BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kewaspadaan Universal

Kewaspadaan universal yaitu tindakan pengendalian infeksi yang dilakukan ... Pedoman ini disebut sebagai kewaspadaan . Harus ditekankan bahwa pedoman ...

62 downloads 589 Views 507KB Size
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kewaspadaan Universal (Universal Precaution) 2.1.1. Definisi Kewaspadaan Universal Kewaspadaan universal yaitu tindakan pengendalian infeksi yang dilakukan oleh seluruh tenaga kesehatan untuk mengurangi risiko penyebaran infeksi dan didasarkan pada prinsip bahwa darah dan cairan tubuh dapat berpotensi menularkan penyakit, baik berasal dari pasien maupun petugas kesehatan (Nursalam, 2007). Pada semua sarana kesehatan, termasuk rumah sakit, puskesmas dan praktek dokter dan dokter gigi, tindakan yang dapat mengakibatkan luka atau tumpahan cairan tubuh, atau penggunaan alat medis yang tidak steril, dapat menjadi sumber infeksi penyakit tersebut pada petugas layanan kesehatan dan pasien lain. Jadi seharusnya ada pedoman untuk mencegah kemungkinan penularan terjadi. Pedoman ini disebut sebagai kewaspadaan universal. Harus ditekankan bahwa pedoman tersebut dibutuhkan tidak hanya untuk melindungi terhadap penularan HIV, tetapi yang tidak kalah penting terhadap infeksi lain yang dapat berat dan sebetulnya lebih mudah menular. 2.1.2. Penerapan Kewaspadaan Universal Pasien terinfeksi atau tidak, setiap petugas layanan kesehatan harus menerapkan kewaspadaan universal secara penuh dalam hubungan dengan semua pasien (Menurut pusat informasi penyakit infeksi nosocomial tahuan 2009).

10 Universitas Sumatera Utara

Tindakan yang dilakukan adalah sebagai berikut : a. Cuci tangan selama 10-15 detik (pastikan sela-sela jari, punggung tangan, ujung jari dan ibu jari digosok menyeluruh) dengan sabun di air mengalir setelah berhubungan dengan pasien. b. Pakai sarung tangan sebelum menyentuh sesuatu yang basah atau terkontaminasi dengan cairan tubuh. c. Pakai masker dan kacamata pelindung bila mungkin ada percikan cairan tubuh. d. Tangani dan buang jarum suntik dan alat kesehatan tajam sekali pakai. e. Bersihkan dan disinfeksikan tumpahan cairan tubuh pasien dengan disinfektan. f. Penanganan alat medis harus sesuai dengan standar disinfeksi dan sterilisasi. g. Tangani semua bahan yang telah tercemar cairan tubuh pasien dengan cara sterilisasi atau disinfeksi. h. Pembuangan limbah sesuai dengan prosedur pembuangan limbah RS. 2.1.3. Alasan Kewaspadaan Universal Sering Diabaikan Ada banyak alasan mengapa kewaspadaan universal tidak diterapkan, termasuk: a. Petugas layanan kesehatan kurang pengetahuan. b. Kurang dana untuk menyediakan pasokan yang dibutuhkan, misalnya sarung tangan dan masker. c. Penyediaan pasokan tersebut kurang. d. Petugas layanan kesehatan ‘terlalu sibuk’. e. Dianggap Odha harus ‘mengaku’ bahwa dirinya HIV-positif agar kewaspadaan dapat dilakukan.

Universitas Sumatera Utara

f. Rumah sakit swasta enggan membebani semua pasien dengan ongkos kewaspadaan yang pasien anggap tidak dibutuhkan. Kewaspadaan universal diciptakan untuk melindungi terhadap kecelakaan yang dapat terjadi. Kecelakaan yang paling umum adalah tertusuk jarum suntik, yaitu jarum suntik yang dipakai pada pasien menusuk kulit seorang petugas layanan kesehatan. Penelitian menunjukkan bahwa risiko penularan rata-rata dalam kasus pasien yang bersangkutan terinfeksi HIV adalah kurang lebih 0,3%, dibandingkan dengan 3% untuk hepatitis C dan lebih dari 30% untuk hepatitis B. Jika darah dari pasien yang terinfeksi mengenai selaput mukosa (misalnya masuk mata) petugas layanan kesehatan, risiko penularan HIV adalah kurang lebih 0,1%. Walaupun belum ada data tentang kejadian serupa dengan darah yang dicemar hepatitis B, risiko jelas jauh lebih tinggi (Pusat Informasi Penyakit Infeksi Nosocomial, 2009).

2.2. Tenaga Kesehatan 2.2.1. Definisi Tenaga Kesehatan Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Tenaga kesehatan yang berhubungan dengan penerapan universal precaution dalam mitigasi bencana HIV/AIDS terdiri dari :

Universitas Sumatera Utara

a.

Tenaga medis meliputi dokter umum, spesialis penyakit dalam dan dokter gigi dengan tugas memberikan pengobatan kepada pasien HIV/AIDS melalui obatobatan.

b.

Tenaga keperawatan meliputi perawat dan bidan mempunyai tugas merawat pasien HIV/AIDS dalam 24 jam dengan adanya pembagian 3 (tiga) shift (pagi, sore dan malam).

c.

Tenaga keteknisian medis meliputi analis kesehatan bertugas mengambil sampel darah pasien HIV/AIDS untuk pemeriksaan laboratorium dan teknisi transfusi bertugas untuk memberikan tambahan darah kepada pasien HIV/AIDS.

2.3. Mitigasi 2.3.1. Definisi Mitigasi Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Sesuai dengan tujuan utamanya yaitu mengurangi dan atau meniadakan korban dan kerugian yang mungkin timbul, maka titik berat perlu diberikan pada tahap sebelum terjadinya bencana, yaitu terutama kegiatan penjinakan/peredaman. Mitigasi pada prinsipnya harus dilakukan untuk segala jenis bencana, baik yang termasuk ke dalam bencana alam (natural disaster) maupun bencana non alam. Mitigasi pada umumnya dilakukan dalam rangka mengurangi kerugian akibat kemungkinan terjadinya bencana, baik itu korban jiwa dan atau kerugian harta benda

Universitas Sumatera Utara

yang akan berpengaruh pada kehidupan dan kegiatan manusia. Untuk mendefenisikan rencana atau srategi mitigasi yang tepat dan akurat, perlu dilakukan kajian risiko (risk assessmement). Kegiatan mitigasi bencana hendaknya merupakan kegiatan yang rutin dan berkelanjutan (sustainable). Hal ini berarti bahwa kegiatan mitigasi seharusnya sudah dilakukan dalam periode jauh-jauh hari sebelum kegiatan bencana, yang seringkali datang lebih cepat dari waktu-waktu yang diperkirakan, dan bahkan memiliki intensitas yang lebih besar dari yang diperkirakan semula. 2.3.2. Tujuan Mitigasi Tujuan utama (ultimate goal) dari Mitigasi Bencana adalah sebagai berikut : a.

Mengurangi resiko/dampak yang ditimbulkan oleh bencana khususnya bagi penduduk, seperti korban jiwa (kematian), kerugian ekonomi (economy costs) dan kerusakan sumber daya alam.

b.

Sebagai landasan (pedoman) untuk perencanaan pembangunan.

c.

Meningkatkan pengetahuan masyarakat (public awareness) dalam menghadapi serta mengurangi dampak/resiko bencana, sehingga masyarakat dapat hidup dan bekerja dengan aman (safe) (PP No. 21, 2008).

2.3.3. Jenis - Jenis Mitigasi Mitigasi pada prakteknya dapat dikelompokkan ke dalam mitigasi struktural dan mitigasi non struktural. Mitigasi struktural berhubungan dengan usaha-usaha pembangunan konstruksi fisik, sementara mitigasi non struktural antara lain meliputi perencanaan tata guna lahan disesuaikan dengan kerentanan wilayahnya dan

Universitas Sumatera Utara

memberlakukan peraturan (law enforcement) pembangunan. Dalam kaitan itu pula, kebijakan nasional harus lebih memberikan keleluasan secara substansial kepada daerah-daerah untuk mengembangkan sistem mitigasi bencana yang dianggap paling tepat dan paling efektif efisien untuk daerahnya. 2.3.4. Pencegahan Infeksi Nosokomial Komite pengendalian infeksi dari suatu rumah sakit umum yang besar, misalnya rumah sakit kelas A dan kelas B, hendaknya mempunyai perwakilan dari semua bagian dan SMF utama yang bersangkutan dengan pengendalian infeksi, yakni medis, keperawatan, kesehatan okupasi, bagianenginering, IFRS, bagian suplai, sentra strelisasi, katering, mirobiologi, administrasi, kesehatan masyarakat, dan juga tim pengendali infeksi. Rumah sakit dalam upaya pencegahan penularan infeksi melibatkan berbagai unsur, mulai dari peran pimpinan sampai tenaga kesehatan sendiri. Peran pimpinan adalah penyediaan sistem, sarana, dan pendukung lainnya. Peran tenaga adalah sebagai pelaksana langsung dalam upaya pencegahan infeksi. Dengan berpedoman pada perlunya peningkatan mutu pelayanan di rumah sakit dan sarana kesehatan lainnya, maka perlu dilakukan pelatihan yang menyeluruh untuk meningkatkan kemampuan tenaga dalam pencegahan infeksi di rumah sakit. Dan meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit melalui pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit yang dilaksanakan oleh semua instalasi, meliputi kualitas pelayanan, manajemen risiko, clinical govermance, serta kesehatan dan keselamatan kerja.

Universitas Sumatera Utara

Salah satu strategi yang sudah terbukti bermanfaat dalam pengendalian infeksi nosokomial adalah peningkatan kemampuan tenaga kesehatan dalam melalui penerapan universal precaution atau yang disebut kewaspadaan universal yaitu cara penanganan terbaru dalam meminimalkan pajanan cairan tubuh dari pasien ke petugas kesehatan tanpa memperdulikan status infeksi. Dasar kewaspadaan universal adalah cuci tangan secara benar, penggunaan alat pelindung, desinfeksi dan mencegah alat tusukan tajam, dalam upaya mencegah transmisi mikroorganisme melalui darah dan cairan tubuh (Pusat Informasi Penyakit Infeksi Indonesia, 2009). 2.3.5. Sarana dan Prasarana Pencegahan Infeksi Nosokomial a. Sarana Cuci Tangan Sarana cuci tangan adalah ketersediaan air mengalir dengan saluran pembuangan atau bak penampungan yang memadai. Dengan guyuran air mengalir tersebut diharapkan mikroorganisme akan terlepas ditambah gesekan mekanisme atau kimiawi saat mencuci tangan mikroorganisme akan terhalau dan tidak menempel lagi di permukaan kulit (Nursalam, 2007). Mencuci tangan merupakan teknik dasar yang paling penting dalam pencegahan dan pengontrolan infeksi. Tujuan mencuci tangan adalah untuk membuang kotoran dan organisme yang menempel dari tangan dan untuk mengurangi mikroba. Cuci tangan harus dilakukan dengan benar sebelum dan sesudah melakukan tindakan pemeriksaan terhadap pasien (Nursalam, 2007). Adapun langkah-langkah

Universitas Sumatera Utara

mencuci tangan yang benar dan efektif dalam mengurangi infeksi nosokomial sebagai berikut: 1) Gunakan wastafel yang mudah digapai dengan air mengalir yang hangat, sabun biasa atau sabun antimicrobial, lap tangan kertas atau pengering, 2) Lepaskan lap tangan dan gulung lengan panjang keatas pergelangan tangan. Hindari memakai cincin, lepaskan selama mencuci tangan. 3) Jaga supaya kuku tetap pendek dan datar, 4) Inspeksi permukaan tangan dan jari akan adanya luka atau sayatan pada kulit dan kutikula, 5) Berdiri didepan wastapel. Jaga agar tangan dan seragam tidak menyentuh wastapel, 6) Alirkan air. Tekan pedal dengan kaki untuk mengatur aliran dan suhu atau dorong pedal lutut secara lateral untuk mengatur aliran dan suhu. 7) Hindari percikan air mengenai seragam, 8) Atur aliran air sehinnga suhu hangat, 9) Basahi tangan dan lengan bawah dan seksama sebelum mengalirkan air hangat. Pertahankan supaya tangan dan lengan bawah lebih rendah dari pada siku selama mencuci tangan, 10) Taruh sedikit atau sabun antimicrobial cair pada tangan, sabuni dengan seksama. 11) Gosok kedua tangan dengan cepat paling sedikit 10 – 15 detik. Jalin jari-jari tangan dan gosok telapak dan bagian punggung tangan dengan gerakan sirkuler paling sedikit masing-masing lima kali. Pertahankan supaya ujung jari berada dibawah untuk memungkinkan pemusnahan mikroorganisme,

Universitas Sumatera Utara

12) Jika daerah dibawah kuku kotor, bersihkan dengan kuku jari tangan yang satunya, dan tambah sabun atau stik orangewood yang bersih, 13) Bilas tangan dan pergelangan tangan dengan seksama, pertahankan supaya letak tangan dibawah siku, 14) Ulangi langkah 10 sampai 12 namun tambah periode mencuci tangannya 1,2, 3 detik, 16) Keringkan tangan dengan seksama dan jari tangan ke pergelangan tangan dan lengan bawah dengan handuk kertas (tisu) atau pengering, 17) Tutup air dengan kaki dan pedal lutut. (Swearingen, 2000) b. Alat Pelindung Diri Alat pelindung diri digunakan untuk melindungi kulit dan selaput lendir tenaga dari risiko pejajanan darah, semua jenis cairan tubuh, secret atau ekskret, kulit yang tidak utuh dan selaput lender pasien. Jenis tindakan yang berisiko mencakup tindakan rutin. Jenis alat pelindung seperti sarung tangan, masker, topi, apron/celemek, kacamata dan sepatu boot. Tidak semua alat pelindung tubuh harus dipakai, tetapi tergantung pada jenis tindakan yang akan dikerjakan (Nursalam, 2007). Menurut Swearingen (2000), terdapat dua bentuk pencegahan yaitu: tindakan pencegahan standart, didesain untuk semua perawatan pasien di rumah sakit tanpa memperhatikan diagnosis mereka atau status infeksi sebelumnya. Tindakan pencegahan transmisi, yang dibagi dalam kategori udara, droplet dan kontak dan digunakan pada pasien yang diketahui atau dicurigai terinfeksi atau terkolonisasi

Universitas Sumatera Utara

pathogen secara epidemiologis dapat ditularkan melalui udara dan kontak, baik dengan kontak langsung ataupun kontak tidak langsung. Tindakan pencegahan standar diterapkan untuk darah, sekresi, dan ekresi cairan tubuh tanpa memerhatikan kandungan darah yang terlihat pada membran mukosa. Tindakan pencegahan berdasarkan transmisi dirancang untuk pasien yang telah didokumentasikan mengalami atau dicurigai terinfeksi yang dapat ditransmisikan melalui udara atau droplet, organisme yang penting secara epidomiologis, temasuk proteksi penyakit menular (Patricia, 2005). c. Kontrol atau Eliminasi Agen Infeksius Tenaga kesehatan yang melakukan pembersihan, desinfeksi dan sterilisasi objek yang terkontaminasi untuk mengurangi atau memusnahkan mikroorganisme. Pembersihan adalah membuang sampah material asing seperti kotoran dan materi organik dari suatu objek. Desinfeksi menggambarkan proses yang memusnahkan banyak atau semua mikroorganisme, dengan pengecualian spora bakteri, dari objek yang mati. Biasanya menggunakan desinfeksi kimia atau pasteurisasi basah. Sterilisasi adalah pemusnahan seluruh mikroorgnisme termasuk spora. Alat-alat harus dalam keadaan streil pada saat pembeliannya atau bila mungkin disterilkan dengan otoklaf untuk menghindari kontaminasi dengan mikroorganisme yang berasal dari air seperti mikrobakteria (Nursalam, 2007). d. Kontrol atau Eliminasi Reservoir Tenaga kesehatan yang melakukan eliminasi reservoir dengan membersihkan cairan tubuh, drainase, atau larutan yang merupakan tempat mikroorganisme. Tenaga

Universitas Sumatera Utara

kesehatan juga membuang sampah dengan hati-hati alat yang terkontaminasi material infeksius. Semua institusi kesehatan harus memiliki pedoman untuk membuang mater sampah infeksius menurut kebijakan lokal dan Negara (Nursalam, 2007). Sampah cair dituang ke dalam sistem pembuangan kotoran tertutup. Sampah medis dan nonmedis dilakukan insemerasi (pembakaran) atau dikubur. Sampah tajam dilakukan enkapsulisasi atau disemenkan. e. Kontrol Terhadap Portal Keluar Tenaga kesehatan yang melakukan praktek pencegahan dan kontrol ntuk meminimalkan atau mencegah organisme yang keluar melalui saluran pernafasan, tenaga kesehatan harus selalu menghindari berbicara langsung terhadap pasien. Tenaga kesehatan harus selalu menggunakan sarung tangan sekali bila pakai menangani eksudat. Masker, gown dan kacamata jika terdapat kemungkinan adanya percikan dan kontak cairan. Kegunaan APD ini yaitu topi untuk menutupi rambut yang berguna agar tidak jatuh kedalam luka, kacamata berguna untuk mencegah percikan cairan tubuh atau darah ke dalam mata, masker untuk mencegah terciumnya bau bila tenaga kesehatan yang demam ringan namun tetap bekerja harus memakai masker, khususnya bila mengganti balutan atau melakukan prosedur steril, apron/celemek berguna untuk mencegah percikan cairan tubuh, sarung tangan untuk mencegah penularan infeksi melalui tangan, dan sepatu boot untuk mencegah trauma atau tusukan jarum. Tenaga kesehatan juga bertanggung jawab mengajarkan klien untuk melindungi organ lain pada saat bersin dan batuk. Cara lain mengontrol keluarnya

Universitas Sumatera Utara

mikroorganisme adalah penanganan yang hati-hati terhadap eksudat. Cara yang terkontaminasi dapat dengan mudah terpecik saat dibuang di toilet atau dibak sampah (Nursalam, 2007). f. Pengendalian Penularan Tenaga kesehatan yang melakukan pengendalian infeksi secara efektif, dengan tetap waspada tentang jenis penularan dan cara mengotrolnya. Bersihkan dan sterilkan semua peralatan yang reversibel. Teknik yang paling penting adalah mencuci tangan dengan aseptik. Untuk mencegah penularan mikroorganisme melalui kontak tidak langsung, peralatan dan bahan yang kotor harus dijaga supaya tidak bersentuhan langsung dengan baju tenaga kesehatan (Nursalam, 2007). g. Kontrol Terhadap Portal Masuk Tenaga kesehatan yang melakukan harus mempertahankan integritas kulit dan membran mukosa menurunkan kemungkinan penjamu. Tenaga kesehatan harus berhati-hati terhadap resiko jarum suntik. Tenaga kesehatan harus menjaga kesterilan alat dan tindakan invasive. Klien, tenaga kesehatan dan tenaga kebersihan berisiko mendapat infeksi dari tusukan jarum secara tidak sengaja. Pada saat pembersihan luka tenaga kesehatan menyeka bagian dalam dulu kemudian bagian luar (Nursalam, 2007). h. Perlindungan Terhadap Penjamu yang Rentan Tenaga kesehatan yang melakukan tindakan proteksi atau barier termasuk penggunaan pakaian pelindung, sarung tangan, kacamata dan masker serta alat pelindung lainnya. Perawatan semua klien, kewaspadaan berdasarkan penularan

Universitas Sumatera Utara

perlukaan untuk mengurangi resiko infeksi untuk klien tanpa memandang jenis sistem proteksi, tenaga kesehatan harus menikuti prinsip dasar yaitu: harus mencuci tangan sebelum masuk dan meninggalkan ruangan, benda yang terkontaminasi harus dibuang untuk mencegah penyebaran mikroorganisme, pengetahuan tentang proses penyakit dan jenis penularan infeksi harus diaplikasikan pada saat menggunakan barier pelindung, semua orang yang kemungkinan terpapar selama perpindahan klien diluar kamar proteksi harus dilindungi. Lingkungan yang protektif yng digunakan untuk proteksi dapat memiliki tekanan udara yang negatif untuk mencegah partikel infeksius mengalir kelur dari ruangan. Ada juga kamar khusus dengan tekanan aliran positif digunakan pada pasien yang rentan seperti resipien transplantasi (Nursalam, 2007). i. Perlindungan Bagi Tenaga Kerja Perlindungan barier harus sudah bersedia bagi tenaga kesehatan yang memasuki kamar proteksi, penggunaan gown, sarung tangan, masker dan kacamata pelindung. Tenaga kesehatan mengenakan sarung tangan bila risiko terpapar materi infeksius, khususnya sarung tangan direkomendasikan saat tenaga kesehatan ada goresan atau luka pada kulit, saat melakukan fungsi vena, karena merek berisiko terkena tumpahan darah atau cairan tubuh lainnya pada tangan, dan bila mereka kurang pengalaman. Centre of Diases Control lebih lanjut merekomendasikan bahwa sarung tangan hanya digunakan sekali pakai. Menurut Blais et al, 2006 dikutip dalam Bertha, 2010 Konsep pencegahan infeksi nosokomial di rumah sakit tidak dapat dilakukan secara individual, oleh

Universitas Sumatera Utara

karena itu dalam pelaksanaannya harus mengacu kepada tenaga kesehatan, bahwa tenaga kesehatan adalah pemberian asuhan yang di pimpin oleh tenaga kesehatan yang professional. Tenaga kesehatan menekankan nilai humanistik dan berespon terhadap kebutuhan pasien dan tenaga kesehatan. Dengan menekankan pada nilai humanistik dan berespon, maka upaya pencegahan infeksi nosokomial di rumah sakit dapat dilakukan secara optimal. 2.3.6. Penerapan Mitigasi Sesuai dengan Prosedur Ketetapan (Protap) di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan Adapun yang menjadi tindakan-tindakan perawatan kepada pasien sesuai dengan protap mulai dari ruangan UGD, VCT (Voluntary Counselling and Testing) sampai ke Rindu A1 dan Hemodialisa Darah (HD) di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan adalah : a. Protap kebersihan tangan dengan larutan berbahan dasar alkohol (handrab) Alkohol/handrab merupakan cairan alternatif pengganti cuci tangan berbasis alkohol 60 % - 90 % dicampur dengan emolien (perbandingan 100 ml : 2 ml), penjelasan protap terlampir. b. Protap memakai dan melepas sarung tangan. Sarung tangan ini dipakai sewaktu melaksanakan tindakan inpasif, penjelasan protap terlampir. c.

Protap penanganan petugas terpajan jarum suntik yang terkontaminasi dengan penderita HIV/AIDS (terlampir).

d. Protap penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) (terlampir).

Universitas Sumatera Utara

e. Protap penanganan tumpahan darah/cairan tubuh di lantai (terlampir). 2.3.7. Penerapan APD Oleh Tenaga Kesehatan dalam Mitigasi Bencana HIV/AIDS di Ruang Perawatan UGD, VCT dan RA 1 dan Hemodialisa Darah (HD). Tabel 2.1. Penerapan Alat Pelindung Diri (APD) oleh Tenaga Kesehatan dalam Mitigasi Bencana HIV/AIDS di 4 Ruangan RSUP H. Adam Malik Medan Unit Gawat Darurat (UGD)

Voluntary Counseling and Testing (VCT)

Ruangan HIV/AIDS (RA 1)

a. Masker a. Masker a. Masker 4(penutup b. Handscoen b. Handscoen mulut) b. Handscoen c. Sepatu boot Sumber : RSUP H. Adam Malik Medan, 2012

Hemodialisa Darah (HD) a. Masker b. Handscoen

2.4. Bencana 2.4.1. Definisi Bencana UU No. 24 tahun 2007 mendefinisikan bencana sebagai “peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. 2.4.2. Jenis-Jenis Bencana Jenis-jenis bencana yang ada di Indonesia adalah sebegai berikut : a.

Bencana alam adalah fenomena atau gejala alam yang disebabkan oleh keadaan geologi, biologis, seismis, hidrologis, dan keadaan meteorologis atau disebabkan

Universitas Sumatera Utara

oleh karena suatu proses dalam lingkungan alam yang mengancam kehidupan, struktur, dan perekonomian masyarakat seperti dapat menimbulkan malapetaka seperti gempa bumi, tsunami, tanah longsor, banjir, dan sebagainya. b.

Bencana buatan manusia adalah peristiwa yang terjadi oleh karena proses teknologi, interaksi manusia dengan lingkungannya atau interaksi manusia di dalam dan di antara masyarakat itu sendiri yang menimbulkan dampak negatif terhadap kehidupan dan penghidupan masyarakat seperti hasil pembangunan, kerusuhan sosial, kecelakaan lalu lintas, KLB akibat wabah penyakit menular, kerusuhan sosial bernuansa sara, dan sebagainya.

2.5. Mitigasi Bencana Adapun mitigasi bencana atau tindakan-tindakan pencegahan infeksi pada pasien HIV/AIDS adalah : a. Meminimalkan infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme. b. Menurunkan risiko penularan penyakit yang mengancam jiwa seperti HIV/AIDS Petugas kesehatan dapat terpapar HIV/AIDS di tempat kerjanya melalui : a. Percikan atau cairan tubuh pada mata, hidung, dan mulut melalui diskontinuitas permukaan kulit (misalnya luka atau lecet yang kecil). b. Luka tusuk yang disebabkan oleh jarum yang terkontaminasi atau peralatan tajam lainnya, baik pada saat prosedur dilakukan atau pada saat memproses peralatan. Memakai sarung tangan, menggunakan alat perlindungan pribadi (topi, kacamata, masker, celemek, sepatu boot dan lain-lain) dapat melindungi penolong terhadap

Universitas Sumatera Utara

kemungkinan terkena percikan, berhati-hati saat menangani benda tajam dan melakukan dekontaminasi serta memproses peralatan yang terkontaminasi secara benar, merupakan cara-cara efektif untuk meminimalkan risiko infeksi, tidak hanya bagi pasien yang ada di ruangan tetapi juga terhadap tenaga kesehatan lainnya lainnya.

2.6. HIV/AIDS 2.6.1. Definisi AIDS AIDS adalah singkatan dari Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency Syndrome (disingkat AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi (atau: sindrom) yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV atau infeksi virus-virus lain yang mirip yang menyerang spesies lainnya (SIV, FIV, dan lain-lain). Virusnya sendiri bernama Human Immunodeficiency Virus (atau disingkat HIV) yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor. Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan (WHO, 2009). AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome. Acquired artinya didapat, bukan penyakit keturunan, Immuno berarti sistem kekebalan tubuh, Deficiency artinya kekurangan, sedangkan Syndrome adalah kumpulan gejala. AIDS

Universitas Sumatera Utara

merupakan sekumpulan gejala penyakit yang menyerang tubuh manusia sesudah sistem kekebalannya dirusak oleh virus yang disebut HIV (Human Immunodeficiency Virus) (Djoerban, 2001). HIV (Human Immunodefeciency Virus), termasuk familia retrovirus. Sel-sel darah putih yang diserang oleh HIV pada penderita yang terinfeksi HIV adalah sel-sel limfosit T (CD4) yang berfungsi dalam sistem imun (kekebalan) tubuh. HIV memperbanyak diri dalam sel limfosit T yang diinfeksinya dan merusak sel-sel tersebut, sehingga mengakibatkan sistem imun terganggu dan daya tahan tubuh berangsur-angsur menurun. 2.6.2. Pola Penularan Virus HIV Virus HIV ditemukan dalam cairan tubuh manusia, dan paling banyak ditemukan pada darah, cairan sperma dan cairan vagina. Sejumlah 75-85% penularan terjadi melalui hubungan seks (5-10% diantaranya melalui hubungan homoseksual), 5%-10 % akibat alat suntik yang tercemar (terutama pada pemakai narkotika suntik), 3-5% melalui transfuse darah yang tercemar. Infeksi HIV sebagian besar (lebih dari 80%) diderita oleh kelompok usia produktif (15-49 tahun) terutama laki-laki, tetapi proporsi penderita wanita cenderung meningkat. Infeksi pada bayi dan anak, 90% terjadi dari ibu yang mengidap HIV. Sekitar 25-35% bayi yang dilahirkan oleh ibu pengidap HIV akan menjadi pengidap HIV, melalui infeksi yang terjadi selama dalam kandungan, selama proses persalinan dan melalui pemberian ASI. Dengan pengobatan antiretroviral pada ibu hamil trimester terakhir, risiko penularan dapat dikurangi menjadi hanya 8%.

Universitas Sumatera Utara

2.6.3. Patofisiologi (Perjalanan Infeksi) HIV/AIDS Seseorang terkena infeksi virus AIDS maka diperlukan waktu 5-10 tahun untuk sampai ke tahap AIDS. Setelah virus masuk kedalam tubuh manusia, maka selama 2 - 4 bulan keberadaan virus tersebut belum bisa terdeteksi dengan pemeriksaan darah meskipun virusnya sendiri sudah ada dalam tubuh manusia. Tahap ini disebut sebagai periode jendela. Sebelum masuk pada tahap AIDS, orang tersebut dinamai HIV positif karena dalam darahnya terdapat HIV. Pada tahap HIV positif ini maka keadaan fisik yang bersangkutan tidak mempunyai kelainan khas ataupun keluhan apapun, dan bahkan bisa tetap bekerja seperti biasa. Dari segi penularan, maka dalam kondisi ini yang bersangkutan sudah aktif menularkan virusnya ke orang lain jika dia mengadakan hubungan seks atau menjadi donor darah. Virus dalam tubuh manusia maka virus ini akan menggerogoti sel darah putih (yang berperan dalam sistim kekebalan tubuh) dan setelah 5-10 tahun maka kekebalan tubuh akan hancur dan penderita masuk dalam tahap AIDS dimana tejadi berbagai infeksi seperti misalnya infeksi jamur, virus-virus lain, kanker dan sebagainya. Penderita akan meninggal dalam waktu 1-2 tahun kemudian karena infeksi tersebut. Seorang dewasa yang terinfeksi HIV akan menjadi AIDS dalam kurun waktu 12 tahun sering terjadi di negara industri seperti Jerman, sedangkan di negara berkembang kurun waktunya lebih pendek yaitu 7 tahun. Setelah menjadi AIDS, survival rate di negara industri telah bisa diperpanjang menjadi 3 tahun, sedangkan di negara berkembang masih kurang dari 1 tahun. Survival rate ini berhubungan erat

Universitas Sumatera Utara

dengan penggunaan obat antiretroviral, pengobatan terhadap infkesi oportunistik dan kualitas pelayanan yang lebih baik. 2.6.4. Masyarakat yang Berpotensi Tertular HIV Infeksi virus AIDS terutama disebabkan oleh perilaku seksual berganti-ganti pasangan. Oleh karena itu yang paling berisiko untuk tertular AIDS adalah siapa saja yang mempunyai perilaku tersebut, terlebih lagi berganti-ganti pasangan tersebut adalah orang yang berisiko tinggi. Harus diingat bahwa perilaku seperti ini bukan hanya dimiliki oleh kelompok pekerja seks tetapi juga oleh kelompok lain seperti misalnya remaja, mahasiswa, eksekutif muda dan sebagainya. Jadi yang menjadi masalah disini bukan pada kelompok mana tetapi pada perilaku yang berganti-ganti pasangan. Potensi tertular HIV/AIDS adalah orang yang mendapat tansfusi darah yang tercemar virus HIV. Penggunaan alat suntik secara bergantian tanpa melalui proses sterilisasi. Anak yang lahir dari ibu yang mengidap virus HIV. Orang yang karena pekerjaannya sering berhubungan dengan penderita HIV/AIDS seperti dokter, perawat, petugas transfusi darah, bidan, dan sebagainya. Aktivitas tersebut akan menjadi pintu masuk bagi virus HIV/AIDS (Depkes, 2006). 2.6.5. Mitigasi Bencana HIV/AIDS Pencegahan dapat dilakukan dengan cara mencegah penularan virus AIDS. Karena penularan AIDS terbanyak adalah melalui hubungan seksual maka penularan AIDS bisa dicegah dengan tidak berganti-ganti pasangan seksual, atau jika terpaksa harus melakukan hubungan seksual dengan orang yang berisiko tinggi diharuskan

Universitas Sumatera Utara

menggunakan kondom. Pencegahan lain adalah melalui pencegahan kontak darah, misalnya pencegahan penggunaan jarum suntik yang diulang, pengidap virus tidak boleh menjadi donor darah. Tindakan tenaga kesehatan dalam mitigasi bencana HIV/AIDS untuk diterapkan di RSUP H. Adam Malik yaitu : a. Cuci tangan dengan menggunakan sabun atau yang mengandung antiseptik selama 10-15 detik (pastikan sela-sela jari, punggung tangan, ujung jari dan ibu jari digosok menyeluruh). b. Bilas tangan dengan air bersih yang mengalir dan biarkan tangan kering. c. Pakai sarung tangan sebelum menyentuh sesuatu yang basah atau peralatan yang terkontaminasi. d.

Pakai masker dan kacamata pelindung bila ada percikan cairan tubuh pasien.

e. Tangani dan buang jarum suntik dan alat kesehatan tajam setelah sekali pakai. f. Bersihkan dan disinfeksikan tumpahan cairan tubuh pasien. g. Tangani semua bahan yang tercemar dengan cairan tubuh sesuai dengan prosedur.

2.7. Landasan Teori Menurut Gibson (1996), ada tiga variabel yang mempengaruhi perilaku dan prestasi kerja terhadap kinerja, yaitu variabel individu, organisasi dan psikologis. Faktor individu dan demografi mencakup sub variabel jenis kelamin, umur, pekerjaan, lama bekerja, pengetahuan tentang UP. Faktor organisasi meliputi : lingkungan kerja, pelatihan ketrampilan UP. Faktor psikologis meliputi : persepsi

Universitas Sumatera Utara

kemungkinan terkena infeksi HIV, persepsi tentang keparahan penyakit HIV, dan persepsi tentang efektifitas UP mencegah penyakit. Faktor Individu 1. Jenis kelamin 2. Umur 3. Pekerjaan 4. Lama bekerja 5. Pengetahuan tentang UP

Faktor Organisasi 1. Lingkungan kerja 2. Pelatihan ketrampilan UP

Penerapan Universal Precaution oleh Tenaga Kesehatan di Rumah Sakit

Faktor Psikologis 1. Persepsi kemungkinan terkena infeksi HIV 2. Persepsi tentang keparahan penyakit 3. Persepsi tentang efektifitas UP mencegah penyakit Gambar 2.1. Model Faktor-Faktor yang Berpengaruh Pada Tingkat Kepatuhan Penerapan UP

Universitas Sumatera Utara

2.8. Kerangka Konsep Berdasarkan latar belakang dan permasalahan diatas serta kerangka teori yang ada, maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Variabel Independen (X)

Variabel Dependen (Y)

Mitigasi Bencana HIV/AIDS Meminimalkan infeksi yang disebabkan mikroorganisme dan menurunkan risiko penularan penyakit dari pasien ke tenaga kesehatan melalui pengetahuan dan sikap tentang pemakaian APD di RSUP H. Adam Malik Medan

Penerapan Universal Precaution dalam melaksanakan tindakan mitigasi bencana HIV/AIDS di RSUP Haji Adam Malik

Gambar 2.2. Kerangka Konsep

Universitas Sumatera Utara