BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Klasifikasi dan Deskripsi Ikan Layang (Decapterus sp.) Ikan layang merupakan salah satu hasil perikanan lepas pantai yang
terdapat di Indonesia. Ikan ini termasuk jenis pemakan zooplankton, hidup di dekat permukaan laut (pelagis) dan membentuk gerombolan besar. Klasifikasi ikan layang (Saanin 1984) adalah sebagai berikut: Filum
: Chordata
Subfilum
: Vertebrata
Kelas
: Pisces
Subkelas
: Teleostei
Ordo
: Percomorphi
Sub ordo
: Percoidea
Famili
: Carangidae
Genus
: Decapterus
Spesies
: Decapterus sp. Bagian punggung ikan layang berwarna biru kehijauan dan bagian
perutnya berwarna putih perak sedangkan sirip-siripnya berwarna kuning kemerahan. Bentuk tubuhnya memanjang dan dapat mencapai 30 cm. Pada umumnya, rata-rata panjang badan ikan layang adalah 20-25 cm. Ikan layang memiliki dua sirip punggung, dua sirip tambahan di belakang sirip punggung kedua dan satu sirip tambahan di belakang sirip dubur. Ikan layang memiliki sirip
5
kecil (finlet) yang merupakan ciri khas dari genus Decapterus (Saanin 1984). Morfologi ikan layang pada Gambar 1.
Gambar 1. Ikan layang (Decapterus sp.) Sumber : Elvira (2011)
Komposisi kimia daging ikan sangat bervariasi tergantung spesies, jenis kelamin, umur, musim dan kondisi lingkungan tempat ikan tersebut ditangkap. Berdasarkan Chairita (2008) komposisi kimia ikan layang dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi kimia ikan layang (Decapterus sp) Parameter Protein Lemak Abu Air
Jumlah (%) 18,13 1,90 1,03 78,58
Sumber : Chairita (2008)
2.2
Mutu Kesegaran Ikan Pengertian mutu untuk hasil perikanan identik dengan kesegaran. Adapun
yang dimaksud dengan ikan segar adalah ikan yang masih mempunyai sifat sama seperti ikan hidup, baik rupa, bau, rasa maupun teksturnya. Definisi ikan segar menurut SNI 01-2729-2006 adalah produk yang berasal dari perikanan dengan bahan baku ikan, yang telah mengalami perlakuan pencucian, penyiangan atau tidak penyiangan, pendinginan dan pengemasan. Ikan segar yang didefinisikan oleh FAO (1995) adalah ikan yang baru saja ditangkap, belum disimpan atau
6
diolah, atau ikan yang memiliki sifat kesegaran yang kuat serta belum mengalami pembusukan. Menurut Ilyas (1983) ikan segar memiliki ciri-ciri sebagai berikut : (1) Daging ikan padat elastis, tidak mudah lepas dari tulang belakangnya; (2) Aroma atau baunya segar dan lunak seperti bau rumput laut; (3) Mata berwarna cerah dan bersih, menonjol penuh serta transparan; (4) Insang berwarna merah cerah; (5) kulit mengkilat dengan warna cerah. Ikan yang segar adalah ikan yang kondisinya dipertahankan tetap segar dengan pendinginan yang tidak dibekukan, sehingga kualitas masih sama atau mendekati keadaan pada saat-saat ikan tersebut masih hidup (Hartina, 1991). Kesegaran ikan cukup dengan 4M (melihat, meraba, menekan, dan mencium) yaitu melihat penampakan fisik, kondisi mata, insang, adanya lendir, dan sebagainya, meraba dan menekan tekstur dan kondisi daging ikan, dan mencium baunya Wibowo (2000). Kesegaran ikan umumnya diukur dengan metode sensori berdasarkan perubahan penampakan, bau, warna, flavor dan tekstur. Berikut ini ciri-ciri ikan segar secara organoleptik dapat dilihat pada Tabel 2.
7
Tabel 2. Ciri-ciri ikan segar secara organoleptik No
Parameter
Tanda-tanda
1
Penampakan Ikan cemerlang mengkilap sesuai jenisnya, badan ikan utuh, tidak rusak fisik, bagian perut masih utuh dan lait serta lubang anus tertutup
2
Mata
Cerah (terang), selaput mata jernih, pupil hitam dan menonjol
3
Insang
Insang berwarna merah cemerlang atau sedikit kecoklatan, tidak ada lendir atau sedikit
4
Bau
Bau segar spesifik jenis atau sedikit bau amis yang lembut
5
Lendir
Selaput lendir di permukaan tubuh tipis, encer, bening, mengkilap cerah, tidak lengket, berbau sedikit amis dan tidak berbau busuk
6
Tekstur dan Ikan kaku atau masih lemas dengan daging kenyal, jika Daging
ditekan dengan jari cepat pulih kembali, sisik tidak mudah lepas, jika daging disayat tampak jaringan antar daging masih kuat dan kompak, sayatan cemerlang dengan menampilkan warna daging ikan asli
Sumber : Yunizal dan Wibowo (1998)
8
Spesifikasi persyarat mutu ikan segar (SNI 01-2729-2006) dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 . Standar Mutu Ikan Segar Berdasarkan SNI 01-2729-2006 Jenis Uji
Satuan
a. Organoleptik nilai minimum kapang b.
Persyaratan Mutu
7 Tidak tampak
Cemaran mikroba ALT/gr, maksimum Eschericia coli Vibrio cholerae (*)
CFU / gram APM / gram Per 25 gram
5 x 105 <3 Negatif
Keterangan : ALT = Angka Lempeng Total, APM = Angka Paling Memungkinkan Sumber : BSN (2006)
Penentuan tingkat kesegaran ikan dapat dilakukan dengan : (1)
Pemeriksaan secara organoleptik Cara organoleptik adalah cara penilaian dengan hanya mempergunakan
indera manusia (sensorik). Cara ini sangat cepat, murah dan praktis untuk dikerjakan, tetapi ketelitiannya tergantung pada tingkat kepandaian orang yang melaksanakannya.
Penetapan
kemunduran
mutu
ikan
secara
subyektif
(organoleptik) dapat dilakukan menggunakan score sheet yang telah ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN) dengan SNI 01-2346-2006. Pengamatan pada metode ini meliputi warna, bau, konsistensi dan penampakan daging. Perubahan organoleptik disebabkan karena melunaknya tekstur daging ikan. Pelunakan tekstur terjadi karena penguraian protein menjadi senyawa yang lebih sederhana, yaitu polipeptida, asam amino dan amoniak yang dapat meningkatkan pH ikan (Murniyati dan Sunarman 2000).
9
Menurut Setyaningsih dkk, (2010) metode organoleptik adalah suatu metode analisis yang digunakan oleh manusia melalui proses penginderaan atau sensorik yang terdiri dari tiga tahap, yakni adanya rangsangan terhadap alat indera oleh suatu benda, akan diteruskan oleh sel-sel saraf dan datanya diproses oleh otak sehingga memperoleh kesan tertentu terhadap benda tersebut. Cara ini sangat cepat, murah dan praktis untuk dikerjakan, tetapi ketelitiannya tergantung pada tingkat kepandaian orang yang melaksanakannya. Pengukuran dan penentuan mutu secara sensorik dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu sampel yang diuji, metode penilaian, dan panelis. Penentuan mutu ikan dengan metode sensorik juga menimbulkan kesulitan-kesulitan seperti tingkat kepercayaan khusus pada panelis, keharusan panelis selalu siap menilai setiap saat penilaian dan lamanya waktu yang dibutuhkan. Parameter organoleptik yang diamati sebanyak 6 paramater, yakni kenampakan, lendir permukaan badan, insang, daging, tekstur, dan bau. (2)
Pemeriksaan secara mikrobiologis Penetapan kesegaran ikan secara mikrobiologis dapat dilakukan dengan
menghitung jumlah bakteri yang ada pada daging ikan. Ada dua cara yang dapat digunakan yaitu pengujian jumlah bakteri secara tepat dan cara pengujian jumlah bakteri praduga (pendugaan). Pengujian bakteri secara tepat dilakukan menggunakan metode Total Plate Count (TPC), yaitu penghitungan jumlah bakteri yang ditumbuhkan pada suatu media pertumbuhan (media agar) dan diinkubasi selama 24 jam. Koloni bakteri yang tumbuh dihitung. Batas maksimum bakteri untuk ikan segar yaitu 5 x 105 koloni/g (SNI-01-2729-2006). Pengujian
10
bakteri secara praduga dapat dilihat dengan menentukan kekeruhan dari cairan daging ikan (Hadiwiyoto 1993). 2.2.1
Proses Penurunan Mutu Ikan
Mutu ikan berkaitan dengan tingkat kesegaran. Kesegaran adalah tolak ukur untuk membedakan ikan yang jelek dan ikan yang baik kualitasnya. Ikan dikategorikan masih segar jika perubahan-perubahan biokimiawi, mikrobiologi, dan fisikawi yang terjadi belum menyebabkan kerusakan berat pada ikan. Berdasarkan kesegarannya, ikan dapat digolongkan menjadi empat kelas mutu, yaitu ikan yang kesegarannya masih baik sekali (prima), ikan yang kesegarannya masih baik (advance), ikan yang kesegarannya sudah mulai mundur (sedang), dan ikan yang sudah tidak segar lagi (mutu rendah/ busuk) (Hadiwiyoto, 1993). Setelah ikan ditangkap dan mati maka dalam tubuh ikan berlangsung proses ke arah pembusukan. Ikan hasil tangkapan mudah sekali mengalami kerusakan, terutama di daerah tropis, di mana suhu dan kelembaban sangat memungkinkan
terjadinya
proses
pembusukan.
Proses
penurunan
mutu
(deteriorasi) pada ikan disebabkan oleh tiga macam kegiatan yaitu autolisis, kimiawi, dan mikrobiologis (Ilyas, 1983). 1.
Proses Autolisis Autolisis adalah proses penguraian organ-organ tubuh ikan oleh enzim-
enzim yang terdapat dalam tibuh ikan sendiri. Proses ini terjadi setelah ikan melewai fase rigor mortis (Afriyantono dan Liviawaty, 1989). Penurunan pH saat fase rigor mortis menyebabkan enzim-enzim dalam jaringan ikan yang aktivitasnya berlangsung pada pH rendah menjadi aktif yakni enzim katepsin.
11
Enzim katepsin berfungsi menguraikan protein menjadi senyawa yang lebih sederhana, merombak struktur jaringan protein otot menjadi lebih longgar sehingga rentan sehingga rentan terhadap serangan bakteri. Faseini merupakan fase transisi antara segar dan busuk, namun ikan dalam fase ini seringkali masih dianggap cukup segar dan layak untuk dikonsumsi. Selama aktivitas enzim masih berlangsung ikan masih tergolong segar (Yunizal dan Wibowo, 1998). Pada ikan yang masih hidup kerja enzim selalu terkontrol sehingga aktivitasnya menguntungkan bagi kehidupan ikan itu sendiri. Selama ikan hidup, enzim-enzim yang terdapat dalam tubuh berasal dari daging (katepsin), enzim pencernaan ataupun enzim yang berasal yang berasal dari mikroorganisme yang terdapat pada saluran pencernaan yang akan membantu proses metabolisme makanan (Afrianto dan Liviawaty, 1989). Namun setelah ikan mati, enzim masih mempunyai kemampuan untuk bekerja secara aktif namun sistem kerjanya tidak terkontrol karena organ pengontrol yaitu otak tidak berfungsi lagi sehingga enzim dapat merusak organ tubuh ikan (Junianto, 2003). 2.
Proses oksidasi Proses penurunan mutu ikan secara kimiawi disebabkan karena proses
oksidasi lemak pada ikan yang mengakibatkan bau tengik dan rasa, sehingga gejala ini dinamakan ketengikan. Disamping itu rupa ikan dan dagingnya berubah ke arah coklat kusam. Proses oksidasi terjadi hampir bersamaan dengan perombakan jaringan oleh bakteri (Ilyas, 1983). Pengukuran kemunduran mutu ikan secara kimiawi dapat dilakukan dengan mengukur derajat keasaman (pH) daging ikan. Pada umumnya ikan yang sudah
12
tidak segar, dagingnya mempunyai pH lebih basa (tinggi) daripada yang masih segar. Hal ini disebabkan karena timbulnya senyawa-senyawa yang bersifat basa seperti misalnya ammonia, trimethylamine, dan senyawa-senyawa volatil lainnya (Hadiwiyoto, 1993). Penentuan kesegaran ikan secara kimiawi lainnya adalah dengan menggunakan prinsip penetapan Total Volatil Bases (TVB). Prinsip penetapan TVB adalah menguapkan senyawa-senyawa volatil yang terbentuk karena proses penguraian asam amino yang terdapat pada daging ikan (Hadiwiyoto, 1993). 3.
Proses Mikrobiologis Fase perubahan karena mikrobiologis merupakan proses pembusukan yang di
sebabakan aktivitas mikroganisme, terutama bakteri. Senyawa sederhana hasil autolisis teryanta sangat dibutuhkan bakteri pembusuk sehingga mendorong pertumbuhan bakteri pembusuk. Bakteri tersebut mengeluarkan enzim ke jaringan daging untuk mengubah protein menjadi senyawa yang mudah larut (Yunizal dan Wibowo, 1998). Selama ikan hidup, bakteri yang terdapat dalam saluran pencernaan, insang, saluran darah, dan permukaan kulit tidak dapat merusak atau menyerang bagianbagian tubuh ikan (Junianto, 2003). Hal ini disebabkan ikan hidup memiliki kemampuan untuk mengatasi aktivitas mikroorganisme. Setelah ikan mati, bakteri-bakteri menyerang tubuh ikan mulai dari insang atau luka yang terdapat pada kulit menuju jaringan tubuh bagian dalam. Penyerangan bakteri terhadap tubuh ikan yang telah mati ada tiga macam, yaitu dari insang dan luka ke tubuh
13
bagian dalam, dari saluran penceranaan ke jaringan daging dan dari kulit ke jaringan daging ( Afrianto dan Liviawaty, 2010). Penurunan mutu ikan dapat dilihat dari berubahnya lendir menjadi pekat, bergetah dan amis, mata terbenam dan sinarnya pudar, insang dan isi perut berubah warna dengan susunan yang berantakan dan berbau menusuk, akhirnya seluruh ikan busuk (Ilyas, 1983). Penurunan mutu ikan dipengaruhi oleh kegiatan bakteri sedangkan kegiatan bakteri erat kaitannya dengan suhu. Tabel 4 menunjukkan hubungan antara suhu, kegiatan bakteri dan penurunan mutu ikan. Tabel 4. Hubungan Antara Suhu, Kegiatan Bakteri dan Penurunan Mutu Ikan Suhu o
Kegiatan bakteri o
25 C- 10 C o
o
10 C- 2 C o
o
2 C- (-1 C)
o
-1 C
o
o
-1 C- (-10 C)
o
>-18 C
Luar biasa cepat Pertumbuhan cepat
Mutu ikan Cepat turun, awet 3-10 jam.
kurang Mutu menurun kurang cepat, daya awet 2-5 hari
Pertumbuhan jauh berkurang.
Penurunan mutu agak dihambat, daya awet 310 hari.
Kegiatan dapat ditekan.
Penurunan suhu minimum sehingga daya awet maksimum 5-20 hari.
Ditekan tidak aktif
Penurunan mutu minimum, tekstur tidak kenyal dan rasa ikan tidak segar, daya awet 7- 30 hari.
Ditekan minimum, Mutu ikan beku, daya awet bakteri tersisa tidak setahun. aktif
Sumber: Ilyas (1983)
14
2.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemunduran Mutu Ikan Proses kemunduran mutu ikan akan terus berlangsung jika tidak dihambat. Cepat lambatnya proses tersebut sangat dipengaruhi oleh banyak hal, baik faktor internal yang lebih banyak berkaitan dengan sifat ikan itu sendiri maupun eksternal yang berkaitan dengan lingkungan dan perlakuan manusia. Menurut Junianto (2003), faktor internal yang mempengaruhi kemunduran mutu ikan yaitu: (a). Jenis ikan. Jenis ikan pelagis cenderung lebih cepat mengalami kemunduran mutu dibanding ikan demersal, selain itu ikan air tawar cenderung lebih cepat mencapai kemunduran mutu dibanding ikan air laut. (b). Umur dan ukuran ikan. Ikan dewasa dengan ukuran yang besar lebih lama mengalami kemunduran mutu dari pada ikan kecil. (c). Kandungan lemak. Ikan yang mengandung lemak tinggi cenderung lebih cepat mengalami kemunduran mutu dibanding ikan-ikan berlemak rendah. (d). Kondisi fisikal ikan. Kondisi fisik yang lemah sebelum ditangkap karena kurang bergizi makanannya, baru menelurkan dan sebagainya akan berpengaruh terhadap waktu memasuki tahap rigor. (e). Karakteristik kulit dan bentuk tubuh. Ikan yang memiliki kulit yang tebal akan cenderung lebih lama laju kemunduran mutunya dibanding ikan yang memiliki kulit yang tipis, begitu juga dengan ikan yang bentuk tubuhnya bulat lebih lama kemunduran mutunya dibanding ikan yang bentuknya pipih.
15
Faktor-faktor eksternal yang paling berpengaruh terhadap kemunduran mutu ikan adalah: (a). Penggunaan alat tangkap. Jenis dan teknik penangkapan akan berpengaruh pada derajat keletihan ikan. Ikan yang berjuang keras lama menghadapi kematiannya dalam jaring sebelum ditarik ke kapal akan kehabisan banyak cadangan tenaga sehingga lebih cepat memasuki masa rigor. Alat tangkap yang baik adalah yang dapat menekan tingkat stres pada ikan dan mengurangi gerakan ikan (meronta-ronta) sebelum mati. (b). Penanganan pasca-panen yang dilakukan oleh para nelayan. Untuk memperoleh ikan yan bermutu dan daya awet panjang, pokok utama dalam menangani ikan adalah bekerja cepat, cermat, bersih dan pada suhu rendah. (c). Musim. Daya simpan ikan pada musim panas yang hangat sering lebih pendek. Daya awet ikan berfluktuasi secara musiman menurut suhu. (d). Wilayah penangkapan. Perbedaan dalam wilayah penangkapan dapat juga berpengaruh terhadap daya awet. (e). Suhu air saat ikan ditangkap. Air yang bersuhu tinggi apalagi ikan agak lama tinggal dalam air sebelum diangkat dapat mempercepat proses penurunan mutunya. 2.3
Komposisi Kimia Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) atau sering disebut belimbing asam
merupakan salah satu tanaman yang tumbuh subur di seluruh daerah di Indonesia. Tanaman ini termasuk salah satu jenis tanaman tropis yang mempunyai kelebihan
16
yaitu dapat berbuah sepanjang tahun. Klasifikasi ilmiah tanaman belimbing wuluh adalah (Dasuki, 1991). Kingdom
: Plantae
Superdivisio
: Spermatophyta
Divisio
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Geraniales
Familia
: Oxalidaceae
Genus
: Averrhoa
Spesies
: Averrhoa bilimbi Linn
Gambar 2. Buah belimbing wuluh Sumber : Koleksi pribadi Tanaman belimbing secara umum adalah pohon kecil dengan tinggi mencapai 10 m, batang yang tidak begitu besar dan mempunyai garis tengah sekitar 30 cm. Belimbing dapat tumbuh di daratan dengan ketinggian 500 m di atas permukaan laut (DPL). Bentuk buah bulat lonjong bersegi seperti torpedo, panjang 4-10 cm. Warna buah yang hijau muda, dengan sisa kelopak bunga menempel pada ujungnya, apabila sudah matang maka buah berwarna kuning atau kuning pucat. Daging buahnya berair banyak dan rasanya asam Lathifa (2008).
17
Buah belimbing wuluh mengandung banyak mengandung vitamin C alami yang berguna sebagai penambah daya tahan tubuh dan perlindungan terhadap berbagai penyakit. Belimbing wuluh mempunyai kandungan unsur kimia yang disebut asam oksalat dan askorbat. Berdasarkan hasil pemeriksaan kandungan kimia buah belimbing wuluh yang dilakukan Herlih (1993), menunjukkan bahwa buah belimbing wuluh mengandung golongan senyawa oksalat, minyak menguap, fenol, flavonoid, pektin dan asam askorbat yang merupakan senyawa aktif antibakteri yang terkandung di dalam buah belimbing wuluh. Menurut Narain et.,al (2001) belimbing wuluh mengandung asam sitrat sebagai komponen terbesar. Selain itu mengandung asam lain seperti asam Oksalat dan asam askorbat. Berdasarkan tingkat keasaman buah belimbing , total asam akan menurun dengan bertambahnya tingkat kematangan buah belimbing. Pada buah tua hijau rata-rata total asam tertitrasi 0,98%, pada setengah matang sebesar 0,51% dan pada buah matang nilai rata-rata total asam tertitrasi sebesar 0,36%. Berdasarkan tingkat ketuaan buah, total asam yang terdapat pada buah belimbing akan menurun dengan bertambahnya tingkat ketuaan. Pada tingkat ketuaan 40 hari nilai total asam tertitrasi sebesar 0,36%, pada tingkat ketuaan 50 hari 0,32%, pada tingkat ketuaan 60 hari sebesar 0,31% dan pada tingkat 70 hari sebesar 0,27%.
18
Subhadrabandhu, (2001) menyatakan komposisi dan kandungan asam buah belimbing wuluh dalam 100 gr/ml dapat dilihat pada Tabel 5 dan Tabel 6. Tabel 5. Komposisi kimia buah belimbing wuluh Komposisi pangan
Kadar (%)
Air Protein Lemak Karbohidrat Kalsium Zat besi Asam askorbat
93 % 0,7 g 0,2 g 4,7 g 7 mg 0,4 mg 9 mg
Sumber: Subhadrabandhu, (2001).
Tabel 6. Kandungan Asam Organik Buah Belimbing Wuluh
Asam asetat
Jumlah (mg dalam100 gr belimbing) 1,6-1,9
Asam sitrat
92,6-133,8
Asam organik
Asam format
0,4-0,9
Asam laktat
0,4-1,2
Asam oksalat
5,5-8,9
Sumber: Subhadrabandhu (2001).
Jika dibandingkan dengan buah jeruk nipis (Citrus aurantifolia Swingle) mengandung asam sitrat (8,7%) dengan vitamin C yang tinggi (27,09%) (Rukmana, 2003). Menurut Nur (2002) air jeruk mengandung asam sitrat sebagai komponen utama dengan pH berkisar 2,5 – 4,5. Selain itu mengandung asam lain seperti asam malat dan asam tartrat. Kadar asam sitrat dan asam malat dari lemon cui berdasarkan tingkat kematangan buah, seperti yang ditampilkan pada Tabel 7.
19
Tabel 7. Kadar Asam Sitrat dan Asam Malat Pada Buah Lemon Cui Tingkat kematangan buah
Asam sitrat (mg/ml)
Asam malat (mg/ml)
Muda
20.50
2.70
Masak
12.50
3.00
Masak sekali(sangat masak)
20.25
2.80
Sumber : Nur (2002)
20