STUDI KORELASI TINGKAT PENDIDIKAN ORANG TUA DAN MOTIVASI BELAJAR

Download...

0 downloads 374 Views 169KB Size
e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 5. No. 2 - Tahun 2017)

STUDI KORELASI TINGKAT PENDIDIKAN ORANG TUA DAN MOTIVASI BELAJAR ANAK USIA DINI 1

Nyoman AyuTrisnayani, 2I Made Tegeh ,3Putu Rahayu Ujianti 1,3

Jurusan PG PAUD, 2Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia

E-mail:[email protected], [email protected], [email protected] Abstrak Penelitian ekspos facto ini dilaksanakan di TK Negeri Pembina Singaraja, melibatkan 25 orang siswa Kelompok A beserta orang tuanya. Tiga permasalahan yang hendak diteliti yaitu: sebaran tingkat pendidikan orang tua siswa, sebaran tingkat motivasi belajar siswa, dan korelasi antara tingkat pendidikan orang tua dan motivasi belajar siswa. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan utama untuk mengetahui ada tidaknya korelasi di antara kedua variabel tersebut. Data orang tua siswa dikumpulkan menggunakan kuesioner, dan data motivasi belajar dikumpulkan dengan pengamatan selama tiga minggu. Hasil yang diperoleh, sebaran tingkat pendidikan orang tua siswa terdiri dari 6 pasang berpendidikan sangat tinggi, 10 pasang tinggi, 7 pasang sedang, dan 2 pasang rendah. Sebaran data motivasi belajar siswa terungkap bahwa 21 orang siswa memiliki motivasi belajar dengan kualifikasi sangat tinggi, 2 orang tinggi 1 orang sedang, dan 1 orang rendah. Setelah dianalisis menggunakan rank order diperoleh Rho hitung sebesar 0,377. Dalam taraf signifikasi 5% dengan n=25, dtemukan Rho tabel sebesar 0,337. Rho hitung lebih besar dari Rho tabel. Kesimpulannya Hipotesis nol ditolak dan Hipotesis alternatif diterima. Dengan kata lain, penelitian ini membuktikan bahwa ada korelasi positif antara tingkat pendidikan orang tua dan motivasi belajar siswa Kelompok A di TK Negeri Pembina Singaraja Tahun 2017. Kata-kata kunci: korelasi, motivasi belajar, TK Negeri Pembina Singaraja. Abstract This expos facto research was conducted at TK Negeri Pembina Singaraja, that involved 25 students of Group A and their parents. Three problems to be studied are: the distribution of parents 'education level, the distribution of students' learning motivation level, and the correlation between parent education level and student learning motivation. This study was aims to know whether there was correlation between those two variables Data of children’s parent were collected using questionnaire, and the data of student learning motivation were gained through 3 week observation. Showed that 6 parent’s are very well educated, 10 parent are well educated, 7 parents are educated enough, and 2 parents uneducated. Mean whele the result of data of student learning motivation level showed 21 student have very high motivation in learning, 2 students have high motivation,1 student has enough motivation, and 1 student does not have motivation. Data were analuzed using rank order analysis and Rho is 0,377. With the 5% significancy level sith n=25, the Rho table showed 0,3337. Count Rho is bigger than Rho table. It shows that the null hypothesis is rejected. And the alternative hypothesis is accepted. In other word this study proves that there is a positive correlation between parenst education level and student learning motivation of group A at TK N Pembina in 2017. Keywords: correlation, learning motivation, TK Negeri Pembina Singaraja.

e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 5. No. 2 - Tahun 2017) PENDAHULUAN Pada abad 21, pendidikan menjadi kebutuhan primer masyarakat. Dengan pendidikan, pola pikir kita akan menjadi berkembang dan pola tindak akan lebih terarah. Dengan pendidikan, maka kesejahteraan lahir dan bathin dapat dikembangkan, dapat digunakan untuk mencari nafkah, dapat menciptakan pekerjaan, dapat digunakan untuk mengatasi beragam persoalan kehidupan. Karena itu, perhatian orang tua terhadap anak layak menjadi prioritas utama. Pendidikan berlangsung sepanjang ayat, berlangsung dalam bentuk informal, formal, dan non formal; dapat berlangsung dalam lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Sukses dalam pendidikan bukan hanya membahagiakan diri sendiri, tetapi lebih membahagiakan keluarga, utamanya pada pendidikan anak usia dini. Di benak orang tua, anak usia dini adalah “raja”, mereka diperlakukan “lebih” dalam segala hal, tentu saja tanpa melupakan bingkai budaya pendidikan nasional, “Ing Arso Sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri Handayani”. Seberapa intens prinsip tersebut bisa dilaksanakan oleh orang tua, sangat tergantung pada tingkat pemahaman orang tua tentang pendidikan, dan untuk pemahaman tersebut diperlukan klasifikasi tingkat pendidikan orang tua yang memadai. Semua ini akan mempengaruhi tingkat tumbuh kembang motivasi belajar siswa. Secara teoretis, orang tua siswa dengan kualifikasi lulusan SD, memiliki kemampuan yang berbeda dengan orang tua lulusan SMP dalam hal membina anak. Demikian seterusnya. Kondisi ini sangat jelas terlihat, ketika orang tua siswa melakukan pembinaan terhadap aspek kognitif anak, dimana orang tua yang kondisinya demikian tidak dapat membantu anak dalam urusan materi pelajaran, sementara itu orang tua lain yang lulusan SMA/PT dapat dengan mudah membantu belajar anaknya. Apakah hal serupa juga berlaku untuk pembinaan aspek afektif, utamanya motivasi belajar anak?

Berdasarkan latar belakang masalah seperti di atas, diajukan tiga rumusan masalah penelitian sebagai berikut. 1) Bagaimana sebaran tingkat pendidikan orang tua siswa pada Kelompok A di TK Negeri Pembina Singaraja Tahun 2017? 2) Bagaimana sebaran tingkat motivasi belajar anak usia dini pada Kelompok A di TK Negeri Pembina Singaraja Tahun 2017? 3) Apakah ada korelasi yang positif antara tingkat pendidikan orang tua dengan tingkat motivasi belajar anak usia dini pada Kelompok A di TK Negeri Pembina Singaraja Tahun 2017. Mengacu pada rumusan masalah tersebut, ditetapkan bahwa tujuan penelitian ini adalah: 1) mendeskripsikan sebaran tingkat pendidikan orang tua siswa, 2) mendeskripsikan sebaran tingkat motivasi belajar anak, dan 3) mengetahui ada/tidaknya korelasi antara tingkat pendidikan orang tua dengan tingkat motivasi belajar anak Nantinya, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara teoretis maupun secara praktis, diantaranya: diharapkan dapat memberi sumbangan pengembangan teori, baik berupa penegasan, penguatan ataupun penolakan. Secara praktis, bagi orang tua siswa, hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu orang tua dalam mengelola pembinaan anak, khususnya pada masa anak usia dini, sehingga pola pembinaan orang tua dapat lebih efektif membantu tumbuh kembang anak dalam pengembangan motivasi belajar. Bagi guru TK, Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu guru TK dalam mengidentifikasi tumbuh kembang anak usia dini, sehingga pola pembinaan guru dapat menjadi lebih efektif. Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi tambahan agar memicu keinginan peneliti lain untuk berkenan melakukan penelitian lanjutan tentang motivasi belajar anak usia dini. Undang-undang RI Nomor 20 tahun 2003 mendefinisikan pendidikan sebagai usaha sadar dengan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran sehingga peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 5. No. 2 - Tahun 2017) dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan, masyarakat, bangsa dan negara. Oemar Hamalik (dalam Suardi, 2012:6) menyebutkan bahwa tujuan pendidikan adalah seperangkat hasil pendidikan yang hendak dicapai setelah diselenggarakan kegiatan pendidikan. Fungsi utama pendidikan adalah untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa (Arta, 2012:2), sehingga mampu menghilangkan penderitaan rakyat dari kebodohan dan ketertinggalan. Diasumsikan bahwa, orang yang berpendidikan akan terhindar dari kebodohan dan kemiskinan, karena dengan modal ilmu pengetahuan dan keterampilan yang diperolehnya melalui proses pendidikan, orang akan mampu mengatasi berbagai problema kehidupan (Syaiful Sagala dalam Suardi, 2012: 8). Menurut Suwarno (dalam Suardi, 2012:8) konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara menjiwai konsep pendidikan nasional Indonesia. Konsep pendidikan tersebut adalah konsep mulia, karena di dalamnya telah memposisikan peran anak dan peran orang tua secara proporsional, sesuai kematangannya. Konsep ini adalah konsep yang lengkap, karena di dalamnya ada upaya memberikan contoh (di depan), ada upaya memberikan semangat (di tengah-tengah), dan ada upaya penilaian dan perbaikan (di bagian akhir). Pendidikan merupakan sebuah usaha sadar untuk memanusiakan manusia, karena itu penyelenggaraannya mesti besifat normative, dibingkai oleh peradaban budaya nasional (Dantes,2014: 16). Pendidikan pada anak usia dini adalah pendidikan yang diberikan kepada anak yang usianya antara 3 sampai 5 tahun, dimana secara psikhologis pada usia ini merupakan usia pembentukan inteligensi. Peran orang tua dalam penyelenggaraan pendidikan pada usia ini, sangat dominan dan menentukan, kendatipun anak juga sudah mulai mengenal adanya pendidikan formal.

Dantes (2014: 5) menyatakan bahwa budaya pendidikan di Indonesia menghendaki agar pendidikan dilakukan dengan konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara, yakni memberi contoh, memberi semangat, dan memantau perkembangan anak. Konsep ini memandang siswa sebagai subyek, memberi peluang luas untuk berkreasi, sehingga arah perkembangan siswa tidak pernah dihambat, bahkan dibantu bilamana menemui hambatan. Apakah konsep pendidikan seperti ini telah mampu dilakukan oleh para orang tua, salah satu indikatornya dapat dilihat pada tingkatan motivasi belajar anak. Disadari bahwa, tak satu-pun orang tua menghendaki anaknya gagal. Semua orang tua ingin agar anaknya sukses, bahkan hampir semua orang tua menginginkan anaknya agar pandai, bermoral, sopan, peka terhadap situasi, terampil melakukan kegiatan. Idealisme seperti ini akan menginspirasi para orang tua untuk bertindak lebih. Agar anak pandai, orang tua akan melakukan beragam usaha, yakni mengajar di rumah, menyekolahkan, mencarikan guru privat, menyediakan fasilitas belajar, dan usaha lain yang sejalan. Agar anak bermoral, orang tua akan melakukan beragam usaha. Agar anak terampil, orang tua juga akan melakukan beragam usaha. Apapun yang dilakukan orang tua, murni adalah untuk investasi masa depan anak yang lebih baik. Kenyataan menunjukkan bahwa usaha baik, tidak serta merta segera menghasilkan hasil yang baik. Pendidikan merupakan bentuk investasi jangka panjang, hasilnya tidak bisa dilihat dalam kurun waktu singkat. Seringkali orang tua “terlalu bersemangat”, sehingga semangatnya menjadi sebuah ambisi, bahkan bisa jadi menjadi orang tua yang ambisius. Teori ambisi menyebutkan bahwa, sikap ambisi diperlukan, tetapi sikap ambisius cenderung mengantar pada kegagalan. Karena itu, amat tepat bahwa konsep pendidikan yang mesti dijalankan di Indonesia adalah konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara. Peran orang tua, perlu, perannya lebih banyak sebagai panutan,

e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 5. No. 2 - Tahun 2017) motivator dan sesekali menjadi supervisor, serta menghindari peran eksekutor. Pendidikan yang dikelola secara bebas cenderung mengantarkan anak pada situasi liar, pendidikan yang dikelola secara otoriter cenderung mengantarkan anak pada situasi diktator, dan pendidikan yang dikelola secara demokratis akan mengantarkan anak pada pola pikir demokratis, menghargai kewajiban dan hak secara berimbang. Pendidikan yang dikenbangkan di Indonesia adalah pendidikan yang dikelola secara demokratis, dan hal ini melekat juga pada konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara. Orang tua siswa yang memiliki pengalaman belajar yang luas, cenderung akan mempertimbangkan beragam hal untuk anaknya, agar anak dapat tumbuh kembang secara berimbang. Apakah perilaku seperti ini juga dapat dilakukan oleh orang tua siswa yang memiliki pengalaman belajar yang kurang luas, semuanya akan diteliti secara empiris dalam penelitian ini. Tingkat pendidikan orang tua yang dimaksud dalam penelitian ini adalah penyelesaian proses pendidikan oleh orang tua siswa, yang telah dilakukannya sepanjang hidup yang dibuktikan dengan kepemilikan Surat Tanda Tamat Belajar /Ijazah. Kuantitas pemilikan Surat Tanda Tamat Belajar / Ijazah akan merujuk pada kuantitas pengalaman belajarnya. Kuantitas pengalaman belajar tersebut, akan dijadikan acuan dalam pembinaan anak. Tingkat pendidikan orang tua dimaksud, akan dihitung dengan menggabungkan tingkat pendidikan bapak dan tingkat pendidikan ibu dari siswa bersangkutan. Hal ini dilakukan karena pihak bapak dan pihak Ibu, keduanya adalah pendidik pertama di keluarga, dan hasil didikannya merupakan hasil paduan keduaya. Orang tua siswa yang telah menamatkan beberapa jenjang pendidikan, misalnya tamat TK , SD, SMP, SMA dan Sarjana, kepadanya diberikan skor kumulatif berdasarkan standar umum waktu penyelesaian studi di setiap jenjang. Hal yang sama diberlakukan untuk pihak Bapak dan pihak Ibu. Skor Bapak dijumlahkan dengan skor Ibu menjadi skor

tingkat pendidikan orang tua. Tingkat pendidikan diklasifikasikan menjadi 5 kategori yaitu tingkat pendidikan sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah. Orang tua siswa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah orang tua yang bertanggungjawab langsung terhadap pendidikan anak, dibatasi hanya pada bapak kandung dan ibu Kandung yang tinggal serumah dengan pihak anak yang diteliti. Jenjang tingkat pendidikan orang tua siswa yang diakomodir dalam penelitian ini terbatas pada tamat TK, tamat SD/MI/sederajat/Kejar Paket A, tamat SMP/MTs/sederajat/Kejar Paket B, tamat SMA/MA/SMK/Sederajat/Kejar Paket C, tamat D1, D2, D3 dan S1, tamat S2, tamat S3. Selanjutnya, akan dibahas tentang motivasi belajar. Pakar lain menyatakan bahwa motivasi berasal dari bahasa latin movere yang berarti bergerak, mendorong, mengarahkan tingkah laku manusia (Iskandar, 2009:180). Yamin dan Martinis (dalam Iskandar, 2009:185) menyatakan bahwa ahli psikhologi telah menghabiskan banyak waktu untuk meneliti motivasi dan ternyata sukar mendefinisikannya, akan tetapi motivasi berhubungan dengan arah prilaku, kekuatan respon (usaha) setelah belajar, seseorang akan memilih mengikuti tindakan tertentu, dan ketahanan prilaku seseorang menurut cara tertentu. Coffer (dalam Chaer, 2003:251) menyatakan bahwa motivasi adalah dorongan, hasrat, kemauan, alasan, atau tujuan yang menggerakkan seseorang untuk melakukan sesuatu. Brown (dalam Chaer, 2003:251) menyebutkan bahwa motivasi adalah dorongan dari dalam, dorongan sesaat, emosi atau keinginan yang menggerakkan seseorang untuk berbuat sesuatu. Belajar juga didefinisikan sebagai usaha mencapai perubahan dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak bisa menjadi bisa. Yang paling penting dalam belajar adalah upaya memperoleh pengalaman. Perolehan pengalaman belajar akan bermanfaat bagi kelangsungan hidup seseorang. Pengalaman manis akan berpeluang untuk dikembangkan, dan pengalaman pahit akan mendorong

e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 5. No. 2 - Tahun 2017) seseorang untuk tidak mengulanginya dan berusaha untuk mencari jalan lain sebagai solusinya. Pembelajaran pada Taman Kanak-Kanak, dikemas dalam suasana bermain yang menyenangkan, sehingga dalam kegiatan bermain seorang anak akan belajar. Ciri-ciri yang menunjukkan bahwa seseorang termotivasi dalam belajar adalah: 1) tekun menghadapi tugas (dapat berlama-lama, tidak berhenti sebelum selesai), 2) ulet menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa), 3) tidak memerlukan dorongan dari luar untuk berprestasi, 4) ingin mendalami bidang pengetahuan yang diberikan, 5) selalu berusaha berprestasi sebaik mungkin (tidak cepat puas dengan prestasinya), 6) senang dan rajin belajar, 7) mengejar tujuan-tujuan jangka panjang (dapat menunda pemuasan kebutuhan sesaat), 8) senang mencari dan memecahkan soalsoal (Depdiknas, 2004:22). Dengan berpatokan pada definisi tentang motivasi seperti disebutkan di atas, dan bila dikaitkan dengan kata belajar, maka yang dimaksud dengan motivasi belajar dalam penelitian ini adalah dorongan yang ada pada diri anak usia dini yang menyebabkan ia merespon positif kegiatan belajar yang diwujudkan dalam bentuk tindakan, baik verbal maupun non verbal. Tindakan verbal dalam pembelajaran di Taman Kanak-Kanak diwujudkan dalam bentuk interaksi verbal dua arah antara siswa dengan guru atau antara guru dengan siswa, yang ditampilkan nyata dalam prilaku positif : 1) menirukan ucapan guru, 2) menjawab pertanyaan guru, 3) berani mengajukan pertanyaan, 4) berani mengajukan saran. Tindakan non verbal dalam pembelajaran di Taman Kanak-Kanak diwujudkan dalam bentuk interaksi non verbal dua arah antara siswa dengan guru atau antara guru dengan siswa, yang ditampilkan nyata dalam prilaku positif : 1) menirukan gerakan guru, 2) memperagakan gerakan yang diminta, 3) merespon dengan ekspresi, 4) tekun mengerjakan tugas, 5) ulet menghadapi kesulitan, 6) senang dan rajin belajar. Seluruh indikator verbal dan non verbal

tersebut akan digunakan sebagai acuan dalam melakukan observasi. Sardiman (2007:84) menyatakan bahwa dalam kegiatan belajar sangat diperlukan adanya motivasi. Motivation is an essential condition of learning. Hasil belajarnya akan optimal, kalau ada motivasi. Makin tepat motivasi yang diberikan, akan makin berhasil pula pembelajaran itu. Jadi, motivasi akan senantiasa menentukan intensitas usaha belajar bagi para siswa. Sehubungan dengan hal tersebut ada tiga fungsi motivasi menurut Sardiman (2007: 84) , yaitu: 1) Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan; 2) Menentukan arah perbuatan, yakni ke-arah tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuannya; 3) Menyeleksi perbuatannya, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan. Adanya motivasi yang baik dalam belajar akan berdampak pada hasil yang baik. Dengan kata lain, dengan adanya usaha yang tekun dan terutama didasari adanya motivasi, maka seseorang yang belajar itu akan dapat melahirkan prestasi yang baik. Intensitas motivasi seseorang siswa akan sangat menentukan tingkat pencapaian prestasi belajarnya (Sardiman,2007:84) Secara umum, menurut Sardiman (2007:84) dikenal 2 jenis motivasi berdasarkan asal muasalnya, yakni motivasi intrinsic dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah motivasi yang muncul dari dalam diri seseorang, untuk menggerakkannya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam diri sendiri individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Motivasi ini bersifat lebih permanen. Motivasi Ekstrinsik adalah motivasi yang aktif dan berfungsi, karena adanya dorongan dari luar. Motivasi ekstrinsik yang sukses memicu nurani seseorang,

e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 5. No. 2 - Tahun 2017) akan mampu menumbuhkan munculnya kelahiran baru dari motivasi intriksik. Jadi motivasi intrinsik dapat tumbuh begitu saja dari dalam diri seseorang, dan dapat pula tumbuh sebagai dampak positif dari perangsangan motivasi ekstrinsik. Sardiman (2007:84) menyatakan bahwa dalam kegiatan belajar mengajar, motivasi interinsik dan motivasi ekstrinsik akan saling mempengaruhi dan saling melengkapi, sebab kemungkinan besar keadaan siswa itu dinamis, berubah-ubah, dan juga mungkin komponen-komponen lain dalam proses belajar-mengajar ada yang kurang menarik bagi siswa, sehingga diperlukan motivasi ekstrinsik. Kendatipun pembelajaran adalah melaksanakan materi kurikulum, namun kemasan pembelajaran hendaknya dilakukan secara bijaksana, dilandasi oleh kasih dan beraura humanistik, sehingga pendidikan dan pembelajaran adalah proses memanusiakan manusia. Peran guru dan orang tua adalah utama dalam hal ini, karena guru dan orang tua adalah contoh terdekat dari anak, motivator terdekat dengan anak, supervisor terdekat dalam kehidupan anak. Untuk semua itu, model pembelajaran pada kelompok bermain di Taman Kanak-Kanak yang relevan adalah model pembelajaran bermain untuk belajar. Berbeda halnya dengan suasana pembelajaran di Taman Kanak-Kanak, durasi waktu pembelajaran anak usia dini di lingkungan keluarga, ternyata lebih panjang. Dari sisi durasi waktu belajar, anak usia dini pada kelompok bermain paling lama terlibat dalam pembelajaran selama 2 jam per hari, dan 22 jam sisanya dihabiskan di lingkungan keluarga. Jika waktu 22 jam tersebut dihabiskan 12 jam untuk istirahat tidur siang dan tidur malam oleh anak, berarti tersisa waktu 10 jam untuk berinteraksi dengan keluarga, dan dalam interaksi tersebut mayoritas diisi dengan kegiatan bermain. Jika visi keluarga sejalan dengan visi pendidikan, maka waktu 10 jam kegiatan bermain untuk belajar tersebut setara dengan 5 kali belajar di TK. Artinya, tanggungjawab tumbuh kembang anak antara TK dengan keluarga memiliki perbandingan 1 berbanding 5. Itulah sebabnya, peneliti

ingin mendalami pengaruh tingkat pendidikan orang tua siswa. Anak merupakan generasi pewaris dan penerus bagi orang tua, bangsa dan negara. Pewaris berarti orang yang mewarisi, kondisinya minimal sama dengan orang yang mewariskan. Penerus berarti orang yang meneruskan, kondisinya “lebih” dari yang diwarisi, “lebih” dari yang mewariskan. Anak, merupakan anugrah Tuhan, karenanya setiap orang tua, secara naluriah akan menjadikan anak agar lebih dari orang tuanya. Proses ini dapat dilakukan melalui pendidikan. Pendidikan dalam arti sempit, memiliki arti yang beragam. Bagi kalangan orang tua yang berbeda latar belakang pendidikan, akan memaknai pendidikan dari beragam sisi. Umumnya, orang tua siswa cenderung memandang bahwa pendidikan adalah proses membuat anak menjadi pintar, dari tidak tahu menjadi tahu. Orang tua cenderung menuntut banyak tentang kemajuan kognitif anak, bangga kalau anaknya mampu lebih pintar dari anak lain, bangga kalau anaknya memperoleh juara. Itu adalah gambaran sempit pendidikan di masa lalu. Pada masa kini, orang tua sudah banyak yang mulai sadar bahwa pendidikan bukan hanya menjadikan anak agar pintar, tetapi juga membuat anak menjadi terampil, kreatif, berakhlak mulia, dan santun. Nuansa tentang hal ini sangat terlihat pada penyelenggaraan pendidikan anak usia dini. Pada tujuan pendidikan nasional digariskan bahwa tujuan pendidikan nasional sesuai Undang Undang nomor 20 tahun 2003 adalah berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa pada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab Untuk mencapai tujuan tersebut, peran orang tua sangat besar, terlebih orang tua merupakan pendidik pertama dan utama di keluarga, dan anak usia dini relative banyak waktunya dihabiskan di lingkungan keluarga. “Hitam-putih” warna pendidikan anak, banyak dibentuk di lingkungan keluarga, oleh bapak, ibu dan

e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 5. No. 2 - Tahun 2017) sekaligus latar belakang pendidikan mereka. Impian membentuk anak yang beriman, berakhlak mulia dan cakap harus didukung oleh pihak orang tua dalam banyak sisi, agar motivasi belajar anak dapat tumbuh dan berkembang optimal. Upaya menumbuhkan motivasi belajar dan memelihara semangatnya agar tak kunjung padam adalah juga merupakan tugas rutin orang tua yang dilakukan berkesinambungan. Kepiawaian dalam menjaga semangat belajar anak, merupakan sebuah keterampilan yang perlu dipelajari oleh pihak orang tua, dan umumnya orang tua yang berpendidikan yang cukup, dapat menjaga konsistensi tugasnya itu. Fakta empirisnya akan dapat diungkap dalam penelitian yang sedang dilakukan ini. Sebagai bahan reference dalam pembahasan dan pelaksanaan penelitian, ada beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini yaitu penelitian Ariyo Widodo (2015) tentang Hubungan Tingkat Pendidikan Orang Tua Dengan Motivasi Belajar Siswa SD Kelas V. dan penelitian Tety Nur Cholifa,dkk (2016) tentang Pengaruh Latar Belakang Tingkat Pendidikan Orang Tua Dan Gaya Belajar Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Kelas IV SDN Kecamatan Sananwetan Kota Blitar . Penelitian relevan lainnya yaitu dari Fitria Rahmawati (2014) tentang Hubungan Antara Pola Asuh Orang Tua Dan Kebiasaan Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa Sd Kelas IV Semester Genap Di Kecamatan Melaya-Jembrana Kerangka berpikir yang digunakan panduan dalam melaksanakan penelitian ini adalah sebagai berikut. Perpaduan tingkat pendidikan antara pihak bapak dan pihak ibu, menghasilkan tingkat pendidikan orang tua. Tingkat pendidikan orang tua tersebut akan diimplementasikan dalam pola asuh anak di lingkungan keluarga, yang juga akan mewarnai tingkat motivasi belajar di Taman Kanak-Kanak tempatnya belajar. Semakin tinggi tingkat pendidikan orang tua, semakin selektif pula ia akan memilah dan memilih pola pembelajaran di rumah, dan akan berdampak pula pada tingkat motivasi belajar anak.

Berdasarkan kajian teori dan kerangka pikir yang telah diungkapkan di atas maka hipotesis penelitian ini adalah ada hubungan yang positif dan signifikan antara tingkat pendidikan orang tua dan motivasi belajar anak usia dini Kelompok A di TK Negeri Pembina Singaraja Tahun 2017. Hipotesis ini akan diuji secara emperis melalui analisis data hasil penelitian dengan pengujian statistika. METODE Rancangan penelitian atau desain penelitian merupakan rencana tentang cara mengumpulkan dan menganalisis data, agar dapat dilaksanakan secara ekonomis serta serasi dengan tujuan penelitian ( Nasution, 2004 : 23). Desain penelitian berguna sebagai pegangan bagi peneliti agar arah penelitiannya menjadi jelas. Sehubungan dengan ini, rancangan penelitian ini akan dilakukan secara garis besar sebagai berikut. Data tingkat pendidikan orang tua akan digali dengan menggunakan daftar inventori. Daftar inventori ditujukan pada kedua orang tua siswa, yakni pihak bapak dan pihak ibu. Dalam hal jawaban daftar inventori tidak lengkap, peneliti akan menggunakan wawancara sebagai metode pelengkap untuk melengkapi data dimaksud. Data tingkat pendidikan orang tua dibedakan berdasarkan jenjang pendidikan yang telah dilampauinya, yakni: 1) tamat TK, 2) tamat SD/MI/Kejar Paket A/sederajat, 3) tamat SMP/MTs/Kejar Paket B/sederajat, 4) tamat SMA/MA/SMK/Kejar Paket C/Sederajat, 5) tamat Diploma-1, 6) tamat Diploma-2, 7) tamat Diploma-3, 8) tamat S-1, 9) tamat S2, dan 10) tamat S-3. Setiap jenjang pendidikan yang telah ditamatkannya akan diberikan skor berdasarkan lama waktu belajar standar di setiap jenjang. Untuk mendapat gambaran lebih jelas, berikut disajikan penskorannya sebagai berikut. Orang tua siswa yang pernah mengenyam pendidikan di Taman Kanak-Kanak, dimana untuk tamat diperlukan waktu secara standar adalah 2 tahun maka skor jenjang tersebut diberikan skor 2, tamat SD/sederajat diberikan skor 6, tamat SMP/sederajat diberikan skor 3, tamat SMA/SMK/sederajat diberikan skor

e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 5. No. 2 - Tahun 2017) 3, tamat pendidikan tinggi untuk Diploma-1 diberikan skor 1, Diploma-2 skornya 2, diploma 3 diberikan skor 3, diploma 4 atau S1 diberikan skor 4. Untuk jenjang pasca sarjana S2 diberikan skor 2, dan S3 diberikan skor 3. Data motivasi belajar anak, digali dengan menggunakan metode observasi. Sasaran observasi adalah perilaku anak saat belajar (di dalam dan di luar kelas) yang mengindikasikan keseriusannya dalam belajar. Observasi prilaku setiap siswa akan dilakukan sebanyak 7 kali dalam kurun waktu selama 3 minggu. Observasi perilaku anak saat belajar, difokuskan pada respon yang diberikannya, baik respon verbal maupun respon non verbal. Setiap respon akan dicatat untuk diberikan skor. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anak usia dini pada Kelompok A di TK Negeri Pembina Singaraja yang terdaftar resmi pada tahun pelajaran 2016/2017, seluruhnya berjumlah 29 orang. Sampel yang memenuhi syarat, bahwa anak tersebut tinggal serumah dengan kedua orang tuanya (purposive random sampling) berjumlah 25 orang siswa dengan 25 pasangan orang tua, seluruhnya digunakan sebagai responden. Metode pengumpulan data untuk mengungkap data primer tentang tingkat pendidikan orang tua siswa, dalam penelitian ini digunakan metode daftar inventori . Karena daftar inventori ini akan diberikan secara langsung kepada responden untuk dijawabnya maka dari cara pemberiannya, daftar inventori ini tergolong daftar inventori langsung. Dilihat dari jenis penyusunan itemnya, maka daftar inventori dalam penelitian ini akan menggunakan daftar inventori tertutup. Daftar inventori tertutup merupakan daftar inventori yang menghendaki jawaban pendek, atau jawabannya diberikan dengan membubuhkan tanda tertentu. Daftar pertanyaan disusun dengan disertai alternatif jawabannya, responsen diminta untuk memilih salah satu jawaban atau lebih dari alternatif yang sudah disediakan (Riyanto, 2001 : 87). Untuk data sekunder, yang sifatnya sebagai data pendukung akan digali

dengan metode wawancara kepada orang tua siswa bersangkutan. Wawancara yang dilakukan dalam bentuk wawancara terstruktur. Hal ini dilakukan agar proses wawancara menjadi lebih lancar, karena telah berpatokan pada pedoman wawancara yang dibuat sebelumnya. Metode pengumpulan data untuk mengungkap data motivasi belajar siswa, akan digunakan metode observasi. Observasi akan dilakukan sedemikian rupa, tidak mengganggu jalannya pembelajaran, dilakukan dengan pengamatan yang seksama sehingga pada setiap sesion terkumpul data motivasi belajar siswa. Agar tidak salah sasaran, maka setiap anak memakai kode khusus yaitu nomor absen dan nama panggilan yang disiapkan oleh peneliti. Untuk menggali data primer, disusun sebuah daftar inventori tentang tingkat pendidikan. Instrumen disusun sedemikian rupa dengan mengacu pada landasan teori Instrumen untuk mengungkap motivasi belajar siswa, disusun dalam bentuk pedoman observasi. Rujukan penetapan indicator pada pedoman observasi tersebut, disusun dengan mengacu pada landasan teori tentang motivasi belajar. Untuk bisa menghitung klasifikasi tingkat pendidikan orang tua siswa, terlebih dahulu harus dihitung skor maksimal ideal dan skor minimal ideal dari pihak bapak dan dari pihak ibu, lalu dijumlahkan. Skor minimal ideal orang tua yang diperoleh adalah 0, dab maksimal idealnya adalah 44. Selanjutnya dihitung Mean, dan dibuat criteria klasifikasi. Selanjutnya dihitung skor tingkat pendidikan actual, dapat dihitung dengan menjumlahkan skor masing-masing jenjang yang pernah diikutinya. Skor jenjang pendidikan yang ditamatkan pihak Bapak dihitung, skor jenjang pendidikan yang ditamatkan pihak Ibu dihitung, lalu dijumlahkan antara skor Bapak dengan skor Ibu menjadi skor orang tua siswa. Skor orang tua, dikonversikan dengan criteria yang ditetapkan, sehingga diketahui tingkat pendidikan setiap orang tua siswa. Hasil analisis data pada bagian ini adalah untuk menjawab pertanyaan atas rumusan masalah poin 1.

e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 5. No. 2 - Tahun 2017) Untuk data motivasi belajar, indikator yang diamati dalam setiap pengamatan untuk setiap responden adalah 10 buah indicator. Penskoran setiap indicator dilakukan dengan memberikan skor 0 jika indicator yang diamati tidak tampak, diberikan skor 1 jika indicator yang diamati tampak sebagian kecil, dan diberikan skor 2 jika indicator yang diamati tampak sebagian besar. Dijadwalkan, setiap siswa akan diamati sebanyak 7 kali dalam kurun waktu 3 minggu. Jika ada siswa yang berhalangan hadir, maka frekuensi pengamatan untuk siswa tersebut akan tidak maksimal. Untuk menentukan skor akhir pengamatan, maka akan dihitung skor rerata setiap siswa dengan mempertimbangkan jumlah skor setiap siswa dibagi jumlah pengamatan untuk siswa bersangkutan. Dengan demikian, skor maksimalnya adalah 20, dan skor minimalnya adalah 0. Dengan kondisi demikian, maka dapat dihitung Mean dan SD nya Dari mean dan SD tersebut dapat dibuat criteria klasifikasi dengan acuan kurve normal. Dari prosedur itu, dengan membandingkan total skor perolehan setiap responden dengan criteria tersebut, deskripsi tentang tingkat motivasi belajar siswa per responden dapat disimpulkan. Hasil analisis data pada bagian ini adalah untuk menjawab pertanyaan atas rumusan masalah poin 2 . Pengujian korelasional untuk mengukur ada tidaknya korelasi di antara 2 variabel, akan dilakukan menggunakan statistik non parametrik, karena jumlah populasi relative kecil, jenis datanya ordinal dan berasal dari dua sumber yang berbeda. Untuk itu, diplih pengujian korelasional menggunakan Rank Order. Teknik korelasi Tata Jenjang ( Rank Order Corelation), sering juga disebut korelasi Spearman, yaitu menghitung korelasi antara 2 variabel X dan Y yang keduanya merupakan data ordinal (ranking). Teknik korelasi ini efektif digunakan jika jumlah datanya antara 10 sampai 29. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini berbunyi: “ada korelasi antara tingkat pendidikan orang tua siswa dengan motivasi belajar siswa kelompok A TK

Negeri Pembina Singaraja Tahun 2017”. Hipotesis ini dinamakan hipotesis alternative (H1). Untuk menguji keberannya, maka hipotesis alternative itu harus disangkal atau diragukan kebenarannya. Bentuk penyangkalan tersebut disusun dalam sebuah hipotesis yang diberi nama hipotesis nol. Dalam penelitian ini diajukan sebuah hipotesis nol yang akan diuji tingkat korelasinya berdasarkan perolehan data empirik. Hipotesis nol yang diajukan untuk diuji berbunyi : “Tidak ada korelasi antara tingkat pendidikan orang tua siswa dengan motivasi belajar siswa kelompok A TK Negeri Pembina Singaraja Tahun 2017”. HASIL DAN PEMBAHASAN Untuk rumusan masalah yang pertama , hasil penelitian menemukan bahwa sebaran tingkat pendidikan orang tua siswa Kelompok A di TK Pembina Singaraja pada tahun 2017 terdiri dari : berpendidikan sangat tinggi berjumlah 6 pasang, berpendidikan tinggi sebanyak 10 pasang, berpendidikan sedang sebanyak 7 pasang, dan berpendidikan rendah sebanyak 2 pasang. Untuk rumusan masalah yang kedua, hasil penelitian menemukan bahwa sebaran data motivasi belajar siswa Kelompok A di TK Negeri Pembina Singaraja pada tahun 2017 adalah kategori sangat tinggi berjumlah 21 orang, kategori tinggi berjumlah 2 orang, kategori sedang berjumlah 1 orang, kategori rendah berjumlah 1 orang, dan kategori sangat rendah berjumlah 0 orang atau tidak ada. Untuk rumusan masalah yang ketiga, hasil analisis data penelitian menemukan bahwa RHO hitung sebesar 0,377. Nilai RHO pada tabel dengan n = 25 orang dan taraf signifikansi 5% ditemukan nilai tabelnya sebesar 0, 337. Jadi nilai RHO hitung lebih besar dari nilai RHO tabel. Selisihnya adalah sebesar 0,40. Fakta ini menunjukkan bahwa hipotesis nol ditolak, dan hipotesis alternative diterima. Jadi hasil penelitian ini membuktikan bahwa ada hubungan korelasional yang positif antara tingkat pendidikan orang tua dengan motivasi belajar siswa pada kelompok A TK Negeri Pembina Singaraja Tahun 2017.

e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 5. No. 2 - Tahun 2017) Atas hasil penelitian tersebut, dapat dibuat pembahasan sebagai berikut. Pertama, Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebaran tingkat pendidikan orang tua siswa dominan pada kategori pendidikan tinggi. Semakin tinggi tingkat pendidikan orang tua, semakin tinggi pula kecenderungan motivasi belajar siswa. Begitu juga sebaliknya, semakin rendah tingkat pendidikan orang tua, maka semakin rendah pula kecenderungan motivasi belajarnya. Hal ini sejalan pula dengan pendapat Widodo (2015) bahwa anak cenderung melihat pada keluarga, jika ayah dan ibu memiliki pendidikan tinggi, seorang anak akan mengikuti jejak orang tuanya. Paling tidak menjadikan patokan bahwa ia harus lebih banyak belajar. Sebaran hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa 2 pasang orang tua yang memiliki tingkat pendidikan rendah, yakni responden nomor 16 dan 19. Responden nomor 16, pihak bapak dan pihak ibu, keduanya hanya tamat SD dan SMP. Responden nomor 19, pihak bapak hanya tamat SD saja, dan pihak Ibu telah tamat SD, SMP, dan SMA. Rendahnya tingkat pendidikan orang tua tersebut, mengindikasikan bahwa orang tua yang bersangkutan belum punyai pengetahuan yang memadai untuk dapat mengasuh anak dengan pola asuh yang ideal. Kedua, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sebaran tingkat motivasi belajar siswa, dominan berada pada kategori sangat tinggi yakni sebanyak 21 orang, kategori tinggi sebanyak 2 orang, kategori sedang sebanyak 1 orang, dan kategori rendah sebanyak 1 orang. Posisi dominan tersebut menunjukkan bahwa, semangat belajar siswa tergolong sangat tinggi. Respon verbal dan non verbal yang ditunjukkan siswa, mulai pengamatan ke-1 sampai pengamatan ke-7, positif mendukung terwujudnya pembelajaran aktif yang menyenangkan. Namun demikian, ditemukan 1 orang siswa yang memiliki motivasi belajar yang rendah yaitu responden nomor 12 dengan perolehan skor hanya sebesar 8,00. Siswa ini lemah pada respon verbal yaitu pada indicator 1, 2, 3 dan 4 yakni belum mampu meniru ucapan guru, belum

optimal menjawab pertanyaan guru, belum berani mengajukan pertanyaan, dan belum berani mengajukan saran. Siswa ini juga lemah pada respon non verbal pada indikator 8, 9 dan 10 yakni belum mampu mengerjakan tugas dengan baik, tidak mau mengulang kembali pekerjaan yang belum selesai, dan tidak mampu menyelesaikan tugas. Setelah dicermati, ternyata motivasi belajar yang rendah pada responden nomor 12 ini, memiliki orang tua siswa dengan data tingkat pendidikan yang berada pada kategori sedang, yakni hanya tamat SD, SMP dan SMA saja. Ketiga, penelitian yang telah dilakukan pada siswa kelompok A di TK Negeri Pembina Singaraja menghasilkan bahwa, ada hubungan korelasional yang positif antara tingkat pendidikan orang tua dengan tingkat motivasi belajar siswa. Artinya bahwa, tinggi dan rendahnya motivasi belajar siswa dipengaruhi oleh tinggi rendahnya tingkat pendidikan orang tua. Kebenaran ini tentu saja tidak bersifat mutlak, karena masih ada sejumlah faktor lain yang berpengaruh positif terhadap tumbuh kembangnya motivasi belajar dimaksud, dan faktor-faktor lain tersebut dalam penelitian ini diasumsikan tidak memberi pengaruh besar yang signifikan. Contoh yang paling kasat mata tentang adanya hubungan korelasional dalam penelitian ini ditunjukkan oleh responden nomor 16 dan 19. Tingkat pendidikan orang tuanya berada pada kategori rendah, dan skor motivasi belajar anaknya juga rendah (Skor 14,857 dan 14,571----peringkat 22 dan 23). Pada responden lain, muncul pula kondisi yang lainnya, mungkin selaras, mungkin pula sebaliknya. Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan korelasional yang ilmiah di antara keduanya, telah dilakukan pengukuran dan dilanjukan dengan proses analisis data menggunakan kajian statistic rank order. Berdasarkan hasil penelitian tersebut disimpulkan bahwa, 1) sebaran tingkat pendidikan orang tua siswa Kelompok A TK Pembina Singaraja, dominan memiliki kualifikasi tingkat pendidikan sangat tinggi, 2) sebaran tingkat motivasi belajar siswa dominan berada pada kategori motivasi belajar

e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 5. No. 2 - Tahun 2017) sangat tinggi, dan 3) hasil penelitiannya menunjukkan bahwa ada hubungan korelasional yang positif antara tingkat pendidikan orang tua dengan motivasi belajar siswa. Disarankan agar guru

pembina Kelompok A di TK Negeri Pembina Singaraja, untuk memanfaatkan hasil penelitian ini sebagai salah satu sumber rujukan peningkatan mutu pembelajaran, khususnya memberikan perhatian lebih pada siswa yang motivasi belajarnya tergolong sedang dan rendah, sekaligus memanfaatkannya untuk penemuan solusi perbaikan pembelajaran. Kepada orang tua siswa Kelompok A di TK Negeri Pembina Singaraja, disarankan untuk memanfaatkan hasil penelitian ini sebagai salah satu sumber rujukan untuk peningkatan mutu pola asuh di lingkungan keluarga, agar motivasi belajar anak tumbuh dan terpelihara dengan baik. Kepada mahasiswa PG-PAUD disarankan untuk mempertimbangkan hasil penelitian ini sebagai salah satu rujukan untuk pengembangan penelitian lebih lanjut dan sebagai salah satu rujukan praktis dalam rangka melaksanakan implementasi pembinaan kelak di tempat mengabdi. PENUTUP Penelitian korelasional tentang tingkat pendidikan orang tua siswa dan motivasi belajar ini dilakukan dengan latar belakang keyakinan peneliti bahwa tingkat pendidikan orang tua sangat penting unutk tumbuh kembangnya motivasi belajar siswa. Penelitian yang dilakukan pada kelompok A di TK Negeri Pembina Singaraja, melibatkan 25 orang siswa dan 25 pasang orang tua siswa, berlangsung selama 3 minggu mulai tanggal 3 Mei 2017 hingga 31 Mei 2017. Hasil penelitian yang diperoleh telah memperkokoh kebenaran teori–teori tersebut, dan telah teruji secara empirik dengan besaran indeks korelasi yang cukup signifikan yakni sebesar 0,40. Adapun saran yang di sampaikan melalui penelitian ini yaitu (1) memanfaatkan hasil penelitian ini sebagai salah satu sumber rujukan peningkatan mutu pembelajaran,

khususnya memberikan perhatian lebih pada siswa yang motivasi belajarnya

tergolong sedang dan rendah, sekaligus memanfaatkannya untuk penemuan solusi perbaikan pembelajaran. (2) untuk peningkatan mutu pola asuh di lingkungan keluarga, agar motivasi belajar anak tumbuh dan terpelihara dengan baik. DAFTAR PUSTAKA Arta,

Sedana Ketut. 2012. Pendidikan. Singaraja: Akademi.

Sejarah Media

Chaer, Abdul. 2003. Psikolinguistik Kajian Teoretik. Jakarta: Rineka Cipta. Cholifa, N.T. 2016. “Pengaruh Latar Belakang Tingkat Pendidikan Orangtua dan Gaya Belajar terhadap Hasil Belajar Siswa pada Kelas IV SDN Kecamata Sananwetan Kota Blitar. Tersedia pada http://journal.u.ac.id Dantes, Nyoman. 2012. Metodologi Penelitian. FIP. Undiksha Singaraja Dantes, Nyoman. 2014. Landasan Pendidikan Tinjauan Dari Dimensi Makropedagogis. Yogyakarta: Graha Ilmu. Depdiknas. 2004. Pedoman Diagnostik Potensi Siswa, Iskandar, Dr, M.Pd. 2009. Psikologi Pendidikan (Sebuah Orientasi Baru). Ciputat: Gaung Persada Press. Iskandar. 2009. Psikologi Pendidikan (Sebuah Orientasi Baru). Ciputat: Gaung Persada Press. Nasution. 2004. Metode Jakarta: Bumi Aksara.

Research.

Riyanto, Yatim. 2001. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surabaya Penerbit SIC Sardiman. 2007. Interaksi Dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 5. No. 2 - Tahun 2017) Suardi, Moh. 2012. Pengantar Pendidikan Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT. Indeks. Widodo. 2015. Pendidikan

“Hubungan orangtua

Tingkat dengan

motivasi Belajar Siswa SD Kelas V”. Artikel. Tersedia pada http://eprints.uny.ac.id