13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Interaksi Sosial Pengertian tentang interaksi sosial sangat berguna di dalam memperhatikan dan mempelajari berbagai masalah masyarakat. Seperti di Indonesia dapat dibahas mengenai bentuk-bentuk interaksi sosial yang berlangsung antara pelbagai suku-bangsa, antara golongan-golongan yang disebut mayoritas dan minoritas, dan antara golongan terpelajar dengan golongan agama dan seterusnya. Interaksi sosial berasal dari bahasa latin: Con atau Cum yang berarti bersamasama, dan tango berarti menyentuh, jadi pengertian secara harfiah adalah bersama-sama menyentuh. Interaksi sosial adalah proses dimana orang-orang yang berkomunikasi saling mempengaruhi dalam pikiran dan tindakan (Zainal,1997:98). Teori ini melihat kehidupan sosial sebagai suatu proses dari interaksi. Interaksi dilihat sebagai sesuatu yang penting untuk dipertahankan dan dipelihara, dan merubah perilaku, makna, dan bahasa. Dengan kata lain perkataan melalui interaksi dengan cepat dan mudah seseorang dapat mengetahui tentang sesuatu yang diinginkannya (Danandjaja, 2001:12). Inti yang ditarik dari kehidupan sosial adalah interaksi yaitu aksi/tindakan yang berbalas-balasan. Orang saling menanggapi tindakan mereka. Masyarakat merupakan jaringan relasi yang timbal balik. Yang satu berbicara, yang lain mendengar, yang satu bertanya, yang lain menjawab, yang satu memberi perintah, yang lain menaati, yang satu berbuat jahat, yang lain membalas dendam, yang satu mengundang, yang lain datang. Selalu tampak bahwa orang saling pengaruh mempengaruhi. Max Weber menekankan
Universitas Sumatera Utara
14 hakekat interaksi terletak dalam mengarahkan kelakuan kepada orang lain. Yang harus ada orientasi timbal balik antara pihak-pihak yang bersangkutan. Menurut Bonner dalam Gunawan (2000:31), interaksi sosial adalah suatu hubungan antara dua orang atau lebih, sehingga kelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakuan individu yang lain, dan sebaliknya. Menurut Kimball Young dan Raymond W. Mack dalam Soekanto (2000:67), interaksi sosial adalah kunci dari semua kehidupan sosial, oleh karena tanpa interaksi sosial tidak akan mungkin ada kehidupan bersama. Dalam kehidupan bersama setiap individu dengan individu lainnya harus mengadakan komunikasi yang merupakan alat utama bagi sesama individu untuk saling kenal dan bekerja sama serta mengadakan kontak fisik dan non fisik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam bukunya Sosiologi suatu pengantar, Soekanto (2000:67), mengutip defenisi Gillin dan Gillin, yaitu interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis, menyangkut hubungan antara individu, antara kelompok, maupun antara individu dengan kelompok. Menurut Soekanto (2000:71) suatu interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat, yaitu: 1. Kontak Langsung 2. Komunikasi Kontak merupakan aksi dari individu atau kelompok yang mempunyai makna bagi pelakunya dan kemudian ditangkap oleh invidu atau kelompok lain. Makna yang diterima direspon untuk memberikan reaksi. Kontak dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung melalui gerak dari fisikal organisme, misalnya
Universitas Sumatera Utara
15 melalui pembicaraan, gerak dan isyarat. Sedangkan kontak tidak langsung adalah lewat tulisan atau bentuk-bentuk komunikasi jarak jauh seperti telepon, chatting, dan sebagainya. Setelah terjadi kontak langsung muncul komunikasi. Terjadinya kontak belum berarti telah ada komunikasi, oleh karena komunikasi itu timbul apabila seorang individu memberikan tafsiran pada perilaku orang lain. Dalam tafsiran itu lalu seseorang mewujudkan perilaku dimana perilaku tersebut merupakan reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan oleh orang lain. Adapun ciri-ciri dari interaksi sosial adalah: 1. Jumlah pelakunya lebih dari seorang, biasanya dua atau lebih. 2. Adanya komunikasi antar pelaku dengan menggunakan simbol-simbol. 3. Adanya suatu dimensi waktu yang meliputi masa lampau, kini, dan akan datang, yang menentukan sifat dari aksi yang sedang berlangsung. 4. Adanya suatu tujuan tertentu.
2.1.1. Konflik atau pertikaian Gillin dan Gillin dalam Soekanto (2000:77), menyebutkan bahwa proses sosial yang timbul akibat adanya interaksi sosial, seperti konflik atau pertentangan. Konflik atau pertentangan adalah suatu proses sosial dimana individu maupun kelompok manusia berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menantang pihak lawan yang disertai dengan ancaman atau kekerasan.
Universitas Sumatera Utara
16 Pada umumnya pertentangan merupakan proses dissisiatif (persaingan yang tajam), akan tetapi adakalanya pertentangan tersebut mempunyai fungsi di dalam masyarakat yang menimbulkan akibat yang positif. Pertentangan mempunyai beberapa bentuk antara lain: a. Pertentangan pribadi, yaitu dimulai sejak berkenalan, sudah saling tidak menyukai dan apabila dikembangkan maka akan timbul rasa saling membenci dan masingmasing pihak berusaha memusnahkan pihak lawannya. b. Pertentangan sosial, yaitu pertentangan yang bersumber dari ciri-ciri badanlah dan juga karena perbedaan kepentingan kebudayaan. c. Pertentangan antara kelas-kelas sosial, yaitu yang disebabkan karena perbedaan kepentingan, seperti buruh dengan majikan. Simmel dalam Ihromi (1999:177) mengatakan bahwa hubungan suami istri dalam perkawinan dapat dikatakan sebagai hubungan dua orang, yang secara kualitatif memiliki perbedaan dengan kelompok yang beranggotakan lebih dari dua orang. Sebab hidup matinya kelompok ini hanya tergantung pada kedua orang tersebut. Bila kedua belah pihak berkeinginan untuk mempertahankan kebutuhan keluarganya dengan sendirinya kesewenang-wenangan dari salah satu pihak tidak akan terjadi, tetapi sebaliknya jika salah satu pihak melakukan kesewenang-wenangan akan mudah membubarkan kelompok atau keluarga ini. Konflik yang terjadi didalam keluarga pada akhirnya akan mengakibatkan ketidaksalahpahaman, perselisihan, beda pendapat diantara kedua bela pihak dan juga akan berpengaruh kepada keluarga besar sehingga mengakibatkan terjadinya goncangan dan ketidakharmonisan didalam keluarga tersebut. Kondisi ini disebut dengan
Universitas Sumatera Utara
17 disharmonisasi keluarga karena jika didalam keluarga antara orang tua dan anak bermasalah maka seluruh interaksi didalam keluarga akan berpengaruh sehingga kebahagiaan didalam keluarga akan mengalami hambatan. Dalam keluarga yang efektif, kepentingan utama terletak pada kesatuan. Apabila terdapat kesatuan maka keluarga tersebut akan terorganisasi. Tetapi apabila tidak adanya kesatuan maka keluarga telah mengalami disorganisasi. Runtuhnya kesatuan dapat disebabkan perselisihan dalam keluarga, yang membuat hubungan sulit untuk serasi (harmonis) walaupun hubungan yang formal dari keluarga mungkin tidak pernah terjadi (Khairuddin,1997:111).
2.2. Perspektif Teori Struktural Fungsional Perspektif teori strukturakl fungsional dipandang sebagai perspektif teori yang sangat dominan dalam perkembangan sosiologi dewasa ini. Seringkali, perspektif ini disamakan dalam teori sistem, teori ekuilibrium. Konsep yang penting dalam perspketif ini adalah struktur dan fungsi, yang menunjuk pada dua atau lebih bagian atau komponen yang berbeda dan terpisah tetapi berhubungan satu sama lain. Merton mendefinisikan fungsi sebagai konsekuensi-konsekuensi yang didasari dan yang menciptakan adaptasi atau penyesuian, karena selalu ada konsekuensi positif. Ketika struktur dan fungsi dapat memberikan kontribusi pada terpeliharanya sistem sosial tetapi dapat mengandung konsekuensi negatif
seperti contoh yaitu pada struktur
masyarakat patriarki memberikan kontribusi positif bagi kaum laki-laki untuk memegang wewenang dalam keputusan kemasyarakatan, tetapi hal ini mengandung konsekuensi
Universitas Sumatera Utara
18 negatif
bagi kaum perempuan karena aspirasi mereka dalam keputusan terbatas
(http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_struktural_fungsional). Struktur sosial terdiri dari berbagai komponen dari masyarakat, seperti kelompokkelompok, keluarga-keluarga, masyarakat setempat/lokal dan sebagainya. Kunci untuk memahami konsep struktur adalah konsep status (posisi yang ditentukan secara sosial, yang diperoleh baik karena kelahiran (ascribed status maupun karena usaha (achieved status) seseorang dalam masyarakat). Jaringan dari status sosial dalam masyarakat merupakan sistem sosial, misalnya jaringan status ayah-ibu-anak menghasilkan keluarga sebagai sistem sosial, jaringan pelajar-guru-kepala sekolah-pegawai tata usaha menghasilkan sekolah sebagai sistem sosial, dan sebagainya. Setiap status memiliki aspek dinamis yang disebut dengan peran (role) tertentu, misalnya seorang yang berstatus ayah memiliki peran yang berbeda dengan seseorang yang berstatus anak. Setiap sistem sosial pada dasarnya memiliki dua fungsi utama, yaitu : (1) apa yang dapat dilakukan oleh sistem itu dan (2) konsekuensi-konsekuensi yang berkaitan dengan apa yang dapat dilakukan oleh sistem itu (fungsi lanjutan). Menurut pandangan Robert Merton salah satu tokoh perspektif ini, suatu sistem sosial dapat memiliki dua fungsi yaitu fungsi manifes, yaitu fungsi yang diharapkan dan diakui, serta fungsi laten, yaitu fungsi yang tidak diharapkan dan tidak diakui. Dalam pandangan Robert Merton, tidak semua hal dalam sistem selalu fungsional, artinya tidak semua hal selalu memelihara kelangsungan sistem. Beberapa hal telah menyebabkan terjadinya ketidakstabilan dalam sistem, bahkan dapat saja menyebabkan rusaknya sistem. Ini oleh Merton disebut dengan disfungsi. Misalnya tingkat interaksi yang tinggi dan kaku dalam keluarga dapat menghasilkan disfungsi, antara lain dalam bentuk
Universitas Sumatera Utara
19 kekerasan dan perlakuan kasar atau penyiksaan pada anak dan juga keluarga yang berbeda agama di dalam keluarga intinya. Para penganut perspektif struktural fungsional ini berusaha untuk mengetahui bagian-bagian atau komponen-komponen dari suatu sistem dan berusaha memahami bagaimana bagian-bagian ini saling berhubungan satu sama lain suatu susunan dari bagian-bagian tersebut dengan melihat fungsi manifes maupun fungsi latennya. Kemudian mereka melakukan analisis mengenai manakah yang memberi sumbangan bagi terciptanya kelestarian sistem dan manakah yang justru menyebabkan kerusakan pada sistem. Dalam hal ini dapat saja suatu komponen menjadi fungsional dalam suatu sistem, tetapi menjadi tidak fungsional bagi sistem yang lain. Misalnya ketaatan pada suatu agama merupakan sesuatu yang fungsional dalam pembinaan umat beragama, tetapi tidak fungsional bagi pengembangan persatuan berbagai etnik yang beragam agamanya. Analisis Robert Merton tentang hubungan antara kebudayaan, struktur, dan anomi.
Budaya
didefinisikan
sebagai
rangkaian
nilai
normatif
teratur
yang
mengendalikan perilaku yang sama untuk seluruh anggota masyarakat. Stuktur sosial didefinisikan sebagai serangkaian hubungan sosial teratur dan mempengaruhi anggota masyarakat atau kelompok tertentu dengan cara lain. Anomi terjadi jika ketika terdapat disfungsi ketat antara norma-norma dan tujuan budaya (cultural) yang terstruktur secara sosial dengan anggota kelompok untuk bertindak menurut norma dan tujuan tersebut. Posisi mereka dalam struktur sosial, beberapa orang tidak mampu bertindak menurut norma-norma normatif. Kebudayaan menghendaki adanya beberapa jenis perilaku yang dicegah oleh struktur sosial. Merton menghubungkan anomi dengan penyimpangan dan dengan demikian disfungsi antara kebudayan dengan struktur akan
Universitas Sumatera Utara
20 melahirkan konsekuensi disfungsional yakni penyimpangan dalam masyarakat. Anomi Merton memang sikap kritis tentang stratifikasi sosial, hal ini mengindikasikan bahwa Teori Structural Fungsionalisme ini harus lebih kritis dengan stratifikasi sosialnya. Struktur yang selalu berstratifikasi dan masing-masing memiliki fungsi yang selama ini diyakini para fungsionalis, dapat mengindikasikan disfungsi dan anomi. Jika ada keteraturan maka harus siap dengan ketidakteraturan, dalam struktur yang teratur, kedinamisan terus berjalan tidak pada status didalamnya tapi kaitan dalam peran. Anomi atau disfungsi cenderung dipahami ketika peran dalam struktur berdasarkan status tidak dijalankan akibat berbagai faktor. Apapun alasannya anomi dalam struktur apalagi yang kaku akan cenderung lebih besar. Pengaruh lembaga atau struktur terhadap perilaku seseorang adalah merupakan tema yang merasuk kedalam karya Merton, lalu tema ini selalu diilustrasikan oleh Merton yaitu the Self Fullfilling Prophecy serta dalam buku Sosial structure And Anomie. Disini Merton berusaha menunjukkan bagaimana struktur sosial memberikan tekanan yang jelas pada orang-orang tertentu yang ada dalam masyarakat sehingga mereka lebih, menunjukkan kelakuan non konformis ketimbang konformis. Menurut Merton, anomie tidak akan muncul sejauh masyarakkat menyediakan sarana kelembagaan untuk mencapai tujuan-tujuan kultur tersebut. (http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_struktural_fungsional)
2.3. Adaptasi Sosial Adaptasi adalah suatu penyesuaian pribadi terhadap lingkungan. Penyesuaian ini dapat berarti mengubah diri pribadi sesuai dengan keadaan lingkungan, jadi dapat berarti
Universitas Sumatera Utara
21 mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan pribadi (Gerungan,1991:55). Menurut Suparlan, adaptasi itu sendiri pada hakekatnya adalah suatu proses untuk memenuhi syarat-syarat dasar untuk tetap melangsungkan kehidupan. Dalam proses kehidupan manusia sebagai anggota masyarakat, individu tidak dapat begitu saja untuk melakukan tindakan yang dianggap sesuai dengan dirinya, karena individu tersebut mempunyai lingkungan diluar dirinya, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Dan lingkungan ini mempunyai aturan dan norma-norma yang membatasi tingkah laku individu tersebut. Penyesuaian diri terhadap lingkungan fisik sering disebut dengan istilah adaptasi, dan penyesuaian diri dengan lingkungan sosial disebut dengan adjustment. Adaptasi lebih bersifat fisik, dimana orang berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya, karena hal ini lebih banyak berhubungan dengan diri orang tersebut. tingkah lakunya tidak saja harus menyesuaikan diri dengan lingkungan fisik, tetapi juga dengan lingkungan sosialnya (adjustment). Soerjono Soekanto (Soekanto,2000:10-11) memberikan beberapa batasan pengertian dari adaptasi sosial, yaitu: 1. Proses mengatasi halangan-halangan dari lingkungan. 2. Penyesuaian terhadap norma-norma untuk menyalurkan ketegangan. 3. Proses perubahan untuk menyesuaikan dengan situasi yang berubah. 4. Mengubah agar sesuai dengan kondisi yang diciptakan. 5. Memanfaatkan sumber-sumber yang terbatas untuk kepentingan lingkungan. 6. Penyesuaian budaya dan aspek lainnya sebagai hasil seleksi alamiah.
Universitas Sumatera Utara
22 Dari batasan-batasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa adaptasi merupakan proses penyesuaian. Penyesuaian dari individu, kelompok maupun unit sosial terhadap norma-norma, proses perubahan, ataupun suatu kondisi yang diciptakan. Lebih lanjut tentang proses penyesuaian tersebut, Aminuddin menjelaskan bahwa penyesuaian dilakukan dngan tujuan-tujuan tertentu (Aminuddin,2000:38), antara lain: 1. Mengatasi halangan-halangan dari lingkungan. 2. Menyalurkan ketegangan sosial. 3. Mempertahankan kelanggengan kelompok atau unit sosial. 4. Bertahan hidup.
2.4. Sosialisasi Dalam Keluarga Proses awal ataupun proses dasar pembentukan anak terutama dalam lingkungannya yang terdekat yakni dari keluarga. Proses pembentukan ini didapat karena belajar dari lingkungan. Dalam hal ini tentu si anak berinteraksi dengan orang lain. Proses belajar ini diistilahkan dengan proses sosialisasi yaitu proses yang membantu individu dengan melalui proses belajar dan penyesuaian diri, bagaimana cara hidup dan cara berpikir dari kelompok tersebut. Dalam proses sosialisasi itu individu mempelajari kebiasaan, sikap, ide-ide, pola-pola, nilai dan tingkah laku, dan standar tingkah laku dalam masyarakat dimana dia hidup (Khairuddin,1997:63). Sosialisasi adalah suatu proses, dimana anggota masyarakat yang baru mempelajari norma-norma dan nilai-nilai masyarakat menjadi anggota. Berger mendefenisikan sosialisasi adalah proses melalui mana seseorang belajar menjadi seorang anggota yang berpartisipasi dalam masyarakat. Yang diajarkan dalam
Universitas Sumatera Utara
23 sosialisasi ialah peran-peran. Oleh sebab itu teori sosialisasi adalah merupakan teori mengenai peran (Sunarto,2004:23). Karena kemampuan seseorang untuk mempunyai diri untuk berperan sebagai anggota masyarakat tergantung pada sosialisasi. Oleh karena itu seseorang yang tidak mengalami sosialisasi tidak akan dapat berinteraksi dengan orang lain. Sosialisasi merupakan suatu proses yang berlangsung sepanjang hidup manusia. Keluarga adalah kelompok pertama yang mengenalkan nilai-nilai kebudayaan kepada si anak dan disinilah dialami antar aksi dan disiplin pertama yang dikenakan kepadanya dalam kehidupan sosial. Dalam kehidupan masyarakat dimana pun juga, keluarga merupakan unit terkenal yang peranannya sangat besar. Peranan yang sangat besar itu disebabkan oleh karena keluarga (yakni keluarga batih) mempunyai fungsi yang sangat penting didalam kelangsungan kehidupan masyarakat. Fungsi yang sangat penting itu terdapat pada peran dalam melakukan sosialisasi, yang bertujuan untuk mendidik warga masyarakat agar mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang dianut, untuk pertama kalinya diperoleh dalam keluarga. Hubungan antar individu dalam lingkungan keluarga sangat mempengaruhi kejiwaan anak dan dampaknya akan terlihat sampai kelak ketika ia menginjak usia dewasa. Suasana yang penuh kasih sayang dan kondusif bagi pengembangan intelektual yang berhasil dibangun dalm sebuah keluarga akan membuat seorang anak mampu beradaptasi dengan dirinya sendiri, dengan keluarganya dan dengan masyarakat sekitarnya.
Universitas Sumatera Utara
24 2.5. Teori pilihan Rasional Teori pilahan rasional umumnya berada dipinggiran aliran utama sosiologi tahun 1989 dengan tokoh yang cukup berpengaruh adalah Coleman, ia mendirikan jurnal Rationality and Society yang bertujuan menyebarkan pemikiran yang berasal dari perspektif pilihan rasional. Teori pilihan rasional (Coleman menyebutkan ”Paradikma tindakan rasional”) adalah satu-satu yang menghasilkan integrasi berbagai paradikma sosiologi. Coleman dengan yakin menyebutkan bahwa pendekatannya beroprasi dari dasar metodelogi individualisme dan dengan menggunakan teori pilihan rasional sebagai landasan tingkat mikro untuk menjelaskan fenomena tingkat makro. Teori pilihan rasional oleh James S, Coleman adalah tindakan perseorangan mengarah kepada sesuatu tujuan dan tujuan itu (juga tindakan) ditentukan oleh nilai atau pilihan. Teori pilihan rasional memusatkan perhatian pada aktor dimana aktor dipandang sebagai manusia yang mempunyai tujuan atau mempunyai maksud artinya aktor mempunyai tujuan dan tindakan tertuju pada upaya untuk mencapai tujuan tersebut, aktor pun dipandang mempunyai pilihan atau nilai serta keperluan. Teori pilihan rasional tidak menghiraukan apa yang menjadi pilihan atau apa yang menjadi sumber pilihan aktor, yang penting adalah kenyataan bahwa tindakan dilakukan untuk mencapai tujuan yang sesuai dengan tingkatan pilihan aktor. Teori pilihan rasional Coleman tampak jelas dalam gagasan dasarnya bahwa tindakan perseorangan mengarah pada suatu tujuan dan tujuan itu ditentukan oleh nilai atau pilihan, tetapi selain Coleman menyatakan bahwa untuk maksud yang sangat teoritis, ia memerlukan konsep yang lebih tepat mengenai aktor rasional yang berasal dari ilmu
Universitas Sumatera Utara
25 ekonomi dimana memilih tindakan yang dapat memaksimalkan kegunaan atau yang dapat memuaskan keinginan dan kebutuhan mereka (Ritzer,2004:394). Ada dua unsur utama dalam teori Coleman, yakni aktor dan sumber daya. Sumber daya adalah sesuatu yang menarik perhatian dan yang dapat dikontrol oleh aktor. Coleman mengakui bahwa dalam kehidupan nyata orang tak selalu berprilaku rasional, namun ia merasa bahwa hal ini hampir tak berpengaruh terhadap teorinya. Pemusatan perhatian pada tindakan rasional individu dilanjutkannya dengan memusatkan perhatian pada masalah hubungan mikro-makro atau bagaimana cara gabungan tindakan individu menimbulkan prilaku sistem sosial. Meski seimbang, namun setidaknya ada tiga kelemahan pendekatan Colemans. Pertama ia memberikan prioritas perhatian yang berlebihan terhadap masalah hubungan mikro dan makro dan dengan demikian memberikan sedikit perhatian terhadap hubungan lain. Kedua ia mengabaikan masalah hubungan makro-makro. Ketiga hubungan sebab akibatnya hanya menunjuk pada satu arah, dengan kata lain ia mengabaikan hubungan dealiktika dikalangan dan di antara fenomena mikro dan makro (Ritzer,2004:394-395). Inti dari penjelasan teori pilihan rasional adalah bahwa pilihan, keyakinan, dan tindakan memiliki hubungan satu sama lain. Sebuah tindakan akan dikatakan rasional bila tindakan tersebut memiliki hubungan dengan pilihan, keyakinan, yaitu dalam artian bahwa tindakan tersebut dapat dibuktikan sebagai tindakan yang paling dapat memuaskan pilihan sipelaku sesuai dengan keyakinan yang ia miliki dan dibuktikan secara ex ente dan
bukan
secara
ex
post
(karena
pengetahuan
manusia
tidak
ada
yang
sempurna,sehingga orang rasional tetap bisa melakukan kesalahan secara ex post (yaitu ketika dibandingkan dengan hasil nyatanya)biarpun secara ex ente, yaitu sebelum
Universitas Sumatera Utara
26 dampaknya diketahui, keputusannya sudah rasional). Keyakinan akan dikatakan bila sesuai dengan bukti-bukti yang ada. Untuk membuktikan bahwa sebuah tindakan adalah rasional, kita harus menunjukkan sebuah deret dimana tindakan tersebut dipandang sebagai terberi (given) tapi segala sesuatu yang lain harus dibenarkan atau dicarikan alasannya (yaitu penjelasan mengapa individu mengambil tindakan tertentu, mengapa individu memiliki keyakinan tertentu). (http://henkysosiologi.blogspot.com/2009/06/teori-pilihan-rasional-james-scoleman.html). Green dan Shapiro (1994;204) menyatakan teori pilihan rasional akan memeriksa batas-batas dari apa yang dapat dijelaskan oleh piihan rasional dan melepaskan kecenderungan untuk mengabaikan, menyerap/mendeskriditkan penjelasan teori lainnya (http://punggeti-sosial.blogspot.com/2008/01/coleman.html).
Universitas Sumatera Utara