JURNAL KEPERAWATAN JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU

Download pada pasien GGK di ruang hemodialisa RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota. Gorontalo. Skripsi, Jurusan Keperawatan, Fakultas Ilmu-Ilmu Keseha...

0 downloads 648 Views 1MB Size
Jurnal Keperawatan JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN DAN KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2015

Jurnal Keperawatan JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN DAN KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2015

2015

Jurnal Keperawatan JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN DAN KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

ABSTRAK Adrian. 2015. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup pada pasien GGK di ruang hemodialisa RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo. Skripsi, Jurusan Keperawatan, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan, Universitas Negeri Gorontalo. Pembimbing I dr. Nanang R. Paramata, M.Kes Pembimbing II H. Abd. Wahab Pakaya S.Kep.,Ns.,MM. Mencapai kualitas hidup perlu perubahan fundamental atas cara pandang pasien terhadap penyakit GGK itu sendiri. Hemodialisis merupakan terapi pembantu dialisis darah diluar tubuh, namun masih menyisakan sejumlah persoalan penting terhadap kualitas hidup pasien. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui Faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien GGK di ruang hemodialisa RSUD. Prof. Dr. H. Aloei Saboe. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian sejumlah 30 orang. Penelitian ini menggunakan accidental sampling melalui kriteria calon responden. Sampel penelitian sejumlah 30 orang. Analisis yang digunakan adalah uji Chi-Square. Berdasarkan hasil penelitian faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup yaitu variabel pekerjaan (p=0.000) lama menjalani hemodialisa (p=0.000), kepatuhan pembatasan asupan cairan (p=0.000), durasi hemodialisis (p=0.000), dan yang tidak berhubungan umur (p=0.295), jenis kelamin (p=0.389), pendidikan (p=0.232), dukungan keluarga (p=0.102). Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan variabel pekerjaan, lama menjalani hemodialisis, kepatuhan pembatasan asupan cairan, durasi hemodialisis terdapat hubungan dengan kualitas hidup, dan umur, jenis kelamin, pendidikan, dukungan keluarga tidak terdapat hubungan dengan kualitas hidup. Melalui penelitian ini diharapkan pihak yang terkait dapat mengoptimalkan penyuluhan dan sosialisasi tentang pentingnya membatasi asupan cairan dan kecukupan durasi hemodialisis untuk mencegah komplikasi dan mencapai dialisis yang adekuat. Kata Kunci : Kualitas Hidup, GGK, Hemodialis. Daftar Pustaka : 35 Referensi (2000-2013)

2015

Jurnal Keperawatan JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN DAN KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

mmjjjjj

2015

Jurnal Keperawatan JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN DAN KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KUALITAS HIDUP PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DI RUANG HEMODIALISA RSUD PROF. DR. H. ALOEI SABOE KOTA GORONTALO Adrian1, dr. Nanang R. Paramata, M.Kes2, H. Abd. Wahab Pakaya S.Kep.,Ns.,MM3 1. Mahasiswa Jurusan Ilmu Keperawatan UNG 2. Dosen Jurusan Keperawatan UNG 3. Dosen Jurusan Keperawatan UNG ABSTRAK Adrian. 2015. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup pada pasien GGK di ruang hemodialisa RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo. Skripsi, Jurusan Keperawatan, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan, Universitas Negeri Gorontalo. Pembimbing I dr. Nanang R. Paramata, M.Kes Pembimbing II H. Abd. Wahab Pakaya S.Kep.,Ns.,MM. Mencapai kualitas hidup perlu perubahan fundamental atas cara pandang pasien terhadap penyakit GGK itu sendiri. Hemodialisis merupakan terapi pembantu dialisis darah diluar tubuh, namun masih menyisakan sejumlah persoalan penting terhadap kualitas hidup pasien. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui Faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien GGK di ruang hemodialisa RSUD. Prof. Dr. H. Aloei Saboe. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian sejumlah 30 orang. Penelitian ini menggunakan accidental sampling melalui kriteria calon responden. Sampel penelitian sejumlah 30 orang. Analisis yang digunakan adalah uji Chi-Square. Berdasarkan hasil penelitian faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup yaitu variabel pekerjaan (p=0.000) lama menjalani hemodialisa (p=0.000), kepatuhan pembatasan asupan cairan (p=0.000), durasi hemodialisis (p=0.000), dan yang tidak berhubungan umur (p=0.295), jenis kelamin (p=0.389), pendidikan (p=0.232), dukungan keluarga (p=0.102). Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan variabel pekerjaan, lama menjalani hemodialisis, kepatuhan pembatasan asupan cairan, durasi hemodialisis terdapat hubungan dengan kualitas hidup, dan umur, jenis kelamin, pendidikan, dukungan keluarga tidak terdapat hubungan dengan kualitas hidup. Melalui penelitian ini diharapkan pihak yang terkait dapat mengoptimalkan penyuluhan dan sosialisasi tentang pentingnya membatasi asupan cairan dan kecukupan durasi hemodialisis untuk mencegah komplikasi dan mencapai dialisis yang adekuat. Kata Kunci : Kualitas Hidup, GGK, Hemodialis. Daftar Pustaka : 35 Referensi (2000-2013)

Jurnal Keperawatan

2015

JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN DAN KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

PENDAHULUAN Gagal ginjal adalah hilangnya fungsi ginjal. Karena ginjal memiiki peran vital dalam mempertahankan homeostasis, gagal ginjal menyebabkan efek sistemik multipel. Semua upaya mencegah gagal ginjal amat penting. Dengan demikian, gagal ginjal harus diobati secara agresif. Gagal ginjal juga digolongkan menjadi gagal ginjal akut, yaitu terjadi mendadak dan biasanya reversibel, atau gagal ginjal kronis, yang terkait dengan hilangnya fungsi ginjal yang progresif dan ireversibel. Gagal ginjal kronis biasanya muncul setelah terjadi penyakit atau kerusakan ginjal bertahun-tahun, tetapi bisa juga terjadi tiba-tiba pada beberapa keadaan. Gagal ginjal kronis tidak diragukan lagi menyebabkan dialisis ginjal, transplantasi, atau kematian (Corwin, 2009)1. Kasus gagal ginjal kronik laporan The United States Renal Data System (USRDS, 2013) menunjukan prevalensi rate penderita penyakit gagal ginjal kronik di Amerika Serikat pada tahun 2011 sebesar 1.901/1 juta penduduk. Treament of End-Stage Organ Failure in Canada, tahun 2000 sampai tahun 2009 menyebutkan bahwa hampir 38.000 warga Kanada hidup dengan penyakit ginjal kronik dan telah meningkat hampir 3x lipat dari tahun 1990, dari jumlah tersebut 59% (22.300) telah menjalani hemodialisa dan sebanyak 3000 orang berada dijadwal tunggu untuk transplantasi ginjal. Menurut Survey Perhimpunan Nefrologi Indonesia kasus gagal ginjal kronik di Indonesia menunjukkan 12,5 % (sekitar 25 juta penduduk) dari populasi mengalami penurunan fungsi ginjal. Sedangkan menurut data dari Dinas Kesehatan Kota Gorontalo kasus gagal ginjal kronik di Kota Gorontalo yang berobat melalui Puskesmas pada tahun 2012 sebanyak 8 orang, tahun 2013 sebanyak 16 orang, dan tahun 2014 sebanyak 10 orang. Gagal ginjal kronik menjadi masalah besar dunia karena sulit disembuhkan, biaya perawatan dan pengobatannya yang terhitung mahal (Supriyadi, 2011). Ada beberapa treatment untuk menghadapi kasus gagal ginjal kronik yaitu transplantasi ginjal dan dua jenis dialisis, yaitu hemodialisis dan dialisis peritoneum (Corwin, 2009). Hemodialisis adalah suatu teknologi tinggi sebagai terapi penggangti fungsi ginjal untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu dari peredaran darah manusia seperti air, natrium, kalium, hydrogen, urea, kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain melalui membran semi permeable sebagai pemisah darah dan cairan dialisat pada ginjal buatan di mana terjadi proses difusi, osmosis dan ultrafiltrasi. Dialisis bisa digunakan sebagai pengobatan jangka panjang untuk GGK atau sebagai pengobatan sementara sebelum penderita menjalani pencangkokan ginjal (Haryono, 2013)2. Sehingga Hal ini menjadi suatu perhatian khusus, karena penyakit gagal ginjal kronis akan menimbulkan berbagai macam komplikasi lainnya yang berakibat pada penurunan kualitas hidup pasien baik dari segi fisik, mental, sosial dan lingkungan (Rahman, 2013)3. 1

Corwin, EJ 2009, “Buku Saku Patofisiologi”, EGC, Jakarta Haryono, R 2013, “Keperawatan Medikal Bedah : Sistem Perkemihan”, Rapha Publishing, Yogyakarta 2 Rahman,“Hubungan antara edukuasi hemodialisis dan kualitas hidup pasien di RSUD Ulin Banjarmasin 2

Jurnal Keperawatan

2015

JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN DAN KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

Kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisis masih marupakan masalah yang menarik perhatian para profesional kesehatan. Pasien bisa bertahan hidup dengan menjalani proses hemodialisis, namun masih menyisahkan sejumlah persoalan penting sebagai dampak dari terapi hemodialisis. Mencapai kualitas hidup perlu perubahan fundanmental atas cara pendang pasien terhadap penyakit gagal ginjal kronis itu sendiri Pada pasien yang memiliki pendidikan lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas yang memungkinkan mampu mengontrol dirinya dalam mengatasi masalah yang dihadapi dan mempunyai rasa percaya diri yang tinggi (Nurchayati, 2011)4. Dukungan keluarga dalam hal ini memberikan motivasi, perhatian untuk membantu meningkatkan kualitas hidup yang lebih baik. Dukungan keluarga diperlukan karena pasien gagal ginjal kronik akan mengalami sejumlah perubahan bagi hidupnya sehingga menghilangkan semangat hidup pasien, diharapkan dengan adanya dukungan keluarga dapat menunjang meningkatnya kualitas hidup pasien (Brunner dan Suddart, 2002)5. Di RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe kota Gorontalo, jumlah pasien yang menjalani terapi hemodialisis pada tahun 2012 sebanyak 219 orang, tahun 2013 sebanyak 218 orang, tahun 2014 sebanyak 208 orang dan pada bulan Maret 2015 jumlah pasien yang menjalani terapi hemodialisis berjumlah 30 orang. (Rekam Medik RSUD Aloei Saboe, 2015). Berdasarkan pada latar belakang masalah diatas dan melihat pentingnya peningkatan kualitas hidup bagi penderita gagal ginjal kronik, peneliti tertarik untuk meneliti “Faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup pada pasien gagal ginjal kronik di ruang hemodialisa RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo”. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik dengan pendekatan cros sectional. Penelitian ini dilakukan di ruang Hemodialisa RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gotontalo. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan 26 Mei – 25 Juni 2015. Analisa data yang digunakan yaitu analisa univariat dan analisa bivariat menggunakan uji Chi Square dengan tingkat kemaknaan 5% (0,05) dengan menggunakan program SPSS.

4

Nurchayati, S 2010, “Analisa faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di Rumah Sakit Islam Fatmawati Cilacap dan Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas”, Tesis, Universitas Indonesia Depok 5 Brunner & Suddart, 2002, “Keperawatan Medikal Bedah”, EGC, Jakarta

Jurnal Keperawatan

2015

JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN DAN KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

HASIL PENELITIAN 4.4.1. Hubungan Umur Dengan Kualitas Hidup Berdasarkan penelitian yang di lakukan di Ruang Hemodialisa RSUD Prof. Dr. H Aloei Saboe Kota Gorontalo, analisis hubungan umur dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik adalah sebagai berikut. Tabel 4.10. Analisis Hubungan Umur Dengan Kualitas Hidup Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik di Ruang Hemodialisa RSUD. Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo Kualitas Hidup Pasien Gagal No Umur Ginjal Kronik Total P Kurang Baik Value Jml % Jml % Jml % 1 < 40 Tahun 5 16.7 3 10 8 26.7 2 > 40 Tahun 9 30 13 43.3 22 73.3 0.295 Total 14 46.7 16 53.3 30 100 Sumber : Data Primer, 2015 Tabel 4.10 menunjukan hasil analisis penelitian bahwa diantara 30 responden yang menjalani hemodialisa yang berumur < 40 tahun sabanyak 3 orang (10%) dan yang berumur > 40 tahun sebanyak 13 orang (43.3%) yang berkualitas baik. Berdasarkan uji Chy-Square di dapatkan nilai p = 0.295 (p > 0.05). Hasil tersebut menunjukan tidak ada hubungan yang segnifikan antara umur dengan kualitas hidup pasien GGK di RSUD. Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo. 4.4.2. Hubungan Jenis Kelamin Dengan Kualitas Hidup Berdasarkan penelitian yang di lakukan di Ruang Hemodialisa RSUD Prof. Dr. H Aloei Saboe Kota Gorontalo, analisis hubungan jenis kelamin dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik adalah sebagai berikut. Tabel 4.11.Analisis Hubungan Jenis Kelamin Dengan Kualitas Hidup Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik di Ruang Hemodialisa RSUD. Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo Kualitas Hidup Pasien Gagal No Jenis Kelamin Ginjal Kronik Total P Kurang Baik Value Jml % Jml % Jml % 1 Laki-Laki 10 33.3 10 33.3 20 66.7 2 Perempuan 4 13.3 6 20 10 33.3 0.389 Total 14 46.7 16 53.3 30 100 Sumber : Data Primer, 2015 Tabel 4.11 menunjukan hasil analisis penelitian bahwa diantara 30 responden yang menjalani hemodialisa yang berjenis kelamin laki-laki sabanyak 10 orang (33.3%) dan yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 6 orang (20%) yang berkualitas baik. Berdasarkan uji Chy-Square di dapatkan nilai p = 0.389 (p > 0.05). Hasil tersebut menunjukan tidak ada hubungan yang segnifikan antara jenis kelamin dengan kualitas hidup pasien GGK di RSUD. Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo.

Jurnal Keperawatan

2015

JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN DAN KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

4.4.3.

Hubungan Pendidikan Dengan Kualitas Hidup Berdasarkan penelitian yang di lakukan di Ruang Hemodialisa RSUD Prof. Dr. H Aloei Saboe Kota Gorontalo, analisis hubungan pendidikan dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik adalah sebagai berikut. Tabel 4.12.Analisis Hubungan Pendidikan Dengan Kualitas Hidup Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik di Ruang Hemodialisa RSUD. Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo Kualitas Hidup Pasien Gagal No Pendidikan Ginjal Kronik Total P Kurang Baik Value Jml % Jml % Jml % 1 SD - SMP 4 13.3 8 26.7 12 40 2 SMA – PT 10 33.3 8 26.7 18 60 0.232 Total 14 46.7 16 53.3 30 100 Sumber : Data Primer, 2015 Tabel 4.12 menunjukan hasil analisis penelitian bahwa diantara 30 responden yang menjalani hemodialisa yang berpendidikan SD-SMP sabanyak 8 orang (26.7%) dan yang berpendidikan SMA-PT sebanyak 8 orang (26.7%) yang berkualitas baik. Berdasarkan uji Chy-Square di dapatkan nilai p = 0.232 (p > 0.05). Hasil tersebut menunjukan tidak ada hubungan yang segnifikan antara pendidikan dengan kualitas hidup pasien GGK kronik di RSUD. Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo. 4.4.4. Hubungan Pekerjaan Dengan Kualitas Hidup Berdasarkan penelitian yang di lakukan di Ruang Hemodialisa RSUD Prof. Dr. H Aloei Saboe Kota Gorontalo, analisis hubungan pekerjaan dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik adalah sebagai berikut. Tabel 4.13. Analisis Hubungan Pekerjaan Dengan Kualitas Hidup Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik di Ruang Hemodialisa RSUD. Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo Kualitas Hidup Pasien Gagal No Pekerjaan Ginjal Kronik Total P Kurang Baik Value Jml % Jml % Jml % 43.3 1 Tidak Bekerja 11 36.7 2 6.7 13 56.7 0.000 2 Bekerja 3 7.9 14 47.6 17 Total 14 46.7 16 53.3 30 100 Sumber : Data Primer, 2015 Tabel 4.13 menunjukan hasil analisis penelitian bahwa diantara 30 responden yang tidak memiliki pekerjaan sabanyak 2 orang (6.7%) dan yang memiliki pekerjaan sebanyak 14 orang (46.7%) yang berkualitas baik. Berdasarkan uji Chy-Square di dapatkan nilai p = 0.000 (p < 0.05). Hasil tersebut menunjukan terdapat hubungan yang segnifikan antara pekerjaan dengan kualitas hidup pasien GGK di RSUD. Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo. 4.4.5. Hubungan Lama Menjalani Hemodialisis Dengan Kualitas Hidup

Jurnal Keperawatan

2015

JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN DAN KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

Berdasarkan penelitian yang di lakukan di Ruang Hemodialisa RSUD Prof. Dr. H Aloei Saboe Kota Gorontalo, analisis hubungan lama menjalani HD dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik adalah sebagai berikut. Tabel 4.14.Analisis Hubungan Lama Menjalani HD Dengan Kualitas Hidup Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik di Ruang Hemodialisa RSUD. Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo Kualitas Hidup Pasien Gagal No Lama Menjalani Ginjal Kronik Total P HD Value Kurang Baik Jml % Jml % Jml % 1 < 11 Bulan 12 40 2 6.7 14 46.7 2 > 11 Bulan 2 6.7 14 46.7 16 53.7 0.000 Total 14 46.7 16 53.3 30 100 Sumber : Data Primer, 2015 Tabel 4.14 menunjukan hasil analisis penelitian bahwa diantara 30 responden yang menjalani hemodialisa selama < 11 bulan sabanyak 2 orang (10%) dan yang menjalani hemodialisa selama > 11 bulan sebanyak 14 orang (46.7%) yang berkualitas baik. Berdasarkan uji Chy-Square di dapatkan nilai p = 0.000 (p < 0.05). Hasil tersebut menunjukan ada hubungan yang segnifikan antara lama menjalani Hemodialisis dengan kualitas hidup pasien GGK di RSUD. Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo. 4.6. Hubungan Kepatuhan Pembatasan Asupan Cairan Dengan Kualitas Hidup Berdasarkan penelitian yang di lakukan di Ruang Hemodialisa RSUD Prof. Dr. H Aloei Saboe Kota Gorontalo, analisis hubungan kepatuhan pembatasan asupan cairan dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik adalah sebagai berikut. Tabel 4.15.Analisis Hubungan Kepatuhan Pembatasan Asupan Cairan Dengan Kualitas Hidup Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik di Ruang Hemodialisa RSUD. Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo Kualitas Hidup Pasien Gagal No Kepatuhan Ginjal Kronik Total P Pembatasan Value Kurang Baik Asupan Cairan Jml % Jml % Jml % 1 Tidak Patuh 11 36.7 1 3.3 12 40 2 Patuh 3 10 15 50 18 60 0.000 Total 14 46.7 16 53.3 30 100 Sumber : Data Primer, 2015 Tabel 4.15 menunjukan hasil analisis penelitian bahwa diantara 30 responden yang tidak patuh terhadap pembatasan asupan cairan sabanyak 1 orang (3.3%) dan patuh terhadap pembatasan asupan cairan sebanyak 15 orang (50%) yang berkualitas baik. Berdasarkan uji Chy-Square di dapatkan nilai p = 0.000 (p < 0.05). Hasil tersebut menunjukan ada hubungan yang segnifikan kepatuhan pembatasan asupan cairan dengan kualitas hidup pasien GGK di RSUD. Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo.

Jurnal Keperawatan

2015

JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN DAN KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

4.7.

Hubungan Durasi Hemodialisis Dengan Kualitas Hidup Berdasarkan penelitian yang di lakukan di Ruang Hemodialisa RSUD Prof. Dr. H Aloei Saboe Kota Gorontalo, analisis hubungan durasi hemodialisis dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik adalah sebagai berikut. Tabel 4.16.Analisis Hubunga Durasi Hemodialisis Dengan Kualitas Hidup Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik di Ruang Hemodialisa RSUD. Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo Kualitas Hidup Pasien Gagal No Durasi Ginjal Kronik Total P Hemodialisis Value Kurang Baik Jml % Jml % Jml % 1 < 4 Jam 12 40 2 6.7 14 46.7 2 > 4 am 2 6.7 14 46.7 16 53.3 0.000 Total 14 46.7 16 53.3 30 100 Sumber : Data Primer, 2015 Tabel 4.16 menunjukan hasil analisis penelitian bahwa diantara 30 responden yang waktu terapi hemodialisanya < 4 sabanyak 2 orang (6.7%) dan yang waktu terapi hemodialisanya > 4 jam sebanyak 14 orang (46.7%) yang berkualitas baik. Berdasarkan uji Chy-Square di dapatkan nilai p = 0.000 (p < 0.05). Hasil tersebut menunjukan ada hubungan yang segnifikan durasi hemodialisis dengan kualitas hidup pasie GGK di RSUD. Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo. 4.8. Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kualitas Hidup Berdasarkan penelitian yang di lakukan di Ruang Hemodialisa RSUD Prof. Dr. H Aloei Saboe Kota Goontalo, analisis hubungan dukungan keluarga dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik adalah sebagai berikut. Tabel 4.17 Analisis Hubungan Hubungan Dukungan Dengan Kualitas Hidup Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik di Ruang Hemodialisa RSUD. Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo Kualitas Hidup Pasien Gagal No Dukungan Ginjal Kronik Total Keluarga P Kurang Baik Value Jml % Jml % Jml % 1 Kurang 4 13.3 1 3.3 5 16.7 2 Baik 10 33.3 15 50 25 83.3 0.102 Total 14 46.7 16 53.3 30 100 Sumber : Data Primer, 2015 Tabel 4.15 menunjukan hasil analisis penelitian bahwa diantara 30 responden yang memiliki dukungan keluarga kurang sabanyak 1 orang (3.3%) dan yang memiliki dukungan keluarga baik sebanyak 15 orang (25%) yang berkualitas baik. Berdasarkan uji Chy-Square di dapatkan nilai p = 0.102 (p > 0.05). Hasil tersebut menunjukan tidak ada hubungan yang segnifikan antara dukungan keluarga dengan kualitas hidup pasien GGK di RSUD. Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo.

Jurnal Keperawatan

2015

JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN DAN KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

PEMBAHASAN Kualitas hidup adalah persepsi individu terhadap posisinya dalam kehidupan, dalam konteks budaya dan sistem nilai dimana individu tersebut hidup, dan hubungan terhadap tujuan, harapan, standar dan keinginan. Hal ini merupakan suatu konsep, yang dipadukan dengan berbagai cara seseorang untuk mendapat kesehatan fisik, keadaan psikologis, hubungan sosial, dan hubungan dengan lingkungan sekitarnya. Hal ini merupakan suatu konsep, yang dipadukan dengan berbagai cara seseorang untuk mendapat kesehatan fisik, keadaan psikologis, hubungan sosial, dan hubungan dengan lingkungan sekitarnya. Berdasarkan hasil penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup pada pasien gagal ginjal kronik di RSUD. Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo, dapat dideskripsikan pada hasil penelitian berikut : 1. Hubungan Umur Dengan Kualitas Hidup. Berdasarkan analisis data univariat menunjukan bahwa lebih banyak pasien dengan umur > 40 tahun yang mengalami penyakit gagal ginjal kronik yaitu berjumlah 22 orang (73.3%) dan berdasarkan analisis bivariat diperoleh sebanyak 13 (43.3% )responden yang berumur > 40 tahun kualitas hidupnya baik. Setelah dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji Chy-Square di dapatkan P value > 0.05 yaitu sebesar 0.295 dapat disimpulkan secara statistik tidak ada hubungan antara umur dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik di RSUD. Prof. Dr. H. Aloei Saboe. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Nurchayati (2010)6 yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara umur dengan kualitas hidup pasien yang menjalani terapi hemodialisa. Penelitian ini berbeda dengan yang dikatakan Siregar (2009)7 bahwa pada umumnya manusia normal kualitas hidupnya akan menurun dengan meningkatnya umur. Penderita gagal ginjal kronik usia muda akan mempunyai kualitas hidup yang lebih baik oleh karena biasanya kondisi fisiknya yang lebih baik dibandingkan yang berusia tua. Penderita yang dalam usia produktif merasa terpacu untuk sembuh mengingat dia masih muda mempunyai harapan hidup yang lebih tinggi, sebagai tulang punggung keluarga, sementara yang tua menyerahkan keputusan pada keluarga atau anak-anaknya. Tidak sedikit dari mereka merasa sudah tua, capek hanya menunggu waktu, akibatnya mereka kurang motivasi dalam menjalani terapi hemodialisa. Dengan hasil penelitian yang menunjukan tidak terdapat hubungan umur dengan kualitas hidup, peneliti berasumsi bahwa penyakit kronis dapat menurunkan kualitas hidup pada semua usia, dimana usia muda atau tua tetap memerlukan pengobatan dan ketergantungan alat medis yang sama khususnya pada pasien dengan gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis. Usai muda ataupun tua memiliki resiko yang sama dalam hal penurunan kualitas 6

7

Nurchayati, S 2010, “Analisa faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di Rumah Sakit Islam Fatmawati Cilacap dan Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas”, Tesis, Universitas Indonesia Depok Siregar, (2009). Katakteristik pasien dan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa. Medan. USU

Jurnal Keperawatan

2015

JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN DAN KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

hidup yang disebabkan oleh penyakit kronisnya, hanya cara pandang pasien tersebut terhadap kondisinya yang sangat menentukan kualitas hidupnnya setelah mengalami penyakit kronis. Dengan asumsi peneliti diatas yang menyatakan bahwa semua usia memilki resiko yang sama dalam hal perubahan kualitas hidup, dimana bukan hanya usia tua yang mengalami penurunan kualitas hidupnya melainkan usia muda juga oleh karena penyakit kronisnya. 2. Hubungan Jenis Kelamin Dengan Kualitas Hidup Berdasarkan analisis data univariat menunjukan bahwa lebih banyak jumlah responden yang berjenis kelamin laki-laki yaitu berjumlah 20 orang (66.6%) dan berdasarkan analisis bivariat hasil penelitian ini diperoleh responden yang berjenis kelamin laki-laki yang kualitas hidupnya baik yaitu 10 (33.3%) responden. Setelah dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji Chy-Square di dapatkan P value > 0.05 yaitu sebesar 0.389 dapat disimpulkan secara statistik tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik di RSUD. Prof. Dr. H. Aloei Saboe. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Agustini (dalam supriyadi 2010)8 yang menyatakan bahwa ada perbedaan laki-laki dan perempuan karena pola hidup yang berbeda, dimana laki-laki memiliki kebiasaan merokok dan minum minuman beralkohol dibanding perempuan. Asap yang mengandung nikotin dan tembakau akan masuk ke dalam tubuh. Nikotin bersama dengan bahan kimia berbahaya lainnya seperti karbon monoksida dan alkohol menyebabkan perubahan denyut jantung, pernapasan sirkulasi dan tekanan darah. Hasil penelitian ini berbeda dengan teori dimana laki-laki dan perempuan memperlihatkan budaya sosial yang berbeda satu sama lain. Mereka menggunakan simbol, sistem kepercayaan, dan cara-cara yang berbeda untuk mengekspresikan dirinya Johnson (2000 dalam Milner 2012)9. Sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, manusia dibedakan menurut jenis kelaminnya yaitu pria dan wanita. Istilah gender berasal dari bahasa inggris yang berarti jenis kelamin. Gender adalah pembagain peran kedudukan, dan tugas antara laki-laki dan perempuan yang ditetapkan oleh masyarakat berdasarkan sifat perempuan dan laki-laki yang dianggap pantas sesuai norma-norma dan adat istiadat, kepercayaan, atau kebiasaan masyarakat. Dengan hasil penelitian yang menunjukan tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan kualitas hidup, peneliti berasumsi bahwa laki-laki dan perempuan memiliki kemauan yang sama untuk sembuh dalam masalah kesehatan dirinya. Cara yang digunakan oleh individu itu sendirilah yang menjadi faktor utama dalam menentukan penyelesaikan masalah, mengatasi perubahan yang terjadi, dan situasi yang mengancam dirinya. Semua individu memiliki koping yang sama dalam mengelola penyakitnya dimana semua individu ingin sembuh dan ingin merasa tetap nyaman dengan kondisinya. Cara ini merupakan mekanisme setiap individu untuk mengatasi perubahan yang dihadapi atau beban yang diterima tubuh dan beban tersebut menimbulkan respon tubuh yang sifatnya nonspesifik 8

Supriyadi., (2011), “Tingkat kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik terapi hemodialisis”, Jurnal Kesehatan Masyarakat Uneversitas Negeri Semarang, 9 Milner, Q 2012, “Pathophysiology of chronic renal failure” British Journal Of Anesthesia

Jurnal Keperawatan

2015

JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN DAN KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

yaitu stres. Apabila mekanisme koping ini berhasil, seseorang akan dapat beradaptasi terhadap perubahan atau beban tersebut. Individu memiliki dua metode koping yang di gunakan dalam mengatasi masalahnya. Bell (dalam Rahman 2013)10 yaitu: metode koping jangka panjang dan metode koping jangka pendek. Metode koping jangka panjang bersifat konstruktif dan merupakan cara yang efektif dan realitas dalam menangani masalah psikologis untuk kurun waktu yang lama, hal ini seperti; berbicara dengan orang lain, teman, keluarga atau profesi tentang masalah yang sedang dihadapi, mencoba mencari informasi yang lebih banyak tentang masalah yang sedang dihadapi, menghubungkan situasi atau masalah yang sedang dihadapi dalam kekuatan supra natural, melakukan latihan fisik untuk mengurangi ketegangan/ masalah, membuat berbagai alternatif tindakan untuk mengurangi situasi, mengambil pelajaran dari peristiwa atau pengalaman masalalu. Sedangkan metode koping jangka pendek digunakan untuk mengurangi stres/ketegangan psikologis dan cukup efektif untuk waktu sementara, tetapi tidak efektif jika digunakan dalam jangka panjang contohnya adalah; mengunakan alkohol, melamun fantasi, mencoba melihat aspek humor dari situasi yang tidak menyenangkan, tidak ragu, dan merasa yakin bahwa semua akan kembali stabil, banyak tidur, banyak merokok, menangis, beralih pada aktifitas lain agar dapat melupakan masalah. Individu dapat mengatasi stres dengan menggerakkan sumber koping di lingkungan. Hidayat (2008)11 ada lima sumber koping yaitu: aset ekonomi, kemampuan dan keterampilan individu, teknik-teknik pertahanan, dukungan sosial dan dorongan motivasi. Dengan hasil penelitian ini juga peneliti berasumsi bahwa betapa pentingnya koping setiap individu dalam menangani masalah yang dihadapi. Setiap individu memiliki perbedaan masing-masing, namun dalam hal kesehatan dirinya semua memilki perasaan yang sama yaitu ingin sembuh dari penyakitnya, semua tergantung individu itu sendiri, tidak memandang dia laki-laki atau perempuan, jika setiap individu sukses dalam menanggapi dan mengatasi masalanya dengan baik, maka perasaan semangat hidup, perasaan nyaman akan dirasakan oleh individu itu sendiri meskipun dengan ketergantungan alat medis jangka panjang, khususnya pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa. 3. Hubungan Pendidikan Dengan Kualitas Hidup Berdasarkan analisis data univariat menunjukan bahwa lebih banyak jumlah responden yang berpendidikan tinggi (SMA-PT) yaitu berjumlah 18 orang (60%) dan berdasarkan analisis bivariat hasil penelitian ini diperoleh sebanyak 10 (33.3%) responden yang berpendidikan tinggi (SMA-PT) kualitas hidupnya kurang.

10

Rahman, ARA, Rudiansyah, M & Triawanti 2013, “Hubungan antara edukuasi hemodialisis dan kualitas hidup pasien di RSUD Ulin Banjarmasin,” 11 Hidayat, AA. 2011, “Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data”, Jakarta : Salemba Medika

Jurnal Keperawatan

2015

JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN DAN KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

Setelah dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji Chy-Square di dapatkan P value > 0.05 yaitu sebesar 0.232 dapat disimpulkan secara statistik tidak ada hubungan antara pendidikan dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik di RSUD. Prof. Dr. H. Aloei Saboe. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Nurchayati (2011)12 yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan kualitas hidup pasien yang menjalani terapi hemodialisis. Dalam tinjauan teori tidak dijelaskan keterkaitan pendidikan dengan kejadian PGK maupun pasien yang menjalani HD. Setiap orang memiliki perilaku yang sama dalam mencari informasi, perawatan dan pengobatan penyakit yang dideritanya. Penelitian ini berbeda dengan penelitian Yuliaw (2009)13 yang menyatakaan bahwa terdapat hubungan pendidikan dengan kualitas hidup dimana penderita yang memiliki pendidikan lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas juga memungkinkan pasien itu dapat mengontrol dirinya dalam mengatasi masalah yang di hadapi, mempunyai rasa percaya diri yang tinggi, berpengalaman, dan mempunyai perkiraan yang tepat bagaimana mengatasi kejadian, mudah mengerti tentang apa yang dianjurkan oleh petugas kesehatan, serta dapat mengurangi kecemasan sehingga dapat membantu individu tersebut dalam membuat keputusan. Hasil penelitian ini berbeda dengan teori dimana pendidikan adalah upaya pembelajaran kepada masyarakat agar masyarakat mau melakukan tindakantindaan (praktik) untuk memelihara (mengatasi masalah-maslah), dan meningkatkan kesehatannya (Natoatmodjo, 2005)14. Dengan hasil penelitian yang menunjukan tidak ada hubungan antara pendidikan dengan kualitas hidup, menurut asumsi peneliti ada faktor lain yang mempengaruhi kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik seperti ketidakpatuhan pasien terhadap intruksi-intruksi tim medis. Dalam penelitian ini pendidikan tidak selamanya menentukan baiknya kualitas hidup pasien dengan gagal ginjal kronis, dimana jika pasien tetap tidak patuh terhadap intruksi tim medis hal ini akan berdampak pada kualitas hidup pasien. Berdasarkan hasil data peneliti pada pasien dialisis, dimana pasien yang memilki pendidikan tinggi sebanyak 18 orang dan dari data tersebut sejumlah 10 orang yang kualitas hidupnya tetap kurang oleh karena tidak patuh terhadap intruksi medis. Dengan hasil penelitan ini peneliti juga berasumsi bahwa kepatuhan pasien terhadap intruksi tim medis sangat perlu dilakukan oleh pasien hemodialisis. Dengan hal ini perawat perlu memperhatikan faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan pasien terhadap intruksi tim medis, sehingga hal ini lebih mendukung untuk menentukan cara memberikan informasi yang lebih baik dan mudah dimengerti oleh pasien.

12

Nurchayati, S 2010, “Analisa faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di Rumah Sakit Islam Fatmawati Cilacap dan Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas”, Tesis, Universitas Indonesia Depok 13 Yuliaw (2009) hubungan dukungan keluarga dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik yang menajlani terapi hemodialisis. Medan 14 Natoatmodjo, 2005, “Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku”, PT Rineka Cipta, Jakarta

Jurnal Keperawatan

2015

JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN DAN KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

4. Hubungan Pekerjaan Dengan Kualitas Hidup Berdasarkan analisis data univariat menunjukan bahwa lebih banyak responden yang tidak memiliki pekerjaan yaitu berjumlah 17 orang (56.7%) dan berdasarkan analisis bivariat hasil penelitian ini diperoleh sebanyak 14 (46.7%) responden yang bekerja memiliki kualitas hidup baik. Setelah dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji Chy-Square di dapatkan P value > 0.05 yaitu sebesar 0.000 dapat disimpulkan secara statistik tidak ada hubungan antara pekerjaan dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik di RSUD. Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Lase (2011)15 yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara pekerjaan dengan kualitas hidup dimana pekerjaan merupakan sesuatu kegiatan atau aktifitas seseorang yang bekerja pada orang lain atau instasi, kantor, perusahaan untuk memperoleh penghasilan yaitu upah atau gaji baik berupa uang maupun barang demi memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Hasil penelitian ini sejalan dengan teori dimana penghasilan yang rendah akan berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan maupun pencegahan. Seseorang kurang memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada mungkin karena tidak mempunyai cukup uang untuk membeli obat atau membayar tranportasi (Notoatmodjo, 2010)16. Dengan hasil penelitian peneliti berasumsi bahwa pekerjaan sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup, dimana pasien yang memiliki pekerjaan sangat terpacu untuk tetap beraktivitas, karena mengingat tanggung jawabnya kepada pekerjaannya dan mencari nafka pada keluarganya. Sedangkan yang tidak memilki pekerjaan hanya bisa menerima begitu saja dengan kondisinya dan kurang motivasi untuk tetap beraktivitas karena mengingat dia tidak memiliki tanggung jawab dalam pekerjaannya. Dalam penelitian ini juga peneliti berasumsi bahwa perlu perubahan secara tepat dalam hal pekerjaan pasien dialisis, dimana pekerjaan yang memerlukan tenaga besar misalnya petani, wiraswasta, kuli bangunan dan lain sebagainya perlu dipertimbangkan oleh pasien dialisis itu sendiri dan keluarganya, mengingat pekerjaan yang berat akan memiliki resiko terhadap terpacunya rasa haus yang berakibat manajemen cairan pada pasien tersebut tidak akan teratur sesuai intruksi medis. Manajeman cairan yang buruk akan mempeburuk kualitas hidup pasien dialisis. 5. Hubungan Lama Menjalani HD Dengan Kualitas Hidup Berdasarkan analisis data univariat menunjukan bahwa lebih banyak responden yang menjalani HD > 11 bulan yaitu berjumlah 16 orang (53.3%) dan berdasarkan analisis bivariat hasil penelitian ini diperoleh sebanyak 14 (46.7%) responden yang menjalani HD > 11 bulan memiliki kualitas hidup yang baik. Setelah dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji Chy-Square di dapatkan P value < 0.05 yaitu sebesar 0.000 dapat disimpulkan secara statistik ini menunjukan terdapat hubungan antara lama menjalani hemodialisa dengan 15

Lase, WN 2011, “Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis, Univessitas Indonesia”, Tesis, Depok 16 Natoatmodjo, 2010, “Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku”, PT Rineka Cipta, Jakarta

Jurnal Keperawatan

2015

JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN DAN KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik di RSUD. Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Nurchayati (2010)17 yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara lama menjalani hemodialisa dengan kualitas hidup, dimana pasien yang belum lama menjalani hemodialisis memiliki kualitas hidup yang kurang dan pasien yang sudah lama menjalani hemodialisa memiliki kualitas hidup yang semakin baik. Penelitian ini didukung oleh teori dimana individu dengan hemodialisis jangka panjang sering merasa khawatir akan kondisi sakitnya yang dapat diramalkan dan gangguan dalam kehidupannya. Gaya hidup terencana dalam waktu lama, yang berhubungan dengan terapi hemodialisis dan pembatasan asupan cairan pasien gagal ginjal kronik sering menghilangkan semangat hidup pasien sehingga mempengaruhi kualitas hidup. (Brunner & Suddart, 2002)18. Waktu yang diperlukan untuk beradaptasi masing-masing pasien berbeda lamanya, semakin lama pasien menjalani hemodialisis adaptasi pasien semakin baik. Hal ini didukung oleh pernyataan bahwa semakin lama penderita menjalani hemodialisis, semakin beradaptasi penderita dengan keadaanya karena penderita sudah mencapai tahap accepted (menerima) dengan adanya dukungan dari keluarga (Rohman, 2007)19. Dengan hasil penelitian yang menunjukan adanya hubungan yang segnifikan antara lama menjalani hemodialisa dengan kualitas hidup, dimana pasien yang belum lama menjalani hemodialisis sebanyak 12 orang yang kualitas hidupnya kurang dan sebanyak 2 orang yang belum lama menjalani hemodialisis namun kualitas hidupnya baik, hal ini karena motivasi pasien tersebut sangat tinggi. Penelitian ini juga menunjukan pasien yang menjalani hemodialisis dalam jangka waktu yang sudah lama sebanyak 2 orang yang kualitas hidupnya tetap kurang, hal ini karena pasien tersebut belum mampu untuk menyesuaikan dirinya dengan kondisinya saat ini. Adapun pasien yang menjalani hemodialisis dengan jangka waktu yang sudah lama yaitu sebanyak 14 orang yang kualitas hidupnya baik, hal ini karena proses adaptasi pada pasien yang menjalani hemodialisis dalam jangka waktu yang lama semakin baik dan pasien tersebut mulai merubah kebiasaan-kebiasaan yang dapat mengganggu pada kesehatanya. Dengan hasil penelitian ini juga peneliti berasumsi bahwa penyesuaian diri terhadap terapi hemodialisis sangatlah penting untuk pasien dialisis, mengingat ketergantungan pada alat terapi tersebut membutuhkan waktu yang sangat lama dan bahkan sampai seumur hidup khususnya pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis.

17

Nurchayati, S 2010, “Analisa faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di Rumah Sakit Islam Fatmawati Cilacap dan Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas”, Tesis, Universitas Indonesia Depok 18 Brunner & Suddart, 2002, “Keperawatan Medikal Bedah”, EGC, Jakarta 19 Rohman (2007), Faktor-faktor yang berhubungan dengan Pemberian Asuhan Spiritual oleh Perawat di RS Islam Jakarta, Tesis, Jakarta: UI

Jurnal Keperawatan

2015

JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN DAN KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

6. Hubungan Kepatuhan Pembatasan Asupan Cairan Dengan Kualitas Hidup Berdasarkan analisis data univariat menunjukan bahwa lebih banyak responden yang patuh terhadap pembatasan asupan cairan yaitu berjumlah 18 orang (60%) dan berdasarkan analisis bivariat hasil penelitian ini diperoleh sebanyak 15 (50.0%) responden yang tidak patuh kualitas hidupnya baik. Setelah dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji Chy-Square di dapatkan P value < 0.05 yaitu sebesar 0.000 dapat disimpulkan secara statistik ini menunjukan terdapat hubungan antara kepatuhan pembatasan asupan cairan dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik di RSUD. Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Istanti (2011)20 terdapat hubungan manajemen cairan pada pasien hemodialisis terhadap kualitas hidup. Komplikasi hipotensi dan hipertensi intradialisis dapat terjadi selama hemodialisis dan bisa berpengaruh pada komplikasi lain. Komplikasi ini dapat mengakibatkan timbulnya masalah baru yang lebih kompleks antara lain ketidaknyamanan, meningkatkan stress dan mempengaruhi kualitas hidup, memperburuk kondisi pasien bahkan menimbulkan kematian. Komplikasi ini perlu diantisipasi, dikendalikan serta diatasi agar kualitas hidup pasien tetap optimal dan kondisi yang lebih buruk tidak terjadi. Hasil penelitian ini didukung teori dimana apabila pasien tidak membatasi jumlah asupan cairan maka cairan akan menumpuk di dalam tubuh dan akan menimbulkan edema di sekitar tubuh seperti tangan, kaki, dan muka. Banyak penumpukan cairan terjadi di rongga perut yang membuat perut disebut ascites, kondisi ini akan membuat tekanan darah meningkat dan memperberat kerja jantung. Penumpukan cairan juga masuk ke paru-paru sehingga pasien mengalami sesak nafas. Karena itulah perlu nya pasien mengontrol dan membatasi jumlah asupan cairan yang masuk dalam tubuh. (Brunner & Suddart, 2002)21. Tjokoprawiro (2007 dalam supriyadi 2011)22 mempertahankan keseimbangan cairan yaitu dengan mengukur masukan dan keluaran cairan. Asupan cairan yang diberikan sesuai dengan pengukuran yang dibutuhkan dalam 24 jam. Kebutuhan pasien akan air dapat dilakukan melalui pengukuran urin yang dilakukan dalam 24 jam, jumlah air yang hilang dari tubuh (volume urin + 500 cc). Dengan hasil penelitian yang menunjukan adanya hubungan kepatuhan pembatasan asupan cairan dengan kualitas hidup. Dimana pasien yang patuh terhadap pembatasan asupan cairan sebanyak 15 orang yang kualitas hidupnya baik dan sebanyak 3 orang yang patuh terhadap pembatasan asupan cairan namun kualitas hidupnya tetap kurang, hal ini disebabkan karena pasien tersebut masih merasa depresi dengan kondisinya saat ini dan belum mampu menyesuaikan diri terhadap alat terapi sehingga segala aktivitas masih dibatasi oleh pasien. Dalam 20

Istanti (2011) Manajemen cairan pada pasien hemodialisis meningkatkan kualitas hidup pasien di RSUD. DR. H. Abdul Bandar Lampung. USU 21 Brunner & Suddart, 2002, “Keperawatan Medikal Bedah”, EGC, Jakarta 22 Supriyadi., (2011), “Tingkat kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik terapi hemodialisis”, Jurnal Kesehatan Masyarakat Uneversitas Negeri Semarang,

Jurnal Keperawatan

2015

JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN DAN KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

penelitian ini juga didapatkan pasien yang tidak patuh terhadap pembatasan asupan cairan sebanyak 11 orang yang kualitas hidupnya kurang, tapi 1 orang yang tidak patuh namun kualitas hidupnya tetap baik, hal ini karena pasien tersebut selalu yakin bahwa penyakit ini adalah cobaaan dari Tuhan yang Maha Esa, cara pandang pasien tersebut sudah semakin baik terhadap kondisinya. Dengan hasil penelitian ini peneliti berasumsi bahwa kepatuhan dalam pembatasan asupan cairan pada pasien dialisis sangatlah perlu dilakukan, hal ini bertujuan untuk mencegah ketidaknyamanan oleh karena penumpukan uremia yang berlebihan, adema, dan memperburuk sistem kardiovaskuler yang akan berdampak pada kualitas hidup pasien dialisis itu sendiri. Almatsier (2006)23 pembatasan asupan cairan/air pada pasien penyakit ginjal kronik, sangat perlu dilakukan. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya edema dan komplikasi kardiovaskuler. Air yang akan masuk kedalam tubuh harus dibuat seimbang dengan air yang keluar melalui urin. 7. Hubungan Durasi Hemodialisis Dengan Kualitas Hidup. Berdasarkan analisis data univariat menunjukan bahwa lebih banyak pasien yang menjalani dialisis dengan durasi hemodialisis > 4 jam yaitu berjumlah 16 orang (53.3%) dan berdasarkan analisis bivariat hasil penelitian ini diperoleh sebanyak 14 (46.7%) responden yang menjalani dialisis dengan durasi hemodialisis > 4 jam kualitas hidupnya baik. Setelah dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji Chy-Square di dapatkan P value < 0.05 yaitu sebesar 0.000 dapat disimpulkan secara statistik ini menunjukan terdapat hubungan antara durasi hemodialisis dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik di RSUD. Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo Rahman (2013)24 juga menyatakan adekuasi hemodilisis sangat perlu dilakukan mengingat tingginya jumlah BUN dalam darah ini akan menurunkan kualitas kemampuan fisik (PCS) sesorang, hal ini bersifat toksin terhadap eritrosit sehingga dapat menyebabkan kerusakan eritrosit. Jumlah ureum yang tinggi juga dapat bermanifestasi pada terjadinya koaglopati. Berat badan akan berpengaruh pada volume cairan tubuh, 60% masa tubuh tersusun atas cairan dan ini merupakan media distribusi dari ureum dalam tubuh. Hasil penelitian ini didukung oleh teori dimana secara klinis hemodialisis dikatakan adekuat bila keadaan umum pasien dalam keadaan baik, merasa lebih nyaman, tidak ada manifestasi uremia dan usia hidup pasien semakin panjang. Sehingga jika pasien tidak memperoleh HD yang adekuat berakibat secara fisik dan mental yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kualitas hidupnya. Menurut Corwin (2000)25 hemodialisa memerlukan waktu 3 - 5 jam dan dilakukan 3 kali seminggu.

23

Almatsier, S. 2006. Penuntun Diet. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Rohman (2007), Faktor-faktor yang berhubungan dengan Pemberian Asuhan Spiritual oleh Perawat di RS Islam Jakarta, Tesis, Jakarta: UI 25 Corwin, EJ 2009, “Buku Saku Patofisiologi”, EGC, Jakarta 24

Jurnal Keperawatan

2015

JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN DAN KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

Dengan hasil penelitian yang menunjukan adanya hubungan durasi hemodialisis dengan kualitas hidup, dimana pasien yang menjalani hemodialisis dengan durasi < 4 jam sebanyak 12 orang kualitas hidupnya kurang, tapi sebanyak 2 orang yang durasi hemodialisisnya < 4 jam namun kualitas hidupnya baik, hal ini karena pasien tersebut sudah merasa nyaman dengan waktu dialisis < 4 jam. Dalam penelitian ini juga menunjukan sebanyak 14 orang yang menjalani durasi hemodialisis > 4 jam kualitas hidupnya baik, tapi 2 orang yang menjalani durasi hemodialisis > 4 namun kualitas hidup kurang, hal ini karena manajemen cairan pasien tersebut tidak teratur. Dengan hasil penelitian ini peneliti berasumsi bahwa sangatlah penting untuk memperhatikan kecukupan durasi hemodialisis pada pasien dialisis karena hal tersebut merupakan salah satu faktor adekuatnya hemodialisis atau tidak. Semakin tepat durasi hemodialisis yang diberikan pada pasien maka semakin baik juga dialisis uremia yang terdapat dalam darah. 8. Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kualitas Hidup Berdasarkan analisis data univariat menunjukan bahwa lebih banyak responden yang memiliki dukungan keluarga baik yaitu berjumlah 25 orang (83.3%) dan berdasarkan analisis bivariat hasil penelitian ini diperoleh sebanyak 15 (50%) responden yang dukungan keluarga baik dan kualitas hidupnya baik. Setelah dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji Chy-Square di dapatkan P value > 0.05 yaitu sebesar 0.102 dapat disimpulkan secara statistik tidak ada hubungan antara dukungan keluarga dengan kualitas hidup pasien pasien gagal ginjal kronik di RSUD. Prof. Dr. H. Aloei Saboe Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Zurmeli (2010)26 yang menyatakan bahwa ada hubungan antara dukungan keluarga dengan kualitas hidup pasien GGK yang menjalani terapi hemodialisis. Kemudian dari hasil analisi diperoleh OR (3,684) yang artinya pasien dengan dukungan keluarga positif 3,684 kali memiliki kualitas hidup yang baik dibandingkan pasien yang dukungan keluarganya negatif. Ali (2009 dalam Rahman 2013)27 yang menyatakan bahwa dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap penderita yang sakit. Dukungan bisa berasal dari orang lain (orang tua, anak, suai, istri atau saudara) yang dekat dengan subjek dimana bentuk berupa informasi, tingkah laku tertentu atau materi yang dapat menjadikan individu merasa disayangi diperhatikan dan dicintai. Dengan hasil penelitian yang menunjukan tidak terdapat hubungan antara dukungan keluarga dengan kualitas hidup, dimana pasien yang memilki dukungan keluarga baik sebanyak 25 orang namun sebanyak 10 orang yang tetap mengalami penurunan kualitas hidup, dengan hasil ini peneliti berasumsi bahwa pasien dengan dukungan keluarga yang baik tetap memilki resiko yang sama dalam hal penurunan kualitas hidup, terdapat faktor lain yang mempengaruhi kualitas hidup pasien dialisis yaitu motivasi pasien itu sendiri, meskipun dukungan keluarga pasien itu baik namun motivasi pasien tersebut sangat kurang hal ini tetap akan berpengaruh terhadap hidupnya 26

Zulmeli (2010), hubungan dukungan keluarga dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis. Pekanbaru. UI 27 Rahman, ARA, Rudiansyah, M & Triawanti 2013, “Hubungan antara edukuasi hemodialisis dan kualitas hidup pasien di RSUD Ulin Banjarmasin,”

Jurnal Keperawatan

2015

JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN DAN KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

SIMPULAN Terdapat hubungan antara faktor pekerjaan, lama menjalani hemodialisa, kepatuhan pembatasan asupan cairan, durasi hemodialisa dengan kualitas hidup pada pasien gagal ginjal kronik di ruang hemodialisa RSUD. Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo, sedangkan faktor umur, jenis kelamin, pendidikan, dukungan keluaga tidak terdapat hubungan dengan kualitas hidup pada pasien gagal ginjal kronik di ruang hemodialisa RSUD. Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo. SARAN 1. Bagi pelayanan a. Peningkatan kualitas hidup pasien GGK sangat penting untuk diperhatikan secara mendalam, mengingat masih kurangnya kepatuhan pasien terhadap pembatasan asupan cairan dan durasi hemodialisis. b. Diharapkan perawat diruang hemodialisa dapat menyampaikan informasi kesehatan melalui berbagai media kepada klien dan keluarga karena hal ini sangat erat kaitannya dengan keberhasilan intervensi keperawatan. Seperti adanya diskusi dan tanya jawab, interaksi yang diharapkan dapat memberikan umpan balik yang positif dari klien dan keluarga tentang masalah kesehatan yang sesungguhnya dihadapi oleh klien dan keluarga dalam pelaksanaan anjuran kesehatan khususnya untuk peningkatan kualitas hidup. c. Pada penelitian kali ini yang terbukti signifikan adalah pekerjaan, lama menjalani hemodialisa, kepatuhan pembatasan asupan cairan dan durasi hemodialisis. Sehingga diharapkan perawat agar dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam kepada pasien tentang perubahan pekerjaan yang memerlukan tenaga besar, penyesuaian dengan mesin dialisis, pembatasan asupan cairan dan durasi hemodialisis sangat penting untuk meningkatan kualitas hidup. 2. Bagi peneliti selanjutnya a. Hasil penelitian ini dapat disajikan menjadi data awal dan sekaligus menjadi motivasi untuk melakukan penelitian lebih lanjut dilingkup keperawatan medikal bedah, baik di institusi pelayanan maupun pendidikan, dengan melakukan penelitian pada sampel yang lebih banyak. b. Untuk peneliti selanjutnya agar dapat meneliti variabel lain seperti status nutrisi, kondisi komorbid, motivasi, dan depresi pasien yang dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien serta perlu dilakukan penelitian analisis multivariat untuk melihat faktor yang lebih dominan.

2015

Jurnal Keperawatan JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN DAN KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

DAFTAR PUSTAKA Almatsier, S. 2006. Penuntun Diet. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Bararah, T & Jouhar, M 2013, “Asuhan Keperawatan, Panduan Lengkap Menjadi Perawat Profesional”, Prestasi Pustakarya, Jakarta, Indonesia Brunner & Suddart, 2002, “Keperawatan Medikal Bedah”, EGC, Jakarta Corwin, EJ 2009, “Buku Saku Patofisiologi”, EGC, Jakarta Cahyaningsih, ND. 2008, “Hemodialisis (cuci darah) panduann praktis keperawatan gagal ginjal”, Mintra Cendekia Cres, Yogyakarta Farida, A 2010, ”Pengalaman klien hemodilisis terhadap kualitas hidup dalam konsep asuhan keperawatan di SRUP Fatmawati Jakarta”, Universitas Indonesia, Tesis, Depok Haryono, R 2013, “Keperawatan Medikal Bedah : Sistem Perkemihan”, Rapha Publishing, Yogyakarta Hidayat, AA. 2011, “Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data”, Jakarta : Salemba Medika Istanti (2011) Manajemen cairan pada pasien hemodialisis meningkatkan kualitas hidup pasien di RSUD. DR. H. Abdul Bandar Lampung. USU Irianto, K, 2013, “Anatomi dan fisiologi”. Alvabeta, Bandung Lase, WN 2011, “Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis, Univessitas Indonesia”, Tesis, Depok Milner, Q 2012, “Pathophysiology of chronic renal failure” British Journal Of Anesthesia, vol. 3, no. 5 Natoatmodjo, 2005, “Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku”, PT Rineka Cipta, Jakarta Natoatmodjo, 2010, “Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku”, PT Rineka Cipta, Jakarta Nursalam 2011, Konsep dan Penerapan Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan, Salemba Medika, Jakarta National Kidney Foundation, 2001, “Gidelines for vaskular acces update 2000, di akses 16 fabruari 2015, http://www.kidney.org

Jurnal Keperawatan

2015

JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN DAN KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

Nurchayati, S 2010, “Analisa faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di Rumah Sakit Islam Fatmawati Cilacap dan Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas”, Tesis, Universitas Indonesia Depok O’Callaghan, C 2007, “Sistem Ginjal”, Erlangga, Jakarta Roesli, Rully M.A. 2006. Terapi Pengganti Ginjal Berkesinambungan (CRRT). Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta Rahman, ARA, Rudiansyah, M & Triawanti 2013, “Hubungan antara edukuasi hemodialisis dan kualitas hidup pasien di RSUD Ulin Banjarmasin,” vol 9, no, 2. Hal. 151-160. diakses 16 februari 2015, http://unnes.ac.id/ Rohman (2007), Faktor-faktor yang berhubungan dengan Pemberian Asuhan Spiritual oleh Perawat di RS Islam Jakarta, Tesis, Jakarta: UI Siregar, (2009). Katakteristik pasien dan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa. Medan. USU Rajeswati, RR & Sivamani, L 2010, Nursing care dialysis, Lapoan artikel, Gavernment General Hospital Suwitra, K. 2006. Penyakit Ginjal Kronik. Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta Suryono, Dr & Anggreani, MD 2013, Metode Penelitian Kualitatif dan kuantitatif, Nuha Medika, Yogyakarta Supriyadi., (2011), “Tingkat kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik terapi hemodialisis”, Jurnal Kesehatan Masyarakat Uneversitas Negeri Semarang, vol. 6, no. 2. hal 107-112 Sapri A., (2004), Faktor-faktor yang mempengaruhi Kepatuhan dalam mengurangi asupan cairan pada penderita GGK yang menjalani HD di RSUD Dr.H.Abdul Moeloek Bandar Lampung. Medan:USU Tallis, K 2005, Renal Nursing Society of Australian Journal.Vol.1. no.1 USRDS 2013, Incidence, prevalence, patient characteristik and treatmen modalities, vol. 2, USA, diakses 17 februari 2015, http://usrds.go.org Wijaya, AS & Putri, YM 2013, Keperawatan Medikal Bedah 1, Nuha Medika, Yogyakarta WHO. (2010). Adherence long-term therapies. Evidence for action, diperoleh dari (http:// www.emro.who.int/ncd/publicity/adherence report in diabetic patient/pada tanggal 17 februari 2015)