Wanita 55 Tahun dengan Stroke Non-Hemoragik dan Hipertensi

Di Indonesia, dari 2.065 pasien stroke akut, dijumpai rata-rata usia adalah 58,8 tahun (range 18-95 tahun) dengan kasus pada pria lebih banyak dari pa...

47 downloads 432 Views 256KB Size
Hapsoro l Wanita 55 Tahun dengan Stroke Non-Hemoragik dan Hipertensi Derajat II

Wanita 55 Tahun dengan Stroke Non-Hemoragik dan Hipertensi Derajat II



Hapsoro Wibhisono Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung

Abstrak Stroke adalah suatu sindrom klinis yang ditandai oleh kehilangan fungsi otak fokal akut (kadang global) yang berlangsung lebih dari 24 jam. Stroke merupakan penyebab kematian ketiga setelah penyakit jantung dan kanker dan juga mengakibatkan disabilitas jangka panjang. Di Indonesia, dari 2.065 pasien stroke akut, dijumpai rata-rata usia adalah 58,8 tahun (range 18-95 tahun) dengan kasus pada pria lebih banyak dari pada wanita. Pasien wanita 55 tahun mengeluh lengan dan tungkai kiri tidak dapat digerakkan disertai bicara pelo sejak 1 hari SMRS. Pada pemeriksaan fisik, tekanan darah 170/100 mmHg, mulut tampak miring ke kanan, lidah mengalami lateralisasi ke kiri, skor motorik pada ekstremitas superior dan inferior sinistra 0/0, refleks babinsky positif ekstermitas sinistra. Hipertensi merupakan faktor resiko untuk terjadinya stroke. Kontrol faktor resiko dapat mencegah terjadinya stroke dan rekurensi dari stroke. Prognosis ditentukan dari NIHSS saat pasien masuk. Kata kunci: hipertensi derajat II, stroke nonhemoragik



A 55 Years Old Woman with Non-Hemorrhagic Stroke and Hypertension Grade II Abstract Stroke refers to a clinical syndrome characterized by acute focal loss of brain function (sometimes global) lasting more than 24 hours. Stroke is the third leading cause of death after heart disease and cancer, and also lead to long-term disability. In Indonesia, from 2.065 acute stroke patients, the average age was 58,8 years (range 18-95 years) with more cases in men than women. A 55 years old female patient complained of left arm and leg can’t be moved and accompanied by loss of speech since 1 day ago. On physical examination, the blood pressure was 170/100 mmHg , mouth seem tilted to the right, tongue deviation to the left, motoric score of left superior and inferior limb was 0/0, positive Babinsky reflex at the left leg. Hypertension is a risk factor for stroke. Control risk factors can prevent stroke and recurrence of stroke. The prognosis is determined from the NIHSS at admission. Keywords: hypertension grade II, non-hemorrhagicstroke Korespondensi : Hapsoro Wibhisono, S.Ked, alamat Jln. Abdul Muis Pondok Abas Alkindi 3 Kecamatan Gedung Meneng Bandar Lampung, HP 082372362838, e-mail [email protected]

Pendahuluan Stroke merupakan penyebab kematian ketiga setelah penyakit jantung dan kanker dan juga mengakibatkan disabilitas jangka panjang. Riset kesehatan dasar tahun 2013 didapatkan prevalensi stroke di Indonesia sebesar 7 per mil dan yang terdiagnosis tenaga kesehatan atau gejala sebesar 12,1 per mil. Prevalensi penyakit stroke pada kelompok yang telah didiagnosis meningkat seiring dengan bertambahnya umur, tertinggi pada umur ≥75 tahun (43,1% dan 67,0%).1 Insidensi stroke di Asia umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan Amerika Serikat dan juga lebih banyak terjadi pada negara Eropa bagian timur dibandingkan bagian barat. Insiden stroke pada laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan perempuan pada usia lebih muda, tetapi tidak demikian halnya pada usia tua. Di Indonesia, penelitian berskala cukup besar pernah dilakukan oleh

ASNA (ASEAN Neurological Association) di 28 Rumah Sakit (RS) seluruh Indonesia. Dari 2.065 pasien stroke akut, dijumpai rata-rata usia adalah 58,8 tahun (range 18-95 tahun) dengan kasus pada pria lebih banyak dari pada wanita.2 Stroke adalah suatu sindrom klinis yang ditandai oleh kehilangan fungsi otak fokal akut (kadang global) yang berlangsung lebih dari 24 jam atau menyebabkan kematian (dini), yang disebabkan baik oleh perdarahan spontan atau suplai darah yang tidak adekuatnya ke suatu bagian otak sebagai akibat aliran darah yang rendah, trombosis, dan emboli yang berhubungan dengan suatu penyakit pembuluh darah, jantung atau darah (stroke iskemik atau infark serebri).2 Stroke dapat dibagi menjadi dua, yaitu stroke non hemoragik dan stroke hemoragik. Sebagian besar (80%) disebabkan oleh stroke non hemoragik.3 J Medula Unila|Volume 4|Nomor 3|Januari 2016|69

Hapsoro l Wanita 55 Tahun dengan Stroke Non-Hemoragik dan Hipertensi Derajat II

Kasus Pasien wanita, usia 55 tahun, datang ke RSAM pada tanggal 27 Maret 2015 dengan keluhan lengan dan tungkai kiri tidak dapat digerakkan sejak 1 hari SMRS. Awalnya, sejak dua bulan yang lalu, pasien sering mengalami lemas pada tubuh secara tiba-tiba saat sedang beristirahat maupun sedang beraktivitas. Selain itu, pasien mengeluhkan nyeri kepalaringan, mulut miring kekanan, dan bicara pelo sejak 1 hari SMRS. Keluhan ini tidak disertai dengan muntah. Pasien memiliki riwayat hipertensi sejak 4 tahun SMRS. Pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran kompos mentis, tekanan darah 170/100 mmHg, nadi 96x/menit, Respiration Rate (RR) 20x/menit, suhu 36,7oC. Untuk pemeriksaan lain dalam batas normal. Dari pemeriksaan neurologis, inspeksi wajah sewaktu asimetris, lidah mengalami lateralisasi ke kiri. Pada pemeriksaan kekuatan otot didapatkan hemiplegia sinistra. Rangsang meningeal negative, ditemukan refleks patologis babinsky -/+. Dari pemeriksaan laboratorium darah, Kolesterol Total 259 mg/dl, (Low Density Level) LDL 194 mg/dl, Trigliserida 232 mg/dl. Dari hasil pemeriksaan CT-scan kepala didapatkan kesan Acute on chronic infark di lobus occipitalis dextra. Pembahasan Pada pasien ini didiagnosis stroke non hemoragik. Diagnosis didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang. Selain itu pasien memenuhi kriteria diagnosis untuk stroke non hemoragik. Dari anamnesis didapatkan pasien mengeluhkan lengan dan tungkai kiri tidak dapat digerakkan disertai mulut yang miring kekanan dan bicara pelo. Pada pasien stroke, hal tersebut merupakan keluhan yang sering ditemukan serta timbul secara mendadak seperti kelumpuhan sebagian kedua ekstermitas, bicarapelo, wajah yang tampak miring kesisi yang lumpuh, mulut yang tampak tertarik ke arah berlawanan dari sisi yang lumpuh, gangguan bicara, serta nyeri kepala hebat.3 Pemeriksaan fisik ditemukan tekanan darah 170/100 mmHg. Jika dilihat, pasien ini mengalami hipertensi grade II.5 Hipertensi merupakan faktor resiko yang kuat untuk J Medula Unila|Volume 4|Nomor 3|Januari 2016|70

terjadinya stroke. Hipertensi dapat mengakibatkan pecahnya maupun menyempitnya pembuluh darah otak yang mengakibatkan perdarahan otak dan apabila pembuluh darah otak menyempit maka aliran darah ke otak akan terganggu dan sel – sel otak akan mengalami kematian.4 Baik sistol yang tinggi maupun tekanan diastol yang tinggi. Mereka yang belum mendapatkan stroke, maupun yang sudah mengalami stroke harus mengendalikan hipertensinya dengan baik seperti mengupayakan tekanan darah sistolik <180 mmHg dan diastole >90 mmHg dan modifikasi gaya hidup.2 Kelompok faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi merupakan kelompok faktor risiko yang ditentukan secara genetik atau berhubungan dengan fungsi tubuh yang normal sehingga tidak dapat dimodifikasi.7 Stroke dapat terjadi pada semua umur tapi sebagian dialami oleh orang yang berusia lebih dari 70 tahun.8 Pemeriksaan neurologis yang dilakukan, ditemukan adanya hemiplegia sinistra disertai parese nervus VII dan nervus XII. Kedua nervus ini merupakan nervus yang paling sering terkena pada pasien jenis stroke. Selain itu ditemukan adanya refleks patologis babinsky positif pada sisi kiri. Tanda ini juga merupakan tanda yang biasa muncul pada pasien stroke, khususnya stroke hemoragik.5 Adapun penegakkan diagnosis dari algoritma stroke adalah sebagai berikut:2 penurunan kesadaran ( - ), nyeri kepala ( + ), refleks babinsky ( + ). Sehingga bermakna stroke hemoragik. Sedangkan dari siriraj skor dapat dilihat sebagai berikut : Tabel 1.Skor Siriraj

2

Catatan: 1.SSS >1: Stroke Hemoragik 2.SSS <1: Stroke NonHemoragik Rumus SSS= 2,5 C + 2 V + 2 H + 0,1 DBP - 3A - 12 = 2,5(0) + 2(0) + 2(1) + 0,1(100) – 3(1) - 12 = - 3 (Stroke Non Hemoragik)



Hapsoro l Wanita 55 Tahun dengan Stroke Non-Hemoragik dan Hipertensi Derajat II

Pemeriksaan darah rutin diperlukan sebagai dasar pembelajaran dan mungkin pula menunjukkan faktor resiko stroke seperti polisitemia, trombositosis, trombositopenia, dan leukemia). Pemeriksaan ini pun dapat menunjukkan kemungkinan penyakit yang sedang diderita saat ini seperti anemia.9 Pada pasien ini didapatkan adanya peningkatan kadar kolesterol total, trigliserida, dan LDL.

22

Gambar 1. Gambaran CT-Scan

Untuk memastikan diagnosis kerja dilakukan CT-Scan kepala, dimana gold standart dari stroke hemoragik adalah dengan pemeriksaan tersebut.2,4,9 Pada gambaran radiologi ditemukan kesan acute on chronic infark di lobus oksipital dextra. Untuk evaluasi lebih lanjut dapat digunakan USG. Modalitas lain yang juga berguna untuk mendeteksi kelainan jantung adalah EKG dan foto thoraks.9 Dasar tatalaksana dari stroke non hemoragik dibagi menjadi penatalaksanaan umum di ruang gawat darurat dan di ruang rawat. Untuk tatalaksana di ruang gawat darurat dilakukan evaluasi cepat diagnosis (anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan neurologis) dan terapi umum.2 Selain itu dibagi menjadi penatalaksanaan fase akut dan pasca akut.10 Tatalaksana pada ruang rawat inap pada pasien ini adalah cairan. Pasien diberikan cairan isotonis (Ringer Laktat) sesuai kebutuhan cairan yaitu 30 ml/kgBB/hari serta dilakukan pemeriksaan elektrolit. Kebutuhan selanjutnya adalah nutrisi, pasien ini dapat menelan dengan baik sehingga diberikan nutrisi oral. Kebutuhan kalori 25-30 kkal/kgBB/hari dengan komposisi karbohidrat 30-40%, lemak 20-35%, protein 20-30%. Untuk pencegahan dan pengendalian komplikasi,



pada pasien ini telah dilakukan mobilisasi dan pencegahan dekubitus.2 Sasaran dari terapi stroke akut adalah daerah inti dari iskemi yaitu daerah dimana neuron mengalami kekurangan oksigen dan cepat mati, maka hanya terapi yang cepat dan efektif yang dapat mengembalikan sumbaan aliran darah dan meningkatkan aliran sebelum sel mengalami rusak yang ireversibel.11,12 Komponen waktu ini disebut sebagai jendela terapeutik (therapeutic window) yaitu jendela waktu reversibilitas sel-sel neuron 13,14 penumbra. Kerusakan otak karena stroke, terjadi sebagai akibat pembengkkan dan edema yang timbul dalam 24–72 jam pertama setelah kematian sel neuron.15 Efek edema jelas menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial dan akan memperburuk iskemia otak. Selanjutnya terjadi efek massa yang berbahaya dengan akibat herniasi otak.13,16 Fase akut terjadi pada hari ke-0 sampai dengan hari ke-14 sesudah onset penyakit. Obat-obatan yang digunakan harus menjamin perfusi darah ke otak tetap cukup.16 Pada pasien ini diberikan antikolesterol berupa Simvastatin 1x20 mg dan antihipertensi Captopril 2x25 mg dan Amlodipin 1x10 mg. Antihipertensi yang digunakan merupakan kombinasi dari ACEI dan dihidropiridin. Antihipertensi diberikan ketika tekanan darah sistol <170 mmHg.2 Secara garis besar faktor risiko stroke dibagi atas faktor risiko yang dapat dimodifikasi (modifiable) dan yang tidak dapat dimodifikasi (nonmodifiable). Faktor risiko stroke yang dapat dimodifikasi diantaranya adalah hipertensi, penyakit jantung (fibrilasi atrium), diabetes melitus, merokok, konsumsi alkohol, hiperlipidemia, kurang aktifitas, dan stenosis arterikarotis. Sedangkan faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi antara lain usia, jenis kelamin, ras/suku, dan faktor genetik.17-20 Berdasarkan skor NIHSS didapatkan skor yaitu 12 (<20), sehingga pasien ini digolongkan dalam stroke ringan-sedang. Prognosis stroke tingkat ringan-sedang secara umum cenderung baik, namun perlu dilakukan rehabilitasi untuk tatalaksana defisit neurologis yang terjadi.21 Simpulan Stroke merupakan penyebab kematian ketiga setelah penyakit jantung dan kanker dan juga mengakibatkan disabilitas jangka panjang. J Medula Unila|Volume 4|Nomor 3|Januari 2016|71

Hapsoro l Wanita 55 Tahun dengan Stroke Non-Hemoragik dan Hipertensi Derajat II

Hipertensi merupakan faktor risiko untuk terjadinya stroke. Prognosis dubia ad bonam apabila berdasarkan NIHSS, skor yang didapatkan adalah <20 atau dengan kata lain derajat ringan-sedang. Selain itu, kontrol faktor resiko dapat mencegah terjadinya stroke dan rekurensi dari stroke sendiri. Daftar Pustaka 1. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Riset kesehatan dasar 2013. Jakarta: PERDOSSI; 2013. hlm. 91-4. 2. Persatuan Dokter Saraf Indonesia. Guideline stroke. Jakarta: PERDOSSI; 2011. hlm. 32-41. 3. Hinkle JL, Guanci MM. Acute ischemic stroke review. J Neurosci Nurs. 2007; 39(5):285-93, 310. 4. Mardjono M, Priguna S. Neurologi klinis dasar. Edisi ke-6. Jakarta: Dian Rakyat; 2009. hlm. 270–90. 5. Tobing L. Neurologi klinik pemeriksaan fisik dan mental. Jakarta: FKUI; 2007. 6. Goldstein LB, Adams R, Alberts MJ, Appel L. Primary prevention of ischemic stroke: a guideline from the american heart association. American Stroke Association Stroke Counsil. 2006; 37:1583-633. 7. Nuartha AABN, Samatra DPGP, Kondra W. Penyakit serebrovaskular: pedoman diagnosis dan terapi penyakit saraf. Denpasar: UPF Ilmu Penyakit Saraf FK UNUD; 1992. hlm. 31-43. 8. Gubitz G, Sandercock P. Extracts from clinical evidence: acute ischemic stroke. BMJ. 2000; 320:692-6. 9. Feigin V. Stroke panduan bergambart tentang pencegahan dan pemulihan stroke. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer; 2006. 10. Aliah A, Kuswara FF, Limoa RA, Wuysang G. Gambaran umum tentang gangguan peredaran darah otak. Dalam: Harsono, Editor. Kapita Selekta Neurologi. Edisi ke2. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press; 2005. hlm. 81-2. 11. Widjaja L. Stroke patofisiologi dan penatalaksanaan. Surabaya: Bagian Ilmu

12.

13. 14.

15. 16.

17.

18.

19.

20.

21.

22.





J Medula Unila|Volume 4|Nomor 3|Januari 2016|72

Penyakit Saraf FK UNAIR; 1993. hlm. 148. Heiss WD, Thiel A, Grond M, Graf R. Which targets are relevant for therapy of acute ischemic stroke. Stroke. 1999; 30:1486-9. Jan, S. Trombosis of cerebral vein and sinuses. N Engl J Med. 2005; 352:1791-8. Stoll, G. Kleinschnitz, C. Nieswandt, B. Molecular mechanisms of thrombus formation in ischemic stroke: novel insights and targets for treatment. The American Society of Hematology. Blood. 2008; 112(9):3555-62. Corwin EJ. Stroke. Dalam: Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC; 2000. hlm. 181-2. Maas MB, Safdieh JE. Ischemic stroke: pathophysiology and principles of localization. Dalam: Atri A, Tracey A, Editor. Neurology Board Review Manual. Neurology. 2009; 13(1):2-16. Ropper AH, Brown RH. Cerebrovascular diseases. Dalam: Adams RD, Editor. Adam and Victor’s Priciples of Neurology. Edisi ke-6. New York : Mc Graw-Hill; 2005. Goetz CG. Cerebrovascular diseases. Dalam: Textbook of Clinical Neurology. Edisi ke-3. Philadelphia : Saunders; 2007. Pines A, Bornstein NM, Shapira I. Menopause and ischemic stroke: basic, clinical and epidemiological consederations. Dalam: The Role of Hormone Replacement. Human Reproduction Update. 2002; 8(2):161-8. Caplan LR, Gorelick PB, Hier DB. Race, sex and occlusive cerebrovascular disease: a review. Stroke. 1986; 17:648-65. Adam H, Davis P, Tomer J. NIH stroke scale definition [internet]. (diakses tanggal 5 April 2015). Tersedia dari: http://www.vh.org/Providers/Clinguide/ Strcike/Scaledef.html. Gonzales RG. Imaging-guided acute ischemic stroke theraphy: from time is brain to physiology is brain. AJNR Am J Neuroradiol. 2006; 27:728-35.