STRATEGI IMPLEMENTASI PRODUKSI BERSIH PADA AGROINDUSTRI

Download Agroindustri Gondorukem. Dibimbing oleh NASTITI SISWI INDRASTI dan. SUPRIHATIN. Produksi bersih merupakan strategi manajemen lingkungan t...

0 downloads 459 Views 16MB Size
STRATEGI IMPLEMENTASI PRODUKSI BERSIH PADA AGROINDUSTRI GONDORUKEM

DYAH KHARISMAWATI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Strategi Implementasi Produksi Bersih pada Agroindustri Gondorukem adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Februari 2015 Dyah Kharismawati F351120011

RINGKASAN DYAH KHARISMAWATI. Strategi Implementasi Produksi Bersih pada Agroindustri Gondorukem. Dibimbing oleh NASTITI SISWI INDRASTI dan SUPRIHATIN. Produksi bersih merupakan strategi manajemen lingkungan terintegrasi yang mengurangi terbentuknya limbah dari sumber penghasilnya, sebagai salah satu alternatif yang digunakan untuk mengatasi terbentuknya limbah yang sekaligus menjadi cara mendapatkan efisiensi produksi. Strategi produksi bersih merupakan metode preventif yang diharapkan dapat memberikan manfaat perbaikan proses bagi industri yang terlibat. Penelitian ini dilakukan dengan mengambil studi kasus di Pabrik Gondorukem dan Terpentin di daerah Nagreg. Dalam penelitian ini digunakan pendekatan MET matriks (material cycle, energy uses and toxixity emission matrix) untuk mendapatkan informasi bahan dan energi yang masuk maupun yang dikeluarkan dari setiap tahapan proses yang didukung dengan analisis neraca massa dan neraca energi. Pengembangan matriks informasi tahapan proses digunakan untuk mengidentifikasikan titik kritis yang merupakan masalah utama penghasil limbah pada masing-masing tahapan proses dan menunjukan efisiensi produksi pada saat ini. Alternatif opsi produksi bersih untuk masing-masing masalah pada titik kritis diperingkatkan dengan metode AHP untuk mendapatkan prioritas opsi yang memberikan penurunan limbah paling tinggi. Kriteria yang digunakan adalah kriteria kelayakan produksi bersih yaitu teknis, ekonomi dan lingkungan. Faktor teknis menjadi prioritas dalam pemilihan opsi produksi bersih yang dapat dilaksanakan dengan bobot 0,49, yang artinya kesesuaian opsi produksi bersih yang direkomendasikan dengan kondisi pabrik dan sumberdayanya merupakan faktor utama dalam penentuan prioritas opsi. Skor AHP tertinggi dari opsi produksi bersih yang direkomendasikan adalah pengaturan jadwal pengiriman getah dengan bobot skor 0,216 yang diikuti dengan sosialisasi standar mutu getah dan pengawalan getah, berarti bahwa opsi pengaturan jadwal pengiriman dan sosialisasi standar mutu serta pengawalan getah memberikan konstribusi penurunan limbah dan peningkatan efisiensi produksi yang paling besar. Kata kunci: Produksi bersih, Gondorukem, Matriks material, energi dan toksisitas, Proses hirarki analitik

SUMMARY DYAH KHARISMAWATI. Strategy for Implementation a Cleaner Production in Gum Resin Agroindustry. Supervised by NASTITI SISWI INDRASTI and SUPRIHATIN. Cleaner production is an integrated environmental management strategy that leads to prevention of the formation of waste from source, as an alternative used to overcome the information of waste source as well as a way to get production efficiency. As a preventive method, cleaner production strategy is expected to provide improved benefits for industrial related processes. This research was carried out by taking a case study in the Turpentine and Gum Resin Factory that was located in Nagreg. This study used MET matrix (material cycle, energy uses and toxixity emition matrix) approach to obtain information about material and energy going, and the energy emitted from each stage of the process that was supported by the analysis of mass balance and energy balance. The development of information stage process matrix was able to identify critical point which was the main problem of waste production in each stage and demonstrate the efficiency of the production at this time. Cleaner production alternatif for each problem at critical point was ranked with AHP to get priority option that provides waste reduction and increased the highest efficiency of technical, economic and environmental criteria. The highest value of the factor was 0.49 for technical factor, which was conformity of the alternative cleaner production with the conditions of the factory. The highest value of cleaner production alternative was 0.216 for scheduling the delivery of sap, followed by the training for quality standar in the amount of 0.155, that means alternative scheduling the delivery of sap and training for quality standar provides the highest waste reduction and increased the highest efficiency. Keywords: cleaner production, gum rosin, material, energy and toxixity matrix, analytical hierarki process

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

STRATEGI IMPLEMENTASI PRODUKSI BERSIH PADA AGROINDUSTRI GONDORUKEM

DYAH KHARISMAWATI

Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Prof Dr Ono Suparno, STP, MT

Judul Tesis : Strategi Implementasi Produksi Bersih pada Agroindustri Gondorukem Nama : Dyah Kharismawati NIM : F351120011 Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti Ketua

Prof Dr Ir Suprihatin Dipl. Eng Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Ir Machfud, MS

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 6 Februari 2015

Tanggal Lulus:

PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2014 ini adalah produksi bersih, dengan judul Strategi Implementasi Produksi Bersih pada Agroindustri Gondorukem. Terima kasih penulis ucapkan kepada kedua orang tua (alm Ramdani dan Nurhayati), suami (dr Nova Hardianto), putri kecilku Raisa Paramesti Hardianto dan seluruh keluarga besar atas segala doa dan kasih sayangnya. Terimakasih kepada Ibu Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti dan Bapak Prof Dr Ir Suprihatin selaku pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan saran. Terimakasih kepada Prof Dr Ono Suparno STP MT selaku penguji luar komisi atas segala saran yang diberikan. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Gunarto dari Kantor Pusat Perhutani, Ibu Surya Widiastuti S Hut beserta staf Pabrik Gondorukem dan Terpentin Nagreg, Bapak Dr Ir Gunawan Santosa, MS dari Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, serta Ibu Dr Sukadaryati S Hut, MP dari Badan Litbang Kehutanan Gunung Batu Bogor, yang telah membantu selama penelitian di lapangan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada seluruh rekan mahasiswa pascasarjana S2 TIP IPB angkatan 2012 atas segala dukungan dan kebersamaan selama menempuh kuliah dan menyelesaikan studi. Terimakasih kepada Ibu Nur dan Bapak Candra sebagai staff kependidikan Program Studi S2 TIP, Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fateta-IPB yang tidak pernah bosan membantu. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2015 Dyah Kharismawati

DAFTAR ISI DAFTAR ISI

v!

DAFTAR TABEL

vi!

DAFTAR GAMBAR

vi!

1! PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian

1! 1! 2! 2! 3! 3!

2! TINJAUAN PUSTAKA 3! Agroindustri gondorukem dan limbah yang dihasilkan 3! Identifikasi Profil dan Tahapan Proses Pabrik Gondorukem 8! Produksi Bersih 9! Proses Hirarki Analitik (AHP) 11! MET Matriks (Material cycle, energy uses and toxixity emission matrix) 12! Penelitian Sebelumnya 13! 3! METODE Kerangka Pemikiran Tahapan Penelitian Identifikasi material, energi dan emisi Penentuan prioritas opsi Perumusan strategi produksi bersih

13! 13! 14! 14! 16! 17!

4! HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Material, Energi dan Emisi pada Tahapan Proses Penentuan Prioritas Opsi Produksi Bersih Evaluasi Kelayakan Terhadap Prioritas Opsi Produksi Bersih Strategi Implementasi Produksi Bersih Rekomendasi Strategi Implementasi Produksi Bersih

18! 18! 26! 29! 34! 35!

5! SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran

36! 36! 36!

DAFTAR PUSTAKA

38!

LAMPIRAN

41!

RIWAYAT HIDUP

64!

DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

Standar Mutu getah Daftar pabrik gondorukem Perum Perhutani Persyaratan umum mutu gondorukem Persyaratan khusus mutu gondorukem Persyaratan khusus mutu terpentin MET matriks Tahapan Penelitian Kriteria analisis kelayakan teknis Matriks material, energi dan limbah dengan basis kapasitas produksi harian Permasalahan dan analisis peluang opsi produksi bersih Kemampuan pengiriman KPH ke PGT Dampak penerapan prioritas opsi produksi bersih pengaturan jadwal pengiriman getah Dampak penerapan opsi produksi bersih sosialisasi dan pengawalan mutu getah

4 6 6 7 7 12 16 18 24 25 30 32 33

DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Pohon industri getah pinus 5 Kerangka Pemikiran 14 Tahapan Penelitian 15 Penentuan indeks konsistensi 17 Tahapan proses produksi gondorukem 19 Flowchart Neraca Massa 23 Struktur hirarki opsi produksi bersih industri gondorukem Prioritas faktor/kriteria produksi bersih 27 Prioritas faktor/kriteria produksi bersih 28 Prioritas Opsi Produksi Bersih 28

DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Rekap Penerimaan Getah Tahun 2013 Data Stok Getah tahun 2014 Data produksi tahun 2009-2013 Perhitungan Neraca Massa Perhitungan Neraca Energi Kapasitas Bak Getah Permasalahan dan alternatif produksi bersih Kemampuan Pengiriman Kuisioner Penelitian Perbandingan berpasangan antar kriteria berdasar faktor teknis Perbandingan berpasangan antar kriteria berdasar faktor ekonomi Perbandingan berpasangan antar kriteria berdasar faktor lingkungan

41 42 43 44 47 50 51 55 56 62 62 63

1

1 PENDAHULUAN Latar Belakang Gondorukem (Resina colophonium) merupakan produk hasil hutan non kayu yang dikelompokkan sebagai phine chemical product dan dihasilkan dari pemasakan getah pohon pinus (Fachrodji et al., 2009). Produk ini merupakan bahan baku pembuatan derivat seperti gliserol dan alpha pinene, juga sebagai bahan pembantu yang penting bagi industri batik, sabun cuci, cat, isolator, kertas dan pernis. Gondorukem berfungsi sebagai pencampur, perekat maupun pelapis. Pada industri batik, gondorukem berfungsi sebagai bahan pencampur lilin sehingga diperoleh malam. Fungsi gondorukem sebagai bahan pencampur juga digunakan pada industri sabun cuci, korek api, lem, perban gigi dan industri lainnya. Pada industri percetakan dan tinta, gondorukem berfungsi sebagai perekat warna. Pada industri kertas, isolator dan pernis, gondorukem berfungsi sebagai pelapis. Oleh karena peran industri gondorukem sebagai bahan baku derivat dan bahan pembantu utama bagi industri lain, maka dibutuhkan pasokan yang berkesinambungan untuk dapat menjaga aktivitas dari industri-industri tersebut. Indonesia merupakan negara produsen gondorukem ketiga terbesar di dunia dengan konstribusi mencapai 8 % dari total produksi gondorukem dunia. Produksi gondorukem terbesar adalah China dengan produksi sampai 80 % dari total produksi dunia atau mencapai 500-850 ribu ton/tahun, diikuti Brazil dengan produksi gondorukem mencapai 80 ribu ton/tahun. Volume produksi gondorukem Indonesia yang diperdagangkan mencapai 60 ribu ton yang terdiri atas 80 % untuk pasar ekspor dan 20 % untuk memenuhi kebutuhan industri di dalam negeri (Fachrodji et al., 2009). Konstribusi pendapatan kelompok industri non kayu termasuk gondorukem mencapai 42,3 % dari total pendapatan Perum Perhutani tahun 2011, yakni sebesar Rp1.178,9 miliar (Laporan tahunan Perum Perhutani 2011). Namun kapasitas industri gondorukem yang ada saat ini, khususnya yang dimiliki perhutani belum dapat dimanfaatkan secara optimum akibat kurangnya bahan baku. Selain itu, mutu getah yang diterima pabrik berada pada grade bawah sehingga berdampak pada perlakuan lebih untuk mengekstrak gondorukem dari getah. Untuk mengatasi permasalahan di atas, perlu dilakukan efisiensi produksi dengan tujuan meminimumkan biaya produksi sehingga keuntungan dapat meningkat meskipun penerimaan tetap (Artiyanto, 2006). Pengkajian produksi bersih pada industri olahan getah pinus yang menghasilkan gondorukem dapat menjadi salah satu metode untuk mencapai efisiensi produksi dengan perbaikan proses produksi yang meminimalkan limbah dari sumber penghasilnya. Produksi bersih merupakan suatu strategi pengelolaan lingkungan yang sifatnya mengarah pada pencegahan dan terpadu agar dapat diterapkan pada seluruh siklus produksi. Strategi produksi bersih ini berawal dari pemikiran bahwa upaya untuk melindungi lingkungan perlu menyatukan dua kepentingan, yakni kepentingan lingkungan dan kepentingan bisnis. Dengan demikian, titik berat manajemen bergeser ke arah pengembangan teknologi dan proses produksi yang

2 mencegah terjadinya limbah, tidak hanya mengolah limbah yang telah terbentuk (Indrasti dan Fauzi, 2009). Pengkajian produksi bersih bersifat proaktif sehingga dapat dijadikan alat bantu yang baik untuk perbaikan berkelanjutan. Perbaikan berkelanjutan tersebut dalam introduksinya ke Sistem Manajemen Lingkungan akan membawa percepatan yang terarah dan terukur, baik dengan indikator fisik maupun ekonomi (Hasibuan, 2005). Produksi bersih juga merupakan proses berkelanjutan untuk menuju disain lingkungan (ecodesign), yaitu pendekatan desain produk dengan memperhitungkan dampak lingkungan dari produk (Knight dan Jenkins, 2008). Dasar proses desain lingkungan adalah analisis yang komprehensif terhadap situasi yang terjadi. Pemahaman situasi riil dari sudut pandang lingkungan digunakan untuk mengembangkan strategi dan pengukuran yang spesifik (Wimmer et al., 2004). Fokus desain dan produksi yang ramah lingkungan adalah pada proses produksi bersih, pengurangan penggunaan material, energi dan bahan beracun, upaya daur ulang dan penggunaan kembali komponen dan produk yang telah selesai digunakan. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan strategi implementasi produksi bersih yang dapat diterapkan pada agroindustri gondorukem sehingga diperoleh perbaikan proses yang mengarah pada efisiensi proses produksi dan penurunan limbah yang dihasilkan. Perumusan Masalah Produksi bersih merupakan suatu strategi yang digunakan untuk mengatasi terbentuknya limbah dari sumbernya. Sebagai metode preventif, strategi produksi bersih diharapkan dapat memberikan manfaat perbaikan kinerja bagi industri yang bersangkutan. Kapasitas produksi agroindustri gondorukem yang belum berjalan optimal merupakan sebuah tantangan untuk mengetahui kinerja industri yang telah dicapai dan bagian mana yang diperlukan perbaikan. Oleh karena itu diperlukan pengkajian produksi bersih pada agroindustri gondorukem untuk mendapatkan bagian mana yang memerlukan perbaikan dan metode perbaikan yang paling diterima. Selain itu produksi bersih merupakan gambaran menyeluruh seluruh tahapan proses produksi sehingga dapat diidentifikasi permasalahan dari segi limbah dan emisi yang dihasilkan untuk merumuskan rekomendasi perbaikan untuk kinerja industri. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah menyusun strategi produksi bersih untuk meningkatkan kinerja agroindustri gondorukem, dengan tujuan spesifik sebagai berikut: 1. Menganalisis opsi produksi bersih yang dapat dilaksanakan pada proses produksi pabrik pengolahan getah pinus menjadi gondorukem. 2. Menentukan prioritas opsi produksi bersih dengan menggunakan proses hierarki analitik. 3. Menyusun strategi implementasi produksi bersih pada industri gondorukem.

3 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan pada industri terkait strategi implementasi produksi bersih yang dapat diterapkan pada proses produksi untuk mendapatkan perbaikan kinerja proses produksi dengan minimalisasi limbah dan emisi dari sumber pembentuknya. Ruang Lingkup Penelitian Komoditas yang menjadi obyek penelitian adalah gondorukem dengan ruang lingkup dibatasi pada sistem pengolahan atau proses produksi yang dilakukan di pabrik gondorukem di daerah Nagreg, Jawa Barat.

2 TINJAUAN PUSTAKA Agroindustri gondorukem dan limbah yang dihasilkan Getah pinus terdapat dalam saluran resin atau celah-celah antar sel yang sering disebut saluran interseluler (Wibowo, 2006). Getah pinus dapat diperoleh dengan cara penyadapan pada pohon yang masih hidup dengan sistem koakan, bor, atau riil. Penyadapan dengan sistem koakan menghasilkan getah tinggi dalam waktu singkat dan biaya rendah, namun kadar kotoran tinggi. Sebaliknya penyadapan sistem bor menghasilkan getah bersih, namun rendemen lebih rendah dan biaya yang diperlukan lebih tinggi (Anggita, 2012). Teknik sadapan pinus semi mekanis juga telah dikembangkan dengan diciptakannya alat mujitech. Alat ini berfungsi seperti alat kedukul/pethel namun menggunakan tenaga mesin dalam membuat luka sadap dan dioperasikan oleh manusia (Sukadaryati, 2014). Getah merupakan hasil proses fisiologis pohon, sehingga berbagai faktor yang mempengaruhi proses fisiologis pohon akan mempengaruhi jumlah produksi getah yang dihasilkan. Getah pinus tersusun atas 66 % asam resin, 25 % terpentin, 7 % bahan netral yang tidak mudah menguap, serta 2 % air (Doan, 2007). Getah pinus setelah diolah akan menghasilkan gondorukem dan terpentin. Dari satu ton getah setelah dimasak akan menghasilkan 600 kg gondorukem (rendemen 60 %) dan 120 l terpentin (rendemen 12 %) (Matangaran, 2006). Pengujian kadar kotoran getah dilakukan dengan menambahkan minyak terpentin atau pelarut lainnya yang diatur dalam SNI, yaitu minyak tanah, sebanyak 1,5-3 l pada 500-1000 g getah, kemudian diaduk sampai larut. Penyaringan dilakukan dengan menggunakan saringan 100 mesh dan dihitung menggunakan rumus sebagai berikut: berat saringan dan kotoran-berat saringan kadar kotoran % = x100 berat getah Pengujian kadar air dilakukan dengan mengendapkan larutan getah selama 30 menit agar terjadi pemisahan antara air dengan larutan, kemudian getah dituangkan ke tempat lain. Air dituang ke dalam gelas ukur 250 cc dengan menggunakan corong plastik dan dibiarkan mengendap selama 5 menit. Dengan

4 melihat volume air pada larutan gelas ukur, maka rumus perhitungan kadar air adalah sebagai berikut: volume air pada gelas ukur Kadar air % = x100 berat getah Getah yang sudah diuji disimpan dalam botol berukuran 250 g dan diberi label sumber getah, tanggal pengambilan sampel, serta mutu getah. Standar mutu getah dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Standar Mutu getah No

Karakteristik

Satuan

1 2 3

Warna Kadar air Kadar kotoran Kadar air + Kadar Kotoran

4

Mutu

% %

I Putih ≤ 7 ≤ 7

II Putih sampai keruh kecoklat-coklatan 7 < ka ≤ 9 7 < kk ≤ 9

%

≤ 14

14 < ka + kk ≤ 18

Sumber : SNI 7837:2012

Industri gondorukem adalah industri yang mengolah bahan baku getah pinus menjadi gondorukem dan minyak terpentin (Marjatin, 1994). Gondorukem merupakan resin padat yang secara alami terdapat dalam getah pohon pinus dan dihasilkan dari penyulingan getah pinus berbentuk padat dan berwarna sampai kuning kecoklatan. Berdasarkan sumber dan cara memperolehnya gondorukem dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu gondorukem getah yang merupakan hasil destilasi getah yang diperoleh dari penyadapan pohon pinus, gondorukem kayu yang diperoleh dari ekstraksi tunggul pohon tua, dan gondorukem tall oil yang merupakan hasil sampingan pabrik pulp kraft dengan bahan baku kayu pinus (Meiyana 2011). Terpentin merupakan bagian hidrokarbon yang mudah menguap (minyak atsiri) dari getah pinus. Hidrokarbon ini dipisahkan dari bagian yang tidak menguap (gondorukem) melalui cara penyulingan. Berdasarkan sumber bahan bakunya ada 3 jenis terpentin yaitu terpentin getah (gum terpentine), terpentin kayu (wood terpentine), dan terpentin sulfat (sulphate terpentine) (Artiyanto, 2006). Pengelolaan hutan untuk memproduksi getah pinus tidak lagi menjadi monopoli Perum Perhutani, namun juga BUMN dan swasta, misalnya di Sulawesi dengan areal hutan pinus seluas 130.000 ha dan di Sumatera dengan areal hutan pinus seluas 335.000 ha. Luas hutan produksi pinus Perhutani pada tahun 2013 adalah 163.703 ha, dengan potensi pohon pinus sebanyak 33.824.217 pohon. Produktivitas getah tahun 2013 sebesar 7,93 g/pohon/hari, turun dibandingkan tahun 2012 yang mencapai 10,48 g/pohon/hari. Penurunan diakibatkan kondisi cuaca ekstrim di Pulau Jawa pada tahun 2013, yaitu musim hujan yang panjang (Laporan Tahunan Perhutani Tahun 2013). Mutu getah dari lapangan dipengaruhi oleh faktor sistem sadapan, penjarangan pohon, stimulansia yang digunakan, serta faktor pengetahuan dan sumber daya penyadap. Faktor pengetahuan menempati posisi kedua setelah sumberdaya alam dalam analisis industri dan pemilihan strategi peningkatan

5 industri gondorukem (Sepang, 2008), yang mana pengalaman penyadap dan pengetahuan akan teknologi menentukan kualitas dan kuantitas hasil sadapan. Transfer informasi antar penyadap maupun informasi teknologi dilakukan dengan sosialiasi dan job training yang dilaksanakan minimal 1 tahun sekali. Pohon industri dari getah pinus yang diolah menjadi gondorukem dan terpentin terdapat pada Gambar 1. Industri karet Industri lem Pembuatan kertas Gondorukem Industri cat Tinta cetak Getah pinus

Malam batik Permen karet Insulator listrik Pelapis metal Antiseptik Bahan kimia Industri kayu lapis

Industri farmasi Terpentin Industri kosmetik Gambar 1 Pohon industri getah pinus Perum Perhutani mengelola hutan produksi dan pabrik di Pulau Jawa. Pengusahaan pabrik gondorukem dan terpentin yang berada di bawah pengelolaan Perum Perhutani dapat dilihat pada Tabel 2.

6 Tabel 2 Daftar pabrik gondorukem Perum Perhutani No

1 2 3 4 5 6 7 8

Lokasi/Nama pabrik Unit I Jawa Tengah Paninggaran Sapuaran Cimanggu Winduaji Unit II Jawa Timur Sukun Rejowinangun Garahan Unit III Jawa Barat Sindangwangi

Tahun Pendirian

Kapasitas terpasang (ton/tahun)

1968 1988 1989 1989

16.750 6.300 9.000 18.000

1976 1994 1981

18.000 12.000 16.500

1991

12.500

Sumber : Laporan Tahunan Perum Perhutani Tahun 2013

Pengolahan getah pinus menjadi gondorukem terbagi menjadi dua tahap yaitu pemurnian getah pinus dan distilasi. Mutu gondorukem dipengaruhi oleh kandungan kotoran dan atau mineral dalam getah, proses pemasakan, oksidasi asam resin dan sebagainya, yang dilihat dari perubahan warna (Riwayati, 2005). Pengujian produk gondorukem dan terpentin menggunakan standar SNI 7636:2011 untuk gondorukem dan SNI 7633:2011 untuk terpentin. Persyaratan mutu gondorukem dibagi menjadi 2 yaitu persyaratan umum dan khusus. Persyaratan umum dapat dilihat pada Tabel 3 dan persyaratan khusus dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 3 Persyaratan umum mutu gondorukem No 1 2 3

Jenis uji Bilangan asam Bilangan penyabunan Bilangan iod

Satuan mg KOH/g mg KOH/g mg iod/g

Persyaratan 160 - 190 170 – 220 5 - 25

Sumber : SNI 7636:2010

Gondorukem terdiri dari senyawa asam yang secara garis besar dapat dipisah dalam dua kelompok yaitu tipe abietik dan pimaric. Asam abietic mudah terisomerisasi oleh panas dan mudah teroksidasi oleh oksigen. Sedangkan asam pimaric bersifat lebih stabil sehingga tidak berubah selama proses pengolahan (Riwayati, 2005). Persyaratan bilangan asam menentukan jumlah asam lemak bebas pada gondorukem, bilangan asam yang besar menunjukkan gondorukem dapat terhidrolisis dan teroksidasi selama proses penyimpanan, sehingga asam lemak bebasnya meningkat. Bilangan penyabunan menunjukkan banyaknya asam lemak bebas atau pun terikat dalam suatu senyawa. Bilangan iod menunjukkan banyaknya ikatan rangkap, yang mana pada analisa produk minyak gondorukem digunakan untuk menentukan tingkat kejenuhannya. Semakin jenuh berarti semakin kecil jumlah ikatan rangkap, semakin sulit minyak teroksidasi dan

7 semakin tinggi titik didihnya. Gondorukem bermutu baik diharapkan mempunyai titik didih yang tinggi. Tabel 4 Persyaratan khusus mutu gondorukem No

Jenis uji

1.

Satuan

Warna Metode Lovibond

-

comparator Titik lunak Kadar kotoran Kadar abu Bagian menguap

2. 3. 4. 5.

C %

0

% %

Kualitas utama

Persyaratan Mutu Kualitas Kualitas pertama kedua

X (extra)

WW (water white) Kuning

Kuning jernih ≤ 6 ≥78 ≤ 7 ≤ 0,02 ≥78 ≤ 0,05 ≤ 0,02 ≤ 2 ≤ 0,05 ≤ 2

WG (window glass) Kuning kecoklata n ≤ 8 ≥76 ≤ 0,07 ≤ 0,05 ≤ 2,5

Kualitas ketiga N (Nancy) Kecoklatan ≤ 9 ≥74 ≤ 0,10 ≤ 0,08 ≤ 3

Sumber : SNI 7636:2011

Hasil distilasi terhadap getah pinus juga menghasilkan produk atas berupa minyak terpentin. Pengujian mutu terpentin adalah pengujian secara visual dan pengujian laboratoris yang terdiri dari berat jenis dan indeks bias terpentin. Persyaratan umum terpentin adalah berbentuk cair, bau khas terpentin, bobot jenis pada suhu 25 0C adalah 0,848-0,865, indeks bias pada suhu 20 0C adalah sebesar 1,464-1,478, titik nyala 33-38 0C, titik didih awal 150-160 0C (SNI 7633, 2011). Persyaratan khusus mutu terpentin dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Persyaratan khusus mutu terpentin No

Uraian

Satuan

1. 2.

Warna Putaran optik pada suhu 27,5 0C Kadar sulingan Sisa penguapan Bilangan asam Alpha pinene

-

3. 4. 5. 6.

Sumber : SNI 7633:2011

0

% % %

Mutu A Jernih ≥ 32 ≥ 90 < 2 ≤ 2 ≥ 80

Persyaratan Mutu B Tidak dipersyaratkan < 32 < 90 > 2 > 2 < 80

Limbah yang dihasilkan pada pengolahan gondorukem dan terpentin terdiri atas limbah padat, cair dan gas. Limbah padat dihasilkan dari pengolahan pada tangki melter yang berasal dari kulit, seresah dan kayu pinus. Limbah cair berasal dari proses dalam tangki settler dan tangki penampung. Limbah cair ini mengandung sedikit getah dan terpentin serta zat lain yang terlarut dalam air termasuk asam oksalat. Limbah gas berupa asap yang berasal dari boiler dan forklif (Yuswandi, 2013).

8 Identifikasi Profil dan Tahapan Proses Pabrik Gondorukem Analisis pendahuluan dalam produksi bersih mengacu pada metode quick scan, yaitu dengan melakukan identifikasi profil pabrik dan tahapan proses produksi beserta permasalahan yang terdapat pada prosesnya. Hasil identifikasi awal tersebut yang akan menentukan tahapan proses yang menjadi fokus pada analisis berikutnya. Pabrik gondorukem dan terpentin (PGT) ini didirikan dengan kapasitas produksi 10.000 ton/tahun dan rendemen gondorukem dan terpentin masingmasing sebesar 60 % dan 12 %. Proyeksi penjualan pabrik adalah pasar gondorukem dalam dan luar negeri dengan sasaran produksi gondorukem bermutu WW-X. Pendirian pabrik tersebut merupakan salah satu upaya untuk mengintensifkan dan menganekaragamkan hasil hutan sehingga diperoleh hasil dan nilai tambah yang optimum. Pabrik berlokasi di daerah Nagrek, Jawa Barat. Luas keseluruhan komplek pabrik gondorukem beserta kantor, gudang dan perumahan karyawan sekitar 27.000 m2, sementara luas bangunan 946 m2. Struktur organisasi pabrik dipimpin oleh seorang Kepala Pabrik atau Asisten Manager dan dibantu oleh 7 orang kepala urusan (kaur) yang terdiri dari satu orang kaur pengujian, satu orang kaur persediaan, dua orang kaur persediaan, satu orang kaur proses, satu orang kaur teknik, dan satu orang kaur personalia. Tenaga kerja berjumlah 52 orang, yang terdiri atas 34 orang pegawai perusahaan, 14 orang pegawai pelaksana, dan 4 orang outsource (pembantu operator). Selain itu juga terdapat pegawai harian atau borongan yang terdiri atas petugas kebersihan sebanyak 8 orang, pencurah getah sebanyak 7 orang, serta satpam sebanyak 13 orang. Pengaturan jam kerja pabrik adalah sebagai berikut: a. Karyawan bagian administrasi bekerja dari hari Senin sampai Sabtu dari pukul 07.00-15.00 WIB. b. Karyawan bagian produksi bekerja selama 6 hari dalam satu minggu yang dibagi dalam tiga shift, yakni: - Shift 1 bekerja dari pukul 07.00-15.00. - Shift 2 bekerja dari pukul 15.00-23.00. - Shift 3 bekerja dari pukul 23.00-07.00. Setiap shift melakukan pergantian jam kerjanya seminggu sekali dengan urutan pergantian jam kerja pagi-malam-sore dan seterusnya. Apabila pasokan getah sedang berlimpah maka diadakan lembur pada hari minggu dengan waktu kerja 8 jam. Pada pabrik gondorukem dikenal periode tutupan, yaitu tanggal 15 dan 30 setiap bulannya, yang mana pada waktu tersebut dilakukan tutup buku setoran getah dan pembayaran getah yang sudah dikirim ke pabrik. Kapasitas produksi harian optimal pabrik adalah sebesar 40-45 ton, dengan kebutuhan bahan baku untuk proses produksi diperoleh dari 12 KPH (Kesatuan Pemangku Hutan) yang ada di wilayah Jawa Barat-Banten. Data penerimaan getah pinus dari masingmasing KPH tahun 2013 dapat dilihat pada Lampiran 1, data stok getah tahun 2014 dapat dilihat pada Lampiran 2, dan data produksi (realisasi rendemen gondorukem dan terpentin) selama 5 tahun terakhir terdapat pada Lampiran 3.

9 Limbah yang dihasilkan pabrik gondorukem berupa limbah padat, limbah cair dan limbah gas. Limbah padat dihasilkan dari pengolahan pada tangki pengenceran. Pengambilan kotoran padat dilakukan tiap 2-3 batch dengan membuka manhole dibagian bawah tangki. Jumlah rata-rata limbah padat untuk setiap kali pembongkaran sebanyak 120-140 kg. Limbah ini tidak mengandung bahan yang berbahaya karena berasal dari kulit, seresah dan kayu pinus. Penanganannya dengan cara ditampung dalam drum dan dikeringkan pada bak seresah. Limbah cair mengandung sedikit getah dan terpentin serta zat terlarut dalam air termasuk asam oksalat. Limbah ini berasal dari hasil blowdown atau pemisahan endapan berdasar perbedaan berat jenis pada proses di tangki pencucian dan tangki penampung. Penanganannya adalah dengan UPL (Unit Pengolah Limbah) dan IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah). Semua aliran kotoran dari tangki proses dimasukkan dalam bak penampung limbah sementara, kemudian diendapkan sampai air limbah dengan larutan getah kotor yang masih tersisa menjadi terpisah. Air keluar lewat pipa bawah untuk dialirkan ke bak air kotor, sedangkan larutan getah kotor dialirkan ke tangki washer untuk diendapkan kembali. Jonjot pada kolam limbah yang masih mengandung getah diambil secara manual untuk diolah lagi menjadi gondorukem hitam. IPAL menerima air asam hasil pendinginan dari limbah. Perlakuan yang diberikan adalah penambahan air kapur dan pengadukan dengan agitator dan blower sehingga mencapai pH 10, kemudian dialirkan ke bak pengendap I. Setelah bak pengendap I penuh, air difiltrasikan ke bak isi dan dicampur asam fero sampai menunjukan pH netral (6-7). Air dari bak isi dialirkan ke box filter carbon active dan dicampur dengan kaporit menggunakan dozing pump. Endapan pada bak isi diblowdown, sedangkan lumpur pada bak pengendap I diambil dengan pompa lumpur. Limbah gas berupa asap yang berasal dari boiler. Jumlah asap yang ditimbulkan tidak terlalu banyak. Setiap bulan dilakukan uji laboratorium terhadap sampel udara yang diambil dari cerobong boiler. Hasil pengujian dilaporkan secara rutin ke dinas lingkungan. Produksi Bersih Produksi bersih adalah strategi pengelolaan lingkungan yang sifatnya mengarah pada pencegahan dan terpadu agar dapat diterapkan pada seluruh siklus produksi. Pemilihan penerapan produksi bersih dapat dikelompokkan menjadi lima bagian, yaitu: 1. Good housekeeping, yang mencakup tindakan prosedural, administratif maupun institusional yang dapat digunakan perusahaan untuk mengurangi terbentuknya limbah dan emisi. 2. Perubahan material input, termasuk pemurnian bahan dan substitusi bahan. 3. Perubahan teknologi, mencakup modifikasi proses dan peralatan yang dilakukan untuk mengurangi limbah dan emisi. Dimulai dari yang sederhana seperti perubahan letak peralatan, tata letak pabrik, penggunaan peralatan otomatis dan kondisi proses.

10 4. Perubahan produk, meliputi substitusi produk, konservasi produk dan perubahan komposisi produk. 5. On site reuse atau upaya penggunaan kembali bahan-bahan yang terkandung dalam limbah, baik yang digunakan kembali sebagai material awal maupun digunakan sebagai material masukan pada proses yang lain (Indrasti dan Fauzi, 2009). Produksi bersih dilakukan pada proses produksi, produk dan pelayanan/jasa, dengan cakupan sebagai berikut: a. Pada proses produksi mencakup efisiensi bahan baku dan energi, mengeliminasi bahan berbahaya, serta mengurangi kuantitas dan daya racun dari semua emisi dan limbah sebelum keluar dari proses. b. Strategi produksi bersih pada produk fokus pada pengurangan dampak dari siklus hidup produk mulai dari ekstraksi bahan baku sampai pembuangan dari produk. c. Produksi bersih pada pelayanan/jasa berupaya mengurangi dampak lingkungan dari jasa yang diberikan selama siklus hidup, mulai dari tahapan desain sistem dan penggunaan sumber daya yang diperlukan untuk menjalankan sistem. Konteks isu lingkungan merupakan tuntutan konsumen terhadap pembangunan berkelanjutan, untuk itu dibutuhkan suatu pemikiran strategik yang mampu mengakomodasi kepentingan semua pihak dengan memberikan perhatian pada aspek lingkungan dan membuat kebijakan yang mendorong terwujudnya pembangunan industri yang berwawasan lingkungan. Produksi bersih bukanlah suatu sistem yang statis dan berhenti hanya pada satu obyek temuan, tetapi improvisasi suatu model ke model yang lainnya seiring kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (Hasibuan et al., 2013). Kajian produksi bersih difokuskan pada proses produksi yang menghasilkan limbah sehingga perlu dilakukan pengujian dan reevaluasi pada tahapan proses produksi tersebut. Kegiatan reevaluasi adalah sebagai berikut: a. Identifikasi sumber (source identification) yang dilakukan dengan inventarisasi material yang masuk dan keluar dari proses yang berkaitan dengan biaya sehingga dihasilkan suatu diagram alir proses yang memungkinkan untuk identifikasi semua sumber limbah dan emisi yang dihasilkan. b. Evaluasi penyebab (cause evaluation) berupa penyelidikan terhadap faktorfaktor yang mempengaruhi volume dan komposisi limbah dan emisi yang dihasilkan dan selanjutnya daftar kemungkinan penyebab limbah dan emisi digunakan untuk menguji semua kemungkinan faktor penyebab yang mempengaruhi volume dan atau komposisi limbah dan emisi. c. Perolehan pilihan yang mungkin diterapkan (option generation) yang dilakukan untuk menghilangkan atau mengontrol setiap penyebab dihasilkannya limbah dan emisi. Pendekatan produksi bersih atau teknikteknik pencegahan dalam konteks konsep digunakan untuk menghasilkan pilihan-pilihan produksi bersih. Pada saat pilihan produksi bersih teridentifikasi, maka selanjutnya dilakukan evaluasi seperti layaknya suatu investasi atau inovasi (Utomo et al., 2007).

11 Produksi bersih yang diterapkan pada berbagai bidang memberikan keuntungan antara lain: 1. Perbaikan proses yang dilakukan dan energi yang dihasilkan. 2. Penghematan bahan baku dan energi sehingga mengurangi biaya produksi. 3. Peningkatan daya saing sebagai akibat penggunaan teknologi baru dan yang telah diperbaiki. 4. Mengurangi kekhawatiran terhadap peraturan yang diterapkan. 5. Mengurangi upaya yang berkaitan penanganan, penyimpanan dan pembuangan bahan-bahan berbahaya. 6. Meningkatkan kesehatan, keselamatan dan moral para pekerja. 7. Meningkatkan citra perusahaan. 8. Mengurangi biaya penanganan limbah yang dihasilkan (UNEP DTIE dan DEPA 2000). Proses Hirarki Analitik (AHP) AHP merupakan suatu model pendukung keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty untuk mengorganisasikan informasi dan judgement dalam memilih alternatif yang paling disukai. Model pendukung keputusan ini akan menguraikan masalah multi faktor atau multi kriteria yang kompleks menjadi suatu hirarki (Marimin, 2004). Prinsip kerja AHP adalah penyusunan hirarki, penilaian kriteria dan alternatif, penentuan prioritas dan konsekuensi logis. Hirarki didefinisikan sebagai suatu representasi dari sebuah permasalahan yang kompleks dalam suatu struktur multi level, yang mana level pertama adalah tujuan, yang diikuti level faktor, kriteria, sub kriteria dan seterusnya ke bawah hingga terakhir dari alternatif. AHP sering digunakan sebagai metode pemecahan masalah dibanding dengan metode lain karena alasan sebagai berikut: 1. Struktur yang berhirarki, sebagai konsekuensi dari kriteria yang dipilih, sampai pada subkriteria yang paling dalam. 2. Memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi inkonsistensi berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh pengambil keputusan. 3. Memperhitungkan daya tahan output dan analisis sensitivitas pengambilan keputusan. Keputusan pilihan perbaikan kinerja lingkungan perusahaan menggunakan metode hirarki proses telah dievaluasi penerapannya pada salah satu pabrik karet remah dan menghasilkan prioritas penghematan energi pada rangkaian proses produksi, disusul perbaikan mutu olah dan minimasi waktu break mesin produksi. Model hirarki ini dipandang cukup praktis dikembangkan dalam menentukan prioritas peningkatan kinerja lingkungan berpasangan, dengan basis pengetahuan untuk perbandingan berpasangan setiap kriteria diadopsi lengkap dari pakar (Hasibuan et al., 2011).

12 MET Matriks (Material cycle, energy uses and toxixity emission matrix) MET matriks yang dikemukakan oleh Brezet dan Van Hemel (1997) merupakan metode kualitatif atau semi kualitatif yang digunakan untuk membentuk profil umum dari masing-masing tahapan. Alat ini mengorganisasikan informasi dari tahapan siklus hidup dengan baik, sebagai langkah awal mengembangkan desain lingkungan (IHOBE, 1999). Matriks ini menggambarkan semua masukan yang digunakan, dampak dari proses yang melibatkan energi, dan semua keluaran yang dihasilkan dengan tujuan menentukan prioritas permasalahan lingkungan selama siklus hidup produk (Byggeth and Hochschorner, 2006). Bentuk lengkap matriks dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 MET matriks Input Bahan mentah dan komponen produksi

Produksi

Distribusi dan rantai pasok

Penggunaan Operasi (fungsi normal) dan Service (perawatan dan perbaikan) End of life system (EOL) Manajemen limbah-recovery disposal

M (material) Semua bahan, suku cadang dan komponen yang diperlukan

E (Energi) Penggunaan energi untuk penemuan bahan mentah Energi untuk refine bahan mentah Penggunaan energi untuk pengangkutan bahan mentah ke pabrik Bahan pelengkap Penggunaan energi pada yang dibeli proses pengerjaan di Bahan tambahan pabrik yang dibeli pada proses produksi Bahan yang digunakan untuk kemasan, elemen dari pengemasan kembali yang digunakan untuk pengangkutan dan distribusi

Output T (emisi) Limbah beracun yang dihasilkan oleh ekstraksi dan pengambilan bahan baku produksi

Limbah beracun yang dihasilkan di pabrik Pengingat dari material yang offcut,reject, dll Konsumsi energi selama Limbah dari pengemasan dan combustion yang pengepakan (signifikan) dihasilkan selama Pengangkutan dari pabrik pengangkutan ke distributor akhir Limbah pengemasan

Penggunaan

Konsumsi energi oleh Sampah produk sepanjang pengggunaan estimasi masa penggunaannya

Konsumsi bahan mentah dan bahan pelengkap pada perlakuan akhir

Energi yang digunakan pada EOL sistem untuk material dan suku cadang (Insinerasi, recycling, dll) Energi untuk mengangkut EOL sistem.

Sumber : Crown, 2010

Limbah beracun yang dihasilkan produk pada EOL Limbah dari pembakaran Recycling dan pembuangan limbah

13 Penelitian Sebelumnya Penelitian Fachrodji et al. (2009) mengenai perbandingan daya saing produk gondorukem di pasar internasional yang menunjukkan bahwa luasan lahan hutan pinus yang disadap, produktivitas hutan pinus, serta produktivitas pekerja penyadap di Indonesia jauh dibawah China dan Brazil, sehingga biaya produksi gondorukem Indonesia lebih tinggi. Untuk mengatasi permasalahan tersebut perlu dilakukan intensifikasi dan ekstensifikasi sadapan, memperbaiki teknik penyadapan, serta perbaikan kesejahteraan pekerja untuk meningkatkan produktivitas. Sepang (2008) melakukan analisis industri dan pemilihan strategi untuk meningkatkan produksi gondorukem Perum Perhutani berdasar teori Porter Diamond dan menggunakan AHP sebagai alat penentuan prioritas strategi. Hasil penelitian menempatkan sumber daya alam sebagai faktor prioritas dalam pemilihan strategi. Riwayati (2005) meneliti pengaruh jumlah absorben karbon aktif dan waktu proses bleaching pada pengolahan gondorukem sebagai alternatif teknologi untuk mengatasi masalah kandungan kotoran atau mineral dan proses pemasakan gondorukem. Penelitian lain yang telah dilakukan di PGT Sindangwangi Perum Perhutani Unit III Jawa Barat-Banten adalah Analisis Biaya Pengolahan Gondorukem dan Terpentin (Artiyanto, 2006) dan Analisis Nilai Tambah dan Profitabilitas Produk Gondorukem dan Terpentin (Yuswandi, 2013).

3 METODE Kerangka Pemikiran Penelitian ini pada dasarnya adalah melakukan kajian terhadap proses produksi industri gondorukem untuk merumuskan kebijakan dalam mengurangi limbah yang dihasilkan dengan memfokuskan pada prioritas dampak lingkungan dan pengurangan limbah dari sumber untuk mencapai efisiensi produksi. Dalam mengkaji terlebih dahulu dilakukan identifikasi area kritis dan sumber yang berpotensi menimbulkan limbah. Identifikasi tersebut berupa identifikasi proses atau kegiatan, aktor dan lokasi. Upaya pokok dari produksi bersih adalah mencegah, mengurangi dan mengeliminasi limbah dengan cara: 1. Menghitung penggunaan bahan kimia dan bahan lainnya serta jumlah limbah yang dihasilkan; 2. Mengidentifikasi penyebab dihasilkannya limbah; 3. Mengidentifikasi kemungkinan-kemungkinan untuk mengurangi limbah; 4. Mengevaluasi kemungkinan-kemungkinan yang layak; 5. Mengimplementasikan kemungkinan terbaik dari penerapan produksi bersih. Keluaran yang diharapkan dari implementasi produksi bersih adalah terjadinya peningkatan efisiensi, kinerja lingkungan dan keunggulan kompetitif.

14 Kajian dilakukan pada pihak-pihak yang terlibat, yaitu pekerja dan manajemen. Berdasarkan hasil kajian tersebut dilakukan perbaikan dalam proses produksi dan aspek lingkungan. Kerangka pemikiran disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Kerangka Pemikiran Tahapan Penelitian Penelitian dilakukan dalam tiga tahap yaitu identifikasi material, energi dan limbah pada semua tahapan proses, penentuan prioritas opsi produksi bersih, serta perumusan strategi. Bagan alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 3. Tahapan penelitian secara rinci yang menjelaskan pihak terkait, metode analisis dan output dapat dilihat pada Tabel 7. Identifikasi material, energi dan emisi Analisisis pendahuluan dilakukan dengan identifikasi sumber yang diikuti dengan evaluasi penyebab. Fokus kajian pada lima komponen yaitu bahan masukan (input), teknologi yang digunakan, pelaksanaan proses, produk dan limbah yang dihasilkan. Kemungkinan jenis pilihan perbaikan yang dihasilkan berupa substitusi bahan baku, modifikasi teknologi, good housekeeping, modifikasi produk yang dihasilkan dan onsite reuse. Metode ini menghasilkan fokus pada pengkajian penerapan produksi bersih tahap berikutnya. Tahapan proses pengolahan dikaji secara lebih rinci dan mendalam untuk mendapatkan informasi tentang masukan yang digunakan pada proses serta keluaran yang dihasilkan. Profil lingkungan yang diperoleh menjadi dasar penentuan opsi-opsi

15 produksi bersih yang dapat diterapkan. Opsi-opsi dikumpulkan dari latur review dan wawancara dengan pelaku industri.

Pengamatan proses pengolahan dan pengumpulan data sekunder

Menyusun matriks material, energi dan limbah

Tidak Matriks lengkap Ya Analisis tahapan proses

Penentuan opsi

Penyusunan kuisioner struktur hirarki

Tidak

Kuisioner lengkap Ya Evaluasi kelayakan dari opsi prioritas

Strategi produksi bersih

Gambar 3 Tahapan Penelitian

16 Tabel 7 Tahapan Penelitian Tahapan Identifikasi material, energi dan emisi pada tahapan proses

Stakeholder Pengelola pabrik Pekerja Pakar

Penentuan prioritas opsi Perumusan strategi

Pakar Pakar

Metode analisis Output Analisis deskriptif 1. Deskripsi tahapan (studi lature, proses, sumber utama survei lapang dan penyebab polusi wawancara lingkungan 2. Kuantitas material dan atau energi yang digunakan 3. Limbah atau cemaran emisi yang dihasilkan 4. Proses penyimpanan dan transportasi yang dilakukan Tahapan potensial Opsi produksi bersih Penentuan kriteria Prioritas faktor dan opsi Kuisioner AHP produksi bersih Analisa kelayakan Strategi produksi bersih teknis, ekonomi dan lingkungan

Penentuan prioritas opsi Langkah selanjutnya adalah menyusun struktur hirarki produksi bersih yang terdiri dari tiga level yaitu tujuan, kriteria dan alternatif. Implementasi produksi bersih berupaya memadukan strategi produksi bersih untuk mengembangkan pabrik gondorukem yang lebih efisien dari sisi produksi dan mengurangi dampak lingkungan. Penentuan prioritas dengan menggunakan pendapat pakar yang memahami proses pengolahan di pabrik maupun permasalahan utama pada industri gondorukem bertujuan untuk mendapatkan opsi yang dapat diterima dari sisi produksi maupun lingkungan. Tingkat kepentingan menunjukkan tingkatan atau prioritas opsi produksi bersih yang dapat diterapkan pada agroindustri gondorukem. Tingkat kepentingan diperoleh dari kuisioner yang diisi oleh pakar pada bidang pengolahan getah pinus dan diolah dengan menggunakan tools Expert Choice. Kuisioner disusun sebagai perbandingan berpasangan untuk menentukan daya saing dan rangking opsi produksi bersih. Pendapat pakar yang diperoleh sangat dipengaruhi sudut pandang, pengalaman dan pendidikan dari masing-masing pakar. Untuk menentukan konsistensi perbandingan berpasangan dihitung indeks konsistensi. Tahapan penentuan indeks konsistensi dapat dilihat pada Gambar 4.

17 Mulai Penilaian matriks pendapat oleh pakar

Tidak

Rasio konsistensi sesuai Ya

Penghitungan vektor prioritas individu

Menyusun matriks gabungan

Pengolahan horisontal

Vektor prioritas

Selesai Gambar 4 Penentuan indeks konsistensi Pakar terdiri dari 3 orang dengan keahlian di bidang pengolahan hasil hutan pinus di lapangan dan di pabrik, yaitu : 1. Kepala urusan produksi PGT Sindangwangi Nagrek sebagai pakar praktisi lapangan dan pabrik. 2. Dosen pengolahan hasil hutan sebagai pakar akademisi. 3. Peneliti badan litbang kehutanan pada pusat penelitian pengolahan hasil hutan sebagai pakar peneliti. Perumusan strategi produksi bersih Nilai hasil pembobotan dari kriteria dan rangking masing-masing opsi produksi bersih kemudian dianalisis kelayakan ekonomi dan teknis untuk disusun menjadi strategi. Kriteria yang digunakan untuk analisis kelayakan teknis dapat dilihat pada Tabel 8.

18 Tabel 8 Kriteria analisis kelayakan teknis Proses

Bahan Peralatan Tenaga Kerja

Kesesuaian prosedur operasi dengan kondisi Peningkatan efisiensi proses Kesesuaian produksi dengan kondisi Kualitas produk dapat dipertahankan Kapasitas utilitas yang tersedia Efisien dalam penggunaan bahan Ketersediaan tempat Perawatan mesin Sistemnya aman bagi pekerja Tersedia sumber daya manusia

Sumber : Indrasti dan Fauzi (2009)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Material, Energi dan Emisi pada Tahapan Proses Tahapan proses produksi pada dasarnya adalah pemisahan kotoran getah dan pemasakan dengan distilasi uap. Bahan pembantu yang digunakan adalah air, minyak terpentin dan asam oksalat. Bagan alir proses produksi gondorukem dapat dilihat pada Gambar 5. Proses pengolahan getah pinus menjadi gondorukem dibagi menjadi 5 tahapan utama, yaitu penerimaan dan pengujian getah, pengenceran, pencucian, pengendapan dan pemasakan, serta tahapan tambahan berupa pengolahan di bak limbah. Penerimaan dan Pengujian Tahap pertama pada pabrik pengolahan adalah penerimaan dan pengujian getah. Getah dari KPH diterima pada lokasi penerimaan getah yang terintegrasi dengan penimbangan dan bak getah. Getah ditimbang berat masing-masing drumnya, kemudian dilakukan pengujian secara visual sebelum dituangkan ke dalam bak getah. Pengujian dilakukan untuk menentukan mutu getah pinus yang menjadi dasar perlakuan proses selanjutnya. Getah yang secara visual tidak sesuai dengan standar mutu I dan II maka getah tersebut tidak diterima atau ditolak uji laboratorium. Pengambilan sampel uji laboratorium dilakukan secara acak dengan menggunakan alat pengambil contoh uji yang berbentuk seperti penggaris dengan penampung di bagian ujung. Alat pengambil contoh uji dimasukkan sampai dasar drum, diaduk, kemudian diangkat. Jumlah sampel pengujian laboratorium yang diambil menurut SNI adalah sebesar 10-20 % dari total pengiriman getah, namun di lapangan biasanya diambil 1 kg per TPG. Pengujian yang dilakukan meliputi kadar air dan kadar kotoran.

19

Pengangkutan dengan Truk KPH

BOILER

Uap panas Uap panas Terpentin 1000 l/batch

-

Asam oksalat 3kg/tangki Air dari tangki pengumpan

Penerimaan dan pengujian

Pengujian 1 kg/ TPG

Penampungan pada bak getah

Ceceran getah

Pengenceran

Limbah padat/seresah

Penyaringan

Endapan

Pencucian 1

Limbah cair Endapan

Pencucian 2

Limbah cair Endapan

Penampungan Pemasakan

Uap panas

Air, Endapan/jonjot Air

Gondorukem dan terpentin

Gambar 5 Tahapan proses produksi gondorukem Permasalahan pada tahapan ini adalah ceceran getah pinus di lokasi penerimaan akibat bongkar muat dari truk dan kegiatan penimbangan. Pada periode tutupan terjadi penumpukan truk yang bongkar muatan di lokasi penerimaan sehingga menimbulkan antrian panjang dan ceceran pada sepanjang jalur masuk pabrik ke tempat penerimaan. Selain itu pengiriman yang terakumulasi pada periode tertentu mengakibatkan bak penampung penuh dan sebagian ditempatkan di ruang terbuka yang menyebabkan penurunan mutu getah. Permasalahan lain adalah fungsi pengujian kurang efektif akibat letak laboratorium pengujian getah yang jauh dari lokasi penerimaan, sehingga hasil

20 pengujian laboratorium tidak dipakai sebagai dasar penuangan getah berdasar jenis mutunya. Pengenceran Tahapan kedua pengolahan getah adalah pengenceran yang bertujuan untuk mempermudah pemisahan kotoran dan proses penyaringan. Pengenceran dilakukan pada tangki melter dengan kapasitas 3000 l. Pengenceran larutan getah dilakukan dengan menambahkan 1000 l terpentin melalui ball valve terpentin ke dalam tangki pengenceran, kemudian membuka knife valve talang getah untuk mengisi getah ke dalam tangki sampai batas gelas penduga. Tangki dilengkapi dengan pengaduk agar larutan getah homogen. Pemanasan getah dilakukan pada suhu 60 0C sampai dengan 80 0C selama 10-15 menit. Langkah selanjutnya adalah melakukan filtrasi larutan getah dengan membuka valve output, kemudian menekan kran steam penekan sampai batas penekanan maksimal 1,5-2 atm. Jika filtrasi sampai dengan 2 atm mengalami hambatan maka dilakukan pengadukan getah dan difiltrasikan sampai habis. Selanjutnya ball velve output ditutup dan ball valve ventilasi dibuka. Setelah 2 batch filtrasi dilakukan pembukaan manhole di bagian bawah tangki untuk membuang kotoran, seresah dan tanah secara manual. Kotoran tersebut ditampung dalam drum dan diletakkan di lokasi penyimpanan limbah padat untuk diambil pihak ketiga. Permasalahan pada tahap pengenceran adalah keterbatasan jumlah tangki melter sehingga produksi harus berhenti saat dilakukan pengambilan limbah padat yang berada di dasar tangki secara manual, serta tidak adanya talang ukur untuk mengetahui secara pasti jumlah getah yang masuk ke tangki untuk diolah. Pencucian Tahap ketiga adalah pencucian yang dilakukan pada tangki settler dengan mencampurkan larutan getah dengan asam oksalat (H2C2O4) yang berfungsi mengikat ion Fe dan memudahkan pemisahan kotoran halus. Ion besi akan membentuk endapan besi oksalat dengan reaksi sebagai berikut: H2C2O4 ! H+ + C2O42+ Fe3+ + 3 C2O42- ! (Fe(C2O4)3)3+ Jumlah asam oksalat yang ditambahkan harus tepat supaya Fe terikat sempurna (Vogel, 1990). Tangki settler berjumlah 2 buah dengan kapasitas total 5000 l. Tangki pencucian disiapkan untuk menerima larutan getah dari tangki pengenceran. Air pencuci larutan getah disiapkan pada tangki air umpan washer. Langkah pertama pada tabung pencucian adalah melakukan pengendapan getah minimal selama 6 menit, kemudian air dan kotoran yang keluar dibuang sampai bersih. Getah yang telah melalui proses blowdown atau pemisahan endapan, yaitu metode pemisahan air dengan getah berdasar perbedaan berat jenis, dicuci kembali menggunakan air yang dialirkan dari tangki air umpan washer sebanyak 200 l (Artiyanto, 2006). Penambahan asam oksalat menggunakan perbandingan antara 1,75 kg/ton sampai dengan 2,5 kg/ton sesuai dengan kondisi larutan getah sambil diaduk dengan agitator dari pengaduk selama 5 menit dengan kecepatan 1.500 rpm pada suhu 60 0C-80 0C. Setelah proses pengadukan kemudian dilakukan pengendapan selama 10 menit sehingga diperoleh 3 lapisan, yaitu

21 lapisan atas berupa lapisan getah, lapisan tengah berupa lapisan kotoran halus/jonjot, dan lapisan bawah berupa air. Blowdown kedua dilakukan untuk membuang kotoran dan air menuju kolam limbah. Kotoran halus dan air dibuang dengan membuka knop pada tangki pencucian, dengan memanfaatkan perbedaan berat jenis dari air dan larutan getah. Permasalahan pada tahapan ini adalah keterbatasan kapasitas tangki pencucian sehingga hanya dapat menampung larutan getah dari satu kali proses pengenceran, akibatnya pengendapan yang dilakukan kurang optimal. Pengendapan Tahapan keempat adalah pengendapan yang berfungsi menyaring kotoran yang masih tersisa. Pengendapan dilakukan pada tangki penampung dengan kapasitas 7000 l. Tangki penampung ini berfungsi menampung larutan getah dari tangki pencucian yang selanjutnya akan dikirim ke tangki pemasak, sekaligus sebagai ukuran jumlah larutan getah yang akan dimasak. Tangki penampung juga berfungsi untuk menampung getah yang terbuang pada proses blowdown, yaitu dengan ditarik masuk dari kolam limbah ke dalam tangki penampung, kemudian diendapkan beberapa saat untuk memisahkan getah dari air dan kotoran. Pemasakan Tahapan kelima adalah pemasakan. Proses pemasakan larutan getah menjadi gondorukem dan terpentin pada dasarnya prinsipnya menggunakan metode destilasi uap yaitu pemisahan berdasarkan titik didih. Metode distilasi uap adalah metode penyulingan cairan yang tidak saling campur dengan air yaitu dengan menghembuskan uap panas ke dalamnya. Pengontrolan dilakukan pada kaca pengamat untuk mencegah terbawanya larutan getah ke tangki kondensor dan melakukan peludangan (canning) atau pengemasan tangki gondorukem. Ketel pemasak yang menunjukkan vakum pada 5-40 cmHg menjadi indikator pembukaan ball valve input untuk pengisian getah ke dalam tangki pemasak menggunakan motor pompa tangki pemasak. Getah pinus hasil penyaringan yang dipompakan ke dalam ketel pemasak kemudian dipanaskan pada suhu 160-165 0C dengan vacum menunjukkan 40-60 cmHg selama kurang lebih 3 jam sehingga matang menjadi gondorukem. Cairan gondorukem hasil pemasakan diuji oleh quality control untuk mengetahui mutunya setelah dimasukkan ke dalam kaleng. Kaleng kemasan gondorukem mempunyai berat bersih 240 kg dan bertuliskan nomor masak, nomor kaleng dan mutu gondorukem. Selanjutnya kaleng diletakkan di gudang penyimpanan gondorukem untuk menunggu proses pengangkutan. Terpentin merupakan hasil atas proses distilasi dan pemanasan larutan getah. Uap terpentin mulai terbentuk pada suhu 90-100 0C karena adanya tekanan vakum pada tangki. Uap dialirkan menuju kondensor untuk didinginkan dengan air dan berubah menjadi cairan yang terdiri dari air dan minyak terpentin. Cairan dialirkan ke separator untuk memisahkan minyak terpentin dengan air. Berat jenis air lebih besar sehingga air berada di bawah dan dialirkan ke tangki kondensat. Sementara minyak terpentin yang berada di atas akan masuk ke tangki terpentin I. Dari tangki terpentin I, terpentin dikirim ke tangki terpentin II yang mempunyai pipa atas dan pipa bawah. Terpentin yang mengalir ke tangki bawah digunakan dalam proses pengenceran getah, sedangkan pipa yang di atas

22 mengalirkan terpentin ke dehidrator. Pada dehidrator ditambahkan garam industri dengan tujuan mengikat air yang masih terkandung pada terpentin. Terpentin pada tangki ini diuji berat jenis dan kejernihannya, kemudian terpentin yang lolos pengujian dikirim ke tangki terpentin produk. Pengolahan limbah Tahapan keenam adalah pengolahan limbah. Pemisahan larutan getah limbah, air asam dan kotoran dilakukan pada bak limbah. Larutan getah limbah dari bak limbah dipindahkan ke tangki penampung getah untuk didaur ulang ke tangki pengendapan atau ke anak bak getah. Air asam yang masih panas didinginkan dengan menggunakan motor pompa, kemudian dialirkan ke IPAL. Aplikasi produksi bersih yang sudah dilakukan pabrik adalah pengolahan kembali jonjot menjadi gondorukem hitam, penarikan kembali limbah cair yang masih mengandung getah untuk diolah menjadi gondorukem, serta penghilangan proses pemanasan awal yang bertujuan mengencerkan getah sebelum masuk ke tangki pengenceran. Perhitungan neraca massa dan neraca energi dilakukan terhadap tahapan proses produksi untuk mendapatkan arus keluar dan masuk bahan, energi dan limbah yang dihasilkan pada proses produksi. Analisis lengkap terdapat pada Lampiran 4 dan Lampiran 5, flowchart dapat dilihat pada Gambar 6. Perhitungan neraca massa dan neraca energi digunakan sebagai bahan menyusun matriks untuk mengidentifikasi tahapan mana yang menghasilkan limbah dan mengevaluasi penyebabnya. MET matriks yang menjelaskan arus keluar masuk bahan, energi dan limbah yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 9. Berdasar MET matriks, jumlah limbah yang dihasilkan menempatkan tahap penerimaan, pengujian dan penuangan ke bak limbah, tahap pengenceran, tahap pencucian dan tahapan pengolahan limbah sebagai sumber penghasil limbah. Limbah yang dihasilkan tahapan penerimaan, pengujian dan penuangan ke bak getah adalah ceceran getah pinus akibat pengangkutan menuju ke lokasi penerimaan, handling dari angkutan ke penimbangan, handling dari penimbangan ke lokasi penuangan bak getah, serta ceceran akibat penumpukan truk pengangkut pada periode tutupan sehingga lokasi penerimaan dan bak getah menjadi kelebihan kapasitas. Jumlah kehilangan getah akibat ceceran pada tahapan ini rata-rata mencapai 1 % dari total getah dikirim ke pabrik. Limbah yang dihasilkan pada tahapan pengenceran merupakan limbah padat berupa kulit, kayu dan seresah yang dipisahkan dari larutan getah yang telah diencerkan. Limbah padat tersebut berbanding lurus dengan kadar pengotor getah. Pengambilan limbah padat dari tangki pengenceran dilakukan tiap 2 batch dan rata-rata menghasilkan limbah padat 140 kg. Proses pengolahan getah rata-rata dilakukan 9 batch/hari sehingga diperoleh limbah padat 630 kg/hari. Limbah yang dihasilkan pada tahapan pencucian berupa limbah cair dengan kandungan getah dan endapan/jonjot. Limbah cair yang diblowdown sebesar 2.270 kg/hari dan endapan/jonjot sebesar 108 kg/hari. Limbah yang dihasilkan pada tahapan pencucian ini masih mempunyai kandungan getah pinus yang dapat diolah menjadi gondorukem, sehingga dilakukan upaya penarikan kembali kandungan getah dari kolam penampung limbah ke tangki pencuci.

23 Getah 45.000 kg (100 %)

Sampel uji 6 kg (0,01 %) Bak getah

Terpentin 7.785 kg (14,8 %)

Ceceran 450 kg (1 %) Getah 44.544 kg (98,9 %) Limbah padat 630 kg (1,2 %) Tangki pengenceran Getah 51.699 kg (98,8 %)

Asam oksalat 91 kg (0,17 %)

Endapan 107,94 kg (0,2%) Tangki pencucian Air 3.869,98 kg (7,2 %)

Air 1.800 kg (3,4 %) Getah 49.612 kg (92,6 %)

Endapan 992,24 kg (2 %)

Tangki pengendapan Air 1.984,48 kg (4 %) Getah 46.635 kg (93,9 %)

Tangki pemasakan Terpentin 5.400 kg (12 %) Air 1.865,41 (4 %) Limbah cair 12.369,94 kg (27,49 %) Gondorukem 27.000 kg ( 60 %)

Gambar 6 Flowchart Neraca Massa

24 Tabel 9 Matriks material, energi dan limbah dengan basis kapasitas produksi harian sebesar 45 ton getah Input Tahapan Proses

Pemasakan

Energi (kkal/ jam)

Bahan (kg)

Penerimaan, Getah pengujian dan penuangan ke bak getah Pengenceran Getah (kadar terpentin 25 %) Terpentin Pencucian Larutan getah Asam oksalat Air Pengendapan Larutan getah Larutan getah

Output Bahan dan Limbah (kg)

Energi (kkal/ jam)

45.000

Getah Ceceran Sampel

44.544 450 6

44.544

3.769 Larutan (kadar terpentin 36,6 %) Limbah padat 4.103 Larutan getah

51.699

44.605

630 49.612

44.639

7785 51.699 91 1800 49.612

46.635

Endapan Air Larutan getah Air Endapan 3.605 Gondorukem Terpentin Air Limbah cair

108 3.870 46.635 1.984 992 27.000

71.231

5.400 1.865 12.370

Sumber : Lampiran 4 perhitungan neraca massa dan Lampiran 5 neraca energi

Pada kolam penampung limbah dilakukan penarikan kembali getah yang terkandung pada limbah ke tangki pencuci, pengambilan jonjot yang mengandung getah untuk diolah menjadi gondorukem hitam secara manual, serta mengirim air asam ke IPAL. Kandungan getah yang tertahan pada dasar kolam penampung limbah dan tidak tertarik kembali ke tangki washer pada proses penarikan kembali kandungan getah serta kandungan getah yang terkandung dalam jonjot menyebabkan adanya getah yang terbuang. Evaluasi dilakukan pada tahapan yang menjadi sumber penghasil limbah tersebut sehingga diperoleh penyebab dan peluang alternatif yang mungkin dilaksanakan. Evaluasi dilakukan dengan wawancara dan menggali informasi dari manajemen pabrik dan operator produksi terkait, sehingga diperoleh jenis peluang opsi produksi bersih yang dapat direkomendasikan. Pemetaan masalah, evaluasi penyebab dan opsi produksi bersih yang direkomendasikan dapat dilihat pada Lampiran 7. Permasalahan utama dari hasil evaluasi dan rekomendasi opsi produksi bersih dapat dilihat pada Tabel 10.

25 Tabel 10 Permasalahan dan analisis peluang opsi produksi bersih No

Permasalahan

1

Mutu getah dari KPH tidak sama dan tidak tersortir dengan baik, kadar kotoran dan kadar air yang tinggi menimbulkan limbah padat dan cair Penumpukan getah pada akhir periode mengakibatkan kapasitas pemasakan harian tidak terpenuhi Penumpukan getah pada lokasi penerimaan menyebabkan ceceran dan pengujian menjadi kurang optimal Lokasi bak cadangan jauh dan terpisah dari bak getah sehingga memerlukan perlakuan penyimpanan lebih banyak dan ceceran Ruang pengujian laboratorium terhadap getah terpisah jauh dari lokasi penuangan getah sehingga hasil pengujian tidak efektif Suhu pemanas yang mengalir pada bak getah tidak diketahui

2 3

4

5

6 7

8

9 10

11

Volume getah masuk tangki pengenceran tidak terukur secara akurat, dihitung menggunakan volume tangki dan hasil handling pada bak getah Pembersihan kotoran pada tangki pencucian dengan membuka manhole di bagian bawah sehingga tangki harus dalam kondisi mati Pengendapan tangki pencucian kurang optimal sehingga potensi getah terbawa ke dalam limbah tinggi Masih terdapatnya kandungan gondorukem pada limbah yang terperangkap pada dasar kolam limbah Kurangnya perhatian atas kebersihan dan keselamatan kerja di dalam pabrik

Keterangan : 1 = Faktor bahan baku 2 =Faktor alat/mesin 3 = Faktor metode/cara 4 = Faktor manusia/skill

Identifikasi Penyebab 1 2 3 ! !

4 !

!

!

!

!

!

!

!

Rekomendasi Pelaksanaan Produksi Bersih Pelatihan standar mutu dan pengawalan dalam proses penerimaan getah (good housekeeping) Pengaturan jadwal pengiriman getah (good housekeeping) Perluasan lokasi penerimaan dan bak penampung getah (modifikasi proses) Perluasan lokasi penerimaan dan bak penampung getah (modifikasi proses) Pembuatan ruang pengujian dekat dengan lokasi bak penampung (modifikasi proses) Pemasangan alat pengukur suhu pada bak getah (modifikasi proses) Pemasangan talang ukur pada tangki proses (modifikasi proses)

!

!

!

!

!

!

Penambahan tangki proses (modifikasi proses)

!

!

Penambahan tangki proses (modifikasi proses)

!

!

Pemasangan dasar kolam limbah yang tidak menahan getah (modifikasi proses) Penggunaan sepatu boot dan masker (Good housekeeping)

!

!

26 Evaluasi yang dilakukan meliputi penyebab timbulnya limbah, rekomendasi teknik produksi bersih yang dapat dilakukan, rekomendasi pelaksanaan produksi bersih yang dapat dilakukan, serta level pelaksanaan dari rekomendasi yang diajukan. Pada tabel permasalahan dan analisis peluang terdapat sebelas permasalahan utama penghasil limbah dan potensi kerugian dengan sepuluh rekomendasi pelaksanaan produksi bersih berupa good housekeeping dan modifikasi proses. Modifikasi proses yang direkomendasikan berupa penambahan alat proses, perluasan lokasi proses dan pemasangan talang pengukur. Permasalahan utama penghasil limbah tersebut merupakan permasalahan yang spesifik pada pabrik yang bersangkutan, kemudian dilakukan perbandingan berdasar literatur dan wawancara dengan pihak manajemen terkait hubungan permasalahan tersebut dengan pabrik gondorukem yang lain, sehingga diperoleh permasalahan yang dapat terjadi pada pabrik gondorukem lain dengan kondisi serupa. Proses pengolahan pada pabrik gondorukem pada dasarnya adalah sama yaitu dimulai dari penerimaan dan pengujian, dilanjutkan dengan pengenceran getah dan pencucian, kemudian dilakukan pengendapan sebelum dimasak dalam tangki pemasakan. Berdasarkan hasil evaluasi permasalahan utama penyebab limbah dan teknik yang mungkin dilakukan maka peluang produksi bersih yang direkomendasikan adalah sebagai berikut : 1. Pelatihan standar mutu dan pengawalan getah. 2. Pengaturan jadwal pengiriman getah. 3. Perluasan lokasi penerimaan dan bak penampung getah. 4. Pembuatan tempat pengujian getah yang berdekatan dengan lokasi penuangan. 5. Pemasangan alat pengukur suhu pada bak getah. 6. Pemasangan talang ukur pada tangki proses. 7. Penambahan tangki proses pengenceran. 8. Penambahan tangki proses pencucian. 9. Pemasangan dasar kolam limbah yang tidak menahan getah. 10. Sosialisasi dan pemasangan rambu keselamatan kerja. Penentuan Prioritas Opsi Produksi Bersih Opsi produksi bersih yang telah diperoleh kemudian disusun menjadi suatu alternatif dalam struktur hirarki dengan faktor yang digunakan adalah 3 kriteria kelayakan produksi bersih, yaitu aspek teknis, aspek ekonomi dan aspek lingkungan. Struktur hierarki terdapat pada Gambar 7. Menurut Saaty, 1980 dan Kusrini, 2007, penilaian perbandingan dikatakan konsisten jika CR tidak lebih dari 0,10. Konsistensi sampai batas tertentu dalam menetapkan prioritas adalah perlu untuk memperoleh hasil-hasil yang sahih dalam dunia nyata. AHP mengukur konsistensi menyeluruh dari berbagai pertimbangan melalui suatu rasio konsistensi. Nilai rasio konsistensi harus 10 % atau kurang. Jika nilai rasio konsistensi lebih dari 10% penilaiannya masih acak dan perlu diperbaiki (Marimin, 2004). Dalam penelitian ini nilai CR dari perbandingan berpasangan antar setiap atribut dalam kriteria bernilai <0,1 sehingga penilaian perbandingan kriteria dan alternatif produksi bersih sudah konsisten dan tidak memerlukan revisi penilaian.

27

Pelatihan standar mutu dan pengawalan mutu getah Pengaturan jadwal pengiriman

Aspek Teknis

Perluasan lokasi penerimaan dan bak getah Pembuatan laboratorium uji getah yang berdekatan dengan bak getah

Meningkatkan kinerja industri gondorukem melalui implementasi produksi bersih

Aspek Ekonomi

Pemasangan alat pengukur suhu pada bak getah Pemasangan talang ukur pada tangki proses

Aspek Lingkungan

Penambahan proses pengenceran

tangki

Penambahan proses pencucian

tangki

Pemasangan dasar kolam limbah yang tidak menahan getah

Sosialisasi pemasangan keselamatan kerja Tujuan

Faktor

Strategi

Gambar 7 Struktur hirarki opsi produksi bersih industri gondorukem

dan rambu

28 Perbandingan berpasangan terhadap faktor kriteria produksi bersih dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Prioritas faktor/kriteria produksi bersih Analisis perbandingan terhadap faktor yaitu kriteria produksi bersih menunjukkan bahwa pertimbangan yang menjadi prioritas dalam pemilihan opsi produksi bersih yang dapat diterapkan adalah kelayakan opsi tersebut secara teknis dengan bobot 0,49, yaitu kesesuaian prosedur dengan kondisi yang ada pada pabrik dan kondisi industri gondorukem pada umumnya. Kriteria kelayakan teknis yang menjadi pertimbangan adalah proses, bahan, mesin dan manusia. Dari sisi proses memperhatikan kesesuaian prosedur operasi dengan kondisi dan peningkatan efisiensi proses. Dari sisi bahan adalah mempertahankan mutu bahan dan kapasitas utilitas yang tersedia, serta efisiensi penggunaan bahan. Dari sisi mesin atau peralatan berupa ketersediaan tempat dan perawatannya. Sementara dari aspek SDM adalah ketersediaan SDM dan keamanan sistem bagi pekerja. Kondisi teknis yang mempengaruhi penentuan prioritas adalah kapasitas produksi pabrik, luas pabrik, peralatan yang tersedia, lingkungan kerja, topografi lokasi yang berbukit serta sumber daya manusia yang tersedia. Kondisi industri gondorukem yang sedang berkembang dan investasi peralatan yang bernilai tinggi juga menjadi pertimbangan. Analisis perbandingan berpasangan terhadap opsi produksi bersih dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9 Prioritas Opsi Produksi Bersih

29 Rasio konsistensi dari perbandingan berpasangan terhadap prioritas opsi produksi bersih adalah 0,05 sehingga penilaian perbandingan opsi produksi bersih sudah konsisten dan tidak memerlukan revisi penilaian. Prioritas opsi produksi bersih berdasarkan skor AHP adalah pengaturan jadwal pengiriman dengan nilai 0,216, opsi kedua adalah pelatihan standar mutu dan pengawalan pengiriman getah dengan nilai 0,155, dan opsi ketiga adalah sosialisasi dan pemasangan rambu keselamatan kerja yang artinya ketiga opsi tersebut memberikan dampak penurunan limbah yang paling signifikan sehingga berdampak pada efisiensi produksi. Evaluasi Kelayakan Terhadap Prioritas Opsi Produksi Bersih Evaluasi Kelayakan Prioritas Pertama Prioritas opsi pertama adalah pengaturan jadwal pengiriman merupakan opsi untuk mengatasi permasalahan bahan baku akibat pengiriman getah yang diakumulasikan mendekati periode tutupan. Permasalahan bahan baku merupakan masalah yang berperan penting dalam industri gondorukem. Analisis industri dan pemilihan strategi untuk meningkatkan produksi gondorukem yang dilakukan Sepang (2008) menyatakan bahwa faktor prioritas dalam pemilihan strategi adalah sumber daya alam atau bahan baku industri gondorukem. Getah pinus yang dihasilkan dan dikirimkan masing-masing KPH ke PGT dipengaruhi luasan hutan produksi pinus, musim, dan jarak KPH ke TPG. Getah pinus sangat dipengaruhi musim, pada musim hujan produksi getah cenderung menurun karena suhu udara yang relatif dingin sehingga menghambat keluarnya getah. Jadwal pengiriman disesuaikan dengan kemampuan masing-masing KPH menghasilkan getah untuk dikirim ke PGT. Potensi dampak yang dapat diminimalisasi dengan opsi tersebut adalah tidak terpenuhinya target kapasitas produksi 45 ton getah/hari, ceceran getah akibat antrian dan penumpukan truk pengiriman, ceceran getah akibat pengangkutan dari bak cadangan ke talang penuangan, adanya getah yang tidak tertampung pada bak penyimpan, perlakuan penyimpanan pada getah yang tidak tertampung pada bak penyimpan. Getah pinus yang dikumpulkan TPG harus diangkut ke pabrik gondorukem dan terpentin dalam jangka waktu tidak boleh lebih dari 7 hari (Syamsu, 2009) untuk menghindari penurunan mutu getah yang signifikan. Dengan pengaturan jadwal penerimaan di PGT sesuai kemampuan pengiriman masing-masing KPH dapat diminimalisasi penumpukan pengiriman pada satu periode yang menyebabkan tingginya ceceran dan pencampuran getah dengan bahan pengotor selama proses antrian dan penyimpanan di luar bak getah. Jumlah ceceran yang dihasilkan tahapan penerimaan dan pengujian dapat mencapai 1 % dari total getah yang dikirim. Berdasarkan kapasitas angkut optimal truk besar sebesar 5 - 7,5 ton, dan data pengiriman getah dari masing-masing KPH tahun 2013 yang dapat dilihat pada Lampiran 1, dapat dihitung kemampuan pengiriman masing-masing KPH ke PGT sebagai berikut:

30 Tabel 11 Kemampuan pengiriman KPH ke PGT KPH Bogor Sukabumi Cianjur Bandung Utara Bandung Selatan Garut Tasikmalaya Ciamis Majalengka Kuningan Sumedang Purwakarta

Kemampuan melakukan pengiriman Per 10 hari Per hari Per 2 hari Per 3 hari Per 2 hari Per 2 hari Per 3 hari Per 2 hari Per 5 hari Per 3 hari Per 2 hari Per 6 hari

Sumber : Lampiran perhitungan kemampuan pengiriman

Berdasar perhitungan neraca massa, kehilangan getah mencapai 450 kg getah/hari pada periode tutupan. Nilai kehilangan= 450

kg hari periode bulan x2 x2 x 12 hari periode bulan tahun =21.600'kg/tahun

Nilai pencegahan kehilangan =

21.600 kg/tahun 27 ton/hari x 312 hari/tahun kg getah =2,56! ! ton gondorukem

Dengan mengacu pada harga getah tahun 2013 sebesar Rp3.090,-/kg (Yuswandi, 2013) maka potensi kehilangan getah yang dapat diminimalkan dengan mengatur jadwal penerimaan getah di pabrik adalah sebesar Rp7,91/kg gondorukem atau setara Rp66.633.840,-/tahun. Pengaturan jadwal penerimaan getah dari KPH di pabrik dapat dilakukan dengan kebijakan pengelola pabrik, namun pengaturan jadwal pengiriman lebih rinci dari masing-masing TPG ke PGT memerlukan keterlibatan pihak eksternal pabrik yaitu KPH dan Perhutani sebagai induk pengusahaan hutan produksi pinus dan pabrik gondorukem. Kendala-kendala di lapangan terhadap jadwal pengiriman dari masing-masing TPG adalah sebagai berikut: 1. Struktur organisasi penghasil getah pinus di lapangan terdiri atas 12 KPH yang membawahi kurang lebih 60 BKPH. Masing-masing BKPH membawahi RPH, dan masing-masing RPH membawahi TPG. Pemasok getah pinus PGT Sindangwangi terdiri atas ribuan TPG yang tersebar di 12 KPH. Sebaran lokasi TPG di Jawa Barat yang mempunyai topografi berbukit menyebabkan lokasi dan luasan TPG dapat terpaut jauh dari TPG lainnya. Pemetaan TPG mengalami kendala karena dapat terjadi TPG bergerak maupun TPG non aktif, yaitu TPG yang menghasilkan pada tahun kemarin

31 menjadi tidak menghasilkan tahun ini. Kondisi tersebut menyebabkan pengaturan jadwal pengiriman dari masing-masing TPG membutuhkan koordinasi dengan KPH terkait pemetaan lokasi dan kemampuan produksi TPG penghasil getah. 2. Kebiasaan penyadap untuk melakukan pembaruan luka sadap (koakan) 3 hari sekali dan pemungutan 10 hari sekali menyebabkan jadwal pengiriman dibawah 10 hari sulit dilaksanakan sehingga membutuhkan manajemen penyadapan yang baik dari KPH. 3. Adanya TPG kecil yang tidak memungkinkan untuk mencapai kuota pengiriman menyebabkan perlakuan dan biaya tambahan yaitu melangsir getah yang dihasilkan TPG kecil ke TPG gabungan untuk diangkut ke pabrik, sehingga menambah waktu perjalanan getah dari hutan ke pabrik yang menurunkan mutu getah dan menambah biaya perolehan bahan baku pabrik berupa getah. Biaya langsir dari TPG kecil ke TPG gabungan adalah sebesar Rp170,-/kg getah. 4. Truk yang digunakan untuk pengangkutan dari TPG ke pabrik merupakan milik pihak ketiga, sehingga getah dikumpulkan sampai mencapai volume minimal 5 ton baru dikirim ke pabrik untuk efisiensi biaya pengangkutan. Dampak lain dari penerapan opsi ini adalah pencegahan kelebihan kapasitas pada bak getah yang kapasitas maksimalnya hanya sebesar 462.956 kg getah (Lampiran 6). Rekapitulasi stok getah sampai dengan pertengahan tahun 2014 (Lampiran 2) menunjukkan penerimaan getah tertinggi terjadi pada bulan Juli yang mencapai total stok 685.106 kg, sehingga terdapat getah yang tidak tertampung sebesar 222.150 kg. Perlakuan tambahan berupa pengangkutan dari penyimpanan sementara ke bak getah memerlukan biaya upah angkut, mengacu harga upah bongkar/timbang harian untuk penuangan ke bak getah Rp8,25/kg getah (Yuswandi, 2013), maka biaya tambahan untuk perlakuan pengangkutan dan penuangan getah yang tidak tertampung di bak getah dapat mencapai Rp1.832.737,-. Aspek kelayakan lingkungan dengan dilaksanakannya opsi ini adalah penurunan jumlah limbah getah terbuang atau tercecer sebesar 21.600 kg/tahun. Pencemaran getah pinus pada perjalanan dan lokasi penerimaan menyebabkan kotoran dan bau yang menyengat, sementara sifat dasar getah pinus hanya dapat dibersihkan menggunakan pelarut organik seperti terpentin dan solar sehingga membutuhkan biaya untuk membersihkannya. Penyimpanan getah yang tidak tertampung pada bak getah pada periode tutupan dilakukan dengan menumpuk drum getah di halaman pabrik sehingga menyebabkan banyaknya getah tercecer, masuknya kotoran ke dalam getah, serta bau getah yang menyengat. Dampak penerapan prioritas opsi produksi bersih pengaturan jadwal pengiriman getah pinus ke pabrik dapat dilihat pada Tabel 12.

32 Tabel 12 Dampak penerapan prioritas opsi produksi bersih pengaturan jadwal pengiriman getah Jenis Pencegahan kehilangan bahan baku

Keterangan Dapat menghilangkan potensi kehilangan getah akibat ceceran dan handling pada periode tutupan sebesar 2,56 kg/ton gondorukem atau setara dengan Rp7.910,-/ton gondorukem Pencegahan penurunan mutu dan Penyimpanan getah di luar bak waktu simpan getah lebih pendek getah menyebabkan getah mudah tercampur kotoran dari luar berupa daun, ranting, air hujan, serta memperpanjang waktu tunggu getah untuk diolah. Penghilangan biaya tenaga Biaya tambahan untuk pengangkut dan penuangan getah ke pengangkutan dan penuangan dari bak getah tempat simpan sementara ke bak getah dapat dihilangkan Dampak lingkungan Pengurangan kuantitas limbah padat dan ceceran getah sebesar 2,56 kg/ ton gondorukem Evaluasi Kelayakan Prioritas Kedua Prioritas opsi kedua adalah pelatihan dan sosialisasi standar mutu getah, yang dilanjutkan pengawalan mutu getah secara teknis dapat dilakukan dengan memaksimalkan fungsi pengujian pada tahapan penerimaan getah. Pelatihan standar mutu getah dan pengawasan pengiriman getah bertujuan menghasilkan input produksi yang mempunyai mutu baik sehingga proses produksi dapat dilakukan secara efisien dan hasil produksi mempunyai mutu dan daya saing tinggi. Hasil pengujian getah secara visual dan laboratorium harus dapat digunakan sebagai dasar proses pengolahan selanjutnya. Getah dengan mutu yang berbeda dari hutan maupun perlakukan penyimpanan sebelum masuk pabrik dipisahkan supaya tidak terjadi pencampuran kotoran dan air. Data pengujian getah tahun 2013 menghasilkan getah bermutu I sebanyak 5.594.011 kg dan getah bermutu II sebanyak 2.271.557 kg, namun produk gondorukem mutu X yang dihasilkan hanya sebesar 2.040.000 kg. Dengan pengawasan mutu getah maka dapat diminimalisasi pencampuran getah kualitas I dan II pada proses penyimpanan maupun pengolahan sehingga gondorukem mutu X yang dihasilkan maksimal. TPG melakukan pengontrolan terhadap volume dan mutu, serta bahan yang sudah ditambahkan ke dalam getah. Pengawalan mutu getah yang diterima pabrik dimulai dari tahap penerimaan dan pengujian, sehingga bahan pembantu yang digunakan dan mutu getah dapat dipilah dengan baik. Potensi dampak yang dapat diminimalisasi dengan penerapan opsi produksi bersih pelatihan dan pengawasan getah adalah perlakuan terhadap getah dengan mutu rendah yang mengandung kadar air dan kadar kotoran tinggi, volume limbah

33 cair, penggunaan bahan kimia untuk pencucian, mutu produk yang rendah. Keuntungan yang diperoleh dengan penerapan opsi ini adalah mutu getah terjaga sehingga bahan baku produksi dengan mutu yang baik dapat menghasilkan gondorukem mutu X secara maksimal, tidak diperlukan perlakuan tambahan untuk pemurnian getah, penurunan volume limbah cair yang dihasilkan. Getah mutu I mempunyai kadar kotoran dan kadar air yang lebih rendah sehingga tidak memerlukan pencucian ulang. Dengan kapasitas harian 45 ton getah, rendemen 60 %, serta air pencuci 1.800 l/hari, maka penghematan air yang diperoleh dari pengolahan getah mutu I yang tidak tercampur mutu II sebesar 66,67 l/ton gondorukem. l 1.800 l Penghematan air!= =!66,67 ton gondorukem 27 ton gondorukem Pada proses pencucian ditambahkan asam oksalat untuk mengikat ion Fe dengan perbandingan 1,75 kg/ton sampai dengan 2,5 kg/ton getah pinus. Pengolahan getah mutu I yang tidak memerlukan pencucian ulang dapat menghemat penggunaan asam oksalat sebesar 2,91 kg/ton gondorukem. Penghematan asam oksalat!=

1,75 kg x 45 ton kg =!2,91 27 ton gondorukem ton

Dengan mengacu pada harga asam oksalat Rp15.125,-/kg (Yuswandi, 2013), maka penghematan yang diperoleh sebesar Rp44.014,-/ton gondorukem. Dampak lingkungan yang diperoleh dari penerapan opsi ini adalah berkurangnya limbah cair yang terbentuk dari tahapan proses produksi. Air pada proses pencucian setelah diblowdown akan menjadi limbah cair yang mengandung asam oksalat. Jumlah limbah cair yang dapat diminimalisasi sebesar 66,67 l/kg gondorukem. Dampak ekonomis penerapan opsi produksi bersih sosialisasi standar mutu getah yang diikuti pengawalan mutu getah adalah sebagai berikut : Tabel 13 Dampak penerapan opsi produksi bersih sosialisasi dan pengawalan mutu getah Jenis Penghematan air Penghematan asam oksalat

Dampak lingkungan

Keterangan Pencegahan pencampuran getah dapat menghemat air 66,67 l/ton gondorukem Pencegahan pencampuran getah dapat menghemat asam oksalat 2,91 kg/ton gondorukem atau setara dengan Rp44.014,-/ton gondorukem. Pengurangan kuantitas limbah cair yang terbentuk dari tahapan proses pencucian sebesar 66,67 l/ton gondorukem

34 Evaluasi Kelayakan Prioritas Ketiga Prioritas ketiga yaitu permasalahan keselamatan kerja merupakan aspek penting yang mendukung kegiatan produksi. Kecelakaan kerja dapat terjadi karena kondisi lingkungan yang tidak mendukung keselamatan kerja atau perbuatan pekerja yang tidak membawa keselamatan kerja. Hasil identifikasi proses di pabrik banyak dijumpai operator yang tidak menggunakan alat pelindung diri seperti helm, masker, sepatu boot, dan sarung tangan, serta tidak adanya rambu-rambu peringatan yang dipasang pada lokasi pabrik untuk memberikan kewaspadaan. Penelitian terkait keselamatan kerja pabrik gondorukem dengan kondisi serupa pabrik Nagreg dilakukan di Trenggalek oleh Rojab (2010), yaitu dengan menilai bahaya di bagian proses menggunakan integrated inherent safety indeks. Hasil penelitian menghasilkan nilai 3,195 yang berarti pabrik gondorukem masih memerlukan peningkatan sistem keselamatan kerja untuk mendapatkan keamanan dan kesehatan kerja yang memadai bagi pekerja. Luthfi et al. (2013) juga melakukan evaluasi keselamatan dan kesehatan kerja berdasar aspek perilaku pekerja pada proses produksi di pabrik gondorukem dan terpentin Rejowinangun Trenggalek, hasil penelitian menyimpulkan perlunya perbaikan di area kerja untuk meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja akibat perilaku pekerja yang membahayakan seperti kesadaran memakai alat pelindung diri yang kurang, kebersihan lingkungan serta manajemen keselamatan dan kesehatan kerja perusahaan perlu ditingkatkan. Kondisi pabrik pada kedua penelitian tersebut serupa dengan pabrik pada penelitian ini, dimana secara teknis pabrik sudah mempunyai SOP, perlengkapan dan divisi K3, namun kesadaran pekerja dan manajemen untuk pelaksanaannya masih rendah. Dampak lingkungan yang diperoleh berupa minimalisasi kecelakaan kerja akibat kurangnya kewaspadaan pada penggunaan alat keselamatan dan kebersihan area, minimalisasi tumpahan akibat prosedur tidak sesuai SOP, serta jaminan kesehatan pekerja. Strategi Implementasi Produksi Bersih Hasil penelitian menghasilkan beberapa opsi strategi produksi bersih terpilih. Strategi yang menjadi prioritas yaitu pengaturan jadwal pengiriman. Selain itu strategi lain yang memiliki tingkat kepentingan dan hasil evaluasi kelayakannya dapat memberikan pengaruh terhadap peningkatan kinerja proses yaitu sosialisasi mutu getah dan pengawalan getah. Strategi implementasi yang dapat dilakukan berdasar opsi prioritas yaitu: 1. Pengaturan jadwal pengiriman Pengaturan jadwal pengiriman yang dilakukan harus mempertimbangkan kemampuan produksi dan kemampuan pengiriman dari masing-masing penghasil getah yang lingkupnya berada di luar pabrik yaitu KPH sehingga jadwal pengiriman dapat memberikan manfaat pada seluruh industri gondorukem. Insentif untuk program pemetaan penghasil getah diperlukan guna mendukung model penjadwalan yang tepat.

35 2. Sosialisasi mutu getah dan pengawalan getah. Kurangnya pengetahuan dan kesadaran akan pentingnya faktor mutu bahan baku dalam industri gondorukem menjadi salah satu alasan dilakukannya sosialisasi yang menyeluruh pada industri gondorukem. Perlu adanya insentif harga getah berbasis mutu sehingga manfaat ekonomis getah pinus bermutu baik dapat berdampak pada lini terbawah yaitu tenaga penyadap sampai dengan pabrik pengolahan. 3. Sosialisasi dan pemasangan rambu keselamatan kerja. Pengawasan, pengendalian dan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja dilakukan dengan cara meminimalisasi potensi bahaya dengan menjaga sistem pengawasan, perawatan kesiapan lingkungan, dan tata cara pelaksanaan kerja karyawan, memakai atau mempergunakan alat pelindung diri di lokasi kerja yang berpotensi menimbulkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, serta memastikan bahwa sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja dipatuhi dan dilaksanakan sesuai kebijakan dan prosedur serta instruksi kerja yang telah ditetapkan. Sistem keselamatan kerja harus diketahui semua stakeholder sehingga dilakukan sosialisasi dan juga pemasangan rambu di lokasi pabrik. Rekomendasi Strategi Implementasi Produksi Bersih Berdasarkan prioritas alternatif produksi bersih yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa aspek lingkungan belum menjadi perhatian utama dalam penanganan masalah limbah. Aspek utama yang menjadi sumber perhatian dalam menangani masalah limbah adalah faktor teknis dari sisi bahan baku, yaitu alternatif pengaturan jadwal pengiriman dan pengawalan mutu dan pengiriman getah. Faktor bahan baku melibatkan pihak eksternal pabrik yaitu KPH sebagai penghasil bahan baku getah pinus dan Perhutani sebagai pembuat kebijakan, sehingga rekomendasi strategi untuk mendukung implementasi produksi bersih pada agroindustri gondorukem adalah sebagai berikut: 1. Perlu adanya perbaikan sistem insentif harga yang didasarkan pada mutu getah pinus. Penentuan harga getah pinus sebaiknya berdasar mutu riil getah sehingga mulai dari penyadap di hutan pinus sampai dengan penerima getah pada pabrik memberikan perlakuan yang baik pada getah untuk memperoleh harga yang lebih tinggi. 2. Perlu adanya sosialisasi manfaat ekonomis mutu getah pinus, bahwa getah pinus bermutu baik menurunkan biaya produksi sehingga meningkatkan keuntungan pabrik yang pada akhirnya berdampak pada nominal bagi hasil yang diterima KPH dari pabrik. 3. Perlu adanya insentif teknologi pemetaan TPG sehingga diperoleh data kemampuan produksi yang akurat untuk merumuskan kebijakan pengaturan pengiriman getah yang menguntungkan bagi penghasil getah maupun pabrik pengolah. Kebijakan yang dirumuskan dengan pengaturan jadwal pengiriman dari TPG, pengumpulan pada TPG induk, maupun mekanisme pengiriman ke pabrik diharapkan dapat menghilangkan akumulasi bahan baku pada suatu periode dan kekosongan pada periode lain sehingga kapasitas produksi harian dapat tercapai.

36 4. Meningkatkan kesadaran akan good manufacturing practices di lingkungan pabrik dengan memberikan SOP yang jelas baik pada aspek operasional maupun kesehatan dan keselamatan kerja, melakukan sosialisasi SOP pada semua lini pada pabrik dan memastikan SOP yang telah disusun dilaksanakan dengan baik. Kebijakan kesehatan dan keselamatan kerja dengan adanya divisi khusus yang menangani masalah k3 serta sistem prestasi dan hukuman dapat dijadikan alternatif untuk memupuk kesadaran pekerja terhadap pentingnya aspek keselamatan dan kesehatan kerja. 5. Mendorong agroindustri gondorukem untuk mengadopsi sistem manajemen lingkungan yang terintegrasi dengan produksi bersih.

5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Hasil identifikasi terhadap proses produksi pada pabrik gondorukem menghasilkan kelemahan yang perlu mendapat perbaikan untuk meningkatkan kinerja industri gondorukem. Melalui analisis neraca massa dan met matriks diperoleh tahapan kritis dan permasalahan utama yang menyebabkan terbentuknya limbah. Secara umum kelemahan yang ada pada semua tahapan proses sehingga menghasilkan limbah yaitu mutu getah yang masuk rendah dan pengolahannya belum efisien, keterbatasan peralatan dan tangki proses, serta kurangnya kesadaran akan kesehatan dan keselamatan kerja di lingkungan pabrik. Metode pengambilan keputusan AHP pada 10 opsi produksi bersih yang direkomendasikan memperkuat permasalahan mutu getah sebagai prioritas utama dalam implementasi produksi bersih pada industri gondorukem. Prioritas opsi produksi bersih dengan bobot 0,216 adalah pengaturan jadwal pengiriman getah, diikuti dengan pelatihan standar mutu getah dan pengawalan mutu dengan bobot 0,155, yang artinya opsi tersebut memberikan penurunan limbah yang terbesar sehingga berdampak pada efisiensi proses produksi gondorukem. Pencegahan kehilangan bahan baku yang diperoleh dengan penerapan opsi pengaturan jadwal pengiriman sebesar Rp7.910,-/ton gondorukem, sedangkan aspek lingkungan berupa minimalisasi limbah getah sebesar 2,65 kg/ton gondorukem. Perlakuan yang diberikan pada getah merupakan strategi prioritas untuk peningkatan kinerja industri gondorukem sehingga akan berdampak pada peningkatan kinerja lingkungan pada industri gondorukem. Saran Berdasar hasil penelitian yang telah dilaksanakan diharapkan dapat dilakukan perumusan model pengaturan jadwal pengiriman berbasis TPG untuk mendapatkan pemetaan produksi masing-masing wilayah. Penelitian

37 produksi bersih yang telah dilaksanakan ini dapat menjadi dasar untuk meningkatkan kinerja industri gondorukem dari hulu ke hilir dengan perspektif lingkungan, sehingga pada periode mendatang kinerja lingkungan dari industri ini dapat memberikan nilai tambah yang diharapkan terhadap produksi gondorukem.

38

DAFTAR PUSTAKA Anggita NB. 2012. Rendemen dan Kualitas dari Gondorukem dan Terpentin Hasil Pengolahan Getah Pinus (Pinus merkusii) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Artiyanto DN. 2006. Analisis Biaya Pengolahan Gondorukem dan Terpentin di PGT Sindangwangi, KPH Bandung Utara, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat-Banten [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2010. SNI 7636:2010 Gondorukem. Jakarta (ID):BSN. [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2011. SNI 7633:2011 Terpentin. Jakarta (ID):BSN. [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2012. SNI 7837:2012 Mutu Getah Pinus. Jakarta (ID):BSN. Byggeth S, Hochschorner E. 2006. Handling Trade-off in Ecodesign Tools for Sustainable Product Development and Procurement. Journal of Cleaner Production. 14 (2006):1420-1430. Crown K S and the SMBA BMS Team. 2010. MET Matrix. Locus Research. [internet]. [diunduh pada 2014 Maret 23]. Tersedia pada: www.locusresearch.com/download/METMatrix_OnlineTemplate.xls Doan ANG. 2007. Ciri-Ciri Fisik Pinus (Pinus merkusii junhg et de Vriese) Banyak Menghasilkan Getah dan Pengaruh Pemberian Stimulansia Serta Kelas Umur Terhadap Produksi Getah Pinus di RPH Sawangan dan RPH Kemiri, KPH Kedu Selatan Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Fachrodji A, Sumarwan U, Suhendang E, Harianto. 2009. Perbandingan Daya Saing Produk Gondorukem di Pasar Internasional. Jurnal Manajemen dan Agribisnis. 6(2):140-151 Hasibuan S. 2005. Dimensi Sistem Manajemen Lingkungan yang Dominan Terhadap Upaya Produksi Bersih Perusahaan (Studi Kasus Industri Pengolahan Karet Remah). Jurnal Teknologi Lingkungan. 6(1):254-261. Hasibuan S, Gumbira Sa’id E, Eriyatno, Saillah I, Romli M, Honggokusumo S. 2011. Kajian Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Implementasi Sistem Produksi Bersih pada Agroindustri Karet Remah. Jurnal Pertanian. 2(1):1-15. ISSN 2087-4936 Hasibuan S, Gumbira Sa’id E, Eriyatno, Saillah I, Honggokusumo S, Romli M. 2013. The Integration of Cleaner Production Indicators on The Environmental Performance Measurement System for The Indonesian Natural Rubber Industry. International Journal on Advanced Science, Engineering and Information Technology. 3(2013):9-14 Himmelblau DM. 1999. Prinsip-Prinsip Dasar dan Kalkulasi Dalam Teknik Kimia Jilid 2. Jakarta (ID): Prenhalindo Pt. IHOBE. 1999. A Practical Manual of Ecodesign. IHOBE. Holland: Sociedad Publica Gestion Ambiental. Indrasti NS, Fauzi AM. 2009. Produksi Bersih. Bogor (ID): IPB Pr.

39 Knight P dan Jenkins JO. 2008. Adopting and applying eco-design techniques: a practitioner’s perspective. Journal of Cleaner Production. 17:549-558. Kusrini. (2007). Konsep dan Aplikasi Sistem Pendukung Keputusan. Yogyakarta (ID): Andi Offset. Luthfi M, Nugroho WA, Prasetyo AD. 2013. Evaluasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja Berdasar Aspek Perilaku Pekerja pada Proses Produksi di Pabrik Gondorukem dan Terpentin Rejowinangun- Trenggalek. Jurnal Teknologi Pertanian. 14(1):57-64. Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Jakarta (ID): Gramedia Marjatin K. 1994. Industri Non Kayu Menjelang Abad XXI. Duta Rimba 169-170:41-43 Matangaran JR. 2006. Catatan untuk Peyadap Getah Pinus. Duta Rimba 8(1):22-23. Meiyana W. 2011. Sifat Fisiko Kimia Ester gliserol Gondorukem Hidrogenasi [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [Perhutani] Perum Perhutani. 2011. Laporan Tahunan Perum Perhutani Tahun 2011. Jakarta (ID): Perhutani. [Perhutani] Perum Perhutani. 2013. Laporan Tahunan Perum Perhutani Tahun 2013. Jakarta (ID): Perhutani. Saaty TL. 1980. The Analytic Hierarchy Process: Planning, Priority Setting, Resource Allocation. New York: McGraw-Hill. 437 p. Sepang M. 2008. Analisa Industri dan Pemilihan Strategi Untuk Meningkatkan Produksi Gondorukem Perum Perhutani [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sukadaryati. 2014. Pemanenan Getah Pinus Menggunakan Tiga Cara Penyadapan. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. 32 (1): 62-70. Perry RH, Green DW. 1999. Perry’s Chemical Engineers’Handbook 7th edition. McGraw-Hill Companies, Inc. Riwayati. 2005. Pengaruh Jumlah Adsorben Karbon Aktif dan Waktu Proses Bleaching Pada Pengolahan Gondorukem. Momentum. 1(2):9-14. Rojab M. 2010. Hazard Assesment in The Process Departement at Gondorukem and Terpentin Factory Rejowinangun by Using Integrated Inherent Safety Index. [final project]. Surabaya (ID): Institut Teknologi Sepuluh November. Vogel. 1990. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semi Mikro. Jakarta (ID): Kalman Media Pustaka Pt. United Nations Environment Programme Division of Technology, Industry and Economic (UNEP DTIE) and Danish Environmental Protection Agency (DEPA). 2000. Cleaner production assessment in dairy processing. Utomo TP, Fauzi AM, Irawadi TT, Romli M, Aman A, Honggokusumo S. 2007. Kajian Manfaat Ekonomis Penerapan Konsep Produksi Bersih pada Industri Karet Remah Berbasis Karet Rakyat. Majalah Ekonomi dan Komputer. 2(XV-2007):100-112.

40 Wimmer W, Zust R, Lee KM. 2004. Ecodesign Implementation : A Systematic Guidance on Integrating Environmental Consideration into Product Development. Springer. Wibowo P. 2006. Produktivitas Penyadapan Getah Pinus menkusii jungh et de Vriese dengan sistem koakan (Quare system) di Hutan Pendidikan Gunung Walat Kabupaten Sukabumi Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Yuswandi AS. 2013. Analisis Nilai Tambah dan Profitabilitas Produk Gondorukem dan Terpentin (Studi Kasus di PGT Sindangwangi, KBM Industri Kayu dan Non Kayu Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.