GANGGUAN KECEMASAN M. Faisal Idrus Tujuan Pembelajaran. Setelah menyelesaikan mata kuliah ini mahasiswa dapat : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Menjelaskan apa yang dimaksud kecemasan Menjelaskan klasifikasi gangguan kecemasan Menjelaskan epidemiologi gangguan kecemasan Menjelaskan etiologi gangguan kecemasan Menjelaskan kriteria diagnostik gangguan kecemasan Menjelaskan penatalaksanaan gangguan kecemasan Menjelaskan prognosis gangguan kecemasan
Definisi. Ketegangan, rasa tak aman atau kekhawatiran yg timbul karena dirasakan akan terjadi sesuatu yg tidak menyenangkan, tetapi sumbernya sebagian besar tidak diketahui. Kecemasan Normal – Kecemasan Patologik. Kecemasan normal adalah adaptif. Ini adalah respon bawaan untuk ancaman atau tidak adanya orang atau benda yang menandakan keselamatan dapat menimulkan gangguan kognitif (khawatir) dan somatik (jantung berdebar-debar, berkeringat, gemetar, kedinginan, dll) gejala. Kecemasan patologis adalah kecemasan yang berlebihan, merusak fungsi. Tinjauan Neuroanatomi. Reaksi kecemasan melibatkan berbagai organ di otak, yang antara lain sbb: 1. Amygdala- terlibat dengan pengolahan rangsangan emosional yang menonjol 2. Medial prefrontal cortex (korteks anterior termasuk cingulate, korteks subcallosal dan gyrus frontal medial) - terlibat dalam mempengaruhi modulasi 3. Hippocampus- terlibat dalam pengkodean memori Tanda dan gejala Kecemasan. Perasaan takut & khawatir ttg sejumlah peristiwa / hal atau aktivitas Pasien sukar mengendalikan rasa khawatir tsb Gejala pd point 1 disertai 3 atau lebih gejala berikut : Gelisah.mudah marah Mudah lelah, otot tegang Sukar konsentrasi, tidur terganggu (sukar, sering terbangun-bangun, tidur tak nyenyak)
Gejala-gejala somatik. Manifestasi Perifer dari Anxietas : Diarrhae, Lambung terganggu, Perut kembung, nausea, mulut kering Pusing, kepala ringan, tremor, mydriasis, nafas pendek Hyperhidosis, telapak tangan berkeringat atau dingin, syncope Polyuria (miksi frekuen) Hypertensi, palpitasi, takikardi, gelisah, otot tegang, rasa kesemutan pada extremitas Sulit masuk tidur atau mempertahankan tidur Klasifikasi Gangguan Kecemasan 1. 2. 3. 4. 5.
Gangguan anxietas menyeluruh (GAD) Gangguan panik (PD) Gangguan phobia Gangguan obsesi kompulsif Gangguan stress pasca trauma
Gangguan Anxietas Menyeluruh (GAM) Tingkat kompetensi 3 A
Definisi. Perasaan khawatir (cemas yg berat & menyeluruh & menetap (bertahan lama) & disertai dengan gejala somatik (motorik & otonomik) yg menyebabkan gangguan fungsi sosial dan / fungsi pekerjaan atau perasaan nyeri hebat, perasaan tak enak. Epidemiologi. Prevalensi : 3% - 8% dari populasi umum, 50% penderita GAM juga mempunyai ggn mental lain. Onset antara usia 20-30 tahun, ratio laki-laki :perempuan = 2 :1. Kebanyakan pasien GAM pergi berobat pd dokter umum, internist, cardiologist, pulmonolog, gastro-entrologist oleh karena gejala somatiknya Komorbiditas gangguan anxietas menyeluruh 90% memiliki setidaknya satu kali seumur hidup mengalami gangguan ini, 66% memiliki gangguan saat Axis I lainnya Pedoman Diagnostik Menurut PPDGJ III.
Penderita harus menunjukkan kecemasan sebagai gejala primer yang berlangsung hampir setiap hari untuk beberapa minggu sampai beberapa bulan, yang tidak terbatas atau hanya menonjolpada keadaan situasi khusus tertentu saja (sifatnya “free floating” atau “mengambang”. Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur berikut : a) Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di ujung tanduk, sulit konsentrasi, dsb)
b) Ketegangan motoric (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat santai); dan c) Overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, janOveraktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung berdebar-debar, sesak nafas, keluhan kembung, pusing kepala, mulut kering, tung berdebar-debar, sesak nafas, keluhan kembung, pusing kepala, mulut kering, dsb). Pada anak-anak sering terlihat adanya kebutuhan berlebihan untuk ditenangkan (reassurance) serta keluhan-keluhan somatic brulang yang menonjol. Adanya gejala-gejala lain yang sifatnya sementara (untuk beberapa hari), khususnya depresi, tidak membatalkan diagnosis utama. Gangguan anxietas menyeluruh, selama hal tersebut tidak memenuhi kriteria lengkap dari episode depresi (F32), gankap dari episode depresi (F32), gangguan anxietas fobik (F40), gangguan panic (F41.0), gangguan obsesif kompulsif (F42.)
Diagnosa Banding Penyakit organik → anxietas Penyalahgunaan obat tertentu (amphetamin, caffein) Penghentian obat (withdrawal) : alkohol, obat sedatif hipnotik dan anxiolitika Ggn panik, ggn fobik, atau ggn obsesif kompulsif, & ggn depresif berat, dll Penatalaksanaan Penanganan pasien GAM yang efektif adalah kombinasi antara psikoterapi dan farmakoterapi. Psikoterapi : Suportif Dgn pasien, didiskusikan, problemnya → anxietas ↓↓ dgn penuh perhatian & empati. Situasi stresful, kalau ada hrs dihilangkan. Farmakoterapi : Pengobatan dgn obat perlu 6 - 12 bln atau lebih lama. 25% pasien relaps setelah 1 bln obat dihentikan, 60% - 80% penderita relaps dlm waktu 1 thn. Benzodiazepine Drugs of choice : Xanax0,25-0,5 mg Ativan = Renaquil Buspiron (Buspar):efektif 60% - 80% perlu waktu : 2-3 minggu baru terlihat hasilnya Antidepressan trisiklik : Amitriptilin, Imimpramin, SSRI -bloker : Propranolol Prognosis Sulit diramalkan. Mungkin berlangsung selama hidup (kronik) 25% pasien akan mengalami ggn panik % tinggi penderita akan mempunyai / menderita ggn depresi berat.
Gangguan Panik Tingkat Kompetensi 3 A
Definisi Gangguan Panik adalah kecemasan yang ditandai serangan panik spontan dan dapat berkaitan agorafobia (takut di ruang terbuka, di luar rumah sendirian atau dlm keramaian) dan disertai dengan kecemasan antisipatorik. Epidemiologi. 2-3% dari populasi umum; 5-10% dari pasien perawatan primer --- Onset remaja atau awal 20an. Ratio Perempuan: laki-laki 2-3: 1. Komorbiditas Gangguan Panik. 50-60% mengalami depresi besar seumur hidup Sepertiga mengalami depresi suatu saat 20-25% memiliki riwayat ketergantungan zat. Etiologi Gangguan Panik Obat / Alkohol Genetika pembelajaran sosial teori kognitif Neurobiologi / condi-gaimana disebutkan takut stessors psikososial Pedoman Diagnostik Menurut PPDGJ III • •
Gangguan panik baru ditegakkan sebagai diagnosis utama bila tidak ditemukan adanya gangguan anxietas fobik (F 40.-) Untuk diagnosis pasti harus ditemukan adanya beberapa kali serangan anxietas berat (severe attack of autonomic anxiety) dalam masa kira-kira satu bulan : (a) Pada keadaan dimana sebenarnya secara objektif tidak ada bahaya (b) Tidak terbatas pada situasi yang telah diketahui atau yang dapat diduga sebelumnya (unpredictable situations) (c) Dengan keadaan yang relatif bebas dari dari gejala-gejala anxietas pada periode diantara serangan anxietas pada periode diantara serangan-serangan panik (meskipun demikian umumnya dapat terjadi juga “anxietas andapat terjadi juga “anxietas antisipatoric” yaitu anxietas yang terjadi setelah membayangkan sesuatu yang mengkhawatirkan akan terjadi.
Serangan Panik adalah Sebuah periode terpisah dari rasa takut yang intens di mana 4 gejala berikut tiba-tiba berkembang dan puncaknya dalam waktu 10 menit :
• • •
Palpitasi atau denyut jantung cepat, berkeringat, Gemetar atau bergetar, sesak napas Perasaan tersedak, nyeri dada atau ketidaknyamanan, mual Menggigil atau sensasi panas parestesia, merasa pusing atau pingsan, derealisasi atau depersonalisasi takut kehilangan kontrol atau menjadi gila dan takut mati.
Penatalaksanaan 70% respon terhadap pengobatan lebih baik Pendidikan, jaminan, pengurangan kafein, alkohol, obat-obatan, stimulan Terapi kognitif-perilaku Farmakologik : - Diazepam, Alprazolam (Xanax) - Imipramin (Tofranil) - Buspiran (Buspar) - Obat- SSRI, Paroxetine, Sertraline, fluoxetine. venlafaxine, trisiklik, MAOIs, - valproate, gabapentin Psikoterapi : - Terapi kognitif-behaviour - efektif untuk gangguan panik - koreksi keyakinan yang salah (kecenderungan mis-interpretasi sensasi-sensasi badan sebagai serangan panik atau kematian) - menjelaskan bahwa serangan panik itu terbatas waktunya dan tidak mengancam kehidupan - relaksasi - desensitisasi Perjalanan & Prognosis Cenderung kambuh setiap hari 2-3 kali Kronik dengan remisi dan eksaserbasi Prognosis sangat baik dengan terapi
GANGGUAN FOBIK tingkat kompetensi 2 Definisi. Ketakutan yg menetap hebat & irrasional terhadap suatu objek, aktivitas atau situasi spesifik yg menimbulkan suatu keinginan mendesak utk menghindari objek, aktivitas atau situasi yg ditakuti. Rasa takut itu diketahui oleh individu sebagai suatu yg berlebih atau secara proporsional tak masuk akal terhadap bahaya aktual dari objek, aktivitas atau situasi itu.
Pedoman diagnostic Anxietas Fobik (F40,-) menurut PPDGJ III. Anxietas dicetuskan oleh adanya situasi atau objek yang jelas (dari luar individu itu sendiri) yang sebenarnya pada saat kejadian itu tidak membahayakan Kondisi lain (dari individu itu sendiri) seperti perasaan takut akan adanya penyakit (nosofobia) dan ketakutan akan perubahan bentuk badan (dismorfobia) yang tidak realistik dimasukkan dalam klasifikasi F45.2 (gangguan hipokondrik) Sebagai akibatnya, objek atau situasi tersebut dihindari atau dihadapi dengan rasa terancam. Secara subjektif, fisiologik dan tampilan perilaku, anxietas fobik tidak berbda dari anxietas lainnya dan dapat dalam bentuk yang ringan sampai yang berat (serangan panik) Anxiatas fobik sering kali berbarengan (coexist) dengan depresi. Suatu episode depresi sering kali memperburuk keadaan anxietas fobik yang sudah ada sebelumnya. Beberapa episode depresi dapat disertai anxietas fobik yang temporer, sebaliknya afek depresi sering kali menyertai berbagai fobia, khususnya agoraphobia. Pembuatan diagnosis tergantung dari mana yang jelas-jelas timbul lebih dahulu dan mana yang lebh dominan pada saat pemeriksaan. Epidemiologi Prevalensi 2% dari populasi Ratio Wanita dengan laki-laki: 2: 1 Onset rata-rata adalah 17 tahun 30% dari orang dengan agoraphobia mengalami serangan panik atau gangguan panik Menganugerahkan risiko tinggi gangguan kecemasan lain, depresi dan gangguan penggunaan zat Klasifikasi Gangguan Fobik. 1. Gangguan agorafobi (F40.0) 2. Gangguan fobia social (F40.1) 3. Gangguan fobia khas (F40.2).
Agorafobia Pedoman Diagnostik Semua kriteria dbawah ini harus dipenuhi untuk diagnosa pasti : (a) Gejala psikologik perilaku atau otonomik yang timbul harus merupakan manifestasi primer dari anxietasnya dan bukan sekunder dari gejala-gejala lain seperti misalnya waham atau pikiran obsesif. (b) Anxietas yang timbul harus terbatas pada (terutamaterjadi dalam hubungan dengan) setidaknya dua dari situasi berikut : banyak orang/keramaian, tempat umum, bepergian keluar rumah, bepergian sendiri dan
(c) Menghindari situasi fobik harus atau sudah merupakan gejala yang menonjol (penderita menjadi “house bound” Ketakutan atau kecemasan selama lebih dari 6 bulan sekitar dua atau lebih dari 5 situasi berikut Menggunakan transportasi umum Berada di ruang terbuka Berada di ruang tertutup Berada di tengah orang banyak Berada di luar rumah saja
Ketakutan individu atau menghindari situasi ini karena melarikan diri mungkin akan sulit atau bantuan mungkin tidak tersedia Situasi agoraphobic hampir selalu memprovokasi kecemasan Kecemasan adalah tidak sesuai dengan ancaman aktual yang ditimbulkan oleh situasi Situasi agoraphobic dihindari atau mengalami kecemasan intens Penghindaran, ketakutan atau kecemasan secara signifikan mengganggu rutinitas atau fungsi mereka
Fobia Sosial Rasa takut diperhatikan oleh orang lain dlm kelompok yg relatif kecil : makan di tempat umum berbicara di depan umum menghadapi jenis kelamin lain atau dapat bersifat difus. biasanya disertai harga diri rendah & takut di kritik. Pedoman Diagnotik
Semua kriteria dibawah ini harus dipenuhi untuk diagnostik pasti : (a) Gejala psikologis perilaku atau otonomik yang timbul harus merupakan manifestasi primer dari anxietasnya dan bukan sekunder dari gejala-gejala lain seperti misalnya waham dan pikiran obsesif. (b) Anxietas harus mendominasi atas terbatas pada situasi social tertentu (outside the family circle) dan (c) Menghindari situasi fobik harus atau sudah merupakan gejala yang menonjol.
Bila terlalu sulit membedakan anxietas sosial dengan agoraphobia, hendaknya diutamakan diagnosis agoraphobia (F40.0).
Fobia Khas Fobia terbatas pd objek / situasi yang sangat spesifik :
binatang tertentu tempat tinggi petir ruang tertutup darah naik pesawat, dlli
Pedoman Diagnostik Fobia Khas (F40.2) Menurut PPDGJ III. Semua kriteria dibwah ini harus dipenuhi untuk diagnosis pasti : (a) Gejala psikologis perilaku atau otonomik yang timbul harus merupakan manifestasi primer dari anxietasnya dan bukan sekunder dari gejala-gejala lain seperti misalnya waham dan pikiran obsesif. (b) Anxietas harus terbatas pada adanya objek atau situasi fobik tertentu (highly specific situations), dan (c) Situasi fobik tersebut sedapat mungkin dihindarinya. Pada fobia khas ini umumnya tidak ada gejala psikiatrik lain. Tidak seperti halnya agoraphobia dan fobia social. Penatalaksanaan : Farmakoterapi : SSRI, Benzodiazepine, Buspar, -bloker (Tenormin, Propanolol) Psikoterapi suportif Behaviour therapy : desensitisasi, implosion, flooding Hipnosa
Gangguan Obsesi Kompulsif dan Gangguan Terkait Tingkat kompetensi 2
Gangguan Obsesif-kompulsif Gangguan Body dismorfik Trikotilomania Definisi Kecemasan dapat berubah menjadi gejala khas → gambaran klinik = obsesif-kompulsif. Obsesi :
Isi unsur pemikiran yang berulang2; timbul dalam kesadaran, sekalipun pasien tidak menghendaki untuk memikirkannya. Ia tidak sanggup mengeluarkannya dari kesadarannya atas kemauan sendiri, ia seolah ; dipaksa untuk memikirkan, mengingat atau membayangkan. Kompulsi : Dorongan utk melakukan perbuatan atau rangkaian perbuatan tertentu yg apabila dilawan atau tdk dilaksanakan akan menimbulkan ketegangan yg sangat. Pasien seolah2 dipaksa menyerah pd impuls utk melakukan perbuatan itu sekalipun tdk menyukainya & tdk memperoleh kepuasan dari perbuatan tsb. Epidemiologi 2% dari populasi umum, onset rata-rata usia 19,5 tahun, 25 persent di mulai pada usia 14 tahun. Laki-laki mempunyai onset lebih awal dari perempuan. Ratio laki-laki : parempuan = 1: 1 Pedoman diagnosis Obsesif Kompulsif Menurut PPDGJ III.
Untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala-gejala obsesif atau tindakan kompulsif atau kedua-duanya, harus ada hampir setiap hari selama sedikitnya dua minggu berturut-turut. Hal tersebut merupakan sumber penderitaan (distress) atau mengganggu aktivitas penderita. Gejala-gejala obsesif harus mencakup hal-hal berikut : (a) harus disadari sebagai pikiran atau impuls diri sendiri (b) Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang tidak berhasil dilawan, meskipun ada lainnya yang tidak lagi dilawan oleh penderita. (c) Pikiran untuk melakukan tindakan tersebut diatas bukan hal yang memberi kepuasan atau kesenangan (sekedar perasaan lega dari ketegangan atau anxietas, tidak dianggap seb, tidak dianggap sebagai kesenangan seperti diatas) (d) Gagasan, bayangan pikiran atau impuls tersebGagasan, bayangan pikiran atau impuls tersebut harus merupakan pengulangan yang tidak menyenangkan (unpleasantly repetitive). Ada kaitan erat antara gejala obsesif, terutama pikiran (obsesif) dengan depresi. Penderita gangguan obsesif kompulsif juga menunjukkan gejala depresi dan sebaliknya penderita gangguan depresi berulang (F33.-) dapat menunjukkan pikiranunjukkan pikiran-pikiran obsesif selama spisodee deepresifmya. Dalam berbagai situasi dalam berbagai situasi dari kedua hal tersebut meningkat atau menurunnya gejala depresif umumnya dibarengi secara parallel dengan perubahan gejala obsesif, Bila terjadi episode akut dari gangguan tersebut, maka diagnosis diutamakan dari gejalagejala yang timbul lebih dahulu. Diagnosis gangguan obsesif kompulsif ditegakkan hanya bila tidak ada gangguan dpresif pada saat gejala obsesif kompulsif tersebut timbul.
Bila dari keduanya tidak ada yang menonjol, maka lebih baik menganggap depresi sebagai diagnosis primer. Pada gangguan menahun, maka priotas diberikan pada gejala yang paling bertahan saat gejala lain menghilang. Gejala obsesif “sekunder” yang terjadi pada gangguan skiofrenia, sindroma tourrette atau gangguan mental organic harus dianggap sebagai bagian dari keadaan tersebut.
Penatalaksanaan. Psikofarmaka Kombinasi Nobrium + Trilafor Anti depressan : Anafranil, SSRI Psikoterapi Terapi suportif : penerangan & pendidikan Terapi perilaku : desensitisasi, pikiran distop, flooding, implosion, aversion Gangguan yang terkait dengan obsesif-kompulsif 1. Gangguan Body dismorfik 2. Trikotilomania
Gangguan Body Dysmorphic Deskripsi Klinik : Preokupasi dengan penampilan membayangkan cacat “Membayangkan” kejelekkan Cermin (Fiksasi atau Penghindaran) Ideas of Reference Ide dan kecenderungan bunuh diri Lokasi cacat yang paling sering Kulit Mata Kepala / Muka Bibir Fakta dan Statistik Mahasiswa 70% dilaporkan tidak memuaskan 28% memenuhi kriteria diagnostik “Body Dysmorphic” Banyak konsul kem dokter bedah plastik
Wanita = Pria, Onset akhir masa remaja
Etiologi dan Terapi Sedikit yang diketahui Terjadi bersama dengan Obsesif Kompulsif (OCD) Pikiran-pikiran yang mengganggu dan paksaan untuk mengecek penampilannya. Pajanan + Respons Pencegahan
Trikotilomania Tingkat kompetensi 3 A
Definisi Trikotilomania adalah gangguan yang ditandai oleh dorongan kronis menarik keluar salah satu rambut sendiri. Kata trikotilomania berasal dari thrix Yunani (trich), rambut; tillein (Tillo), untuk menarik; dan mania, kegilaan atau kegilaan (mania). Trikotilomania secara historis dianggap sebagai kondisi langka. Epidemiologi Namun, survei perguruan diselesaikan oleh Christensen et al (1991) menemukan bahwa 3,4% dari perempuan perguruan tinggi dan 1,5% laki-laki perguruan terlibat dalam perilaku menarik rambut klinis yang signifikan. Sebuah survei serupa oleh Rothbaum (1993) dari 700 mahasiswa perguruan tinggi, menemukan bahwa 11% menarik rambut mereka secara teratur untuk selain alasan kosmetik. (Rothbaum, 1993)1993. Para peneliti telah melaporkan berbagai tingkat prevalensi tergantung pada bagaimana ketat kriteria mereka digunakan untuk mendefinisikanhair-pulling. Jika kita mempertimbangkan konservatif 1%, dan diberi populasi Amerika Serikat mendekati 300 juta, kita dapat memperkirakan bahwa lebih dari tiga juta orang mengalami kondisi ini di AS saja. Tipe Trikotilomania : Manifestasi dari trikotilomania dapat dikelompokkan menjadi tiga subtipe: 1) Bentuk sementara yang paling sering terjadi pada anak-anak usia antara 2-6 tahun. 2) Bentuk kebiasaan dimana individu menarik rambut mereka dalam keadaan tidak sadar, biasanya ketika terlibat dalam kegiatan menetap.
3) Jenis ketegangan-release mirip dengan terasuki gangguan kompulsif. Dalam jenis ini individu merasa dorongan untuk menarik yang sering menyebabkan mencari dan sadar menarik rambut untuk meringankan rasa ketegangan atau kecemasan. Dalam bentuk terakhir ini individu mungkin merasa terdorong untuk terlibat dalam ritual yang terkait Ritual umum termasuk: Kebutuhan untuk mengekstrak bola rambut utuh. Kebutuhan untuk menggigit atau berbasa bulu atau rambut bohlam. Stimulasi taktil dari bibir atau wajah dengan batang rambut. Kebutuhan untuk menarik rambut dengan cara tertentu. Menempatkan, menyimpan, atau membuang rambut dengan cara ritual. Memutar-mutar, bergulir, atau pemeriksaan rambut. Mencari rambut yang tidak merasa benar (yaitu kasar). Mencari rambut yang tidak terlihat benar (yaitu warna). Merasa terdorong untuk membuat rambut mereka benar-benar bahkan. Menelan rambut mereka. Penatalaksanaan. Pendekatan psikososial Terapi perilaku ini "pembalikan kebiasaan." - CBT - Hipnosis [termasuk digunakan dengan anak-anak] - Kelompok-kelompok swadaya Pendekatan Medis - Clomipramine - ` SSRI digunakan dan memiliki laporan positif, tetapi tidak dalam studi terkontrol. - Antipsikotik, tapi tidak dalam studi terkontrol - Lithium digunakan, tetapi tidak dikendalikan studi
Gangguan Stres Paska Trauma Tingkat Kompetensi 3 A Diagnosis Pedoman diagnosis menurut PPDGJ III. •
Diagnosis baru ditegakkan bilamana gangguan ini timbul dalam kurun waktu 6 bulan setelah kejadian traumatis berat (masa laten berkisar antara beberapa monggu sampai beberapa bulan , jarang melampaui 6 bulan),
`
• • •
Kemungkinan diagnosa masih dapat ditegakkan apabila tertundanya waktu mulai saat kejadian dan onset gangguan melebihi 6 bulan, asal saja manifestasi klinisnya adalah khas dan tidak didapat alternatif kategori gangguan lainnya Sebagai bukti tambahan selain trauma, harus didaoatkan bayang-bayang atau mimpi – mimpi dari kejadian traumatik secara berulang-ulang kembali (flashback). Gangguan otonomil, gangguan afek dan kelainan tingkah laku semuanya dapat mewarnai diagnosis, tetapi tidak khas. Suatu “sequele” menahun yang terjadi lambat setelah stres yang luar biasa misalnya saja beberapa puluh tahun setelah bencana, diklasifikasikan dalam katagori F 62.0 (perubahan kepribadian yang berlangsung setelah kejadian katas trofi,
Kriteria diagnostik untuk Posttraumatic Stress Disorder Menurut DSM-IV-TR. A. Orang yang telah terpapar peristiwa traumatis di mana ada kedua berikut : 1. orang berpengalaman, menyaksikan, atau dihadapkan dengan suatu peristiwa atau kejadian yang melibatkan kematian aktual atau terancam atau cedera serius, atau ancaman terhadap integritas fisik diri sendiri atau orang lain 2. respon seseorang yang terlibat takut intens, tidak berdaya, atau horor. Catatan: Pada anak-anak, ini dapat dinyatakan bukan oleh perilaku disorganisai atau gelisah. B. Peristiwa traumatik yang terus-menerus dialaminya secara berulang dalam satu (atau lebih) dari cara berikut: 1. berulang dan kenangan menyedihkan mengganggu acara, termasuk gambar, pikiran, atau persepsi. Catatan: Pada anak-anak muda, bermain berulang-ulang dapat terjadi di mana tema atau aspek trauma disajikan. 2. mimpi menyedihkan berulang acara. Catatan: Pada anak-anak, mungkin ada mimpi menakutkan tanpa isi dikenali. 3. akting atau merasa seolah-olah peristiwa traumatik yang berulang (termasuk rasa mengenang pengalaman, ilusi, halusinasi, dan episode kilas balik disosiatif, termasuk yang terjadi pada kebangkitan atau saat mabuk). Catatan: Pada anak-anak muda, pemeragaan trauma-spesifik mungkin terjadi. 4. tekanan psikologis yang intens di paparan isyarat internal atau eksternal yang melambangkan atau menyerupai aspek dari peristiwa traumatik 5. reaktivitas fisiologis pada paparan isyarat internal atau eksternal yang melambangkan atau menyerupai aspek dari peristiwa traumatik C. Terus-menerus menghindar dari rangsangan yang terkait dengan trauma dan mati rasa respon umum (tidak hadir sebelum trauma), seperti yang ditunjukkan oleh tiga (atau lebih) dari yang berikut: 1. upaya untuk menghindari pikiran, perasaan, atau percakapan yang berhubungan dengan trauma 2. upaya untuk menghindari kegiatan, tempat, atau orang-orang yang membangkitkan ingatan trauma 3. ketidakmampuan untuk mengingat aspek penting dari trauma 4. nyata berkurang bunga atau partisipasi dalam kegiatan yang signifikan 5. perasaan detasemen atau keterasingan dari orang lain
6. Kisaran terbatas mempengaruhi (misalnya, dapat memiliki perasaan yang penuh kasih) 7. rasa masa depan yang menyempit (misalnya, tidak berharap untuk memiliki karir, perkawinan, anak-anak, atau jangka hidup yang normal) D. Gejala persisten peningkatan gairah (tidak hadir sebelum trauma), seperti yang ditunjukkan oleh dua (atau lebih) dari yang berikut: 1. kesulitan jatuh atau tidur 2. lekas marah atau amarah 3. kesulitan berkonsentrasi 4. hypervigilance 5. respon kaget yang berlebihan E. Durasi gangguan (gejala pada Kriteria B, C, dan D) lebih dari 1 bulan. F. Gangguan tersebut menyebabkan distress klinis yang bermakna atau penurunan kemampuan dalam bidang sosial, pekerjaan, atau penting dari fungsi. Tentukan jika: Akut: jika durasi gejala kurang dari 3 bulan Kronis: jika durasi gejala adalah 3 bulan atau lebih Tentukan jika: Dengan onset tertunda: jika timbulnya gejala setidaknya 6 bulan setelah stressor. Diagnosa Banding. Karena pasien sering menunjukkan reaksi kompleks dari trauma, dokter harus berhatihati dalam mengevaluasi sindrom lain yang ditimbulkan oleh trauma. Hal ini sangat penting untuk mengenali kontributor medis berpotensi dapat diobati dengan pengetahuan gejala pasca trauma, terutama cedera kepala selama trauma. Kontributor medis biasanya dapat dideteksi melalui anamnesa dan pemeriksaan fisik. Pertimbangan organik lainnya yang dapat menjadi penyebab dan memperburuk gejala epilepsi, gangguan penggunaan alkohol, dan gangguan-zat lain yang terkait. Intoksikasi akut atau putus dari beberapa zat juga dapat memberikan gambaran klinis yang sulit dibedakan dengan gangguan ini sampai efek dari zat telah memudar. Gejala Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) bisa sulit untuk membedakan dari kedua gangguan panik dan gangguan cemas menyeluruh, karena ketiga gangguan ini berhubungan dengan kecemasan menonjol dan meningkatnya aktivtas saraf otonom. Kunci untuk mendiagnosa Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) melibatkan perjalanan waktu terkait gejala untuk peristiwa traumatis. PTSD juga berhubungan dengan pengalaman berulang dan perilaku menghindari trauma, gambaran biasanya tidak didapatkan pada gangguan panik atau gangguan cemas menyeluruh. Depresi berat juga sering bersamaan PTSD. Meskipun kedua sindrom biasanya tidak sulit untuk dibedakan fenomenologisnya, penting untuk dicatat adanya komorbiditas depresi, karena ini bisa mempengaruhi pengobatan PTSD. PTSD juga harus dibedakan dari serangkaian gangguan terkait yang dapat menunjukkan kesamaan fenomenologis, termasuk gangguan kepribadian ambang, gangguan disosiatif, dan gangguan buatan. Gangguan kepribadian dapat sulit untuk membedakan dari PTSD. Gangguan dapat bersama-sama atau bahkan menyebabkan gangguan terkait. Pasien dengan gangguan disosiatif biasanya tidak memiliki perilaku penghindaran, yang meningkatkan aktivitas saraf otonom, atau adanya riwayat trauma.
Penatalaksanaan. Ketika seorang dokter dihadapkan dengan pasien yang telah mengalami trauma yang bermakna, pendekatan utama adalah dukungan, dorongan untuk membahas acara, dan edukasi tentang berbagai mekanisme koping (misalnya, relaksasi). Penggunaan obat penenang dan hipnotik juga dapat membantu. Ketika seorang pasien mengalami peristiwa traumatis di masa lalu dan sekarang memiliki PTSD, penekanan harus pada pendidikan tentang gangguan dan pengobatan, baik farmakologis dan psikoterapi. Dokter juga harus bekerja untuk destigmatisasi gagasan penyakit mental dan PTSD. Dukungan tambahan untuk pasien dan keluarga dapat diperoleh melalui kelompok dukungan lokal dan nasional untuk pasien dengan PTSD. Farmakoterapi Selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI), seperti sertraline (Zoloft) dan paroxetine (Paxil), dianggap pengobatan lini pertama untuk PTSD, karena peringkat khasiat, tolerabilitas, dan keselamatan mereka. SSRI mengurangi gejala dari semua kelompok PTSD gejala dan efektif dalam meningkatkan gejala unik untuk PTSD, bukan hanya gejala yang mirip dengan mereka yang depresi atau gangguan kecemasan lainnya. Buspirone (BuSpar) adalah serotonergik dan juga mungkin digunakan. Khasiat imipramine (Tofranil) dan amitriptyline (Elavil), dua obat trisiklik, dalam pengobatan PTSD didukung oleh sejumlah uji klinis yang terkendali dengan baik. Meskipun beberapa percobaan dari dua obat memiliki temuan negatif, kebanyakan dari uji coba ini memiliki cacat desain yang serius, termasuk terlalu pendek durasi. Dosis imipramine dan amitriptyline harus sama dengan yang digunakan untuk mengobati gangguan depresi, dan percobaan yang memadai harus berlangsung minimal 8 minggu. Pasien yang merespon dengan baik mungkin harus terus farmakoterapi untuk setidaknya 1 tahun sebelum dilakukan usaha untuk menarik obat. Beberapa studi menunjukkan bahwa farmakoterapi lebih efektif dalam mengobati depresi, kecemasan, dan hyperarousal dari dalam mengobati menghindari, penolakan, dan mati rasa emosional. Obat lain yang mungkin berguna dalam pengobatan PTSD meliputi inhibitor monoamine oxidase (MAOIs) (misalnya, phenelzine [Nardil]), trazodone (Desyrel), dan antikonvulsan (misalnya, carbamazepine [Tegretol], valproate [Depakene]). Beberapa penelitian juga mengungkapkan peningkatan PTSD pada pasien yang diobati dengan reversibel inhibitor monoamine oxidase (Rimas). Penggunaan clonidine (Catapres) dan propranolol (Inderal), yang adalah agen antiadrenergic, disarankan oleh teori tentang hiperaktif noradrenergik di gangguan. Hampir tidak ada perhatian positif data penggunaan obat antipsikotik dalam gangguan, sehingga penggunaan obat-obatan seperti haloperidol (Haldol) harus disediakan untuk kontrol jangka pendek agresi parah dan agitasi. Psikoterapi Psikoterapi psikodinamik mungkin berguna dalam pengobatan banyak pasien dengan PTSD. Dalam beberapa kasus, rekonstruksi peristiwa traumatis dengan abreaksi terkait dan katarsis mungkin terapi, tetapi psikoterapi harus individual karena reexperiencing trauma menguasai beberapa pasien.
Intervensi psikoterapi untuk PTSD meliputi terapi perilaku, terapi kognitif, dan hipnosis. Banyak dokter menganjurkan psikoterapi waktu terbatas untuk korban trauma. Terapi seperti biasanya mengambil pendekatan kognitif dan juga memberikan dukungan dan keamanan. Sifat jangka pendek dari psikoterapi yang meminimalkan risiko ketergantungan dan kronisitas, tetapi isu-isu kecurigaan, paranoia, dan kepercayaan sering mempengaruhi kepatuhan. Terapis harus mengatasi penolakan pasien dari peristiwa traumatik, mendorong mereka untuk bersantai, dan menghapus mereka dari sumber stres. Pasien harus didorong untuk tidur, menggunakan obat jika diperlukan. Dukungan dari orang-orang di lingkungan mereka (misalnya, teman-teman dan kerabat) harus disediakan. Pasien harus didorong untuk meninjau dan abreact perasaan emosional yang terkait dengan peristiwa traumatik dan untuk merencanakan pemulihan di masa depan. Abreactionâ mengalami emosi yang terkait dengan event dapat membantu untuk beberapa pasien. The amobarbital (Amytal) wawancara telah digunakan untuk memfasilitasi proses ini. Psikoterapi setelah peristiwa traumatis harus mengikuti model intervensi krisis dengan dukungan, pendidikan, dan pengembangan mekanisme koping dan penerimaan acara. Ketika PTSD telah mengembangkan, dua pendekatan psikoterapi utama dapat diambil. Yang pertama adalah terapi pemaparan, di mana pasien reexperiences peristiwa traumatik melalui teknik pencitraan atau dalam paparan vivo. Eksposur dapat intens, seperti dalam terapi implosif, atau dinilai, seperti dalam desensitisasi sistematis. Pendekatan kedua adalah untuk mengajarkan metode pasien manajemen stres, termasuk teknik relaksasi dan pendekatan kognitif untuk mengatasi stres. Beberapa data awal menunjukkan bahwa, meskipun teknik manajemen stres yang efektif lebih cepat daripada teknik eksposur, hasil teknik eksposur bertahan lebih lama. Teknik psikoterapi lain yang relatif baru dan agak kontroversial adalah gerakan mata desensitisasi dan pengolahan ulang (EMDR), di mana pasien berfokus pada gerakan lateral jari klinisi tetap menjaga citra mental dari pengalaman trauma. Kepercayaan umum adalah bahwa gejala dapat dikurangi sebagai pasien bekerja melalui peristiwa traumatis sementara dalam keadaan relaksasi yang mendalam. Para pendukung pengobatan ini menyatakan itu adalah sebagai efektif, dan mungkin lebih efektif, dibandingkan perawatan lain untuk PTSD dan yang lebih disukai oleh dokter dan pasien yang telah mencobanya. Selain teknik terapi individu, terapi kelompok dan terapi keluarga telah dilaporkan efektif dalam kasus PTSD. Keuntungan dari terapi kelompok termasuk berbagi pengalaman traumatis dan dukungan dari anggota kelompok lainnya. Terapi kelompok telah sangat sukses pada veteran Vietnam dan korban bencana bencana seperti gempa bumi. Terapi keluarga sering membantu mempertahankan perkawinan melalui periode gejala diperburuk. Rawat inap mungkin diperlukan bila gejala sangat parah atau ketika risiko bunuh diri atau kekerasan lainnya ada. Perjalanan penyakit dan Prognosis PTSD biasanya berkembang beberapa waktu setelah trauma. Penundaan bisa sesingkat 1 minggu atau selama 30 tahun. Gejala dapat berfluktuasi dari waktu ke waktu dan mungkin paling hebat selama periode stres. Bila diobati, sekitar 30 persen pasien sembuh sepenuhnya, 40 persen terus memiliki gejala ringan, 20 persen terus memiliki gejala sedang, dan 10 persen tetap tidak berubah atau bahkan menjadi lebih buruk. Setelah 1 tahun, sekitar 50 persen pasien akan sembuh.
prognosis yang baik diprediksi oleh onset yang akut, durasi singkat dari gejala (kurang dari 6 bulan), fungsi premorbid yang baik, dukungan sosial yang kuat, dan tidak adanya gangguan mental, fisik sehat, atau faktor risiko lain dan yang berhubungan dengan penyalahgunaan zat lainnya. Secara umum, orang yang usia sangat muda dan sangat tua memiliki lebih banyak kesulitan dengan peristiwa traumatis daripada mereka di usia pertengahan. Sebagai contoh, sekitar 80 persen anak-anak muda yang mengalami luka bakar menunjukkan gejala PTSD, 1 atau 2 tahun setelah cedera awal; hanya 30 persen orang dewasa yang menderita cedera tersebut memiliki PTSD setelah 1 tahun. Agaknya, anak-anak belum memiliki mekanisme koping yang memadai untuk menangani cedera fisik dan emosional dari trauma. Demikian juga, orang tua cenderung memiliki mekanisme koping lebih kaku daripada orang dewasa muda dan kurang mampu menggunakan pendekatan yang fleksibel untuk menangani efek trauma. Selain itu, efek traumatis dapat diperburuk oleh cedera fisik pada lanjut usia, terutama cedera dari sistem saraf dan sistem kardiovaskular, seperti berkurangnya aliran darah ke otak, jantung berdebar, dan aritmia, gangguan mental yang sudah ada sebelumnya, apakah gangguan kepribadian atau keadaan yang lebih serius, juga meningkatkan efek stres tertentu. PTSD yang berkomorbiditas dengan gangguan lainnya sering lebih parah dan mungkin lebih kronis dan mungkin sulit untuk diobati. Ketersediaan dukungan sosial juga dapat mempengaruhi perkembangan tingkat keparahan, dan durasi PTSD. Secara umum, pasien yang memiliki jaringan yang baik dari dukungan sosial pulih lebih cepat.