konservasi tanah dan air di indonesia - USU Institutional Repository

KONSERVASI TANAH DAN AIR DI INDONESIA. KENYATAAN DAN HARAPAN. INON BEYDHA. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Jurusan Ilmu Komunikasi. Universitas...

34 downloads 436 Views 53KB Size
KONSERVASI TANAH DAN AIR DI INDONESIA KENYATAAN DAN HARAPAN INON BEYDHA Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Sumatera Utara LATAR BELAKANG MASALAH Pertanian Indonesia telah berhasil memenangkan suatu pertarungan yaitu swasembada besar. Ini adalah kemenangan revolusi pertanian I. Meskipun demikian kemenangan revolusi pertanian I ini belum memberikan kesejahteraan bagi petani secara berarti. Produktivitas petani sawah memang tiggi meskipun produktivitas usaha tani (lahan) semakin menurun akibat intentsifikasi yang terus menerus sesaui dengan berlakuknya The Law of Deminishing Return. Di lain pihak produktivitas usaha tani lahan kering masih sangat rendah, bahkan lahan kering masih merupakan terra in cognito (wilayah tak dikenal), didalam pembangunan pertanian kita. Oleh karena itu diperlukan pengamatan yang cermat atas kenyataan yang berlangsung di dalam penanganan konservasi tanah dan air. Sehingga dapat dirumuskan suatu konsep sebagai perkakas pembanguna menuju harapa di masa depan yang lebih erah dalam pembangunan pertanian, khususnya yang menyangkut pengembangan sumbe daya alam terutama upaya konservasi tanah dan air. Berbagai program/proyek watershed telah dilaksanakan di Indonesia. Salah satunya adalah sejak tahun 1983 Proyek Citanduy II, Ciamis, Jawa Barat. Proyek konsrvasi dan manajemen watershed nasional memang banyak menghadapi kendala. Dalam berbagai proyek itu, banyak yang berubah, tatapi banyak pula yang tidak berubah. Artinya dampak proyek terhadap hal-hal tersebut tidak ada, baik itu kehidupan petani peserta proyek, petani dampak, maupun keadaan ssumber daya alam yang tidak semakin baik dan lestari. Organisasi dan administrasi Inpres Penghijauan dan Reboisasi termasuk di dalam kegagalan upaya nasional dalam pembangunan dan manajemen watershed nasional. Dwight Y. King melihat kegagalan upaya dan proyek watershed utama dari dua hal yang kurang dipahami para perencana dan pelaksana, yakni organisasi dan institusi. Dalam pengorganisasian terlihat banyak instansi berperan, dan merasa bertanggung jawab diantaranya : Bappenas, Bappeda, PU, Kehutanan, Depdagri, Deptan, Deptrans dan PPH, bhakan pemerintah kecamatan dan desan, juga organisasi di tingkat petani seperti LSM, kelompok tani, kelompencapir, dan seterusnya. Diantara berbagai instansi tersebut malahan tidak melaksanakan tugasnya sebagaimana mestinya. Dan dalam upaya ini, kelihatannya tidak apa yang dinamakan “organisasi” dan apa yang dinamakan “institusi”. Masalah konservasi tanah dan air di Indonesia merupakan tugas berat bagi Bangsa Indonesia mengingat luasnya lahan kritis dan menuju kritis, yang bahkan bertambah setiap tahun, dan tingkat kesulitan penanganan yang tinggi termasuk dalam upaya perbaikan kehidupan tani di wilayah tersebut.

2002 digitized by USU digital library

1

PERMASALAHAN Permasalahan yang dikemukakan adalah : 1. Tantangan-tantangan apa yang dihadapi dalam upaya konservasi tanah dan air 2. Bagaimanakah upaya untuk mengatasi terjadinya tumpang tindih organisasi/institusi yang menangani konservasi tanah dan air di Indonesia. 3. Bagaimana lembaga-lembaga internasional seperti Bank Dunia memiliki kepedulian terhadap konsrvasi tanah di Indonesia 4. Bagaimana Perbandingan Program pengelolaan konservasi tanah dan air di negara tetangga seperti Philipina. TINJAUAN PUSTAKA Konservasi Tanah dan Air Tanah menurut pengertian sehari-hari ialah tempat berpijak makhluk hidup di darat, fondasi tempat tinggal, dan sebagainya. Secara ilmiah, tanah merupakan media tempat tumbuh tanaman. Menurut Simmonson (1957), tanah adalah permukaan lahan yang kontiniu menutpi kerak bumi kecuali di tempat-tempat berlereng terjal, puncak-puncak pegunungan, daerah salju abadi. Sedangkan menurut Soil Survey Staff (1973), tanah adalah kumpulan tubuh alami pada permukaan bumi yang dapat berubah atau dibuat oleh manusia dari penyusun-penyusunnya, yang meliputi bahan organik yang sesuai bagi perkembangan akar tanaman. Menurut Sitanala Arsyad (1989), konservasi tanah adalah penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukkannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperluka agar tidak terjadi kerusakan tanah. Konservasi tanah mempunyai hubungan yang erat dengan konservasi air. Tanah sebagai komponen utama usaha tani yang harus dipelihara, dimodifikasi bila perlu, sangat mempengaruhi produksi dan penampilan tanaman. Usaha konservasi tanah dan air dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu : 1. Metode vegetatif, menggunakan tanaman sebagai sarana 2. Metode mekanik, menggunakan tanah, batu dan lain-lain sebagai sarana. Tantangan yang berat di Indonesia adalah luas wilayah Indonesiea yang tidak kurang dari 195 juta hektar, dan diperkirakan 147 juta hektar atau 76 persen merupakan hutan dalam program penghutanan kembali dan rehabilitasi lahan, terdapat tidak kurang dari 80 area watershed, dimana 36 buah diantaranya mendapat prioritas Sasaran Utama Investasi Bank Dunia Bank Dunia telah menjadi pendukung aktif upaya-upaya pemerintah Indonesia dalam proyek konservasi tanah. Selam lebih 15 tahun bank ini telah mendukung 4 proyek dengan total biaya lebih dari U$ 100 juta (Laporan Bank Dunia, 1990) dan kini sedang melakukan kerjasama dengan Pemerintah dalam Proyek Konservasi Nasional dan Manajemen Daerah Aliran Sungai yang mungkin memerlukan pinjaman sebesar U$ 60 juta lebih. Bank tersebut akan terus membantu Indonesia untuk berfokus kepada tujuan konsrvasinya dan menginvestasikana secara lebih efektif, termasuk turus berperan serta dalam implementasi ilmiahnya. Pada masa yang lalu Bank Dunia telah bekerja sama dengan Pemerintah Indonesia terutama melalui proyek-proyek seperti Proyek Pengembangan Pedesaan Yogyakarta, Proyek Pertanian Dataran Tinggi dan Konservasi serta Proyek Wonogiri.

2002 digitized by USU digital library

2

Semua Proyek tersebut umumnya telah sukses dan layak ditinjua dari sifat eksperimental intervensi tervensi tersebut, dimana Pemerintah dan Bank Dunia tengah mencoba untuk menetapkan serta memperbaiki cara-cara bekerja dengan masyrakat densa, mengidentifikasi dan mendaur ulang teknologi, mengorganisir serta mengkoordinasi agensi-agensi dan merencanakan fungsi-fungsinya. Ketika Indonesia beralih dimana penekakan menjadi desentralisasi, Pemerintah dan Bank Dunia harus mengeksplorasikan metode pendekatan baru untuk memanfaatkan sumber daya yang diberikan Bank untuk mendukung proyek konservasi tersebut. Untunt saja, tidak seperti beberapa negara-negara sedang berkembang lainnya. Indonesia kini merupakan tempat dimana program konservasi tanah nasional menjadi prioritas penting Inpres Penghijauan dan Penghutanan kembali yang telah berlangsung selama 18 tahun, kini telah menghasilkan sumber daya kepada pemerintah daerah setempat melalui pemerintah pusat. Model Program Pengelolaan Tanah dan Air di Philipina Kebanyakan perekonomian di Asia bersumber dari sektor pertanian yang rata-rata 70 persen masyarakatnya bergantung pada hasil pertanian. Untuk itu perlu dilakukan usaha-usaha untuk meningkatkan hasil pertanian. Salah satu adalah Philipina, negarayang berpenduduk 60 juta jiwa, namun tidak semuanya mengolah pertanian. Negara ini terasa kurang mampu mengatur secara efisien penggunaan hasil pertanian, tanah dan sumbe-sumber air. Partisipasi lembaga penelitian teknologi pengelolaan tanah dan konservasi aor belum berfungsi secara optimanl. Ketika Philipina ikut dalam acara seminar “The Asian Travelling Seminar On Institusion Building”, Arturo Tanco mengatakan bahwa nilai pusat penelitian tereltak pada perencanaannya dan hbuungan lembaganya (pengorganisasian). Setelah itu Panitia Panel Executive President untuk perkembangan sistem penelitian pertanian nasional membentuk penyelidikandan evaluasi terhadap program penelitian yang sudah ada dan sumbr-sumbernya, juga menggambarkan rekomensai kebijaksanaan untuk perkembangan sistem penelitian pertanian nasional serta penyelidikan arus pengaliran dana ke sumber-sumbernya dan memformulasikan kembali keseluruhan progrma penelitian untuk negara. Dari banyaknya penelitian yang dilakukan sebelum tahun 1972 adalah sebagai berikut : 1. Tidak memberikan pengaruh yang mendasar terhadap perekonomian meskipun prhatian dan usaha pemerintah sangat besar terhadap penelitianpenelitian. 2. Tidak ada koordinasi, artinya terlalu banyak pusat-pusat penelitian, sehingga dana yang mengalir tidak utuh termasuk sumber-sumber penghasilannya, sumber daya manusianya dan dana penelitian dialihkan ke arah kegiatan yang tidak bersifat penelitian dan tujuan penelitian hanya disesuaikan keinginan peneliti. Melihat kondisi tersebut maka Pemerintah Philipina mempercepat terbentuknya PCARRD (Philipines Council for Agriculture and Resaources Research and Development) untuk mengatur sistem dan cara-cara penelitian, sumber daya manusia, fasilitas serta dana untuk pertanian dan sumber-sumber penelitian juga perkembangan. Di sisi lain PCARRD juga memberikan mandat untuk mempertinggi teknologi dan mengalihkan strategi perkembangan pimpinan proyek untuk menguji para teknolog pada ladang pertanian dan dukungan yang berkaitan degan masalah tersebut yaitu seperti pinjaman, pemasaran, perluasan dan latihan-latihan untuk para petani.

2002 digitized by USU digital library

3

ANALISIS PEMBAHASAN Teknologi Salah satu program penelitian yang sedang berlangsung dan yang memberikan aliran teknologi baru dan alternatif terhadap apra pembuat kebijakan, perencanaan, agen-agen ekstensi dan para petani adalh sangat penting bagi keberhasilan usaha pemerintah untuk mempromosikan konservasi tanah dan pengembangan sumber daya wilayah perbukitan. Dewasa ini, erbagai lembaga pemrintahan, termasuk universitas dan swasta, seperti Lembaga Penelitian dan Pengembagan Pertanian,Lembaga Penelitian dan Pegnembagan Kehutanan, Badan Pertanahan dan Isntitusi Pertanian Bogor, sedang melaksanakan penelitian tentang teknologi konservasi tanah dan kelembaban. Misalnya studi penelitian sistem pertanian di Jawa Timur dan Jawa Tengah, dan berbagai percobaan erosi di propinsipropinsi. Akuntabilitas Meskipun sistem perencanaan, penganggaran dan pendaaan sering tidak jelas, amun pemerintah memperlihatkan perhatian yang nyata terhadap konservasi serta target fisik tahunan dipenuhi atau dilamapui. Pedoman bagi evaluasi Bupati, misalnya meliputi keefektifannya di dalam mengelola implementasi penghijauan di kabupatennya. Masalah-masalh akuntabilitas dipadukan dengan tujuan dan target penghijauan dan reboisasi. Selain itu, tujuan umum di dalam meneliti program penghijauan dan reboisasi pemerintah, memiliki sasaran utama di dalam mengatasi lahan kritis. Namun demikian, karena tidak ada definisi tunggal yang benar-benar valid atas lahan kritis, maka rasanya tidak mungkin untuk mengukur proses kemajuan sehingga tidak ada lembaga ataupun invidu yang dapat dituntut tanggungjawab atas hasil yang dicapai. Manajemen Pemerintah lokal , dengan bantuan teknis dan keuangan dari pemerintah sentral, sangat berperan didalam mengimplementasikan program penghijauan dan reboisasi. Pada umumnya, manajemen Derah Aliran Sungai ditangani oleh pemerintah lokal dan propinsi (baik oleh Bappeda Tk. I dan II), ataupun sub dari Departemen Kehutanan. Berbagai rencana teknis yang disusun oleh personil kehutanan kini sedang dalam proses perumusan anggarn dan dalam mencapai persetujuan, tinjauan bersama dan rekonsiliasi untuk mencegah tumpang tingih dan sekaligus untuk menjamin implementasi yang baik. Prinsipnya, sistem ini harus mampu menentukan kebutuhan dan pilihan utama setempat dan penilaian para ahli yang terlatih secara teknis. Pada tingkat pusat, kapasitas untuk memonitor dan meneliti secara kontiniu proses kemajuan dan masalah penghijauan telah dikembangkan. Kapasistas tersebut adalah untuk memonitor pengeluran dan target serta studi penelitian khusus dilaksanakan setiap saat untuk meneliti program. Namun data tidak dapat dikumpulkan secara teratur dalam bentuk yang mampu mengidentifikasi tindakan-tindakan yang perlu dilakukan para pembuat kebijakan, dalam masa pengaturan setiap harinya, sekarang ini belum ada basis data yang dapat mendukung pembuat keputusan dengan gambaran lengkap mengenai proses kemajuan fisik dan finansial dalam impelmentasi dan yang menggambarkan masalah serta keberhasilan utama yang dialami di tingkat kabupaten yang berbeda.

2002 digitized by USU digital library

4

Dukungan Lembaga Internasional Komponen ini ditujukan secara langsung terhadap kelemahan teknis dan kelmbagaan dalam bidang penghijauan dan reboisasi yang telah dibahas di atas. Komponene ini terdiri dari tiga sub komponen, yakni Pengembagan Sistem Informasi, Pengembagan Teknologi dan Pengembagan Pelatihan serta Penyuluhan. Sub Komponen pengembagan sistem informasi meliputi : 1. Dukungan data sumber daya guna mendukung perencaaan strategis, persiapan proyek dan operasi manajemen setiap hari. 2. Melaporkan data memonitor inforasi guna mengevaluasi proses kemajuan dan keefektipan aktivitas manajemen dan untuk pengendalian program yang telah direncanakan Dukungan ini akan meliputi bantuan teknis guna merancang, pengembagnan dan pengimplementasian sistem yang akan menjamin aliran informasi diantara pernecaaan dengan pelaksanaan. Sub komponen pengembangan teknologi bertujuan : - Melembagakan dukungan bagi program serba guna dan desentralisasi dari penelitian - Memadukan hasil-hasil temuan baru dari program Penghijauan dan Reboisasi ke lapangan - Memfokuskan penelitian atas masalah-masalah impelemtnasi yang diidentifikasikan melalui penelitian agar kontiniu dan terus berlangsung. Contoh Pilot Project Bank Dunia Manajemen Daerah Aliran Sungai Perbukitan Cimanuk dan komponen konservasinya, akan berperan sebagai pilot project ntuk pengujian lebih lanjut di dalam memperbaiki manajemen dan strategi konservasi tanah seelum dierkenalakan secara luas. Komponen pilot project ini akan meliputi pakaet-paket perlakuan petani dan non-petani, penelitian, pelatihan, penyuluhanserta dukungan institusional. Komponen ini akan menekankan metode pendekatan vegetatif yang : a. cukup flesibel untuk memungkinkan adaptasi khusu di daerah b. yang dimodelkan atas praktek perlakuan konservasi tanah dan kelembaban lokal c. kombinasi tanaman pangan, buah, areal pertanian dan peternakan Apabila proyek ini sukses secara keseluruhan, maka pendanaan proyek selanjutnya akan ditangani melalui pinjaman Bank dunia yang terprogram seperti proyek ini. Lembaga Konservasi di Philipina Ada beberapa alasan yang dikemukakan dengan terbentuknya lembaga knservasi yang dikenal degan PCARRD selain akibat ketidakpuasan negara terhadap penelitian-penelitian yang telah dilakukan di Philipina yaitu : 1. Terjadinya pemborosan dan kurangnya sumber daya manusia sebagai akibta banyaknya mahasiswa yang melakukan peniruan penelitian di berbagai lokasi yang berbeda di negaranya. 2. Terlalu banyaknya lokasi penelitian yang tersebar sehingga menghambat lancarnya arus keuangan dan juga sumber daya manusianya. 3. Kurangnya hubungan antar banyaknya proyek-proyeknya penelitian dengan yang akan diteliti 4. Pengalihan dana-dana penelitian kepada program-program di luar penelitian sehingga hasilnya seringkali tidak memadai karena dipengaruhi oeh suasana politik yang berkembang.

2002 digitized by USU digital library

5

Fungsi dan Kewenangan PCARRD Setelah terbentuknya PCARRD maka melalui keputusan Presiden (No. 481) menguraikan fungsi-fungsi, kewenangan-kewenangan dari PCARRD sebagai berikut : 1. Merumusan sasaran, tujuan dan ruang lingkup penelitian yang harus dilaksanakan untuk mendorong kemajuan pembanguan pertanian, kehutanan dan perikanan untuk bangsa yang berkelanjutan 2. Mempedomani garis-garis besar yang penting, kemajuan dan kerjasama pengembangan program nasional riset pertanian yang didasarkan kepada multidisiplin, keterkaitan antar lembaga dan pendekatan sistem untuk berbagai komoditi 3. Menetapkan suatu sistem yang merupakan prioritas-prioritas untuk pertanian kehutanan dan riset perikanan dan menyiapakan mekanisme yang tepat untuk penyesuaian prioritas-prioritas dimaksud. 4. Mengembangkan dan menjabarkan strategi pembiayaan untuk mendukung riset pertanian 5. Program yang menggunakan dana pemerintah untuk penelitian pertanian harus dijabarkan di dalam suatu dinamika program riset nasional Pertanian. 6. Menyiapkan suatu mekanisme untuk menilai kemajuan dan pengembangan riset pertanian 7. Membangun dan Menyediakan dukungan untuk suatu jaringan nasional dari pusat-pusat pengembangan untuk program riset berbagai komoditi dengan menggunakan fasilitas dan kerjasama universitas dan pendidikan kejuruan dan lembaga riset lainnya yang dijadikan sebagai mata rantai melalui Dewan untuk pusat penelitian Philipina 8. Membangun suatu mekanisme untuk terciptanya komunikasi baik diantara para pekerja di bidang penelitian, pengembangan, pendidikan dan pembangunan nasional. 9. Membangun suatu pusat data untuk informasi riset di bidang pertanian, kehutanan dan perikanan 10. Menyiapakan sistem program dari riset pertanian yang berhubungan dengan pengembangan dan peningkatan sumber daya manusia 11. Menyiapkan dana perangsang dari riset untuk mendorong pekerja riset agar mencintai pekerjaannya dan menghargai riset pertanian. Kekhasan PCARRD PCARRD mempunayi kekuasan dan kewenangan untuk mengadakan hubungan dengan setiap departemen, biro, kantor, badanm universitas negeri, lembaga-lembaga komoditi dan berbagai peralatan dan berbagai bantuan lainnya dalam menentukan kepegawaian fasilitas dan sumber-sumber yang dibutuhkan untuk pelaksanaan fungsi-fungsi dimaksud. PCARRD mengenal pendekatan top down dan bottom up untuk setting perencaan dan prioritas. Pada tingkat lokal, kebutuhan dan kesempatan diidentifikasi melalaui pendekatan sistem perladangan. Ini kemudian dianalisa sesuai dengan sasaran sektoral nasional dan kemudian dikonsolidasikan ke dalam program riset dan pengembangan sumber daya pertaniandan alam. Pendekatan sistem perdagangan bercirikan prosedur bottom up dalam perencaaan dan implemetasi yang bertitik berat pada kemampuan sendiri dan efisiensi dalam penggunaan sumber daya pertanian. Hal ini meningkatkan partisipasi multi jawatan dan multi sektor petani dan rumaht tangga terlibat dalam semua fase.

2002 digitized by USU digital library

6

Institusi Masa Depan Setelah King mengatakan penelitiannya mengenai konservasi tanah dan air bahwa lembaga-elmbaga yang ada pada dasarnya tidak mendukung secara ilmiah terhadap kebijaksanaan kosnervasi tanah dan air di Indonesia. Campur tangan pemerintah dalam hal pembentukan lembaga-lembaga yang turu menangani konservasi tanah dan air seperti BLK, BPTP, BPP pada kenyataanyan kurang efektif. Pembangunan Wilayah Untuk Konservasi Tanah Dan Air Peningkatan kapasitas Daerah dalam pembangunan wilayah diupayakan baik di bidang sumber daya air. Kondisi Awal dan Pelaksanaan Program Tahun 2000 a. Berbagai kegiatan penguatan peran pemerintah daerah dalam penataan ruang telah dilakukan melalui kegiatan penyiapan pedoman dan standar, bantuan teknik, pelatihan aparat perencanaan daerah, penasehatan serta penyiapan peraturaan perundang-undangan yang dibutuhkan. Seperti mereview RTRWN, penyiapan beberapa RPP & pedoman teknis, penyiapan rencana induk pengembangan wilayah, strategi nasional pembangunan perkotaan (NUDS), KAPET (Manado - Bitung), kawasan cepat berkembang ( Danau Toba dsk) dan kawasan tertinggal (Pulau Nias), pelatihan peningkatan profesionalisme aparat 202 orang, serta fasilitasi Pemda dalam penataan ruang, 26 propinsi. b. Beberapa permasalahan yang terkait dengan keberlanjutan ketahanan pangan antara lain semakin banyak Daerah Aliran Sungai yang kritis karena masih lemahnya lembaga pengelolaan dan peran masyarakat dalam konservasi tanah dan air, belum adanya lembaga koordinasi yang mantap dalam pengembangan dan pengelolaan sumberdaya air di tingkat Nasional, daerah dan wilayah sungai, belum, terbentuknya lembaga dan sistem pengelolaan jaringan irigasi partisipatif untuk menunjang keberlanjutan fungsi jaringan irigasi termasuk penyerahan pengelolaan irigasi kepada kelompok tani pemakai air, masih adanya prasarana dan sarana produksi pertanian dalam kondisi kurang memadai dan rusak akibat tidak efektifnya sistem operasi dan pemeliharean prasarana dan sarana produksi pertanian, dan terbatasnya lahan pengembangan pertanian yang produktif dan banyaknya alih fungsi lahan pertanian ke penggunaan non-pertanian akibat pembangunan yang tidak sepenuhnya mengikuti kaidah penataan ruang. Pada tahun 2000, melalui program-program pembangunan sektor pengairan telah diupayakan hal-hal sebagai berikut: i. Program Pengelolaan Sungai, Danau dan Sumber Air lainnya, meliputi rehabilitasi dan pembangunan embung dan waduk untuk meningkatkan penyediaan dan kehandalan air irigasi, rehabilitasi dan pembangunan prasarana pengendali banjir dalam rangka mengamankan sentra produksi pertanian dan permukiman pada alur sungai sepanjang 130 km. ii. Program pengembangan dan pengelolaan Jaringan Irigasi, meliputi program Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi seluas 6,3 juta Ha, rehab dan peningkatan jaringan irigasi seluas 150 ribu Ha,

2002 digitized by USU digital library

7

iii.

pembangunan jaringan irigasi baru seluas 70 ribu Ha, dan pencetakan sawah 30 ribu Ha. Program Pengembangan dan Pengelolaan Daerah Rawa, yang meliputi peningkatan tata air pada lahan pengembangan rawa pasang surut dan non pasang surut seluas 50 ribu Ha, dan peningkatan tata saluran tambak sekitar 3 ribu Ha.

Program Strategis Jangka Menengah Upaya pembangunan wilayah yang didasarkan penataan ruang dalam jangka menengah dilakukan melalui program-program strategis untuk Penataan ruang, pelayanan prasarana jalan yang handal serta peningkatan pengelolaan sumber daya air dengan programnya masing-masing adalah: Penataan Ruang a. Memfasilitasi perwujudan struktur ruang wilayah yang didukung oleh jaringan prasarana wilayah serta pengembangan perkotaan dan perdesaan. b. Meningkatkan kemampuan daerah dan peran masyarakat serta pelaku lainnya dalam penyelenggaraan penataan ruang. c. Mendukung percepatan pertumbuhan KTI dan kawasan tertinggal lainnya. d. Mendukung pembangunan kawasan andalan, kawasan tertentu dan strategis nasional lainnya. e. Pemantapan RTRWN dan penyelesaian RTRW Pulau. f. Mendukung pelestarian kawasan lindung g. Mewujudkan transparansi dalam rangka kepastian pemanfaatan ruang. Meningkatkan pengelolaan sumberdaya air yang berdaya guna dan lestari, melalui: -

-

-

-

Penyempurnaan kerangka kelembagaan pengembangan dan pengelolaan Sumberdaya Air Nasional (SDA), dengan pembentuakan Dewan Sumberdaya Air Nasional, penyempurnaan undang-undang SDA, perumusan kebijakan SDA Nasional, penyempurnaan data dan pengembangan jaringan hidrologi dan pemantapan hak guna air. Penyempurnuan kerangka kelembagaan SDA ditingkat Daerah dan Wilayah Sungai dengan pembentukan Dewan SDA Daerah, pengembangan korporatisasi pengelolaan SDA, penyempurnaan sistem pembiayaan korporatisasi, pengembangan dan penyempurnaan sistem harga air. Penyempurnaan kerangka peraturan dan perundang-undangan untuk kualitas air, meliputi pengendalian kualitas air, monitoring kualitas air dan pelaksanaan uji coba pengendalian kualitas air di 3 Satuan Wilayah Sungai. Pengembangan dan penyempurnaan sistem kelembagaan pengelolaan irigasi, meliputi penyempurnaan lembaga pengelola irigasi di Tingkat Nasional, Propinsi dan Petani, peningkatan sistim partisipasi melalui pemberdayaan kelompok petani pemakai air (P3A), dan penyempurnaan sistim pendanaan rehabilitasi dan operasi irigasi.

2002 digitized by USU digital library

8

Program Prioritas Tahun 2001 Penataan Ruang a. Penyusunan rencana pengembangan terpadu untuk mewujudkan sistem jaringan prasarana wilayah dan mewujudkan sistem perkotaan dan perdesaan pada daerah yang memerlukan penyerasian program lintas daerah. b. Fasilitasi dan bantuan teknik penyusunan dan peninjauan kembali RTRW pada propinsi, kabupaten dan kota pada daerah yang antara lain dimekarkan dan yang baru terbentuk. c. Fasilitasi dan bantuan teknik pengelolaan pengembangan KAPET dan promosi investasi terutama di KTI. d. Penyiapan kebijakan, pedoman, fasilitasi dan bantuan teknik dalam pengembangan kawasan andalan dan kawasan tertentu pada kawasan yang mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah, kawasan yang mempunyai nilai strategis, dan kawasan tertinggal/perbatasan. e. Peninjauan kembali Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN). f. Penyelesaian Rencana Tata Ruang Wilayah Pulau dalam rangka penyiapan program terpadu prasarana wilayah di Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi. Sumber Daya Air a. Penyelesaian perubahan Undang-Undang Pengairan dan penyiapan pembentukan Dewan Air Nasional. b. Menyelesaikan pembentukan Badan Pengelola Sumber Daya Air dalam bentuk korporatisasi di 5 Wilayah Sungai di Sumatera, Jawa dan Sulawesi. c. Melaksanakan pembentukan Balai Pengelola Sumber Daya Air sebagai unit pelaksana teknis di 40 SWS di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi. d. Melaksanakan pengendalian atas daya rusak air yang meliputi pengendalian banjir di 11 lokasi di Sumatera, Jawa, Bali dan Nusa Tenggara . e. Pengamanan abrasi pantai di Bali, Padang dan Sulawesi Utara dan pengendalian lahar gunung berapi di G. Merapi dan G. Kelud. f. Pembangunan waduk baru sebanyak 10 unit dengan kapasitas 1.000 juta m3 dan embung sebanyak 10 unit dengan kapasitas total 3 juta m3. g. Pembangunan jaringan irigasi baru seluas 80.000 ha, rehabilitasi jaringan irigasi seluas 380.000 ha, pembangunan tambak seluas 2.000 ha, peningkatan irigasi rawa seluas 80.000 ha dan melakukan operasi dan pemeliharaan keseluruhan jaringan irigasi seluas 6,3 juta ha. h. Pemberdayaan petani melalui Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) sebanyak 20.000 Unit menjadi P3A mandiri.

2002 digitized by USU digital library

9

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Konservasi tanah dan air harus dilaksanakan secara terpadu dengan koordinator yang jelas demi menjamin kelestarian sumber daya alam, terutama dalam upaya konservasi tanah dan air bagi kesejahteraan rakyat. Kelembagaan yang menangani konservasi tanah dan air tidak lagi relevan dibentuk secara adhoc saja, akan tetapi harus dilekatkan pada fungsi, tugas dan wewenang pada para pelaksanannya di lapangan yang terkait secara struktural dengan instansi yang kompeten 2. Ketegasan lembaga yang menangani pelaksanaan kosnervasi tanah dan iaru sangat diharapkan pada semua tingaktan untuk memberikan sanksi kepada pelaksana yang tidaks erius bekerja mulai dari tahapan prasurvei, rekonessan, semidetail, detail dan intensif. Peningkatan spesialisasi, profesionalisasi dan koordinasi para individu pelaksana/instansi yang diberi tanggungjawab menangani konservasi tanah dan air, masih perlu ditingkatkan dibarengi dengan kepedulian tinggi. Pelaksanaan sanksi hukum yang tegas bagi para pelanggar ketentuan dari konvensi tanah dan air. 3. Meskipun Bank Dunia dapat mesuply pendanaan, namun input kirit bagi kerjsama berikutnya bukanlah uang.Yang diperlukan dalam hal ini adalah proposal bagi perubahan kebijaka, peraturan dan petunjuk yang akan menghapus faktor penghalang atas keefektivan impelementasi tingkat lapangan. Meningkatkan kreativitas petani dan dukungan para ahli adalah penting bagi keberhasilan program penghijauan dan reboisasi sebagai bentuk partisipasi dari para petani dan komunitas pedesaan Saran-saran 1. Para pelaksana/instansi yang mengelola program/proyek konservasi tanah dan air harus mengetahui secara teknis, ekologis, ekonomis dan sosiologi akan dampak dari program/proyek yang dilaksanakannya 2. Kelembagaan kelompok tani perlu dimampukan mulai dari awal sampai pada tahapan pascaproyek karena banyaknya instansi yang terlibat dalam program/proyek konservasi tanah dan air sebaiknya ditelaah lebih tajam dan kritis, terutama yang menyangkut pembagian tugas dan tanggung jawab antara koordinator dan spesialisasi masing-masing.

2002 digitized by USU digital library

10

DAFTAR PUSTAKA Barbier, Edward B., and Joane C. Burgess, “Agricultural Pricing and Enviromental Degradation” Background paper prepared for the 1992 World Development Report Dooletter, John B., and James W. Smyle, “Soil and Moisture Consevation Technologies : Review of Literature”, in John B. Doolette and William B Magrath, eds, watershed Development in Asia-Strategies and Technologies, World Bank Technical paper Number 127, Wahington, D.C. 1990 Molnar, Augusta, “Land Tenure in Watershed Development”, in John B. in John B. Doolette and William B Magrath, eds, Watershed Development in AsiaStrategies and Technologies, World Bank Technical paper Number 127, Wahington, D.C. 1990 Naamin, N. 1988. Masalah Pengelolaan Perikanan Laut di Pantai Timur Sumatera dalam kaitannya dengan Perubahan Lingkungan dalam Coastal Zone Environmental Planning in the Strait of Malacca, Lokakarya Perairan Pantai Perencanaan Lingkungan untuk Selat Malaka, Palembang, Indonesia 7-9 Juni 1988. F. Sjarkowi, W. J. M. Verheugt dan H. J. Dirschl (ed.). Proyek Pengembangan Pusat Studi Lingkungan, Development of Environmental Study (DESC) Project UNDP/IBRD/GOI. Palembang. Soetjito, 1987, Aspek Sosial Budaya ; Dalam Pembangunan Pedesaan, Pt tiara Wacana Yogya, Yogyakarta

2002 digitized by USU digital library

11