frekuensi konsumsi zat besi heme dengan status hemoglobin ibu hamil. Sebagian besar responden baik yang anemia maupun tidak anemia jarang mengonsumsi sumber zat besi hem. Tercacat hanya 5 (7,7%) responden pada kelompok anemia dan 13 (20,0%) responden responden non anemia mengkonsumsi sumber zat besi hem dalam frekuensi sering. Hal ini dikarenakan ibu hamil yang anemia maupun anemia lebih sering mengkonsumsi sumber

zat besi yang non-Hem dibanding sumber zat besi heme. Hal ini juga mungkin dipengaruhi oleh tingkat ekonomi yang rendah. Sumber zat besi non hem seperti tempe, tahu, sayuran umumnya lebih terjangkau dibanding dengan zat besi heme seperti daging, ayam, dan hasil olahan lainnya. e. Hubungan Frekuensi Konsumsi Bahan Makanan Sumber Zat Besi Non Heme dengan Status Hemoglobin Zat besi non hem terdapat dalam pangan nabati, seperti sayursayuran, biji-bijian, kacang-kacangan dan buah-buahan. Penyerapan zat besi non hem dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain jumlah zat besi non hem yang tersedia, status besi dari seseorang dan adanya keseimbangan antara faktor pendorong dan penghambat penyerapan zat besi (Citrakesumasari, 2012). Berdasarkan hasil uji Chi Square dapat diketahui bahwa nilai p=0,04 , sehingga hipotesis nol (H0) ditolak artinya ada hubungan yang signifikan antara frekuensi konsumsi zat besi heme dengan status hemoglobin ibu hamil. Tercatat sebesar 19 (29,2%) responden pada kelompok

anemia

dan

22

(33,9%)

responden

non

anemia

mengkonsumsi sumber zat besi non hem dalam frekuensi sering. Hal ini diduga karena pangan sumber zat besi yang dikonsumsi seperti tempe, tahu, dan sayur-sayuran lebih sering dikonsumsi dibandingkan berasal dari besi heme seperi daging, ayam, ikan sehingga kurang bisa mendukung keberadaan zat besi dalam tubuh. Jumlah besi dari sumber

besi non hem umumnya relatif tinggi dibandingkan dengan zat besi heme. Walaupun kaya akan zat besi, namun hanya sedikit yang bisa diserap dengan baik oleh usus. Di samping jumlah besi, perlu diperhatikan kualitas besi di dalam makanan, dinamakan juga ketersedian biologik (bioavailability). Pada umumnya besi di dalam daging, ayam, dan ikan mempunyai ketersediaan biologik tinggi, dan besi di dalam sebagian kacang-kacangan mempunyai ketersediaan biologik sedang, sedangkan besi di dalam sebagian besar sayuran, terutama yang mengandung asam oksalat tinggi seperti bayam mempunyai ketersediaan biologik rendah (Citrakesumasari, 2012). f. Hubungan

Frekuensi

Konsumsi

Bahan

Makanan

Pelancar

Absorpsi Fe dengan Status Hemoglobin Menurut Gibney et al,. (2008) bahan

makanan kelompok

peningkat absorpsi Fe adalah bahan makanan yang mempunyai fungsi sebagai bahan makanan yang akan memperbesar absorpsi zat besi dari dalam makanan yang dikonsumsi sehari-hari. Menurut Almatsier (2010) bahan makanan yang dapat meningkatkan absropsi zat besi adalah ayam, daging, ikan dan vitamin C. Berdasarkan hasil uji Chi Square dapat diketahui bahwa nilai p =0,03, sehingga hipotesis nol (H0) ditolak artinya ada hubungan yang signifikan antara frekuensi konsumsi pelancar absorpsi besi dengan status hemoglobin ibu hamil. Tercatat sebanyak 6 (9,2%) responden pada kelompok anemia dan 21 (32,3%) responden non anemia

mengkonsumsi sumber bahan makanan pelancar absorpsi besi dalam frekuensi sering.

Hal ini disebabkan bahan makanan pelancar

kelompok vitamin C seperti rambutan dan kedondong sedang populer di kalangan ibu hamil. Buah rambutan dan kedondong sangat sering dikonsumsi ibu hamil bahkan hampir setiap hari dikonsumsi, hal ini di duga karena kedua buah ini lagi musimnya di daerah tersebut. Bahan makanan lainnya seperti tomat juga sering dikonsumsi ibu hamil (1x/hari). Seperti

diketahui

bahwa

vitamin

C

sangat

membantu

penyerapan besi non heme dengan mereduksi besi ferri menjadi ferro dalam usus halus sehingga mudah diabsorpsi. Vitamin C menghambat pembentukan hemosiderin yang sukar dimobilisasi untuk membebaskan besi bila diperlukan. Absorpsi besi dalam bentuk non heme meningkat empat kali lipat bila ada vitamin C. Dengan demikian resiko anemia defisiensi zat besi bisa dihindari (Gibney et al., 2008). g. Hubungan Frekuensi Konsumsi Bahan Makanan Penghambat Absorpsi Fe dengan Status Hemoglobin Disamping faktor yang mendorong penyerapan zat besi non hem, terdapat pula faktor yang menghambat penyerapan zat besi. Bahan makanan penghambat absorpsi Fe (inhibitor) adalah bahan makanan yang bersifat akan menghambat absorpsi Fe oleh tubuh dari makanan yang dikonsumsi seperti fitat (pada dedak, katul, jagung, protein kedelai, susu, coklat dan kacang- kacangan), polifenol (termasuk

tannin) pada teh, kopi, bayam, kacang kacangan, Zat kapur / kalsium (pada susu, keju), Phospat (pada susu, keju) (Soekirman, 2000). Asam fitat yang banyak terdapat dalam sereal dan kacangkacangan merupakan faktor utama yang bertanggung jawab atas buruknya ketersediaan hayati zat besi dalam jenis makanan ini. Karena serat pangan sendiri tidak menghambat absorpsi besi, efek penghambat pada bekatul semata-mata disebabkan oleh keberadaan asam fitat. Perendaman, fermentasi, dan perkecambahan biji-bijian yang menjadi produk pangan akan memperbaiki absorpsi dengan mengaktifkan enzim fitase untuk menguraikan asam fitat (Citrakesumasari, 2012). Berdasarkan hasil uji Chi Square dapat diketahui bahwa nilai p=0,03, sehingga hipotesis nol (H0) ditolak artinya ada hubungan yang signifikan antara frekuensi konsumsi penghambat absorpsi besi dengan status hemoglobin ibu hamil. Tercatat sebesar 20 (30,8%) responden pada kelompok anemia dan 24 (36,9%) responden non anemia mengkonsumsi sumber bahan makanan penghambat absorpsi besi dalam frekuensi sering. Frekuensi sering yang dimaksudkan disini bermakna negatif. Dikarenakan makin jarang zat penghambat yang dikonsumsi dan zat pelancarnya makin banyak maka akan bernilai positif untuk penyerapan zat besinya. Hal ini diduga karena sebagian besar ibu hamil yang anemia mengonsumi teh hampir setiap hari, bahkan ada yang sampai 2 kali sehari begitupula dengan bayam yang hampir setiap hari dikonsumsi. Padahal seperti diketahui tanin yang

terdapat dalam teh hitam merupakan jenis penghambat paling paten dari semua inhibitor yang ada. Hasil ini sejalan dengan penelitian Susilo (2002) bahwa semakin besar asupan tanin, maka semakin rendah kadar Hb. Tanin yang merupakan polifenol dan terdapat di dalam teh, kopi dan beberapa jenis sayuran dan buah juga menghambat absorpsi besi dengan cara mengikatnya. Secara teoritik diketahui bahwa tanin bisa mempengaruhi penyerapan zat besi dari makanan terutama yang masuk kategori zat besi non hem misalnya padi-padian, sayur-mayur, dan kacang-kacangan. Tanin berikatan dengan zat besi yang terdapat dalam makanan sehingga membentuk komponen yang tidak dapat diserap oleh tubuh (Almatsier, 2010).

C. Keterbatasan Penelitian 1. Pada penelitian ini sampel yang digunakan sedikit yaitu 65 responden. Sehingga ada kemungkinan hasil penelitian ini belum menggambarkan asupan protein dan zat besi responden. 2. Dalam penelitian ini survei konsumsi makanan menggunakan metode food frequency semikuantitatif (SQ FFQ) dimana data yang didapatkan tergantung dari daya ingat responden dan alat peraga yang digunakan bukan food model tapi food picture, sehingga bias pengukuran konsumsi makanan bisa saja terjadi.

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini mengenai Hubungan Pola Konsumsi dengan Status Hemoglobin (Hb) pada Ibu Hamil di Kabupaten Gowa, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Berdasarkan pemeriksaan hemoglobin di dapatkan 24 (36,9%) responden yang kategori Hb nya < 11 g/dL (anemia) dan 41 (63,1%) responden ≥ 11 g/dL (tidak anemia). 2. Tidak ada hubungan antara asupan protein dan asupan zat besi dengan status hemoglobin pada ibu hamil sedangkan untuk asupan vitamin C berhubungan dengan status hemoglobin pada ibu hamildi Kabupaten Gowa tahun 2013 3. Tidak ada hubungan antara frekuensi konsumsi sumber zat besi hem dengan status hemoglobin pada ibu hamil di Kabupaten Gowa tahun 2013. 4. Ada hubungan antara frekuensi konsumsi sumber zat besi non hem dengan status hemoglobin pada ibu hamil di Kabupaten Gowa tahun 2013. 5. Ada hubungan antara frekuensi konsumsi bahan makanan pelancar absorpsi dengan status hemoglobin pada ibu hamil di Kabupaten Gowa tahun 2013.

6. Ada hubungan antara frekuensi konsumsi bahan makanan penghambat absorpsi dengan status hemoglobin pada ibu hamil di Kabupaten Gowa tahun 2013

B. Saran 1. Bagi ibu hamil sebaiknya diperhatikan kombinasi makanan sehari-hari, yang terdiri atas campuran sumber besi yang berasal dari hewan (daging yang berwarna merah, daging unggas, hati, telur, ikan, udang, kerang, dan lain-lain) dan bahan makanan nabati (sayuran, kacang-kacangan, dan biji-bijian) serta serta sumber gizi yang lain yang dapat membantu absorpsi zat besi vitamin C 2. Bagi ibu hamil yang rutin mengonsumsi teh atau kopi sebaiknya tidak mengonsumsi pada saat menyantap sumber zat besi non-Hem, karena bahan tersebut mengandung Tanin dan Cafein yang dapat menghambat penyerapan zat besi. Disarankan bagi ibu hamil agar mengatur waktu konsumsi minum teh. Tunda minum teh atau kopi minimal 1 jam setelah makan,apabila ingin mendapatkan manfaat maksimal dari sumber zat besi yang kita makan. 3. Kepada para petugas kesehatan, disarankan untuk lebih meningkatkan program penyuluhan tentang gizi seimbang untuk meningkatkan pengetahuan ibu hamil dalam memenuhi kebutuahn gizinya selama kehamilan.

DAFTAR PUSTAKA

Allen L.H, 1996. Iron- Ascorbic Acid and Iron-Calsium Interctions and Thwir Relevance in Complementary Feeding in Micronutrien Interaction: Impact on Child Health and Nutrition, Washington, DC: US Agency for International Development. Almatsier, S, 2010. Ilmu Gizi Dasar. Jakarta: PT.Gramedia Pusaka. Argana, 2004. Vitamin C Sebagai Faktor Dominan Untuk Kadar Hemoglobin Pada Wanita Usia 20 - 35 Tahun. J Kedokteran Trisakti, Vol.23 No.1. Arisman, 2010. Gizi dalam Daur Kehidupan: Buku Ajar Ilmu Gizi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Badriah, L, 2011. Gizi Dalam Kesehatan Reproduksi. Bandung: PT.Refika Aditama. Citrakesumasari, 2012. Anemia Gizi Masalah dan Pencegahannya. Yogyakarta: Kalika. Darlina, 2003. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Anemia Gizi pada Ibu Hamil S1 Undergraduate, Institut Pertanian Bogor. Demaeyer, E. M, 1993. Pencegahan dan Pengawasan Anemia Defisiensi Besi. Jakarta: Widia Medika. Waspadji S, S Kartini & Suharyati, 2010. Daftar Bahan Makanan Penukar. Jakarta: Balai Penerbit Fakulats Kedokteran Universitas Indonesia. Depkes RI, 1998. Perawatan Pemberian Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Depkes RI. Depkes RI, 2001. Program Penanggulangan Anemia Gizi pada Wanita Usia Subur (WUS); (Safe Motherhood Project: A Partnership and Family Approach). Jakarta: Depkes RI. Depkes RI, 2003. Gizi dalam Angka sampai dengan tahun 2002. Jakarta: Depkes RI. Dinkes Sulsel, 2008. Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan 2008. Jakarta: Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan.

Effendi Yh, D Briawan & Barunawati, M., 2000. Keragaan Konsumsi Pangan dan Kadar Serum Darah Mineral Besi (Fe) dan Seng (Zn) dalam Serum Darah Ibu Hamil. Media Gizi dan Keluarga tahun XXIV Vol II No 1. Eko Wijanti Ribut, Rahmaningtyas Indah & Dewi, W. 2012, Hubungan Pola Makan Ibu Hamil Trisemester III dengan Kejadian Anemia. Vol II No.2. Fadlilah, M. 2009, Hubungan Lama Menstruasi, Status Gizi, Konsumsi Bahan Makanan Peningkat - Penghambat Absorpsi Fe dan Kadar Hemoglobin Pada Karyawati PT. Wyeth Indonesia S1 Undergraduate Esa Unggul Jakarta. Fatimah St, Hadju V, Bahar B & Abdullah, Z, 2011. Pola Konsumsi dan Kadar Hemoglobin pada Ibu Hamil Di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. MAKARA, KESEHATAN, VOL. 15, NO. 1, JUNI 2011: 31-36. Gibney, M. J., Margetts, B. M., Kearney, J. M. & Arab, L, 2008. Gizi Kesehatan Masyarakat, Jakarta: EGC. Gibson, R. S. 2005, Principles of Nutritional Assesment. New York: Oxford University Press. Hadi, H, 2004. Editorial: Gizi lebih sebagai tantangan baru dan implikasinya terhadap kebijakan pembangunan kesehatan nasional. Jurnal Gizi Klinik Indonesia 2004, ; 1 (2): 51-8. Handayani, Wiwik & Andi Sulistyo Haribowo, 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan System Hematologi. Jakarta: Salemba Medika. Herlina, Nina & Djamilus, F, 2008. Faktor Risiko Kejadian Anemia pada Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Bogor. Available: file://D:/Dataku/Tugas/Anemia, 2008 [Accessed 15 Januari 2013]. Himadi, A. 2012, Gambaran Pola Makan dan Status Hemoglobin Ibu Hamil di Puskesmas Kaluku Bodoa Kota Makassar S1 Undergraduate, Universitas Hasanuddin. Khomsan 2003, Pangan dan Gizi Untuk Kesehatan. Jakarta: PT. Rajagravindo Persada. Khumaidi, 1994. Gizi Masyarakat. Jakarta: Penerbit PT BPK Gunung Mulia. Manuaba, I. B, 2001. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Marks, Maria, C., Jolieke & Pols, V. D, 2006. Relative Validity of Food Intake Estimates Using a Food Frequency Questionnaire Is Associated with Sex, Age, and Other Personal Characteristic. JN The Journal Of Nutrition University of Queensland. Mochtar, 1998. Sinopsis Obsetri. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG. Muwakhidah, 2009. Efek Suplementasi Fe, Asam Folat dan Vitamin B12 terhadap Peningkatan Kadar Hemoglobin (Hb) Pada Pekerja Wanita (di Kabupaten Sukoharjo). S2 Postgraduate, Universitas Diponegoro. Nadesul 2002. Makanan Sehat untuk Ibu Hamil. Jakarta, Puspa Swasta. Nindya & Susila, T. 2012, PSG Dietetik Individu. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Airlangga, Surabaya. Ojofeitimi Eo, Ogunjuyigbe Po & Sanusi 2008. Poor Dietary Intake of Energy and Retinol among Pregnant Women: Implications for Pregnancy Outcome in Southwest Nigeria. Pak. J. Nutr, 7(3):480-484. Phuoang , N, 2006. Factors of Nutritional Anemia ini Vietnam. The FASEB Journal 20 :AI50. Price & Wilson L, 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Profil

Gowa, 2011. Kondisi Geografis Kabupaten www.gowakab.go.id [Accessed 8 April 2013].

Gowa.

Available:

Profil Sulsel, 2008. Profil Kesehatan Sulawesi Selatan 2008. Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan. Puji Esse, Satriani Sri, Nadimin & Fathiyathul Fadliyah, 2010. Hubungan Pengetahuan Ibu dan Pola Konsumsi dengan Kejadian Anemia Gizi pada Ibu Hamil di Puskesmas Kassi-Kassi. Media Gizi Pangan, Vol.X, Edisi 2. Riskesdas, 2007. Laporan Nasional 2007. Jakarta: Depkes RI 2008. Saifuddin, A. B, 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta, YBP-SP. Samhadi, 2008. Malnutrisi, Keteledoran Sebuah www.kompas.com [Accessed 10 Januari 2013].

Bangsa

Available:

Shafa,

2010. Anemia pada Ibu Hamil Available: http://drshafa.wordpress.com/2010/11/16/anemia-pada-bumil [Accessed 7 Januari 2013].

Soediatama, 2008. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Soekirman, 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Soeparman, 1992. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Sohimah, 2006. Anemia dalam Kehamilan dan Penanggulangannya. Jakarta: Gramedia. Suhardjo, 1992. Sosio Budaya Gizi. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Suheimi, H. 2007. Anemia Dalam Kehamilan. Available: http://ksuheimi.blogspot.com/2007/09anemia-dalam-kehamilan.html [Accessed 16 Januari 2013]. Sukarmi, 1994. Kesehatan keluarga dan lingkungan. Pusat Antar Universitas. Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Sukrat, B. & Sirichotiyakul, S, 2006. The prevalence and causes of anemia during pregnancy in Maharaj Nakorn Chiang Mai Hospital. . J. Med. Assoc. Thai 89(Suppl 4):S142-146. Sulistyoningsih, H, 2011. Gizi untuk Kesehatan Ibu dan Anak. Yogyakarta: Graha Ilmu. Supariasa N, Bakri B & Fajar I, 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Susilo, 2002. Hubungan asupan zat besi dan inhibitornya sebagai predictor kadar hemoglobin ibu hamil di Kabupaten Bantul Propinsi DIY. Berita kedokteran masyarakat, xviii (1). Trsitiyanti, W, 2006. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Anemia Pada Ibu Hamil Di Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. S1 Undergraduate, Institut Pertanian Bogor.

WHO, 2000. Major Nutritional Deficiency Diseases in 5. Emergencis: The Management Of Nutrition Major Emergencies. Geneva: WHO. Widodo, 2004. Important of Brain Growth Infant Intellectual Development. Jakarta: 2nd Asian Congress of Pediatric Nutrition. Wijianto, 2002. Dampak Suplementasi Tablet Tambah Darah (TTD) dan Faktor faktor yang Berpengaruh terhadap Anemia Gizi Ibu Hamil di Kabupaten Banggai, Propinsi Sulawesi Tengah S1 Undergraduate, Institut Pertanian Bogor. Wiknjosastro, H, 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. Winarno, F, 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Wirahadikusuma, E, 1999. Perencanaan Menu Anemia Gizi Besi. Jakarta: PT. Pustaka Pembangunan Swadaya Nusantara. Yuni, L, 2011. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Anemia pada Ibu Hamil di Rumah Sakit Umum Daerah Syekh Yusuf Kabupaten Gowa Tahun 2010. Available: http://unhieluizkebidanan.blogspot.com/ [Accessed 7 Januari 2013]

Tabel Sintesa Hasil Penelitian Tentang Pola Konsumsi dan Anemia pada Ibu Hamil

No.

1.

NamaPeneliti/ Tahun

Judul Penelitian

Lokasi, Populasi, Sampel - Tiga St. Fatimah, Pola Konsumsi dan kecamatan Veni Hadju, Kadar di wilayah Hemoglobin Kabupaten Burhanuddin Pada Ibu Maros yaitu Bahar, Zulkifli Hamil di Kecamatan Lau dan Abdullah, 2011 Kabupaten Maros Kecamatan Tanralili. - Seluruh Ibu hamil yang ada di wilayah kerja Puskesmas Barandasi Kecamatan Lau dan Puskesmas Carangki Kecamatan

Masalah

Variabel

Untuk melihat - Independen prevalensi :Pola anemia Konsumsi Ibu defisiensi besi Hamil dan besarnya - Dependen : kontribusi pola Kadar konsumsi Hemoglobin terhadap kadar hemoglobin pada ibu hamil.

Hasil

Saran

Ket (sumber)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi anemia ibu hamil sebesar 41% di mana umumnya anemia ringan dan sedang (54,9% dan 43,9%). Pola makan ibu hamil pada umumnya nasi, ikan, dan sayursayuran secukupnya. Sayuran dan buah sangat jarang dikonsumsi dan hanya 3-6 kali seminggu. Asupan energi dan protein hanya 59% dan 72% AKG (angka kecukupan gizi) atau 1300 kcal dan 48 gr. Umumnya vitamin hanya dikonsumsi sekitar 40% AKG kecuali untuk vitamin A (76%, 605 RE),

Pola konsumsi ibu hamil berhubungan dengan rendahnya kadar hemoglobin ibu hamil di daerah penelitian. Disamping itu, konsumsi tablet besi dan juga status gizi ibu hamil. Upaya peningkatan konsumsi ibu hamil harus terus dilakukan dengan menggunakan sumber bahan pangan lokal seperti ikan, telur, sayuran hijau (bayam, kangkung, dan daun kelor), pepaya, pisang, jeruk, dan

Makara Kesehatan (Jurnal)

Tanralili - 200 orang, di wilayah Puskesmas Barandasi dipilih sebanyak 71 ibu hamil dan di wilayah Puskesmas Carangki sebanyak 129 ibu hamil. 2.

Hubungan Pola Makan Wijanti, Indah Ibu Hamil Rahmaningtyas, Trisemester III dengan Dewi Widari, Kejadian Anemia 2012 Ribut Eko

-Wilayah Kerja Puskesmas Sambi Kabupaten Kediri - Semua ibu hamil TM III yang ada di wilayah kerja Puskesmas Sambi

asam folat (195%, 1170 tomat masak. Selain ug), dan Vitamin B12 itu, perhatian (142%, 3,7 ug). juga harus diberikan kepada status gizi ibu hamil dan konsumsi tablet besi sesuai dengan program yang ada di lapangan.

Untuk mengetahui hubungan pola makan Ibu Hamil TM III dengan kejadian Anemia pada ibu hamil

- Independen : Pola makan Ibu Hamil Trisemester III - Dependen : Anemia Ibu Hamil

Hasil penelitian ini adalah rata- rata (63%) ibu hamil TM III mengalami anemia, pola makan ibu hamil TM III rata-rata (65%) tidak sehat.

Disarankan agar lebih ditingkatkan peran aktif tenaga kesehatan setempat untuk melakukan upaya preventif dalam rangka mencegah terjadinya anemia karena pola makan yang tidak sehat. Misalnya dengan cara penyuluhan tentang

Riset Kesehatan (Jurnal)

sejumlah 80 orang 3.

A.Esse Puji, Sri Satriani,Nadimi n, Fathiyatul Fadliyah, 2010

Hubungan Pengetahuan Ibu dan Pola Konsumsi dengan Kejadian Anemia Gizi pada Ibu Hamil di Puskesmas Kassi-Kassi

4.

Tristitanti, Wara, 2006

Faktor-Faktor yang Mempengaruh i Status Anemia pada Ibu Hamil di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor

- Di wilayah Puskesmas Kassi-Kassi Kota Makassar -Semua ibu hamil di Puskesmas KassiKassi sebanyak 228 orang - Di wilayah Kabupaten Bogor - Ibu Hamil sebanyak 64 Orang

gizi kepada ibu hamil

Untuk mengetahu i hubungan pengetahuan dan pola konsumsi dengan kejadian anemia gizi pada Ibu hamil

- Independen : Pengetahuan dan Pola Konsumsi - Dependen :Anemia gizi ibu hamil

- Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi status anemia pada ibu hamil di Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor -

Independen: Karakteristik bumil, kesehatan, Status Kek, Konsumsi Zat gizi, Konsumsi teh, infeksi dan penyakit. Dependen: Status Anemia

Hasil penelitian ini menunjukkan prevalensi anemia ibu di wilayah kerja Pukesmas KassiKassi sebesar 47 % pengetahuan tentang nutrisi maternal dan pola konsumsi mencapai 55 %.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pola konsumsi ibu hamil sebagian besar kurang sebanyak 28 orang (55%) sedangkan pola konsumsi cukup sebanyak 23 orang (45%).

Media Gizi Pangan (Jurnal)

Hasil penelitian ini menunjukkan prevalensi anemia pada ibu hamil di wilayah penelitian ini adalah sebesar 62,5%. Rata-rata konsumsi energi pada penelitian ini adalah 1230 kkal/org/hari di mana sebagian besar contoh (79,7%) memiliki tingkat kecukupan energi dengan kategori defisit berat (<70% AKE). Rata-

Mengingat masih tingginya prevalensi anemia gizi pada ibu hamil di wilayah penelitian, hendaknya perlu diambil tindakan penanggulangan dan pencegahan lebih lanjut. Upaya tersebut dapat dilakukan melalui perbaikan pengetahuan gizi dan

Skripsi Insitut Pertanian Bogor

Bumil

rata konsumsi protein sebesar 34,75 g/org/hari dengan 82,8% contoh memiliki tingkat kecukupan protein dengan kategori defisit berat (<70% AKP). Hampir seluruh contoh (95,3%) mengkonsumsi zat besi dalam jumlah yang rendah (<15mg/kapita/hari) dan dengan persentase yang sama sejumlah contoh mengkonsumsi vitamin C dalam jumlah yang kurang (<85 mg/hr). Sebesar 43,8% contoh mengkonsumsi tablet Fe. Persentase contoh yang mengkonsumsi teh dengan frekuensi 16-30 kali/bulan tidak berbeda jauh dengan persentase contoh yang tidak mengkonsumsi teh. Tercatat 40,6% contoh mengkonsumsi teh dengan frekuensi 16-30 kali/bulan

kesehatan. Materi yang disampaikan bisa beragam, misalnya materi tentang zat gizi yang penting untuk tulang dan gigi, tentang contoh pangan sumber protein, tentang zat gizi untuk tambah darah, serta jenis imunisasi untuk ibu hamil. Selain itu suami contoh dapat diikutsertakan dalam upaya ini mengingat pengetahuan gizi contoh berhubungan dengan tingkat pendidikan suami contoh.

5

Argana Guntur, Kusharisupeni, Diah M.Utari

dan 39,1% contoh tidak mengkonsumsi teh. Sebagian besar contoh (54,7%) menderita penyakit infeksi selama sebulan terakhir dan sebesar 53,1% contoh memiliki kondisi lingkungan yang baik. Vitamin C - - Penelitian Penelitian ini - Independen: - Hasil penelitian sebagai faktor dilaksanakan bertujuan untuk variabel menunjukkan, prevalensi dominan untuk di kecamatan memperoleh LILA, anemia besarnya 65,3%, kadar Kintab gambaran frekuensi yang berarti anemia hemoglobin kabupaten prevalensi konsumsi yang terjadi dapat pada wanita Tanah Laut anemia dan vitamin C digolongkan sebagai usia 20-35 propinsi faktor-faktor dan masalah kesehatan tahun Kalimantan seperti indeks pengeluaran masyarakat tingkat berat. Selatan massa per kapita per Berdasar pengukuran IMT Penelitian ini tubuh (IMT), bulan ternyata sebanyak bertujuan lingkar lengan - Dependen: 71,3% sampel tergolong untuk atas (LILA), Kadar Hb normal, 12% kurus dan memperoleh konsumsi zat 16,7% overweight. gambaran gizi makro dan mengkonsumsi protein > prevalensi mikro, lama 100% angka kecukupan anemia dan haid, gizi (AKG). Untuk faktor-faktor pengetahuan konsumsi zat besi ternyata seperti indeks tentang anemia keadaannya masih sangat massa dan memprihatinkan karena

Disarankan untuk memberikan tablet tambah darah dan vitamin C pada wanita sebelum hamil, sebagai persiapan menghadapi kehamilannya

Jurnal Kedokteran Trisakti

tubuh (IMT), lingkar lengan atas (LILA), konsumsi zat gizi makro dan mikro, lama haid, pengetahuan tentang anemia dan pengeluaran per kapita per bulan yang berhubungan dengan kadar hemoglobin (Hb) pada wanita usia 20-35 tahun di kecamatan Kintab kabupaten Tanah Laut Kalimantan Selatan

pengeluaran per kapita per bulan yang berhubungan dengan kadar hemoglobin (Hb) pada wanita usia 2035 tahun di kecamatan Kintab kabupaten Tanah Laut Kalimantan Selatan.

hanya 6,7% sampel yang konsumsi besinya >100%. Selanjutnya sampel yang mengkonsumsi vitamin C >100% AKG berjumlah 44,7%. Makanan sumber heme cukup sering dikonsumsi sampel, dimana sebanyak 80,7% mengkonsumsi > 1x/mgg, sebaliknya makanan sumber vitamin C hanya dikonsumsi > 1x /mgg oleh 10,7% sampel. Kebiasaan minum teh tidak cukup populer di daerah penelitian, terlihat 63,3% sampel tidak pernah minum teh.

KUESIONER PENELITIAN

Nama Responden 1

Puskesmas/kecamatan

2

Nama desa/kelurahan

3

Nomor urut KK

4

Nama responden (Ibu RT) Nama KK (Bapak) No. ID II. KETERANGAN PENCACAHAN

5

Tanggal Wawancara : Pewawancara:

Tgl/bln/thn ……………………………….. Tgl/bln/thn ………………………………..

Editorial: Editor:

III. DATA RUMAH TANGGA 6.

Umur Ibu

7 8

9

:

………………… tahun

Bapak : Jumlah anggota keluarga yang menetap 4 bulan terakhir Apakah ibu mengkonsumsi multivitamin dan mineral selama hamil? Pendidikan :

1. Ibu

:

2. Bapak :

10.

………………… tahun ……………….. orang

1. Tidak 2. Ya Jika ya, sebutkan…. 01. Tidak pernah sekolah sederajat 02. Tidak tamat SD/MI 03. Tamat SD/MI 04. SMP/MTs/Sederajat

05. SMA/MA

1.

06. Diploma 07. Universitas

2.

01. Petani 02. Petani penggarap 03. Pedagang/penjual 04. Buruh harian

09. supir 10. Tukang kayu 11. nelayan 12. Pengrajin

1.

Jenis pekerjaan:

1. Ibu

:

2. Bapak :

2.

11.

Pendapatan keluarga/bulan

12.

Barang/perabot yang dimiliki

13.

14.

15 16.

Tempat yang digunakan untuk BAB

Sumber air minum

Jarak rumah ke sumber air minum Bagian utama dari lantai rumah terbuat dari?

05. Pegawai negeri 06. Pegawai swasta 07. Tukang becak/gerobak sebutkan! 08. Tukang perahu 01. <50.000 02. >50.000-100.000 03. >100.000-150.000 04. >150.000-200.000 05. >200.000-250.000 06. >250.000-500.000 07. >500.000-1.000.000 08. >1.000.000-2.000.000 09. >2.000.000-5.000.000 10. >5.000.000

13. Wiraswata 14. IRT 15. Lainnya, 14. Tidak bekerja

1. 2. 3. 4. 1. 2. 3. 4. 5.

Motor 5. parabola Kulkas 6. Radio Televisi 7. Kursi Tamu VCD Kakus miliki sendiri kakus umum sungai/ empang/laut semak-semak/ empang lainnya, sebutkan!

……………………………..

1. 2. 3. 4. 5.

Empang 6. Pompa tangan Sumur bersemen 7. Air ledeng/PAM Sumur tidak bersemen 8. Lainnya, sebutkan! Tadah air Mata air

……………………………..

…………………….. meter

1. Semen 2. Batu 3. Tanah

4. Kayu 5. Bambu 6. Lainnya, sebutkan! ……………………………..

17.

Bagian utama dari dinding terbuat dari?

18.

Bagian utama terbuat dari rumah terbuat dari?

1. Semen 2. Batu 3. Seng

4. Kayu 5. Bambu 6. Lainnya, sebutkan! ……………………………..

19.

Bahan bakar yang dipakai untuk

1. Genteng 2. Seng 3. Sirap

4. Ijuk/rumbia 5. Bambu 6. Lainnya, sebutkan!

……………………………..

masak

1. 2. 3. 4.

Kayu Minyak tanah Gas Lainnya, sebutkan!

……………………………..

IV. DATA IBU HAMIL 20. 21.

22.

23.

Apakah ibu memeriksakan kehamilan sekarang? Bila iya, siapa yang memeriksa kehamilan ibu?

Bila kepetugas kesehatan kesehatan, berapa kali memeriksakan kehamilan? Bila kepetugas kesehatan, dimana ibu memeriksakan kehamilan?

0. 1. 1. 2. 3. 4. 5.

Tidak Ya Bidan desa Bidan Dokter Dukun Lainnya, sebutkan!

……………………………..

…………………………….. kali

1. Pustu 2. Puskesmas sebutkan! 3. Poskesdes 4. Rumah bidan

5. Rumah Sakit 6. Lainnya, ……………………………..

V. STATUS GIZI 24.

Hasil pengukuran antropometri/Hb

-

………… , …………… Kg ……….. , ……………. Cm ……….. , ……………. Cm ………... , …………… gr/dl

Berat badan ibu: Panjang/tinggi ibu: Lingkar lengan atas: Hemoglobin:

KETERPAPARAN ASAP ROKOK 25. 26. 27.

28. 29.

Apakah ibu mempunyai kebiasaan merokok? Jika iya, berapa batang perhari?

0. Tidak 1. Ya ……………………… batang

Apakah ada anggota keluarga yang tinggal serumah mempunyai kebiasaan merokok ? jika ada, berapa batang perhari? Sebutkan! Apakah anggota keluarga tersebut merokok dalam rumah? Apakah ibu berada didalam rumah?

0. Tidak 1. Ya ……………………… batang ………....... batang

0. 1. 0. 1.

Tidak Ya Tidak Ya RIWAYAT KEHAMILAN

30

Hari pertama haid terakhir

31.

Usia kehamilan ibu saat ini

Tanggal : Bulan : Tahun : ………………. Minggu

32.

33.

Jarak kehamilan dengan kelahiran anak sebelumnya (bulan) Riwayat obstetri ibu

1. Gravida 2. Paritas 3. Abortus 34.

Penyakit yang pernah diderita selama kehamilan

………………………

Makanan Pokok Nasi putih

200

1 prg sdg

Nasi uduk

200

1 prg sdg

Nasi goreng

200

1 prg sdg

Roti Tawar Putih

30

2 iris

Mi basah

200

2 gls

Mi instan

80

1 bks

Singkong

120

1 ptg

Kentang

210

5 bh kcl

Sukun

150

2 ptg sdg Lauk pauk

Daging sapi

35

1 ptg sdg

Hati sapi

35

1 ptg sdg

Daging kambing

50

1 ptg sdg

Ayam dengan kulit

45

1 ptg sdg

Hati ayam

35

1 bh sdg

Telur ayam kampung

40

1 btr

Telur ayam ras

55

1btr

Telur bebek

60

1 btr

Ikan banjar

45

1/3 ekor

Ikan layang

45

1/3 ekor

Ikan kakap

45

1/3 ekor

Ikan cakalang

45

1/3 ekor

Ikan lele

45

1/3 ekor

Ikan bandeng

45

1/3 ekor

Cumi-cumi

45

1/2 ekor

Udang segar

35

4 ekor sdg

Kepiting

30

1 ekor

Berat

Rata-rata B

g/H

K S

T Idak pernah x/H

Tidak Pernah

Porsi

x/B

x/H

x/M

Frekuensi Porsi S

Nama Makanan

Berat (g)

KUESIONER FOOD FREKUENSI SEMI KUANTITATIF

Kerang

10

1 bh

Tahu

110

1 ptg bsr

Tempe

50

2 ptg sdg

Ikan teri kering

15

2 sdm Sayuran

Kacang panjang

50

3 bh

Daun kacang panjang

50

1 prg

Bayam

50

1 prg

Daun singkong

50

1 prg

Wortel

50

1/2 bh

Terong

50

1/2 bh

Kangkung

50

1 prg

Labu siam

50

Jantung pisang

50

1 ptg sdg 1/2 bh

Pare

50

Nangka mentah

50

Oyong

50

Daun seledri

2

2 ptg sdg 8 ptg kcl 1 ptg sdg 1 jmp

Daun bawang

2

1 jmp

Daun Kelor

50

1 prg

Tomat

25

1 bj

Cabe kecil

5

4 bh

Cabe besar

10

1 bh

Kacang hijau

10

1 sdm

Kacang merah

10

1 sdm

Kacang kedelai

10

1 sdm Buah

Alpukat

50

½ bh bsr

Apel

200

1 bh bsr

Belimbing

125

1 bh bsr

Jambu air

100

2 bh sdg

Jeruk manis sunkist

150

1 bh sdg

Jeruk manis selayar

107

1 bh sdg

Mangga

90

Nangka

50

½ bh sdg 3 biji

Nanas

95

Papaya

110

Rambutan

75

1/4 bh sdg 1 ptg sdg 5 bh

Manggis

80

2 bh

Semangka

180

Jambu biji

190

2 ptg sdg 1 bh sdg

Anggur

125

11 bh

Pisang ambon

60

1 bh

Pisang mas

50

1 bh

Sirsak

60

Durian

35

1 ptg sdg 3 bj

Kedondong

100

1 bh

Langsat

75

5 bh

Jeruk bali

105

1 ptg sdg Minyak

Minyak kelapa

10

1 sdm

Minyak kelapa sawit

10

1 sdm

Margarine

10

1 sdm

Mentega

10

1 sdm

Santan

50

¼ gls Makanan olahan

Sosis

24

1 bj

Ikan sardine

150

1 klg

Abon sapi

5

1 sdm

Kecap

8

1 sdm

Keju

5

1 sdm Minuman

Susu bubuk

10

1 sdm

Susu kedelai

200

1 gls

Susu kental manis

10

1 sdm

Susu sapi

200

1 gls

Susu kambing

150

¾ gls

Susu kerbau

100

½ gls

Susu UHT

200

1 gls

Susu full cream

10

1 sdm

Teh

2

1 ktg

Kopi

5

1 sdm Cemilan

Biscuit

50

5 bh

Bolu kukus

50

1 bh

Risoles

50

1 bh

Brownis

30

1 bh

Dadar gulung

60

1 bh

Onde-onde jawa

60

1 bh

Kue lapis

50

1 bh

Putu beras

60

1 bh

Putu cangkir

25

1 bh

Ubi jalar goreng

60

1 bh

Pisang goreng

60

1 bh

Bakwan

40

1 bh

Perkedel jagung

40

1 bh

Terang bulan

50

Martabak

40

Pisang ijo

60

1 ptg sdg 1 ptg sdg 1 bh

Jalangkote

65

1 bj

Donat

65

1 bj

Pawa

60

1 bj Makanan Jadi

Soto ayam

225

1 mgk

Bakso

20

1 bj

Pangsit

390

1 mgk

Ketupat

110

1 bj

Gado-gado

430

1 prg

Siomay

160

1 mgk

Mie goreng

420

1 prg

Mie titi

400

1 prg

Ayam krispi

80

1 ptg

Kapurung

580

1 mgk

Kondro

340

1 mgk

RIWAYAT HIDUP

Nama

: A. St. Bulkis

Tempat/TanggalLahir

: Takkalasi/ 29April 1990

JenisKelamin

: Perempuan

Agama

: Islam

Suku

: Bugis

Alamat di Daerah

: Jalan Sultan Hasanuddin No.22 Takkalasi Kab. Barru

Alamat di Makassar

: Kompleks BTP Blok J 231

Nama Ayah

: A. Alimuddin (Almarhum)

NamaIbu

: Hj. Mardawiah

Email

: [email protected]

Riwayat Pendidikan

:

1. Tahun 1996 - 2002

: SD Neg 1 Takkalasi

2. Tahun 2002 - 2005

: SMP Neg 1 Balusu

3. Tahun 2005 - 2008

: SMA Neg 1 Soppeng Riaja

4. Masuk Tahun 2009

: Fakultas Kesehatan Masyarakat Program Studi

Ilmu Gizi, Universitas Hasanuddin

DOKUMENTASI