BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Sungai dan Jenis-Jenisnya Sungai adalah tempat-tempat dan wadah-wadah serta jaringan pengaliran air mulai dari mata air sampai muara dengan dibatasi kanan dan kirinya serta sepanjang pengalirannya oleh garis sempadan1. Sungai juga bisa diartikan sebagai bagian permukaan bumi yang letaknya lebih rendah dari tanah disekitarnya dan menjadi tempat mengalirnya air tawar menuju ke laut, danau, rawa atau ke sungai yang lain. Sungai adalah bagian dari permukaan bumi yang karena sifatnya, menjadi tempat air mengalir2. Dapat disimpulkan bahwa sungai adalah bagian dari daratan yang menjadi tempat tempat aliran air yang berasal dari mata air atau curah hujan. Ada bermacam-macam jenis sungai. Berdasarkan sumber airnya sungai dibedakan menjadi tiga macam yaitu: a.
Sungai Hujan, adalah sungai yang airnya berasal dari air hujan atau sumber mata air. Contohnya adalah sungai-sungai yang ada di pulau Jawa dan Nusa Tenggara.
b.
Sungai Gletser, adalah sungai yang airnya berasal dari pencairan es. Contoh sungai yang airnya benar-benar murni berasal dari pencairan es saja (ansich) boleh dikatakan tidak ada, namun pada bagian hulu sungai Gangga di India (yang berhulu di Peguungan Himalaya) dan hulu sungai
1
Peraturan Pemerintah RI No. 35 Tahun 1991 tentang sungai
2
Syarifuddin, dkk. 2000. Sains Geografi. Jakarta: Bumi Aksara
15
Phein di Jerman (yang berhulu di Pegunungan Alpen) dapat dikatakan sebagai contoh jenis sungai ini. c.
Sungai Campuran, adalah sungai yang airnya berasal dari pencairan es (gletser), dari hujan, dan dari sumber mata air. Contoh sungai jenis ini adalah sungai Digul dan sungai Mamberamo di Papua (Irian Jaya). Berdasarkan debit airnya menurut sungai dibedakan menjadi 4 macam
yaitu3: 1.
Sungai Permanen, adalah sungai yang debit airnya sepanjang tahun relatif tetap. Contoh sungai jenis ini adalah sungai Kapuas, Kahayan, Barito dan Mahakam di Kalimantan. Sungai Musi, Batanghari dan Indragiri di Sumatera.
2.
Sungai Periodik, adalah sungai yang pada waktu musim hujan airnya banyak, sedangkan pada musim kemarau airnya kecil. Contoh sungai jenis ini banyak terdapat di pulau Jawa misalnya sungai Bengawan Solo, dan sungai Opak di Jawa Tengah. Sungai Progo dan sungai Code di Daerah Istimewa Yogyakarta serta sungai Brantas di Jawa Timur.
3.
Sungai Episodik, adalah sungai yang pada musim kemarau airnya kering dan pada musim hujan airnya banyak. Contoh sungai jenis ini adalah sungai Kalada di pulau Sumba.
4.
Sungai Ephemeral, adalah sungai yang ada airnya hanya pada saat musim hujan.
3
Ibid
16
Pada hakekatnya sungai jenis ini hampir sama dengan jenis episodik, hanya saja pada musim hujan sungai jenis ini airnya belum tentu banyak. Berdasarkan asal kejadiannya (genetikanya) sungai dibedakan menjadi 5 jenis yaitu: a.
Sungai Konsekuen, adalah sungai yang airnya mengalir mengikuti arah lereng awal.
b.
Sungai Subsekuen atau strike valley adalah sungai yang aliran airnya mengikuti strike batuan.
c.
Sungai Obsekuen, adalah sungai yang aliran airnya berlawanan arah dengan sungai konsekuen atau berlawanan arah dengan kemiringan lapisan batuan serta bermuara di sungai subsekuen.
d.
Sungai Resekuen, adalah sungai yang airnya mengalir mengikuti arah kemiringan lapisan batuan dan bermuara di sungai subsekuen.
e.
Sungai Insekuen, adalah sungai yang mengalir tanpa dikontrol oleh litologi maupun struktur geologi. Berdasarkan struktur geologinya sungai dibedakan menjadi dua yaitu
a. Sungai Anteseden adalah sungai yang tetap mempertahankan arah aliran airnya walaupun ada struktur geologi (batuan) yang melintang. Hal ini terjadi karena kekuatan arusnya, sehingga mampu menembus batuan yang merintanginya. b. Sungai Superposed, adalah sungai yang melintang, struktur dan prosesnya dibimbing oleh lapisan batuan yang menutupinya.
17
c. Berdasarkan pola alirannya sungai dibedakan menjadi 6 macam yaitu a. Radial atau menjari, jenis ini dibedakan menjadi dua yaitu: 1. Radial sentrifugal, adalah pola aliran yang menyebar meninggalkan pusatnya. Pola aliran ini terdapat di daerah gunung yang berbentuk kerucut. 2. Radial sentripetal, adalah pola aliran yang mengumpul menuju ke pusat. Pola ini terdapat di daerah basin (cekungan). 3. Dendritik, adalah pola aliran yang tidak teratur. Pola alirannya seperti pohon, di mana sungai induk memperoleh aliran dari anak sungainya. Jenis ini biasanya terdapat di daerah datar atau daerah dataran pantai. 4. Trellis, adalah pola aliran yang menyirip seperti daun. 5. Rektangular, adalah pola aliran yang membentuk sudut siku-siku atau hampir siku-siku 90°. 6. Pinate, adalah pola aliran di mana muara-muara anak sungainya membentuk sudut lancip. 7. Anular, adalah pola aliran sungai yang membentuk lingkaran. Bagian-bagian dari sungai bisa dikategorikan menjadi tiga, yaitu bagian hulu, bagian tengah dan bagian hilir. a.
Bagian Hulu Bagian hulu memiliki ciri-ciri: arusnya deras, daya erosinya besar, arah erosinya (terutama bagian dasar sungai) vertikal. Palung sungai berbentuk V dan lerengnya cembung (convecs), kadang-kadang terdapat air terjun atau jeram dan tidak terjadi pengendapan.
18
b. Bagian Tengah Bagian tengah mempunyai ciri-ciri: arusnya tidak begitu deras, daya erosinya mulai berkurang, arah erosi ke bagian dasar dan samping (vertikal dan horizontal), palung sungai berbentuk U (konkaf), mulai terjadi pengendapan (sedimentasi) dan sering terjadi meander yaitu kelokan sungai yang mencapai 180° atau lebih. c. Bagian Hilir Bagian hilir memiliki ciri-ciri: arusnya tenang, daya erosi kecil dengan arah ke samping (horizontal), banyak terjadi pengendapan, di bagian muara kadang-kadang terjadi delta serta palungnya lebar. d. Daerah Aliran Sungai Daerah aliran sungai (DAS) dapat diartikan sebagai kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografis yang menampung, menyimpan dan mengalirkan air hujan yang jatuh di atasnya ke sungai yang akhirnya bermuara ke danau/laut (Manan, 1979)4. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan ekosistem yang terdiri dari unsur utama vegetasi, tanah, air dan manusia dengan segala upaya yang dilakukan di dalamnya (Soeryono, 1979). Sebagai suatu ekosistem, di DAS terjadi interaksi antara faktor biotik dan fisik yang menggambarkan keseimbangan masukan dan keluran berupa erosi dan sedimentasi5. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa pengertian DAS adalah sebagai berikut :
4
Manan, S., 1979, Pengaruh Hutan dan Managemen Daerah Aliran Sungai, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, Bogor 5 Soeryono, 1979 http://putraphysic08.blogspot.com/2009_06_01_archive.html.
19
1.
Suatu wilayah daratan yang menampung, menyimpan kemudian mengalirkan air hujan ke laut atau danau melalui satu sungai utama.
2.
Suatu daerah aliran sungai yang dipisahkan dengan daerah lain oleh pemisah topografis sehingga dapat dikatakan seluruh wilayah daratan terbagi atas beberapa DAS.
3.
Unsur-unsur utama di dalam suatu DAS adalah sumberdaya alam (tanah, vegetasi dan air) yang merupakan sasaran dan manusia yang merupakan pengguna sumberdaya yang ada.
4.
Unsur utama (sumberdaya alam dan manusia) di DAS membentuk suatu ekosistem dimana peristiwa yang terjadi pada suatu unsur akan mempengaruhi unsur lainnya. Daerah aliran sungai dapat dibedakan berdasarkan bentuk atau pola
dimana bentuk ini akan menentukan pola hidrologi yang ada. Corak atau pola DAS dipengaruhi oleh faktor geomorfologi, topografi dan bentuk wilayah DAS. Upaya konservasi DAS yang berlokasi di sekitar situs merupakan tindakan yang tidak kalah pentingnya dengan konservasi pada situs cagar budaya itu sendiri. Disamping karena efek negatif sungai yang merusak situs, hal ini juga merupakan wujud nyata kepedulian masyarakat akademis „nonarkeologis‟ terhadap kelestarian bangunan cagar budaya beserta lingkungan sekitarnya. Pernyataan ini jelas termuat dalam Undang-undang Nomor 11 tahun 2010 BAB I pasal (1) yang berbunyi, cagar budaya adalah warisan budaya yang bersifat kebendaan berupa benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, situs cagar budaya, dan kawasan cagar budaya di darat dan/atau di air
20
yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan6 Perlu diketahui bahwa proses penetapan situs cagar budaya tidak terbatas hanya pada pemerintah pusat, melainkan juga bisa dilakukan oleh Pemerintah Daerah. Hal ini jelas disebutkan pada pasal (96) ayat (1), dimana pemerintah daerah mempunyai wewenang untuk menetapkan, membuat peraturan serta melakukan kerjasama pelestarian cagar budaya. UndangUndang Tentang Pengairan Pada Pasal 1 menyebutkan bahwa "Sumbersumber Air" adalah tempat-tempat dan wadah-wadah air, baik yang terdapat di atas, maupun di bawah permukaan tanah; "Pengairan" adalah suatu bidang pembinaan atas air, sumber-sumber air, termasuk kekayaan alam bukan hewani yang terkandung di dalamnya baik yang alamiah maupun yang telah diusahakan oleh manusia; "Tata Pengaturan Air" adalah segala usaha untuk mengatur
pembinaan
seperti
pemilikan,
penguasaan,
pengelolaan,
penggunaan, pengusahaan, dan pengawasan atas air beserta sumbersumbernya, termasuk kekayaan alam bukan hewani yang terkandung didalamnya, guna mencapai manfaat yang sebesar-besarnya dalam memenuhi hajat hidup dan perikehidupan Rakyat; "Tata Pengairan" adalah susunan dan letak sumber-sumber air dan atau bangunanbangunanpengairan menurut ketentuan-ketentuan teknik pembinaanya di suatu wilayah pengairan7
6 7
Undang-Undang Cagar Budaya No. 11 Tahun 2010. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan
21
Daerah sempadan sungai adalah daerah sepanjang kiri kanan sungai dihitung dari tepi sungai sampai garis sempadan sungai termasuk sungai buatan yg mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan pelestarian fungsi sungai, baik yg telah dibebaskan maupun yang tidak dibebaskan. Pengelolaan kawasan sempadan sungai diarahkan untuk melindungi sungai dari kegiatan yang dapat mengganggu dan merusak kualitas air sungai dan kondisi fisik tepi dan dasar sungai. Kawasan ini berada 100 meter dikiri kanan sungai besar dan 50 meter dikiri kanan sungai kecil untuk kawasan non permukiman. Sedangkan untuk kawasan permukiman cukup 10-15 meter kiri kanan sungai. Kenyataan di lapangan, sungai-sungai tersebut sudah mulai terganggu fungsinya akibat aktivitas yang berkembang di sekitarnya (intervensi bangunan, sampah yg mendesak badan sungai). Akibat dari terganggunya ekosistem sungai tersebut dapat kita lihat pada saat sekarang seperti kualitas air sungai yang terus menurun dan memburuk, apalagi jika pada musim penghujan dan terjadi banjir, maka penduduk daerah permukiman sekitar sungai menjadi langganan pengungsian di Posko Banjir. Tidak terhitung kerugian materil dan moril akibat rusaknya daerah aliran sungai. Untuk mencegah lebih besarnya kerugian akibat dari kerusakan sungai maka dilakukan Penataan Daerah Sempadan Sungai, maksud dari Penataan Daerah Sempadan Sungai adalah sebagai upaya agar kegiatan konservasi, pendayagunaan, pengendalian atas sumber daya yang ada pada sungai dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuannya, antara lain:
22
a. Agar fungsi sungai tidak terganggu oleh aktivitas yang berkembang di sekitarnya b. Agar kegiatan pemanfaatan dan upaya peningkatan nilai manfaat sumber daya yang ada pada sungai dapat memberikan hasil secara optimal c. Menjaga kelestarian fungsi sungai. d. Agar daya rusak air terhadap sungai dan lingkungannya dapat dibatasi. Arahan peraturan zonasi untuk sempadan sungai terdiri atas : a. kegiatan yang diperbolehkan sesuai peruntukan meliputi kegiatan pemanfaatan sempadan sungai untuk RTH, pemasangan bentangan jaringan transmisi tenaga listrik, kabel telepon, pipa air minum, pembangunan prasarana lalu lintas air, bangunan pengambilan, dan pembuangan air, bangunan penunjang sistem prasarana kota, kegiatan penyediaan lokasi dan jalur
evakuasi
bencana,
serta
pendirian
bangunan untuk kepentingan pemantauan ancaman bencana; b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan budi daya pertanian dengan jenis tanaman yang tidak mengurangi kekuatan struktur tanah dan kegiatan selain sebagaimana dimaksud pada huruf a yang tidak mengganggu fungsi sempadan sungai sebagai kawasan perlindungan setempat antara lain kegiatan pemasangan reklame dan papan pengumuman, pendirian bangunan yang dibatasi hanya untuk bangunan penunjang kegiatan transportasi sungai, kegiatan rekreasi air, serta jalan inspeksi dan bangunan pengawas ketinggian air sungai; dan
23
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang mengubah bentang alam, kegiatan yang mengganggu kesuburan dan keawetan tanah, fungsi
hidrologi
dan
hidraulis,
kelestarian
flora
dan
fauna,
kelestarian fungsi lingkungan hidup, kegiatan pemanfaatan hasil tegakan, kegiatan yang menghalangi dan/atau menutup ruang dan jalur evakuasi bencana, kegiatan pembuangan sampah, dan kegiatan lain yang mengganggu fungsi sempadan sungai sebagai kawasan perlindungan setempat8
B. Perlindungan dan Pemanfaatan Sungai Di Indonesia sungai dapat dijumpai disetiap tempat dengan kelasnya masing-masing. Pada masa lampau sungai dimanfaatkan untuk memenuhi keperluan sehari-hari, baik transportasi, mandi, mencuci dan sebagainya bahkan untuk wilayah tertentu sungai dapat dimanfaatkan untuk menunjang makan dan minum.Sungai sebagai sumber air, sangat penting fungsinya dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat dan sebagai sarana penunjang utama dalam meningkatkan pembangunan
nasional. Sebagai
sarana transportasi yang relatif aman untuk menghubungkan wilayah satu dengan lainnya. Pemerintah memperhatikan manfaatnya sungai yang tidak kecil dalam kehidupan,
maka untuk pelestariannya dipandang perlu
melakukan pengaturan mengenai sungai yang meliputi perlindungan, pengembangan, penggunaan dan pengendalian sungai dari segala bentuk
8
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan 24
pencemaran yang berakibat rusaknya dan tidak berfungsinya kembali sungai yang tidak sesuai dengan kualitas sebenarnya.
Dengan dikeluarkannya
peraturan Pemerintah Nomor : 35 Tahun 1991 tentang
sungai, sebagai
pelaksanaan Undang -Undang Nomor : 11 Tahun 1974 tentang pengairan, sehingga
dapat
digunakan
sebagai
pegangan
dalam
pengelolaan,
pengusahaan, pemeliharaan dan pengamanan, agar manfaat sungai tetap terjaga kelestariannya. Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991 Tentang Sungai Pasal 1 ini yang dimaksud dengan: a. Sungai adalah tempat-tempat dan wadah-wadah serta jaringan pengaliran air mulai dari mata air sampai b. muara dengan dibatasi kanan dan kirinya serta sepanjang pengalirannya oleh garis sempadan. c. Danau adalah bagian dari sungai yang lebar dan kedalamannya secara alamiah jauh melebihi ruas-ruas d. lain dari sungai yang bersangkutan. e. Waduk adalah wadah air yang terbentuk sebagai akibat dibangunnya bangunan sungai dalam hal ini f. bangunan bendungan, dan berbentuk pelebaran alur/badan/palung sungai. g. Wilayah sungai adalah kesatuan wilayah tata pengairan sebagai hasil pengembangan satu atau lebih h. daerah pengaliran sungai.
25
i. Bantaran sungai adalah lahan pada kedua sisi sepanjang palung sungai dihitung dari tepi sampai dengan j. kaki tanggul sebelah dalam. k. Bangunan sungai adalah bangunan yang berfungsi untuk perundangan, pengembangan, penggunaan l. dan pengendalian sungai. m. Garis sempadan sungai adalah garis batas luar pengamanan sungai. n. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Daerah Tingkat I. o. Badan usaha milik Negara adalah badan usaha milik Negara yang dibentuk untuk melakukan pembinaan, p. pengusahaan, eksploitasi dan pemeliharaan sungai sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang q. berlaku. r. Pejabat yang berwenang adalah Menteri atau pejabat yang ditunjuk. s. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang Pengairan. Didalam peraturan Pemerintah Nomor: 35 Tahun 1991, telah tersurat pengertian sungai yaitutempat a. tempat dan wadah b. wadah serta jaringan pengaliran air mulai dari mata air sampai suara dengan dibatasi kanan dan kirinya serta sepanjang pengalirannya oleh garis sempadan. Garis sempada sungai adalah garis batas luar pengamanan sungai. Garis sempadan ini dalam bentuk bertanggul dengan ketentuan batas lebar sekurang-kurangnya 5 meter yang terletak disebelah luar sepanjang kaki tanggul. Sungai sebagai sumber air yang merupakan salah 26
satu sumber daya alam berfungsi serbaguna bagi kehidupan dan penghidupan mahluk hidup. Air merupakan segalanya dalam kehidupan ini yang fungsinya tidak dapat digantikan dengan zat atau benda lainnya, namun dapat pula sebaliknya, apabila air tidak dijaga nilainya akan sangat membahayakan dalam kehidupan ini. Maka sungai sebagaimana dimaksudkan harus selalu berada pada kondisi dengan cara: a.
Dilindungi dan dijaga kelestariannya
b.
Ditingkatkan fungsi dan kemanfaatannya
c.
Dikendalikan daya rusaknya terhadap lingkungan Air atau sungai dapat merupakan sumber malapetaka apabila tidak
di jaga, baik dari segi manfaatnya maupun pengamanannya. Misalnya dengan tercemarnya air oleh zat-zat kimia selain mematikan kehidupan yang ada disekitarnya juga merusak lingkungan.(Subagyo, 1999). Eksploitasi Dan Pemeliharaan Sungai Dan Bangunan Sungai Pasal 13 yaitu sebagai berikut: a. Eksploitasi dan pemeliharaan sungai dan bangunan sungai meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan evaluasi. b. Pelaksanaan eksploitasi dan pemeliharaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang ditujukan untuk kesejahteraan dan keselamatan umum dalam rangka pembinaan sungai dilakukan oleh Pemerintah atau badan usaha milik Negara. c. Pelaksanaan eksploitasi dan pemeliharaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang pembangunannya dilakukan oleh badan hukum, badan sosial atau perorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2), dilakukan oleh yang bersangkutan.
27
C. Tinjauan Tentang Pengaturan Penambangan Pasir Awalnya, penambangan pasir berlangsung secara tradisional, dengan menggunakan serok, para penambangan pasir tradisional mendulang pasir Sungai Brantas.Namun, akhir-akhir ini penambangan pasir tradisional tidak lagi diminati. Perkembangan teknologi membuat carapenambangan pasir bergeser, tidak lagi menggunakan alat-alat tradisional, akan tetapi beralih menggunakan mesin diesel. Dalam satu hari, dari satu titik penambangan pasir dihasilkan 7 truk pasir dengan harga jualnya berkisar antara Rp 200 ribu – 350 ribu per truk.Nilai ini sangat besar, jika dibandingkan dengan modal yang harus dikeluarkan untuk menjalankan bisnis tersebut. Salah satu pemilik diesel penyedot pasir di
Desa Jongbiru Kecamatan Gampengrejo, untuk
menjalankan usaha tersebut, hanya mengeluarkan modal sebesar Rp 12 juta untuk menyewa galangan mesin atau konfiyer yang digunakan untuk mengeruk pasir. Satu atau dua bulan modal itu sudah bisa balik.
9
(Fathurrohman Muhammad,2012) Dengan
kondisi
seperti
itu,
tidaklah
mengherankan
bila
penambangan pasir di Sungai Brantas dibidik menjadi salah satu bisnis yang menggiurkan.Banyak pihak berlomba-lomba menjalankan usaha tersebut.Hal ini terlihat dari banyaknya titik penambangan pasir mekanis. Selama
ini,
sejumlah
peraturan
perundangan
dibuat
untuk
menghadang laju maraknya penambangan pasir mekanis. Diantaranya
9
Fathurrohman Muhammad,2012
28
Peraturan Daerah Propinsi Jawa Timur nomor 1 tahun 2005 tentang pengendalian usaha pertambangan bahan galian golongan C pada wilayah sungai. (Biro hukum kesekertariat daerah provinsi jawa timur, 2011) Di tingkat nasional, pemerintah juga telah mengeluarkan undang-undang nomor 4 tahun 2009 tentang mineral dan pertambangan. (Tambang News, 2012) Namun hal itu, tetap saja tidak berdaya, membendung terus bergulirnya aksi penambangan pasir mekanis.Sanksi tegas berupa hukuman penjara hingga 10 tahun dan denda Rp 10 miliar tidak menjadi penghalang bagi pelaku penambangan pasir untuk tetap beroperasi.10 (Koesnadi:Hukum Tata Lingkungan, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta,2000) Sebagai upaya dalam kelestarian ekosistem lingkungan. Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Daerah Propinsi Jawa Timur nomor 1 tahun 2005 tentang pengendalian usaha pertambangan bahan galian golongan C pada wilayah sungai. Di tingkat nasional, pemerintah juga telah mengeluarkan undang-undang nomor 4 tahun 2009 tentang mineral dan pertambangan. Peraturan perundangan tersebut adalah sebagai bentuk pencegahan agar para pelaku jera dan tidak melakukannya lagi, meskipun hal itu sangat sulit. Peraturan Daerah Propinsi Jawa Timur
Nomor 1 Tahun 2005
Tentang Pengendalian Usaha Pertambangan Bahan Galian Golongan C Pada Wilayah Sungai di Propinsi Jawa Timur. Ketentuan Perizinan Pasal 4 yaitu mengenai Wilayah izin pengelolaan usaha pertambangan meliputi :
10
Koesnadi:Hukum Tata Lingkungan, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta,2000
29
a. Wilayah sungai yang menjadi ke wenangan Pemerintah Propinsi Jawa Timur; b. Wilayah sungai yang menjad i kewenangan PERUM Jasa Tirta I. Menurut Pasal 5 menyatakan bahwa: (1) Setiap usaha per tambangan Bahan Galian Golongan C di wilayah sungai dilaksanakan setelah mendapatkan izin dari Gubernur. (2) Izin Pertambangan sebagaimana
dimaksud ayat (1) diberikan untuk
kegiatan : a. Eksploitasi; b. Pengangkutan. (3) Izin diberikan kepada Koperas i yang anggotanya berasal dari masyarakat setempat, diketahui oleh Kepala Desa/Lurah dan Camat setempat. Pasal 6 menyatakan bahwa: (1) Persyaratan untuk mendapatkan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dila kukan dengan mengajukan: a. permohonan tertulis kepada Gubernur atau pejabat yang ditunjuk dilengkapi dengan surat tanda penduduk, akte pendirian koperasi (copy) , peta lokasi yang dimohon, jenis alat angkutan hasil pertambangan; b. kelengkapan lainnya yang akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur. (2) Prosedur permohonan izin akan ditetapkan oleh Gubernur. Dok. Informasi Hukum-JDIH/2006 (3) Izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) diterbitkan setelah :
30
a. mendapat pertimbangan dari Bupati/Walikota yang bersangkutan ; mendapat rekomendasi teknis dari Dinas PU Pengairan atau Perum Jasa Tirta I sesuai kewenangan masing-masing ; b. mendapatkan rekomendasi layak lingkungan dari Bapedal. Menurut Pasal 7 yaitu sebagai berikut: (1) Usaha pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dilakukan dengan cara manual/tradisional dan tidak menggunakan alat-alat mekanik. (2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah kegiatan pertambangan untuk kegiatan normalisasi pada sungai, kantongkantong pasir, kantong-kantong lahar yang karena sifat dan kondisiny a harus dilakukan kegiatan pengambilan Bahan Galian Golongan C, kegiatan penambangannya dapat menggu nakan alat-alat mekanik atau alat-alat berat (3) Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan oleh : a. Pemerintah Propinsi, Badan, Dinas, Lembaga yang bertanggungjawab, atas sungai atau tempat-tempat lainnya sesuai ketentuan yang berlaku ; b. Badan
Hukum/Perorangan
yang
telah
mendapatkan
Surat
Izin
Pertambangan Daerah (SIPD) yang diterbitkan sebelum peraturan daerah ini berlaku sampai dengan berakhirnya masa izin. (4) Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) huruf a dapat pula dilaksanakan melalui kerjasama dengan pihak ketiga atau koperasi yang telah mendapatkan izin sesuai ketentuan yang berlaku.
31
Pasal 8 menyatakan bahwa: (1) Izin Pertambangan Daerah yang diberikan kepada Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3), dilaksanakan pada lokasi yang telah di tetapkan dalam Surat Izin Pertambangan Daerah (SIPD). (2) Masyarakat lain yang berasal dari luar wilayah dan telah melakukan kegiatan penambangan di wilayah sungai sebagaimana dimaksud dalam Pera turan Daerah ini , dapat melakukan kerjasama dengan koperasi masyarakat setempat yang telah mendapatkan SIPD. (3) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku. Dalam Pasal 9 menyatakan bahwa: Jangka waktu pelaksanaan izin penambangan, ditetapkan berdasarkan perhitungan potensi Ba han Galian Golongan C, kondisi sungai dan kondisi lingkungan, yang ditetapkan dalam SIPD berdasarkan atas saran teknis dari Dinas PU Pengairan atau Perum Jasa Tirta I dan Bapedal. Pasal 10 menyatakan: (3) Izin sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 ayat (1), berakhir dan tidak
berlaku lagi karena : e. habis masa berlakunya ; f. cadangan Bahan Galian Golong an C habis dan atau tidak layak lagi untuk ditambang ; g. dikembalikan oleh pemegang izin ; h. pencabutan izin.
32
(4) Untuk kepentingan Negara, kepentingan lingkungan dan kepentingan masyarakat umum, Pemerintah Propinsi dapat menghentikan kegiatan usaha pertambangan yang masih dalam masa izin dengan ketentuan : a. memberitahukan terlebih dahulu rencana kegiatan tersebut; b. memberikan ganti kerugian sesuai dengan kemampuan/ kewajaran ber dasarkan kesepakatan yang ditetapkan. (5) Apabila Izin telah berakhir sebag aimana dimaksud pada ayat (1), pemegang izin harus melaksana kan kewajiban-kewajiban yang telah ditetapkan dalam izin.
D. Tinjaun Tentang Perusakan Lingkungan Sungai Dibalik menggiurkannya bisnis penambangan pasir mekanis, terselip ancaman bencana, terutama gangguan pada kelestarian ekosistem lingkungan dan keberadaan bangunan di sekitarnya. Pengerukan pasir yang dilakukan secara terus menerus dalam jangka waktu lama membuat tumpukan pasir sungai terus berkurang, sehingga dasar sungai pun semakin dalam. Berlimpahnya pasir mendorong para pelaku usaha untuk mendapatkan pasir tersebut. Mengingat pasir sangat dibutuhkan untuk membangun rumah maupun gedung-gedung yang lain. Penambang adalah warga lokal yang memang sudah sejak lama bekerja menambang pasir di daerah tersebut dan mereka bertempat tinggal tidak jauh dari sungai. Sedangkan pengepul pasir sendiri berasal dari daerah lain yang datang menggunakan truk-truk besar untuk megangkut.
33
Proses penambang pasir mulai mengambil pasir yang ada di sungai, dahulu masih menggunakan cara yang sederhana, yaitu dengan cangkul dan serok. Kegiatan ini menjadi mata pencaharian warga di sekitar sungai. Kebanyakan dari mereka adalah penambang yang sudah melakukan pekerjaan tersebut sejak lama. Seiring dengan kemajuan teknologi dan peningkatan kepentingan muncul cara penambangan pasir yang lebih modern, yaitu menggunakan alat mekanik. Alat-alat yang lebih modern tentu akan meningkatkan hasil dari penambangan, dan secara otomatis meningkatkan penghasilan dalam rupiah. Hal ini berdampak negatif pula terhadap sungai dan daratan di sekitarnya. Karena hasil yang didapat banyak tanpa mengeluarkan tenaga yang cukup besar, mereka cenderung ingin memperoleh lebih dan lebih banyak lagi. Akibatnya terjadi eksploitasi yang tidak terkendali dan merusak lingkungan. Bahkan mereka sempat menggunakan alat pengeruk pasir yang lebih modern, yaitu semacam alat berat. Namun penggunaan alat tersebut memungkinkan terjadinya kesenjangan antar penambang pasir, sehingga tidak digunakan lagi. Proses pengangkutan dengan menggunakan kendaraan-kendaraan yaitu milik pengepul atau pelaku usaha daerah lain. Kemungkinan kerja sama mereka sudah terjalin sejak lama, antara penambang, sopir kendaraan, serta pelaku usaha. Namun tidak jelas perjanjian seperti apa yang mereka buat dan sepakati bersama. Hal ini terlihat ketika terjadi dampak dari akibat penambangan pasir yang tidak kunjung diatasi dan diselesaikan. Masalah yang muncul terus saja terjadi dan belum ada pemecahannya. Masyarakat lain
34
yang bukan penambang hanya menjadi pengamat dan ikut merasakan dampak dari kegiatan yang mereka lakukan. Kegiatan penambangan yang dilakukan pada awalnya tidak menimbulkan dampak terlalu besar, tetapi karena terlalu lama hal ini dilakukan terus menerus, lama kelamaan menimbulkan dampak yang besar. Hal ini terjadi karena kegiatan itu sendiri dilakukan tersu menerus dengan skala yang bertambah setiap harinya.
E. Peran Pemda Dalam Penangulangan Kerusakan Lingkungan Sungai Menurut Soekanto,
11
peranan adalah aspek yang dinamis dari
kedudukan seseorang dan karena kedudukan itu ia melakukan suatu tindakan atau gerak perubahan yang dinamis dimana dari usaha itu diharapkan akan tercipta suatu keadaan atau hasil yang diinginkan. Tindakan tersebut dijalankan dengan memanfaatkan kewenangan, kekuasaan, serta fasilitas yang dimiliki karena kedudukannya” a. Dengan adanya peranan ini menimbulkan konsekuensi tertentu yaitu adanya suatu kewajiban yang harus dilaksanakan seseorang sesuai dengan peranan atau status kedudukannya. Sedangkan jika peran dihubungkan dengan pemerintah dalam pengelolaan lingkungan hidup adalah posisi terkait dengan tugas maupun kewajiban yang seharusnya pemerintah lakukan dalam pengelolaan lingkungan hidup agar mampu mengurangi tingkat kerusakan dan pencemaran lingkungan.12
11
Dalam, Ima Maghfiro, M. Saleh Soeaidy, M.Rozikin. Analisis Peran Pemerintah Dalam mengatasi Limbah Industri Pabrik Gula Tjoekir (Studi badan lingkungan hidup kabupaten jombang) Jurnal Administrasi Publik (JAP,) Vol.1, No.3 h. 94-102 12 Ibid
35
b. Pemerintah dalam hal ini adalah Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Pemerintah Pusat yaitu Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan
pemerintahan
negara
Republik
Indonesia
sebagaimana
dimaksud dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, beserta para Menteri dan Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen. Sedangkan Pemerintah Daerah dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dijelaskan bahwa Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Walikota, Bupati dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah. Pemerintah mengatur dan mengurusi sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. c. Pemerintah sebagai lembaga tertinggi dalam suatu Negara berwenang untuk mengatur ataupun mengendalikan apa saja yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia, dan dalam Undang-undang Dasar 1945 Amandemen I-IV dalam pasal 33 yang mengatur tentang sumber-sumber Negara yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. d. Dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup secara nasional pemerintah bahkan mempunyai suatu wewenang berkaitan dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang membedakan kewenangan berdasarkan, pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/ kota. Seperti diterangkan dalam Undang-undang no 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup Pasal 1
36
angka 38 menerangkan: “Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah” e. Serta dalam Pasal 63 Undang-undang No 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup yang dimuat dalam Bab IX yang berkaitan dengan, tugas dan wewenang pemerintah dan pemerintah daerah serta dalam bagian umum pada Undang-undang no 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup juga menjelaskan terkait memberikan kewenangan yang luas kepada Menteri untuk melaksanakan seluruh kewenangan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup serta melakukan koordinasi dengan instansi lain. Melalui Undang-Undang ini juga, Pemerintah memberi kewenangan yang sangat luas kepada pemerintah daerah dalam melakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di daerah masing-masing yang tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. f. Dari uraian wewenang yang dapat dirumuskan dalam Undang-undang perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hidup di atas yang menyatakan Pemerintah memberi kewenangan yang sangat luas kepada pemerintah daerah dalam melakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di daerah masing-masing. Serta negara, pemerintah, dan seluruh pemangku kepentingan berkewajiban untuk melakukan perlindungan dan pengelolaan
lingkungan
hidup
dalam
pelaksanaan
pembangunan
37
berkelanjutan agar lingkungan hidup Indonesia dapat tetap menjadi sumber dan penunjang hidup bagi rakyat Indonesia serta makhluk hidup lain. Maka sudah sewajarnya pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup harus dijalankan dengan suatu sistem pembangunan berkelanjutan yang daya berfikirnya mengunakan pandangan pembangunan berwawasan lingkungan. g. Upaya pemerintah daerah dalam bentuk pembangunan berwawasan lingkungan misalnya mempunyai pengertian pembangunan berwawasan lingkungan tersebut memberikan gambaran bahwa minimal terdapat tiga hal yang perlu diperhatikan dalam pembangunan berwawasan lingkungan hidup yang berkelanjutan yaitu: 1. Pengelolaan sumber daya alam secara bijaksana; 2. Pembangunan berkesinambungan sepanjang masa; dan 3. Peningkatan kualitas hidup generasi. h. Pembangunan berkelanjutan sangat penting untuk dilakukan karena pada dasarnya pembangunan berkelanjutan adalah upaya yang dilakukan oleh pemerintah
untuk
melakukan
pengendalian,
pemantauan,
serta
pendayagunaan dan pelestarian sumber daya alam. Seperti diterangkan dalam Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang menjelaskan i. “Pembangunan berkelanjutan adalah upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta
38
keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan” j. Didalam Pasal 9 Undang-undang No 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup juga menerangkan terkait Penyusunan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah suatu contoh bahwa pemerintah ikut serta dalam pengelolaan lingkungan hidup, Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup juga sebagai tujuan
untuk
melakukan
suatu
kebijakan
dalam
pembangunan
berkelanjutan yang berwawasan lingkungan. Pemerintah Propinsi Jawa Timur Peraturan Daerah Propinsi Jawa Timur Nomor 1 Tahun 2005 Tentang Pengendalian Usaha Pertambangan Bahan Galian Golongan C Pada Wilayah Sungai Di Propinsi Jawa Timur. Menurut Pasal 2 Maksud dan Tujuan dari Pengendalian usaha pertambangan Bahan Galian Golongan C dimaksudkan sebagai upaya pengendalian pelaksanaan penambangan Bahan Galian Golongan C dalam rangka pengamanan dan pelestarian sungai, sehingga fungsi sungai dapat bermanfaat bagi kepentingan masyarakat. Pasal 3 menunjukkan bahwa pengendalian usaha pertambangan Bahan Galian Golongan C sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, bertujuan untuk menertibkan penambangan dan memberikan kesempatan kepada masyarakat di sekitar sungai untuk memanfaatkan Bahan Galian Golongan C secara manual/tradisional, sehingga terwujud adanya rasa memiliki, mengamankan, melestarikan sungai serta bangunan-bangunan pengairan atau bangunan fasilitas umum lainnya agar terhindar dari kerusakan
39
akibat penambangan. Pasal 19 Sanksi Administrasi (1) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), Pasal 10 ayat (3), Pasal 11 ayat (2) dikenakan sanksi administrasi. (2) Sanksi adminisrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: a.peringatan secara tertulis 1, 2 dan 3; b.penghentian sementara kegiatan pertambangan; c.pencabutan atas izin13
13
Pemerintah Propinsi Jawa Timur Peraturan Daerah Propinsi Jawa Timur Nomor 1 Tahun 2005 Tentang Pengendalian Usaha Pertambangan Bahan Galian Golongan C Pada Wilayah Sungai di Propinsi Jawa Timur
40