BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sindrom nefrotik (SN) merupakan salah satu penyakit ginjal serta kelainan glomerular pada anak yang paling sering ditemukan. Prevalensi sindrom nefrotik pada anak lebih tinggi 15 kali dibandingkan dengan pasien pada usia dewasa. Insidens SN pada salah satu jurnal yang dilakukan penelitian pada tahun 2003 sampai 2006 pada populasi di Belanda adalah 1,52 kasus baru per 100.000 anak pertahun. Sedangkan di Amerika Serikat dan Inggris adalah 2 – 7 kasus baru per 100.000 anak pertahun dengan prevalensi berkisar 12-16 kasus per 100.000 anak. Di Indonesia dilaporkan 6 per 100.000 per tahun pada anak berusia kurang dari 14 tahun (Konsensus, 2005, Bakkali et. al., 2011, Guha et. al., 2009). Penyakit kronis memberikan dampak berupa gangguan perilaku dan kehidupan sosial seperti pada anak dengan sindrom nefrotik. Risiko untuk terjadi psikopatologis meningkat 2,5 kali pada anak dengan kondisi kelainan kronis dibandingkan anak pada umumnya. Apabila gangguan ini tidak ditangani sejak dini dapat menjadi lebih serius dibandingkan dengan penyakit yang dideritanya (Ghobrial et. al., 2013). Pada anak dengan sindrom nefrotik ditemukan gangguan perilaku internalisasi dan eksternalisasi. Gangguan tersebut dapat berupa depresi, hiperaktifitas, perilaku agresif dan menarik diri dari kehidupan sosial. Bahkan
1
pada episode pertama sindrom nefrotik sudah ditemukan gangguan perilaku tersebut (Mehta et. al., 1995; Guha et. al., 2009). Prevalensi gangguan perilaku pada penderita sindrom nefrotik didapatkan 68% dibandingkan dengan kelompok kontrol anak sehat 21,6%. Gangguan perilaku tersebut meliputi hiperkinetik, neurosis obsesif kompulsif, conduct disorder dan gangguan emosi. Faktor risiko yang mempengaruhi gangguan tersebut adalah jumlah frekuensi relap dan status sosial ekonomi yang rendah (Guha et. al., 2009). Anak dengan sindroma nefrotik sering mengalami gangguan emosional dan gangguan perilaku, terutama pada mereka yang mengalami relaps sering dan dependent steroid. Selain itu gangguan emosi dan perilaku masih belum bisa dipisahkan karena penggunaan steroid dalam pengobatannya. Pada beberapa penelitian menyebutkan bahwa penggunaan steroid baik secara oral, inhalasi dan intravena dapat memberikan efek samping psikologis negatif yang dapat muncul selama dalam pengobatan atau terapi steroid (Manti et. al., 2013). Menurut International Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) pada pengobatan inisial pada anak dengan SN akan mengalami remisi total sebanyak 94%, sebagian akan mengalami relaps (60 – 70%), 50% diantaranya akan mengalami relaps sering dan sekitar 10-20% tidak respon terhadap terapi kortikosteroid yang kemudian akan diklasifikasikan sebagai sindroma nefrotik resisten steroid (Rosita dan Muryawan, 2012). Hall et. al. (2003) mengemukakan bahwa hasil penilaian perilaku dengan menggunakan Child Behaviour Checklist (CBCL) pada pasien dengan
2
sindroma nefrotik bila dibandingkan dengan kontrol anak sakit kronis tanpa terapi steroid didapatkan gangguan perilaku berupa gangguan internalisasi seperti menarik diri dan keluhan somatik. Selain itu juga ditemukan gangguan perilaku eksternal atau agresif, cemas dan depresi. Lama durasi pemberian terapi steroid, jumlah frekuensi relap, lama durasi menderita sindrom nefrotik dan beratnya penyakit lebih sering ditemukan berhubungan dengan gangguan cemas, depresi dan problem eksternal (Manti et. al., 2013). Strenght and difficulties questionnaire (SDQ) merupakan instrumen untuk melakukan pengukuran terhadap gangguan perilaku yang terdiri dari 25 item aspek psikologi meliputi 5 bagian gejala emosional, masalah perilaku, hiperaktivitas atau inatensi, masalah hubungan antar teman sebaya dan perilaku sosial. Instrumen ini memiliki sensitivitas 85% dan spesifitas 80%, serta penggunaannya ringkas untuk dilakukan dan lebih baik dalam mendeteksi adanya gangguan internalisasi, eksternalisasi, hiperaktivitas dan inatensi (Goodman et. al., 1999). Meskipun telah dilakukan beberapa penelitian mengenai gangguan perilaku pada anak dengan sindrom nefrotik tetapi masih sulit diketahui untuk membedakan serta mengetahui mekanisme apakah gangguan ini disebabkan oleh efek penyakit itu sendiri atau kondisi kronis atau efek dari terapi yang telah diberikan karena pengobatan pada sindrom nefrotik ini tidak dapat dilepaskan dari pemberian steroid (Manti et. al., 2013). Hubungan gangguan perilaku dengan sindrom nefrotik serta faktor risiko sampai saat ini masih menjadi perdebatan. Sejauh yang diketahui,
3
penelitian sejenis belum banyak dilakukan di Indonesia terutama di Yogyakarta. Berdasarkan uraian di atas dirasakan perlu untuk melakukan penelitian mengetahui prevalensi gangguan perilaku pada sindrom nefrotik serta mengidentifikasi faktor risiko yang mempengaruhi. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut diatas dapat disusun permasalahan penelitian apakah proporsi gangguan perilaku lebih sering terjadi pada anak dengan sindrom nefrotik dibandingkan anak yang sakit
kronis
lainnya
serta
faktor-faktor
risiko
apa
yang
dapat
mempengaruhinya. C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui prevalensi gangguan perilaku pada anak dengan sindroma nefrotik dibandingkan dengan anak sakit kronis lainnya yang tidak mendapat terapi steroid. 2. Mengetahui prevalensi gangguan perilaku pada anak dengan sindroma nefrotik dibandingkan dengan anak sakit kronis lainnya yang mendapat terapi steroid. 3. Mengkaji faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian gangguan perilaku pada anak dengan sindroma nefrotik. D. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini: 1. Bagi ilmu pengetahuan kedokteran
4
Mendapatkan proporsi mengenai gangguan perilaku pada anak dengan sindroma nefrotik serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. 2. Bagi masyarakat Memberikan pengetahuan kepada masyarakat umum bahwa pada anak dengan sindroma nefrotik dapat mengalami gangguan perilaku sehingga lingkungan keluarga dan sekitarnya dapat mengenali sedini mungkin, memberikan informasi kepada dokter yang merawat dan membantu pengobatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup anak dengan sindroma nefrotik. 3. Bagi rumah sakit Penelitian ini dapat menjadi bahan untuk meningkatkan mutu pelayanan terutama dalam memberikan masukan untuk penentuan kebijakan program kesehatan khususnya pada kesehatan jiwa anak. E. Keaslian penelitian Beberapa penelitian gangguan penelitian gangguan perilaku pada anak dengan sindrom nefrotik terangkum dalam tabel 1. Beberapa negara telah melakukan penelitian baik negara maju maupun negara berkembang dengan latar belakang yang berbeda. Pada beberapa penelitian ini dilakukan dengan sosio demografi yang berbeda, alat instrumen gangguan perilaku yang berbeda dan faktor risiko yang diteliti tidak semuanya sama dengan hasil yang tidak konsisten dalam mempengaruhi gangguan perilaku. Penelitian mengenai gangguan perilaku pada sindrom nefrotik belum pernah dilakukan terutama di Yogyakarta.
5
Tabel 1. Penelitian gangguan perilaku pada anak dengan sindrom nefrotik Peneliti Manti 2013
Judul Penelitian et.
Tempat dan Waktu Yunani, 2013
Metode
Subyek
Alat ukur perilaku
Hasil
Cross sectional
41 anak usia 4- 16 tahun dengan sindrom nefrotik dan 42 kontrol normal (anak sehat)
Skor Child Behavior Checklist (CBCL)
Skor CBCL untuk perilaku internalisasi termasuk with-drawal dan keluhan somatik secara signifikan lebih tinggi pada anak dengan sindrom nefrotik (p< 0.05). Kelompok SNRS lebih sering mengalami gang guan emosi, conduct problem, gangguan hubungan dengan teman sebaya dan hiperaktivitas. Anak dengan SNSS lebih sering mengalami masalah anxietas, depresi dan peningkatan agresifitas selama mendapatkan terapi steroid dosis tinggi. Perilaku psikososial negative didapatkan pada anak dengan sindrom nefrotik. Faktor-faktor yang mempengaruhi adalah pasien dengan usia lebih tua, durasi penyakit yang lama dan penggunaan steroid lama. Skor CBCL meningkat pada kelompok sindrom nefrotik pada perilaku abnormal kecuali pada perilaku melanggar peraturan.
al..,
Psychosocial and cognitive function in children with nephrotic syndrome: association with disease and treatment variables
Ghobrial et. al., 2013
Behavioral changes in Egyptian children with Nephrotic syndrome
Mesir 2013
Cross sectional
60 anak dengan SN usia 4 sampai 16 tahun dibagi menjadi 3 kelompok
Strength and Difficulty Questionarre (SDQ)
Youssef et. 2013
al.,
Assessment of behavior abnormalities of corticosteroids in children with nephrotic syndrome
Mesir, 2013
Repeated Cross overstudy
30 anak usia 6-16 tahun dengan sindrom nefrotik sensitif steroid
Skor Children manifest the anxiety scale (CMAS) dan Children depression Inventory (CDI)
Boraey dan Sonbaty, 2011
Behavioral problems in children with nephrotic syndrome
Mesir, 2011
Cross sectional
60 anak usia 4-15 tahun dengan sindrom nefrotik dengan kon-trol anak sehat
Skor Pediatric Symptom Checklist 17 (PCS 17)
Mishra 2010
Behavioral abnormalities in children with nephrotic syndrome
Jerman, 2008
Kohort prospektif
131 anak usia 1,5 – 15 tahun dengan sindrom nefroti dengan 50 kontrol anak sehat
Achenbach Child Behaviour Checklist (CBCL)
et.
al.,
2006-
6
Tabel 1. lanjutan Peneliti
Judul Penelitian
Guha et. al., 2009
Behaviour profile of children with nephrotic syndrome
Hall et. al., 2003
The effects of corticosteroids on behavior in children with nephrotic syndrome
Soliday 1999
et.
al.,
Mehta 1995
et.
al.,
Tempat dan Waktu India, 2009
Metode
Subyek
Alat ukur perilaku
Hasil
Deskriptif
50 anak usia 5-15 tahun dengan sindrom nefrotik dengan 51 anak kontrol sehat
Developmental Psychopathology Checklist (DPCL)
Inggris, 2000
Kohort prospektif
12 anak usia 3-8 tahun dengan sindrom nefrotik dengan 12 kontrol anak sakit tanpa terapi steroid
Skor Child Behavior Checklist (CBCL)
Behavioral effects of corticosteroid in steroid sensitive nephrotic syndrome
Amerika Serikat, 1999
Kohort prospektif
10 anak usia 3-16 tahun dengan sindrom nefrotik
Skor Child Behavior Checklist (CBCL)
Behavior problem nephrotic syndrome
India, 1994
Prospective case control study
46 anak usia 4 sampai 14 tahun dengan sindrom nefrotik dengan control normal (anak sehat)
Skor Child Behavior Checklist (CBCL)
Prevalensi gangguan perilaku pada anak dengan Sindrom nefrotik 68% sedangkan pada control sehat 21,6%. Skor lebih tinggi pada hiperkinetik, obsesif kompulsif neurosis, kelainan conduct dan gangguan emosi. Skor gangguan perilaku anak dengan sindrom nefrotik mendapat terapi oral steroid dosis tinggi meningkat secara signifikan (p< 0,05) terutama pada agresitas dan gangguan perilaku perhatian. Anak dengan SNSS memiliki skor leboh tinggi pada masalah ansietas, depresi dan agresifitas selama pemberian terapi prednisone dosis tinggi. Skor CBCL pada sindrom nefrotik didapatkan lebih tinggi pada perilaku agresif atau hiperaktif dan depresi dibandingkan dengan kontrol.
in
7