BAB I PENDAHULUAN

Download sebesar 2,8%. Penderita malnutrisi yang tidak mendapat dukungan nutrisi .... postoperasi pada penderita yang menjalani operasi terkontamina...

0 downloads 472 Views 27KB Size
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Permasalahan malnutrisi masih banyak ditemukan pada pasien rawat inap di rumah sakit. Pada penelitian Kusumayanti dkk (2004) di tiga Rumah Sakit Pendidikan, yakni Perjan Rumah Sakit Sanglah Denpasar, Perjan Rumah Sakit Dr. Sardjito Yogyakarta, dan Perjan Rumah Sakit M. Jamil Padang, ditemukan 2,89% pasien yang menurun status gizinya selama dirawat, berdasarkan hasil Subjective Global Assessment (SGA) dari 29 pasien yang diteliti. Angka ini lebih rendah dari hasil penelitian Gallagher (1996), yang menemukan sebanyak 40 – 55% pasien yang malnutrisi atau berisiko malnutrisi. Sedangkan menurut penelitian McWhirter et al. (1994), diketahui 40% pasien yang status gizinya kurang saat masuk rumah sakit dan pada saat keluar rumah sakit terjadi kehilangan berat badan sebesar 5,4% sehingga ditemukan sebanyak 26% pasien menderita malnutrisi ringan dan 37% lainnya menderita malnutrisi sedang. Pada penelitian Braunschweig et al. (2000), ditemukan sebanyak 54% pasien menderita malnutrisi pada saat masuk rumah sakit dan 31% menurun status gizinya (38% status gizi normal, 20% malnutrisi sedang, 33% malnutrisi berat). Penelitian Naber et al. (1997), dengan indikator SGA, menemukan sebanyak 45% pasien menderita malnutrisi saat masuk rumah sakit dan meningkat menjadi 51% saat keluar rumah sakit. Malnutrisi

perlu

diperhitungkan

dalam

pembedahan

karena

insidensnya cukup bermakna terjadi pada pasien bedah, misalnya di British

1

2

hospital mempunyai insidens 40% sedangkan Norwegian Institution 54% (Bruun et al., 1999). Malnutrisi pada periode perioperatif ditandai dengan penurunan berat badan, lambatnya penyembuhan luka, penurunan motilitas usus, edema, dehidrasi, ulkus dekubitus. Selain itu malnutrisi juga berakibat pada berkurangnya volume sirkulasi darah, konsentrasi protein serum, hemoglobin, dan elektrolit (Teitelbaum et al., 1998). Keadaan malnutrisi juga dapat meningkatkan risiko peningkatan terjadinya komplikasi, penurunan efektivitas

dari

pengobatan,

pemanjangan

masa

perawatan,

serta

peningkatan angka kematian (Hidajat dkk, 2006). Hasil penelitian Dziban (2007), penilaian status gizi berdasarkan SGA 46,2% pasien mengalami malnutrisi pada saat masuk rumah sakit dan meningkat menjadi 56,6% pasien mengalami malnutrisi pada saat keluar dari rumah sakit. Pasien malnutrisi mengalami komplikasi pascabedah sebesar 23,6% sedangkan status gizi baik mengalami komplikasi pascabedah sebesar 2,8%. Penderita malnutrisi yang tidak mendapat dukungan nutrisi mengalami risiko komplikasi operasi sebesar 34,7% dan yang mendapat dukungan nutrisi mengalami komplikasi pascabedah sebesar 16,3%. Malnutrisi menimbulkan terjadinya komplikasi pascabedah yang semakin meningkat pada pasien bedah. Insidensi komplikasi pascabedah yang terkait dengan malnutrisi dapat diturunkan dengan memperketat penilaian status gizi pada saat masuk rumah sakit. Dukungan nutrisi yang adekuat dapat mengurangi insidensi komplikasi pascabedah. Penelitian di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo melaporkan bahwa 51,4% pasien bedah digestif mengalami gizi kurang dan 20% gizi buruk berdasarkan Lingkar Lengan Atas (LLA). Berdasarkan Creatinin Height Index

3

(CHI), didapatkan 37% pasien bedah mayor membutuhkan dukungan gizi dan 28,5% pasca bedah mayor mengalami gizi kurang, penurunan berat badan, dan kadar albumin pascabedah (Susetyowati, 2010 cyt. Livianna, 2005). Hasil penelitian yang telah dilakukan di IRNA I Cendana 1 (A2) dan Cendana 2 (B2) RSUP Dr. Sardjito, terdapat 45,6% pasien mengalami penurunan status gizi pasca pembedahan. Perubahan ini terjadi karena proses biokimiawi dalam tubuh karena pada pascabedah terjadi aktivasi katekolamin dan glukagon yang memecah glikogen otot dan hati, juga lemak dan protein. Kondisi ini merugikan bila tidak diimbangi dengan diet yang baik (Widayanti dkk, 2006). Proses penyembuhan luka dipengaruhi oleh asupan zat gizi pasien, terutama asupan protein, vitamin A, vitamin C, vitamin E, zinc dan masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai dukungan nutrisi yang dapat mempengaruhi risiko pascabedah. Terapi gizi untuk pasien malnutrisi biasanya diberikan dukungan gizi termasuk di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Sardjito Yogyakarta, yang merupakan rumah sakit rujukan tertinggi untuk wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Jawa Tengah bagian selatan, serta merupakan rumah sakit pendidikan tipe A. Dukungan gizi dapat diberikan dengan pemberian tambahan sumber protein terhadap pasien bedah. Contoh sumber protein yang dapat diberikan sebagai makanan ekstra terhadap pasien bedah antara lain putih telur, susu, tempe, dan sumber protein lain. Zat gizi khusus lain yang banyak diperlukan dalam proses penyembuhan luka adalah arginin dan asam amino rantai cabang (Branched Chain Amino Acid / BCAA), yang banyak terkandung

4

dalam tempe. Pemberian diet tempe untuk tikus percobaan dapat mencukupi kebutuhan asam amino arginin yang diperlukan pada proses penyembuhan luka (Ghozali, 2008). Penelitian ini akan menggunakan hasil olah tempe berupa tepung tempe, sebagai bahan dasar pembuatan produk untuk dukungan gizi pada pasien bedah. Tempe dalam bentuk tepung setelah dikeringkan dapat digunakan sebagai bahan makanan campuran (BMC) (Kholidah, 2011 cyt. Karyadi, 1985). Tepung tempe dapat diolah menjadi berbagai produk, antara lain puding,

susu,

kue, dan lain-lain,

sehingga

diharapkan

dapat

meningkatkan daya terima terhadap dukungan gizi yang diberikan, berupa produk olahan tepung tempe tersebut. Berdasarkan uraian di atas, peneliti ingin mengkaji lebih lanjut mengenai pengaruh pemberian dukungan gizi, berupa pemberian produk olahan tepung tempe, terhadap penyembuhan luka dan lama rawat inap pascabedah pada pasien bedah di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.

B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, dimana asupan gizi sangat diperlukan pada pasien pascabedah, maka timbul pertanyaan : “Apakah pemberian dukungan gizi puding tepung tempe berpengaruh terhadap penyembuhan luka dan lama rawat inap pascabedah pada pasien bedah di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta?”

5

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah mengetahui pengaruh pemberian dukungan gizi puding tepung tempe terhadap penyembuhan luka dan lama rawat inap pascabedah pada pasien bedah di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. 2. Tujuan Khusus Tujuan khususnya antara lain : a. Mengetahui pengaruh pemberian dukungan gizi produk olahan tepung tempe terhadap penyembuhan luka pada pasien bedah. b. Mengetahui pengaruh pemberian dukungan gizi produk olahan tepung tempe terhadap lama rawat inap pascabedah pada pasien bedah.

D. Manfaat Penelitian 1. Teoretis a. Dapat menambah ilmu pengetahuan tentang pengaruh dukungan gizi produk olahan tepung tempe terhadap penyembuhan luka dan lama rawat inap pascabedah pada pasien bedah. b. Dapat digunakan sebagai bahan kajian untuk penelitian lebih lanjut mengenai dukungan gizi terhadap pasien bedah. 2. Praktis a. Bagi institusi rumah sakit 1) Memberi masukan kepada pihak RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta mengenai pengaruh pemberian dukungan gizi berupa pemberian

6

puding tepung tempe terhadap penyembuhan luka dan lama rawat inap pascabedah. 2) Dapat diaplikasikan kepada pasien bedah, khususnya dalam hal pemberian dukungan gizi. b. Bagi peneliti Dapat mengaplikasikan teori penatalaksanaan gizi pada penyakit bedah serta menambah wawasan mengenai pengaruh dukungan gizi terhadap penyembuhan luka dan lama rawat inap pascabedah pada pasien bedah.

E. Keaslian Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pemberian dukungan gizi terhadap penyembuhan luka dan lama rawat inap pascabedah pada pasien bedah di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Beberapa penelitian yang berkaitan dengan masalah ini antara lain : 1. Susetyowati et al. (2010), yang berjudul “Status Gizi Pasien Bedah Mayor Preoperasi Berpengaruh Terhadap Penyembuhan Luka dan Lama Rawat Inap Pascaoperasi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta”. Jenis penelitian ini observasional dengan rancangan studi kohort. Subjeknya adalah pasien bedah mayor preoperasi. Variabel

bebasnya

adalah

status

gizi

preoperasi, sedangkan variabel terikatnya adalah penyembuhan luka dan lama rawat inap pascaoperasi. Hasil penelitian ini adalah ada pengaruh status gizi pasien bedah mayor preoperasi (berdasarkan indikator NRI) terhadap penyembuhan luka dan lama rawat inap pascaoperasi. Persamaan dengan penelitian ini terletak pada subjek penelitian dan

7

variabel terikat. Sedangkan perbedaannya adalah variabel bebas, jenis, dan rancangan penelitian, dimana pada penelitian yang akan dilakukan, variabel bebasnya adalah dukungan gizi, dan penelitian akan dilakukan dengan eksperimen. 2. Dziban (2007), yang berjudul “Pengaruh Status Gizi dan Dukungan Nutrisi Terhadap Komplikasi Postoperatif pada Pasien Bedah Elektif di RS Dr. Sardjito Yogyakarta”. Jenis penelitian yang dipakai adalah observasional dengan menggunakan desain kohort prospektif. Subjek penelitian adalah semua pasien bedah dewasa yang menjalani operasi di RS Dr. Sardjito yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Variabel bebas penelitian ini adalah umur, status gizi, dukungan nutrisi, kategori operasi, jenis operasi, lama

operasi,

sedangkan

variabel

terikatnya

adalah

komplikasi

postoperatif. Hasil penelitian ini adalah terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik antara penderita yang mendapat dukungan nutrisi dan yang tidak mendapat dukungan nutrisi terhadap komplikasi postoperasi pada penderita yang menjalani operasi terkontaminasi p=0,022 (p<0,05) dan operasi besar p=0,016 (p<0,05). Tidak terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik antara penderita yang mendapat dukungan nutrisi dan yang tidak mendapat dukungan nutrisi terhadap komplikasi postoperasi pada usia dibawah dan diatas 65 tahun (p=0,21 dan p=0,061), jenis operasi sedang (p=1,000), kategori operasi bersih (p=1,000) dan lama operasi kurang dari 2 jam dan lebih dari 2 jam (p=0,272 dan p=0,170). Persamaan dengan penelitian ini adalah pada subjek penelitian dan salah satu variabel bebasnya. Sedangkan perbedaannya dengan penelitian ini adalah pada variabel terikat dan jenis

8

dan rancangan penelitian, dimana variabel terikat pada penelitian yang akan dilakukan adalah penyembuhan luka dan lama rawat inap pascabedah, dan penelitian dilakukan dengan eksperimen. Kelebihan penelitian ini dibandingkan dengan penelitian-penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya adalah jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental, dengan variabel bebasnya adalah pemberian dukungan gizi, yang masih jarang diteliti.