BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG HIPOTERMIA MERUPAKAN

Download Hipotermia pada bayi baru lahir disebabkan belum sempurnanya pengaturan suhu tubuh bayi, maupun pengetahuan yang kurang tentang pengelolaan...

0 downloads 394 Views 631KB Size
BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Hipotermia merupakan salah satu penyebab utama tingginya angka morbiditas dan mortalitas bayi baru lahir. Hipotermia pada bayi baru lahir disebabkan belum sempurnanya pengaturan suhu tubuh bayi, maupun pengetahuan yang kurang tentang pengelolaan bayi baru lahir yang benar. Pengaturan suhu tubuh bayi baru lahir sangat penting untuk kelangsungan hidup dan mencegah terjadinya hipotermia. Hipotermia pada bayi baru lahir mempengaruhi metabolisme tubuh dan dapat mengakibatkan komplikasi hipoglikemia, asidosis metabolik, distres pernapasan, dan infeksi (Ayeye, 2010). Hipotermia terjadi apabila suhu tubuh di bawah 36,5˚C. Hipotermia terjadi akibat ketidakseimbangan antara produksi panas dan kehilangan panas. Kehilangan panas pada bayi baru lahir dapat melalui 4 cara yaitu evaporasi, konduksi, radiasi, dan konveksi. Kesalahan penanganan sesudah lahir dapat menyebabkan bayi baru lahir kehilangan panas akibat keempat cara tersebut, Mandi merupakan salah satu paparan dingin pada bayi baru lahir, Alasan memandikan bayi baru lahir antara lain berhubungan dengan budaya, estetika, pencegahan penularan penyakit melalui darah atau cairan amnion, dan mengurangi kolonisasi mikroba. WHO menyarankan bahwa waktu memandikan bayi baru lahir cukup bulan dan sehat dilakukan setelah bayi berusia lebih dari 6 jam.1 Hasil pengamatan awal pada sebuah Puskesmas dan rumah

1

2

bersalin swasta mendapatkan insidens hipotermia pada kedua tempat tersebut adalah sebesar 50%. Peneliti kemudian memberikan penyuluhan tentang hipotermia dan persiapan mandi yang baik untuk mencegah hipotermia. Tujuan penelitian untuk mengetahui insidens hipotermia dan faktor-faktor yang mempengaruhinya pada bayi baru lahir cukup bulan yang dimandikan lebih dari 6 jam sesudah lahir, setelah mendapatkan penyuluhan persiapan mandi yang baik ((Wafi, 2010). Hipotermi merupakan suatu keadaan suhu tubuh dibawah 36,5˚C suhu normal bayi baru lahir berkisar 36,5˚C suhu ketiak. Gejala awal hipotermi apabila suhu < 36˚C atau kedua kaki dan tangan teraba dingin. Bila bayi teraba dingin maka bayi sudah mengalami hipotermi sedang suhu 32-36C suhu aksil dan hipotermi berat bila suhu tubuh < 32˚C. Hipotermi yang dialami bayi baru lahir menyebabkan terjadinya penyempitan pembuluh darah yang mengakibatkan terjadinya metablisanerobik, meningkatkan kebutuhan oksigen, meningkatkan hipoksemia dan berlanjut dengan kematian (Wafi, 2010). Angka kematian neonatorum cukup tinggi yaitu sekitar 13-15% dari angka kematian bayi baru lahir. Kematian ini sering timbul sebagai komplikasi sepsis neonaturum adalah meningitis, kejang, hipotermi, hiperbilirubinemia, gangguan nafas dan minum (Dep.Kes, 2007). Kurang baiknya penagan bayi baru lahir yang sehat akan menyebabkan kelainan-kelainan yang mengakibatkan cacat seumur hidup, bahkan kematian. Misalnya karena hipotermi akan menyebabkan hipoglikemia dan akhirnya dapat terjadi kerusakan otak. Pencegahan merupakan hal terbaik yang harus dilakukan

3

dalam penanganan neonatal sehingga neonatus sebagai organisme yang harus menyesuaikan diri dari kehidupan intrauterine ke ekstrauterin dapat bertahan dengan baik karena neonatal merupakan priode yang paling kristis dalam fase pertumbuhan dan perkembangan bayi. Proses adaptasi fisiologis yang dilakukan bayi bru lahir perlu diketahui dengan baik oleh tenaga kesehatan khususnya bidan, yang selalu memberikan pelayanan kesehatan bagi ibu, bayi dan anak. Bayi prematur kulitnya sangat tipis, jaringan lemaknya belum terbentuk dan pusat pengaturan suhu belum sempurna, maka bayi sangat mudaho kedinginan. Akibatnya bayi dapat jatuh dalam keadaan cold injury, sianosis, dispane, kemudian apnea. Untuk mencegah bayi kedingan, bayi harus dirawat dalam incubator yang dapat mempertahankan suhu bayi 36,5-37˚C. ini berarti bahwa jumlah lampu harus dapaat menghasilkan suhu tubuh tersebut. Jika terjadinya hipotermia misalnya suhu tubuh bayi 35˚C, suhu harus dinaikan secara bertahap dengan menggati salah satu lampunya. Misalnya lampu semuala 40 watt diganti dengan 60 watt. Setelah satu jam kemudian suhu bayi dicek ulang, jika belum optimum lampu kedua diganti. tidak dibenarkan menganti dengan lampu besar sekaligus misalnya 100 watt secara mendadak (Dwi, 2011). Selain itu berikan bayi pada ibunya secepat mungkin, karena kontak antara ibu dengan kulit bayi sangat penting untuk kehangatan mempertahankan panas tubuh bayi, gantilah

handuk atau kain yang basah dan bungkus bayi tersebut dengan

selimut dan jagan lupa memastikan kepala bayi telah terlindungin dengan baik untuk mencegah kehilangan panas. Apabila suhu bayi kurang dari 36,5˚C, segera hangatkan

4

bayi dengan tehnik metode kangguru perawatan metode kangguru adalah perawatan untuk bayi untuk bayi permatur dengan melakukan kontak langsung antara kulit bayi dengan kulit ibu. Metode ini sangat tepat dan mudah dilakukan guna mendukung kesehatan dan keselamatan bayi yang lahir premature maupun yang aterm. Kehangatan tubuh ibu merupakan sumber panas yang efektif (Yeyeh, 2010). Hal ini terjadi bila ada kontak langsung antara kulit ibu dengan kulit bayi. Sedangkan suhu tubuh rendah (hipotermia) dapat disebabkan oleh karena terpapar dengan lingkungan yang dingin (suhu lingkungan rendah, permukaan yang dingin atau basah) atau bayi dalam keadaan basah atau tidak berpakian. Kenaikan suhu tubuh (hipertemia) dapat disebakan karna terpapar sianar mata hari (Lia, 2010). Secara umum WHO merekomdasikan bahwa, kesehatan bayi baru lahir sangat ditentukan pelayanan kesehatan dengan prinsip sebagai berikut persalinan bersih dan aman, dimulainya pernafasan spontan, mempertahankan suhu tubuh dengan mencegah hipotermimenyesuai segera setelah lahir, serta pencegahan dari keadaan sakit dan penyakit. Menurut penelitian Gunawijaya dkk (2011) melaporkan bahwa penurunan suhu tubuh bayi sesudah mandi terjadi pada menit kelimabelas 0,15°C. Pada penelitian Takayama dkk (2012), penurunan suhu tubuh bayi sesudah mandi terjadi pada menit ketigapuluh sebesar 0,2°C. Pada penelitian ini, kelompok bayi yang persiapan mandinya lebih baik (di rumah bersalin swasta) mengalami penurunan suhu aksila segera sesudah mandi sebesar 0,2°C dan pada menit kesepuluh sebesar 0,4°C.

5

Sedangkan pada kelompok bayi di Puskesmas, penurunan suhu aksila segera sesudah mandi sebesar 0,2°C dan pada menit kesepuluh sebesar 0,5°C. Menurut Mansjoer (2005), asfiksia neonatorum biasanya terjadi pada bayi yang dilahirkan dari ibu dengan kelahiran kurang bulan dan kelahiran lewat waktu. Gambaran ini menunjukan bahwa terdapat kecenderungan umur kehamilan saat bayi dilahirkan dapat mempengaruhi kejadian asfiksia. Dari hasil survei awal di RSUD Deli Serdang terdapat 50 bayi yang mengalami hipotermi sebanyak 36 % dan yang tidak mengalami hipotermi sebanyak 64%. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah yang mengalami hipotermi cukup tinggi. Pengetahuan hipotermi perlu mendapatkan perhatian yang serius khususnya bagi tenaga kesehatan karena dapat berhubungan dengan penanganan pada ibu dan bayi pada saat lahir khusus pada bayi yang hipotermi. Dari latar belakang masalah diatas penelitian tertarik untuk meneliti faktorfaktor yang berhubungn dengan hipotermi pada bayi baru lahir di RSUD deli serdang.

1.2. Rumusan Masalah Masalah dalam penelitian ini apakah ada faktor-fakor yang mempengaruhi hipotermi pada bayi baru lahir di RSUD deli serdang.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungasn dengan hipotermi pada Bayi Baru Lahir di RSUD Deli Serdang.

6

1.3.2. Tujuan Khusus 1.

Untuk mengetahui apakah ada hubungan faktor terlalu cepat memandikan bayi dengan kejadian hipotermi pada bayi baru lahir di RSUD Deli Serdang.

2.

Untuk mengetahui apakah ada hubungan faktor IMD dengan kejadian hipotermi pada bayi baru lahir di RSUD Deli Serdang

3.

Untuk mengetahui apakah ada hubungan faktor prematur dengan kejadian hipotermi pada bayi baru lahir di RSUD Deli Serdang.

4.

Untuk mengetahui apakah ada hubungan faktor asfeksia dengan kejadian hipotermi pada bayi baru lahir di RSUD Deli Serdang.

1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Bagi Peneliti Untuk mengaplikasikn sebagai ilmu yang telah didapat selama masa perkuliahan serta menambah wawasan penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungn dengan hipotermi pada bayi baru lahir. 1.4.2. Bagi Institusi Pendidikan Hasil penelitian ini dapat sebagai referensi tentang faktor-faktor yang berhubungn dengan hipotermi pada bayi bary lahir. 1.4.3. Bagi Penelitian Selanjutnya Hasil penelitin ini dapat diharapan dapat digunakan sebagai sumber data dasar dan juga perbandingan bagi penelitian lainnya yang berkaitan dengan faktor-faktor yang berhubungn dengan hipotermi pada bayi baru lahir

7

1.4.4. Bagi Tempat Penelitian Sebagai sumber masukan informasi mengenai hubungan pengetahuan, sikap dan tindakan ibu dalam penatalaksanaan pencegahan bayi hipotermi.

8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hipotermi 2.1.1. Definisi Hipotermi merupakan suatu keadaan dimana terjadi penurunan suhu tubuh dibawah 35˚C (Budiarti, 2011). Hipotermi merupakan suhu normal bayi baru lahir 36,5-37,5˚C (suhu ketiak) (Nur, 2010). 2.1.2. Etiologi a.

Ketika bayi baru lahir tidak segera dibersihkan, terlalu cepat dimandikan, tidak segera diberi pakaian, tutup kepala dan dibungkus, diletakkan pada ruangan yang dingin, tidak segera didekapkan pada ibunya, dipisahkan dari ibunya, tidak segera disusui ibunya.

b.

Bayi berat lahir rendah yaitu bayi lahir dengan berat badan kurang dari 2,5 kg atau bayi dengaan lingkar lengan kurang dari 9,5 cm atau bayi dengan tandatanda otot lembek, kulit kerput.

c.

Bayi lahir sakit seperti asfiksia, infeksi sepsis dan sakit berat.

d.

Jaringan lemak subkutan tipis.

e.

Perbandingan luas permukaan tubuh dengan berat badan besar.

f.

Cadangan glikogen dan brown fat sedikit.

g.

BBL (Bayi Baru Lahir) tidak mempunyai respon shivering (menggigil) pada

8

9

reaksi kedinginan (Yulianti, 2010) 2.1.3. Patofisiologi Suhu normal bayi, baru lahir berkisar 36,5-37,50C (suhu ketiak). Gejala awal hipotermia apabila suhu < 360C atau kedua kaki dan tangan teraba dingin. Bila seluruh tubuh bayi teraba dingin, maka bayi sudah mengalami hipotermi sedang (Suhu 320C -360C). Disebut hipotermia berat bila suhu tubuh < 320C. Hipotermia menyebabkan terjadinya penyempitan pembuluh darah yang mengakibatkan terjadinya metoblis anerobik, meningkatkan kebutuhan oksigen, mengakibatkan hipoksemia dan berlanjut dengan kematian (Nur, 2010). 2.1.4. Ciri-ciri Hipotermi pada Bayi Baru Lahir Beberapa Ciri-ciri seorang bayi mengalami hipotermi adalah : bayi menggigil, walau biasanya ciri-ciri ini tidak mudah terlihat pada bayi kecil, kulit anak kelihatan belang belang, merah campur putih atau bercak bercak, anak kelihatan apatis atau diam saja, gerakan bayi kurang dari normal, lebih parah lagi jika anak menjadi biru yang bisa dilihat pada bibir dan ujung ujung jarinya, jika hal tersebut tetap saja dibiarkan, maka anak tersebut bisa berhenti nafas, puncaknya anak bisa terkenak hipotermi dan meninggal (Nur, 2010). 2.1.5. Mekanisme Hilangnya Panas 1.

Evaporasi Merupakan jalan utama bayi kehilagan panas dapat terjadi penguapan cairan ke tubuh pada permukaan tubuh oleh panas tubuh bayi sendiri karena setelah lahir tubuh bayi tidak segera dikeringakan dan diselimutin.

10

2.

Konduksi Merupakan kehilangan pans tubuh melaluin kontak langsung antara tubuh bayi dengan permukaan yang dingin. Meja, tempat tidur atau timbangan yang temperaturnya lebih rendah dari tubuh bayi akan menyerap panas tubuh bayi melalui mekanisme konduksi apabila bayi diletakan diatas benda-benda tersebut.

3.

Konveksi Merupakan kehilangan panas yang terjadi saat bayi terpapar udara yang telah dingin. Bayi yang dilahirkan atau ditempatkan didalam ruangan yang dingin akan cepat mengalami kehilangan panas. Kehilangan panas juga terjadi jika terjadi konveksi aliran udara kipas angin, hembusan udara melalui ventilasi atau pendingin ruangan.

4.

Radiasi Merupakan kehilagan panas yang terjadi karena bayi ditempatkan di dekat benda-benda yang mempunyai suhu tubuh lebih rendah dari suhu tubuh bayi. Bayi biasa kehilagan panas dengan cara ini karena benda-benda tersebut menyerap radiasi panas tubuh bayi (walupun tidak bersentuhan secara langsung) (Yulianti, 2010)

2.1.6. Tanda Hipotermi a.

Aktivitas berkurang

b.

Letergis

c.

Tangisan lemah

d.

Kulit berwarna tidak rata

11

e.

Kemampuan menghisap lema

Kaki teraba dingin. (Yulianti, 2010) 2.1.7. Tanda Hipotermi Berat a.

Sama dengan hipotermi sedang, bibir kaku kebiruan

b.

Pernapsan lambat

c.

Pernapasan tidak teratur

d.

Bayi jantung lambat

e.

Selanjutnya timbul hipoglikemia dan asidosis metabolic

f.

Tanda-tanda stadium lanjut hipotermi, Muka ujung kaki dan tangan berwarna merah terang dan bagian tubuh lainya pucat (Yulianti, 2010)

2.1.8. Gejala Hipotermi Gejalah hipotermipada bayi baru lahir : a.

Bayi tidak mau menetek/minum

b.

Bayi tanpak mengatuk dan lesu

c.

Tubuh bayi terba dingin

d. Dalam keadaan berat denyut jantung bayi menurun dan kulit bayi mengeras (sklerema) (Yulianti, 2010). 2.1.9. Komplikasi Hipotermi Hipotermi pada neonatus anatara lain bisa menyebabkan gangguan pada sistem anggota tubuh berikut ini : 1.

Gangguan sistem syaraf pusat : koma, menurunya reflax mata (seperti mengedip).

12

2.

Cordinvascular : Penurunana tekan darah secara barangsur.

3.

Pernafasan : Menurutnya Komsumsi oksigen

4.

Saraf dan Otot : tidak adanya gerakan (Ayeyeh, 2010)

2.1.10. Faktor Resiko a.

Kurang pengetahuan cara kehilangan panas dari tubuh bayi dan pentingnya mengeringkan bayi secepat mungkin.

b.

Perawatan yang kurang tepat setelah bayi lahir

c.

Bayi dipisahkan dari ibunya segera setelah lahir

d.

Berat lahir bayi yang kurang dan kehamilan premature

e.

Tempat melahirkan yang dingin (putus rantai hangat)

f.

Bayi asfiksia, hipoksia, resusitasi yang lama, sepsis, sindrom dengan pernafasan, hipoglikemia, perdarahan intra cranial (Ayeyeh, 2010)

2.1.11. Faktor Pencetus Terjadinya Hipotermia a.

Faktor lingkungan

b.

Syok

c.

Infeksi

d.

Gangguan endokrin metabolik

e.

Kurang gizi, energi protein (KKP)

f.

Obat-obatan

g.

Aneka cuaca (Ayeyeh, 2010)

13

2.1.12. Pencegahan Hipotermi Cegah terjadinya kehilagan panas melalui upaya sebagai berikut : 1.

Keringkan bayi dengan seksama, pastikan tubuh bayi dikeringkan segera setelah lahir untuk mencegah kehilangan panas yang disebabkan oleh evaporasi cairan ketuban pada bayi.

2.

Selimutin bayi dengan selimut atau kain bersih dan hangat.

3.

Selimutin bagian kepala bayi pastikan kepala bayi ditutupin atau diselimutin setiap saat.

4.

Anjurkan ibu untuk memeluk dan menyusuin bayinya.

5.

Jagan segerah menimbang atau memandikan bayi baru lahir karena bayi barulahir cepat dan mudah kehilagan panas tubuhnya. Sebaiknya bayi dimandikan 6 jam setelah lahir.

6.

Praktek memandikan yang dianjurkan.

7.

Tunda memandikan bayi bila suhu tubuh tetap stabil

dalam waktu 1 jam

(Yulianti, 2010). 2.1.13. Penaganan Hipotermi Hipotermi pemberian panas yang mendadak berbahaya karena dapat terjadi apne sehingga direkomedasikan penghangatan 0,5-1˚C tiap jam (pada bayi < 1000 gram penghangatan maksimal 0,6˚C). Alat incubator untuk bayi < 1000 gram sebaiknya diletakan dalam incubator. Bayi tersebut dapat dikelurkan dari incubator apabila suhu tubuhnya dapat tahan terhadap suhu kingkungan 30˚C (Yeyeh , 2010)

14

Table 2.1. Klasifikasi Suhu Tubuh Abnormal

-

-

-

-

Anamnesis Bayi terpapar suhu lingkungan yang rendah. Waktu timbulnya kurang dari 2 hari. Bayi terpaparnya suhu lingkungan yang rendah Waktu timbuln kurang dari 2 hari. Tidak terpapar dengan digin dan panas yang berlebihan.

-

Temuan Pemeriksaan Suhu tubuh 32˚C (36,4˚C) Gangguan nafas Debyut jangtung kurang 10kali/menit Malas minum Letergi Suhu tubuh 32˚C Tanda lain hipotermi sedang Kulit terba keras Nafas pelan dan dalam

Klasifikasi

dari

Hipotermi sedang

Hipotermi berat

- Suhu tubuh berkulfultasi anatara 36˚- Suhu tuhu tidak 39˚C meskipun berada di suhu Setabil (Lihat lingkungan yang stabil Dugaan sepsis) - Fluktuasi terjadi sesudah periode suhu stabil - Bayi berada di Suhu tubuh 37,3˚C lingkungan yang - Tanda dihidrasi (elastisitas kulit turun sangat panas, mata dan umbun umbun besar dan Hipotermia terpapar sinar cekung, lidah dan membrane mukosa matahari, berada kering) di incubator, atau - Malas minim dibawah - Denyut pemancar panas. jantung>160kali/menit - Latergi Sumber : (Ayeyeh, 2010) -

15

2.2. Bayi Baru Lahir 2.2.1. Pengertian Bayi baru lahir merupakan bayi yang baru mengalami proses kelahiran dan harus menyesuaikan diri dari kehidupan intrauterin kehidupan ekstra uterin (Lia, 2010). Bayi baru lahir adalah masa sejak lahir sampai 4 minggu (28 hari) sesuai kelahiran (wafi, 2010). 2.2.2. Tanda-tanda Bayi Baru Lahir Bayi baru lahir dikatakan normal jika mempunyai beberapa tanda antara lain: Appearance colo (warna kulit),seluruh tubuh kemerah-merahan,Pulse (heart rate) atau frekuensi jantung > 100x/menit. Grimace (reaksi terhadap rangsangan), menangis, batuk/bersin, Activity (tonus otot), gerakan aktif,

Respiration (usaha

nafas), bayi menagis kuat (Lia Yulia, 2010). 2.2.3. Penampilan pada Bayi Baru Lahir 1.

Kesadaran dan reaksi terhadap sekeliling perlu dikurangi rangsangan terhadap reaksi rayuan, rangsangan sakit, atau suara keras atau yang mengejutkan.

2.

Keaktifan bayi melakukan gerakan tangan yang simetris pada waktu bagun. Adanya termor pada bibir bayi, kaki dan tangan pada waktu menagis adalah normal, tetapi bila hal ini terjadi pada waktu tidur kemungkinan gejala suatu kelainan yang perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.

16

3.

Bayi tanpak ekspresi mata,perhatikan kesimetrisan antara mata kanan dan mata kiriperhatikan adanya tanda-tanda perdarahan berupa bercak merah yang akan menghilangkan dalam waktu 6 minggu.

4.

Mulut penampilanya harus simetris dan tidak mecucu seperti mulut ikan dan tidak ada tanda kebiruan pada mulut bayi.

5.

Leher,dada dan abdomen melihat adanya cendera akibat persalinan.

6.

Punggung adanya benjolan atau tumor atau tulang punggung dengan lekukan yang kurang sempurna

7.

Kulit dan kuku keadaan normal kulit berwarna kemerahan dan kadang-kadang terdapat kulit terkelupasa ringan.

8.

Kelancaran menghisap harus diperhatiakan Refleks rooting bayi menoleh kea rah benda yang menyentuh pipi, reflex hisap terjadi apabila terdapat benda menyentuh bibir, dan disertai reflex menelan, reflek morro ialah timbulnya pergerakan tanggan yang simetris reflex mengeluarkan lidah (Yeyeh , 2010).

2.2.4. Penilaian Bayi Baru Lahir Segerah setelah lahir letakan bayi di atas kain bersi dan kering yang disiapkan diatas perut ibu bila tidak memungkinkan letakan dekat ibu misalnya di antara kedua kaki ibu atau sebelah ibu. Pastika area tersebut bersih dan kering keringkan bayi terutama muka dan permukaan tubuh dengan kain yang kering, hangat dan bersih. Kemudian lakukan 2 penilaian awal sebagai berikut :

17

Tabel 2.2. Nilai Appgar Skor Appearance color (warna kulit)

0 Pucat

Pluse (heart rate) atau frekuensi jantung Grimace (reaksi terhadap rangsangan) Activity (tonus otot)

Tidak ada

Respiration (usaha nafas)

Tidak Ada

Tidak ada Lumpuh

1 Badan merah, ekstremitas biru <100x/menit Sedikit gerakan mimik Ekstremitas gerak sedikit Lemah, tidak teratur

2 Seluruh tubuh kekerahmerahan >100x/menit Menangis batuk /bersin Gerakan Aktif Menangis kuat

2.3. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Hipotermi 1.

Terlalu Cepat Memandikan Bayi Memandiakan merupakan salah satu paparan dingin pada bayi baru lahir. Alasan memandiakn bayi baru lahir antra lain berhubungan dengan budaya, estetika, pencegahan penularan penyakit melaluin darah atau cairan amnion dan mengurangi kolonisasi mikroba ( Irma Rhocma Puspita, 2006). Ketika seorang bayi tidak segera dibersihkan, terlalu cepat dimandikan, tidak segera diberi pakaian, tutup kepala dan dibungkus, diletakkan pada ruangan yang dingin, tidak segera didekapkan pada ibunya, dipisahkan dari ibunya dan tidak segera disusui ibunya (Yeyeh , 2010). Menurut Gunawijaya (2011), menunjukan bahwa angka kejadian hipotermi pada bayi baru lahir cukups bulan yang dimandikan 10 menit setelah lahir adalah sebesar 6,8%, sedangkan yang dimandikan 2-6 jam setelah lahir adalah 1,5%.

18

1.

Inisiasi Menyusu Dini Program ini dilakukan dengan cara langsung meletakkan bayi yang baru lahir di dada ibunya dan membiarkan bayi ini merayap untuk menemukan puting susu ibu untuk menyusu. IMD harus dilakukan langsung saat lahir, tanpa boleh ditunda dengan kegiatan menimbang, memandikan, mengukur atau pemberian vitamin K dan obat tetes mata. Bayi juga tidak boleh dibersihkan, hanya dikeringkan kecuali tangannya. Proses ini harus berlangsung skin to skin antara bayi dan ibu. Biarkan bayi didada ibu selama satu jam bahkan sampai dapat menyusu sendiri. Kulit ibu bersalin berfungsi sebagai incubator, karena lebih hangat dari pada kulit ibu yang tidak bersalin. Secara otomatis dapat mempengaruhi suhu bayi baru lahir yang rentan mengalami kehilangan panas. Ini berarti, dengan IMD resiko kehilangan panas (hipotermi) pada bayi baru lahir yang akan menimbulkan kematian dapat dikurangi (Rizki, 2000). Menurut Roesli (2008), bayi yang dilakukan inisiasi menyusu dini berada dalam suhu yang aman. Karena suhu payudara ibu meningkat 0,50C dalam 2 menit jika bayi diletakkan di dada ibu. Hal ini terbukti

bahwa bayi pada

kelompok intervensi memiliki suhu yang normal karena langsung kontak kulit dengan dada ibunya. Sedangkan pada kelompok kontrol bayi tidak melakukan kontak kulit langsung dengan dada ibunya, bayi langsung dibungkus dengan kain sehingga kemungkinan memiliki suhu dibawah rata-rata sehubungan dengan keterpaparan terhadap lingkungan di sekitarnya ( Ruri Yuni Astari, 2010).

19

3. Asfiksia Kematian perinatal terbanyak disebabkan oleh asfiksia, Faktor yang berkaitan dengan terjadinya Asfiksia yaitu faktor ibu, salah satu faktor ibu adalah umur kehamilan saat bayi dilahirkan, Biasanya terjadi pada bayi yang dilahirkan dari ibu dengan kelahiran kurang bulan (Katriningsih, 2009). Menurut Wiknjosastro (2007)) pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibuibu dengan umur kehamilan melebihi 42 minggu kejadian asfiksia bisa disebabkan karena penuaan plasenta sehingga pemasokan makanan dan oksigen dari ibu ke janin menurun, hal ini dapat dibuktikan dengan penurunan kadar estriol dan plasental laktogen. Rendahnya fungsi plasenta berkaitan dengan peningkatan kejadian gawat janin (Ruri Yuni Astari, 2010). 4. Prematur Khusus untuk BBLR,sampai saat ini masih banyak di temukan bayi lahir dengan berat bandan rendah dengan berbagai penyebab.dimana bayi abru lahir rendah akan banyak mengalami masalah yang akhirnya meningkatkan angka morbiditas dan morbilitas pada bayi. Untuk menurunkan angka morbiditas dan morbilitas bayi BBLR tersebut menjadi tanggu jawab tenagga kesehata (Sijanti, 2011). Anemia dalam kehamilan yang mengalami persalinan prematur 3 kali lebih besar daripada ibu yang tidak anemia, persalinan prematur pada ibu dengan riwayat persalinan premature sebelumnya adalah 20,33 kali lebih besar daripada ibu tanpa riwayat persalinan premature sebelumnya, dan persalinan prematur

20

pada kelompok umur ibu yang berisiko adalah 2,259 lebih besar daripada kelompok umur yang tidak berisiko. Menurut Prawirohardjo (2007), bayi dengan berat kurang dari 2.500 gram pada waktu lahir merupakan bayi prematur. Keadaan ini dapat disebabkan oleh masa kehamilan kurang dari 37 minggu dengan berat badan yang sesuai, atau bayi

yang

beratnya

kurang

dari

berat

semestinya

menurut

masa

kehamilannya/kecil untuk masa kehamilan.

2.4. Kerangka Konsep Variabel Independen

Variabel Dependen

Faktor - faktor yang Berhubungan 1. Terlalu cepat dimandikan 2. IMD Hipotermi 3. Asfeksia 4. Prematur

2.4.1. Hipotensi Penelitian 1.

Terlalu cepat dimandikn berhubungan dengan kejadian hipotermi pada Bayi Baru Lahir di RSU Deli Serdang 2014.

2.

Inisiasi meyusu dini berhubungan dengan kejadian hipotermi pada bayi baru lahir di RSU Deli Serdang 2014.

21

3.

Asfeksia berhubungan dengan kejadian hipotermii pada bayi baru lahir di RSUD Deli Serdang 2014.

4.

Prematur berhubungan dengan kejadian hipotermi pada bayi baru lahir di RSU Deli Serdang 2014

22

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah survei yang bersifat analitik dengan pendekatan cross sectional yaitu menganalis faktor-faktor yang berhubugan dengan hipotermi pada bayi baru lahir di RSU Deli Serdang tahun 2014.

3.2.

Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1. Lokasi Pemelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di RSUD Deli Serdang. Adapun alasan penelitian di lakukan di RSUD Deli Serdang karna masih tingginya angka kejadian hipotermi di RSUD tersebut. 3.2.2. Waktu Penelitian Penelitian ini di laksanakan pada bulan Januari-April Tahun 2014.

3.3.

Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh bayi yang baru lahir di RSUD deli serdang bulan Januari-April Tahun 2014 sebanyak 50 bayi. 3.3.2. Sampel Sampel data penelitian ini adalah seluruh populasi dijadikan sample (total sampling).

22

23

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Jenis Data a. Data Sekunder Pengumpulan data sekunder diperoleh dari data yang ada di RSUD Deli Serdang Januari-April Tahun 2014. Data tersebut berisi hasil menegenain jumlah bayi yang baru lahir untuk mengetahuin sebab terjadinya hipotermi.

3.5. Definisi Operasional 3.5.1. Variabel Indevenden 1.

Memandiakn merupakan salah satu paparan dingin pada bayi baru lahir. Kategori cepat memandikan : 0. dimandikan. 1. tidak dimandikan

2.

IMD merupakan pemberian susu ibu saat lahir. Kategori cepat memandikan : 0. dilakukan IMD. 1. tidak dilakukan IMD

3.

Asfeksia adalah kegagalan bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Kategori Asfeksia :

0. Asfeksia 1.Tidak Asfeksia

4.

Prematur adalah suatu keadaan dimana berat badanya saat lahir kurang dari 2.500 gram sampai dengan 2.499 gram. Kategori Prematur :

0. Prematur 1. Tidak prematur

24

5. Hipotermi merupakan penurunan suhu tubuh dibawah 36.5˚C. Kategori Hipotermi :

0. Hipotermi 1. Tidak Hipotermi

3.6. Aspek Pengukuran Tabel. 3.1. Aspek Pengukuran Variabel Penelitian No Variabel 1 Telalu Cepat Dimandikan 2 Inisiasi Menyusui Dini 3

Asfiksia

4

Prematur

Katagori 0. Dimandikan 1. Tidak dimandikan 0. Dilakukan IMD 1.Tidak dilakukan IMD 0. Mengalami 1. Tidak Mengalami 0. Mengalami 1. Tidak Mengalami

Skala Pengukuran Ordinal Ordinal Ordinal Ordinal

3.7. Pengelolahan Data dan Analisa Data Setelah data berhasil dikumpulkan, selanjutnya data diolah, adapun cara pengelolahan data adalah sebagai berikut: 1. Editing (selesai data) Merupkan kegiatan untuk pengecekan dan pebaikan isian formulir atau kuesioner. 2. Cording (pemberian code) Merupakan mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan. Misalnya jenis kelamin : 0= lakil-laki, 1= perempuan.

25

3. Tabulating (pengelompokan data) Kegiatan masukan data yang telah dikumpulkan kedalam master table atau data base computer, kemudian membantu distribusi sederhana atau dengan membuat tabel contigensi. 4. Cleaning (pemberi data) Cleaning merupakan kegiatan pengecekan kembali data kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode, ketidak lengkapan dan sebagainya, kemudian dilakukan atau koreksi

3.8. Analisis Data 1. Analisis Univariat Analisis data secara univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan kareteristik setiap variabel penelitian. Analisis ini digunakan untuk menghasilkan distribusi frekuensi dari presentase dari setiap variabel. 2. Analisis Bivariat Analisis bivariante dilakuakn untuk menguji ada tindaknya faktor-faktor yang berhungan dengan kejadian premature pada bayi baru lahir.

26

BAB IV HASIL PENELITIAN

4.1.

Gambaran Umum Lokasi Penelitian Rumah Sakit Umum Deli Serdang Lubuk Pakam merupakan sebuah rumah

sakit pemerintah yang dikelola Pemerintah Pusat dengan Pemerintahan Daerah Provinsi Sumatera Utara terletak di lahan yang luas di pinggiran kota Lubuk Pakam Deli Serdang, Jl. Thamrin, kecamatan Lubuk Pakam, kabupaten Deli Serdang. Rumah Sakit Umum Deli Serdang mulai berfungsi sejak tanggal 03 Februari 1964 dengan pelayanan rawat jalan dan untuk pelayanan rawat inap baru RSUD Deli Serdang termasuk Rumah Sakit Umum kelas B. 4.1.2. Visi RSUD Deli Serdang Visi RSUD Deli Serdang adalaah pelayanan yang unggul dalam mutu prima dalam pelayanan dan menjadi pusat rujukan. Pelayanan kesehatan yang paripurna dan pro aktif untuk mewujudkan masyarakat sehat. 4.1.3. Misi RSUD Deli Serdang 1.

Memberikan pelayanan yang propesional, terjangkau, mudah, serta bertanggung jawab.

2.

Mengembangkan dan meningkatkan kualitas dan kwantitas SDM maupun sarana dan prasarana sesuai kebutuhan secara universal terarah dan berkesinambungan.

26

27

3.

Membina dan mengembangkan hubungan kerja sama sector pelayanan kesehatan pendidikan, penelitian, lingkungan dengan instansi, perusahaan, lembaga pendidikann, serta lembaga sosial

4.

Meningkatkan serta mengembangkan sistem management yang transparan serta akomodatif dan respontif

5.

Mengembagkan

system

administrasi

informasi,

dan

komunikasi

serta

pengelolaan data dan pelaporan secara cepat dan akurat.

4.2. Analisa Univariat Karakteristik responden yang teliti dan penelitian ini meliputi : Faktor Lingkungan, Prematur, Infeksi dan lamanya pengeringan pada bayi baru lahir. 4.2.1. Kiasifikasi Kejadian Hipotermi Untuk melihat kejadian hipotermi di RSUD Deli Serdang dapat dilihat ditabel 4.1. Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Kejadian Hipotermi di RSU Deli Serdang No 1. 2.

Hipotermi Mengalami Tidak Mengalami Jumlah

f 18 32 50

% 36,0 64,0 100,0

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa kejadian hipotermi pada bayi baru lahi di RSU Deli serdang yang mengalami hipotermi sebanyak (36%) dan yang tidak mengalami hipotermi sebanyak 32 bayi (64%)

28

4.2.2. Terlalu Cepat Memandikan Untuk melihat kejadian terlalu cepat dimandikan di RSUD Deli Serdang dapat dilihat ditabel 4.2. Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Kejadian Terlalu Cepat Memandikan di RSU Deli Serdang No 1 2

T.C.Memandikan T.c.memandikan Tidak t.c. memandikan Jumlah

f 25 25 50

% 50,0 50,0 100,0

Berdassarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa Terlalu cepat memandikan yang mengalami hipotermi pada bayi baru lahi di RSU Deli serdang sebanyak 25 (50%). dan yang tidak Terlalu cepat memandikan sebanyak 25 (50%). 4.2.3. Inisiasi Menyusu Dini Untuk melihat kejadian inisiasi menyusu dini di RSUD Deli Serdang dapat dilihat ditabel 4.3. Table 4.3. Distribusi Frekuensi Kejadian IMD Di RSU Deli serdang. No 1 2

IMD Di lakukan IMD Tdk dilakukan IMD Jumlah

f 30 20 50

% 60,0 40,0 100,0

Berdassarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa yang melakukan IMD pada bayi baru lahir di RSU Deli serdang sebanyak 30 (60%) dan yang tidak melakukan IMD sebanyak 20 (40%)

29

4.2.4. Kiasifikasi Kejadian Asfiksia Untuk melihat kejadian asfiksia di RSUD Deli Serdang dapat dilihat ditabel 4.4. Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Kejadian Asfeksia di RSU Deli serdang No 1 2

Asfeksia Mengalami Tidak Mengalami

f 24 26

% 48,0 52,0

Jumlah

50

100,0

Berdassarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa yang mengalami Asfiksia pada bayi baru lahir di RSU Deli serdang sebanyak 24 (48%) dan yang tidak mengalami sebanyak 26 (52%). 4.2.5. Kiasifikasi Kejadian Prematur Untuk melihat kejadian prematur di RSUD Deli Serdang dapat dilihat ditabel 4.5. Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Kejadian Prematur di RSUD Deli Serdang No 1 2

Prematur Prematur Tidak Prematur Jumlah

f 25 25 50

% 50,0 50,0 100,0

Berdassarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa Prematur pada bayi baru lahir di RSU Deli serdang sebanyak 25 (50%) dan yang tidak prematur sebanyak 25 (50%).

30

4.3. Analisis Bivariat Analisis Bivariat

bertujuan untuk menguji apakah ada hubungan

antaraTerlalu Cepat Memandikan Prematur IMD dan asfeksia, maka dipakai analisis dengan menggunakan uji chi-square. 4.3.1. Hubungan Terlalu Cepat Memandikan pada Bayi Baru Lahir Untuk melihat hubungan terlalu cepat memandikan dengan kejadian hipotermi di RSUD Deli Serdang dapat dilihat pada tabel 4.6. Tabel 4.6. Hubungan Terlalu Cepat Memandikan dengan Kejadian Hipotermi pada Bayi Baru Lahir di RSU Deli Serdang

No

T.C. Memandikan

1. 2.

T.c.memandikan Tdk T.c.memandikan Jumlah

Hipotermi Tdk Hipotermi Hipotermi n % n % 13 52,0 12 48,0 5 20,0 20 80,0 18 36.0 32 64.0

Total n 25 25 50

% 100,0 100,0 100.0

Prob

0,039

Dari tabel di atas dapt dilihat bahwa dari 25 bayi yang terlalu cepat dimandikan yang mengalami hipotermi sebanyak 13 (52,0%) bayi yang tidak terlalu cepat dimandikan sebanyak 12 (70,0%). kemudian dari 25 bayi terlalu cepat dimandikan sebanyak 5 (20,0%) dan yang tidak terlalu cepat dimandikan sebanyak 20 (80,0%) hasil chi-square di peroleh prob 0,039 < α 0,005 Ho ditolak, artinya terdapat hubungan antara terlalu cepat memandikan dengan kejadian hipotermi pada bayi baru lahir di RSUD Deli Serdang.

31

4.3.2. Hubungan Inisiasi Menyusu Dini pada Bayi Baru Lahir Untuk melihat hubungan inisiasi menyusu dini dengan kejadian hipotermi di RSUD Deli Serdang dapat dilihat pada tabel 4.7. Tabel 4.7. Hubungan IMD dengan Kejadian Hipotermi pada Bayi Baru Lahir di RSU Deli Serdang

No 1. 2.

IMD Di lakukan IMD Tdk dilakukan IMD Jumlah

Hipotermi Tdk Hipotermi hipotermi n % n % 6 20,0 24 80,0 12 60,0 8 40,0 18 36,0 32 64,0

Total

Prob

n % 30 100,0 20 100,0 50 100,0

0,010

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa dari 30 bayi yang dilakukannya IMD mengalami hipotermi sebanyak 6 (20,0%) bayi yang tidak dilakukannya IMD sebanyak

24 (8,0%). Kemudian dari 20 bayi dilakukannya IMD

sebanyak 12

(60.0%) dan yang tidak dilakukannya IMD sebanyak 8 (40,0%) hasil chi-square di peroleh prob 0,010 < α 0,005 Ho ditolak, artinya terdapat hubungan antara IMD dengan kejadian hipotermi pada bayi baru lahir di RSUD Deli Serdang. 4.3.3. Hubungan Asfiksia pada Bayi Baru Lahir Untuk melihat hubungan terlalu cepat memandikan dengan kejadian hipotermi di RSUD Deli Serdang dapat dilihat pada tabel 4.8.

32

Tabel 4.8. Hubungan Asfiksia dengan Kejadian Hipotermi pada Bayi Baru Lahir Di RSUD Deli Serdang

No

Asfiksia

1 2

Asfiksia Tdk asfiksia Jumlah

Hipotermi Mengalami Mengalami n % n % 13 54,2 11 45,8 5 19,2 21 80,8 18 36,0 32 64,0

Total n 24 26 50

% 100,0 100,0 100,0

Prob

0,023

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa dari 24 bayi yang asfiksia sebanya 13 (54,2%) bayi yang mengalami asfeksia dan 11 (45,8%). Kemudian bayi tidak mengalami asfiksia sebanyak 5 (19,2%) dan yang tidak mengalami asfiksia sebanyak 21 (80,8%) dari hasil chi-square di peroleh prob 0,023 < α 0,005 Ho ditolak, artinya terdapat hubungan antara Asfiksia dengan kejadian hipotermi pada bayi baru lahir di RSUD Deli Serdang 4.3.4. Hubungan Bayi Baru Lahir Untuk melihat hubungan terlalu cepat memandikan dengan kejadian hipotermi di RSUD Deli Serdang dapat dilihat pada tabel 4.9. Tabel 4.9. Hubungan Prematur dengan Kejadian Hipotermi pada Baru Lahir di RSUD Deli Serdang Hipotermi No 1 2

Prematur Prematur tdk prematur Jumlah

Mengalami n 13 5 18

% 52,0 20,0 36,0

Tdk Mengalami n % 12 48,0 20 80,0 32 64,0

Total n % 25 100 25 100 50 100

Prob

0,039

33

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa dari 25 bayi yang prematur 13 (52,0%) bayi yang mengalami hipotermi dan 12 (48,0%) bayi tidak mengalami hipotermi, dari 25 responden 5 (20,0%) bayi yang mengalami hipotermi dan 20 (80,0%) bayi tidak mengalami hipotermi dan dari hasil schi-square di peroleh prob 0,039 < α 0,005 Ho ditolak, artinya terdapat hubungan antara Prematur dengan kejadian hipotermi pada bayi baru lahir di RSUD Deli Serdang.

34

BAB V PEMBAHASAN

5.1. Faktor Terlalu Cepat Dimandikan dengan Kejadian Hipotermi pada Bayi Baru Lahir Hasil penelitian menunjukan dari 25 bayi yang terlalu cepat dimandikan yang mengalami hipotermi sebesar 52%. Hasil chi-square diperoleh prob 0,039 < α 0,005 Ho ditolak, Artinya terdapat hubungan antara terlalu cepatnaya memandikan bayi baru lahir dengan kejadian hipotermi di RSUD Deli Serdang. Mengacu pada uji tersebut menunjukkan bahwa semakin cepat bayi baru lahir dimandikan maka akan semakin tinggi pula angka kejadian hipotermi. Menurut Gunawijaya, (2011), menunjukan bahwa angka kejadian hipotermi pada bayi baru lahir cukup bulan yang dimandikan 10 menit setelah lahir adalah sebesar 6,8%, sedangkan yang dimandikan 2-6 jam setelah lahir adalah 1,5%. Ketika seorang bayi tidak segera dibersihkan, terlalu cepat dimandikan, tidak segera diberi pakaian, tutup kepala dan dibungkus, diletakkan pada ruangan yang dingin, tidak segera didekapkan pada ibunya, dipisahkan dari ibunya dan tidak segera disusui ibunya. (Yeyeh , 2010). Memandiakn merupakan salah satu paparan dingin pada bayi baru lahir. Alasan memandiakn bayi baru lahir antra lain berhubungan dengan budaya, estetika, pencegahan penularan penyakit melaluin darah atau cairan amnion dan mengurangi kolonisasi mikroba (Irma Rhocma Puspita, 2006).

34

35

5.2. Hubungan Faktor IMD dengan Kejadian Hipotermi pada Bayi Baru Lahir Hasil penelitian menunjukan dari 20 bayi tidak dilakukan IMD yang mengalami hipotermi sebesar 60%. Hasil chi-square diperoleh prob 0,010 < α 0,005 Ho ditolak, artinya terdapat hubungan antara Inisiasi Menyusu Dini pada bayi baru lahir dengan kejadian hipotermi di RSUD Deli Serdang. Mengacu pada uji tersebut menunjukkan bahwa bayi baru lahir yang tidak dilakukan IMD akan lebih mudah mengalami hipotermi. Menurut Roesli (2008), bayi yang dilakukan inisiasi menyusu dini berada dalam suhu yang aman. Karena suhu payudara ibu meningkat 0,50C dalam 2 menit jika bayi diletakkan di dada ibu. Hal ini terbukti

bahwa bayi pada kelompok

intervensi memiliki suhu yang normal karena langsung kontak kulit dengan dada ibunya. Sedangkan pada kelompok kontrol bayi tidak melakukan kontak kulit langsung dengan dada ibunya, bayi langsung dibungkus dengan kain sehingga kemungkinan memiliki suhu dibawah rata-rata sehubungan dengan keterpaparan terhadap lingkungan di sekitarnya. Program ini dilakukan dengan cara langsung meletakkan bayi yang baru lahir di dada ibunya dan membiarkan bayi ini merayap untuk menemukan puting susu ibu untuk menyusu. IMD harus dilakukan langsung saat lahir, tanpa boleh ditunda dengan kegiatan menimbang, memandikan, mengukur atau pemberian vitamin K dan obat tetes mata. Bayi juga tidak boleh dibersihkan, hanya dikeringkan kecuali tangannya. Proses ini harus berlangsung skin to skin antara bayi dan ibu. Biarkan bayi didada ibu selama satu jam bahkan sampai dapat menyusu sendiri.

36

Kulit ibu bersalin berfungsi sebagai inkubator, karena lebih hangat dari pada kulit ibu yang tidak bersalin. Secara otomatis dapat mempengaruhi suhu bayi baru lahir yang rentan mengalami kehilangan panas. Ini berarti, dengan IMD resiko kehilangan panas (hipotermi) pada bayi baru lahir yang akan menimbulkan kematian dapat dikurangi. (Rizki, 2000). Menurut asumsi peneliti, bahwa responden yang mengalami premature akan mengakibatkan penyulit berat badan. Prematur ini meliputin hipotermi sehingga akan mengakibatkan kematian pada bayi permatur. 5.3. Faktor Asfeksia dengan Kejadian Hipotermi pada Bayi Baru Lahir Hasil penelitian menunjukan dari 24 bayi yang mengalami hipotermi sebesar 45%. Hasil chi-square diperoleh prob 0,023 < α 0,005 Ho ditolak, Artinya terdapat hubungan antara asfiksia bayi baru lahir dengan kejadian hipotermi di RSUD Deli Serdang. Mengacu pada uji tersebut menunjukkan bahwa kejadian asfiksia pada bayi baru lahir maka akan semakin tinggi pula angka kejadian hipotermi. Menurut Wiknjosastro (2007)) pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu dengan umur kehamilan melebihi 42 minggu kejadian asfiksia bisa disebabkan karena penuaan plasenta sehingga pemasokan makanan dan oksigen dari ibu ke janin menurun, hal ini dapat dibuktikan dengan penurunan kadar estriol dan plasental laktogen. Rendahnya fungsi plasenta berkaitan dengan peningkatan kejadian gawat janin. Kematian perinatal terbanyak disebabkan oleh asfiksia, Faktor yang berkaitan dengan terjadinya Asfiksia yaitu faktor ibu, salah satu faktor ibu adalah

37

umur kehamilan saat bayi dilahirkan, Biasanya terjadi pada bayi yang dilahirkan dari ibu dengan kelahiran kurang bulan (Katriningsih, 2009). Menurut asumsi peneliti asfeksia adalah keadaan bayi yang tidak bernafas sponta dan teratur akan megakibatkan kematian yang besar pada bayi asfeksia. 5.4. Faktor Prematur dengan Kejadian Hipotermi pada Bayi Baru Lahir Hasil penelitian menunjukan dari 25 bayi tidak dilakukan IMD yang mengalami hipotermi sebesar 80%. Hasil chi-square diperoleh prob 0,010 < α 0,005 Ho ditolak, artinya terdapat hubungan antara Inisiasi Menyusu Dini pada bayi baru lahir dengan kejadian hipotermi di RSUD Deli Serdang. Mengacu pada uji tersebut menunjukkan bahwa bayi baru lahir dengan berat badan lahir rendah akan lebih mudah mengalami hipotermi. Prawirohardjo (2007), bayi dengan berat kurang dari 2.500 gram pada waktu lahir merupakan bayi prematur. Keadaan ini dapat disebabkan oleh masa kehamilan kurang dari 37 minggu dengan berat badan yang sesuai, atau bayi yang beratnya kurang dari berat semestinya menurut masa kehamilannya/kecil untuk masa kehamilan Menurut Sarbaini dkk (2004), menyatakan kemungkinan ibu dengan anemia dalam kehamilan yang mengalami persalinan prematur 3 kali lebih besar daripada ibu yang tidak anemia, persalinan prematur pada ibu dengan riwayat persalinan premature sebelumnya adalah 20,33 kali lebih besar daripada ibu tanpa riwayat persalinan premature sebelumnya, dan persalinan prematur pada kelompok umur ibu yang berisiko adalah 2,259 lebih besar daripada kelompok umur yang tidak berisiko.

38

Khusus untuk BBLR,sampai saat ini masih banyak di temukan bayi lahir dengan berat bandan rendah dengan berbagai penyebab.dimana bayi abru lahir rendah akan banyak mengalami masalah yang akhirnya meningkatkan angka morbiditas dan morbilitas pada bayi. Untuk menurunkan angka morbiditas dan morbilitas bayi BBLR tersebut menjadi tanggu jawab tenagga kesehata. (Sijanti, 2011). Menurut asumsi peneliti bahwa hipotermi pada bayi baru lahir akan dipengaruhi oleh paparan lingkungan yang dingin. Oleh karena itu, bayi baru lahir akan dikeringkan sedini mungkin agar tidak terjadi kematian pada bayi baru lahir

39

BAB VI KESIMPULAN SARAN

6.1 Kesimpulan 1.

Terdapat hubugan terlalu cepat memandikan dengan kejadian hipotermi pada bayi baru lahir di RSU Deli serdang tahun 2014.

2.

Terdapat hubugan Inisiasi Menyusu Dini dengan kajadian hipotermi pada bayi baru lahir di RSU Deli serdang tahun 2014.

3.

Terdapat hubungan asfiksia dengan kejadian hipotermi pada bayi baru lahir di RSU Deli ser2014dang tahun 2014.

4.

Terdapat hubungan prematur dengan kajadian hipotermi pada bayi baru lahir di RSU Deli serdang tahun tahun 2014.

6.2. Saran 1.

Diharapkan kepada ibu yang baru melahirkan agar lebih hati-hati lagi memilih tempat persalinan yang tepat.

2.

Diharapkan kepada pelayanan kesehatan baik dirumah sakit, puskesmas, klinik ataupun lainnya untuk lebih memeprhatiakan tentang penangan bayi baru lahir.

3.

Diharapakan kepada Akademi Kebidanan Audi Husada untuk menambahkan referensi dan sumber informasi terutama tentang tanda-tanda bahaya pada bayi baru lahar.

39

40

DAFTAR PUSTAKA

Wafi Nur, M. 2010. Asuhan neonatus bayi dan balita, Fitramaya, Yogjakarta. Ai Yeyeh R, 2010. Aauhan neonatus bayi baru lahir dan balita .Trans Info Media, Jakarta. Notoadmojo, 2010. Metode Penelitian dan pengelolahan data, Pusta Pelajar, Yogjakarta. Yulianti Lia, 2010. Asuhan Neonatus, Bayi Dan Anak Balita,Trans Info Medika, Jakarta Rizki. 2000. Hubungan inisiasi Menyusu Dini terhadap Hipotermi.Tersedia :http://perpusnwu.dikti./biblio.com. Update: 28 Agustus 2014 Pukul 19.00 WIB Katriningsih. 2009.Skripsi.http:www//skripsistikes.wordpress.com/.di peroleh tanggal 29 agustus 2014 Pukul 22.00 WIB Surbandik dkk, 2004. Hubungan terlalu cepat memandikan bayi abru lahir dengan kejadian hipotermi. httpscholar.google.co.idscholarstart. Update: 28 Agustus 2014 Pukul 19.00 WIB Irma Rhocma, 2007. Insiden dan faktor-faktor resiko hipotermi akibat memandikan bayi baru lahir.htt://pscholar.google.co. Update: 30 Agustus 2014 Pukul 23.19 WIB Lia, 2010. Asuhan Neonatus, Bayi Dan Anak Balita,Trans Info Medika, Jakarta. Prawirohardjo, 2007. kegawat darutan neonaturum. Jakarta: Yayasan Bina Sarwono

Pustaka

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Buku Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Gunawijaya, (2011). Bayi Baru Lahir. Tersedia http://pscholar.ayumarthasari.com Diakses pada tanggal 21 Februari 2014 Budiarti, Tri, 2011. Buku ajaran Neonaturus,Bayi dan Balita, Trans Info, Jakarta. Dwi Maryanti, 2011. Buku ajaran Neonaturus, Bayi dan Balita, Trans Info, Jakarta.

41

Wiknjosastro, 2007. Skripsi.http:www//skripsistikes.wordpress.com/.di tanggal 2 agustus 2014 Pukul 22.00 WIB

peroleh

Masjenioer, 2005. Bayi Berat badan rendah.Tersedia http://pscholar.ayumarthasari .com Diakses pada tanggal 21 Februari 2014 Sujianti, 2011. Buku ajaran Neonaturus, Bayi dan Balita, Trans Info, Jakarta.

42

Lampiran 1. KUESIONER PENELITIAN FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HIPOTERMI PADA BAYI BARU LAHIR DI RSUD DELI SERDANG JANUARI – APRIL 2014

I. Identitas Responden 1. No. Responden

:

2. Nama Ibu

:

3. Alamat

:

4. Nama Bayi

:

5. Umur Bayi

:

II. Petunjuk Pengisian 

Isi identitas dengan lengkap



Pertanyaan ini hanyalah memperoleh data penelitian



Bacalah pertanyaan dengan cermat dan teliti



Pilihlah jawaban yang di anggap paling benar dengan memberikan tanda silang (x)

43

A. Faktor Teralalu cepat memandikan bayi 1. Apakah terlalu cepat bayi dimandikan dapat mempengaruhi suhu tubuh bayi ? a. Ya b. Tidak 2. Apakah bayi terlalu cepat dimandikan dapat mengalami kedinginan ? a. Ya b. Tidak

B. Faktor Prematur 1. Apakah bayi bayi berat lahir rendah yang disebabkan sesak akan mengalami bayi kediginan ? a. Ya b. Tidak

C. Faktor IMD 1. Apakah Bayi yang tidak dilakukan IMD dapat menurunkan suhu tubuhnya ? a. Ya b. Tidak 2. Apakah IMD dapat meningkatkan suhu tubuh bayi pada saat lahir? a. Ya b. Tidak

D. Faktor Asfeksia 1. Apakah bayi yang kedinginan dapat mempengaruhi pernapasan ? a. Ya b. Tidak

44

Lampiran 2. Master Data

No

Hipotermi

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32.

1 1 1 0 1 0 1 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0

Faktor-Faktor yang Berhubungan Terlalu Cepat Dimandikan IMD Asfiksia Prematur 1 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 0 0 0

0 0 0 1 0 1 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 1 0 1 0 1 1 1 1

1 1 1 0 1 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0

1 1 1 0 1 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0

45

33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50.

1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 1 0

Keterangan : Hipotermi 0 : hipotermi 1 : tidak hipotermi

Terlalu cepat memandikan 0 : T.C.Memandikan 1 : Tdk t.c. memandikan

0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 0 1 0

0 1 1 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1

0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 0 1 1 1 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0

46

Inisiasi Nyusu Dini 0 : dilakukan 1 : tidak dilakukan

Asfeksia 0 : Mengalami 1 : tidak mengalami

Prematur 0 : mengalami 1 : tidak mengalami

47

Lampiran 3. Tabel Distribusi Frekuensi Frequencies Statistics Terlalu Cepat Memandikan

Hipotermi N

Valid Missing

Inisiasi Menyusu Dini

Asfiksia

Prematur

50

50

50

50

50

0

0

0

0

0

Frequency Table Hipotermi

Frequency Valid

Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Hipotermi

18

36.0

36.0

36.0

Tidak Hipotermi

32

64.0

64.0

100.0

Total

50

100.0

100.0

Terlalu Cepat Memandikan

Frequency Valid

Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Terlalu Cepat Dimandikan

25

50.0

50.0

50.0

Tidak Terlalu Cepat Dimandikan

25

50.0

50.0

100.0

Total

50

100.0

100.0

48

Inisiasi Menyusu Dini

Frequency Valid

Percent

Cumulative Percent

Valid Percent

Dilakukan

30

60.0

60.0

60.0

Tidak Dilakukan

20

40.0

40.0

100.0

Total

50

100.0

100.0

Asfiksia

Frequency Valid

Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Asfiksia

24

48.0

48.0

48.0

Tidak Asfiksia

26

52.0

52.0

100.0

Total

50

100.0

100.0

Prematur

Frequency Valid

Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Prematur

25

50.0

50.0

50.0

Tidak Prematur

25

50.0

50.0

100.0

Total

50

100.0

100.0

49

Lampiran 4. Crosstabs Terlalu Cepat Memandikan * Hipotermi Crosstab Hipotermi Hipotermi Terlalu Cepat Memandikan

Terlalu Cepat Dimandikan

13

12

25

Expected Count

9.0

16.0

25.0

52.0%

48.0%

100.0%

5

20

25

9.0

16.0

25.0

20.0%

80.0%

100.0%

18

32

50

18.0

32.0

50.0

36.0%

64.0%

100.0%

Count Expected Count % within Terlalu Cepat Memandikan

Total

Total

Count

% within Terlalu Cepat Memandikan Tidak Terlalu Cepat Dimandikan

Tidak Hipotermi

Count Expected Count % within Terlalu Cepat Memandikan Chi-Square Tests Value

Pearson Chi-Square

Asymp. Sig. (2sided)

Df

5.556a

1

.018

Continuity Correctionb

4.253

1

.039

Likelihood Ratio

5.704

1

.017

Exact Sig. (2sided)

Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid

Casesb

.038 5.444

1

.020

50

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.00. b. Computed only for a 2x2 table

Exact Sig. (1sided)

.019

50

Inisiasi Menyusu Dini * Hipotermi Crosstab Hipotermi Hipotermi Inisiasi Menyusu Dini Dilakukan

Count Expected Count % within Inisiasi Menyusu Dini

Tidak Dilakukan Count Expected Count % within Inisiasi Menyusu Dini Total

Count Expected Count % within Inisiasi Menyusu Dini

Tidak Hipotermi

Total

6

24

30

10.8

19.2

30.0

20.0%

80.0%

100.0%

12

8

20

7.2

12.8

20.0

60.0%

40.0%

100.0%

18

32

50

18.0

32.0

50.0

36.0%

64.0%

100.0%

Chi-Square Tests

Value Pearson Chi-Square

Asymp. Sig. (2sided)

Df

8.333a

1

.004

Continuity Correctionb

6.688

1

.010

Likelihood Ratio

8.397

1

.004

Exact Sig. (2sided)

Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Casesb

.006 8.167

1

.004

50

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.20. b. Computed only for a 2x2 table

Exact Sig. (1sided)

.005

51

Asfiksia * Hipotermi Crosstab Hipotermi Hipotermi Asfiksia

Asfiksia

Count

Tidak Asfiksia

11

24

8.6

15.4

24.0

54.2%

45.8%

100.0%

5

21

26

9.4

16.6

26.0

19.2%

80.8%

100.0%

18

32

50

18.0

32.0

50.0

36.0%

64.0%

100.0%

Count Expected Count % within Asfiksia

Total

Count Expected Count % within Asfiksia

Total

13

Expected Count % within Asfiksia

Tidak Hipotermi

Chi-Square Tests

Value Pearson Chi-Square Continuity

Correctionb

Likelihood Ratio

Asymp. Sig. (2sided)

df

6.611a

1

.010

5.182

1

.023

6.781

1

.009

Exact Sig. (2sided)

Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid

Casesb

.018 6.479

1

.011

50

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8.64. b. Computed only for a 2x2 table

Exact Sig. (1sided)

.011

52

Prematur * Hipotermi Crosstab Hipotermi Hipotermi Prematur

Prematur

13

12

25

Expected Count

9.0

16.0

25.0

52.0%

48.0%

100.0%

5

20

25

Count Expected Count % within Prematur

Total

Total

Count

% within Prematur Tidak Prematur

Tidak Hipotermi

9.0

16.0

25.0

20.0%

80.0%

100.0%

18

32

50

Count Expected Count % within Prematur

18.0

32.0

50.0

36.0%

64.0%

100.0%

Chi-Square Tests

Value Pearson Chi-Square

Asymp. Sig. (2sided)

df

5.556a

1

.018

Continuity Correctionb

4.253

1

.039

Likelihood Ratio

5.704

1

.017

Exact Sig. (2sided)

Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Casesb

.038 5.444

1

.020

50

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.00. b. Computed only for a 2x2 table

Exact Sig. (1sided)

.019