BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. IKAN TONGKOL (Euthynnus spp

TINJAUAN PUSTAKA A. IKAN TONGKOL (Euthynnus spp) 1. Pengertian ikan tongkol ... Secara biologis ikan tongkol termasuk salah satu jenis dari ikan tuna,...

6 downloads 656 Views 171KB Size
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. IKAN TONGKOL (Euthynnus spp) 1. Pengertian ikan tongkol Ikan tongkol (Euthynnus spp) merupakan salah satu jenis ikan laut dan juga salah satu komoditas utama ekspor Indonesia. Menurut Dirjen Perikanan (1979), ikan tongkol dimasukkan dalam daftar ikan ekonomis, pengertian ekonomis disini yaitu harus memenuhi tiga persyaratan yaitu mempunyai nilai pasaran yang tinggi, volume produksi makro tinggi dan luas, dan mempunyai daya produksi yang tinggi. Berdasarkan tempat hidupnya, ikan tongkol termasuk jenis jenis pelagik besar yaitu ikan yang hidup di perairan lepas dasar atau lapisan antara dasar dan permukaan (Hadiwiyoto, 1993). Struktur daging ikan tongkol terdiri atas daging yang berwarna merah dan berwarna putih. Daging putihnya mengandung air 67,1 %, protein 31 %, lemak 0,7 %, sedangkan daging merahnya mengandung air 66,7 %, protein 27,6 % dan lemak 2,6 % ( Burhannudin, 1984). Perbedaan warna daging di sebabkan karena adanya pigmen daging yang disebut mioglobin. Daging warna merah hanya terdapat pada bagian samping dari tubuh ikan di bawah kulit, sedangkan daging warna putih terdapat hampir di semua bagian tubuh ikan. Menurut ukuran tubuh ikan, ikan tongkol termasuk ikan besar karena panjang tubuhnya lebih dari 20 cm. Dimana untuk ukuran kecil jika panjang tubuhnya kurang dari 10 cm dan ukuran menengah jika panjang tubuhnya antara 10 – 20 cm. Sedangakan menurut bentuk tubuhnya ikan tongkol termasuk dalam tipe peluru torpedo (Hadiwiyoto, 1993). Secara biologis ikan tongkol termasuk salah satu jenis dari ikan tuna, yaitu termasuk dalam salah satu famili scombridae. Komposisi ikan tersebut dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, musim dan jenis ikan tuna itu sendiri (Murniyati dan Sunarman, 2000).

2. Ciri-ciri Ikan Tongkol Badan memanjang kaku, bulat seperti cerutu, memiliki dua sirip punggung. Sirip punggung pertama berjari-jari keras 10, sedang yang kedua berjari-jari 11 diikuti 6-9 jarijari sirip tambahan. Terdapat satu lidah atau cuping diantara sirip perutnya. Badan tanpa sisik, kecuali pada bagian korselet yang tumbuh sempurna dan mengecil di bagian belakang. Satu lunas kuat diapit dua lunas kecil pada daerah sirip ekornya. Ikan tongkol termasuk jenis ikan buas, predator, hidup di daerah pantai, lepas pantai dan menggerombol dalam jumlah besar. Makanannya adalah ikan-ikan kecil dan cumi-cumi, panjang tubuh dapat mencapai 50 cm, tetapi umumnya 25-40 cm. Pada bagian atas terdapat warna hitam kebiruan dan putih perak pada bagian bawah, terdapat ban-ban hitam , serong, menggelombang pada bagian atas garis rusuk. Sirip perut dan dada berwarna gelap keunguan. Daerah penyebaran terdapat di seluruh daerah pantai, lepas pantai peraiaran Indonesia Pasifik (Murniyati dan Sunarman, 2000). Jenis ikan tongkol dapat kita bedakan menjadi dua macam jenis ikan, yaitu: Ikan Tuna yang mempunyai sisik kecil diseluruh tubuhnya, Ikan Bonito sisik-sisiknya terbatas hanya pada bagian tubuh saja. Selanjutnya ikan tuna sehari-hari disebut Tongkol. Ikan tongkol terdapat pada perairan yang lebih dalam dari pada ikan bonito dan yang belakangan ini selalu berenang dipermukaan air laut. Jenis-jenis ikan tongkol ada yang kecil, yang panjang tubuhnya hanya 60 cm adalah species-species Thynnus Alleterates, Thynnus Rarus dan Thynnus Tunnina. Jenis-jenis ikan tongkol yang besar misalnya thynnus-thynnus dari laut merah, yang panjang tubuhnya sampai 3 m lebih. Dari thynnus macropterus yang terdapat di laut Timur Sumatra panjang tubuhnya sampai 167 cm. Jenis-jenis ikan tongkol ini dapat kita lihat di Laut Merah, Laut India, Malaysia, Indonesia dan sekitarnya juga terdapat di laut tropika dan daerah yang beriklim sedang (Djuahanda, 1994). Komponen utama ikan adalah air. Kandungan air pada ikan akan sedikit mengalami penurunan bila ikan sedang dalam kondisi kelaparan. Air dalam jaringan daging ikan diikat kuat oleh suatu senyawa koloidal dan kimiawi sehingga tidak mudah bebas oleh tekanan berat. Kualitas daging ikan tergolong sempurna (protein lengkap) mengandung semua asam amino esensial dan jumlah masing-masing mencukupi kebutuhan tubuh (Sediaoetomo, 2004).

TABEL 1 KOMPOSISI KIMIA IKAN TUNA ( TERMASUK IKAN TONGKOL) DALAM 100 GRAM

Zat Gizi Protein Energi Air Karbohidrat Serat Kasar Lemak Kolesterol Kalium Besi Mangan Potasium Sodium Zink Vitamin A Tiamin Vitamin E Riboflavin Niasin Sumber : Whitney, et al (1998)

Satuan

Kadar

gram Kalori gr % gram gram gram mg mg mg mg mg mg mg Re mg te mg mg

26 180 68 0 0 6 43 9 1,15 57 285 44 0,68 740 0,27 1,13 0,28 9,28

Berdasarkan berbagai penelitian ikan merupakan sumber omega-3 yang tinggi yang sangat baik bila di konsumsi oleh penderita penyakit jantung. Protein ikan mempunyai daya cerna yang sangat tinggi yaitu sekitar 95%. Selain sumber protein yang baik bagi tubuh ikan juga merupakan sumber mineral yang tidak kalah baik yaitu mikronutrien seperti Iodium dan Zinc (Somali, 1997). 3. Klasifikasi dan struktur tubuh ikan Dilihat dari tempat hidupnya ikan dapat dibagi menjadi tiga yaitu ikan darat, laut dan migrasi. Menurut klasifikasi yang dibuat oleh FAO mengelompokkan hasil perikanan menjadi tujuh yaitu : ikan darat, ikan laut, crustacea, molusca dan avertebrata, ikan paus, anjing laut, binatang air seperti penyu, kura-kura, tumbuhan air seperti ganggang dan rumput laut (Rahayu, et al 1992). Tubuh ikan tersusun atas tiga bagian utama yaitu bagian kepala, batang tubuh dan bagian ekor tubuh ikan berbentuk simetri bilateral, yaitu bila tubuh ikan dibelah menjadi

dua bagian pada bagian ekor ke kepala dengan arah punggung perut maka akan terdapat dua bagian tubuh yang sama bentuk maupun ukurannya (Rahayu, et al 1992). Daging ikan dibagi menjadi dua tipe yaitu daging yang bergaris melintang/lurik, daging yang polos dan otot jantung. Daging ikan hampir seluruhnya terdiri dari daging bergaris melintang yang dibentuk oleh serabut-serabut daging (Adawyah, 2007). 4. Pengawetan ikan Ikan merupakan salah satu bahan pangan yang mudah sekali rusak setelah fase rigor mortis selesai. Menurut Tabrani (1997) ikan mempunyai sifat penurunan mutu yang sangat cepat apabila tidak ditangani dengan baik. Adapun faktor-faktor penyebab kebusukan tersebut disebabkan oleh adanya tiga sistem yang bekerja pada ikan tersebut, yaitu enzim dari ikan itu sendiri, sistem enzim dari mikrobiologi dan ketengikan. Diantara ketiga proses tersebut, proses mikrobilogis yang paling dominan. Pada ikan yang masih hidup sumber-sumber bakteri tersebut tedapat pada insang, kulit dan saluran cerna. Apabila ikan tersebut mati maka akan terjadi pembusukan yang disebabkan oleh bakteri. Bakteri berkembang dengan sangat cepat terutama pada usus dan didalam otot yang akan menyebabkan terjadinya proses pembusukan. Proses perubahan pada tubuh ikan terjadi karena adanya aktivitas enzim, mikroorganisme, atau oksidasi oksigen. Salah satu upaya untuk mencegah kerusakan pada ikan dilakukan proses pengawetan misalnya dengan penggaraman, pengeringan, pengasapan, pendinginan (Moeljanto, 1992). Pengawetan ikan dilakukan dalam hal ini bertujuan untuk memperpanjang masa simpan dan menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Seperti yang telah kita ketahui bahwa ikan termasuk bahan pangan yang sangat mudah rusak, baik secara kimia, fisik, maupun mikrobiologik (Hadiwiyoto, 1993). Dalam beberapa jam misalnya ikan sudah mengeluarkan bau yang menyimpang sekali dari aslinya, kesegarannya menurun cepat sehingga mudah menjadi busuk. Dalam tubuh ikan terdapat enzim yang dapat menyebabkan kebusukan, diantaranya yaitu enzim dari daging ikan (cathepsin), enzim pencernaan (trypsin), chymotrypsin, dan pepsin serta enzim-enzim dari mikroorganisme itu sendiri. Karena ikan mengandung banyak protein dan sedikit sekali mengandung karbohidrat, maka yang berperan penting dalam proses kemunduran mutu adalah enzimenzim yang menguraikan protein (proteolisis) (Moeljanto, 1992).

Pengawetan yang biasa ditemukan pada masyarakat antara lain yaitu pengasapan, penggaraman, pengeringan, pengalengan (sterilisasi). Dengan adanya pengawetan ikan dapat memperpanjang umur simpan juga dapat menambah nilai jual bahan pangan tersebut. Pengawetan dengan tawas belum banyak digunakan, karena masyarakat menganggap tawas hanya dapat digunakan sebagai bahan penjernih air. 5. Peran garam dalam proses pengolahan ikan Perendaman dalam larutan garam atau penggaraman sering kali diperlukan karena banyak

manfaatnya,

diantaranya

membantu

mempermudah

pencucian

dan

menghilangkan lendir, memberikan cita rasa produk yang lebih lezat, membantu pengeringan dan menyebabkan tekstur daging ikan menjadi lebih kompak. Bahkan penggaraman juga dianggap membantu mencegah perubahan warna. Proses penggaraman terdiri dari dua tahap yaitu tahap penggaraman dan tahap pengeringan. Tujuan penggaraman secara umum adalah untuk mengawetkan. Selain itu fungsi garam dapat memperlambat atau membunuh bakteri pembusuk pada ikan. Hasil dari penggaraman adalah ikan asin yang telah mengalami tahap penggaraman sekaligus pengeringan (Rahayu et al, 1992). Larutan garam yang digunakan harus selalu dijaga kepekatan dan kebersihannya. Apabila larutan garam kurang pekat atau terlalu pekat maka produk yang ikan yang dihasilkan mengkilap. Sebaliknya, apabila larutan garam terlalu pekat, dipermukaan tubuh ikan yang diawetkan menjadi keputih-putihan. Penggaraman dapat memperpanjang masa simpan produk, karena garam mempunyai sifat bakteriosid (daya membunuh) dan bakteriostatik (daya menghambat) (Zaltsev et al, 1969). Aksi osmotik larutan garam terhadap ikan disebabkan karena kulit ikan dan dinding sel jaringan pada ikan yang masih hidup bertindak sebagai suatu membran semipermiabel itu menurun sehingga bila ikan digarami akan mengikat cairan dalam tubuh ikan dan dapat mereduksi kadar air ikan tersebut sehingga garam berperan untuk menghambat kegiatan bakteriologis dan enzimatis (Ilyas dan Arifudin, 1972). Pada proses perendaman terjadi penetrasi garam ke dalam tubuh ikan dan keluarnya cairan dari tubuh ikan. Cairan tersebut akan melarutkan garam dan partikelpartikel garam masuk ke dalam tubuh ikan, proses ini akan terhenti setelah terjadi

kesetimbangan antara kepekatan larutan garam di dalam dan di luar tubuh ikan (Adawyah, 2007). Sifat-sifat garam dapur (NaCl) adalah dapat menyebabkan berkurangnya jumlah air yang terdapat pada daging ikan, hal ini menyebabkan aktivitas mikroorganisme terhambat, memiliki daya toksisitas yang tinggi untuk menarik cairan pada daging ikan dan berpengaruh terhadap mikroba serta dapat memblokir sistem respirasi, menyebabkan protein daging ikan dan protein mikroba terdenaturasi dan menyebabkan sel-sel mikroba menjadi mati karena perubahan tekanan difusi (Sofiah,1996).

B. TAWAS (A12(SO4)314H2O) 1. Pengertian Tawas Tawas (A12(SO4)314H2O merupakan kristal putih yang tidak larut dan berbentuk gelatin yang mempunyai sifat dapat menarik partikel- partikel lain, sehingga berat, ukuran dan bentuknya menjadi semakin besar dan mudah mengendap (Rifa’i, 2002). Aluminium Sulfat atau yang sering disebut tawas dalam kehidupan sehari-hari dapat dipakai menggumpalkan atau koagulasi koloid sampai menjadi gumpalan-gumpalan besar yang dapat disaring. Di alam tawas ditemukan dalam dua bentuk yaitu padat dan cair. Tawas terjadi dari proses pelapukan dari batuan yang mengandung mineral sulfida di daerah volkanis (solfatara) atau terjadi di daerah batu lempung, serpih atau bulu sabak yang mengandung pirit (Fe) dan markasit (FeS2). Kebanyakan tawas dijumpai dalam bentuk padat pada batu lempung serpih atau batu sabak (Sukandarrumidi, 1999). 2. Sifat Tawas Menurut Suriawiria, (1996) prinsip koagulasi kimiawi adalah destabilasi, agregasi dan peningkatan partikel-partikel koloid bersama. Bahan umum yang digunakan adalah Aluminium Sulfat (Al2(SO4)314 H2O) yang juga dikenal dengan tawas. Didalam air, tawas akan memberikan reaksi sebagai berikut : REAKSI TAWAS DENGAN AIR Al2(SO4)314 H2O 2 Al ++++ 6 OH

2 Al++++ 3SO4 + 14 H2O Al2O3 + H2

Al2O3 + H2O akan mengendap bersama partikel koloid yang diikat didalam flok yang terbentuk. Karena ion aluminium mengikuti ion OH -, pH air akan turun (reaksi asam) sesudah penambahan tawas. Penggunaan dosis tawas yang berlebihan akan mengakibatkan penurunan pH yang cukup besar dan air yang diolah menjadi asam, ini tidak baik bagi kesehatan. Dosis yang digunakan untuk menjernihkan air 200 liter air adalah 12 gram tawas ( kurang lebih ½ sendok makan). Menurut Syahputra (2008) Pemakaian tawas paling efektif antara pH 5,8 – 7,4 atau 5,9 – 7, pemakaian yang pernah diteliti adalah setiap 150 gr/l menjadi air minum yang memenuhi persyaratan. Dengan kualitas air yang ada di Amerika Serikat pH = 6, kadar karbonat sebagai CaCo3 dan MgCO3. Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Nurrahman dan Isworo (2002) menunjukkan bahwa tawas dapat memperpanjang umur simpan ikan, memberikan warna ikan asap yang lebih cerah, menghilangkan bau amis dan memberikan testur daging ikan yang kompak. Ikan tongkol yang direndam dalam larutan tawas dapat menurunkan Total Volatil Nitrogen (TVN) (Robianti, Nurrahman dan Isworo, 2003) dan membuat otot ikan menjadi lebih keras (Hartoto, Nurrahman dan Isworo, 2003). Larutan tawas nampaknya mampu menurunkan kandungan dari ikan yang direndam didalamnya melalui pengikatan air dari otot ikan. Pengikatan ini timbul karena aksi osmotik larutan garam tawas yang menarik air keluar dari sel-sel jaringan ikan (Nurrahman dan Isworo, 2002). Ikan tongkol asap yang semakin lama disimpan maka semakin banyak jumlah bakterinya (Septi, 2004). Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Fitria (2006) menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi tawas yang diberikan maka semakin cepat pertumbuhan bakteri gram positif dan bakteri gram negatif terhambat. Bakteri gram positif mengalami denaturasi sel lebih dahulu dibandingkan dengan bakteri gram negatif. Sedangkan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ayu (2006) semakin banyak konsentrasi tawas yang digunakan mengakibatkan tekanan osmotik sangat tinggi sehingga bakteri akan cepat mengalami lisis. Bakteri gram positif lebih cepat mengalami lisis daripada bakteri gram negatif. Semakin tinggi konsentrasi tawas yang diberikan lisis yang terjadi pada bakteri gram positif akan mengalami kenaikan dan semakin banyak lisis yang terjadi. Semakin tinggi konsentrasi tawas yang diberikan lisis yang terjadi pada bakteri

gram negatif mengalami penurunan dan semakin sedikit lisis yang terjadi. Tawas dalam bahan pengan umumnya dianggap aman oleh Food and Drugs Administation bila digunakan menurut prosedur yang disarankan menurut Desrosier, (1996). 3. Fungsi Tawas Menurut Winarno, (1997) tawas (Al2(SO4)314 H2O adalah senyawa kimia berupa kristal bening yang memiliki fungsi antara lain, dapat digunakan dalam pelarutan air pada pembuatan bakso dengan takaran 1-2 gr/liter., pengering sekaligus membersihkan sumur, bahan kosmetik, zat warna tertentu, bubuk kue dan sebagai zat penyamak kulit. Dalam fungsi-fungsi tersebut sudah jelas bagaimana peran tawas, tetapi dalam penggunaannya tidak boleh berlebihan karena akan menimbulkan gangguan pada kesehatan yaitu berlebihnya kadar aluminium pada tubuh, selain itu juga dapat menurunkan pH yang cukup besar. Penggunaan tawas tidak hanya ditemukan pada proses pengolahan ikan asap, namun juga digunakan pada pembuatan telur asin dan bakso. Pada pembuatan telur asin tawas digunakan untuk membuat permukaan kulit telur terlihat putih, sedangkan pada pembuatan bakso bertujuan untuk mengeraskan tekstur bakso. Telur asin yang dibuat dengan adonan garam yang ditambah dengan tawas total bakterinya lebih rendah dibandingkan yang tanpa penambahan tawas. Penambahan tawas pada telur asin juga mampu meningkatkan daya simpannya (Haryanti, 2005). Salah satu unsur kimia yang menyusun tawas adalah aluminium. Aluminium yang merupakan ion polivalen digunakan dalam berbagai tujuan pengolahan pangan. Aluminium dalam bentuk garam aluminium amonium sulfat, aluminium kalium sulfat dan aluminium natrium sulfat digunakan untuk mengeraskan acar ketimun

yang

dibotolkan, sedangkan aluminium sulfat anhidrat digunakan untuk mengeraskan acar ketimun, udang, kepiting dan sarden (Arpah, 1996). Sodium aluminium sulfat phospat digunakan sebagai pengatur keasaman dan pengemulsi, potasium aluminium silikat, sodium aluminium silikat dan aluminium silikat digunakan sebagai anti kempal (Winarno, 1995; Desrosier, 1988). Fungsi larutan tawas dalam air adalah sebagai penggumpal. Dilihat dari peranannya dalam pengurangan air, maka ikan yang diperlakukan dengan tawas akan menurunkan kandungan air dengan mengikatnya dalam pemakaian tawas. (Winarno,

1997). Tawas biasa dipakai dalam industri kertas dan pulp, sebagai bahan penggumpal dalam penanganan air limbah, untuk menjernihkan air buangan, untuk menjernihkan lemak, minyak dan produk-produk petroleum, sebagai bahan ”tanning” kulit, sebagai penstabil pH, sebagai pengurang sifat kebasaan tanah atau pengasaman, sebagi bahan antara pengikat dan aditif makanan, penyerap bau dan gas. Tawas selain sebagai bahan pembantu dalam pengolahan makanan juga dapat digunakan sebagai pengering sekaligus membersihkan sumur, juga sebagai bahan kosmetik, zat warna tertentu dan zat penyamak kulit. Pada penelitian yang telah dilakukan oleh Robiati (2003) tentang ikan asap yang direndam dengan ikan tongkol menyarankan pada produsen ikan tongkol asap agar merendam ikan tongkol menggunakan tawas dengan konsentrasi 3 % dengan lama perendaman 11/2 jam. Pada penelitian tentang ikan asap yang direndam dengan larutan tawas dengan konsentrasi 3 % selama 11/2 jam dapat bertahan (tidak mengalami kebusukan) selama satu minggu pada suhu kamar, sedangkan yang tidak direndam dalam larutan tawas hanya bertahan selama tiga hari (Rahayu, Nurrahman dan Isworo, 2004). Daya tahan ikan asap tersebut

timbul

karena

ternyata

tawas

mampu

menghambat

pertumbuhan

mikroorganisme. Penggunaan tawas dalam konsentrasi lebih besar dari satu persen bersifat bakterisidal. Sifat bakterisidal ini timbul dari kemampuan tawas menarik air dari dalam sel bakteri dan menyebabkan terjadinya lisis dinding sel bakteri gram negatif maupun positif. Merskipun demikian penggunaan larutan tawas dengan konsentrasi 0,75 sampai 2 persen dapat menyebabkan penggumpalan sel darah merah (Nurrahman dan Isworo, 2005).

C. PROTEIN Protein (akar kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino yang dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida. Protein berperan penting dalam struktur dan fungsi semua sel makhluk hidup dan virus (Wikipedia, 2008).

Protein berfungsi sebagai zat pembangun yang merupakan bahan pembentuk jaringan-jaringan baru yang selalu terjadi dalam tubuh. Protein adalah sumber zat pembangun asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O dan N yang dimiliki oleh lemak atau karbohidrat ( Winarno, 2004). Protein dalam bahan makanan yang dikonsumsi manusia akan diserap oleh usus dalam bentuk asam amino. Kadang-kadang beberapa asam amino yang merupakan peptida dan molekul-molekul protein kecil dapat juga diserap melalui dinding usus, masuk kedalam pembuluh darah. Hal seperti inilah yang sering kali menimbulkan reksi alergik pada tubuh yang sering kali timbul pada orang yang makan bahan makanan yang mengandung protein seperti susu, ikan laut, udang, telur, dan sebagainya (Winarno, 2004). Setelah air, protein merupakan komponen yang penting dalam tubuh ikan. Kadarnya biasanya mencapai sekitar 18-20 %. Oleh karena aktivitas enzim, reaksi biokimia dan bakterial, molekul protein dapat diuraikan menjadi senyawa-senyawa lebih sederhana yakni asam amino yang penting bagi pertumbuhan tubuh. Nilai dan komposisi asam amino pada tubuh ikan adalah sama baiknya dengan nilai asam amino mamalia lainnya. Pada proses pembusukan, protein akan mengalami degradasi tetapi degradasi ini hanya terjadi pada tingkat lanjut sedangkan pada tahap-tahap permulaan tidak terjadi degrdasi protein. Pada tahap lanjut pembusukan protein akan terpecah manjadi dipeptida, asam amino, trimetilaminoksida, dan senyawa-senyawa nitrogen lainnya. Kemudian degrdasi lebih lanjut akan menghasilkan senyawa-senyawa yang berbau tidak sedap, misalnya putresin, isobutilamin, isoamilamin, kadaverin, dan lain-lain. Beberapa peneliti telah mengelompokkan protein berdasarkan kelarutan di dalam air dan larutan garam menjadi tiga kelompok, yaitu SSP ( Salt Soluble Protein ), WSP ( Water Soluble Protein ), dan stroma protein. Salt Soluble Protein adalah protein yang larut dalam larutan encer garam kuat dan tidak larut dalam air murni, misalnya : aktomiosin, water soluble protein ialah protein yang larut dalam air murni dan tidak larut dalam larutan garam. Sedangkan protein yang tidak larut dalam air murni dan tidak larut dalam larutan garam dengan konsentrasi tinggi ialah kelompok stroma protein ( kolagin, elathin, dan lain-lain ). Klasifikasi protein menurut Deman (1997) adalah sebagai berikut :

1. Protein Sederhana yaitu hanya menghasilkan asam amino saja jika dihidrolosis dan termasuk golongan : a. Albumin larut dalam air netral yang tidak mengandung garam. Biasanya ada protein yang berbobot molekul nisbi rendah. Contohnya, albumin telur, laktalbumin dan albumin serum dalam protein ait didih susu, leukosin serealia. b. Globulin larut dalam larutan garam netral dan hampir tidak larut dalam air. Contohnya myosin dan aktin dalam daging, glisin dalam kedelai. c. Glutelin larut dalam asam atau basa yang sangat encer dan tidak larut dalam pelarut netral. Protein ini terdapat dalam serealia, seperti glutenin dalam gandum dan orizenin dalam beras. d. Prolamin larut dalam alkohol 50 sampai 90 persen dan tidak larut dalam air. Protein ini mengandung sejumlah besar prolina dan asam glutamat dan terdapat dalam serealia. Contohnya zein dalam jagung, glidanin dalam gandum. e. Skeroprotein tidak larut dalam air dan pelarut netral dan tahan terhadap hidrolisis memakai enzim. Ini merupakan serat yang berperan pada struktur dan pengikatan. Kolagen dari jaringanotot dimasukkan dalam golongan ini, seperti gelatin yang diperoleh dari kolagen. f. Histon adalah protein bersifat basa, karena kandungan lisin dan argininnya tinggi. Larut dalam air dan diendapkan oleh amonia. g. Protamin adalah protein bersifat basa kuat, berbobot molekul rendah (40008000). Protein ini kaya akan arginin. Contohnya klupein dari ikan herring dan skombrin dari ikan makarel.

2. Protein konyugasi Protein konyugasi mengandung bagian asam amino yang terikat pada bahan nonprotein seperti lipid, asam nukleat atau karbohidrat. Beberapa protein konyugasi yang penting yaitu : a. Fosfoprotein

Fosfoprotein merupakan golongan penting yang mencakup protein makanan yang penting. Gugus fosfat terikat pada gugus hidroksil dari serina dan treonina. Golongan ini mencakup kasein susu dan fosfoprotein kuning telur b. Lipoprotein Lipoprotein adalah gabungan lipid dengan protein dan mempunyai daya mengemulsi yang sangat baik. Lipoprotein terdapat dalam susu dan kuning telur. c. Nukleuprotein Nukleuprotein adalah merupakan gabungan asam nukleat dengan protein. Senyawa ini terdapat dalam inti sel. d. Glikoprotein Glikoprotein adalah gabungan karbohidrat dengan protein. Biasanya jumlah karbohidrat kecil, tetapi beberapa glikoprotein mengandung karbohidrat 8 sampai 20 persen. e. Kromoprotein Kromoprotein adalah protein yang gugus prostetiknya berwarna. Terdapat banyak senyawa jenis ini, termasuk didalamnya hemoglobin dan myoglobin, klorofil dan flavoprotein. 3. Protein turunan Protein turunan adalah senyawa yang diperoleh dengan metode kimia atau dengan metode enzimatik dan dipilah dalam turunan primer dan turunan sekunder, bergantung pada derajat perubahan yang terjadi. 4. Berdasarkan sumber protein dapat dikelompokkan menjadi : a. Protein hewani, protein ini banyak dijumpai pada daging, ikan, ayam, telur, susu dan keju. Kecuali gelatin, adalah suatu protein murni yang berasal dari jaringan ikat hewan yang merupakan protein tak sempurna. b. Protein nabati terdapat pada kacang-kacangan, tempe, tahu dan biji-bijian. Berdasarkan tingkat degradasinya (kerusakan), protein di bagi menjadi protein alami yang masih utuh dan turunan protein setelah mengalami degradasi. Turunan protein yang mengalami degradasi ringan contohnya protean dan metaprotein, sedang yang telah mengalami degradasi berat contohnya pepton dan peptida.

Perbedaan lainnya dari protein yang berdasarkan kelarutannya adalah protein yang dibedakan menjadi empat fraksi, yaitu : albumin, globulin x, miosin dan stroma. Albumin adalah protein yang larut dalam air, globulin x tidak larut air, tetapi larut dalam encer garam kuat, miosin adalah protein yang larut dalam larutan garam kuat (< 0,5 N); dan stroma adalah protein yang tidak larut dalam air manapun larutan garam, juga tidak larut dalam larutan NaOH dan HCI. Protein daging ikan terdiri dari protein sarkoplasma (miogen), protein miofibrilar dan protein stroma. Rata-rata komposisi protein daging ikan adalah 65-75 % (protein miofibrilar), 20-30 % (miogen), dan 5-8 % (stroma).

a.

Sifat-sifat Protein Protein-protein menunjukkan perbedaan-perbedaan dalam reaksi kimia, meskipun

demikian protein kebanyakan menunjukkan sifat-sifat dari senyawa-senyawa ampoter, yaitu membentuk garam-garam baik dengan menggunakan larutan-larutan asam atau basa atau dengan enzim-enzim. Ternyata bahwa hidrolisis protein didahului dengan pecahnya molekul-molekul menjadi zat-zat sederhana (proteosa). Hidrolisis lebih lanjut menghasilkan zat-zat yang lebih sederhana (pepton). Hidrolisis yang sempurna dari protein sederhana memberikan campuran dari asam-asam amino. Semua protein dapat dihidrolisis oleh larutan-larutan berair dari asam-asam mineral pada titik didihnya, dan semuanya menghasilkan campuran-campuran dari asam-asam alfa amino yang mempunyai tipe RCH (NH2)COOH. Protein terbentuk dari asam-asam amino yang bersatu dengan melalui terlepasnya air untuk membentuk ikatan peptida; -CO-NH-, antara gugus karboksil dari asam amino yang satu dan gugus amino yang lainnya (Sastrohamidjojo, 2005). Hidrolisis protein biasanya dikerjakan dengan merefluksnya dengan asam hidroklorida (20%) atau asam sulfat (35%) pada titik didihnya. Hidrolisis dengan alkali dikerjakan terbatas misal pada triptofan dan tirosisn dimana za-zat ini peka terhadap asam-asam mineral (Sastrohamidjojo, 2005). Ada protein yang larut dalam air, ada pula yang tidak larut dalam air. Bila dalam suatu larutan protein ditambahkan garam, daya larut protein akan berkurang, akibatnya protein akan terpisah sebagai endapan. Peristiwa pemisahan protein ini disebut salting

out. Bila garam netral yang ditambahkan berkonsentrasi tinggi, maka protein akan mengendap (Winarno, 2004).

b.

Denaturasi Protein Denaturasi protein dapat diartikan suatu perubahan atau modifikasi terhdap

struktur sekunder, tersier dan kuartener molekul protein tanpa terjadinya pemecahan ikatan-ikatan kovalen. Karena itu denaturasi dapat diartikan suatu proses terpecahnya ikatan hidrogen, interaksi hidrofobik, ikatan garam dan terbukanya lipatan atau wiru molekul protein (Zain, 2008). Protein yang terdenaturasi akan berkurang kelarutannya. Lapisan molekul bagian dalam yang bersifat hidrofobik akan keluar sedangkan bagian hidrofilik akan terlipat ke dalam. Pelipatan akan terjadi bila protein mendekati pH isoelektris lalu protein akan menggumpal dan mengendap. Viskositas akan bertambah karena molekul mengembang menjadi asimetrik, sudut putaran optis larutan protein juga akan meningkat (Zain, 2008). Denaturasi protein meliputi gangguan dan kerusakan yang mungkin terjadi pada struktur sekunder dan tersier protein. Sejak diketahui reaksi denaturasi tidak cukup kuat untuk memutuskan ikatan peptida, dimana struktur primer protein tetap sama setelah proses denaturasi. Denaturasi terjadi karena adanya gangguan pada struktur sekunder dan tersier protein. Pada struktur protein tersier terdapat empat jenis interaksi yang membentuk ikatan pada rantai samping seperti; ikatan hidrogen, jembatan garam, ikatan disulfida dan interaksi hidrofobik non polar, yang kemungkinan mengalami gangguan. Denaturasi yang umum ditemui adalah proses presipitasi dan koagulasi protein (Ophart, C.E., 2008). Denaturasi akan menyebabkan perubahan struktur protein dimana pada keadaan terdenaturasi penuh, hanya struktur primer protein saja yang tersisa, protein tidak lagi memiliki struktur sekunder, tersier dan kuartener. Akan tetapi belum terjadi pemutusan ikatan peptida pada kondisi terdenaturasi penuh. Denaturasi protein yang berlebihan dapat menyebabkan insolubilitasi yang dapat mempengaruhi sifat-sifat fungsional protein yang tergantung pada kelarutannya (Widjanarko, 2008).

Selama sintesis normal dan degradasi protein seluler (protein turnover) menjadi asam amino yang dilepas dari pemecahan protein tidak digunakan untuk sintesa protein baru. Protein yang terdapat dalam bahan pangan mudah mengalami perubahanperubahan, antara lain: 1. Dapat terdenaturasi oleh perlakuan pemanasan. 2. Dapat terkoagulasi atau mengendap oleh perlakuan pengasaman. 3. Dapat mengalami dekomposisi atau pemecahan oleh enzim-enzim proteolitik. 4. Dapat bereaksi dengan gula reduksi, sehingga menyebabkan terjadinya warna coklat. 1.

Denaturasi karena Panas: Panas dapat digunakan untuk mengacaukan ikatan hidrogen dan interaksi

hidrofobik non polar. Hal ini terjadi karena suhu tinggi dapat meningkatkan energi kinetik dan menyebabkan molekul penyusun protein bergerak atau bergetar sangat cepat sehingga mengacaukan ikatan molekul tersebut. Protein telur mengalami denaturasi dan terkoagulasi selama pemasakan. Beberapa makanan dimasak untuk mendenaturasi protein yang dikandung supaya memudahkan enzim pencernaan dalam mencerna protein tersebut (Ophart, C.E., 2008). Pemanasan akan membuat protein bahan terdenaturasi sehingga kemampuan mengikat airnya menurun. Hal ini terjadi karena energi panas akan mengakibatkan terputusnya interaksi non-kovalen yang ada pada struktur alami protein tapi tidak memutuskan ikatan kovalennya yang berupa ikatan peptida. Proses ini biasanya berlangsung pada kisaran suhu yang sempit (Ophart, C.E., 2008). 2.

Denaturasi karena Asam dan basa: Protein akan mengalami kekeruhan terbesar pada saat mencapai ph isoelektris

yaitu ph dimana protein memiliki muatan positif dan negatif yang sama, pada saat inilah protein mengalami denaturasi yang ditandai kekeruhan meningkat dan timbulnya gumpalan. Asam dan basa dapat mengacaukan jembatan garam dengan adanya muatan ionik. Sebuah tipe reaksi penggantian dobel terjadi sewaktu ion positif dan negatif di dalam garam berganti pasangan dengan ion positif dan negatif yang berasal dari asam

atau basa yang ditambahkan. Reaksi ini terjadi di dalam sistem pencernaan, saat asam lambung mengkoagulasi susu yang dikonsumsi (Ophart, C.E., 2008). 3.

Denaturasi karena Garam logam berat: Garam logam berat mendenaturasi protein sama dengan halnya asam dan basa.

Garam logam berat umumnya mengandung Hg+2, Pb+2, Ag+1 Tl+1, Cd+2 dan logam lainnya dengan berat atom yang besar. Reaksi yang terjadi antara garam logam berat akan mengakibatkan terbentuknya garam protein-logam yang tidak larut (Ophart, C.E., 2008). Protein akan mengalami presipitasi bila bereaksi dengan ion logam. Pengendapan oleh ion positif (logam) diperlukan ph larutan diatas pi karena protein bermuatan negatif, pengendapan oleh ion negatif diperlukan ph larutan dibawah pi karena protein bermuatan positif. Ion-ion positif yang dapat mengendapkan protein adalah; Ag+, Ca++, Zn++, Hg++, Fe++, Cu++ dan Pb++, sedangkan ion-ion negatif yang dapat mengendapkan protein adalah; ion salisilat, triklorasetat, piktrat, tanat dan sulfosalisilat (Zain, 2008). Denaturasi protein adalah perubahan mendasar yang terjadi pada konformasi molekul yang menyebabkan molekul protein kehilangan sebagian atau keseluruhan aktifitas biologiknya. Pengaturan rantai polipeptida menjadi lebih teracak dan cenderung amorfus. Proses perubahan konformasi demikian juga respon biologiknya dapat terjadi bertahap dan kadang-kadang reversible (Arpah, 1996). Denaturasi tidak merubah struktur primer protein, akan tetapi struktur sekunder, tertier dan kuartener akan mengalami perubahan. Beberapa jenis protein hanya tersusun dari satu jenis rantai polipeptida, oleh karena struktur tertiernya memberikan tata ruang yang bebas. Sebaliknya beberapa jenis protein yang tersusun oleh lebih dari dua jenis rantai asam amino, tata ruang dari masing-masing rantai polipeptida penyusunnya sangat penting bagi aktivitas biologiknya. Denaturasi protein banyak merubah sifat-sifat fisik- kimia protein yang diperlukan selama pengolahan. Protein terdenaturasi biasanya memiliki kelarutan yang rendah atau bahkan tidak larut, disamping itu meningkatkan viskositas serta memudahkan untuk berinteraksi dengan komponen lain. Protein terdenaturasi lebih mudah mengalami hidrolisa secara enzymatis oleh karena itu dapat meningkatkan daya cerna. Degradasi protein yang lebih lanjut dapat berubah menjadi amonia, trimetilamin, indol, dan skatol yang baunya tidak menyenangkan (Hadiwiyoto, 1999).

c.

Struktur Protein Protein merupakan makromolekul dengan berbagai tingkat pengorganisasian

struktur. Struktur primer protein berkaitan dengan ikatan peptida antara asam amino komponen dan dengan urutan asam amino dalam molekul juga. Beberapa enzim proteolitik mempunyai kerja yang sangat khas, enzim ini hanya menyerang ikatan yang jumlahnya terbatas, melibatkan hanya bagian asam amino tertentu dalam urutan yang tertentu. Hal ini dapat mengakibatkan penumpukan peptida khusus selama terjadi beberapa reaksi proteolitik secara enzimatik dalam makanan. Susunan tersebut merupakan suatu rangkaian unik dari asam amino yang menetukan sifat dasar dari berbagai protein, dan secara umum menentukan bentuk struktur sekunder dan tersier (Winarno, 2004). Struktur sekunder protein berkaitan dengan pelipatan sruktur primer. Ikatan hidrogen antara nitrogen amida dan oksigen karbonil merupakan gaya yang menstabilkan yang utama. Ikatan ini dapat terbentuk antara bagian yang berbeda pada rantai polipeptida yang sama atau antara rantai yang berdampingan. Dalam medium air, ikatan hidrogen mungkin kurang bermakna, dan gaya Van der Waals dan antaraksi hidrofobik antara rantai samping yang apolar mungkin berperan dalam menunjang kestabilan struktur sekunder (Deman, 1997). Struktur tersier protein menyangkut pola pelipatan rantai menjadi satuan yang distabilkan oleh ikatan hidrogen, gaya Van der Waals, jembatan disulfida, dan antar aksi hidrofob. Pembentukan struktur tersier menyebabkan terbentuknya satuan yang tersusun padat dan rapat dengan sebagian basar residu asam amino polar terletak pada bagian luar dan dihidrasi. Hal ini mengakibatkan sebagian besar rantai samping apolar berada pada bagian dalam dan sebenarnya tak ada hidrasi. Asam amino tertentu, seperti prolina, merusak pilinan – α, dan ini mengakibatkan daerah lipatan berstruktur acak. Sifat struktur tersier protein sangat beragam demikian juga nisbah pilinan – α dan koil acak. Insulin terlibat secara longgar dan juga struktur tersier distabilkan oleh jembatan disulfida Lisozim dan glisin mempunyai jembatan disulfida tetapi terlipat secara padat (Deman, 1997).

Struktur, tersier dan kuartener yang sudah pasti, dianggap terbentuk langsung dari struktur primer. Hal ini berarti bahwa gabungan asam amino tertentu akan secara otomatis membentuk jenis struktur yang paling stabil (Deman, 1997).

D. NITROGEN TERLARUT DAN NITROGEN NON PROTEIN Nitrogen (Lartin nitrum, Bahasa Yunani Nitron berarti "soda asli", "gen", "pembentukan") secara resmi ditemukan oleh Daniel Rutherford pada 1772, yang menyebutnya udara beracun atau udara tetap. Nitrogen merupakan unsur kunci dalam asam amino dan asam nukleat, dan ini menjadikan nitrogen penting bagi semua kehidupan. Protein disusun dari asam-asam amino, sementara asam nukleat menjadi salah satu komponen pembentuk DNA dan RNA (Suhendra, 2008). Pengolahan dan pengawetan bahan pangan berprotein tidak dikontrol dengan baik dapat menurunkan nilai gizi proteinnya. Salah satu kerusakan protein ditandai dengan adanya nitrogen yang menguap dari bahan pangan. Nitrogen dari bahan pangan sesungguhnya bukan hanya berasal dari asam-asam amino protein, tetapi juga berasal dari senyawa-senyawa nitrogen lainnya yang dapat atau tidak digunakan sebagai sumber nitrogen dalam tubuh. Kadar nitrogen bervariasi antara 15-18 % tergantung dari jumlah asam-asam amino protein yang dikandungnya, serta senyawa-senyawa nitrogen lainnya seperti purin, pirimidin, asam amino bebas, vitamin, kreatinin dan gula-gula amino. Penguapan nitrogen terjadi pada bahan yang banyak mengandung air sehingga dapat mempercepat proses kerusakan dari bahan pangan itu sendiri (Deddy, 1989). Senyawa-senyawa nitrogen nonprotein (nitrogenous extractive) terdiri atas asamasam amino bebas, senyawa volatile nitrogen basa misalnya : TMAO (setelah ikan mati direduksi menjadi TMA dan ammonia) serta keratin yang jumlahnya relative sama pada setiap ikan. Kadar senyawa-senyawa nitrogen nonprotein 9-14% pada ikan pipih dan gadoid, 14-18% pada ikan-ikan dalam kelompok herring, dan 34-38% pada ikan-ikan bertulang rawan (dihitung dari total nitrogen). Ikan bertulang rawan ini mengandung 1% TMAO dan 12% urea. Sedangkan pada ikan bertulang keras, kadar ureanya hanya 0,05% (Rahayu et al, 1992). Kadar senyawa-senyawa nitrogen nonprotein pada ikan bertulang rawan lebih besar daripada ikan bertulang keras. Senyawa-senyawa ini pada ikan-ikan bertulang

rawan adalah 33-38% dari total nitrogen, sedangkan pada ikan-ikan bertulang keras 9,281,3% dari total nitrogen (Rahayu et al, 1992). TMAO adalah senyawa khas pada daging ikan, khususnya ikan laut. Pada pasca mortem, TMAO dirubah menjadi TMA, yang memberikan bau khas ikan busuk. Pada daging merah terdapat TMAO yang lebih besar daripada daging putih (ikan sardin, cakalang, dan mackerel ), tetapi pada ikan horse mackerel dan saury (Cololabis saira) jumlah TMAO terdapat pada tingkat yang sama pada daging merah dan putih. Umumnya daging merah mengandung TMA yang lebih besar daripada daging putih (Rahayu et al, 1992). NPN (Non Protein Nitrogen) dapat kita temukan dalam komponen pakan seperti urea, garam ammonium dan asam amino tunggal (Dairy Research & Technology Centre, University of Alabama, 2008).

TABEL 2 KADAR NITROGEN NON PROTEIN DAN PROTEIN IKAN ( % )

Species Ikan

Nitrogen Non Protein

Ray Herring Sardin Haddock Whiting Cod Stockfish Hake Lemon Sole Mackerel Sumber : Rahayu, et al (1992)

18,2-24,2 10,1-19,2 16,3-21,0 16,4-20,3 16,4-19,0 15,0-19,0 15,2-18,5 16,3-18,8 16,4-18,4 17,6-23,1

Protein 11,8-15,6 8,7-16,6 14,0-18,0 14,3-17,7 14,6-16,9 13,0-16,4 13,4-16,4 14,4-16,6 14,6-16,3 15,2-20,0

E. KERANGKA KONSEP Variabel bebas Konsentrasi tawas 0%, 3%, 6%, 9%, 12%

Ikan Tongkol

Variabel Tergantung ƒ Protein ƒ Nitrogen terlarut ƒ Nitrogen non protein

Variabel Terkendali ƒ Berat ikan ƒ Jumlah larutan ƒ Kesegaran Ikan ƒ Ketebalan Ikan ƒ Lama perendaman

F. HIPOTESIS Ada pengaruh antara konsentrasi larutan tawas yang digunakan untuk merendam ikan tongkol terhadap penguraian protein, nitrogen terlarut dan kandungan nitrogen non protein.