BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Penyakit Kulit Akibat Kerja Kulit terdiri atas dua unsur dasar yaitu epidermis dan dermis. Epidermis luar bertindak sebagai pelindung dan tidak bisa basah, sedangkan dermis memberikan kekuatan pada kulit yang sebagian besar karena kandungan kolagennya. Kemampuan epidermis untuk menahan air, merupakan masalah potensial karena permukaan yang berlemak memudahkan penyerapan bahan yang mudah larut, dan ini merupakan jalan masuk banyak bahan-bahan kimia organik. Penyakit kulit dapat ditandai oleh lesi yang timbul dan tersebar, bercak kemerahan yang membentuk gambaran geografik berbatas tegas di daerah yang terkena serangan dari luar, dan iritasi tegas terbatas yang merupakan sisa wilayah cedera.5 Penyakit kulit akibat kerja atau yang didapat sewaktu melakukan pekerjaan, banyak penyebabnya antara lain agen sebagai penyebab penyakit kulit tersebut antara lain berupa agen-agen fisik, kimia maupun biologis.6 Dermatosis menurut Joko Suyono bahwa kelainan kulit yang timbul akibat kontak dengan bahan-bahan yang berhubungan dengan pekerjaan, lingkungan dan tempat kerja.4
B. Jenis-jenis Penyakit Kulit Akibat Kerja Jenis-jenis penyakit kulit akibat kerja adalah : 6 a. Dermatitis kontak iritan primer, adalah dermatosis akibat kerja yang paling sering ditemukan. Bentuknya mirip dengan kebanyakan dermatosis yang lain dan penyebabnya tidak mudah dikenali. b. Dermatitis kontak alergi, baik akut maupun kronis, mempunyai ciri-ciri klinis yang sama dengan ekzema bukan akibat kerja. c. Akne (jerawat) akibat kerja. Mirip dengan jerawat pada umumnya, tetapi terutama menyerang bagian yang kontak dengan agen.
5
d. Dermatosis solaris akut. Penyakit kulit yang dianggap sebagai penyakit kulit akibat kerja, yang sangat dipermudah oleh zat-zat fotodinamik yang digunakan dalam pekerjaan tersebut.
C. Dermatosis Akibat Kerja Dermatosis akibat kerja adalah segala kelainan kulit yang timbul pada waktu bekerja atau disebabkan oleh pekerjaan, istilah dermatosis lebih tepat dari pada dermatitis, sebab kelainan kulit akibat kerja tidak usah selalu suatu peradangan, melainkan juga tumor atau alergi. Presentasi dermatosis akibat kerja dari seluruh penyakit-penyakit akibat kerja sekitar 50%-60%, maka dari itu penyakit tersebut pelu mendapatkan perhatian yang cukup. Adapun ciri dari dermatosis itu sendiri adalah kulit mengelupas, berwarna kemerahmerahan disertai rasa gatal pada kulit.7
D. Agen Penyebab Dermatosis Akibat Kerja Agen-agen penyebab dermatosis antara lain adalah : 4 1. Agen fisik. Antara lain tekanan atau gesekan, kondisi cuaca (angin hujan, cuaca beku, matahari), panas, radiasi (ultraviolet, ionisasi), dan serat-serat mineral. 2. Agen-agen kimia. Terbagi menjadi empat kategori : (a) Iritan primer
: Asam, basa, pelarut lemak, deterjen, garamgaram logam (arsen, air raksa)
(b) Sensitizer
: Logam dan garam-garamnya (kromium, nikel, kobalt), senyawa-senyawa yang berasal dari anilin (p-feniloendiamin, pewarna azo) derivat nitro
aromatik
(khususnya epoksiresin,
(trinitrotoluen),
monomer
dan
formaldehid,
resin
aditif vinil,
seperti akrilik,
akselerator, platicizer), bahan-bahan kimia karet
(vulcanizer
disulfida,
seperti
antioksidan),
dimetil obat-obatan
tiuram dan
6
antibiotik
(misalnya
prokain,
fenotiazin,
klorotiazid, penisilin dan tetrasiklin), kosmetik, terpentin, tanam-tanaman (misalnya primula dan chrysanthemum). (c) Agen-agen aknegenik : Naftalen dan bifenil klor, minyak mineral. (d) Photosensitizer
: Antrasen, pitch, devirat asam aminobenzoat, hidrokarbon aromatik klor, pewarna akridin.
3. Agen biologis. Mikroorganisme (mikroba, fungi), parasit kulit dan produkproduknya juga menyebabkan penyakit kulit. Dari seluruh penyebab-penyebab ini bahan kimialah yang paling penting, oleh karena bahan-bahan itulah yang banyak digunakan oleh industriindustri.7 Ada dua cara bahan kimia ini menimbulkan dermatosis, yaitu dengan jalan perangsangan atau pemekaan kulit (sensitisasi), bahan-bahan yang menyebabkan iritasi disebut perangsang primer sedangkan penyebab sensitisasi disebut pemeka. Perangsang primer mengadakan rangsangan kepada kulit, dengan jalan melarutkan lemak kulit, dengan mengambil air dari lapisan kulit dengan oksidasi atau reduksi sehingga kesetimbangan kulit terganggu dan timbullah dermatosis.2
E. Pencegahan Dermatosis Akibat Kerja Pencegahan dermatosis akibat kerja dapat dilakukan antara lain sebagai berikut : 8 1. Penilaian bahan-bahan yang akan digunakan di perusahaan. 2. Mengganti bahan-bahan yang berbahaya dengan yang tidak berbahaya. 3. Pendidikan. 4. Hygine personal dan perusahaan. 5. Alat Pelindung Diri (APD). 6. Pemeriksaan pra kerja.
7
Adapun upaya penanggulangan secara umum untuk mencegah penyakit kulit akibat kerja antara lain sebagai berikut : 9 1. Bilamana mungkin alergen kuat sensitizer dan karsilogen hendaknya diganti dengan zat-zat yang kurang berbahaya. 2. Kontak kulit dengan agen penyebab hendaknya di batasi dengan pengendalian teknologi. 3. Eliminasi kontak kulit dengan bahan penyebab. 4. Pakaian pelindung (apron, sarung tangan, topeng wajah). 5. Penyediaan fasilitas dasar untuk kebersihan diri, hendaknya di sediakan APD dan penggunaannya diharuskan untuk digunakan selama jam kerja.
F. Diagnosa Dermatosis Akibat Kerja Menegakkan suatu diagnosa penyakit akibat kerja tidaklah mudah, dimana keadaan dermatosis sangatlah banyak, untuk itu haruslah diikuti cara diagnosa penyakit-penyakit akibat kerja pada umumnya. Haruslah tenang, kapan dermatosis itu mulai, selanjutnya perlu pengetahuan tentang lingkungan kerja si penderita, apakah benar penyakit tersebut berada dalam lingkungan. Bila ada, bagaimana keterangannya tentang cara penyebab itu menimbulkan penyakit tersebut, apakah secara infeksi, apakah perangsangan primer, ataukah pemekaan. Pertanyaan ini dapat dijawab dengan memperhatikan penyebab-penyebab yang ada dalam lingkungan kerja dan dengan uji laboratorium, ataupun klinis. Sangat penting diketahui ialah “patch test” yang dapat memastikan adanya bahan yang bekerja sebagai pemeka terhadap si pekerja. Satu cara uji sederhana, apakah dermatosis itu akibat kerja atau tidak, ialah memberi cuti beberapa hari kepada penderita, apabila penyakit itu bersumber kepada pekerjaan, biasanya dengan cuti demikian dermatosis menjadi berkurang, bahkan mungkin menjadi baik sama sekali.2
8
G. Alat Pelindung Diri (APD) Bila pengendalian pada sumber atau selama transmisi tidak mungkin dilakukan maka diperlukan perlindungan tambahan, dengan menyediakan pelindung perorangan yang disebut alat pelindung diri (APD). Jenis-jenis alat pelindung diri (APD) Antara lain adalah : 5 1. Pelindung mata dan muka (kaca mata biasa, kaca mata pelindung, tameng muka). Perlindungan ini diberikan untuk menjaga terhadap dampak pertikelpartikel kecil yang terlempar dengan kecepatan rendah, dampak partikelpartikel berat dengan kecepatan tinggi, percikan cairan panas atau korosif, kontak mata dengan gas atau uap iritan, dan berkas radiasi elektromagnetik dengan berbagai panjang gelombang, termasuk sinar laser. 2. Pelindung kulit dan tubuh (pakaian atau baju pelindung, sarung tangan, sepatu boot) Pelindung ini meliputi perlindungan kaki, tangan, dan tubuh terhadap kerusakan akibat bahan korosif dan yang menimbulkan dermatosis, penyerapan ke dalam tubuh melalui kulit, panas radian, dingin, radiasi pengion dan bukan pengion, kerusakan fisik.
H. Higiene Perorangan Higiene perorangan disebut juga kebersihan diri yang memiliki pengertian yaitu suatu pengetahuan tentang usaha kesehatan perorangan untuk dapat memelihara kesehatan diri sendiri, memperbaiki, mempertinggi nilai kesehatan dan mencegah timbulnya penyakit. 10 Menurut Labensky mendefinisikan sanitasi sebagai penciptaan atau pemeliharaan kondisi yang mampu mencegah terjadinya kontaminasi makanan atau terjadinya penyakit yang diakibatkan oleh makanan.11 Higiene perorangan adalah ilmu yang berhubungan dengan masalah kesehatan
dan
berbagai
usaha
untuk
mempertahankan
atau
untuk
memperbaiki kesehatan.11
9
Berkaitan dengan upaya ini higiene perorangan yang terlibat dalam pengolahan makanan perlu diperhatikan untuk menjamin keamanan makanan. Di Amerika Serikat, 25% dari semua penyebaran penyakit melalui makanan disebabkan pengolahan makanan yang terinfeksi dan sanitasi perorangan yang buruk.11 Suatu sikap yang baik terhadap kebersihan perseorangan saat bekerja belum otomatis terwujud dalam suatu perbuatan diperlukan faktor pendukung, antara lain adalah fasilitas kesehatan.2
I. Usaha-usaha Menjaga Kebersihan dan Kesehatan Tubuh Higiene mencakup juga masalah perawatan kesehatan diri, termasuk ketepatan sikap tubuh, dalam pengertian tersebut juga terkandung makna perlunya perlindungan bagi pekerja yang terlibat dalam proses pengolahan makanan agar terhindar dari sakit, baik yang disebabkan oleh penyakit pada umumnya, penyakit akibat kecelakaan ataupun penyakit akibat prosedur kerja yang tidak memadai. Adapun usaha untuk menjaga kebersihan dan kesehatan tubuh antara lain sebagai berikut : 11 1. Pencucian Tangan Tangan yang kotor atau terkontaminasi dapat memindahkan bakteri dan virus patogen dari tubuh, faeces, atau sumber lain ke makanan, oleh karena itu pencucian tangan merupakan hal pokok yang harus dilakukan oleh pekerja yang terlibat dalam penanganan makanan. Langkah-langkah pencucian tangan yang memadai untuk menjamin kebersihan adalah sebagai berikut : a. Membasahi tangan dengan air mengalir dan menggunakan sabun. b. Menggosok tangan secara menyeluruh selama sekurang-kurangnya 20 detik, pada bagian-bagian meliputi punggung tangan, telapak tangan, sela-sela jari, dan bagian di bawah kuku. c. Menggunakan sikat kuku untuk membersihkan sekeliling dan bagian di bawah kuku. d. Pembilasan dengan air yang mengalir.
10
e. Pengeringan tangan dengan handuk kertas (tissue) atau dengan alat pengering. f. Menggunakan alas kertas (tissue) untuk mematikan tombol atau kran air dan membuka pintu ruangan. 2. Kebersihan dan Kesehatan Diri Syarat utama pengolah makanan adalah memiliki kesehatan yang baik, ada beberapa kebiasaan yang perlu dikembangkan oleh pengolah makanan, untuk menjamin keamanan makanan yang diolahnya, beberapa diantaranya adalah sebagai berikut : a. Berpakaian dan Berdandan Pakaian pengolah dan penyaji makanan harus selalu bersih, apabila tidak ada ketentuan khusus untuk penggunaan seragam, maka pakaian sebaiknya tidak bermotif dan berwarna terang. b. Rambut Rambut pekerja harus selalu dicuci secara periodik. Selama mengolah atau menyajikan makanan harus dijaga agar rambut tidak terjatuh ke dalam makanan. c. Kondisi Sakit Pekerja yang sedang flu, demam, atau diare sebaiknya tidak dilibatkan terlebih dahulu dalam memproses pengolahan makanan, sampai gejalagejala tersebut hilang. Pekerja yang memiliki luka pada tubuhnya harus menutup luka tersebut dengan pelindung yang kedap air.
J. Faktor-faktor Yang Berkaitan Dengan Higiene Perorangan Faktor-faktor yang berkaitan dengan higiene perorangan antara lain adalah : 1 a. Pengendalian Penyakit Pengendalian penyakit meliputi kebersihan tubuh, pemeriksaan kesehatan, peningkatan gizi dan kesadaran akan arti pentingnya sanitasi perorangan.
11
b. Kebersihan Selama Bekerja Kebersihan selama bekerja penting untuk menghindari dan mencegah terjadinya penyebaran sumber-sumber penyakit. c. Pendidikan dan Penyuluhan Pendidikan dan penyuluhan tentang kebersihan dan kesehatan kerja kepada karyawan tidak saja dapat meningkatkan efisiensi produktivitas tenaga kerja, tetapi juga memberikan dampak yang baik yaitu dihasilkannya produk-produk yang bermutu baik, bersih dan memenuhi persyaratan.
K. Masa Kerja Lamanya seseorang bekerja sehari secara baik pada umumnya 6-8 jam dan sisanya untuk istirahat atau kehidupan dalam keluarga dan masyarakat. Memperpanjang waktu kerja lebih dari itu biasanya diserta penurunan efisiensi timbulnya kelelahan penyakit dan kelelahan. Dari penelitianpenelitian yang sebelumnya menunjukkan bahwa pengurangan jam kerja dari 8¾ ke jam 8 disertai meningkatnya efisiensi hasil per waktu dengan kenaikan produktivitas 3 sampai 10%. Absensi meningkat dengan cepat jika jam kerja melebihi 63,2 seminggu untuk pria dan melibihi 57,3 untuk wanita. Jumlah jam kerja tersebut dalam seminggu yang memungkinkan seorang tenaga kerja dapat bekerja dengan baik adalah 40 jam. Lebih dari ini telah diuraikan menunjukan hal-hal yang merugikan.12 Pengaruh masa kerja terhadap penyakit kulit yang dialami oleh para pekerja industri tahu bila tidak diimbangi dengan kebersihan individu pekerja akan berdampak buruk terhadap kulit pekerja itu dikarenakan adanya kontak langsung dengan bahan kimia (asam cuka) dan air sisa (buangan) pembuatan tahu dalam jangka waktu relatif lama. Makin lama pekerja bekerja maka makin besar peluang terjadinya dermatosis.
12
L. Industri Pembuatan Tahu Sesuai dengan perkembangan zaman kondisi lingkungan untuk usaha pengolahan tahu perlu beberapa pertimbangan untuk menjaga kelangsungan produksi, keamanan, dan kebersihan, adapun proses yang dilakukan dalam pembuatan tahu pertama-tama dilakukan sebagai berikut : 13 a. Pembersihan kedelai, b. Perendaman kedelai dengan menggunakan air di dalam tong berbahan dasar logam, c. Penggilingan kedelai sehingga menjadi bubur yaitu dengan menggunakan mesin ketel uap, d. Pemasakan bubur kedelai menggunakan tong yang berbahan dasar logam dengan dipanaskan pada suhu 100o C selama 10-15 menit selama proses pemasakan ditambahkan air berulang kali perbandingannya sekitar 45 liter air dengan 1 kg kedelai, e. Penyaringan untuk mendapatkan sari kedelai, f. Penggumpalan, dalam penggumpalan diguanakan bahan kimia (asam cuka). Asam cuka yang dipergunakan dalam pembuatan tahu di Indonesia ialah asam cuka yang mengandung 4% asam asetat, dosis yang dipergunakan untuk setiap 0,5 kg kedelai kering sebanyak 74 ml atau sekitar 16,4% dari berat kering kedelai, penambahan asam cuika ini dilakukan saat suhu sari kedelai antara 80-90o C. g. Pengendapan dengan cara mendiamkan gumpalan bubur tahu tersebut turun ke dasar wadah, tujuannya untuk memisahkan air tahu dengan bubur tahu, h. Pencetakan dan pengepresan yaitu dengan bubur tahu ke dalam cetakan yang telah dialasi kain, lalu bagian atas ditutupi kain dan papan selanjutnya diletakkan pemberat sekitar 30 kg selama 15 menit atau hingga air tahu menetes habis, i. Pemotongan dilakukan dengan menggunakan cetakkan berupa kayu dipotong sesuai dengan ukuran tahu dengan menggunakan pisau.
13
Pekerja dalam proses pembuat tahu selalu bersentuhan dengan air dan bahan-bahan kimia, sehingga disinilah perlu ketelitian dalam bekerja agar terhindar kontak langsung antara kulit dengan air kotor (hasil rendaman), dimana cara mengatasinya dengan menggunakan sarung tangan dan sepatu APD yang kondisinya benar-benar selalu kering, untuk mencegah timbulnya penyakit kulit.13
M. Kerangka Teori
Perilaku Pekerja Higiene Perorangan - Riwayat Penyakit Kulit - Riwayat Alergi
Lingkungan Kerja - Kondisi sanitasi - Fasilitas sanitasi - Ketersediaan APD
Host (Pekerja)
Dermatosis
Masa Kerja Sumber : Summamur PK 1996 Gmbr 2.1 Kerangka Teori
14
N. Kerangka Konsep
Variabel Bebas Pemakaian APD Variabel Bebas Higiene Perorangan
Variabel Terikat Dermatosis
Variabel Bebas Masa Kerja Variabel Kendali Riwayat Alergi Gambar 2.2 Kerangka Konsep
O. Hipotesa 1. Ada hubungan antara pemakaian alat pelindung diri dengan kejadian dermatosis pada pekerja sentra industri tahu di Kelurahan Jomblang Kecamatan Candi Sari Kota Semarang. 2. Ada hubungan antara higiene perorangan dengan kejadian dermatosis pada pekerja sentra industri tahu di Kelurahan Jomblang Kecamatan Candi Sari Kota Semarang. 3. Ada hubungan antara masa kerja dengan kejadian dermatosis pada pekerja sentra industri tahu di Kelurahan Jomblang Kecamatan Candi Sari Kota Semarang.
15