BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. TINJAUAN PENELITIAN

Download Ekonomi dan Ketimpangan Pendapatan Antar Kecamatan di Kabupaten Gianyar ”. Penelitian yang dilakukan di ... 2000” Penelitian yang dilakukan ...

0 downloads 414 Views 192KB Size
BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A.

Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai pertumbuhan ekonomi dan disparitas pendapatan antar

wilayah telah dilaksanakan oleh beberapa peneliti yaitu : Penelitian dilakukan oleh Eka (2013) dengan judul “Analisis Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Pendapatan Antar Kecamatan di Kabupaten Gianyar” Penelitian yang dilakukan di Kabupaten Gianyar periode pengamatan dari tahun 1993 sampai dengan 2009, kurva hubungan antara Indeks Willliamson dengan pendapatan per kapita menyerupai huruf U terbalik. Ini membuktikan pada awal terjadinya pertumbuhan ekonomi disertai dengan ketimpangan yang memburuk pada masa berikutnya ketimpangan akan semakin menurun. Bentuk kurva tersebut seperti huruf U terbalik menunjukkan bahwa hipotesis Kuznets berlaku di kabupaten Gianyar pada periode penelitian (1993 -2009). Selanjutnya oleh Sutarno dan Kuncoro (2003) dengan judul “Pertumbuhan Ekonomi Dan Ketimpangan Antar Kecamatan di Kabupaten Banyumas, 19932000” Penelitian yang dilakukan di kabupaten Banyumas pada Tahun 1993-2000 berdasarkan tipology klassen kecamatan di kabupaten Banyumas dapat digolongkan kedalam empat kuadran: kecamatan cepat maju dan cepat tumbuh, kecamatan berkembang cepat, kecamatan yang relative teringgal. Berdasarkan indeks Wiliamson dan Entropi Theil, disparitas pendapatan yang diukur menggunakan PDRB perkapita antar kecamatan di kabupaten Banyumas dalam

9

10

periode 1993-2000 cenderung meningkat. Dan hipotesis Kuznets terbukti yaitu hubungan antar pertumbuhan dengan disparitas pada awal pertumbuhan cenderung tinggi dan akan menurun pada periode berikutnya. Selanjutnya oleh Yuliani (2015) dengan judul “Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Pendapatan Antar Kabupaten di Kalimantan Timur” Penelitian yang dilakukan di Kabupaten Kalimantan Timur ketimpangan pembangunan antar kabupaten/kota di Propinsi Kalimantan Timur tahun 2010-2012 dengan menggunakan Indeks Williamsom menunjukkan bahwa nilai Indeks Williamson mengalami

peningkatan,

peningkatan

ketimpangan

pembangunan

antar

kabupaten/kota disebabkan oleh perbedaan kandungan sumber daya alam, perbedaan kondisi demografis, konsentrasi kegiatan ekonomi, dan alokasi dana pembangunan antar wilayah. Ketimpangan pendapatan antar kabupaten/kota di Propinsi Kalimantan Timur tahun 2010-2012 dianalisis dengan menggunakan Indeks Entropy Theil. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai indeks entropi theil semakin kecil dengan kata lain distribusi pendapatan semakin merata dari tahun ketahun. Nilai indeks yang menurun semakin mendekati nol berarti distribusi pendapatan perkapita menurut kabupaten/kota di Propinsi Kalimantan Timur mulai merata. Selama tiga tahun terakhir semakin menurun, meskipun mengalami penurunan dari tahun ke tahun tetapi ketimpangan pendapatan di Kalimantan Timur masih jauh dari nol, sehingga dapat disimpulkan ketimpangannya sangat tinggi.

11

B.

Teori dan Kajian Pustaka

1.

Pertumbuhan Ekonomi Menurut Simon Kuznets, pertumbuhan ekonomi suatu negara adalah

sebagai kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang dan jasa ekonomi kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas tersebut ditentukan oleh adanya kemajuan teknologi, institusional atau kelembagaan dan ideologis terhadap berbagai keadaan yang ada (Todaro,1994). Dari ketiga komponen pokok tersebut, dapat dilihat ringkasannya untuk mengetahui definisinya : a. Kenaikan output secara berkesinambungan adalah manifestasi atau perwujudan

dari

apa

yang

disebut

sebagai

pertumbuhan

ekonomi,sedangkan kemampuan menyediakan berbagia jenis barang itu sendiri merupakan tanda kematangan ekonomi (economic maturity) di suatu negara yang bersangkutan. b. Perkembangan teknologi merupakan dasar bagi berlangsungnya suatu pertumbuhan ekonomi secara berkesinambungan, ini adalah suatu kondisi yang sangat diperlukan, tetapi tidak cukup ini saja (jadi disamping perkembangan atau kemajuan teknologi masih ditentukan sektor-sektor yang lain). c. Usaha mewujudkan potensi pertumbuhan yang terkandung di dalam teknologi

baru,

maka

perlu

diadakan

serangkaian

penyesuaian

kelembagaan, sikap dan teknologi. Inovasi di bidang teknologi tanpa diikuti inovasi sosial, sama halnya dengan lampu pijar tanpa listrik

12

(potensi ada, tetapi tanpa input komplementernya maka hal itu tidak bisa membuahkan hasil apapun). Profesor Kuznets (Todaro, 1994) juga mengemukakan enam karakteristik atau ciri proses pertumbuhan ekonomi sebagai berikut: a. Tingkat pertambahan output perkapita dan pertambahan penduduk yang tinggi. b. Tingkat kenaikan total produktivitas faktor yang tinggi, khususnya produktivitas tenaga kerja. c. Tingkat transformasi struktural ekonomi yang tinggi. d. Tingkat transformasi sosial dan ideologi yang tinggi. e. Adanya

kecenderungan

daerah

yang

mulai

atau

sudah

maju

perekonomiannya untuk berusaha menambah bagian-bagian daerah lainnya sebagai daerah pemasaran dan sumber bahan baku. f. Terbatasnya penyebaran pertumbuhan ekonomi yang hanya mencapai sepertiga bagian penduduk dunia. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan prosesnya yang bekelanjutan merupakan kondisi utama bagi kelangsungan pembangunan ekonomi. Karena penduduk bertambah terus dan berarti kebutuhan ekonomi juga bertambah terus, maka dibutuhkan penambahan pendapatan setiap tahun. Hal ini hanya bisa didapat lewat penigkatan output agregat (barang dan jasa) atau Produk Domestik Bruto (PDB) setiap tahun. Dalam pengertian ekonomi makro, pertumbuhan ekonomi adalah pertumbuhan PDB yang berarti juga pertumbuhan pendapatan perkapita (Tambunan, 2001). Akan tetapi, para teoritikus ilmu ekonomi pembangunan masa

13

kini, masih terus menyempurnakan makna, hakikat dan konsep pertumbuhan ekonomi. Para teoritikus tersebut menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak hanya diukur dengan pertambahan PDB dan PDRB saja, tetapi juga diberi bobot yang bersifat immaterial seperti kenikmatan, kepuasan dan kebahagiaan dengan rasa aman dan tentram yang dirasaka masyarakat luas (Arsyad,1999). Menurut Boediono (1985), pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output perkapita dalam jangka panjang. Di sini, proses mendapat penekanan karena mengandung unsur dinamis. Menurut ekonom klasik maupun ekonom neoklasik (Sukirno, 1985) pada dasarnya ada empat faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi yaitu: 1. Jumlah penduduk. 2. Jumlah stok barang modal. 3. Luas tanah dan kekayaan alam. 4. Tingkat teknologi yang digunakan. 2.

Ekonomi Regional Pada

hakikatnya

ekonomi

regional

membahas

mengenai

kegiatan

perekonomian ditinjau dari sudut penyebaran kegiatan ekonomi ke berbagai daerah ekonomi atau lokasi tertentu. Keberhasilan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi daerah sangat berkaitan dengan pengelolaan sumber daya yang dimiliki. Oleh karena itu prioritas pembangunan daerah harus sesuai dengan potensi yang dimilikinya, sehingga akan terlihat peranan sektor-sektor potensial terhadap perekonomian daerah, sebagaimana yang diperlihatkan pada perkembangan PDRB dan sektor-sektornya.

14

Pada mulanya kriteria yang digunakan yang bersifat fisik kemudian terjadi peralihan kepada penggunaan kriteria ekonomi. Kriteria ekonomi yang digunakan biasanya adalah tingkat pendapatan, tingkat pengangguran, dan laju pertumbuhan ekonomi (Glasson, 1997). Analisis ekonomi regional sangat berguna untuk perencanaan pembangunan dalam menentukan jenis kebijaksanaan yang sebaiknya dilakukan dalam pembangunan daerah sehingga memaksimalkan potensi pembangunan setiap daerah, dengan pertimbangan indikator-indikator ekonomi. Berkaitan dengan dengan hal tersebut, maka dalam penelitian ini digunakan analisis model basis ekonomi sebagai salah satu model analisis jangka pendek. 3.

Ketimpangan Distribusi Pendapatan Antar Wilayah Dengan adanya pertumbuhan ekonomi baik secara langsung maupun tidak

langsung akan berpengaruh terhadap masalah ketimpangan regional. Ketimpangan dalam pembagian pendapatan adalah ketimpangan dalam perkembangan ekonomi antara berbagai daerah pada suatu wilayah yang akan menyebabkan pula ketimpangan tingkat pendapatan perkapita antar daerah (Kuncoro, 2004). Berbagai penelitian tentang ketimpangan antar daerah telah banyak dilakukan Kuznets (1954) tercatat sebagai salah satu peneliti awal dalam meneliti kesenjangan. Ia meneliti kesenjangan di berbagai negara secara cross-sectional dan menemukan pola U terbalik. Kuznets menyimpulkan bahwa pendapatan ratarata perkapita pada awal perkembangan negara masih rendah, dan tingkat kesenjangan juga rendah. Ketika pendapatan rata-rata naik, maka kesenjangan

15

juga meningkat. Kemudian ketika pendapatan rata-rata naik lebih tinggi, maka kesenjangan akan turun kembali. Irma Adelman dan Cynthia Taft Morris tahun 1973 menyatakan bahwa faktor penyebab ketimpangan pendapatan di Negara sedang berkembang (Arsyad, 1997) adalah sebagai berikut : a. Pertumbuhan penduduk yang tinggi yang mengakibatkan turunnya pendapatan perkapita. b. Inflasi. Dimana penerimaan pendapatan yang bertambah tetapi tidak diikuti secara proporsional dengan pertumbuhan produksi barang-barang. c. Ketidakmerataan pembangunan antar daerah. d. Investasi yang sangat banyak dalam proyek-proyek yang padat modal (capital intensive). e. Rendahnya mobilitas sosial. f. Pelaksanaan kebijakan industri subtitusi impor yang menyebabkan kenaikan harga-harga barang hasil industri untuk melindungi golongan kapitalis. g. Memburuknya nilai tukar bagi mata uang negara sedang berkembang dalam perdagangan dengan negara maju sebagai akibat tidak elastisnya barangbarang ekspor dari negara sedang berkembang. h. Hancurnya industri-industri kerajinan rakyat seperti pertukangan, industry rumah tangga dan lain-lain. Tambunan (2001) mengemukakan beberapa faktor yang menyebabkan ketimpangan wilayah antara lain :

16

a. Konsentrasi kegiatan ekonomi wilayah. Semakin tinggi konsentrasi kegiatan ekonomi di wilayah tertentu merupakan salah satu faktor yang menyebabkan ketimpangan pembangunan antar daerah. b. Alokasi Investasi. Berdasarkan teori Harrod-Domar yang menerangkan adanya korelasi positif antara tingkat investasi dengan laju pertumbuhan ekonomi, dengan kata lain bahwa kurangnya investasi disuatu wilayah akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendapatan masyarakat perkapita di wilayah tersebut rendah, karena tidak ada kegiatan-kegiatan ekonomi yang produktif. c. Tingkat Mobilitas dan faktor-faktor produksi yang rendah antar daerah. Kurang lancarnya mobilitas faktor produksi seperti tenaga kerja dan modal bisa menyebabkan terjadinya ketimpangan ekonomi regional. d. Perbedaan Sumberdaya Alam antar daerah. Dasar pemikiran klasik mengatakan bahwa pembangunan ekonomi di daerah yang kaya sumber daya alamnya akan lebih cepat maju dibandingkan dengan daerah yang miskin sumber daya alam. e. Perbedaan kondisi demografis antar wilayah. Ketimpangan ekonomi regional juga disebabkan oleh perbedaan kondisi demografis, terutama dalam hal jumlah dan pertumbuhan penduduk, tingkat kepadatan, pendidikan, kesehatan, disiplin masyarakat dan etos kerja. Faktor-faktor ini mempengaruhi tingkat pembangunan dan pertumbuhan ekonomi lewat sisi permintaan dan penawaran.

17

f. Kurang lancarnya perdagangan. Kurang lancarnya perdagangan antar daerah juga

merupakan

unsur-unsur

yang

turut

menciptakan

terjadinya

ketimpangan ekonomi regional. Ketidaklancaran tersebut lebih disebabkan oleh keterbatasan sarana transportasi dan komunikasi. Penelitian yang dilakukan oleh Williamson (1966) menekankan pada kesenjangan antar wilayah di dalam negara. Williamson menghubungkan kesenjangan pendapatan rata-rata antar wilayah dengan berbagai faktor termasuk tingkat urbanisasi suatu wilayah. Dalam penelitian ini untuk menghitung disparitas pendapatan antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur di gunakan Indeks Williamson. 4.

Tipology Klassen Tipology Klassen merupakan alat analisis yang dapat digunakan untuk

mengidentifikasi sektor, subsektor, usaha, atau komoditi prioritas atau unggulan suatu daerah. Pendekatan Wilayah / Daerah seperti yang digunakan dalam penelitian Syafrizal maka peneliti memodifikasi analisis Tipology Klassen untuk mengetahui

klasifikasi

daerah

berdasarkan

dua

indikator

utama,

yaitu

pertumbuhan ekonomi dan pendapatan atau produk domestik regional bruto (PDRB) per kapita daerah. Dengan menentukan rata-rata pertumbuhan ekonomi sebagai sumbu horizontal dan rata-rata PDRB per kapita sebagai sumbu vertikal. pendekatan wilayah dapat menghasilkan empat klasifikasi kabupaten yang masing masing mempunyai karakteristik pertumbuhan ekonomi yang berbeda yaitu :

18

a.

Daerah bertumbuh maju dan cepat (Rapid Growth region / Kuadran I) Daerah maju dan cepat tumbuh (Rapid Growth Region) adalah daerah yang

mengalami laju pertumbuhan PDRB dan tingkat pendapatan per kapita yang lebih tinggi dari rata-rata seluruh daerah. Pada dasarnya daerah-daerah tersebut merupakan daerah yang paling maju, baik dari segi tingkat pembangunan maupun kecepatan pertumbuhan. Biasanya daerah-daerah ini merupakan merupakan daerah yang mempunyai potensi pembangunan yang sangat besar dan telah dimanfaatkan secara baik untuk kemakmuran masyarakat setempat. Karena diperkirakan daerah ini akan terus berkembang dimasa mendatang. b.

Daerah maju tapi tertekan (Retarted Region / Kuadran II) Daerah maju tapi tertekan (Retarted Region) adalah daerah-daerah yang

relatif maju tetapi dalam beberapa tahun terakhir laju pertumbuhannya menurun akibat tertekannya kegiatan utama daerah yang bersangkutan. Karena itu, walaupun daerah ini merupakan daerah telah maju tetapi dimasa mendatang diperkirakan pertumbuhannya tidak akan begitu cepat, walaupun potensi pembangunan yang dimiliki pada dasarnya sangat besar. c.

Daerah berkembang cepat (Growing Region / Kuadran III) Daerah berkembang cepat (Growing Region) pada dasarnya adalah daerah

yang memiliki potensi pengembangan sangat besar, tetapi masih belum diolah secara baik. Oleh karena itu, walaupun tingkat pertumbuhan ekonominya tinggi namun

tingkat

pendapatan

per

kapitanya,

yang

mencerminkan

tahap

pembangunan yang telah dicapai sebenarnya masih relatif rendah dibandingkan dengan daerah-daerah lain. Karena itu dimasa mendatang daerah ini diperkirakan

19

akan mampu berkembang dengan pesat untuk mengejar ketertinggalannya dengan daerah maju. d.

Daerah relatif tertinggal (Relatively Backward Region / Kuadran IV) Kemudian daerah relatif tertinggal (Relatively Backward Region) adalah

daerah yng mempunyai tingkat pertumbuhan dan pendapatan per kapita yang berada dibawah rata-rata dari seluruh daerah. Ini berarti bahwa baik tingkat kemakmuran masyarakat maupun tingkat pertumbuhan ekonomi di daerah ini masih relatif rendah. Tetapi hal ini tidak berarti bahwa didaerah ini tidak akan berkembang di masa mendatang. Melalui pengembangan sarana dan prasarana perekonomian daerah berikut tingkat pendidikan dan pengetahuan masyarakat setempat diperkirakan daerah ini secara bertahap akan dapat pula mengejar ketertinggalannya (Syafrizal, 1997). 5.

Kerangka Penelitian Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam perekonomian

yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat. Dengan demikian untuk menentukan tingkat pertumbuhan ekonomi yang dicapai perlu dihitung pendapatan nasional riil menurut harga tetap yaitu pada harga-harga yang berlaku ditahun dasar yang dipilih. Jadi pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian (Sukirno, 1991). Kuznets menyimpulkan bahwa pendapatan rata-rata perkapita pada awal perkembangan negara masih rendah, dan tingkat kesenjangan juga rendah. Ketika

20

pendapatan rata-rata naik, maka kesenjangan juga meningkat. Kemudian ketika pendapatan rata-rata naik lebih tinggi, maka kesenjangan akan turun kembali. Berdasarkan peneliti diatas maka dapat dibuat kerangka pemikiran pada gambar berikut:

Pertumbuhan

Pendapatan

Ekonomi

Disparitas Pendapatan

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran