DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA - WEBSITE STAFF UI

Download Produk Reaksi Fotokimia dengan Radiasi Sinar UV. 9. 9. 10. 12 ... Beberapa Aplikasi Teknologi AOPs di Berbagai Negara. 4.2.1. ... tahun 197...

0 downloads 485 Views 2MB Size
Modul Kuliah S2

TKA82151 - Pencegahan Pencemaran

Teknologi Radiasi Sinar Ultra-Ungu (UV) dalam Rancang Bangun Proses Oksidasi Lanjut untuk Pencegahan Pencemaran Air dan Fasa Gas

Oleh Dr. Ir. Setijo Bismo, DEA. NIP. 131 611 668

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA Agustus 2006

DAFTAR ISI Halaman 1

Daftar Isi BAB I

BAB II

BAB III

BAB IV

PENDAHULUAN RADIASI UV DAN EMISI CAHAYA

2

1.1. Spektrum Sinar UV dan Cahaya Tampak 1.2. Radiasi Sinar UV, Lapisan Ozon dan Kesehatan Manusia 1.3. Sinar Infra Merah dan Masalah Pemanasan Global

2

DASAR-DASAR TEKNOLOGI RADIASI UV

9

2.1. Sumber Sinar UV dari Energi Listrik 2.2. Sumber Sinar UV dan Teknologi Proses Oksidasi Lanjut (AOPs) 2.3. Fotolisis menggunakan Sinar UV dalam Teknologi AOPs 2.4. Disinfeksi menggunakan Sinar UV 2.5. Efek Fotokimia dari Sinar UV 2.5.1. Fotolisis 2.5.2. Ozonolisis 2.5.3. Homolisis 2.6. Produk Reaksi Fotokimia dengan Radiasi Sinar UV

9

3 6

10 12 15 17 17 17 17 19

METODE PROSES OKSIDASI LANJUT DENGAN RADIASI UV

20

a. b. c. d. e. f.

21

Metode Fotokatalisis Teknologi Radiasi UV Metode UV/O3 Metode UV/H2O2 Metode UV/O3/H2O2 Metode foto-Fenton (UV/H2O2/Fe2+)

22 22 22 23 24

TEKNIK DAN APLIKASI PROSES OKSIDASI LANJUT DENGAN UV

25

4.1. Aspek Penggunaan Lampu Sinar UV 4.2. Beberapa Aplikasi Teknologi AOPs di Berbagai Negara 4.2.1. Pengolahan limbah pada fasa cair 4.2.2. Pengolahan limbah fasa gas

25

DAFTAR PUSTAKA

32

Modul Kuliah TKA82151 - Pencegahan Pencemaran (Teknologi AOPs dengan Radiasi Sinar UV)

27 28 30

[1]

Bab

1

PENDAHULUAN RADIASI UV DAN EMISI CAHAYA

Istilah ultraviolet berarti "melebihi ungu" (dari bahasa Latin ultra, "melebihi"), sedangkan kata ungu merupakan warna panjang gelombang paling pendek dari cahaya dari sinar tampak. Beberapa hewan, termasuk burung, reptil, dan serangga seperti lebah dapat melihat hingga mencapai "hampir UV". Banyak buah-buahan, bunga dan benih terlihat lebih jelas di latar belakang dalam panjang gelombang UV dibandingkan dengan penglihatan warna manusia. 1.1. Spektrum Sinar UV dan Cahaya Tampak Sinar ultra-ungu (seringkali disingkat sebagai UV, akronim dalam Bahasa Inggris dari ultra violet) merupakan bagian dari spektrum sinar (cahaya) tampak. Sumber UV terbesar adalah sebagai gelombang elektromagnetis yang berasal dari radiasi cahaya matahari yang menembus atmosfer dan statosfer sampai ke permukaan bumi ini. Selain berasal dari radiasi sinar matahari, sinar UV juga dapat dihasilkan oleh sumber-sumber cahaya hasil buatan atau pekerjaan manusia (artifisial) dalam kehidupan sehari-hari, seperti: tabung lampu TL (fluorosensi), pengelasan (welding), penempaan dan pelelehan logam (metal forming), dan lain-lain. Kaidah umum dari radiasi gelombang elektromagnetis, adalah bahwa semakin pendek gelombang cahayanya maka akan semakin kuat daya radiasinya. Radiasi UV adalah radiasi elektromagnetis terhadap panjang gelombang yang lebih pendek dari daerah dengan sinar tampak, namun lebih panjang dari sinar-X yang kecil. Secara umum, cahaya dikatakan merambat (bergerak atau berpindah) dari satu tempat ke tempat lainnya dengan kecepatan tertentu, yang disebut sebagai kecepatan rambatan cahaya (= c) dengan frekuensi (= f) dan panjang gelombang (= λ) yang tertentu pula. Hubungan dari ketiganya dapat dinyatakan sebagai:

c = f ⋅λ dengan

(1.1) 10

c : konstanta kecepatan rambat cahaya (2.997925 x 10 cm/sec) f : frekuensi rambatan cahaya λ : panjang gelombang dari jenis sinar tertentu. Modul Kuliah TKA82151 - Pencegahan Pencemaran (Teknologi AOPs dengan Radiasi Sinar UV)

[2]

Skematis posisi spektrum gelombang cahaya tampak, sinar infra merah, sinar ultraungu (ultra violet) dibandingkan radiasi cahaya dan atau gelombang elektromagnetis lainnya, termasuk gelombang-gelobang TV, Radio, dan Radar dapat dilihat pada gambar 1.1. di bawah ini.

Gambar 1.1.

Spektrum cahaya sebagai gelombang elektromagnetis.

Aplikasi sinar UV (ultra-ungu) dalam kehidupan sehari-hari sangat akrab dengan kehidupan manusia, baik di bidang kesehatan, perdagangan, industri, pengolahan limbah, dan lain sebagainya. Dalam teknologi penerapannya, radiasi sinar UV dapat dibagi atas 2 (dua) bagian, yaitu: a. Sinar hampir UV (panjang gelombang: 380 – 200 nm) dan b. Sinar UV vakum (200 – 10 nm). Selain itu juga, ketika mempertimbangkan pengaruh radiasi UV terhadap kesehatan manusia dan lingkungan, maka jarak panjang gelombang dari sinar UV sering dibagi lagi atas: a. Sinar UV-A (dengan panjang gelombang 380 – 315 nm), yang sering juga disebut sebagai "Gelombang Panjang" atau "blacklight"; b. Sinar UV-B (315 – 280 nm), yang sering juga disebut "Gelombang Menengah" Modul Kuliah TKA82151 - Pencegahan Pencemaran (Teknologi AOPs dengan Radiasi Sinar UV)

[3]

(Medium Wave); dan c. Sinar UV-C (280 – 10 nm), juga disebut "Gelombang Pendek" (Short Wave). 1.2. RADIASI SINAR UV, LAPISAN OZON DAN KESEHATAN MANUSIA Di lapisan atmosfir kita, khususnya di dalam stratosfer (lapisan atas atmosfer), lapisan ozon yang melindungi makhluk di bumi dari sengatan sinar UV-B dan UV-C yang relatif berbahaya bagi kehidupan manusia. Konsentrasi ozon tertinggi terdapat di lapisan stratosfer yang berjarak 25 – 30 km. Lapisan ozon berada dalam situasi kritis manakala konsentrasinya turun di bawah 220 Dobson Unit (DU). Hipotesis mengenai rusaknya lapisan ozon akibat gas chlorofluoromethane (atau dikenal juga dengan nama chlorofluorocarbon = CFC) pertama kali disampaikan oleh Rowland dan Molina pada tahun 1974 di Jurnal Nature. Verifikasi kerusakan lapisan ozon ini mencapai puncaknya pada tahun 1985 manakala Farman dan kawan-kawan mempublikasikan hasil pengukuran yang menunjukkan rendahnya konsentrasi ozon di atas antartika di jurnal yang sama. Istilah ozone hole berkembang sejak saat itu. Menyadari bahaya kerusakan lapisan ozon, berbagai negara kemudian bersepakat dalam Konvensi Wina (1985) yang selanjutnya menghasilkan Protokol Montreal (1987) untuk mengurangi emisi gas-gas yang berpotensi merusak lapisan ozon. Dua gas utama yang merusak lapisan ozon adalah gas chlorine yang utamanya berasal dari senyawa CFC dan gas bromine yang utamanya berasal dari senyawa methyl bromide dan halon. Pemerintah Indonesia telah turut meratifikasi Konvensi Wina dan Protokol Montreal berikut amandemen-amandemennya melalui beberapa Keputusan Presiden. Sinar-sinar UV-B dan UV-C merupakan gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang yang pendek, yakni antara 200 - 280 nm (nanometer) untuk UV-C; dan 280 - 320 nm untuk UV B. Panjang gelombang sinar UV yang pendek tersebut berkorelasi dengan tingginya energi yang dibawa sinar ini. Para ahli kesehatan mengungkapkan bahwa manusia yang terpapar sinar UV-B an UV-C dengan intensitas yang tinggi dapat terkena penyakit kanker kulit, katarak mata, hingga penurunan sistem kekebalan tubuh. Sinar ini juga akan mengganggu pertumbuhan tanaman. Intensitas radiasi sinar UV-B dan UV-C juga memiliki kemampuan potensial untuk membunuh plankton yang merupakan santapan ikan. Berurangnya plankton akan berkorelasi langsung dengan keberlangsungan hidup ikan. Skematisasi dan posisi spektrum sinar UV dapat dilihat pada gambar 2.1. di bawa ini. Dapat dilihat pula pada gambar tersebut, bahwa sinar UV memliki banyak kegunaan Modul Kuliah TKA82151 - Pencegahan Pencemaran (Teknologi AOPs dengan Radiasi Sinar UV)

[4]

untuk umat manusia (di bidang kesehatan, industri polimer, dll) bahkan sebaliknya, dapat pula mebahayakan manusia (efek kersinogenik).

Gambar 1.2. Pembagian sinar UV sesuai dengan pengaruhnya terhadap kesehatan manusia.

Sementara itu, sejak diketemukannya fenomena penipisan lapisan ozon, luas daerah yang memiliki konsentrasi ozon kurang dari 220 DU terus membesar. Untuk Tahun 2004, NASA melaporkan bahwa lubang ozon di atas kutub selatan telah mencapai 28 juta km2, yang berarti lebih dari dua kali lipat luas antartika itu sendiri (atau lebih besar dari daratan Amerika Utara). Jika hal ini tidak segera ditanggulangi, tidak tertutup kemungkinan bahwa lubang ozon ini bisa menjadi malapetaka global bagi kehidupan di muka bumi. CFC pada umumnya digunakan di sektor pendingin (refrigerasi), busa, pelarut dan atau pembersih (solvent/cleaner), dan zat pendorong (propellant) seperti pada parfum. Saat ini, pengguna CFC terbesar adalah pada sektor refrigerasi. CFC, seperti R-12 atau Freon 12, masih banyak digunakan pada pendingin udara (AC) kendaraan dan chiller (mesin pendingin udara pada gedung). CFC jenis R-11 juga masih banyak digunakan pada chiller. Masyarakat bisa berperan besar dalam program perlindungan lapisan ozon ini dengan menggunakan produk-produk yang tidak menggunakan CFC. Sementara ini, penggunaan bahan-bahan CFC sebagai bahan kimia tak ramah Modul Kuliah TKA82151 - Pencegahan Pencemaran (Teknologi AOPs dengan Radiasi Sinar UV)

[5]

lingkungan di berbagai daerah di Indonesia, khususnya dalam sektor mesin pendingin, masih terhitung tinggi. Diperkirakan sedikitnya hampir 1000 ton refrigeran atau freon jenis R12 yang mampu melubangi lapisan ozon, masih terus digunakan setiap tahunnya. Yang lebih mengkhawatirkan lagi, bahan penggantinya yang lebih ramah lingkungan dan beredar di berbagai daerah di Indonesia, sebagian besar juga palsu. Bahan perusak ozon lainnya yang juga dilarang adalah CFC-11, CFC-113, CFC-115 yang banyak digunakan dalam industri foam, tembakau, dan aerosol, halon pada pemadam api, dan metilbromida pada pembasmi hama. Sejatinya, bahan pengganti untuk freon CFC R12 yang berbahaya ini sudah ditentukan yakni diganti dengan bahan HFC 134a atau R134a yang lebih ramah lingkungan. Di Indonesia, secara awm dewasa ini sudah diketahui tentang kemasan dan standar penjualan refrigeran HFC 134a, terutama pada tabung kemasannya. Pada tabung kemasan dengan kandungan R134a tertera merek, jenis refrigerant, nama serta alamat pabrik pembuat. Di antara tabung refrigerant R134a yang asli adalah Genetron produksi Honeywell, lalu Klea lansiran ICI, serta Suva keluaran DuPont. Selain itu bisa juga melihat warna tabung, untuk tabung R134a berwarna hijau muda, dan R12 berwarna putih. Dari hasil penelitian ITB dan PT. Dasa Windu Agung yang bergerak dalam bidang koordinator dan pengawasan bahan perusak ozon (BPO) foam dan Mac Sector, diketahui bahwa

di

Indonesia

sedikitnya

ada

915

ton

bahan

klorofluorokarbon

atau

chlorofluorocarbon (CFC) jenis R12 yang biasa digunakan dalam mesin pendingin. Sebagaian besar dari jumlah ini, masih banyak tersebar di daerah-daerah di Indonesia, terutama Indonesia bagian Timur. Di Indonesia, pemerintah sudah melarang dan menghentikan import CFC pada akhir tahun 2007 yang lalu. Karena tidak ada satu pun industri yang menghasilkan CFC di tanah air, maka penghentian import CFC akan menyebabkan kelangkaan CFC di dalam negeri. Hal ini perlu segera diantisipasi oleh para pengguna CFC; antara lain dengan menggunakan bahan-bahan non-CFC dan berbagai teknologi yang tidak menggunakan CFC. Di sisi lain, suatu hasil penelitian yang dipublikasikan dalam Anticancer Research menjelaskan bahwa radiasi sinar UV-B ternyata dapat berguna untuk menekan risiko terjadinya 16 jenis kanker, hal ini dimungkinkan karena adanya proses perangsangan pada produksi vitamin D. Jenis kanker yang dapat dipengaruhi oleh sinar UV-B adalah 6 jenis kanker gastrointestinal, 3 jenis kanker pada wanita, 3 jenis kanker urogenital, 2 jenis kanker limfoma, dan 2 jenis kanker pada traktus digestifus bagian atas.

Modul Kuliah TKA82151 - Pencegahan Pencemaran (Teknologi AOPs dengan Radiasi Sinar UV)

[6]

Pada analisisnya dipelajari usia yang berhubungan dengan rata-rata kematian yang diambil dari 49 negara dengan waktu periode 2 kali, yaitu tahun 1950 – 1969 dan tahun 1970 – 1994. Faktor risiko kanker lainnya juga bersama-sama dianalisis. Hasilnya menunjukkan bahwa merokok berisiko menyebabkan 10 jenis kanker, konsumsi alkohol sebabkan 9 jenis kanker, penduduk urban sebabkan 7 jenis kanker, ras golongan Hispanik sebabkan 6 jenis kanker. Dalam penelitian ini yang penting disampaikan adalah adanya dukungan atau pengaruh vitamin D, dikatakan oleh William Grant. Penelitian terbaru ini ingin menunjukkan bahwa rata-rata kematian di suatu tempat/negara ternyata banyak berhubungan dengan faktor risiko kanker, hal ini dapat dijelaskan sejak faktor UVB disetujui mempengaruhi kondisi kanker. Mereka menjelaskan bahwa terdapat hubungan antara tingginya kadar vitamin D dan rendahnya risiko terjadinya kanker. Dilaporkan oleh dr. Cedric Garland, P.H. bahwa tingginya kadar vitamin D merupakan hal yang sangat berpengaruh menekan risiko terjadinya berbagai jenis kanker, juga dapat bermanfaat mengatasi berbagai faktor risiko yang ada seperti asap rokok dan alkohol. Namun radiasi sinar UV-B tidak selalu dapat mensintesis vitamin D dengan baik, sehingga suplemen vitamin D dapat digunakan untuk tindakan pencegahan dengan dosis 1.000 – 1.500 IU/hari. William Grant, Ph.D. mengatakan asupan vitamin D 1.000 – 1.500 IU perhari dapat menurunkan risiko terjadinya kanker dan risiko kematian hingga 30 – 50 %. Jumlah vitamin D yang didapat dari makanan hanya sekitar 250 – 300 IU per hari. Orang kulit putih bisa mendapatkan vitamin D sebanyak 1500 UI dengan berjemur dibawah sinar matahari selama 20 menit, sedangkan untuk mereka yang berkulit gelap membutuhkan waktu 2 – 4 kali lebih banyak berjemur untuk mendapatkan vitamin D. Hal ini dapat menjelaskan mengapa orang Amerika memiliki insiden kanker yang lebih tinggi serta angka kematian yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan orang kulit putih. Cedric Garland menambahkan, terpaparnya area kulit yang lebih besar akan lebih efektif untuk mendapatkan vitamin D bila dibandingkan dengan menambahkan lamanya waktu terpapar sinar matahari. Lamanya waktu yang baik untuk terpapar sinar matahari hanya sekitar 20 – 30 menit, dan lebih baik saat terpapar melakukan gerakan atau merjalan berkeliling sehingga semua kulit terkena. 1.3. SINAR INFRA MERAH DAN MASALAH PEMANASAN GLOBAL Sinar matahari yang berhasil menerobos atmosfer (setelah sebagiannya langsung Modul Kuliah TKA82151 - Pencegahan Pencemaran (Teknologi AOPs dengan Radiasi Sinar UV)

[7]

dipantulkan oleh atmosfer ke angkasa) sebagian akan dipantulkan oleh permukaan bumi ke atmosfer dan sebagiannya lagi akan diserap oleh permukaan bumi. Terserapnya sinar matahari tersebut akan memanaskan permukaan bumi dan menyebabkan permukaan tersebut mampu memancarkan energi ke atmosfer (berupa sinar infra merah yang memiliki panjang gelombang relatif besar, sekitar 5 – 20 mikrometer). Keberadaan Gas Rumah Kaca (GRK) menyebabkan tidak semua sinar infra merah yang dipancarkan bumi bisa lolos ke angkasa; sebagian besar sinar tersebut diserap oleh GRK dan selanjutnya dipancarkan kembali ke permukaan bumi. Proses tersebut berulang dan menyebabkan kenaikan temperatur bumi. Gas Rumah Kaca (GRK) pada dasarnya berfungsi menjaga temperatur bumi pada tingkat yang seusai untuk kebutuhan makhluk hidup. Ketiadaan, atau berkurangnya GRK akan menyebabkan temperatur di permukaan sebuah planet akan sangat rendah (seperti permukaan Mars yang memiliki temperatur ratarata -50 oC); namun terlalu banyak GRK juga akan menyebabkan kenaikan temperatur (seperti permukaan Venus yang temperatur rata-ratanya 420 °C). Syukur kepada Allah swt bahwa kecukupan GRK di bumi menyebabkan temperatur rata-rata bumi berada pada kisaran yang sesuai untuk kehidupan, yakni sekitar 15 °C (Hamilton, CJ.). Selimut yang terlalu tebal dan rapat menyebabkan ketidaknyamanan. Lonjakan jumlah GRK di atmosfer bumi tidak saja menimbulkan ketidaknyamanan, namun berpotensi menyebabkan bencana global. Dalam Konvensi PBB tentang Perubahan Iklim, beberapa jenis gas telah diidentifikasi sebagai GRK, yakni karbondioksida (CO2), dinitroksida (N2O), metana (CH4), sulfurheksafluorida (SF6), perfluorokarbon (PFCs), dan hidrofluorokarbon (HFCs). Ditinjau dari konsentrasinya, GRK yang dominan adalah CO2, N2O, dan CH4. CO2 umumnya dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil (batubara, BBM, dan gas) di berbagai sektor (industri, transportasi, dan rumah tangga). Kebakaran hutan juga menyumbang produksi CO2 yang sangat besar. CH4 umumnya dihasilkan dari timbunan sampah, perubahan tata guna lahan dan kehutanan, pertanian, dan sektor energi. Sedangkan N2O umumnya dihasilkan dari sektor pertanian (pemanfaatan pupuk dan praktek pertanian). Pemanasan global telah menyebabkan temperatur rata-rata bumi saat ini mengalami kenaikan hingga sebesar 2 oC dibandingkan dengan tahun 1880 (US National Climate Data Center, 2001). Mayoritas ilmuwan saat ini telah bersepakat bahwa pemanasan global tersebut diakibatkan emisi GRK yang dihasilkan dari kegiatan manusia (antropogenik). Efek langsung pemanasan global yang bisa dideteksi secara jelas oleh para ilmuwan adalah mencairnya es di kutub-kutub bumi. Melelehnya es ini akan berdampak langsung terhadap ketinggian muka air laut, kehidupan biota laut, dan bisa mempengaruhi arus laut Modul Kuliah TKA82151 - Pencegahan Pencemaran (Teknologi AOPs dengan Radiasi Sinar UV)

[8]

yang selama ini berfungsi sebagai heat engine untuk daratan Eropa. Indonesia sebagai negara berkembang yang terletak di khatulistiwa, memiliki resiko yang besar akibat pemanasan global. Secara umum, kemampuan ekonomi dan teknologi di negara berkembang belumlah siap menghadapi perubahan yang diakibatkan oleh pemanasan global. Menurut IPCC (Inter Governmental Panel on Climate Change), pada tahun 2030 bisa terjadi kenaikan permukaan air laut sebesar 8 – 29 cm dibandingkan dengan muka air laut saat ini. Bila hal ini terjadi, maka dikhawatirkan Indonesia bisa kehilangan sekitar 2000 pulau-pulau kecil yang secara langsung berdampak pada pengurangan luas wilayah Indonesia (Meiviana dkk., 2004). Peningkatan temperatur permukaan bumi juga dikhawatirkan akan menyebabkan pertanian di negara-negara di sekitar khatulistiwa akan terganggu; dikarenakan terjadinya pergeseran temperatur dari kondisi yang sudah optimal saat ini (Mendelsohn dkk., 2006). Karena pemanasan global terjadi di lapisan troposfer (lapisan atmosfer terdekat dengan kehidupan manusia; tempat terjadinya berbagai fenomena cuaca), maka tidak bisa dipungkiri bahwa pemanasan global juga akan menyebabkan perubahan iklim (climate change). Diprediksikan bahwa perubahan iklim bisa menyebabkan musim kemarau yang semakin panjang serta musim hujan yang semakin pendek periodenya namun dengan peningkatan intensitas curah hujan (Meiviana dkk., 2004). Kedua hal tersebut: musim kemarau yang berkepanjangan serta tingginya curah hujan, sudah dirasakan masyarakat di tanah air. Kemarau panjang menyebabkan kegagalan pertanian dan kekurangan air bersih yang akut di berbagai tempat. Tingginya curah hujan menimbulkan bencana banjir di mana-mana. Beberapa ilmuwan juga mencoba menghubungkan perubahan iklim dengan semakin tingginya frekuensi dan intensitas badai (hurricane) yang terjadi di berbagai wilayah di bumi, utamanya belahan utara dan selatan bumi. Beberapa masalah kesehatan, seperti penyakit malaria dan demam berdarah, juga ditengarai mengalami peningkatan akibat perubahan iklim (Meiviana dkk., 2004). Kenaikan temperatur bisa menyebabkan lebih singkatnya periode pertumbungan nyamuk yang selanjutnya berperan dalam peningkatan wabah malaria dan demam berdarah. Melihat bahaya yang bisa ditimbulkannya, sudah sepantasnya bila warga bumi bersegera melakukan berbagai daya upaya agar gangguan terhadap iklim yang dipicu oleh pemanasan global tidak semakin parah. Berbagai anomali cuaca bisa saja terjadi bila perubahan iklim semakin menjadi. Anomali tersebut menyebabkan manusia akan semakin sulit melakukan prediksi terhadap cuaca, yang selanjutnya akan mempengaruhi dunia penerbangan, kelautan, hingga transportasi darat.

Modul Kuliah TKA82151 - Pencegahan Pencemaran (Teknologi AOPs dengan Radiasi Sinar UV)

[9]

Karena GRK didominasi oleh gas CO2 yang dihasilkan dari proses pembakaran bahan bakar fosil seperti batubara, miyak bumi, dan gas alam, maka masyarakat bisa berperan serta dengan melakukan berbagai penghematan; baik penghematan energi ataupun penghematan penggunaan barang-barang (karena pada dasarnya produksi berbagai barang juga memerlukan suplai energi). Peran pemerintah sangat diperlukan dalam melakukan berbagai regulasi di sektor industri, transportasi, dan rumah tangga untuk menjamin terjadinya pengurangan emisi CO2. Sumber-sumber energi terbarukan yang ramah lingkungan, seperti energi matahari, angin, biofuel, geothermal, biogas, dsb., perlu secepatnya digali dan diimplementasikan.

Modul Kuliah TKA82151 - Pencegahan Pencemaran (Teknologi AOPs dengan Radiasi Sinar UV)

[10]

Bab

2

DASAR-DASAR Teknologi RADIASI UV

Di dunia ini tidak ada sumber sinar UV yang murni dan sangat spesifik, termasuk juga dari sumber sinar matahari sebagai sumber yang terbesar sekalipun. Secara alamiah, hal ini dapat terjadi karena pada dasarnya cahaya sebagai gelombang elektromagnetis itu sangat kompleks spektrum warna dan jenis cahayanya, yang sering disebut sebagai spektrum monokromatis. 2.1. SUMBER SINAR UV DARI ENERGI LISTRIK Saat ini, sudah banyak sekali digunakan sumber-sumber radiasi sinar UV yang berasal dari konversi energi listrik, yang umumnya berupa lampu pijar (mercury atau raksa) dan lampu TL. Skematis dari konversi energi listrik menjadi sinar UV dan atau sinar lainnya adalah seperti pada gambar 3 di bawah ini.

Gambar 2.1. Skematisasi produksi sinar-sinar UV dan lainnya dari energi listrik.

Dari gambar 2.1. di atas dapat diperkirakan bahwa persentase produksi total sinar UV (UV-A, UV-B, dan UV-C), dari konversi energi listri seperti sistem di atas, adalah sekitar 28 %. Sedangkan porsi yang lebih rendah adalah untuk produksi cahaya tampak (visible), yaitu 21 %. Porsi lainnya, yang lebih besar dari sinar UV, adalah untuk produksi sinar-sinar infra-merah (dalam bahasa Inggris, disebut sebagai IR kependekan dari inframerah) secara keseluruhan, yaitu sebesar 34 %. Sisanya, dalam porsi yang paling kecil, dapat disebut sebagai kehilangan daya (karena inefisiensi) atau konversi energi listrik menjadi konveksi panas (histerisis). Sumber atau lampu-lampu UV yang paling banyak dipakai saat ini, dapat dibagi dalam 2 jenis, yaitu: Modul Kuliah TKA82151 - Pencegahan Pencemaran (Teknologi AOPs dengan Radiasi Sinar UV)

[11]

a. Lampu raksa (mercury) tekanan rendal (Hg-LP Lamp) b. Lampu raksa tenan menengah (Hg-MP Lamp). Sebagai ilustrasi, di bawah ini disajikan spektrum kerapatan radiasi (radiation density) dan intensitas radiasi (radiation intensity) dari suatu lampu Hg-MP (gambar 4). Dapat dilihat, dari gambar tersebut, bahwa radiasi tertinggi adalah untuk sinar-sinar yang memiliki panjang gelombang 365 nm dan 313 nm.

Gambar 2.2. Spektrum kerapatan radiasi dan intensitas radiasi dari lampu Hg-MP. Aplikasi di laboratorium yang mengimplementasikan fenomena absorpsi cahaya sinar UV-tampak (UV-vis) adalah contoh lain yang sering kita lihat sehari-hari. Spektroskopi UV-tampak atau UV-visibe (UV = 200 – 400 nm, sedangkan viisible = 400 – 800 nm) berhubungan dengan eksitasi elektronik antara beberapa tingkat energi dari orbital molekul dari sistem senyawa yang dianalisis. Secara khusus, keadaan-keadaan transisi yang berhubungan dengan elektron-elektron pada orbital p dan elektron-elektron tak berpasangan (lone pair, n = non-bonding) merupakan fenomena yang penting, sehingga spektroskopi UV-vis banyak digunakan untuk identifikasi sistem-sistem terkonjugasi yang cenderung memiliki fenomena absorpsi lebih kuat terhadap sinar UVvis. Dalam hal sistem terkonjugasi tersebut, energi transisi terrendah adalah antara orbital molekul yang paling penuh (HOMO, highest occupied molecular orbital) dan Modul Kuliah TKA82151 - Pencegahan Pencemaran (Teknologi AOPs dengan Radiasi Sinar UV)

[12]

orbital yang paling renggang (LUMO, lowest unoccupied molecular orbital) dalam keadaan dasar (ground state). Selanjutnya, absorpsi dari radiasi EM mengeksitasi sebuah elektron menuju LUMO sedemikian rupa sehingga terbentuk suatu keadaan tereksitasi. Makin tinggi sistem tersebut terkonjugasi, makin kecil jarak (gap) antara HOMO-LUMO, DE, dan hal ini berarti frekuensinya lebih rendah atau panjang gelombangnya menjadi lebih besar. Warna-warna yang kita lihat dalam tinta, zat pewarna (dye), bunga, dan lain sebagainya adalah merupakan bentuk terkonjugasi dari molekul-molekul organik di dalamnya. Unit molekul yang bertanggung-jawab terhadadap peristiwa absorpsi cahaya (termasuk UV-vis) tadi disebut sebagai chromophore, yang umumnya berlaku untuk *

*

bentuk-bentuk sistem gugus fungsi C=C ( p ke p ) dan C=O ( n ke p ).

Gambar 2.3. Sistem tereksitasi pada HOMO menuju LUMO.

Tabel 2.1. di bawah ini menyajikan beberapa data tentang “poliena” (polyenes) dan sekaligus memberikan penjelasan tentang meningkatnya absorbansi panjang gelombang yang bertambah besar (yang diwakili oleh I max dalam nanometer, yaitu intensitas absorbansi pada panjang gelombang tertentu), karena sistem molekul terkonjugasi yang tereksitasi telah bergeser dari keadaan dasar (yang diwaklili oleh energi eksitasi emax , yaitu perubahan energi karena tereksitasi relatif terhadap keadaan dasar).

Modul Kuliah TKA82151 - Pencegahan Pencemaran (Teknologi AOPs dengan Radiasi Sinar UV)

[13]

Tabel 2.1. Hubungan absorbansi dan energi eksitasi pada poliena.

H(CH=CH)nH

I max

emax

(nm)

1

170

15,000

2

217

21,000

3

258

35,000

Terminology atau peristilahan yang dipakai dalam analisis laboratorium yang menggunakan teknologi sinar UV dan atau UV-vis, beberapa di antaranya disajikan pada tabel berikut ini.

Istilah

Arti

Absorbansi

Simbol A . Sejumlah radiasi cahaya yang diabsorbsi oleh suatu molekul (organik atau anorganik)

Pita (Band)

Istilah yang menjelaskan tentang absorpsi UVvis yang umumnya lebar spektrum-nya

Chromophore

Unit struktur yang mengalami absorpsi radiasi cahaya

Absorpsivitas molar

Simbol e . Yaitu absorbansi dari suatu sampel (contoh) dalam molar untuk tabung cuvet (cell) berukuran 1 cm

Koefisien kehilangan

Istilah alternatif dari absorpsivitas molar

Panjang sel (path length)

Simbol l . Panjang atau lebal cell (cuvet)

Hukum Beer-Lamber

A = e ⋅ c ⋅ l . Hukum yang menyatakan korelasi antara konsentrasi ( c ≡ mol per liter) dengan panjang sel cuvet

I max

Panjang gelombang pada absorbansi maksimum

emax

Absorbansi molar pada I max

HOMO

Highest Occupied Molecular Orbital

LUMO

Lowest Unoccupied Molecular Orbital

Modul Kuliah TKA82151 - Pencegahan Pencemaran (Teknologi AOPs dengan Radiasi Sinar UV)

[14]

2.2. SUMBER SINAR UV DAN TEKNOLOGI PROSES OKSIDASI LANJUT (AOPS) Dewasa ini, penggunaan teknologi proses oksidasi lanjut atau yang sekarang dikenal dengan Advanced Oxidation Processes (AOPs) mendapat porsi perhatian cukup besar. Lebih jauh lagi, dengan aplikasi teknologi jenis terbaru ini, sistem AOPs ini dapat menguraikan serta membersihkan senyawa-senyawa organik yang selama ini sulit (persistent) atau tidak dapat diuraikan dengan metode mikrobiologi atau membrane filtration. Selain itu juga, teknologi ini dapat diaplikasikan tidak hanya untuk mengolah limbah cair hasil industri, namun dapat juga dipergunakan untuk mengolah air minum atau air bersih. Teknologi AOPs adalah satu atau kombinasi dari beberapa proses seperti ozon (O3), hidrogen peroksida (H2O2), radiasi sinar UV, titaniumoksida (TiO2-photocatalyst), sonolisis (radiasi ultasonik), juga beberapa proses lainnya yang dapat menghasilkan radikal hidroksil (OH●). Radikal OH adalah spesies aktif yang memiliki potensial oksidasi relatif paling tinggi, yaitu sekitar 2.8 V, lebih besar dari ozon yang memiliki potensial oksidasi sebesar 2.07 V. Hal ini membuat OH sangat mudah bereaksi dengan senyawasenyawa lain yang ada di sekitarnya. Saat ini, metode kombinasi dari O3, H2O2, dan UV merupakan metode terapan yang paling banyak diteliti serta dicoba untuk mengolah berbagai jenis limbah cair. Diikuti selanjutnya dengan metode fotokatalisis dan reaksi fenton. Sedangkan metode lain seperti sonolysis, electron beam juga electrical discharges, kebanyakan masih dalam tahap proses penelitian. Karakteristik dari OH, sesuai dengan namanya adalah spesi aktif yang memiliki sifat radikal, yaitu spesi khas yang mudah bereaksi dengan senyawa apa saja tanpa terkecuali. Di dalam air, radikal OH ini bereaksi dengan reaktivitas tinggi dengan senyawa-senyawa yang ada di sekitarnya. Reaksi antara sesama radikal OH, seperti penjelasan di atas, sangat mudah terjadi secara spontan, dan dari reaksi ini didapatkan senyawa peroksida H2O2. Waktu paruh dari OH merupakan fungsi dari konsentrasinya. Sebagai contoh, untuk OH yang berkonsentrasi 1 µM, waktu paruhnya adalah sekitar 200 µs. Karena sifatnya yang sangat reaksif, radikal OH juga dengan mudah bereaksi dengan senyawa-senyawa organik, non-organik, ataupun ion-ion logam (seperti Fe dan Mn). Laju reaksi OH dengan senyawa organik, non-organik ataupun dengan ion-ion logam sangat bergantung juga terhadap karakteristik senyawa-senyawa tersebut sebagai akseptor oksigen/ozon/OH, yang umumnya berkisar pada harga sekitar 107 ~ 1,010 M-1s-1. Berbeda dengan reaksi seperti disebutkan di atas, dalam hal ini waktu paruh dari OH tidak Modul Kuliah TKA82151 - Pencegahan Pencemaran (Teknologi AOPs dengan Radiasi Sinar UV)

[15]

bergantung pada konsentrasinya. Sebagai contoh, ambil laju reaksi degradasinya adalah 10-9 M-1s-1 dan konsentrasi senyawa organik yang dapakai adalah 10 mM. Maka waktu parus dari OH adalah sekitar 70 ns, dan hal ini ternyata tidak bergantung kepada konsentrasi senyawa yang dioksidasi. Dalam hal ini, sejumlah radikal OH yang terbentuk maka dalam waktu yang sangat singkat (spontan) akan bereaksi dengan senyawa-senyawa di sekitarnya (senyawa-senyawa organik dan anorganik). Di Jepang, sejak diterapkannya perundang-undangan tentang dioksin dan sejenisnya (Januari 2001), pengolahan limbah cair terpusat pada limbah cair dari tempat pembakaran sampah (domestik dan industri). Di mana dioksin banyak dihasilkan dari akibat pembakaran sampah (terutama sampah jenis plastik) yang tidak sempurna. Perlu kita ketahui bahwa hampir dari 70 persen sampah di Jepang diproses dengan cara dibakar (Kementerian Lingkungan Hidup, 1996). Untuk menguraikan dioksin ini metode AOPs banyak dipergunakan, di antaranya O3/UV dan O3/H2O2. Dengan mempergunakan O3/UV, kandungan dioksin dapat diuraikan hingga 90 persen di mana sebagai sumber sinar UV dipergunakan lampu dari jenis low voltage mercury lamp (seperti dijelaskan pada gambar 3.) yang didapati lebih efektif dibandingkan dengan high-voltage mercury lamp (Daito, 2000). Dari hasil penelitian-penelitian yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa perbandingan penggunaan dari O3/UV dan O3/H2O2 adalah, O3/UV lebih efektif untuk menguraikan jenis senyawa dioksin yang mengandung unsur Cl lebih banyak. Sedangkan O3/H2O2 efektif untuk jenis senyawa dioksin yang mengandung unsur Cl lebih sedikit. Contoh lain dari aplikasi teknologi AOPs, adalah pengolahan limbah cair dari berbagai industri tekstil yang banyak mengandung zat pewarna (dye). Dalam proses pengolahan tersebut, banyak dipergunakan metode-metode kombinasi berupa UV/H2O2, Fenton’s Method, O3/UV, serta TiO2/UV (Sugimoto, 2000). Secara umum, kombinasi UV/H2O2 merupakan metode yang paling efektif untuk penyisihan zat pewarna ini. Sedangkan untuk limbah cair industri lainnya, selain zat pewarna, dapat dipergunakan metode UV/H2O2, Metode Fenton, dan O3/H2O2. Untuk menguraikan limbah atau senyawa asam p-hidroksiphenilasetat dalam air limbah yang banyak didapatkan dari industri agrokultur, maka kombinasi dari Metode Fenton’s/UV adalah metode yang paling efektif (Sarria, 2001). Untuk limbah cair dari penggunaan pestisida di bidang pertanian, maka metode AOPs akan menjadi sangat efektif untuk diterapkan. Sebagai contoh, untuk penguraian senyawa atrazine dapat dipergunakan kombinasi metode-metode O3/H2O2, O3/UV dan UV/H2O2. Dari aplikasi tersebut, metode O3/H2O2 merupakan metode yang lebih efektif dibandingkan dengan yang metode lainnya (Acero, 2001). Untuk penguraian senyawa Modul Kuliah TKA82151 - Pencegahan Pencemaran (Teknologi AOPs dengan Radiasi Sinar UV)

[16]

asam 2-4-dikhlorophenoksiasetat dipergunakan UV/H2O2 (Alfano, 2001). Senyawasenyawa simazine (Kruithof, 2000), dan trikhloroetilena (Shiotani, 2001) dapat diuraikan mendekati 100 persen dengan mempergunakan metode O3/H2O2 atau UV/H2O2. Sedangkan untuk menguraikan asam-asam mono dan trikhloroasetat dalam air minum, dapat dipergunakan kombinasi dari serbuk katalis TiO2 dan radiasi UV (Sun, 2000). 2.3. FOTOLISIS MENGGUNAKAN SINAR UV DALAM TEKNOLOGI AOPS Fotolisis merupakan suatu interaksi dan atau reaksi intensif antara energi cahaya (yang disebut sebagai energi foton) dengan molekul-molekul di sekitarnya, yang menghasilkan degradasi molekul-molekul tersebut menjadi senyawa-senyawa lain yang lebih kecil. Energi foton, disimbolkan sebagai E, merupakan paket-paket energi kecil (tiny energy packets) yang besarnya sebanding dengan kecepatan rambat cahaya (= c) dan berbanding terbalik dengan panjang gelombangnya (= λ). Relasinya adalah sebagai berikut:

E =

h⋅c

λ

(2.1)

dengan h : konstanta planck. Dalam peristiwa fotolisis ini, jika absorpsi energi foton oleh suatu molekul atau spesi (radikal) digunakan untuk mendegradasi atau mendisosiasi molekul tersebut, maka energi foton yang diabsorpsi harus lebih besar darpada energi ikatan yang akan diputuskan. Hal ini berarti bahwa panjang gelombang, dari energi foton yang paling sesuai untuk reaksi-reaksi fotolisis, adalah bila sinar yang digunakan sebagai sinar UV (antara 10 – 380 nm). Senyawa-senyawa yang mengabsorpsi sinar UV dan memiliki perolehan kuantum yang tinggi (untuk fotolisis) adalah merupakan kandidat yang baik untuk dapat didegradasi secara fotokatalitisk. Contoh dari senyawa-senyawa golongan ini adalah: NDMA (N-nitrosodimetilamina) dan berbagai senyawa khloro-alkena dan khloro-aromatis (fenil atau senyawa aromatis yang terkhlorinasi), seperti: TCE dan PCP. Gambar 2.3. di bawah ini menjelaskan secara visual tentang spektra absorpsi UV dari beberapa senyawa yang terdapat dalam polutan air tanah. Dari gambar 2.3. di atas tersebut, dapat disimpulkan bahwa senyawa-senyawa organik polutan yang terdapat dala air tanah itu memiliki karakteristik yang berbeda-beda dalam mengabsorpsi energi foton, yaitu: Modul Kuliah TKA82151 - Pencegahan Pencemaran (Teknologi AOPs dengan Radiasi Sinar UV)

[17]

a. Senyawa PCP (pentachlorophenol) mengabsorpsi energi foton pada panjang gelombang 220 nm, b. Senyawa Benzena dan TCA menyerap energi foton pada 200 nm (atu kurang sedikit), c. Senyawa NDMA mengabsorpsi energi foton pada 235 nm.

Gambar 2.3. Spektra absorpsi UV dari beberapa senyawa organik sebagai polutan air tanah.

Modul Kuliah TKA82151 - Pencegahan Pencemaran (Teknologi AOPs dengan Radiasi Sinar UV)

[18]

Berikutnya, pada tabel-tabel 2.1. dan 2.2. di bawah ini, diberikan data-data dasar dari chromophore (radikal, spesi atau pun gugus fungsi) yang dapat mengarbsorpsi energi foton sinar UV. Tabel 2.1. Absorpsi UV dari beberapa Chromophore sederhana.

Modul Kuliah TKA82151 - Pencegahan Pencemaran (Teknologi AOPs dengan Radiasi Sinar UV)

[19]

Tabel 2.2. Absorpsi UV dari beberapa Chromophore sederhana.

2.4. Disinfeksi menggunakan Sinar UV Disinfeksi merupakan suatu interaksi intensif antara energi (yang disebut sebagai energi foton) cahaya sinar UV dengan sel hidup sederhana , asam nukleat (DNA), atau pun protein yang ada di sekitarnya, yang hasilnya adalah kerusakan permanen dari sel-sel atau senyawaan-senyawaan tersebut. Dari proses perusakan ini, dapat disimpulkan bahwa panjang gelombang optimum yang paling memungkinkan adalah pada λ = 254 nm (gambar 2.4). Lampu UV dengan panjang gelombang 254 nm ini dapat dijumpai dengan mudah di pasaran, dikenal sebagai lampu UV-C atau UV-germisida. Modul Kuliah TKA82151 - Pencegahan Pencemaran (Teknologi AOPs dengan Radiasi Sinar UV)

[20]

Gambar 2.4. Panjang gelombang optimum 254 nm untuk disinfeksi. Secara umum, posisi dari panjang gelombang sinar UV-C yang paling efektif untuk digunakan dalam proses disinfeksi dapat dilihat pada gambar 2.5. di bawah ini. Dalam hal ini, jenis lampu UV-C germisida yang paling baik digunakan adalah dari jenis lampu HgLP.

Gambar 2.5. Posisi panjang gelombang sinar UV-C yang efektif untuk disinfeksi.

Modul Kuliah TKA82151 - Pencegahan Pencemaran (Teknologi AOPs dengan Radiasi Sinar UV)

[21]

2.5. EFEK FOTOKIMIA DARI SINAR UV Seperti telah dijelaskan di atas, bahwa radiasi sinar jenis UV (dengan panjang gelombang dari 10 – 380 nm) memiliki kemampuan dalam melakukan fotolisis. Dalam hal terjadi proses degradasi atau peluruhan senyawa-senyawa polutan dalam air tanah atau pun pada fasa gas, maka dikenal istilah-istilah yang dijelaskan pada sub-paragraf 2.5. berikut ini. 2.5.1. FOTOLISIS Merupakan proses transformasi kimia (fotokimia) yang berlangsung dengan bantuan radiasi sinar UV. Secara khusus, yang dimaksudkan dengan fotolisis disini adalah proses pemutusan ikatan dari suatu senyawa organik dengan bantuan energi foton sinar UV yang sesuai (lihal tabel-tabel 1 dan 2). Sebagai contoh, reaksi fotolisis langsung (direct photolysis) yang terlibat disini dapat digambarkan secara skematis sebagai berikut: hυ R1 − R2 ⎯⎯ → R1• + R2•

2.5.2. OZONOLISIS Merupakan proses transformasi kimia (fotokimia) yang menghasilkan senyawa ozon dan radikal oksidator turunannya, berlangsung dengan bantuan radiasi sinar UV. Secara khusus, yang dimaksudkan dengan ozonolisis disini dapat berlangsung dengan 2 (dua) tahap reaksi berantai yang menghasilkan radikal oksidator kuat ( O• ), yaitu: a. Aktivasi/eksitasi O2 di udara:

hυ 3 O2 ⎯⎯ → 2 O3

b. Fotolisis/homolisis dari O3:

hυ O3 ⎯⎯ → 3O•

2.5.3. HOMOLISIS Merupakan proses transformasi kimia (fotokimia) pada pelarut atau fasa homogennya (biasanya H2O), yang secara umum menghasilkan senyawa atau radikal hidroksil ( OH • ) dan atau turunannya yang bersifat sebagai oksidator kuat dan sangat reaktif, yaitu: a. Fotolisis/homolisis H2O:

hυ H 2O ⎯⎯ → OH • + H •

b. Fotolisis/homolisis dari peroksida (air):

hυ H 2O2 ⎯⎯ → 2 OH •

Pada tahap homolisis air, perolehan (yield) dari proses fotolisis ini sangat bergantung pada panjang gelombang (λ) sinar UV yang digunakan. Dari gambar 8 di bawah ini, ditunjukkan bahwa perolehan homolisis H2O semakin menurun sepanjang Modul Kuliah TKA82151 - Pencegahan Pencemaran (Teknologi AOPs dengan Radiasi Sinar UV)

[22]

digunakan λ yang semakin menurun. Fenomena yang mirip juga terjadi untuk homolisis yang berasal dari hidrogen peroksida (H2O2), yaitu semakin menurun dengan semakin besarnya λ yang digunakan (gambar 9.). Namun, sangat berlainan dengan peristiwa yang terjadi pada H2O dan H2O2 tersebut, ternyata fotolisis pada ozon (disingkat sebagai O3/UV) berada pada titik optimum pada saat digunakan panjang gelombang sebesar 254 nanometer, yaitu panjang gelombang sinar UV jenis germisida.

Gambar 2.6. Perolehan homolisis pada H2O sebagai fungsi dari panjang gelombang.

Gambar 2.7. Perolehan homolisis pada H2O2 dan Ozon sebagai fungsi dari panjang gelombang.

Modul Kuliah TKA82151 - Pencegahan Pencemaran (Teknologi AOPs dengan Radiasi Sinar UV)

[23]

2.6. PRODUK REAKSI FOTOKIMIA DENGAN RADIASI SINAR UV Reaksi-reaksi fotolisis, yaitu reaksi fotokimia yang berlangsung dengan bantuan sinar UV, umumnya menghasilkan produk berupa ion atau radikal yang dapat digunakan lebih jauh untuk reaksi-reaksi degradasi (penyisihan) polutan atau pencemar dalam media yang dimaksudkan, yaitu fasa cair ataupun fasa gas. Sifat dari reaksi fotokimia tersebut umumnya sangat khas dan dapat berlangsung pada rentang panjang gelombang yang khas pula, termasuk juga media reaksinya, baik dalam fasa cair ataupun dalam fasa gas. Secara sistematis, produk-produk reaksi fotokimia dari beberapa prekursor fotolisis, disenaraikan pada tabel 3. di bawah ini. Tabel 2.3. Produk-produk dari reaksi fotokimia dalam fasa media yang khas. Fotokimia

Produk

λ (nm)

Fasa Media

Fotolisis H2O

OH •

170 – 200

Cair

Fotolisis H2O2

OH •

190 – 240

Cair

Fotolisis/disosiasi O3

O•

240 – 280

Gas

Reduksi Fe3+

Fe2+

360 – 450

Cair

Fotokatalis TiO2

TiO2 (e+h)

< 3800

Gas/Cair

Pembentukan O3 dari O2

O3

170 – 200

Gas

Modul Kuliah TKA82151 - Pencegahan Pencemaran (Teknologi AOPs dengan Radiasi Sinar UV)

[24]

Bab

3

METODE PROSES OKSIDASI LANJUT DENGAN RADIASI UV

Secara definisi umum, Teknologi Proses Oksidasi Lanjut (disingkat sebagai AOPs) adalah gabungan atau kombinasi dari beberapa proses seperti ozon (O3), hidrogen peroksida (H2O2), radiasi sinar UV, dan titaniumoksida (TiO2-photocatalyst) yang difokuskan untuk dapat menghasilkan radikal hidroksil (dapat ditulis sebagai °OH atau OH●) sebagai sumber oksidator kuat sekaligus akselerator proses penyisihan kontaminan (polutan) dalam limbah, baik dalam bentuk fasa cair maupun fasa gas. Pemilihan radikal OH yang berperan sebagai oksidator kuat, adalah karena spesies aktif ini memiliki potensial oksidasi relatif paling tinggi, yaitu sekitar 2.8 V. Potensial oksidasi radikal OH lebih besar dari ozon (2.07 V). Potensial oksidasi yang besar ini dapat membuat radikal OH sangat mudah mengoksidasi senyawa-senyawa reduktor lain yang ada di sekitarnya (Ruppert and Bauer, 1994, Andreozzi et al., 2000). Dewasa ini, metode-metode AOPs dengan kombinasi dari O3, H2O2, dan UV merupakan metode terapan yang paling banyak diteliti serta dicoba untuk mengolah berbagai jenis limbah cair maupun gas. Skematisasi dari metode-metode AOPs tersebut adalah sebagai berikut:

H2O2/Fe2+ UV/H2O2

O3/H2O2 UV/H2O2/Fe2+

UV/O3

OH •

Radiasi UV

Fotokatalisis Peroksidasi

UV/O3/H2O2

Ozonasi Katalitik Ozonasi

Peroksidasi Katalitik Gambar 10. Skematis Teknologi AOPs dan Kombinasi Prosesnya.

Modul Kuliah TKA82151 - Pencegahan Pencemaran (Teknologi AOPs dengan Radiasi Sinar UV)

[25]

Dari skema AOPs tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa “Teknologi Radiasi Sinar UV” ternyata memegang peranan yang dominan, sekaligus sebagai sumber alternatif predominan, dalam proses-proses penyisihan limbah ataupun proses pencegahan pencemaran dengan Teknologi AOPs. Sebagai ilustrasi dalam skala laboratorium, berikut ini disajikan set-up peralatan yang sering digunakan untuk melakukan penelitian tentang proses-proses pengolahan dengan menggunakan metode AOPs.

Gambar 11. Set-up peralatan untuk penelitian AOPs di Laboratorium.

Keempat jenis teknologi AOPs konvensional, ditambah dengan alternatif sistemsistem terbaru yang disebut peroxone (UV/O3/H2O2) dan sistem Foto-Fenton (UV/H2O2/Fe2+), yang semuanya intensif melibatkan radiasi UV adalah: a. Metode Fotokatalisis, yang pada prinsipnya menggunakan katalis TiO2 (titania) dalam fasa anatase, dalam bentuk serbuk nanopartikel, yang diaplikasikan sebagai fasa padatan (heterogen) baik terhadap fasa kontinyu cairan ataupun fasa gas. Teknologi fotokatalisis ini memanfaatkan sifat-sifat semikonduktor yang dimiliki oleh TiO2, yaitu sisi/bagian yang berperan sebagai penyedia elektron (bermuatan negatif, bersifat mereduksi) dan sisi lainnya sebagai hole (tempat yang kehilangan atau kekurangan Modul Kuliah TKA82151 - Pencegahan Pencemaran (Teknologi AOPs dengan Radiasi Sinar UV)

[26]

elektron, bermuatan positif dan bersifat sebagai oksidator). Fenomena pembentukan elektron-hole ini dapat terjadi karena dipicu oleh keberadaan radiasi sinar UV (terutama radiasi sinar UV-A), termasuk juga radiasi UV sinar tampak dan sinar monokhromatis lainnya. b. Teknologi Radiasi UV, yang pada dasarnya memanfaatkan kekuatan ataupun keistimewaan dari radiasi sinar UV, mulai dari panjang gelombang 10 nm sampai 380 nm. Namun, sampai saat ini, jenis radiasi UV-A (dengan panjang gelombang 315 – 380 nm) yang masih paling banyak mendominasi teknologi aplikasi AOPs. Di sisi lain, radiasi sinar UV-C (panjang gelombang 10 – 280 nm) lebih banyak digunakan dalam bidang kesehatan dan dunia kedokteran. Pada kenyataannya, efektifitas radiasi UV ini memiliki banyak kendala dalam aplikasinya terutama dalam hal “efektifitas radiasi foton pada media non-transparan” (daya tembus cahayanya) dan reaktivitasnya yang paling rendah di antara teknologi AOPs lainny, sehingga sangat jarang Teknologi Radiasi UV diaplikasikan sendirian tanpa dikombinasikan dengan teknologi AOPs lainnya. c. Metode UV/O3, diaplikasikan secara sinergis dengan prekursor ozon (O3) karena peranan radiasi sinar UV-C (khususnya pada panjang gelombang 184 nm) yang berperan dalam memicu pembentukan (penggenerasian) ozon, terutama pada fasa cair. Sampai saat ini, aplikasi teknologi AOPs ini masih relatif sempit, yaitu terbatas pada proses disinfeksi dan purifikasi air minum (tertiary treatment). Kemampuan disinfeksi dari teknologi UV/O3 ini bergantung pada konsentasi (dosis) ozone, intensitas UV dan waktu kontaknya (CT). Sistem UV/O3 ini mampu mengoksidasi senyawa-senyawa organik dengan sangat cepat (instantaneous) tanpa meninggalkan residu disinfektan (ozon) seperti yang terjadi pada sistem disinfektan khlorin (Cl2, ClO2, HOCl) yang masih banyak digunakan oleh PDAM di Indonesia sampai saat ini. Beberapa hal yang diusulkan untuk sistem teknologi UV/O3 ini, di antaranya adalah: •

Penggunaan desikator pengering udara (air dryer deccicant) sebagai pengganti sistem pasokan udara dari generator ozon (ozonator),



Dosis ozon dapat ditingkatkan dengan cara menaikkan laju alir udara yang masuk ke ozonator,



Mengoptimalkan sistem vakum dalam injektor venturi,



Dapat juga, digunakan generator oksigen sebagai pemasok O2 ke dalam ozonator. Namun, opsi ini perlu dipertimbangkan karena investasinya yang cukup mahal.

d. Metode UV/H2O2, merupakan perbaikan kinerja (enhancement) dari metode fotolisis Modul Kuliah TKA82151 - Pencegahan Pencemaran (Teknologi AOPs dengan Radiasi Sinar UV)

[27]

langsung menggunakan radiasi sinar UV. Dalam hal solusi alternatif dari penggunaan oksidator kuat di lapangan, metode UV/H2O2 ini hampir sebanding dengan sistem teknologi UV/O3 seperti telah disebutkan di atas. Teknologi AOPs ini cukup efektif untuk pengolahan-pengolahan dan penyisihan kontaminan-kontaminan jenis EDCs (endocrine disrupting contaminants), yang umumnya beracun dan mampu menghasilkan produk-produk samping yang bersifat estrogenik. Evaluasi dari sistem pengolahan seperti ini bisanya dilakukan dengan metode kimia analitis dan diikuti dengan perubahan-perubahan pengukuran atau analisis pada aktivitas estrogenik dengan menggunakan metode-metode analisi yang berbasis in vitro dan in vivo. e.

Metode UV/O3/H2O2 sebagai teknologi alternatif dan pengembangan lebih lanjut dari metode-metode UV/O3 dan UV/H2O2. Teknologi AOPs ini dikembangkan untuk mendapatkan konsentrasi atau jumlah radikal hidroksil (OH●) yang cepat dan nonselektif untuk pengolahan dan penyisihan kontaminan-kontaminan yang sangat sulit diolah (persistent), termasuk juga polutan-polutan dari jenis EDCs (endocrine disrupting contaminants).

Gambar 11. Skematis peralatan untuk penelitian AOPs di Laboratorium. 1. 2. 3. 4. 5. 6 7.

Generator Ooksigen Generator Ozon Mass Flow Controller Spektrofotometer UV-Vis Larutan KI (Penangkap Ozon) Switch Valve Pressure Gauge

8. 9. 10. 11. 12. 13.

Inlet Ozon Outlet Ozon Sinar UV Reaktor UV/O3 Semibatch Sampling Port Water Bath

Modul Kuliah TKA82151 - Pencegahan Pencemaran (Teknologi AOPs dengan Radiasi Sinar UV)

[28]

Zat-zat oksidator, H2O2 dan O3 ditambahkan ke dalam badan cairan yang akan diolah, dan kemudian diaktivasi dengan energi foton radiasi sinar UV sehingga secara spontan segera menghasilkan radikal hidroksil (OH●), dengan skema reaksi sebagai berikut: UV O3 + H 2O 2 + hυ ⎯⎯→ 2OH • + 3O•

Radikal-radikal hidroksil (OH●) dan oksigen-nascendi (O●) bereaksi secara spontan dengan kontaminan ataupun polutan terlarut, yang langsung menginisiasi rekasi oksidasi berantai sampai bereaksi atau teroksidasi secara sempurna (termineralisasi) menghasilkan CO2 (dijumpai dalam bentuk asam karbonat) dan O2.

Gambar 11. Skematis peralatan untuk penelitian AOPs di Laboratorium. 1. 2. 3. 4. 5. 6 7.

f.

Generator Ooksigen Generator Ozon Mass Flow Controller Spektrofotometer UV-Vis Larutan KI (Penangkap Ozon) Switch Valve Pressure Gauge

8. 9. 10. 11. 12. 13.

Inlet Ozon Outlet Ozon Sinar UV Reaktor UV/O3 Semibatch Sampling Port Water Bath

Metode foto-Fenton (UV/H2O2/Fe2+), merupakan pengembangan dari metode

Modul Kuliah TKA82151 - Pencegahan Pencemaran (Teknologi AOPs dengan Radiasi Sinar UV)

[29]

Fenton yang dipicu aktifitasnya oleh energi foton sinar UV. Dewasa ini, metodemetode terkini seperti Fenton (H2O2/Fe2+) dan foto-Fenton (UV/H2O2/Fe2+) ini juga sudah terbukti efektivitasnya juga keekonomisannya sebagai teknologi AOPs untuk detoksifikasi dan degradasi (penyisihan) berbagai jenis senyawa organik (Lin et al., 2000). Selain itu juga, bebrbagai studi penelitian menggunakan reagen-reagen Fenton telah menunjukkan keampuhannya dalam mengoksidasi pestisida (Huston and Pignatello, 1999), senyawa phenolic (Kwon et al., 1999, Kiwi et al., 1994, Wang et al.,1999), senyawa aromatik (Casero et al., 1997, Chen et al.,1997), pewarna atau dye (Li et al., 1999), surfactants (Lin et al.,1998) dan PCBs (polychlorinated biphenyls) (Sedlak et al., 1991). Yang dimaksud dengan reagent Fenton (Fenton’s reagents) adalah suatu campuran antara peroksida H2O2 dengan ion fero atau Fe(II) atau besi(II) , yang dapat menghasilkan radikal hidroksil berdasarkan skematisasi berikut ini:

Fe 2+ + H 2O2 ⎯⎯ → Fe3+ + OH − + OH •

(3.1)

Dengan adanya substrat, yaitu kontaminan yang akan disisihkan melalui proses oksidasi, radikal-radikal hidroksil yang terbentuk mampu mendetoksifikasi atau melemahkan daya racun dari kontaminan tersebut melalui reaksi oksidasi. Berbagai reaksi-reaksi, yang melibatkan ion-ion dan radikal Fe2+, Fe3+, H2O2, radikal OH●, radikal super-oksida, dan produk proses oksidasi ini akan saling bersaing dengan intensif dalam peroses pengolahan menggunakan metode Fenton ini (Venkatadri, 1993). Efek katalitik dari ion Fe2+ dapat ditingkatkan lagi berkat keberadaan radiasi UV dalam larutan atau fasa cair. Oleh karena itulah, proses atau metode foto-Fenton mampu meningkatkan laju pembentukan ion Fe2+ dan kemudian menghasilkan spesi radikal OH● yang lebih banyak lagi, seperti ditunjukkan di bawah ini:

Fe3+ + hυ ⎯⎯ → Fe 2+ + OH •

(3.2)

Oleh karena itulah, proses Foto-Fenton pada dasarnya dapat direpresentasikan oleh gabungan reaksi (1) dan (2) seperti di atas.

Modul Kuliah TKA82151 - Pencegahan Pencemaran (Teknologi AOPs dengan Radiasi Sinar UV)

[30]

Bab

4

TEKNIK DAN APLIKASI PROSES OKSIDASI LANJUT DENGAN UV

Aplikasi metode-metode AOPs di bidang industri sampai saat ini masih sangat beragam, namun pada umumnya belum banyak yang menggunakan pada skala besar sekali kecuali dalam industri pengilangan minyak dan petrokimia di negara-negara teluk, seperti Arab Saudi dan Qatar. Di Indonesia sendiri, aplikasi metode AOPs ini masih belum ada, kecuali hanya sampai tataran “pilot scale” atau model-model portebel yang dikembangkan oleh para peneliti di perguruan tinggi atau pun lembaga lainnya, seperti LIPI, BPPT, dan lain-lain. Pada bab IV ini, terlebih dahulu akan disajikan beberapa hal dalam tataran teoretis empiris tentang aspek penerapan Teknologi Radisi Sinar UV, terutama yang berhubungan dengan penggunaan lampu-lampu raksa (mercury lamps), baik dalam mode tekanan rendah (LP Lamps) maupun lampu MP (medium pressure lamp). Uraian tentang aspek penggunaan lampu UV ini sangat penting untuk diketahui, karena walau bagaimanapun efisiensi penggunaan energinya harus selalu diperhitungkan secara tepat dan cermat, sesuai dengan spesifikasi kebutuhannya. Kemudian, pada paragraf-paragram selanjutnya akan dipaparkan secara ringkas juga berbagai hal yang berkaitan dengan teknik dan aplikasi dari AOPs (Proses Oksidasi Lanjut) yang melibatkan Teknologi Radiasi Sinar UV, baik dala skala Laboratorium maupun beberapa contoh tentang aplikasi Teknologi AOPs yang telah berjalan di beberapa negara. 4.1. ASPEK PENGGUNAAN LAMPU SINAR UV Seperti telah dijelaskan pada paragraf (sub-bab) 2.1, sumber radiasi sinar UV yang banyak digunakan sampai saat ini adalah dari lampu-lampu raksa (mercury) dan, dalam persentase yang lebih kecil, digunakan juga lampu-lampu jenis TL (tubular fluorescence lamp). Dalam rangka penggunaan yang lebih presisi dan dalam jumlah besar (dalam unit yang disusun dalam jumlah besar), maka beberapa yang berhubungan dengan aspek-aspek penggunaannya juga keamanannya perlu diketahui dengan seksama seperti disajikan pada tabel 2.5 di bawah ini.

Modul Kuliah TKA82151 - Pencegahan Pencemaran (Teknologi AOPs dengan Radiasi Sinar UV)

[31]

Gambar 4.1. Skematis lampu UV mercury, LPL dan MPL.

Dari penjelasan pada paragraf tersebut, beberapa hal terpenting yang harus diketahui disenaraikan sebagai berikut: Suhu operasi (di dalam tabung lampu), dapat mencapai 6000 °C Suhu ambien (di luar tabung lampu) dapat mencapai 900 °C Efisiensi produksi Sinar UV total, maksimum, sebesar 28 % Efisiensi produksi UV-A, maksimum, sebesar 7 % Efisiensi produksi UV-B, maksimum, sebesar 7 % Efisiensi produksi UV-C, maksimum, sebesar 14 % Konversi energi listrik menjadi sinar tampak, sebesar 21 % Kerugian panas melalui radiasi sinar IR (infra-merah), sebesar 34 % Kerugian panas karena adanya histerisis dan konveksi, sebesar 17 %. Selain lampu-lampu UV bertekanan rendah dan menengah seperti yang telah disebutkan di atas, dikenal juga lampu VUV (Vacuum UV) dengan konfigurasi seperti lampu mercury juga, namun umumnya dengan jenis tekanan menengah sebagai tekanan kerjanya. Secara umum, spesifikasi teknis dari lampu-lampu UV dan VUV jenis ini adalah sebagai berikut: Panjang tabung lampu:

5 – 230 cm

Spesifikasi emisi/radisi:

60 – 40 W/cm

Daya input:

1 – 32 kW.

Selanjutnya, hal-hal yang berhubungan dengan spektrum konversi energi yang dimili oleh lampu tekanan rendah (LP Lamp) dan tekanan menengah (MP Lamp) dapat dilihat pada gamber-gambar 4.2. dan 4.3. berikut ini. Modul Kuliah TKA82151 - Pencegahan Pencemaran (Teknologi AOPs dengan Radiasi Sinar UV)

[32]

Gambar 4.2. Spektrum produk foton UV dari lampu raksa tekanan rendah (LPL).

Gambar 4.3. Spektrum produk foton UV dari lampu raksa tekanan menengah (MPL).

Dari kedua gambar di atas, dapat disimpulkan bahwa ternyata LPL memiliki kelebihan dalam selektivitas produk foton pada panjang gelombang tertentu (yaitu 184 dan 254 nm), dibandingkan dengan MPL. Dari produk-produk foton ini, berati pula bahwa LPL lebih akuran dan efektif untuk digunakan dalam Teknologi AOPs yang dipicu oleh energi foton UV.

Modul Kuliah TKA82151 - Pencegahan Pencemaran (Teknologi AOPs dengan Radiasi Sinar UV)

[33]

4.2. BEBERAPA APLIKASI TEKNOLOGI AOPS DI BERBAGAI NEGARA Sebagai sumber energi foton yang paling baik untuk aplikasi Teknologi AOPs, dalam urian ini akan diberikan beberapa ilustrasi tentang penggunaan sinar UV dalam berbagai metode AOPs, di antaranya: Pengolahan limbah pada fasa cair (Water phase treatment): a.

Pengolahan senyawa organik dalam air limbah,

b.

Disinfeksi air minum,

c.

Degradasi TBT (tributyltin) dalam air limbah,

d.

Penyisihan TOC (total organic compound) dalam pemurnian air,

e.

Pengolahan limbah Rumah Sakit (degradasi antibiotik dan zytostatik).

Pengolahan limbah fasa gas (Gas phase treatment): a.

Pengolahan gas buang (Waste Gas Treatment),

b.

Proses penyisihan bau (odour removal),

c.

Penyisihan BTEX (benzena, toluena, etilbenzena, dan xylena) dan CHC () dalam gas buangan dari gas timbunan tua (old landfilling),

d.

Penyisihan uap/gas gasoline dan diesel pada operasi pencucian tanki timbun.

4.2.1. PENGOLAHAN LIMBAH PADA FASA CAIR (WATER PHASE TREATMENT) Saat ini kondisi air di Indonesia sangat memprihatinkan. Sangat sulit untuk mendapatkan air bersih yang layak dikonsumsi. Banyaknya pemukiman padat penduduk, pabrik-pabrik serta penggunaan bahan kimia yang menimbulkan pencemaran pada lingkungan ,terutama pada air yang sangat mudah tercemar. Rusaknya lingkungan kita, mengakibatkan berkurangnya kualitas dan kuantitas air tanah, yang lebih jauh membuat bakteri/kuman sangat mudah tumbuh-berkembang. Pada sebagian besar penduduk kita, menggunakan air sumur yang terkadang di lingkungan sekitarnya banyak tercemar oleh limbah rumah tangga ataupun pabrik, terutama di lingkungan perkotaan yang padat penduduk. Hingga jarak antara septick tank dan sumur tidak memenuhi standar kesehatan. Kondisi seperti di atas dapat menjadi sangat berbahaya, karena bakteri-bakteri dari sampah/limbah dan septik tank akan bercampur kembali dengan air tanah yang kita pakai dari sumur. Banyak penyakit yang ditimbulkan akibat mengkonsumsi air yang mengandung bakyak bakteri, terutama bakteri E-coli , dari sakit perut ringan hingga diare, disentri ,kolera .Juga penyakit kulit seperti jerawat, gatal-gatal yang disebabkan Modul Kuliah TKA82151 - Pencegahan Pencemaran (Teknologi AOPs dengan Radiasi Sinar UV)

[34]

air yang tidak bersih.Banyak kasus kematian yang diakibatkan mengkonsumsi air yang tidak bersih, terutama pada bayi , anak-anak dan para ibu . Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat penting dan berharga. Lebih baik mencegah daripada mengobati.

a. Sistem fotokatalisis untuk pengolahan senyawa organik dalam air limbah Sistem pengolahan air limbah (fasa cair) dengan menggunakan radiasi sinar UV biasanya tidak dilakukan sendiri, melainkan cukup sering dikombinasikan dengan sistem peralatlan atau bahan-bahan kimia lainnya, seperti kombinasi dengan fotokatalis TiO2, ozon (yang dihasilkan oleh generator ozon in situ) untuk proses penyisihan limbah-limbah organik, degradasi zat warna, desinfeksi air, dan sinergi penguatan fungsi ozon/perokson gelembung mikro dalam air, dan lainlain.

Modul Kuliah TKA82151 - Pencegahan Pencemaran (Teknologi AOPs dengan Radiasi Sinar UV)

[35]

Berawal dari publikasi Fujishima dan Honda (Nature, 1972, 238, p.37), fenomena fotokatalisis pada permukaan TiO2 dan kemungkinan aplikasi teknologinya menjadi lahan penelitian yang subur hingga saat ini. Luas jangkauan kemungkinan

aplikasinya

meliputi

bidang-bidang:

diversifikasi

energi

(fotoelectrochemical solar cell and water splitting), sintesa kimia organik (fotoelectrosynthesis), pengolahan limbah (water or gas detoxification and disinfection), pengembangan metoda analisis (TOC Analyzer, Selective Electrode), bidang kedokteran (anti-cancer) dan bidang material (self cleaning glass and ceramics). Absorbsi sinar UV (< 400 nm) oleh titanium dioksida [yang mempunyai “energy gap” (Eg) sebesar 3,2 eV] akan diikuti perpindahan elektron pita valensi ke pita konduksi dan terbentuknya pasangan elektron (e - ) dan lubang positif (h + ). Sebagian pasangan e - dan h + tersebut akan berekombinasi kembali, sedangkan sebagian lainya akan mempertahankan keadaannya sampai mencapai permukaan partikel.

Gambar 4.4.

Ilustrasi skematis proses foto-eksitasi dan de-eksitasi didalam suatu semikonduktor. (Linsebigler et al, Chem.Rev., 95, 735, 1995)

Modul Kuliah TKA82151 - Pencegahan Pencemaran (Teknologi AOPs dengan Radiasi Sinar UV)

[36]

Tersedianya h + pada permukaan akan menghasilkan radikal hidroksil (•OH) yang dikenal sebagai spesies oksidator kuat. Sistem TiO2 ini mempunyai potensial redoks sebesar +2,8 V (vs NHE). Dengan potensial sebesar ini hampir kebanyakan senyawa organik dapat dioksidasi. Keadaan ini dapat dieksploitasi untuk mengoksidasi polutan organik menjadi produk yang tidak beracun. Terbentuknya spesies oksidator kuat pada permukaan TiO2 juga menjadi dasar bagi aplikasi sistem ini untuk mematikan mikroorganisme (disinfeksi). Disamping itu, sebagai akibat fenomena tersebut, permukaan TiO2 mempunyai sifat yang unik (amphifilik; superhidrofilisitas), dimana pada awalnya (tanpa kena cahaya UV) bersifat hidrofob. Sementara permukaannya akan berubah menjadi bersifat hidrofil jika dikenai sinar UV, dan sifat ini bertahan beberapa saat meskipun sinar UV dimatikan sebelum akhirnya kembali bersifat hidrofob. Penelitian aplikasi fotokatalisis untuk degradasi (mineralisasi) polutan organik mulai banyak menarik perhatian komunitas peneliti sejak awal dekade 80’an. Ollies dan groupnya (J.Catalysis,1983, 82, p.404 & J.Catalysis,1983, 82, p.418), dengan memanfaatkan suspensi TiO2 dan sinar UV, mendemonstrasikan bagaimana chlorohidrokarbon didegradasi menjadi karbon dioksida dan asam klorida. Sementara itu, Matsunaga dan groupnya (Appl. Environ, Microbiol., 1988, 54(6), 1330.) mengawali pemanfaatan efek fotokatalisis dengan TiO2 untuk mematikan mikroorganisme (disinfeksi). Pada mulanya para peneliti menggunakan TiO2 sebagai suspensi dalam air yang diolah. Namun karena disadari akan timbul kesulitan teknis yang signifikan dalam mengambil kembali TiO2 dari air olahan, kemudian para peneliti mengatasinya dengan TiO2 yang diimobilisasi pada bahan penyangga. Dengan TiO2 yang diimobilisasi, disamping muncul beberapa kelemahan, mempunyai Modul Kuliah TKA82151 - Pencegahan Pencemaran (Teknologi AOPs dengan Radiasi Sinar UV)

[37]

beberapa keunggulan yang penting. P.A. Christensen dkk. ( J.Water Research, 1996, vol.31, No.3, p.675.) melaporkan bahwa dengan menggunakan TiO2 yang diimobilisasi pada bahan penyangga penghantar listrik memberi jalan untuk memanfaatkan electricfield enhancement effect yang dapat meningkatkan secara signifikan kenaikan laju detoksifikasi.

Gambar 15. Prototipe sistem pengolah senyawa organis dalam air limbah.

b. Reaktor UV untuk pengolahan senyawa-senyawa organik:

Modul Kuliah TKA82151 - Pencegahan Pencemaran (Teknologi AOPs dengan Radiasi Sinar UV)

[38]

Gambar 16. Lay out sistem pengolah senyawa organik dalam air limbah.

Modul Kuliah TKA82151 - Pencegahan Pencemaran (Teknologi AOPs dengan Radiasi Sinar UV)

[39]

c. Hasil pengolahan limbah rumah sakit (penyisihan antibiotika):

Gambar 17. Prototipe sistem pengolah senyawa organis dalam air limbah.

d. Hasil pengolahan limbah sakit (penyisihan zytostatika):

Gambar 18. Prototipe sistem pengolah senyawa organis dalam air limbah. Modul Kuliah TKA82151 - Pencegahan Pencemaran (Teknologi AOPs dengan Radiasi Sinar UV)

[40]

Modul Kuliah TKA82151 - Pencegahan Pencemaran (Teknologi AOPs dengan Radiasi Sinar UV)

[41]

4.2.2. Pengolahan limbah fasa gas (Gas phase treatment) a. Sistem penyisihan bau lumpur hasil pengolahan limbah kota, di Jerman:

Gambar 19. Prototipe proses penyisihan bau lumpur hasil pengolahan limbah kota.

b. Sistem pengolahan bau dalam gudang penyimpanan limbah padatan, di Jerman:

Gambar 20. Lokasi sistem pengolahan bau sampah kota. Modul Kuliah TKA82151 - Pencegahan Pencemaran (Teknologi AOPs dengan Radiasi Sinar UV)

[42]

Modul Kuliah TKA82151 - Pencegahan Pencemaran (Teknologi AOPs dengan Radiasi Sinar UV)

[43]

c. Sistem penyisihan BTEX dan CEC dari sistem pembuangan gas, di Jerman:

Gambar 21. Industri air minum yang dengan sistem penyisihan BTEX dan CHC.

d. Sistem pengolahan bau dari limbah pabrik pellet, di Jepang:

Gambar 20. Pabrik pellet di Jepang yang menerapkan Teknologi AOPs.

Modul Kuliah TKA82151 - Pencegahan Pencemaran (Teknologi AOPs dengan Radiasi Sinar UV)

[44]

DAFTAR PUSTAKA [1]. Andreozzi, R., Caprio, V., Insola, A., Marotta, R. and Sanchirico, R. (2000), Advanced Oxidation Processes For the Treatment of Mineral Oil-Contaminated Wastewaters, Water Res., 34, 620 - 628. [2]. Atkinson, R., Pitts J. (1975), 3. Chem. Phys. 63 1321. [3]. Bailey, P.S. (1978), “Ozonation in Organic Chemistry”, Academic Press, Inc., New York. [4]. Barbe, A., Secroun, C., Jouve, P., Mol, J., (1974), Spectr, 49, 171. [5]. Bard, A.J., Parsons, R., Jordan, J. (1985), “Standard Electrode Potentials in Aqueous Solutions”, IUPAC, 1, 58. [6]. Bauer, M., Herrmann, R., Martin, A. and Zellmann, H. (1998), Chemodynamics, Transport Behaviour and Treatment of Phthalic Acid Esters in Municipal Landfill Leachates, Wat. Sci. Tech., 38, 185 - 192. [7]. Bauer, R. (1994) , Applicability of Solar Irradiation For Photochemical Wastewater Treatment, Chemosphere, 29, 1225-1233. [8]. Beltran, J.F., Encinar M.J., Alonso, A.M. (1998), “Nitroaromatic Hydrocarbon Ozonation in Water. 2. Combined Ozonation with Hydrogen Peroxide or UV Radiation”, Ind. Eng. Chem. Res., 37, 32-40. [9]. Beltran, J.F., Ovejero, G.., Garcia-Araya, F.J. (1996), “Oxidation of Polynuclear Aromatic hydrocarbons in water. 2. UV radiation and ozonation in the Presence of UV radiation”. [10]. Ben´ıtez, J.F., Beltrán-Heredia, J., Acero, L.J., Rubio, J.F. (1999), “Chemical decomposition of 2,4,6-trichlorophenol by ozone, Fenton’s reagent, and UV radiation”, Ind. Eng. Chem. Res., 38 (4), 1341–1349. [11]. Black, E.D., Hayon, E.J. (1970), Phys Chem, 74(17), 3199-3203. [12]. Bruèschke, H.E. (1995), “Industrial application of membrane separation processes”, Pure Appl. Chem. 67, 993±1002. [13]. Buettner, G. R. (1985), “Spin trapping of hydroxyl radicals, in: R. A. Greenwald (ed)”, CRC Handbook of Methods for Oxygen Radical Research. CRC Press, Boca Raton, 151-155. [14]. Carbonnier, F.V., C, Roche.P., Paillard, H. (1994), “Water Oxidation by ozone or ozone/hydrogen peroxide using the “Ozotest” or ”peroxotest” methods”, Ozone Science & Engineering, 16, 135-155. [15]. Cartwright, C., Thompson, I. And Burns, R. (2000), Degradation and Impact of Phthalate Plasticizers on Soil Microbial Communities, Environ. Toxicol. Chem., 19, 1253 - 1261. [16]. Casero, I., Sicilia, D., Subio, S. and Perez-Bendito, D. (1997), Chemical Degradation of Aromatic Amines by Fenton's Reagent, Water Res., 31, 1985 - 1995.

Modul Kuliah TKA82151 - Pencegahan Pencemaran (Teknologi AOPs dengan Radiasi Sinar UV)

[45]

[17]. Chang, K., Lu, C. (2003), “Biofiltration of isopropyl alcohol and acetone mixtures by a trickle-bed air biofilter Process Biochemistry”, 39, 415-423. [18]. Charpentier J. C. (1981) “Ach~ances in Chemical Engineering”, Academic Press, New York, 11, 3-40. [19]. Chen, R. and Pignatello, J. (1997) , Role of Quinone Intermediates as Electron Shuttles in Fenton and Photoassisted Fenton Oxidations of Aromatic Compounds, Environ. Sci. Technol., 31, 2399-2406. [20]. Coronado, J.M., Kataoka, S., Isabel, T.T., Marc, A.A. (2003), “Dynamic phenomena during the photocatalytic oxidation of ethanol and acetone over nanocrystalline TiO2: simultaneous FTIR analysis of gas and surface species”. Journal of Catalysis 219–230. [21]. Danckwerts, P.V. (1970), Gas-Liquid Reactions, McGraw-Hill, New York, 17-20. [22]. David, G.G., Raymond, C.L. (1994), “Waste generation and minimization on semiconductor industry”, ASCE J Environ Eng, 120(1), 72–86. [23]. Doré, M. (1989), “Chimie des Oxydants et traitement des Eaux”, Lavoisier Tec & Doc, Paris,. [24]. Duguet, P.J., Anselme, C., Mallevialle, J. (1989), “New Advances in Oxidation Processes: Some Examples of Application of Ozone/Hydrogen Peroxide Combination for the Removal of Micropollutants for Drinking Water”, Water Nagoya, ASPAC IWSA. [25]. Elovitz, M. S.; von Gunten, U. (1999), “Hydroxyl radical/ozone ratios during ozonation processes. I. The Rct concept”, Ozone Science & Engineering, 21, 239260. [26]. Esplugas, S., Gimenez, Jaime., Contreras, S., Pascual, E., Rodriguez, M. (2002), “Comparison of different advanced oxidation processes for phenol degradation”, Water Research, 36, 1034-1042. [27]. Gao, M.T., Hirata, M., Takanashi, H., Hano, T. (2005), “Ozone mass transfer in a new gas–liquid contactor–Karman contactor, Separation and Purification Technology”, 42, 145-149. [28]. Garoma, T., Gurol, D, M. (2004), “Degradation of tert-Butyl Alcohol in Dilute Aqueous Solution by an O3/UV Process”, Environ. Sci. Technol., 38, 5246-5252. [29]. Giles, D.G., Loehr, R.G. (1994), Environ. Eng, ASCE 120, 72. [30]. Glaze, H.W., Kang, W.J. (1989), “Advanced Oxidation Processes. Description of a Kinetic Model for the Oxidation of Hazardous Materials in Aqueous Media with Ozone and Hydrogen Peroxide in a Semi-batch Reactor”, Ind. Eng. Chem. Res., 28, 1573-1580. [31]. Glaze, H.W., Kang, W.J., Chapin, H.D. (1987), “The chemistry of water treatment processes involving ozone, hydrogen peroxide and ultraviolet radiation”, Ozone Sci. Eng., 9, 335–352. [32]. Gogate, R.P., Pandit, B.A. (2004), “A review of imperative technologies for wastewater treatment Ⅱ:hybird methods”, Environment Research, 8, 553-597. Modul Kuliah TKA82151 - Pencegahan Pencemaran (Teknologi AOPs dengan Radiasi Sinar UV)

[46]

[33]. Guittonneau, S., De Laat, J., Duguet, P.J., Bonnel, C., Dore, M. (1990), “Oxidation of p-choloronitrobenzene in dilute aqueous solution by O3 + UV and H2O2 + UV: a comparative study”, Ozone Sci. Eng. 12 73–94. [34]. Hatta S. (1932), “Absorption velocity of gases by liquids. II. Theoretical considerations of gas absorption due to chemical reactions”, Technology Rep. T6hoku Univ, 10, 119-135. [35]. Himebaugh, S.W. (1994), “Advanced Oxidation of Munitions in Water”, Fer III and WM II Conference and Exhibition. [36]. Hoigne, J., Bader. (1977), “Ozonation of Water: Selectivity and Rate of Oxidation of Solutes”, Proc. 3rd IOA Congress, Paris, France. [37]. Hoigne, J., Bader., (1985), “Rate Constants of Reactions of Ozone with Organic and Inorganic Compounds in Water. Ⅲ: Inorganic Compounds and Radicals”, Wtr. Res., 19:8:993. [38]. Hoigné, J.H., Bader. (1983), “Rate Constants of reactions of ozone with organic and inorganic compounds in water I: non-dissociating organic compounds”, Wat. Res,17, 173. [39]. Hong, A., Zappi, E.M., Kuo, H.C., Hill, O.D. (1996), “Modeling the kinetics of illuminated and dark advanced oxidation processes”, ASCE J. Environ. Eng. 122 (1) 58–62. [40]. Horspool, W.M. (1992), “A comprehensive treatment, Organic Photochemistry”. [41]. Hunter, J. and Christpher, G. (2000), Adsorption of Phthalate Esters on Soil at Near Saturation Conditions, J. Environ. Sci. Health, A 35, 1503-1515. [42]. Huston, P. and Pignatello, J. (1999), Degradation of Selected Pesticide Active Ingredients and Commercial Formulations in Water by the Photo-Assisted Fenton Reactio, Water Res., 33, 1238 - 1246. [43]. Jody, J.B., Klein, J.M., Judeikis, H. (1989), “Catalytic UV/O3 Treatment of Wastewater Containing Mixtures of Organic and Inorganic Pollutants”, Presented at the 9th World Ozone Congress, New York. [44]. Kawaguchi, H. (1993), “Photooxidation of formic acid in aqueous solution in the presence of hydrogen peroxide, Chemosphere”, 26(11), 1965–1970. [45]. Kawaguchi, H.(1993), “Photooxidation of 2-propanol in aqueous solution in the presence of hydrogen peroxide”, Chemosphere, 27, 577–584. [46]. Kazutaka, S., Yoshiaki, H. (2000), “Shock-Tube and Modeling Study of Acetone Pyrolysis and Oxidation Department of Chemistry, Faculty of Science”, Ehime University, Bunkyo-cho, Matsuyama 790-8577, Japan. [47]. Kim, S-M and Vogelpohl, A. (1998), Degradation of Organic Pollutants by the Photo-Fenton Process, Chemical Engineering & Technology, 21, 187-191. [48]. Kiwi, J., Pulgarin, C. and Peringer, P. (1994), Effect of Fenton and photo-Fenton reactions on the degradation and biodegradability of 2 and 4-nitrophenols in water treatment, Applied Catalysis B: Environmental, 3, 335-350.

Modul Kuliah TKA82151 - Pencegahan Pencemaran (Teknologi AOPs dengan Radiasi Sinar UV)

[47]

[49]. Kondratev, K.K., Varotsos, C.A. (2000), “Atmospheric Ozone Variability”, Springer-Praxis, Berlin. [50]. Kwon, B., Lee, D., Kang, N. and Yoon, J. (1999), Characteristics of P-Chlorophenol Oxidation by Fenton's Reagent, Water Res., 33, 2110 - 2118. [51]. Laity, J.L., Burstein, L.G., Appel. B.R. (1973), “Solvents theory and practice, American Chemical Society”, Washington, No. 124, p. 95. [52]. Lambert, D.Steven., Graham, D.N., Croll, T, Brian. (1996), “Degradation of selected herbicides in a lowland surface water by ozone and ozone-hydrogen peroxide”, Ozone Science & Engineering, 18, 251-269. [53]. Langlais, B., Reckhow, A.D., Brink, R.D. (1991), “Ozone in Water Treatment: Application and Engineering”, Lewis Publishers, Chelsea, MI. [54]. Larson, S.A., Widegren, J.A., Falconer, J. L. (1995), “Transient Studies of 2Propanol Photocatalytic Oxidation on Titania Journal of Catalysis”, 157, 611-625. [55]. Legrini, O., Oliveros, E., Braun A.M. (1983), “Photochemical processes for water treatment”. Chem Rev;93: 671–98. [56]. Li, Y-S, Liu, C-C and Fang, Y-Y. (1999) , Decolorization of Dye wastewater by Hydrogen Peroxide in the Presence of Basic Oxygen Furnace Slag, J. Environ. Sci. Health, A 34, 1205-1221. [57]. Lin, H.S., Wang, S.C. (2004), “Recovery of isopropyl alcohol from waste solvent of a semiconductor plant”, Journal of Hazardous Materials, 106, 161-168. [58]. Lin, J-G. and Ma, Y-S. (2000), Oxidation of 2-Chlorophenol in Water by Ultrasound/Fenton Method, J. of Env. Eng., 126, 130 - 137. [59]. Lin, S., Lin, C. and Leu, H. (1999), Operating Characteristics and Kinetic Studies of Surfactant Wastewater Treatment by Fenton Oxidation, Water Res., 33, 1735 - 1741. [60]. Masschelein, W.J. (1982), “Ozonization Manual for Water and Wastewater Treatment”, Wiley, New York. [61]. Masschelein, W.J. (1998), “Ozone generation: use of air, oxygen, or air simpsonized with oxygen”, Ozone Science and Engineering, 20, 191-203. [62]. Masten, S.J., Galbraith, J.S., Davies, S.H. (1996), “Oxidation of Trichlorobenzene Using Advanced Oxidaiton Processes, Ozone Science & Engineering”, 18, 535548. [63]. Mokrini, A., Ousse, D., Esplugas, S. (1997), “Oxidation of aromatic compounds with UV radiation/ozone/hydrogen peroxide”, Wat. Sci. Tech., Vol. 35, No. 4, 95102,. [64]. Mokrini, A., Oussi, D., Esplugas, S. (1997), “Oxidation of aromatic compounds with UV radiation/ozone/hydrogen peroxide”.Water Sci Technol;35, 95–102. [65]. Naddtochenko and Kiwi, J. (1998) , Primary Photochemical Reactions in the PhotoFenton System with Ferric Chloride. 1. A Case Study of Xylidine Oxidation as a Model Compound, Environ. Sci. Technol., 25, 1419. [66]. Peyton, R.G., Huang, Y.F., Burleson, L.J., Glaze, H.W. (1982), “Destruction of pollutants in water with ozone in combination with ultraviolet radiation. Part I. Modul Kuliah TKA82151 - Pencegahan Pencemaran (Teknologi AOPs dengan Radiasi Sinar UV)

[48]

General principles and oxidation of tetrachloroethylene”, Environ. Sci. Technol., 16, 449–453. [67]. Prengle, W.H., Mauk, E.C. (1978), “New technology: UV/Ozone chemical oxidation wastewater process for metal complexes, organic species and disinfection, in: Water”, AIChE Symposium Series, 74, 228–243. [68]. Rice, G.R., Aharon, N. (1982), Handbook of ozone technology and applications, 347, 360 , 374-375. [69]. Rice, R.G. Browning, M.E. (1981), “Ozone Treatment of Industrial Wastewater, Noyes Data Corp”, Park Ridge, NJ,. [70]. Roche, P., Prados, M. (1995), “Removal of pesticides by use of ozone or hydrogen peroxide/ozone, Ozone Science & Environment”, 17, 657-672. [71]. Ruchti, G., Dunn, I.J., Bourne, J.R., von Stockar, U.(1985), “Practical guidelines for the determination of oxygen transfer coefficients (KLa) with the sulfite oxidation method”, Chem. Engng J., 30, 29-38. [72]. Ruppert, G. and Bauer, R. (1994), UV-O3, UV-H2O2, UV-TiO2 and the PhotoFenton Reaction-Comparison of Advanced Oxidation Processes For Wastewater Treatment, Chemosphere, 28, 1447-1454. [73]. Sedlak, D. and Andrin, A. (1991), Aqueous-Phase Oxidation of Polychlorinated Biphenyls by Hydroxyl Radicals, Environ. Sci. Technol., 25, 1419. [74]. Shaybe, H.A., Wahab, F.M., SULTAN, D.M. (1987), “Thermometric study on the oxidation of isopropyl alcohol in some mineral acids”. Thermochimim Acts, 109,367-376. [75]. Spinks, J. W. T., Woods, R. J. (1990), “An Introduction to Radiation Chemistry”, John Wiley & Sons, New York, NY. [76]. Staehelin, J., Hogine, J. (1985), “Decomposition of Ozone in Water in the Presence of Organic Solutes Acting as Promotors and Inhibitors of Radical Chain Reactions”, Envir. Sci. Technol., 19:120-126. [77]. Staehelin, J., Hoigne, J. (1982), “Decomposition of ozone in water: rate of initiation by hydroxide ions and hydrogen peroxide”, Environ. Sci. Technol., 16, 676–681. [78]. Staples, C., Peterson, D. Parkerton, T. and Adams W. (1997), The Environmental Fate of Phthalate Esters: A Literature Review, Chemosphere, 35, 667 - 749. [79]. Stefan, M.J., Hoy, A.R., Bolton, J.R. (1996), “Kinetics and Mechanism of the Degradation and Mineralizaiton of Acetone in Dilute Aqueous Solution Sensitized by the UV Photolysis of Hydrogen Peroxide”. Environ. Sci. Technol., 30, 23822390. [80]. Stelmaszek, J. (1979), “Untersuchungen der oÈkonomischen EffektivitaÈt von verschiedenen Wasserabscheidungsmethoden”, Chem.-Tech. 611±617. [81]. Suh, H.J., Mohseni, M. (2004), “A study on the relationship between biodegradability enhancement and oxidation of 1,4-dioxane using ozone and hydrogen peroxide”, Water Research, 38, 2596-2604.

Modul Kuliah TKA82151 - Pencegahan Pencemaran (Teknologi AOPs dengan Radiasi Sinar UV)

[49]

[82]. Tiziana, A., Gianguido, R., Elisabetta, F., Guido B. (1999), “A study of anatase– supported Mn oxide as catalysts for 2-propanol oxidation Applied Catalysis B: Environmental”, 22, 249-259. [83]. Tomiyasu, H., Fukutomi, H., Gordon, G. (1985), “Kinetics and mechanism of ozone decomposition in basic aqueous solution”, Inorg. Chem, 24, 2962-2966. [84]. Trapido, M., Veressinina J., Munter, R. (1998), “Ozonation and AOP treatment of phenanthrene in aqueous solutions, Science & Engineering”, 16, 475-485. [85]. Treon, J.F., Stasik., M.J. (1983), “Encyclopaedia of Occupational Health and Safety”, ILO, 109. [86]. Venkatadri, R. and Peters, R. (1993) , Chemical Oxidation Technologies: Ultraviolet light/Hydrogen Peroxide, Fenton's Reagent and Titanium Dioxide-Assisted Photocatalysis, Hazard. Waste Hazrd. Mater., 10, 107-149. [87]. Wang, T-H., Kang, S-F and Lin Y-H. (1999), Comparison Among Fenton-Related Processes to Remove 2,4-Dinitrophenol, J. of Env. Sci. & Health., A34, 1267 1281. [88]. Westerhoff, P., Song, R., Amy, G., Minear, R. (1997), “Applications of ozone decomposition models”, Ozone Science & Engineering, 19, 55-73. [89]. Winer, M., James, N., Pitts, J. (1976), “Relative rate constants for the reactions of OH radicals”. Statewide 4ir Pollution Research Center, University of California, Riverside. California 92502. USA. [90]. Wu, J.J., Masten, S.J.(2002), “Oxidation kinetics of phenolic and indolic compounds by ozone: applications to synthetic and real swine manure slurry”, Water Research, Vol. 36, 1513-1526. [91]. Zappi, E.M. (1995), “Peroxone Oxidation Treatment of 2,4,6-Trinitrotoluene Contaminated Waters With and Without Sonolytic Catalyzation”, Chemical Engineering in the Department of Chemical Engineering. [92]. Zappi, M. (1998), “Treatment of Explosives Contaminated Groundwaters, Encyclopedia of Environmental Analysis and Remediation”, Wiley, New York, NY, [93]. Zappi, M., Toro, E., Jones, R., Talley, J. (1995), “Treating Leachate from the Strasburg Site Using Advanced Oxidation Processes”, Report for the US Army Corps of EngineersWaterways Experiment Station. Vicksburg, MS. [94]. Zeff J.D., Barich J.T. (1990), “Symposium on Advanced Oxidation Processes and Treatment of Contaminated Water and Air: Wastewater Technologies”. Center, Ontario (Canada).

Modul Kuliah TKA82151 - Pencegahan Pencemaran (Teknologi AOPs dengan Radiasi Sinar UV)

[50]