bab i pendahuluan - eSkripsi Universitas Andalas

Indonesia, Indonesia juga menjadi habitat bagi satwa-satwa Endemik atau satwa yang hanya ditemukan di ... manusia untuk berbagai kebutuhan hidup seper...

4 downloads 480 Views 444KB Size
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman hayati, Sebanyak 300.000 jenis satwa liar atau sekitar 17% satwa di dunia terdapat di Indonesia, walaupun luas Indonesia hanya 1,3% dari luas daratan dunia. Indonesia nomor satu dalam hal kekayaan mamalia yaitu sebanyak 515 jenis dan menjadi habitat lebih dari 1539 jenis burung. Sebanyak 45% ikan di dunia hidup di Indonesia, Indonesia juga menjadi habitat bagi satwa-satwa Endemik atau satwa yang hanya ditemukan di Indonesia saja, jumlah Mamalia Endemik Indonesia ada 259 jenis, kemudian burung 384 jenis dan ampibi 173 jenis.1 Keberadaan Satwa Endemik

ini sangat penting di Indonesia dan

kesadaran masyarakat untuk menjaga kelestarian hidup satwa langka, namun kenyataannya masih saja terdapat masyarakat yang tidak sadar akan pentingnya melestarikan satwa langka, bahkan hewan-hewan tersebut banyak diburu oleh manusia untuk berbagai kebutuhan hidup seperti makanan, pakaian, hiasan, obatobatan dan lain-lain, yang dapat menguntungkan dirinya sendiri. Balai Konservasi Sumber Daya Alam, Polisi Sumatera Selatan serta wildlife crime unit melaporkan :2

1

https://www.profauna.net/id/fakta-satwa-liar-di-indonesia#, diakses 4 November 2016 Jay Fajar, Perburuan dan Perdagangan Satwa dilindungi Akankah Terhenti, http://www.mongabay.co.id/2015/12/30/catatan-2015-perburuan-dan-perlindungan-satwaakankah-terhenti/amp/, diakses 4 november 2016 2

1. Pada tahun 2012 mendeteksi 180an penangkap dan 20 pengumpul burung di Maluku Utara serta titik keluarnya burung Kasturi ternate lorius garrulus yang merupakan jenis burung yang paling sering ditangkap sebanyak 16.233 individu setiap tahunnya,disusul kakatua putih sebanyak 1.152 ekor, nuri bayan sebanyak 474 ekor, dan nuri kalung-ungu sebanyak 137 ekor 2. November 2014 telah ditangkap 103 kg bagian Manta dari pangambengan negara Bali dan dibandara Internasional Surabaya diamankan 226 kg bagian Manta, beberapa bulan lalu, beberapa jenis satwa liar dilindungi yaitu kukang dan lutung berusaha diselundupkan menuju ke Filipina melalui Sangihe, Sulawesi Utara yang kemudian terdeteksi oleh petugas dan kemudian dibawa kembali ke habitatnya, 3. Januari 2015 pihak karantina dan inspeksi ikan Timika dan Denpasar menangkap penyelundupan 6500 anak kura-kura moncong babi, sekitar 1226 diamankan pada koper menuju penerbangan ke Denpasar dan sisannya sebanyak 5284 ditangkap di denpasar, pada bulan 4. Februari 2015 menangkap perdagangan yang telah menjual lebih dari 100 bagian harimau selama lebih dari 10 tahun terakhir. Dari jenis satwa yang diperdagangkan sebanyak 17 kasus (25%) kasus melibatkan satwa laut, penyu, pari, hiu dan lainya, kelompok satwa lainnya yaitu jenis kucing besar harimau, kucing hutan dan lainya, sebanyak 16 kasus (24%), burung paruh bangkok 12 kasus (18%), Parimata 11 kasus (16%) dan berbagai jenis burung berkicau ada 10 kasus, hal ini patut menjadi perhatian semua pihak,

bahwa keterancaman satwa laut pun tidak bisa dianggap sebelah mata, karena 25% perdagangan satwa merupakan satwa laut.3 Salah satu kasus yang sedang marak terjadi terhadap satwa laut adalah perdagangan Ilegal ikan Pari Manta bahkan di ekspor ke berbagai negara terutama Tiongkok. Ikan Pari Manta adalah salah satu spesies Ikan Pari terbesar di dunia, Ikan Pari Manta memiliki tubuh yang pipih,sirip dada lebar (sayap), 5 pasang celah insang dibagian bawah dan ekor kecil tidak bersengat , habitat Ikan Pari Manta berada di lautan Tropis diseluruh dunia, antara 35 derajat lintang utara hingga 35 derajat lintang selatan.4 Pari Manta (Manta Rays) terdapat 2 spesies, yaitu Manta Alfredi ( Reef Manta) dan Manta Birostris (Oceanic Manta), Pari Manta terdapat di beberapa perairan di Indonesia, seperti Pulau Weh, Derawan, Bali, Kepulauan Komodo, Kepulauan Raja Ampat dan juga perairan lain yang merupakan jalur migrasi dari Ikan Pari Manta.5 Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan (Puslitbangkan) Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengatakan, Ikan Pari Manta banyak di buru karena diketahui semua orang sebagai biota laut dengan nilai ekonomi yang sangat tinggi, tinggnya nilai ekonomis Manta, salah satunya karena satwa karismatik itu masih diburu orang untuk diambil insangnya dan diekspor secara ilegal ke berbagai negara terutama Tiongkok, untuk insang Manta itu harganya bisa mencapai Rp 6.000.000 (enam juta rupiah), dan sangat dicari oleh negara

3

Ibid Aji Wihardandi, Ikan Pari Manta Sang Raksasa Tak Berbahaya, www.mongabay.co.id/2013/11/26/ikan-pari-manta-sang-saksasa-tak-berbahaya/amp/, diakses1 27 September 2017 5 Ranny Ramadani, Peresmian UU Perlindungan Pari Manta di Indonesia, http://www.wwf.or.id/berita_fakta/?31742/akhirnya-perlindungan-penuh-untuk-pari-manta-diindonesia, diakses 14 februari 2017 4

seperti Tiongkok, insang dikonsumsi dan dipercaya bisa menyembuhkan penyakit kanker.6 Salah satu pelaku yang melakukan perdagangan ilegal Ikan Pari Manta berinsial HS lelaki 46 tahun ditangkap saat melakukan transaksi di sebuah hotel di bilangan Larantuka, Nusa Tenggara Timur, petugas dari polres flores timur bersama tim wildlife consevation society (WCS) berhasil mengamankan pelaku beserta barang bukti berupa 13 kg insang pari manta yang telah dihitung jumlahnya sekitar 290 lembar, di perhitungkan sebanyak 29 ekor Pari Manta, pelaku yang juga pemilik kapal angkut penumpang dan juga memiliki usaha bidang perikanan mengambil barang tersebut dari nelayan lokal yang seekornya dihargai Rp. 550.000, selanjutnya secara terpisah, insang, kulit, dan tulang dijual dipasar berbeda., sementara dagingnya untuk pasar lokal saja yang diasinkan. Permintaan pasar terlebih dari Tiongkok dan Hongkong membuat penyelundupan Pari Manta terus berlanjut,tentunya dengan harga yang mencapai 1,7 juta per kilogram, ia menyelundupkan Pari Manta melalui Kapal Laut. 7 KKP Republik Indonesia mengumumkan tindakan penegakan hukum terhadap pedagang Pari Manta di Indonesia, Pada periode 22 Agustus hingga 26 September

2014 yang lalu, KKP bekerjasama dengan Wildlife Conservation

Society (WCS), telah menangkap perdagangan ilegal Pari Manta. Penangkapan pertama terjadi pada 22 Agustus 2014 di kawasan Krembangan, Surabaya. Pelaku tertangkap tangan sedang melakukan pengiriman 50 kilogram insang kering Pari

6

M Ambari, Uniknya Pari Manta Tapi Jinak, http://www.mongabay.co.id/2016/04/21/uniknyapari-manta-ikan-raksasa-tapi-jinak/, diakses 14 februari 2017 7 Rahmadi Rahmad, Pelaku ini Ditangkap Saat Transaksi 13 Kilogram Insang Pari Manta di Larantuka, http://www.mongabay.co.id,/2015/07/06/pelaku-ini-ditangkap-saat-transaksi-13kilogram-insang-pari-manta-di-larantuak/amp/, diakses 30 januari 2017

Manta, penangkapan kedua oleh tim KKP dari seorang pedagang berinisial JND, berlangsung pada 9 September di Sidoarjo dekat Surabaya. Tim menyita 558 kg tulang Pari Manta, penangkapan terakhir terjadi pada tanggal 26 Sepetember 2014 di perairan Indramayu, Jawa Barat, seorang pedagang berinisial WRM ditangkap oleh KKP saat tengah mencoba menjual Pari Manta seberat 60 kg. 8 Saat ini Spesies Pari Manta dikategorikan sebagai hewan langka kategori ‘rentan’ kepunahan dalam daftar spesies Terancam Punah International Union for Conservation of Nature (IUCN) pada tahun 2013, dimasukkan dalam Appendix II Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) .9 IUCN merupakan suatu organisasi yang memberikan perlindungan terhadap

satwa , negara – negara yang tergabung di dalam

organisasi IUCN menganjurkan pembatasan perdagangan satwa langka. Dari gagasan ini maka ditanda tanganilah Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES), yaitu sebuah perjanjian Internasional (multilateral) yang terkait dengan perlindungan dan perdagangan Internasional spesies satwa dan tumbuhan liar yang terancam punah.10 Indonesia sebagai negara mega biodiversity meratifikasi Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 43 Tahun 1978 Tentang Pengesahan Convention on International Trade in Endangered Spesies of Wild

8

Jay Fajar, Indonesia Bongkar Sindikat Perdagangan Pari Manta, http://www.mongabay.co.id/2014/10/01/indonesia-bongkar-sindikat- perdagangan-parimanta/amp/, diakses 30 januari 2017 9 http://www.conservation.org/global/indonesia/publikasi/pages/upaya-perlindungan-pari-mantalahirkan-tiga-kebijakan-di-tinglat-nasional-dan-daerah.aspx, diakses 29 januari 2017 10 Heru Susanto, 2004, Arwana, PT.Niaga Swadaya, Jakarta, hlm. 2.

Fauna and Flora (CITES). Indonesia terdaftar sebagai negara ke 48 peserta CITES.11 Hukum Internasional mengenal Asas pacta sunt servanda, yang merupakan asas utama dalam hukum Internasional dalam kaitannya dengan kewajiban negara untuk melaksanakan norma hukum Internasional yang ditimbulkan oleh suatu perjanjian atau konvensi Internasional, asas pacta sunt servanda ini mengandung arti bahwa suatu negara yang telah meratifikasi perjanjian Internasional, maka negara itu secara hukum terikat kepada normanorma yang ada dalam perjanjian Internasional dimaksud. 12 Karena Indonesia telah turut meratifikasi CITES secara tidak langsung Indonesia memiliki kewajiban untuk patuh dan taat kepada norma-norma yang ada dalam perjanjian Internasional. Dalam proses ratifikasi CITES untuk membuat peraturan perundangundangan, Pemerintah Indonesia membutuhkan waktu 12 tahun untuk menyelesaikan peraturan perundang-undangan pelaksana atas proses ratifikasi CITES. Peraturan perundangan-undangan tersebut adalah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Pemerintah juga membutuhkan waktu sembilan tahun untuk mengesahkan peraturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 dalam pengaturan satwa liar yang di lindungi. Peraturan pelaksana tersebut antara lain adalah Peraturan Pemerintah

11

Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Pengawetan Jenis

Andri Santosa, 2008, Konservasi Indonesia Sebuah Potret Pengelolaan dan Kebijakan, Pokja Kebijakan Konservasi, Jakarta, hlm. 35. 12 Sukanda Husin, 2016, Hukum Internasional dan Indonesia Tentang Perubahan Iklim, Rajawali Pers, Jakarta, hlm. 19.

Tumbuhan dan Satwa dan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar.13 Pemerintah juga telah memasukkan Pari Manta dalam Rencana Aksi Nasional 2016-2020, di sisi kebijakan yang

dibuat pemerintah terdapat tiga

Regulasi khusus yang bertujuan untuk melindungi Pari Manta, regulasi pertama yaitu Keputusan Mentri Kelautan dan Perikanan No. 4 Tahun 2014 Tentang Penetapan Status Perlindungan Penuh Ikan Pari Manta, Regulasi yang kedua Pemerintah juga bersama Pemerintah daerah menetapkan Peraturan Daerah Kabupaten Raja Ampat No. 9 Tahun 2012 Tentang Larangan Penangkapan Ikan Hiu, Pari Manta, dan jenis-jenis ikan tertentu di perairan Raja Ampat, Papua Barat. Regulasi ketiga ialah Instruksi Bupati Manggarai Barat No. 1309 Tahun 2013 Tentang Larangan Penangkapan Ikan Hiu, Pari Manta, Napeleon, jenis-jenis ikan tertentu, dan Biota Laut Lainnya di Perairan Laut Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur.14 Bahwa Pemerintah juga sangat memperhatikan Status ikan Pari Manta saat ini akibat dari penurunan drastis Spesies Ikan Pari Manta, Dengan adanya peraturan ketat tersebut dimaksudkan untuk menjaga kelestarian spesies agar terhindar dari kepunahan. Permasalahan perdagangan satwa langka Ikan Pari Manta yang sedang marak terjadi sangatlah menarik untuk dikaji, khususnya perlindungan ikan pari manta Indonesia dalam ancaman kepunahan akibat perdagangan internasional ilegal. Hal inilah yang melatarbelakangi penulis untuk menulis masalah ini

13

Andri Santosa, Loc. Cit. http://www.conservation.org/global/indonesia/publikasi/pages/upaya-perlindungan-pari-mantalahirkan-tiga-kebijakan-di-tingka t-nasional-dan-daerah.aspx, diakses 29 januari 2017 14

dengan judul “Perlindungan Ikan Pari Manta Indonesia dari Kepunahan Akibat Perdagangan Internasional Ilegal” B. Rumusan Masalah Perumusan masalah merupakan hal yang sangat penting dalam suatu penelitian,

karena

dengan

perumusan

masalah

seorang

peneliti

telah

mengidentifikasi persoalan yang diteliti sehingga sasaran yang hendak dicapai menjadi jelas, terarah dan mencapai tujuan yang diharapkan.15 Berdasarkan hal tersebut, maka permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah pengaturan perlindungan Ikan Pari Manta Indonesia di dalam aturan hukum Internasional ? 2. Instrumen

hukum

apa

yang

disiapkan

Indonesia

dalam

upaya

penanggulangan untuk mencegah perdagangan ilegal Ikan Pari Manta? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian dalam latar belakang tersebut diatas, dapat dirumuskan beberapa hal mengenai tujuan yang akan dicapai dari penelitian ini yaitu : 1.

Untuk dapat mengetahui pengaturan perlindungan Ikan Pari Manta Indonesia di dalam aturan hukum Internasional .

2.

Untuk dapat mengetahui instrumen hukum dalam upaya penanggulangan yang disiapkan Indonesia untuk mencegah perdagangan ilegal Ikan Pari Manta.

D. Manfaat Penelitian

15

Soejono Soekanto, 2004, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta, hlm.8.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis dan secara praktis, yaitu ; 1.

Manfaat teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

pemikiran dalam ranah hukum internasional, terutama mengenai pengaturan perlindungan perdagangan satwa langka (ikan pari manta) dalam aturan hukum Internasional serta bagaimana instrumen hukum

dan upaya

penanggulangan yang disiapkan Indonesia dalam mencegah perdagangan ilegal satwa langka (pari manta).

2.

Manfaat praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan

penulisan dan penelitian penulis dalam kajian Hukum Internasional. Kemudian hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh pembaca untuk menambah pengetahuan dibidang Lingkungan Internasional. E. Metode Penelitian Penelitian pada dasarnya merupakan tahapan untuk mencari kembali sebuah kebenaran. Sehingga akan dapat menjawab pertanyaan – pertanyaan yang muncul tentang suatu objek penelitian. Dalam penulisan ini, dibutuhkan bahan atau data yang konkrit, yang berasal dari bahan kepustakaan yang dilakukan dengan cara penelitian sebagai berikut : 1. Tipologi Penelitian

Penelitian ini jika dilihat dari sumber datanya dan pembahasan rumusan masalah dalam penulisan ini merupakan penelitian hukum normatif, yakni penelitian dengan cara meneliti bahan pustaka yang merupakan data sekunder dan juga disebut sebagai penelitian kepustakaan. Penulis menggunakan metode pendekatan yuridis normatif yaitu suatu pendekatan dengan melihat ketentuan yang berlaku dengan cara meneliti bahan – bahan kepustakaan dan mempelajari bahan – bahan pendukung lainnya dengan materi yang di bahas dalam penulisan ini.16 Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif yaitu menggambarkan gejala-gejala di lingkungan masyarakat terhadap suatu kasus yang diteliti, pendekatan yang dilakukan yaitu pendekatan kualitatif yang merupakan tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif. Digunakan pendekatan kualitatif oleh penulis bertujuan untuk mengerti atau memahami gejala yang diteliti. Penulis melakukan penelitian dengan tujuan untuk menarik azas-azas hukum yang dapat dilakukan terhadap hukum positif tertulis maupun hukum positif tidak tertulis. 2. Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data sekunder yang terdiri dari :17 a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang mengikat. Terdiri dari Norma atau kaidah dasar, pertauran dasar, peraturan perundang-undangan, bahan hukum yang tidak dikodifikasika 16 17

Soejono soekanto, 2008, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta, hlm. 50. Ibid, Hlm. 52.

seperti hukum adat, yurisprudensi, traktat serta bahan hukum dari zaman penjajahan yang hingga kini masih berlaku di indonesia.

18

berdasarkan perihal tersebut diatas maka dalam penelitian ini bahan hukum primer berupa 1) Konvensi Internasional Perdagangan Tumbuhan dan Satwa Liar (Convention On International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) 1973. 2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya / Lembaran Negara

Republik

Indonesia

Nomor

49,

Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419. 3) Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Pengawetan Tanaman dan Satwa / Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 14. 4) Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar / Lembaran Negara Republik Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 15. 5) Keputusan Presiden Nomor 43 Tahun 1978 Tentang Convention On International Trade In Endangered Species of Wild Fauna And Flora / Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1987 Nomor 51.

18

Bambang Sunggono, 2010, Metodologi Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta. Hlm. 185.

6) Keputusan Mentri Kehutanan Nomor :447/Kpts II/2003 Tentang Tata Usaha Pengambilan atau Penangkapan dan Peredaran Tumbuhan dan Satwa Liar 7) Keputusan Mentri Kelautan dan Perikanan Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Penetapan Status Perlindungan Penuh Ikan Pari Manta. 8) Peraturan Daerah Kabupaten Raja Ampat No. 9 Tahun 2012 Tentang Larangan Penangkapan Ikan Hiu, Pari Manta, dan jenis-jenis ikan tertentu di perairan Raja Ampat, Papua Barat / Lembaran Daerah Kabupaten Raja Ampat Tahun 2012 Nomor 89. 9) Instruksi Bupati Manggarai Barat No. 1309 Tahun 2013 Tentang Larangan Penangkapan Ikan Hiu, Pari Manta, Napeleon, jenis-jenis ikan tertentu dan Biota Laut Lainya di Perairan Laut Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur. b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti buku-buku, makalah, jurnal, artikel koran, website, rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitian, risalah perumusan, naskah akademik rancangan undang-undang, hasil karya tulis kalangan hukum, dan seterusnya.19

19

Ibid.

c. Bahan hukum tersier atau bahan hukum penunjang pada dasarnya mencakup bahan-bahan yang memberikan petunjuk terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, yang lebih dikenal dengan nama bahan acuan bidang hukum atau bahan rujukan bidang hukum.20 Dapat berupa kamus besar , bibliografi hukum, direktori pengadilan, ensiklopedia hukum dan seterusnya.

3. Teknik Pengumpulan Data Berdasarkan jenis penelitian yang bersifat normatif maka dalam pengumpulan

bahan

hukum,

penulis

menggunakan

metode

pengumpulan data sekunder dengan melakukan studi kepustakaan. Studi kepustakaan merupakan metode tunggal dalam penelitian hukum normatif.21 Dalam melakukan penelitian ini penulis terlebih dahulu mengumpulkan bahan – bahan dengan cara membaca buku – buku, majalah, konvensi internasional. Dokumen – dokumen pemerintah serta tulisan – tulisan tidak terkecuali dengan menggunakan jasa internet, penulis juga mengunjungi perpustakaan antara lain : a. Perpustakaan Pusat Universitas Andalas b. Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Andalas c. Perpustakaan Daerah Kota Padang 4. Analisis Data

20

Ibid, . Bambang Waluyo, 2002, Penelitian Hukum dalam Praktek, Jakarta, Cetakan Ketiga, Sinar Grafika, hlm.50. 21

Data yang diperoleh akan disajikan dalam bentuk uraian yang disusun secara sistematis. Maksudnya adalah antara data yang satu dengan data yang lain harus relevan dengan permasalahan sebagai satu kesatuan yang utuh, berurutan, dan berkaitan erat, sehingga data yang disajikan dapat dengan mudah dimengerti. Data yang diperoleh dari hasil penelitian, diolah dan dianalisis secara normatif kualitatif, yaitu dengan memperlihatkan fakta – fakta data hukum yang dianalisis dengan uraian kualitatif untuk mengetahui perlindungan pari manta dalam hukum internasional yaitu convention on international trade in endengared species of wild fauna and flora (CITES) 1973, penulis akan menjadikan analisis tersebut menjadi suatu karya tulis berbentuk skripsi. Dengan penganalisaan data sekunder yang diperoleh dari penelitian telah disusun secara teratur dan sistematis, kemudian dianalisis untuk mendapatkan suatu kesimpulan.