UNIVERSITAS GADJAH MADA 1 ENTEROBACTERIACEAE

Download Anggota dari famili Enterobacteriaceae adalah bakteri Gram negatif fakultatif anaerobik ... dengan tipe spesiesnya, yaltu Escherichia coli...

1 downloads 481 Views 332KB Size
ENTEROBACTERIACEAE

Anggota dari famili Enterobacteriaceae adalah bakteri Gram negatif fakultatif anaerobik berbentuk batang yang dapat bersifat motil atau non motil; strain bakteri motil mempunyai flagella peritrik. Semua spesies berkembang biak pada media buatan dan mengubah glukosa, dimana mereka membentuk asam atau asam dan gas. Bakteri-bakteri tersebut juga memproduksi enzim katalase. Dengan beberapa pengecualian pada genus Erwinia, anggota dari Enterobacteriaceae mereduksi nitrat menjadi nitrit. Komposisi antigeniknya tendiri dari sebuah mozaik hubungan serologik yang saling mengisi diantara beberapa genus. Famili ini termasuk saprofit, parasit hewan dan beberapa parasit tanaman. Pengkajian homologi DNA telah menunjukkan bahwa kebanyakan spesies dalam genus Enterobacteriaceae setidaknya 20 % saling berhubungan satu dengan yang lain dan dengan tipe spesiesnya, yaltu Escherichia coli. Hampir semua spesies mempunyai antigen enterobakterial. Hanya sejumlah kecil genus yang mempunyai spesies yang menyebabkan penyakit pada hewan. Bakteri-bakteri tersebut adalah Enterobacter, Escherichia, Klebsiela, Proteus, Salmonella, Seratia dan Yersinia. Untuk mempermudah penjelasan, anggota dari Enterobacteriaceae dibagi menjadi bakteri yang memenfermentasi laktosa dan bakteri non-fermentasi laktosa. Pada bab ini akan dibahas bakteri yang memfermentasi Iaktosa. Dari genus-genus yang memfermentasi laktosa adalah Enterobacter, Escherichia, dan Klebsiela. Organisme Serratia chromogenik telah dilaporkan pada sapi mastitis dan pada septisemia manusia dan menunjukkan peningkatan kepentingan sama seperti bakteri oportunis pathogen. Enterobacter biasanya menyebabkan mastitis dan menginvasi saluran urinaria anjing. Isolat Salmonella yang memfermentasi laktosa kadang-kadang ditemukan. Strainstrain tersebut biasanya membawa plasmid dengan gen-gen yang disandi untuk memfermentasi laktosa. Fermentasi laktosa yang lambat dari Salmonella arizonae disandi secara chromosomal. Pengenalan karakteristik dari genus yang penting dalam bakteriologi kedokteran hewan ditunjukkan pada Tabel 1.

Enterobacteriaceae yang Memfermentasi Laktosa Genus Escherichia Escherichia coli E.coIi adalah flora normal yang terdapat pada intestinum bagian bawah dari semua hewan berdarah panas dan biasanya tidak ada pada usus ikan dan hewan berdarah dingin. Sedikit atau bahkan tidak ada E.coli ditemukan pada perut dan usus bagian depan. Hewan karnivora dan omnivora biasanya mempunyai organisme dalam jumlah yang lebih besar dari pada hewan herbivora. Feses dari sapi dan kuda biasanya bersisi 103 sampai 104 E.coli per Universitas Gadjah Mada

1

gram feses. E.coli dapat dilihat pada uji bakteriologi air, dan bakteri ini tampak terdapat pada polusi fecal. Morfologi dan Reaksi Pengecatan. E.coIi adalah bakteri gram negatif, bentuk batang dengan ukuran lebar 1.0-1.5 m dan panjang 2.0-6.0 m yang dapat berubah bentuk dalam kondisi tertentu. Biasanya organisme ini tampak sebagai batang pendek ; kadang tampak seperti filamen panjang. Bakteri ini dapat motil karena flagella peritriknya atau dapat juga tidak motil. E.coIi tidak pernah membentuk spora dan material capsuler dapat terlihat pada beberapa strain. Pengecatan dapat dengan mudah dan cepat dilakukan dengan pengecatan biasa Fimbria sering terlihat. Gambaran Kultural dan Biokimiawi. E.coIi tumbuh dengan cepat pada semua media. Suhu optimum untuk pertumbuhan adalah 37°C, tetapi bakteri ini akan dapat tumbuh pada kisaran suhu yang lebar. E.coIi adalah bakteri aerobik dan fakultatif anaerobik. Koloni yang tumbuh pada media agar tampak menonjol, halus, mengkilat, berwarna abu-abu, dengan garis batas melingkar. Pada strain yang berkapsul tampak mucoid. Bentuk koloni yang kasar dapat juga terlihat. Beberapa strain adalah β hemolitik pada media agar darah. TabeI .1. Beberapa perbedaan karakteristik dari genus Enterobacteriaeeae sehubungan dengan penyakit pada hewan Enteric

Media

group

agar

Gelatin

Hydrogen

Indol

Urease

sulfat

Methyl

Voges

red

proskauer

Citrate

Glukosa

Laktosa

Sukrosa

Salisin

semisolid E.coli

V

-

-

+

-

+

-

-

ag

ag

V

V

KlebsieIIa

-

-

-

-

S

V

V

+

ag

ag

ag

ag

Enterobacter

+

-

-

-

V

V

+

+

ag

ag

ag

ag

Proteus

+

+

+

+

+

-

-

-

av

-

av

-

Salmonella

+

-

+

-

-

+

-

+

ag

-

-

-

Salmonella

+

S

+

-

-

+

-

+

ag

S

-

-

Serratia

+

+

-

-

V

V

+

+

av

(-)

+

+

Yersinia

-

-

-

V

+

+

-

-

av

-

+

+

arizonae

V = variabel ; - = negatif, (-) = biasanya negatif, tetapi pengecualian tertentu kadang terjadi; + = positif; s = lambat utilization, ag = asam dan gas ; av = asam dengan atau tanpa gas

E.coli tidak mencairkan gelatin dan tidak menggunakan citrat. Bakteri

ini

memfermentasi glukosa dan karbohidrat lain dengan mengkonversi piruvat menjadi asam laktat. Sebagian besar strain memfermentasi laktosa. E.coIi membentuk indol dalam jumlah besar, secara kuat mereduksi nitrat; bereaksi negatif pada uji Voges-Proskuer. Uji Voges-Proskuer bernilai untuk membedakan E.coli dari Enterobacter aerogenes, yang mana bereaksi positif. Mol % G + C dari DNA adalah 48 sampai 52TM . Antigen. Struktur permukaan E.coli terdiri dari antigen O (somatic), K (capsular), H (flagelar) dan F (fimbrial). Setidaknya 170 antigen O, 80 antigen K dan 56 antigen H dapat

Universitas Gadjah Mada

2

dikenali. Masing-masing serotipe ditandai dengan jumlah antigen yang dibawa, sebagai contoh O139; K82; H2. Antigen O ditemukan dari

Tabel .2. Bagian dan efek enterotoksin Escherichia coli Bagian

Heat-labile toxin (LT)

Heat-stable toxin (Sta)

Heat-stable toxin (Stb)

Berat molekul

85.000

1.500-2.000

4.000

Antigenik

Ada

Hanya sbg hapten

Hanya sbg hapten

Kejadian

E.coli dari diare

E.coli dari diare anak Babi dan

E.coli dari diare babi

sapi yang baru Lahir

Weanling

Model aksi

Onset

dan

durasi

Efek

Menstimulasi aktivitas Adenyl

Menstimulasi

dari

Guanylate cyclase dari sel

usus

dan

Kapiler

aktivitas

Tidak diketahui

epithelium

epitbelium

Onset lambat, durasi reaksi

Onset cepat,

panjang

diperpanjang pada anak babi

Panjang

Level cyclic AMP Berbanding

Level cyclic GMP Berbanding

Efflux dan Na , H2O,dan

terbalik

terbalik

HCO3

Dengan

deregulasi

dari Pompa ion di epithel sel +

durasi reaksi

Dengan

deregulasi +

Usus Efflux dari Na , H2O dan

HCO3 dan Mereduksi absorbsi

HCO3,

Cl

+

dari Pompa ion di sel epithel

Usus Efflux dari Na , H2O dan -

Onset cepat, durasi reaksi

dan

Mereduksi

absorbsi Cl

rantai samping gula pada molekul lipopolisakarida. Meskipun antigen K adalah polisakarida, beberapa dikenal sebagai antigen protein fimbrial seperti halnya F4 dan F5 namun tidak tepat disebut antigen K, sebagai contoh, K88 dan K99.

Antigen H adalah protein dan dapat ditemukan pada flagella. Ada beberapa antigen fimbrial yang berbeda (F1, F2, dsb), dengan kemungkinan dari subtipe dalam sebuah antigen tunggal. Antigen fimbrial biasanya mempunyai fungsi penting sebagai faktor adhesi yang akan memungkinkan strain E.coIi untuk berkoloni pada usus atau bagian

tubuh

lainnya.

Antigen

fimbrial

F1

memperlihatkan

kemampuan

untuk

menghemaglutinasi eritrosit; kemampuan ini dihambat oleh manosa (sensitif manosa). Antigen fimbrial F1 bertindak sebagai media untuk melekat pada mucus di permukaan mukosa. Antigen fimbrial F2, F3, F4, F5, F41, F165 tidak sensitif manosa dan sebagai media perlekatan reseptor gangliosida spesifik di mukosa usus. Antigen fimbrial terbaik, K88, sekarang disebut sebagai F4. F4 (K88) fimbria adalah plasmid yang disandi dan disusun oleh kumpulan subunit protein dengan berat molekul sekitar 25.000. Strain E.coIi yang biasanya membawa antigen Universitas Gadjah Mada

3

ini adalah E.coli dari babi. Reseptor usus diturunkan dari karakter dominan melalui hokum sederhana Mendelian. Oleh karena itu hanya homozigot dominan dan heterozigot yang membawa reseptor dan keduanya sensitif terhadap kolonisasi oleh E.coli yang memiliki fimbriae F4. Paling sedikit 4 varian dari antigen F4-K88 ab 1, K88 ab2, K88 ac dab K88 ad yang berbeda pada komposisi asam amino dan keberadaan antigen tertentu. Fimbriae F5 atau antigen K99 juga merupakan plasmid yang disandi dan ditemukan pada strain E.coli enterotoksigenik pada sapi, domba dan babi. Fimbriae F5 tersusun dari pengulangan subunit protein tunggal dengan massa molekul 18.500. Reseptornya adalah glikolipid kompleks yang sama dengan GM3 ganglioside. Antigen fimbriae lain yang penting pada kolonisasi dan intestinum babi melebihi F41, F165 dan P987. Selain itu ada antigen flmbriae lain yang belum terkarakteristik. Enterotoksin. Enterotoksin plasmid-encoded heat-labile (LT) dan Heat- stable (ST) dapat diproduksi tunggal atau berkombinasi dengan strain E.coIi enterotoksin tersebut selalu ada hubungannya dengan kolonisasi antigen seperti F4 atau F5 (K88 dan K99) pada isolasi dari hewan yang menderita diare. Enteroptoksin heat-labile merupakan plasmid-encoded dan terdiri dari 2 polipeptida subunit A dan B yang berbeda. Ada 5 subunit B dan 1 subunit A dengan berat molekul 27.500 pada masing-masing molekul toksin. Subunit B (berat molekul 11.500) memiliki fungsi reseptor dan berikatan dengan ganglioside GM1 pada sel mukosa usus halus. Setelah masuk ke sel, subunit A menggerakkan adenylate cyclase oleh NAD dependen ADB ribosilase dari subunit regulatomya. Level intraseluler siklik AMP meningkat dan dapat menyebabkan keluarnya Na+, Cl-, dan H2O dari sel. Enterotoksin heat-stable memiliki Sta dan STb. Sta ditemukan pada E. coli enterotoksigenik dari babi yang baru lahir dan terdiri dari polipeptida dengan berat molekul yang bervariasi antara 1,500 — 2,000. STa larut dalam methanol dan memiliki aktivitas biologik pada tikus yang masih menyusu dan aktivitas guanilat siklase dalam mukosa usus yang menyebabkan penghambatan absorbs Na+ dan CT oleh membran “brush border”. Reseptor intestinalnya terlihat sebagai protein atau glikoprotein dengan berat molekul sekitar 100,000. STb ditemukan pada E. coli enterotoksigenik dari babi lepas sapih. STb tidak larut dalam methanol, tidak memiliki aktivitas biologik pada tikus yang masih menyusu dan tidak mempunyai efek terhadap level siklus GMP pada mukosa intestinum. Mekanisme fluid efflux tidak diketahui dan dikarakteristikkan oleh reaksi onset awal yang jelas selama 18 jam pada intestinum babi. Beberapa karakteristik penting dari enterotoksin E. coli dapat dijelaskan pada tabel 2. Toksin penyakit edema. Toksin penyakit edema pertama kali didemonstrasikan adalah pada toksin E. coli dan sebagian dilakukan karakterisasi. Toksin ini merupakan protein thermo labil yang tidak larut pada pH asam tetapi larut pada pH alkalin dengan berat Universitas Gadjah Mada

4

molekul sekitar 66.000. Hal ini berhubungan dengan shiga like toksin 2 (SLT2) dari E. coli yang ditemukan pada kasus colitis hemoragika manusia. Toksin menyebabkan paralisa dan kematian pada tikus dan toksik merubah sel vero. Hal ini mungkin dapat menghambat sintesis protein pada sel endotel pembuluh darah. Efek akhir pada hewan adalah hipertensi dengan panarteritis. Efek ini antigenik dan antiserumnya antitoksin. Antiserum shiga toksin tidak menetralisasi toksin penyekit edema. Shiga like toksin (SLT). Kebanyakan E.coIi enteropatogenik dari kasus enteritis pada anak-anak menghasilkan toksin proteinaseus (SLT1 ,k2 atau keduanya) yang secara biologis dan struktural menyerupai sititoksin Shigellariae dysentriae tipe I (Shiga). Mereka terdiri atas subunit A dan B, subunit B memiliki fungsi ikatan toksin. Sitotoksin E.coIi dan Shiga saling berhubungan, menghambat sintesis protein, bersifat letal pada tikus dan enterotoksik pada kelinci pada dosis microgram. lnfeksi oleh SLT yang diproduksi E.coli berhubungan dengan kerusakan mikrovili sel epitel usus. E.coli yang memiliki O grup 26 dan 111 telah diisolasi dari kasus enterik kolibasilosis pada babi dan sapi yang baru lahir. Epizootologi dan Patogenesis. Strain pathogen E.coli dihubungkan dengan penyakit pada intestinum dan dengan septikemia pada hewan muda atau hewan yang baru lahir dan dengan penyakit respirasi pada unggas. Strain non patogen juga dapat menyebabkan infeksi tertentu pada ambing, uterus dan bagian tubuh lain. Strain E.coli yang menyebabkan enteritis diklasifikasikan sebagai enterotosigenik (ETEC), enteropatogenik (EPEC), enteroinvasive (EIEC) dan colitis hemoragika/penghasil shiga like toxin (AEEC). Strain ETEC memproduksi enterotoksin, strain EPEC tidak menghasilkan enterotoksin atau shiga like toxin dan menyebabkan enteritis dengan mekanisme yang tidak diketahui; strain EIEC menyerang enterocytes dan lapisan profundud mukosa intestinum dan menyebabkan kolonisasi, strain AEEC mendiami usus halus, memproduksi shiga like toxin dan merusak lapisan mikrovili yang tidak diketahui mekanismenya. Kebanyakan strain-strain ini memiliki hospes spesifik dan dibatasi serotipe yang berhubungan dekat dengan penyakit pada setiap hospes. Penyakit ini umumnya ditemukan pada hewan muda yang baru lahir dan faktor epizootiogi yang bervariasi. Selain itu agen etiologi lain selain E.coli dapat hadir pada saat yang sama. Faktor kritis adalah status imun dari hewan yang baru lahir. Jika hewan gagal mengabsorbsi sejumlah immuglobulin kolostrum dengan spesifitas antibodi, maka akan peka terhadap enteritis E.coIi dan septikemia. Keadaan tersebut meliputi kondisi kesehatan induk buruk, dingin, kondisi tubuh lemah atau tidak ada perlindungan terhadap strain E.coIi patogenik, dengan demikian hal ini merupakan predisposisi tidak langsung dari kolibasilosis pada hewan yang baru lahir. Sumber primer E.coIi patogenik adalah feses. Tingkat dan intensitas serangan E.coli dapat dipengaruhi oleh imunitas dari kolostrum. Penyakit pada babi. Ada 3 manifestasi enterik kolibasilosis pada babi yaitu: enteritis E.coli neonatal yaitu enteritis yang terjadi pada anak babi umur 1- 4 hari, enteritis pada babi Universitas Gadjah Mada

5

lepas sapih yaitu yang terjadi setelah penyapihan, penyakit edema yaitu edema pada berbagai jaringan tubuh babi segera setelah disapih. Enteritis E.coIi neonatal terjadi selama 4 hari pertama kehidupan babi. Serotipe yang termasuk kelompok ini yaitu O8, O9, O20, O101, O138, O141, O147, O149 dan O157. Setelah infeksi pada babi yang masih bayi, strain E.coIi menempati epitel usus halus. Fase ini membantu penempatan antigen seperti pilus protein F4 (K88), yang memperantarai adesi mikrovili pada sel epitel usus halus anterior. Kemudian diikuti produksi dan pelepasan enterotoksin.

Mayoritas

isolasi

E.coIi

dari babi

yang

menderita

enteritis

adalah

enterotoksigenik. Baik bentuk LT maupun Sta dapat ditemukan pada strain yang sama. Semua strain memproduksi Sta dan beberapa juga memproduksi toksin LT. Babi terlihat normal selama 12 jam pertama kehidupan dan kemudian mengalami dehidrasi selama 18 jam. Kebanyakan kelompok babi yang terkena angka mortalitasnya 90 %. Pada nekropsi, usus halus terlihat dilatasi, dinding tipis dan terisi cairan abu-abu kecoklatan. Faktor predisposisi meliputi sanitasi dan ventilasi yang buruk, kelembaban yang tinggi dan stress yang disebabkan oleh cuaca yang dingin. Kejadian penyakit pada induk sapi lebih sedikit. Enteritis pada hewan lepas sapih (diare setelah disapih) disebabkan oleh E.coIi hemolitik grup O8, O9, O20, O138, O141, O149 pada babi. Penyakit ini biasanya terlihat dalam waktu singkat setelah babi lepas sapih. Perubahan pakan memicu kolonisasi masif dari usus halus bagian anterior oleh klon enteropatogenik yang membantu perlekatan antigen seperti F4 (K88) atau F5 (K99). Babi yang terinfeksi mengalami diare, depresi, anoreksia dan demam yang mungkin terjadi selama 2-3 hari. Meskipun seringkali terjadi kolaps dan kematian setelah periode singkat dari diare, mortalitas pada hewan lepas sapih lebih rendah daripada hewan neonatal. Patogenesis dari penyakit ini sama dan meliputi perlekatan pada brush border usus halus. Pelepasan enterotoksin STb dan LT membantu aliran Na+, H2O, HCO3- dan Cl- ke rumen abdomen. Strain O26 dan O111 yang memproduksi shiga toksin dapat menyebabkan nekrosis pada mukosa intestinum. Pada nekropsi usus halus terlihat dilatasi, dinding tipis dan terisi cairan abu-abu kecoklatan. Penyakit edema (enterotoksemia, edema abdomen) pada area kelompok babi telah dilaporkan di Irlandia pada tahun 1938. Hal ini berhubungan dengan E.coli grup O 139 dan 141. Ada empat kondisi yang selalu dihubungkan dengan kejadian penyakit edema, yaitu : (1) umur lepas sapih anak babi lebih sering terkena namun babi pada umur tertentu dapat juga tertular. (2) perubahan pakan ; perubahan pemberian pakan atau perubahan metode dalam pemberian pakan yang sering dilakukan, perubahan yang alami terjadi pada saat penyapihan. (3) pertumbuhan yang cepat, penyakit tersebut paling sering menyerang hewan pada masa pertumbuhan. (4) diare ; diare ringan sering terjadi satu atau dua hari sebelum serangan. Universitas Gadjah Mada

6

Faktor-faktor tersebut melalui jalur yang tidak diketahui dapat mempengaruhi hewan terhadap kolonisasi yang terjadi didalam usus halus oleh serotipe penghasil toksin (terutama O139 ; K82). Toksin penyakit penyakit edema dilepaskan, diserap dan dibawa melalul aliran darah ke daerah target yang luas pada tubuh hewan. Aksi tersebut terutama terjadi pada dinding arteri kecil yang mengalami edema, degenerasi hyaline dan akhirnya meningkatkan permeabilitas terhadap cairan. Jaringan diluar jalur pergerakan cairan mengalami edema non inflamasi yang merupakan ciri khusus dari penyakit tersebut. Penyakit tersebut terjadi secara mendadak, dengan tahap yang pendek dan biasanya berakhir dengan kematian babi. Hewan yang tertular menunjukkan gejaIa yang tidak sama, pada awalnya tidak begitu serius tetapi kemudian berubah menjadi lebih berat dan hewan tersebut sering tidak dapat berdiri. Tremor dan spasnus otot dapat juga terjadi. Suara nafas terdengar sangat kasar serta dapat terjadi edema pada kelopak mata dan daerah muka. Suhu tubuh biasanya normal atau subnormal dan hewan sering mengalami konstipasi. Beberapa hewan yang tertutar mengalami diare, walaupun demikian hal tersebut merupakan refleksi simultan dari adanya produksi enterotoksin dan strain E.coIi. Edema ditemukan pada kelopak mata, daerah muka, zona kardia pada lambung diantara mukosa dan lapisan otot, penggantung usus, nodus limfatikus mesenterika, kantung udara, laring dan jaringan lain. Ukuran luasnya edema bervariasi dan pada beberapa hewan terlihat sangat kecil. Kurtz dan Quast (1976) menemukan daerah malacia dalam brain stem yang berakhir dengan ischemia. Mereka mengkarakteristikkan lesi dari penyakit edema sebagai miolisis vaskuler dan panartritis pada sistem saraf pusat. Clugston dan Nielsen (1974) mempunyai pemikiran yaitu toksin penyakit edema disebut sebagai vasotoksin karena pengaruhnya terhadap arteri dan efek hipertensi. Lamanya hipertensi sama dengan perkembangan tanda saraf yang menciri pada penyakit edema. Serotipe yang invasif seperti O8 :K88 dan O78 :K80 kadang dapat menyebabkan infeksi pada anak babi yang berakhir dengan kematian dalam 48 jam setetah lahir. Diare dapat menyertai atau mendahului kejadian septikemia neonatal. Kegagalan mendapatkan kolostrum dalam jumlah yang cukup atau mendapatkan kolostrum tanpa antibodi yang spesifik merupakan salah satu faktor predisposisi yang penting. Cerebrospinal angiopathy telah diteliti sebagai akhir dari infeksi E.coIi pada babi lepas sapih. Beberapa babi yang tertular menunjukkan gejala neurologik sebagai akibat malacia, demielinasi dan angiopathy pada sistem saraf dan organ lain. Penyakit tersebut mungkin merupakan bentuk kronis dari penyakit edema. Prognosanya adalah jelek, hewan yang tertular lebih sering mengalami kematian.

Universitas Gadjah Mada

7

E. coli juga telah terbukti menyebabkan meningitis akut dan poliserosis fibrinosa pada anak babi. Anoreksia yang parah, kelemahan dan diikuti kematian dalam 24 jam merupakan tanda yang dapat teramati. E. coli yang berasal dari lingkungan dapat ditemukan dalam ambing babi betina melalui luka akibat gigitan anak babi. Ambing tersebut menjadi bengkak, adematous dan babi betina tersebut mengalami demam yang tinggi. Penyakit pada sapi. Penyakit enterik (white scour) pada anak sapi disebabkan oleh serotipe spesifik dari E.coli yang sangat sering dan merupakan penyakit serius yang terjadi pada minggu awal kehidupan anak sapi. Penyakit tersebut dapat menyerang semua jenis anak sapi dari sapi potong maupun sapi perah dan outbreak penyakit tersebut terjadi secara konstan pada peternakan dengan banyak anak sapi yang tumbuh dalam suatu padang pengembalaan. Dalam kawanan yang kecil, penyakit tersebut akan terlihat secara sporadik selama musim melahirkan. Kandang anak sapi yang mempunyai sekat di atas padang rumput jarang mengalami kejadian white scour. Strain yang terlihat pada prinsipnya tergantung pada kelompok O8, 9, 20 dan 101 dan

membawa F5 (K99) fimbrial atau antigen kolonisasi yang lain. Enterotoksin Sta

biasanya juga diproduksi. Serotipe yang spesifik mempunyai pengaruh yang besar pada peternakan tertentu. Setelah infeksi oleh strain enterotoksigenik, terjadi kolonisasi dan multiplikasi yang cepat pada usus halus bagian tengah dan bawah. Antigen perlekatan F5 (K99) mempunyai peranan yang penting dalam fase ini. Pelepasan enterotoksin Sta akan menyebabkan deregulasi mekanisme pompa ion oleh stimulasi dari cyclic guanylate cylase dalam sel epithel dan jaringan yang mengalami perubahan berupa perpindahan CI-, Na+, HCO3 dan air ke dalam lumen usus. Hewan mengalami diare dengan tinja penuh gelembung gas dan mengalami kematian dalam beberapa hari akibat dehidrasi dan asidosis. Strain yang memproduksi shiga-toksin telah dapat diisolasi dari anak sapi dengan penyakit enteric. Strain tersebut juga mempunyai antigen fimbrial untuk perlekatan. Bentuk septikemia dari kolibasilosis pada anak sapi adalah akibat umum dari kekurangan kolostrum dan sening didahului atau disertai dengan diare. Perbedaan yang penting dapat diketahui dari penemuan serotipe pada enteritis dan penemuan pada kasus septikemia mengenai cara invasi dan pembelahan E.coli dalam aliran darah dan jaringan tubuh sapi. Serotipe kelompok O15, 26, 35, 78, 86, 117 dan 137 biasanya termasuk dalam bentuk kolibasilosis yang sering menyerang sapi. Pertahanan terhadap perusakan oleh complemen-mediated dan kemampuan untuk mengambil zat besi dapat menjadi penentu sifat virulensi yang penting pada strain yang invasif. Walaupun demikian endotoksin dinding sel dari organisme tersebut bertanggung jawab terhadap bentuk dari puncak shock dan gejala klinis yang ditunjukkan oleh hewan yang tertular. Anak Universitas Gadjah Mada

8

sapi yang mengalami septikemia menjadi lemah, lesu dan segera mati. Ada beberapa hewan yang mampu bertahan lama tetapi menunjukkan gejala poliartritis dan meningitis yang sering bersifat fatal. E.coIi selama ini merupakan organisme gram negatif yang paling penting dan dapat menyebabkan mastitis pada sapi perah. Kejadian pada suatu peternakan dapat sangat tinggi dan mencapai puncaknya selama musin dingin. Penyakit tersebut Iebih sering terjadi pada peternakan yang melakukan terapi pengeringan sapi dan dipping putting, sebab prosedur tersebut dapat mengurangi populasi organisme komensalisme seperti Corynebacterium bovis dan non patogenik Staphylococci yang berada dipermukaan maupun didalam ambing. Organisme komensalisme tersebut secara normal merangsang sekresi respon seluler pada tingkat yang ringan yang dapat membantu melindungi dari infeksi lainnya. Ada korelasi positif antara kontaminasi lingkungan oleh E.coli dengan kejadian mastitis karena E.coli. Range serotipe yang luas semakin memberi bukti bahwa faktor lingkungan lebih berpengaruh daripada kejadian tranfer dari sapi ke sapi Iainnya. Perubahan vaccum yang tidak teratur dan kurangnya sanitasi mesin perah susu mempunyai peran terhadap kejadian penyakit tersebut. Organisme masuk melalul lubang putting. Perlekatan dan beberapa strain fimbriate E.coli pada sel epithel dalam kelenjar susu merupakan hal yang penting dalam pathogenesis penyakit tersebut. Pada beberapa kasus, kolonisasi terbatas pada streak kanal dan bagian bawah rongga puting. Organisme tersebut dapat melepaskan endotoksin yang menyebabkan respon keradangan yang lebih luas dalam kelenjar tersebut. Sebagian besar kasus mastitis oleh E.coli menunjukkan adanya infeksi yang benar-benar dilakukan oleh organisme tersebut. Endotoksin dilepaskan selama bakteriolisis yang menyebabkan peningkatan aliran darah dan diapedesis neutrophil ke dalam susu. Disana terjadi pembengkakan kelenjar dan adanya cairan serous yang menggantikan susu. Penyerapan endotoksin ke dalam aliran darah hewan menyebabkan demam tinggi, depresi, leukopenia yang diikuti leukositosis, hipoglikemia yang diperpanjang, dan pada beberapa kasus terjadi shock yang ireversibel dan kematian. Oleh karena proses perbaikan kerusakan kelenjar susu berlangsung lambat maka terjadi penurunan produksi susu. Untuk diskusi yang Iebih luas tentang mastitis oleh koliform, dapat dilihat kembali referensi yang Iengkap oleh Ebenhart (1984). Penyakit pada anak domba. Kolibasilosis pada anak domba mempunyai epizootiologi dan patogenesis yang sama dengan penjelasan pada babi dan anak sapi. Bentuk enterik dan bakterimik dari penyakit tersebut sering terjadi. Bentuk enterik terjadi pada anak domba umur 2-8 hari dan disebabkan oleh proliferasi dari enteropatogenik, strain non invasif dalam usus halus bagian atas. Penelitian tentang serotipe telah terbukti sama dengan pembuat enterotoksemia pada pedet dan sering mempunyai antigen F5 (K99) dan memproduksi enterotoksin Sta. Universitas Gadjah Mada

9

Walaupun demikian Asnari et al.,(1978) menemukan bahwa hanya sedikit strain yang menyebabkan diare pada anak domba yang memproduksi enterotoksin pada suatu tes terhadap anak domba dan mengusulkan bahwa ada kategori lain dari E.coIi enteropatogenik yang terdapat pada anak domba. Anak domba dengan enterik kolibasilosis menunjukkan diare, depresi dan beberapa kejadian kematian. Bentuk bakteremik Iebih cepat dan berakhir dengan kematian. Sebagian kecil menunjukkan adanya meningitis atau arthritis atau keduanva. Ansari et al., (1978) menemukan bahwa pada kegiatan pemeliharaan anak domba yang intensif, kolibasilosis lebih sering muncul pada anak domba yang lahir saat cuaca kurang baik daripada anak domba yang lahir pada saat cuaca baik. Strain yang menyebabkan bakteremia mempunyai serotipikal yang berbeda dengan strain yang menyebabkan penyakit enterik. Sebagian besar strain mempunyai O78: K88. Penyakit pada kuda E.coIi ditemukan sekitar 1 % dari pengamatan aborsi pada kuda betina dan atau sekitar 25 % dari kematian anak kuda. Anak kuda yang dapat bertahan dari infeksi E.coIi biasanya mengalami kelainan kogenital dan gagal untuk menyusu dan memperoleh kolostrum dalam jumlah yang cukup. Dengan gejala meliputi peningkatan suhu dan pulus, kelesuan dan kelemahan. Kematian sering terjadi dalam 24 jam setelah onset penyakit. Pada anak kuda yang diperiksa sebelum terjadi invasi postmorten, E.coIi dapat diisolasi dari organ dalam dan dari cairan synovial. E.coIi bukan merupakan penyebab enteritis yang penting pada anak kuda, meskipun antigen F4 (K88) terlihat terikat kuat pada membram brush-border kuda. Pada kuda betina, E.coIi (grup O2, O4, O6, O75) sering menyerang saluran genital setelah kejadian distokia tapi biasanya hilang dengan cepat. Biasanya E.coIi menyebabkan metritis akut. Penyakit pada anjing. Bakteremia pada anak anjing yang disebabkan oleh E.coli (grup O42) mempunyai peran dalam “Fading Puppy Syndrom” yang menyebabkan anak anjing menjadi lemah, anoreksia dan mati. Karena sindrom ini juga berhubungan dengan infeksi herpes virus, etiologinya dapat multifaktor. Pada sekitar 70 % kasus pyometra pada anjing betina ditemukan bakteri E.coIi, tetapi E.coli tidak dipercaya sebagai penyebab utama yang sebenarnya. Serotipe yang lebih banyak ditemukan dalam kasus ini adalah grup O4, 6, 22. E.coli merupakan bakteri oportunistik yang paling sering menyerang saluran urinaria anjing dan kucing. Faktor virulensi untuk saluran urinaria belum dipelajari secara sempurna. LT dan St yang diproduksi oleh strain E.coli dapat disembuhkan kembali pada kasus enteritis pada anjing muda. Penyakit pada unggas. E.coli jarang terlibat pada penyakit diare unggas, diare yang terlihat pada avian kolibasilosis merupakan akibat dari kehilangan cairan urin dan tidak Universitas Gadjah Mada

10

berakibat pada enteritis. Kolibasilosis yang khas terutama pada ayam tua dan kalkun merupakan akibat dari menghisap debu yang terkontaminasi feses. Kemudian organisme itu menyebar melalui aliran darah dan menyebabkan koliseptisemia dengan mortalitas tinggi, fibrinopurulen serositis atau koligranuloma (Hjarre’s disease). Virulensi dari strain ini berhubungan dengan kemampuan adesi dan pengambilan zat besi . Hjarre’s disease biasanya kronis dan ditandai dengan lesi granulomatosa pada dinding saluran usus, hati dan pulmo. Amonia, debu, perubahan temperatur udara yang naik turun dan bila bersama-sama infeksi virus merupakan faktor yang meningkatkan patogenesis E.coli pada ayam pedaging. Kolibasilosis pada anak ayam yang baru saja dierami biasanya merupakan akibat dari kontaminasi E.coli pada telur, selain juga dari feses ataupun dari infeksi ovarium induk. Anak ayam menunjukkan omphalitis dan mushy-chick disease. Serotipe yang sering menyebabkan avian kolibasilosis adalah grup O1, O2, O36 dan O78. Penyakit pada kelinci. Outbreak enteritis yang disebabkan oleh E.coIi pada kelinci yang digemukkan pernah ditemukan. E.coli tipe O103 telah diisolasi dari salah satu outbreak dan dibuktikan melalui eksperimen yang menyebabkan cecitis yang disertai dengan disentri dan mortalitas yang tinggi. Imunitas. Antibodi terhadap antigen F4(K88), F5(K99), F41 dan 987P efektif dalam mengurangi dan mencegah kolonisasi pada usus anak sapi atau anak babi oleh strain E.coIi yang membawa antigen-antigen tersebut. Hewan yang baru lahir secara pasif dilindungi oleh kolostrum yang mengandung antibodi induk yang distimulasi dengan vaksinasi atau infeksi alam. Antibodi ini sering kali adalah isotipe Ig A. Vaksinasi terhadap babi betina menggunakan vaksin yang berasal dari antigen fimbrial K88 atau antigen yang digabungkan dengan pilus menunjukkan penurunan morbiditas dan mortalitas enteritis neonatal karena E.coIi. Bakteri yang diinaktifasi dengan panas dan diberikan dalam pakan pada babi betina bunting juga menunjukkan efektifitasnya dalam menurunkan kerugian akibat kolibasilosis. Vaksin diberikan dalam pakan sejak 8 minggu setelah dikawinkan sampai melahirkan dan diberikan suplemen dengan booster injeksi intramuskuler dengan antigen yang sama beberapa minggu sebelum beranak. Bagaimanapun juga babi betina yang resesif homogen terhadap reseptor F4(K88) tidak dapat mengembangkan respon imun untuk melawan antigen. Anak babi dari induk non imun dapat diimunisasi dengan inokulasi secara intramuskuler segera setelah lahir dan dapat mengembangkan perlindungan terhadap enteritis pada anak babi lepas sapih. Anak babi yang menerima antibodi kolostral tidak mengembangkan respon antibodi aktif jika divaksinasi 4 minggu setelah kelahiran. Babi muda juga memperlihatkan kemampuan merespon terhadap vaksin yang diberikan secara

Universitas Gadjah Mada

11

oral. Responnya cepat dan tidak dipengaruhi oleh antibodi kolostral yang mengandung antigen setara dengan grup O yang diberikan dalam dosis yang sangat besar. Meskipun kebanyakan vaksin komersial berdasarkan antigen fimbrial, antibodi lokal (Ig A) terhadap LT enterotoksin dapat distimulasi dengan pemberian pakan antigen. Imunisasi

babi

betina

dengan

kholera

enterotoksin

agreaat

yang

dipanaskan

(procholerogenik) menstimulasi formasi lgG-antibiotik terhadap imunitas seperti LT enterotoksin E.coIi. Antibodi ini akan melindungi anak babi setelah diberikan melalui kolostrum. ST enterotoksin, meskipun bila berdiri sendiri mempunyai antigenitas rendah, namun merupakan antigen yang efektif saat berikatan dengan protein karier. Enterotoksin Sta yang berikatan tersebut telah terbukti mengandung antigen yang baik pada babi. Toksin penyakit edema juga merupakan antigen yang baik dan babi dapat secara pasif dilindungi dengan antiserum. Perlindungan pasif pada anak sapi dan kambing dalam melawan enterotoksin kolibasilosis juga dapat dilakukan dengan vaksinasi induk bunting. Antigen protektif yang penting adalah antigen F5 (K99) dan titer antibodi K99 tertinggi diperoleh dengan vaksin yang mengandung saponin, alumunium hydroxide sebagai adjuvant. Sapi betina yang divaksinasi pada 8-4 minggu sebelum beranak mensekresi antibodi yang tinggi pada kolostrum dan susu untuk 1 minggu setelah beranak. Peran penting antibodi K99 dalam melindungi didukung oleh korelasi yang erat antara resistensi anak sapi yang baru lahir terhadap beberapa diare dan titer antibodi K99 dalam kolostrum. Anak sapi juga dapat dilindungi terhadap penyakit yang disebabkan oleh E.coli enterosigenik yang membawa antigen fimbrial F5 oleh antibodi spesifik monoklonal (K99) secara oral, melalui pemberian kolostrum gabungan dari induk sapi yang hiperimunisasi. Anak domba dan kambing dapat dilindungi dengan vaksinasi induk atau dilakukan sebelum induk melahirkan. Vaksinasi anak ayam dengan E.coIi strain O78, O80 yang inaktif menunjukkan perlindungan melawan koligranuloma. Seperti juga preparat emulsi minyak dari E.coli (O1; K1) melindungi anak ayam dari infeksi respirasi. Antibodi K88 dan K99 dapat diuji dengan ELISA (Enzyme Linked Immunosorben Assay). Antibodi terhadap LT enterotoksin telah diuji dalam uji netralisasi toxin dalam kultur sel adrenal dan ELISA. Diagnosis. Enterik kolibasilosis pada anak babi, sapi dan domba yang baru lahir dihubungkan dengan jumlah besar yang abnormal dari klone tunggal E.coIi (biasanya non hemolitik dan mukoid) pada segmen anterior dan distal usus halus. Anak babi lepas sapih yang menderita kolibasilosis biasanya disebabkan oleh strain β hemolitik mukoid. Kultur dari isi usus segar atau dari usus segar yang bebas dari kotoran akan menghasilkan biak murni E.coIi. Universitas Gadjah Mada

12

Tes fluorescence antibodi dengan menggunakan konjugate yang telah disiapkan untuk melawan setiap koloni antigen F4 (K88), F5 (K99), 987P dan F41 digunakan untuk diagnosis enteritis kolibasilosis. Pada prosedur ini, seksi ileum dari karkas segar tercat dengan konjugate. Tes ini dapat secara cepat dan memungkinkan untuk megenali kolonisasi tipe antigenyang terlibat. Metode ELISA juga dapat digunakan untuk deteksi antigen K88 dan K99 dalam feses dari kasus diare anak sapi dan babi. Tes ini berlaku hanya untuk beberapa hari pertama kehidupan anak sapi yaitu sebelum sintesa antibodi lokal dimulai. LT enterotoksin dapat diuji dengan ligated loop usus, dengan uji permeabilitas vaskuler, dengan pengaruhnya terhadap produksi 3-ketosteroid pada sel monolayer adrenal, dengan hemaglutinasi, dengan phase solid Radio lmmuno Assay, dengan ELISA, dengan ikatan terhadap Polystyrene-absorbed GM1 ganglioside. ELISA yang berdasar pada antibodi monoklonal mungkin adalah uji yang paling sensitif, spesifik dan dapat dipercayai sebagai uji terhadap LT enterotoksin. Sta enterotoksin dapat diuji dengan anak tikus yang masih menyusu dan pada uji ligate loop. Kompetitif in vitro ELISA juga dapat digunakan. STb enterotoksin diuji pada babi sapih dan loop usus kelinci. Toksin penyakit edema dapat dideteksi pada kultur sel vero pada uji dengan tikus. Gejala paralisa posterior terjadi 24-72 jam setelah inokulasi intraperitoneal atau intravena ektrak polymyxin B dari E.coli yang dicurigai merupakan bukti adanya toksin. Septisemia dan avian kolibasilosis didiagnosa dengan demonstrasi kultur murni E.coli dalam darah, organ parenkim dan lesi. Pada kasus mastitis, organism sulit untuk dibuat kultur, namun bagaimanapun juga endotoksin dapat dideteksi dengan uji limulus amebocyte lysate. Pengaruh antimicrobial. Strain E.coIi yang mudah terpengaruh oleh antibiotik yang biasa digunakan agak jarang pada hewan dengan sistem manajemen pemeliharaan yang intensif. Strain E.coli dari hewan yang tidak terekpose tekanan antibiotik pilihan, sensitif terhadap

amoxycillin,

ampicillin,

chloramphenicol,

furazolidone,

kanamycin,

spectinomyycillin, streptomycin, sulfonamid, tetracycline dan trimetroprim. Penelitian antimicrobial harus berdasarkan pada uji sensitivitas dari isolat kelompok penyakit.

Universitas Gadjah Mada

13