NO.1801.013.F
LAPORAN AKHIR TAHUN 2012
PENGKAJIAN TEKNOLOGI PENGENDALIAN HAMA PENGGEREK BUAH KAKAO (PBK) DI KABUPATEN KEPAHIANG
BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BENGKULU
BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012 1
LAPORAN AKHIR TAHUN 2012
PENGKAJIAN TEKNOLOGI PENGENDALIAN HAMA PENGGEREK BUAH KAKAO (PBK) DI KABUPATEN KEPAHIANG
Oleh Afrizon Siti Rosmanah Herlena Bidi Astuti Kusmea Dinata Yoyo
BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BENGKULU BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012
LEMBAR PENGESAHAN
1. Judul kegiatan
: Pengkajian Teknologi Pengendalian Hama Penggerek Buah Kakao (PBK) di Kabupaten Kepahiang
2. Unit Kerja
: BPTP Bengkulu
3. Alamat Unit Kerja
: JL. Irian KM, 6,5 Bengkulu 38119
4. Penanggung Jawab a. Nama b. Pangkat/Golongan c. Jabatan c1. Struktural c2. Fungsional 5. Lokasi Kegiatan
: Drs. Afrizon, M.Si : Penata /IIId : : Peneliti Pertama : Kabupaten Kepahiang
6. Status Kegiatan (Baru/Lanjutan) : Baru 7. Tahun Dimulai
: 2012
8. Tahun Ke
: 1 (Satu)
9. Biaya Kegiatan
: Rp. 150.000.000-, (Seratus Lima Puluh Juta Rupiah).
10. Sumber Dana
: Satker Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, T.A. 2012
Mengetahui Kepala Balai,
Bengkulu, Desember 2012 Penanggung Jawab Kegiatan
Dr. Ir. Dedi Sugandi, MP. NIP. 19590206 198603 1 002
Drs. Afrizon, M.Si NIP.19620415 199303 1 001
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya,
sehingga
Laporan
Akhir
Kegiatan
Pengkajian
Teknologi
Pengendalian Hama Penggerek Buah Kakao (PBK) di Kabupaten Kepahiang dapat tersusun. Laporan ini dibuat sebagai salah satu pertanggung jawaban terhadap hasil pelaksanaan kegiatan yang dimulai pada bulan Januari sampai dengan bulan Desember tahun 2012. Kami
menyadari
masih
banyak
terdapat
kekurangan
di
dalam
perencanaan dan pelaksanaan kegiatan, oleh karena itu kritik dan saran untuk perbaikan sangat diharapkan. Kepada semua yang telah berpartisipasi dan membantu pelaksanaan kegiatan ini kami sampaikan terima kasih. Semoga laporan kegiatan ini dapat memberikan manfaat bagi percepatan adopsi teknologi pengendalian hama penggerek buah kakao (PBK).
Bengkulu, Desember 2012 Penyusun
iii
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ............................................................................ DAFTAR ISI ...................................................................................... DAFTAR TABEL ................................................................................. DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... RINGKASAN .....................................................................................
iv v vii viii ix
I.
PENDAHULUAN .......................................................................... 1.1. Latar Belakang........................................................................... 1.2. Perumusan Masalah ................................................................... 1.3. Tujuan ...................................................................................... 1.4. Keluaran ...................................................................................
1 1 2 3 3
II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 2.1. Perkembangan kakao ................................................................. 2.2. Botani Tanaman Kakao .............................................................. 2.3. Siklus Hidup Serangga Hama PBK ............................................... 2.4. Gejala Serangan Hama PBK ........................................................ 2.5. Pengendalian Hama PBK ............................................................
4 4 5 6 7 8
III. METODOLOGI PENGKAJIAN ....................................................... 3.1. Lokasi dan Waktu....................................................................... 3.2. Bahan dan Alat .......................................................................... 3.3. Ruang Lingkup........................................................................... 3.4. Metode Pengkajian ..................................................................... 3.4.1. Pengkajian implementasi paket pengendalian hama PBK ..... 3.4.2. Pengkajian respon petani terhadap paket teknologi pengendalian hama PBK................................................... 3.4.3. Pelaksanaan .................................................................... 3.4.4. Parameter yang diamati ................................................... 3.5. Metode Analisis ..........................................................................
9 9 9 9 9 10
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 4.1. Kegiatan Pendahuluan................................................................ 4.2. Profil Lokasi Pengkajian .............................................................. 4.2.1. Profil Kabupaten Kepahiang ............................................... 4.2.2. Profil Desa Suro Bali ......................................................... 4.2.3. Profil Petani Kooperator .................................................... 4.3. Teknologi Eksisting Petani .......................................................... 4.4. Pengkajian Implementasi Paket Pengendalin Hama PBK ................ 4.4.1. Intensitas buah yang terserang .......................................... 4.4.2. Hama penyakit lain ........................................................... 4.5. Analisis usahatani ...................................................................... 4.6. Respon Petani Terhadap Komponen Hama PBK ............................ 4.7. Temu Lapang ............................................................................
14 14 15 15 16 16 17 18 20 22 24 25 26
iv
11 11 12 13
V. KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................... 28 VI. KINERJA HASIL .......................................................................... 29 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 30 LAMPIRAN........................................................................................ 31
v
DAFTAR TABEL Halaman 1.
Perbedaan kakao mulia dan kakao lindak ........................................... 5
2.
Biodata petani kooperator kegiatan pengkajian PBK ............................ 15
3.
Persentase (%) buah terserang setelah aplikasi perlakuan ................... 17
4.
Intensitas serangan (%) setelah aplikasi perlakuan ............................. 19
5.
Serangan hama penyakit lain pada areal kakao di Kabupaten Kepahiang ................................................................... 20
vi
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1.
Daftar hadir peserta survei teknologi eksisting petani di Desa Suro Bali Kecamatan Ujan Mas Kabupaten Kepahiang .......................................
29
2.
Daftar hadir peserta Temu Lapang Teknologi Pengendalian Hama Penggerek buah kakao (PBK) ............................................................
30
3.
Kuesioner kegiatan pengkajian teknologi pengendalian hama PBK di Kabupaten Kepahiang .......................................................................
32
4.
Survei calon lokasi pengkajian ...........................................................
35
5.
Survei awal teknologi eksisting petani di Desa Suro Bali .......................
36
6.
Kegiatan lapang pengkajian teknologi pengendalian hama PBK ............
37
7.
Aplikasi perlakuan pada lahan petani kooperator .................................
38
8.
Hama penyakit lain pada tanaman kakao di Desa Suro Bali .................
39
9.
Kondisi tanaman, buah dan biji yang sehat .........................................
40
10. Kegiatan Temu Lapang pengendalian hama PBK .................................
41
vii
RINGKASAN Hama penggerek buah kakao atau PBK merupakan salah satu hama penting yang banyak menyerang areal perkebunan kakao. Hama ini sangat merugikan karena dapat menurunkan produksi kakao hingga 80%. Paket pengendalian hama PBK yang telah ada masih belum banyak diaplikasikan oleh petani, salah satu kendalanya adalah petani tidak tahu komponen paket tersebut. Sehingga perlu dilakukan pengkajian untuk mengetahui paket teknologi pengendalian hama PBK spesifik lokas dan untuk mengetahui tingkat penerapan komponen tersebut di tingkat petani. pengkajian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 5 ulangan. Perlakuan yang digunakan adalah penyemprotan kimia, pengendalian hayati, penyarungan buah dan kontorl. Komponen pemeliharaan tanaman yang lain yaitu pemangkasan, pengendalian gulma dan pemupukan tetap dilakukan. Berdasarkan hasil pengkajian, komponen penyarungan dapat menekan serangan hama PBK. Tingkat penerapan petani terhadap komponen penyarungan juga lebih tinggi jika dibandingkan dengan komponen yang lain.
Kata kunci : kakao, PBK, paket pengendalian hama PBK
viii
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor perkebunan di Provinsi Bengkulu adalah penyumbang devisa negara cukup tinggi setelah tanaman pangan. Kakao merupakan salah satu komoditas andalan
yang cukup prospektif di Provinsi Bengkulu karena didukung oleh
kesesuaian
agroekosistim
dan
kondisi
sosial
masyarakat
petani
yang
mengusahakannya. Berdasarkan data BPS pada tahun 2010, tanaman kakao diusahakan oleh 22.667 orang petani seluas 14.361 ha. Dari total luas tanaman kakao, sebanyak 362 ha merupakan tanaman mati atau rusak. Produktivitas kakao di Provinsi Bengkulu sekitar 700 kg/ha dan masih sangat rendah jika dibandingkan dengan potensi kakao yang bisa mencapai 3000 kg/ha. Banyak faktor yang menjadi kendala rendahnya produktivitas kakao. Salah satu kendala yang hingga saat ini belum dapat diatasi adalah serangan penggerek buah kakao (PBK). PBK tidak hanya menjadi kendala petani kakao di Provinsi Bengkulu, akan tetapi telah menjadi kendala di seluruh Indonesia. Berdasarkan catatan sejarah Indonesia PBK telah menghancurkan perkebunan kakao sebanyak tiga kali yaitu pada tahun 1845 di daerah Minahasa, tahun 1886 di sepanjang pantai utara Jawa Tengah hingga Malang, Kediri serta Banyuwangi dan tahun 1958 di beberapa perkebunan di pulau Jawa (Roesmanto, 1991). Selain telah menghancurkan perkebunan kakao, akibat adanya serangan PBK juga telah mengakibatkan rendahnya harga kakao Indonesia di dunia sehingga berpengaruh terhadap pendapatan dan kesejahteraan petani (Anonymous, 2004). Serangan hama PBK telah meluas meliputi beberapa sentra wilayah produksi kakao di Indonesia seperti . Sumut, Sumbar, Jambi, Bengkulu, Riau, Lampung, Jateng, Jatim, Sulut, Sulteng, Sulsel, Sultra, Kaltim, Kalbar, Kalteng, Maluku, Bali, NTB, NTT dan Papua (Widodo, 2010). Serangan hama PBK pada tahun 2000 seluas 60.007 ha dan tahun 2004 meningkat menjadi 348.000 ha (Direktorat Bina Perlindungan Tanaman Perkebunan, 2004). Hama PBK menyerang buah dimulai pada saat buah berukuran ± 8 cm. Buah muda yang diserang hama PBK akan mengalami perubahan warna sebelum matang dan kulit buah yang terserang akan mudah terserang jamur. Pada buah matang, tanda awal yang mudah diidentifikasi adalah dengan cara menguncang
buah. Buah yang terserang PBK tidak akan berbunyi pada saat diguncang karena biji sudah saling melekat satu dengan yang lainnya. Larva menyerang daging buah dan saluran makanan menuju biji, tetapi tidak menyerang biji (Siregar, T.H.S., et al., 2004). Pada kondisi lingkungan yang cocok, maka serangan PBK dapat mencapai hingga 80-82%, yang artinga setiap 100 kg buah kakao yang dipanen hanya dapat dihasilkan 18 kg biji. Penanaman dengan menggunakan bibit yang tahan terhadap serangan hama dan penyakit dilakukan sebagai salah satu pencegahan di dalam teknik budidaya. Selain itu, komponen di dalam teknik pengendalian hama PBK dilakukan untuk mengendalikan hama PBK. Komponen pengendalian hama PBK meliputi : pemangkasan, frekuensi panen sering, sanitasi dan sistem rampasan, pengendalian hayati, pengendalian kimiawi, dan sarungisasi buah. Beratnya serangan yang disebabkan oleh PBK serta peningkatan luas areal terserang memerlukan pengendalian yang harus segara dilakukan. Provinsi Bengkulu sebagai salah satu sentra produksi kakao diharapkan dapat meminimalkan
serangan
hama
PBK.
Sehingga
pengkajian
mengenai
pengendalian spesifik lokasi perlu dilakukan agar serangan PBK dapat ditekan sekecil mungkin. 1.2. Perumusan Masalah Penggerek buah kakao (PBK) merupakan hama penting kakao yang dapat menurunkan produksi lebih dari 80 %, sehingga pendapatan petani kakao turun drastis. Serangan PBK ini dianggap ancaman bagi kelangsungan produksi kakao secara Nasional. Badan Litbang pertanian sudah menghasilkan beberapa teknologi alternatif untuk meminimalisir tingkat serangan PBK.
Secara umum
teknologi ini masih belum banyak diketahui oleh petani kakao. Mengingat dampak negatif serangan PBK ini terhadap peningkatan produksi, maka teknologi ini perlu diimplementasikan ditingkat petani pada sentra-sentra produksi dan pengembangan kakao seperti di Kabupaten Kepahiang.
2
1.3. Tujuan 1.
Mengkaji implementasi paket
teknologi pengendalian hama PBK pada
perkebunan kakao milik rakyat. 2.
Mempelajari respon petani terhadap paket teknologi pengendalian PBK.
1.4. Keluaran 1.
Rekomendasi teknologi pengendalian hama PBK spesifik lokasi.
2.
Tingkat pemahaman petani terhadap paket pengendalian hama PBK.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Perkembangan kakao Kakao merupakan salah satu komoditas ekspor yang dapat memberikan
kontribusi untuk peningkatan devisa Indonesia. Indonesia merupakan salah satu negara pemasok utama kakao dunia setelah Pantai Gading (38,3%) dan Ghana (20,2%) dengan persentasi 13,6%. Permintaan dunia terhadap komoditas kakao semakin meningkat dari tahun ke tahun. Hingga tahun 2011, ICCO (International Cocoa Organization) memperkirakan produksi kakao dunia akan mencapai 4,05 juta ton, sementara konsumsi akan mencapai 4,1 juta ton, sehingga akan terjadi defisit sekitar 50 ribu ton per tahun (Suryani, 2007). Kondisi ini merupakan suatu peluang yang baik bagi Indonesia karena sebenarnya Indonesia berpotensi untuk menjadi produsen utama kakao dunia. Kakao berkembang sebagai usaha perkebunan
rakyat di Kabupaten
Bengkulu Utara dan Kabupaten Seluma dengan cara budidaya tradisional. Masalah utama yang dihadapi adalah hama penggerek buah kakao dan serangan pengisap buah. Hama penggerek buah kakao dapat mengurangi produksi biji sekitar 59 – 81% (PPKKI, 2005a; PPKKI, 2005b; Sastrosiswojo, 1999; Sukamto, 1995;
Sukamto et al., 1996). Hama tersebut merupakan hama utama pada
perkebunan kakao di wilayah yang beriklim basah. Secara Nasional Luas areal Kakao 1.563.423 ha dan produksi 795.581 ton. Sungguhpun Indonesia dikenal sebagai negara produsen kakao terbesar di dunia, tapi produktivitas dan mutunya masih sangat rendah. Rata-rata produktivitasnya hanya 660 kg/ha, sedangkan Pantai Gading produktivitasnya sudah mencapai 1,5 ton/ha. Sehingga hal ini menyebabkan citra kakao Indonesia dinilai kurang baik di pasaran internasional. Rendahnya citra dan mutu kakao Indonesia tidak saja menimbulkan kerugian yang cukup besar di pasaran dunia terutama Amerika Serikat, tapi juga berdampak terhadap pendapatan petani dan produsen kakao. Potensi kerugian harga biji kakao Indonesia ke Amerika Serikat akibat mutu rendah sekitar US$ 301,5/ton. Jika ekspor biji kakao Indonesia ke Amerika rata-rata 130.000 ton/tahun, maka terdapat potensi kehilangan devisa sebesar US$ 39.195 juta/th atau setara dengan Rp 360,6 milyar/th.
4
2.2.
Botani Tanaman Kakao Menurut Tjitrosoepomo (1988), sistematika tanaman kakao adalah
sebagai berikut : Divisi
: Spermatophyta
Anak divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledoneae
Anak Kelas : Dialypetalae Bangsa
: Malvales
Suku
: Sterculiaceae
Marga
: Theobroma
Jenis
: Theobroma cacao L. Menurut Anonymuos (2012), berdasarkan jenisnya, kakao dibedakan
menjadi dua yaitu kakao edel atau kakao mulia dan kakao lindak. Kakao mulia memiliki keunggulan di dalam aroma dan cita rasa, umumnya diusahakan oleh perkebunan besar. Sedangkan kakao lindak memiliki keunggulan karena produktivitasnya tinggi dan relatif mudah untuk dibudidayakan sehingga dianjurkan untuk diusahakan oleh petani. Perbedaan antara kakao mulia dan kakao lindak pada Tabel 1. Tabel 1. Perbedaan kakao mulia dan kakao lindak Uraian Bentuk buah
Kakao mulia
Warna buah Bentuk biji Berat kering per biji Warna kotiledon Kandungan lemak biji
Bulat telur sampai lonjong Merah muda Besar dan bulat Rata-rata 1,2 gram Dominan putih Kurang dari 56%
Ukuran dan berat biji Aroma dan rasa
Homogen Baik
Kakao linda Bulat sampai bulat telur Hijau muda Gepeng dan kecil Rata-rata 1 gram Dominan ungu Mendekati atau lebih dari 56% Heterogen Kurang
Tananan kakao merupakan tanaman hutan hujan tropis dengan naungan pohon-pohon tinggi, curah hujan tinggi, suhu sepanjang tahun relatif sama serta kelembaban tinggi dan relatif sama. Pada kondisi seperti itu tanaman kakao akan 5
tumbuh tinggi, akan tetapi bunga dan buahnya sedikit. Tinggi tanaman kakao dapat mencapai 1,8-3,0 m pada umur tanaman tiga tahun dan mencapai 4,5-7 m pada umur tanaman 12 tahun (Hall, 1932). Tanaman kakao bersifat dimorfisme, yaitu mempunyai dua bentuk tunas vegetatif. Tunas yang arah pertumbuhannya ke atas disebut tunas ortotrop atau tunas air, sedangkan tunas yang arah pertumbuhannya ke samping disebut cabang plagiotrop atau cabang kipas. Kakao merupakan tanaman dengan surface root feeder sebagian besar akar lateralnya (mendatar) berkembang dekat permukaan tanah, yaitu pada kedalaman 0-30 cm (Puslit Koka, 2004). Menurut Puslit Koka Indonesia (2004), daun kakao juga bersifat dimorfisme, pada tunas ortotrop tangkai daunya panjang, 7,5-10 cm sedangkan tunas pada plagiotrop panjang tangkai daunnya hanya sekitar 2,5 cm (Hall, 1932). Salah satun sifat khusus pada tanaman kakao adalah mempunyai dua persendiaan (articulation) yang terletak di pangkal dan ujung tangkai daun. Persendiaan daun tersebut dilaporkan daun mampu membuat gerakan untuk menyesuaikan dengan arah datangnya sinar matahari. Bentuk helai daun bulat memanjang (oblongus), ujung daun meruncing (acuminatus) dan pangkal daun runcing (acutus). Bunga tanaman kakao bersifat kauliflori artinya bunga tumbuh dan berkembang dari bekas ketiak daun pada batang dan cabang. Tempat tumbuh bunga dan buah akan terus membesar dan menebal yang disebut dengan bantalan bunga (cushion). Buah kakao mempunyai warna yang beragam, buah yang pada saat muda berwarna hijau atau jingga agak putih akan berwarna kuning pada saat masak. Sedangkan buah yang pada saat muda berwarna merah akan menjadi jingga (orange) pada saat masak. Buah akan mencapai masak pada umur 6 bulan dengan ukuran antara 10-30 cm. 2.3.
Siklus Hidup Serangga Hama PBK Serangga hama PBK berukuran mikro akan tetapi mempunyai daya rusak
yang cukup tinggi karena merusak buah kakao yang secara langsung mempengaruhi produksi dan mutu biji kakao. Akibat serangan PBK, biji tidak berkembang, lengket antara satu biji dengan yang lainnya, sulit dipisahkan dengan kulit buah serta apabila biji difermentasi maka fermentasinya tidak 6
berjalan sempurna. Akibatnya kualitas mutu biji kakao menjadi rendah sehingga mengakibatkan rendahnya daya jual karena kurang disukai konsumen. Keadaan ini sangat merugikan petani karena serangan PBK menyebabkan penurunan berat biji, peningkatan biji kualitas rendah serta meningkatnya biaya panen (Soekada, et al., 1994). Siklus hidup PBK terdiri atas telur 3-7 hari, larva 15-18 hari, pupa 6-8 hari dan ngengat 3-7 hari. Serangan dimulai dengan melatakkan telur pada permukaan buah berlekuk. Semakin besar lekukan pada buah, maka peluang untuk diteluri semakin besar. Larva yang keluar dari telur selanjutnya akan masuk ke dalam buah dan biasanya tinggal selama 12-14 hari bahkan hingga 18 hari sebelum keluar dan menjadi kepompong (Wardojo, 1994 dan Wessel, 1983). Buah yang berukuran 5-7 cm dan sangat muda tidak pernah terserang (Wardojo, 1994). 2.4.
Gejala Serangan Hama PBK Penggerek buah kakao atau cacao mot (Canopomorpha cramerella Sn.)
merupakan salah satu hama yang merusak tanaman kakao. Hingga saat ini belum ditemukan cara pengendalian hama PBK yang efektif sehingga serangannya menjadi ancaman yang cukup serius bagi petani kakao. Serangan PBK mengakibatkan kerugian yang cukup besar karena merusak buah kakao secara langsung. Hama yang larva menggerek buah kakao dapat mengakibatkan pertumbuhan buah dan biji menjadi tidak normal (Kalshoven, 1982, Prawoto, et al., 2003 dan Sukamto, et al., 2002). Kerusakan serius dapat menyebabkan kehilangan biji sebanyak 82,20% (Wardojo, 1994). Serangan PBK mengakibatkan buah menjadi tidak berkembang. Larva memakan jaringan yang lunak seperti pulp, plasenta dan saluran makanan menuju biji. Kerusakan pada pulp mengakibatkan biji saling melakat dan melekat pada dinding buah. Kerusakan plasenta dapat menyebabkan semua biji rusak dan tidak berkembang. Jaringan buah yang telah rusak menyebabkan terjadinya perubahan fisiologis pada permukaan kulit buah sehingga buah menjadi hijau berbelang marah atau jingga (Wardojo, 1994). Hingga kini belum ada predator, parasitoid maupun patogen yang dapat menyerang larva. Hal ini karena selama
7
hidupnya larva berada di dalam buah sehingga akan sulit tersentuh musuh alami ataupun terjangkau insektisida. 2.5. Pengendalian Hama PBK Pengendalian
PBK
bisa
dilakukan
dengan
menggunakan
metode
pengendalian hama terpadu (PHT). Cara pengendalian dilakukan berdasarkan daerah serangan, daerah bebas PBK dan daerah serangan PBK. Pengendalian kedua
wilayah
tersebut
memerlukan
cara
pengendalian
yang
berbeda.
Pengendalian pada daerah serangan PBK dilakukan dengan beberapa cara yaitu : pemangkasan, panen sering, sanitasi dan sistem rampasan, pengendalian hayati, penyemprotan insektisida, dan penyarungan buah. Pemangkasan. Dilakukan dengan tujuan agar tanaman tidak terlalu rindang. Tanaman yang rindang merupakan tempat yang sesuai untuk perkembangan hama PBK. Hal ini karena imago PBK tidak menyukai sinar matahari langsung, sehingga pemangkasan yang teratur akan menekan populasi hama. Pemangkasan dilakukan dengan membatasi tajuk tanaman setinggi 3-4 m dengan tujuan untuk memudahkan pengendalian hama dan panen. Panen Sering. Panen sering dilakukan satu minggu sekali dengan cara memcah buah pada hari itu juga dan mengumpulkan kulit buah untuk dibenamkan ke dalam tanah dengan tebal penimbunan 20 cm. Hal ini dilakukan untuk menekan populasi larva karena banyak larva yang juga ikut tertimbun bersama kulit buah. Sanitasi dan Sistem Rampasan. Sanitasi dilakukan dengan membersihkan areal kebun dari daun-daun kering, tanaman tidak sehat, ranting kering, kulit buah maupun gulma yang berada di sekitar tanaman. Sedangkan tindakan rampasan dilakukan dengan memetik semua sisa kakao pada akhir panen untuk dimusnahkan sehingga akan memutuskan daur hidup hama PBK. Sedangkanp pengendalian
Hayati.
Dilakukan
dengan
menggunakan
semut
hitam
(Dolichoderus thoracicus) karena semut hitam dapat mengendalikan PBK pada perkebunan kakao di Indonesia dan Malaysia. Penyemprotan dengan Insektisida hanya dilakukan pada tingkat serangan diatas 20 %. Pestisida yang dianjurkan antara lain Decis 2,5 EC, Matador 25EC,
8
Buldog 25 EC, Bestox 50EC dan Sumialpha 25 EC. Dosisnya 0,06-0,12% atau sesuai anjuran dan volume semprot 250 lt/ha menggunakan knapsack sprayer. Pengendalian hayati. Pengendalian hayati untuk mengendalikan hama PBK dilakukan dengan cara meletakkan semut hitam (Dolichoderus thoracicus). Selain dapat dapat mengendalikan hama Helopeltis spp juga dapat mengendalikan hama PBK di perkebunan kakao di Indonesia dan Malaysia. Selain itu pengendalian
juga
dapat
dilakukan
dengan
menyemprotkan
jamur
entomopatogen seperti Beauveria bassiana dan Phaecilomyces fumosoroseus pada kakao muda dan cabang horizontal. Pengendalian dengan menyemprotkan jamur entomopatogen dapat melindungi serangan hama PBK hingga 60,5% dengan dosis 50-100 gram spora/ha dengan volume semprot 250 l/ha (Widodo, 2010). Penyarungan Buah (kondomisasi buah) dilakukan dengan membungkus buah kakao muda dengan plastik. Metode penyarungan buah dengan plastik merupakan metode yang mencegah imago PBK meletakkan telur pada buah kakao (Mustafa, 2005). Berdasarkan hasil penelitian Morsamdono dan Wardojo (1984), hampir 100% buah yang disarungi bebas dari serangan PBK. Pengendalian hama PBK dengan menggunakan insektisida merupakan pengendalian yang telah banyak dilakukan oleh petani. Hal ini dikarenakan petani terlanjur mengadopsi metode insektisida sebagai metode pengendalian PBK yang selama
ini
digunakan
berdasarkan
pengalaman
mereka
mengendalikan
organisme pengganggu tanaman (OPT) lainnya (Mustafa, 2005). Untuk mempercepat peningkatan produktivitas dan mutu kakao nasional tahun 2009 pemerintah telah melaksanakan Gerakan Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao Nasional di 9 provinsi dan di 40 kabupaten sampai tahun 2011 memberdayakan/melibatkan
secara
optimal
seluruh
potensi
pemangku
kepentingan (stakeholder) perkakaoan nasional. Salah satu tujuan dari gerakan tersebut adalah meningkatkan produktivitas kakao di lokasi gerakan dari ratarata 650kg/ha/tahun pada tahun 2009 menjadi 1.500 kg/ha/tahun dan meningkatkan mutu dan produksi kakao sesuai SNI sebanyak 675 ribu ton/tahun pada tahun 2013.
9
III.
METODOLOGI PENGKAJIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Lokasi kegiatan pengkajian dilaksanakan di Desa Suro Bali Kecamatan Ujan Mas Kabupaten Kepahiang Provinsi Bengkulu pada bulan Maret-Desember 2012. 3.2. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan pada pengkajian ini adalah pupuk kimia (Urea, SP36, KCl dan Dolomit), insektisida, herbisida, gula merah atau gula putih. Sedangkan alat yang digunakan adalah cangkul, parang, gunting pangkas, meteran, timbangan, plastik putih ukuran 30 x 15 cm dengan ketebalan 0,02 mm dan karung. 3.3. Ruang Lingkup Pengkajian
dilaksanakan
pada
lahan
perkebunan
kakao
rakyat
di
Kabupaten Kepahiang. Lokasi pengkajian ditentukan berdasarkan potensi yang sesuai dengan arahan kebijakan pemerintah daerah setempat. Pengkajian dilaksanakan pada hamparan perkebunan kakao seluas 5 ha dalam satu kelompok tani. Umur tanaman yang digunakan untuk pengkajian ± 5 tahun. 3.4. Metode Pengkajian 3.4.1. Pengkajian implementasi paket pengendalian hama PBK Pengkajian implementasi paket teknologi pengendalian hama PBK dilakukan dengan pendekatan participatory on farm research pada lahan milik petani seluas 5 ha. Komponen teknologi pengendalian hama PBK yang akan diterapkan
adalah
penyemprotan
insektisida,
pengendalian
hayati
dan
penyarungan buah kakao. Perlakuan pengkajian yang akan dilaksanakan adalah : 1.
Penyemprotan insektisida (P1)
2.
Pengendalian hayati (P2)
3.
Penyarungan buah (P3)
4.
Kebiasaan petani atau kontrol (P4) Sedangkan komponen lain yaitu sanitasi, panen sering dan sistem
rampasan dilakukan pada semua areal. Pemeliharaan tanaman yang dilakukan 10
adalah pemangkasan tanaman kakao dan tanaman naungan, pengendalian gulma serta pemupukan tanaman kakao. 3.4.2. Pengkajian
respon
petani
terhadap
paket
teknologi
pengendalian hama PBK Pengkajian
respon
petani
terhadap
penerapan
paket
teknologi
pengendalian hama PBK dilakukan dengan cara :
Mengukur data tentang jenis dan komposisi komponen paket teknologi pengendalian hama PBK yang diterapkan oleh masing-masing petani.
Tanggapan petani terhadap paket yang diintroduksi dengan menggunakan kuesioner.
Data yang diperoleh selanjutnya akan dianalisis secara deskriptif.
3.4.3. Pelaksanaan Pemangkasan. Pelaksanaan kegiatan pemangkasan dilaksanakan pada awal perlakuan. Jenis pemangkasan yang dilakukan adalah pangkasan produksi yang bertujuan untuk memacu pertumbuhan bunga dan buah. Pemangkasan ini dilakukan dua kali setahun yaitu pada akhir musim kemarau-awal musim hujan serta pada akhir musim kemarau. Selain itu juga dilakukan pemangkasan terhadap tunas-tunas air yang dilakukan setiap 1 minggu sekali atau sesuai dengan kondisi tanaman. Pengendalian gulma. Pengendalian gulma dilakukan untuk mengurangi populasi gulma pada areal tanaman kakao. Pengendalian gulma dilakukan dengan penyemprotan herbisida dengan bahan aktif glifosat. Frekuensi pengendalian gulma disesuikan dengan kondisi penutupan gulma. Pemupukan. Tujuan pemupukan adalah untuk menambah unsur-unsur hara tertentu di dalam tanah yang tidak mencukupi bagi kebutuhan tanaman yang diusahakan. Jenis pupuk yang digunakan adalah Urea, SP-36, KCl dan dolomit. Dosis pemupukan menggunakan dosis rekomendasi dari Pusat Penelitian Kopi dan Kakao (Puslit Koka). Dosis pupuk yang digunakan adalah Urea 220 gram/pohon/tahun, 234 gram/pohon/tahun, KCl 170 gram/pohon/tahun dan Kieserit 180 gram/pohon/tahun. Pemupukan dilakukan dua kali yaitu pada April dan bulan Oktober. 11
Metode panen sering. Metode panen sering dilakukan dengan cara panen awal ketika buah masak. Rotasi panen dilakukan setiap satu minggu sekali. Sanitasi. Sanitasi dilakukan dengan cara membuat lubang di dekat tempat pemungutan hasil (TPH). Tujuan pembuatan TPH ini adalah untuk memasukkan kulit buah, plasenta, busuk buah, dan semua sisa panen ke dalam lubang pada hari itu juga. Pengendalian hayati. Pengendalian hayati yang dilakukan adalah dengan
memanfaatkan
semut
hitam
(Dolichoderus
thoracicus).
Untuk
meningkatkan populasi semut hitam per pohon dilakukan dengan cara menyediakan sarang yang terbuat dari lipatan daun kelapa atau daun kakao. Penyemprotan
insektisida.
Penyemprotan
insektisida
dilakukan
dengan menggunakan insektisida dengan bahan aktif dari golongan sintetik piretroid seperti deltametrin, fipronil, sihalotrin, betasiflutrin, alfa sipermetrin dan esfenvalerat dengan konsentrasi 0,06% - 0,12% atau sesuai dengan anjuran. Waktu penyemprotan yang dianjurkan adalah pada saat buah berukuran 8 – 10 cm. Penyemprotan hanya dilakukan pada buah-buah kakao dan cabang-cabang horizontal. Sarungisasi buah kakao. Penyarungan buah kakao mulai dilakukan pada saat buah berukuran 8 – 10 cm. Alat yang digunakan untuk penyarungan adalah kantong plastik dengan ukuran 30x15 cm dengan ketebalan 0,02 mm dan ujungnya terbuka. Cara penyarungan dilakukan dengan mengikat bagian atas plastik ke tangkai buah. Buah dibiarkan terselubungi hingga saat panen. 3.4.4. Parameter yang diamati Pengamatan dilakukan satu bulan setelah pemiliharaan yang terdiri dari pemangkasan, pengendalian gulma dan pemupukan serta aplikasi perlakuan dilakukan. Parameter pengamatan yang diambil adalah persentase buah terserang (%), intensitas serangan (%), dan berat biji basah dan kering (gram). Persentase buah terserang dan persentase kerusakan biji dihitung berdasarkan metode Mumford (1986) sebagai berikut : a).
Buah yang bebas serangan PBK atau normal (Buah Kelompok A)
12
b).
Buah dengan kerusakan biji lebih kecil dari 10% atau serangan ringan (Buah Kelompok B).
c).
Buah dengan tingkat kerusakan biji 10-50% atau serangan ringan (Buah Kelompok C).
d).
Buah yang tingkat kerusakan biji lebih dari 50% atau serangan berat (Buah Kelompok D). Persentase buah terserang (%) dan intensitas kerusakan (%) dihitung
dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Persentase serangan (%) : PS (%) =
Jumlah buah terserang Jumlah buah yang diamati
X 100%
Intensitas Kerusakan (%) IK (%) =
Jumlah biji rusak Jumlah biji yang diamati
X 100%
3.5. Metode Analisis Pengkajian ini menggunakan rancangan acak kelompok (RAK), terdiri dari 4 perlakuan dengan 5 ulangan. Perlakuan antara lain : 1). Pemangkasan, panen sering, sanitasi dan pengendalian hayati. 2). Pemangkasan, panen sering, sanitasi, dan pengendalian kimiawi. 3). Pemangkasan, panen sering, sanitasi dan sarungisasi buah kakao. 4). Kontrol (kebiasaan petani). Analisis data untuk melihat persentase serangan buah (%), persentase kerusakan biji (%), produksi biji basah dan kering (kg/ha) pada setiap kali panen dilakukan analisis ANOVA dilanjutkan dengan uji BNT. Sedangkan hasil data hasil pengkajian respon petani terhadap penerapan teknologi pengendalian hama PBK dilakukan analisis deskripsi.
13
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kegiatan Pengkajian Teknologi Pengendalian Hama Penggerek Buah Kakao (PBK) di Kabupaten Kepahiang dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu kegiatan pendahuluan, penelusuran teknologi eksisting petani, aplikasi perlakuan, pengamatan, temu lapang dan pengisian kuesioner untuk mengetahui respon petani terhadap paket pengendalian hama PBK. Kegiatan pendahuluan merupakn kegiatan koordinasi ke berbagai instansi terkait dan survei lokasi yang sesuai dengan kebutuhan pengkajian. Tahapan kedua adalah aplikasi di lapangan dilakukan dengan menerapkan semua perlakuan baik perlakuan utama maupun sebagai kontrol serta pengamatan setelah aplikasi perlakuan dilakukan. Untuk mengetahui respon petani terhadap paket pengendalian hama PBK dilakukan survei dengan menggunakan kuesioner yang dilaksanakan pada saat kegiatan Temu Lapang. Kegiatan Temu Lapang dilakukan pada akhir kegiatan dengan tujuan untuk menyebarluaskan paket teknologi pengendalian hama PBK kepada seluruh petani kakao yang ada di Kabupaten Kepahiang. 4.1. Kegiatan Pendahuluan Kegiatan Pengkajian Teknologi Pengendalian hama penggerek buah kakao (PBK) yang dilaksanakan di Kabupaten Kepahiang diawali dengan koordinasi yang dilakukan dengan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kepahiang. Total luas areal tanaman kakao di Kabupaten Kepahiang berdasarkan data dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan adalah 1.483,75 ha dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) 1.170,13 ha dan tanaman belum menghasilkan (TBM) 313,62 ha dengan total produksi 77.275,2 kg. Jenis kakao yang ditanam oleh
petani
di
Kabupaten
Kepahiang
adalah
hibrida
F1
dan
somatic
embriogenesis (SE) yang dikembangkan masing-masing pada tahun 2006 dan 2007. Klon yang ditanam adalah ICS 01, ICS 06, dan ICS 12 untuk bibit hibrida F1, sedangkan klon SE adalah ICCRI 03, ICCRI 04, SCAVINA 6, SULAWESI 01, dan SULAWESI 02. Bibit hibrida F1 merupakan pengadaan kegiatan APBD Kabupaten Kepahiang sedangkan bibit SE merupakan kegiatan GERNAS kakao. Berdasarkan hasil koordinasi, terdapat beberapa desa sebagai sentra penanaman kakao di kabupaten kepahiang yaitu Desa Tebat Monok, Taba Saling, 14
Daspetah 2, Suro Lembak dan Suro Bali. Dari hasil survei yang dilakukan terhadap 5 lokasi sentra tanaman kakao, penggelolaan hama penyakit yang dilakukan oleh petani di Desa Tebat Monok dan Taba Saling hama yang dominan menyerang adalah Helopelthis sp. Serangan hama dan penyakit dominan yang menyerang tanaman kakao di Desa Daspetah 2 adalah penyakit busuk buah (Phytopthora palmivora). Sedangkan serangan hama penyakit dominan di Desa Suro Bali adalah penggerek buah kakao (PBK) sehingga Desa Suro Bali merupakan desa yang dipilih sebagai lokasi pengkajian. 4.2. Profil Lokasi Pengkajian 4.2.1. Profil Kabupaten Kepahiang Kabupaten Kepahiang merupakan salah satu sentra penghasil kakao di Provinsi Bengkulu. Secara geografis wilayah Kabupaten Kepahiang terletak pada 101055’19” sampai dengan 103001’29” bujur timur (BT) dan 02043’07” sampai dengan 03046’48” Lintang Selatan (LS). Secara administrasif, perbatasan Kabupaten Kepahiang sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Curup Selatan, Kecamatan Sindang Kelingi, dan Kecamatan Padang Ulak Tanding Kabupaten Rejang Lebong, sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Taba Penanjung Kabupaten Bengkulu Tengah, sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Empat Lawang Provinsi Sumatera Selatan dan sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Pagar Jati Kabupaten Bengkulu Tengah dan Kecamatan Bermani Ulu Kabupaten Rejang Lebong. Luas wilayah Kabupaten Kepahiang adalah 66.500 ha yang terdiri dari 8 Kecamatan dan 120 Kelurahan dan Desa. Sebagian besar wilayah Kabupaten Kepahiang berada pada ketinggian 500-1.000 meter diatas permukaan laut (dpl) dengan jenis tanah kompleks podsolik coklat, padsol dan latosol. Jumlah hari hujan rata-rata pada tahun 2010 adalah 26 hari/bulan dengan jumlah curah hujan 280 mm/bulan. Suhu udara tertinggi di Kabupaten Kepahiang 24,70C dan suhu terendah 20,20C, dengan kelembaban rata-rata 87%/bulan. Menurut penggunaanya, penggunaan areal terluas adalah hutan, waduk, rawa dan danau yaitu 44,47%, tegalan/perkebunan 25,14%, perkampungan, pemukiman, sawah 12,67%, kebun campuran, semak, alang 13,95%, kolam tambak, tanah tandus 3,62% dan lain-lain 0,15%. Luas areal perkebunan di 15
Kabupaten Kepahiang adalah 34.740 ha yang terdiri dari kopi, kakao, lada, kemiri, kelapa, pinang dan kapuk. Komoditas perkebunan yang banyak dibudidayakan adalah kopi (24.723 ha), kakao (5.274 ha), lada (2.949 ha) dan sisanya komoditas kemiri, kelapa, pinang dan kapok. 4.2.2. Profil Desa Suro Bali Desa Suro Bali berada pada wilayah Kecamatan Ujan Mas merupakan desa dengan penduduk mayoritas berasal dari Bali. Desa Suro Bali mempunyai wilayah dengan luas 185 ha, sawah tadah hujan 20 ha, perkebunan 150,25 ha, dan peruntukan lain-lain 14,75 ha. Wilayah Desa Suro Bali berada pada ketinggian 600-800 m dpl dengan suhu diantara 28-320C. Curah hujan rata-rata 3.400 mm/tahun (Tabel 2). Jenis tanah sebagian besar wilayah Desa Suro Bali adalah Andosol dengan tekstur remah warna coklat kehitaman. Derajat kemasaman tanah atau pH berada antara 5,5-6,5. Tabel 2. Data curah hujan dan hari hujan di Kabupaten Kepahiang Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Jumlah Rata-rata
Hari hujan 18 27 22 23 17 11 19 6 9 152 17
Curah hujan (mm) 357 612 115 228 152 66 148 50 54 1.782 198
Sebagian besar pekerjaan penduduk di Desa Suro Bali adalah sebagai petani dengan komoditas utama tanaman perkebunan kopi dan kakao. Padi sawah hanya diusahakan oleh sebagian kecil penduduk. Selain itu, sayuran juga menjadi salah satu komoditas yang banyak dibudidayakan yaitu cabe, kacang panjang, tomat dan terung.
16
4.2.3. Profil Petani Kooperator Jumlah petani kooperator kegiatan Pengkajian Teknologi Pengendalian Penggerek Buah Kakao (PBK) di Kabupaten Kepahiang sebanyak 9 orang. Usia rata-rata petani kooperator adalah 47,44 tahun dan termasuk usia produktif. Tingkat usia petani akan berpengaruh terhadap kecepatan adopsi petani terhadap suatu teknologi. Pendidikan rata-rata petani kooperator adalah 9,67 tahun
atau
setara
dengan
tingkat
pendidikan
SLTP.
Sedangkan
lama
berusahatani rata-rata petani kooperator adalah 27,44 tahun. Biodata petani kooperator pada Tabel 2.
Tabel 2. Biodata petani kooperator kegiatan pengkajian PBK Biodata No.
Nama
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Made Sukiase Darmuji Ketut Jiwa Made Suraji Mujiono Nyoman Putra Putu Merta Putu Sosi Sri Puryawati Jumlah Rata-rata
Agama
Umur (tahun)
Pendidikan Terakhir
58 62 60 36 40 46 62 27 36 427 47,44
6 6 6 12 12 12 9 12 12 87 9,67
Hindu Islam Hindu Hindu Islam Hindu Hindu Hindu Hindu
Lama Berusahatani (tahun) 40 45 35 15 20 25 40 7 20 247 27,44
4.3. Teknologi Eksisiting Petani Teknologi eksisting merupakan teknologi pengendalian hama PBK yang selama ini dilakukan oleh petani. Penelusuran teknologi eksisting dilakukan melalui survei dengan menggunakan kuesioner. Tujuan kegiatan ini adalah untuk mengetahui teknologi pengendalian hama PBK yang telah dilakukan oleh petani. Pengisian kuesioner dilakukan dengan jumlah sampel sebanyak 30 orang petani yang terdiri dari 9 orang calon petani kooperator dan 21 orang petani non 17
kooperator. Usia rata-rata responden adalah 43,73 tahun dengan tingkat pendidikan rata-rata 8 tahun. Lahan yang dimiliki oleh petani rata-rata terdiri dari kebun kopi dan kakao, sawah dan tegalan dengan luasan 1,03 ha untuk kebun kopi kakao, 0,3 ha untuk sawah dan 0,32 untuk lahan tegalan. Pengalaman berusahatani petani di Desa Suro Bali adalah rata-rata 22,3 tahun. Berdasarkan hasil survei, bibit yang ditanam oleh petani di Desa Suro Bali merupakan bibit pengadaan dari Pemerintah Kabupaten Kepahiang berupa bibit hibrida F1 yang terdiri dari 3 klon yaitu ICS 01, ICS 06, dan ICS 12. Bibit tersebut berasal dari Pusat Penelitian Kopi dan Kakao (Puslit Koka) Jember. Ketiga klon tersebut merupakan klon yang mempunyai potensi hasil yang cukup tinggi. Pemeliharaan tanaman kakao yang dilakukan oleh petani di Desa Suro Bali belum optimal. Pemangkasan secara rutin baru dilaksanakan oleh 46% petani sedangkan sisanya belum melakukan pemangkasan secara rutin. Pemupukan tanaman kakao secara optimal belum dilakukan oleh petani dengan baik, sebanyak
60%
petani
tidak
melakukan
pemupukan
sedangkan
sisanya
melakukan pemupukan menggunakan NPK, Urea dan TSP dengan dosis rata-rata NPK 1,2 kg/pohon, Urea 0,25 kg/pohon dan TSP 0,15 kg/ha. Pengendalian gulma rata-rata dilakukan oleh petani dengan menggunakan kimia dan mekanis. Hama penyakit yang banyak menyerang areal tanaman kakao petani di Desa Suro Bali adalah PBK, Helopelthis, busuk buah dan bajing. Pengendalian hama penyakit untuk pengendalian hama penyakit tersebut dilakukan hanya dengan cara kimia. Sedangkan pengendalian hayati dan penyarungan buah belum dilakukan oleh petani. Penanganan panen dan pasca panen belum dilakukan secara optimal oleh petani di Desa Suro Bali. Panen biasanya dilakukan dengan periode yang tidak menentu dengan alat yang digunakan parang. Pemeraman biasanya dilakukan oleh petani setelah buah dipanen. Fermentasi yang dilakukan setelah buah dipecah dengan tujuan untuk menghancurkan pulp dan meningkatkan aroma serta membaiki warna baru dilaksanakan oleh 30% petani sedangkan sisanya belum melakukan proses fermentasi. 4.4. Implementasi Paket Pengendalian Hama PBK
18
Perkembangan buah kakao yang telah terserang oleh hama PBK menunjukkan perkembangan normal. Gejala buah yang terserang hama PBK akan terlihat pada saat buah matang atau buah akan dipanen. Buah yang telah terserang hama PBK biasanya akan menampakkan warna buah agak jingga atau pucat keputihan. Selain itu buah menjadi lebih berat dan tidak terdengar adanya suara ketukan apabila buah diguncang. Hal ini terjadi karena timbulnya lendir dan kotoran pada daging buah dan kerusakan yang terdapat pada biji. Kerusakan yang terjadi pada daging buah terjadi akibat serangan hama PBK yang mensekresikan enzim hek-so-kinase, malate dehidrogenase, fluorescent esterase
and malic enzyme polymorphisms (Tan et al., 1988).
4.4.1. Persentase buah terserang (%) Berdasarkan hasil pengamatan awal yang dilakukan sebelum aplikasi perlakuan, persentase tingkat serangan hama PBK pada seluruh areal adalah 76,15%. Pengamatan selanjutnya dilakukan pada waktu 4 minggu setelah aplikasi (MSA). Pada pengamatan ke-1 setelah aplikasi perlakuan terjadi peningkatan serangan hama PBK pada seluruh perlakuan. Peningkatan tertinggi terdapat pada perlakuan kontrol yaitu 100%, sedangkan perlakuan P1, P2 dan P3 masing-masing 96,67%, 96% dan 96,47%. Pada pengamatan kedua atau pengamatan yang dilakukan pada 6 minggu setelah aplikasi perlakuan terjadi peningkatan buah yang terserang pada perlakuan P1, P2, P3, dan P4 yaitu 97,50%, 100%, 100% dan 100%. Penurunan buah yang terserang terjadi pada pengamatan ketiga atau pada 8 MSA pada perlakuan P1, P2, P3, dan P4 yaitu 96,67%, 90,67%, 97,50% dan 96,00%. Persentase buah yang terserang dapat dilihat pada Tabel 2.
19
Tabel 3. Persentase buah terserang setelah aplikasi Perlakuan Pengamatan ke- (%) 1 2 3 Penyemprotan kimia 96,67a 97,50a 96,67ab Pengendalian hayati 96,00a 100,00a 84,02b Penyarungan 91,43a 100,00a 97,50a Kontrol 100,00a 100,00a 96,00ab
4 85,00a 93,33a 91,43a 96,00a
5 46,60b 37,33b 0,00c 91,29a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata BNT pada taraf 5%
Dalam pengendalian hama penyakit terpadu pada serangan hama PBK, teknologi yang dianjurkan adalah pemangkasan, panen sering dilanjutkan dengan mengumpulkan dan membenamkan kulit buah kakao (sanitasi) serta dilanjutkan dengan selalu monitoring kebun yang diikuti dengan penyemprotan secara kimia apabila serangan sedang dan berat telah mencapai 30% (Sulistyowati et al., 1995). Penyemprotan dengan menggunakan bahan aktif Sipermetrin plus klorfirifos sebanyak 5 kali dengan konsentrasi formulasi antara 0,0375-0,15% pada saat buah berumur 2-3 bulan atau panjang < 9 cm efektif menekan serangan hama PBK dengan nilai efikasi antara 56,27%-71,47% dan menekan
kehilangan
hasil
dengan
nilai
efikasi
antara
75,88%-88,89%
(Suliatyowati et al., 2007). Metode penyarungan buah dengan menggunakan plastik merupakan metode yang dapat dilakukan untuk mencegah imago PBK meletakkan telur pada buah kakao. Hampir 100% buah yang disarungi bebas dari serangan hama PBK. Akan tetapi metode ini belum banyak dilakukan oleh petani
karena
petani
telah
mengadopsi
penggunaan
kimiawi
untuk
mengendalikan hama PBK (Morsamdono dan Wardojo, 1984). 4.4.2. Intensitas serangan (%) Intensitas serangan hama PBK dilihat berdasarkan biji yang terserang pada masing-masing buah yang dipanen. Intensitas serangan hama PBK dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu serangan ringan, serangan sedang dan serangan berat. Intensitas serangan hama PBK dikategorikan sebagai serangan ringan apabila ± 10% biji tidak dapat dikeluarkan dari kulit buah, serangan sedang apabila 10-15% biji tidak dapat dikeluarkan dari kulit buah sedangkan serangan berat jika lebih dari 50% biji tidak dapat dikeluarkan dari biji. Pengamatan intensitas serangan dilakukan dengan cara menghitung jumlah biji yang dapat dikeluarkan pada masing-masing buah yang dipanen. 20
Berdasarkan hasil pengamatan awal sebelum aplikasi perlakuan dilakukan, intensitas serangan rata-rata adalah berat yaitu sebanyak 67,33%. Pada 4 MSA, serangan ringan tertinggi terjadi pada perlakuan P2 yaitu 53,67%, serangan sedang 21,33% dan serangan berat 21,00%. Sedangkan terendah pada perlakuan kebiasaan petani atau kontrol yaitu 13,67%, akan tetapi intensitas serangan berat tertinggi terdapat pada perlakuan kontrol. Jika dibandingkan dengan ketiga perlakuan, perlakuan kontrol mendapat serangan dengan intensitas berat tertinggi yaitu 67,00%. Pada 6 MSA terdapat beberapa perlakuan dengan intensitas serangan yang meningkat dan mengalami penurunan. Pada 6 MSA, intensitas serangan ringan dan berat rata-rata terjadi pada keempat perlakuan, sedangkan intensitas serangan berat perlakuan P1 dan P4 yang mengalami penurunan sedangkan perlakuan lainnya mengalami peningkatan. Pada 8 MSA, rata-rata intensitas serangan meningkat baik serangan ringan, sedang maupun berat. Intensitas serangan ringan pada 4 MSA terendah pada perlakuan kontrol 6,67% dan tertinggi pada perlakuan P1 36,33%. Intensitas serangan sedang tertinggi terjadi pada perlakuan P3 26,67% dan terendah pada perlakuan P4 4,00 sedangkan intensitas serangan berat tertinggi pada perlakuan P4 65,33% dan terendah pada perlakuan P2 29,67%. Data intensitas serangan (%) setelah aplikasi perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Intensitas serangan (%) setelah aplikasi perlakuan Perlakuan Pengamatan ke- (%) 1 2 3 Penyemprotan kimia 74,00a 82,50a 57,93a Pengendalian hayati 49,78b 83,21a 51,11a Penyarungan 66,31ab 78,28a 70,05a Kontrol 77,78a 77,17a 75,78a
4 78,33a 79,33a 84,95a 89,81a
5 24,10b 12,40bc 0,00c 91,28a
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada BNT taraf 5%
Perkembangan hama PBK pada areal perkebunan kakao dipengaruhi oleh berbagai faktor. Curah hujan, kelembapan kebun dengan naungan rapat dan ketersediaan buah di kebun merupakan faktor yang menentukan keberadaan PBK pada areal tanaman kakao. Populasi hama PBK umumnya rendah pada musim hujan dan serangan tinggi terjadi pada kondisi tanaman kakao dengan naungan lengkap (Lim, 1984; Wardojo, 1981). Kondisi areal tanaman kakao pada perkebunan kakao milik rakyat secara umum di Kabupaten Kepahiang 21
mempunyai kelembaban yang cukup tinggi. Hal ini terjadi karena tanaman kakao berada diantara tanaman kopi. Penggunaan jarak tanam yang terlalu rapat dan tidak beraturan menyebabkan kelembaban di sekitar tanaman kakao cukup tinggi. Sehingga kondisi tersebut cukup mendukung perkembangan hama PBK. Kegiatan pemangkasan yang dilakukan terhadap tanaman kakao, tanaman kopi serta tanaman naungan dilakukan sebelum aplikasi perlakuan. Tujuan dari pemangkasan ini adalah untuk mengurangi kelembaban. Setelah pemangkasan dilakukan, kemudian dilakukan pemupukan agar pertumbuhan tanaman seragam. Pemeliharaan tanaman kakao yang biasa dilakukan oleh petani di Kabupaten Kepahiang adalah tidak melakukan pemangkasan secara rutin, tanpa pemupukan dan tanpa melakukan pengendalian hama penyakit. Sehingga kondisi tersebut sangat mendukung keberadaan hama penyakit. 4.4.3. Hama penyakit lain Selain hama PBK, hama penyakit lain yang juga menyerang areal tanaman kakao di Kabupaten Kepahiang adalah Helopelthis sp, penyakit busuk buah (Phytopthora palmivora Butl) dan bajing. Serangan hama Helopeltis sp merupakan serangan hama tinggi diantara hama penyakit busuk buah dan bajing. Pada 4 MSA, serangan hama Helopeltis sp tertinggi 49,30%, penyakit busuk buah 17,61% dan hama bajing 11,97%. Sampai 8 MSA serangan hama Helopeltis terus mengalami peningkatan, sedangkan serangan penyakit busuk buah dan hama bajing mengalami penurunan. Serangan hama penyakit lain pada areal kakao di Kabupaten Kepahiang dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 5. Serangan hama penyakit lain pada areal kakao di Kabupaten Kepahiang Intensitas serangan (%) Nama Hama/Penyakit 4 MSA 6 MSA 8 MSA Kepik Penghisap buah (Helopeltis Sp.) 49,30 30,94 49,61 Penyakit busuk buah (P. palmivora Butl) 17,61 6,47 3,70 Bajing 11,97 16,55 7,75 Sumber : Data primer diolah 2012 Hama Helopeltis sp, merupakan hama yang menimbulkan kerusakan terhadap tanaman kakao dengan cara menusukkan alat mulutnya ke dalam jaringan tanaman untuk menghisap cairan sel-sel di dalamnya. Selain merusak 22
buah, hama ini juga merusak pucuk atau ranting. Tusukan pada buah kakao menyebabkan timbulnya bercak-bercak cekung berwarna coklat kehitaman. Serangan pada buah muda akan menyebabkan buah mati. Bercak pada buah yang terserang berat akan menyatu sehingga jika buah dapat berkembang terus permukaan kulit buah menjadi retak dan terjadi perubahan bentuk sehingga perkembangan buah menjadi terhambat. Pengendalian hama Helopeltis dapat dilakukan secara biologis dan kimiawi. Pengendalian secara biologis dapat dilakukan dengan menggunakan semut hitam (Dolichoderus thoracicus Mayr) dan jamur Beauveria bassiana (Puslit Koka, 2004). Penyakit busuk buah kakao yang disebabkan oleh Phytopthora palmivora Butl merupakan salah satu penyakit penting yang menyerang tanaman kakao. Penyakit busuk buah dapat menyerang buah muda hingga buah yang telah dewasa. Penyebaran penyakit dapat terjadi melalui beberapa cara, terutama percikan air hujan, hubungan langsung antara buah sehat dan buah sakit serta melalui perantara binatang. Gejala buah yang terserang penyakit busuk buah adalah pembusukan yang disertai bercak coklat kehitaman dengan batas yang tegas. Serangan biasanya dimulai dari ujung atau pangkal batang. Serangan penyakit busuk buah pada buah muda akan menyebabkan kebusukan pada buah muda, serangan pada buah yang telah dewasa akan menimbulkan kerusakan pada biji akan tetapi buah masih dapat dipanen dengan kualitas biji yang tidak bagus. Kerugian yang diakibaktkan oleh serangan penyakit busuk buah 20-80%. Pengendalian penyakit busuk buah dapat dilakukan dengan menanam klon yang tahan terhadap serangan penyakit busuk buah. Selain itu penyakit ini juga dapat dikendalikan
dengan
melakukan
sanitasi
dan
penyemprotan
dengan
menggunakan fungisida racun kontak (Puslit Koka, 2004). Hama bajing merupakan salah satu hama penting pada tanaman kakao. Serangan hama bajing tidak hanya menyerang buah yang masih muda namun serangan hama bajing juga menyerang buah kakao yang siap panen. Akibat serangan hama bajing, kerugian yang diderita oleh petani cukup besar. Penurunan kakao membuat pendapatan petani mengalami penurunan hingga > 50%. Akibat kerugian yang ditimbulkan oleh hama bajing, menyebabkan hama bajing menjadi hama penting pada tanaman kakao. Serangan hama bajing dapat menurunkan produktivitas tanaman kakao cukup banyak dari produktivitas 900 23
kg/ha hanya mampu menghasilkan sekitar 400 kg/ha dalam sekali musim tanam (Sitanggang, 2011). Gejala serangan yang ditimbulkan oleh hama bajing adalah ditandai dengan adanya lubang pada buah kakao sehingga buah akan rusak atau busuk karena masuknya air hujan dan adanya serangan bakteri atau jamur. Gejala serangan yang disebabkan oleh hama bajing adalah umumnya dijumpai pada buah yang telah masak karena hama bajing hanya akan memakan daging buah, sedangkan bijinya tidak dimakan. Biasanya pada pohon kakao yang terserang hama bajing akan berserakan biji-biji kakao yang tidak dimakan (Anonymous, 2011). Menurut Maria (2011), pengendalian hama bajing dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu : a). Mengadakan perawatan kebun dengan sanitasi. b). Membersihkan tempat-tempat yang menjadi sarang bajing. c). Perburuan atau gropyokan yang dilakukan secara massal. d). Pembukaan lahan perkebunan yang jauh dari hutan, karena pembukaan hutan untuk perkebunan akan menyebabkan kawanan bajing mencari makanan ke sekitar perkebunan rakyat. Pengendalian bajing yang telah dilakukan oleh petani di Kabupaten Kepahiang adalah melalui perburuan serta pemasangan umpan. Perburuan setiap satu minggu sekali telah dilakukan pada beberapa sentra penanaman kakao di Kabupaten Kepahiang. Salah satu Desa yang telah melakukan perburuan secara rutin adalah desa Tebat Monok. Perburuan bajing dilakukan setiap satu minggu sekali sehingga pada saat ini populasi serangan hama bajing telah mampu diturunkan. 4.5. Analisis Usahatani Analisa usahatani ditujukan untuk melihat kelayakan dari uashatani yang dilakukan petani yaitu dengan menghitung cost (pengeluaran) dan pendapatan serta hasil usaha yang doperoleh. Analisa usahatani dilakukan setelah aplikasi teknologi pengendalian hama PBK.
24
Tabel 6. Analisis usaha kakao rakyat di Desa Suro Bali Kecamatan Ujan Mas Kabupaten Kepahiang (ha/th) No. Uraian Volume Satuan (Rp) Jumlah (Rp) Biaya produksi 60 hari 40.000 2.400.000 Tenaga kerja 220 kg 1.200 264.000 Pupuk Urea 180 kg 2.500 450.000 Pupuk SP-36 170 kg 7.000 1.190.000 1. Pupuk KCl 120 kg 500 60.000 Dolomit 5 botol 40.000 200.000 Pestisida 5 kg 60.000 300.000 Plastik sarung 4.864.000 Jumlah biaya 2. Hasil produksi 960 kg 17.000 16.320.000 Keuntungan 11.456.000 B/C 2,35 R/C 3,42 Dari Tabel 6 diatas terlihat bahwa pada komponen biaya produksi terbesar adalah pada tenaga kerja (49,34 %).
Hal ini menunjukan bahwa dalam
usahatani kakao maupun tanaman perkebunan lainnya komponen tenaga kerja sangat penting dan menentukan tingkat produktifitas. Tanaman kakao pada masa Produktif tidak diperhitungkan lagi biaya komponen bibit dan pengolahan lahan, namun pengeluaran lebih banyak pada pemeliharaan tanaman (memupuk, memangkas, penyiangan), penyarungan buah dan panen. Dari nilai R/C >1, maka Secara ekonomi, usahatani kakao yang dikelola dengan inovasi teknologi dapat
memberikan
keuntungan
dan
layak
untuk
diusahakan
secara
berkelanjutan. 4.6. Respon Petani Terhadap Paket Pengendalian Hama PBK Pengkajian
respon
petani
terhadap
penerapan
paket
teknologi
pengendalian hama PBK dilakukan dengan cara mengukur data tentang jenis dan komposisi komponen paket teknologi pengendalian hama PBK yang diterapkan oleh masing-masing petani dan tanggapan petani terhadap paket yang diintroduksi. Pengkajian ini dilakukan melalui survei dengan menggunakan daftar pertanyaan berupa kuesioner. Respon petani terhadap paket pengendalian hama PBK secara umum adalah setuju. Akan tetapi penerapan komponen paket tersebut masih belum dilaksanakan sesuai dengan ajuran (Tabel 7). 25
Tabel 7. Respon petani dan penerapan petani terhadap komponen pengendalian hama PBK Respon petani Penerapan Komponen pengendalian Tidak Tidak hama PBK Setuju Diterapkan Setuju diterapkan Pemangkasan 100,00 69,23 30,77 Pengendalian kimia 100,00 65,38 34,62 Panen sering 100,00 80,77 19,23 Sanitasi lahan 92,31 7,69 46,15 53,85 Pengendalian hayati 88,46 11,54 34,62 65,38 Penyarungan buah 100,00 26,92 73,08 Penerapan paket pengendalian hama PBK yang paling banyak diterapkan oleh petani adalah panen sering dan terendah penyarungan buah. Panen sering dilakukan dengan rotasi satu minggu sekali yang dibarengi dengan penimbunan kulit buah kakao. Sebagian besar petani telah melakukan panen dengan rotasi satu minggu sekali, akan tetapi biasanya petani membawa buah kakao untuk dipecah di rumah. Sehingga limbah kulit kakao yang berpotensi untuk dikembalikan ke lahan sebagai pupuk tanaman kakao tidak dapat dilakukan. Petani masih jarang yang menggunakan pupuk kulit kakao sebagai pupuk tanaman kakao. Akan tetapi petani biasanya langsung menyebarkan kulit buah kakao setelah buah dipecah. Kegiatan ini apabila terus dilakukan maka akan menyebabkan penyebaran hama Penggerek buah kakao tetap terjadi. 4.7. Temu Lapang Kegiatan Temu Lapang dilaksanakan di Desa Suro Bali pada tanggal 30 Oktober 2012. Peserta Temu Lapang terdiri dari Stakeholder di Kabupaten Kepahiang, Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL), petani kooperator serta petani non kooperator di desa lain. Daftar hadir peserta Temu Lapang terlampir (Lampiran 2). Kegiatan ini bertujuan untuk menyebarluaskan inovasi hasil pengkajian teknologi pengendalian hama PBK dan memberikan pemahaman kepada petani kakao tentang paket pengendalian hama PBK. Rangkaian kegiatan pada Temu Lapang terdiri dari pembukaan, penyampaian materi dan kunjungan lapang. Pada acara pembukaan, terdiri dari sambutan Ketua Panitia Temu Lapang yang disampaikan oleh Drs. Afrizon, M.Si, Kepala Desa Suro Bali Ketut Suteja dan Camat Kecamatan Ujan Mas Yayat Ruhyat. Selanjutnya pengarahan dari Kepala BPTP Bengkulu dan Dinas 26
Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kepahiang. Pengarahan dari Kepala BPTP Bengkulu disampaikan oleh Dr. Wahyu Wibawa, MP sedangkan pengarahan Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kepahiang diwakili oleh Roland Y, S.Hut. Penyampaian materi disampaikan oleh Drs. Afrizon, M.Si dengan materi paket pengendalian hama PBK, sedangkan pengalaman petani untuk mengendalikan hama PBK disampaikan oleh Made Sukiase selaku petani kooperator sekaligus Ketua Kelompoktani Karya Bakti Desa Suro Bali. Kegiatan Temu Lapang ini diikuti antusias oleh seluruh peserta, hal ini terlihat dari banyaknya pertanyaan yang diajukan peserta sebagai respon dari materi yang telah disampaikan. Secara umum, hama PBK menjadi salah satu kendala yang dihadapi oleh petani sehingga banyak petani yang melakukan penebangan tanaman kakao. Paket pengendalian hama PBK belum banyak diketahui oleh petani sehingga pengendalian yang banyak dilakukan oleh petani adalah pengendalian secara kimiawi yaitu dengan menggunakan insektisida. Akan tetapi pengendalian tersebut masih belum optimal karena tingginya curah hujan yang biasanya terjadi setelah petani selesai melakukan penyemprotan. Kunjungan
lapang
dilakukan
untuk
mempraktekkan
komponen
pengendalian hama PBK. Komponen yang cukup diminati untuk dipraktekkan di lapangan pada sesi kunjungan lapang adalah pemangkasan dan penyarungan buah kakao. Secara umum, petani belum mengetahui cara pemangkasan yang benar, sehingga masih banyak petani yang membiar jorquet sebanyak 5 cabang pada tanaman kakao. Akibatnya tanaman tidak berproduksi secara optimal. Selain itu, minat petani untuk mempraktekkan cara penyarungan buah kakao juga tinggi. Rangkaian kegiatan Temu Lapang diakhiri dengan kegiatan pengisian kuesioner untuk mengetahui respon petani terhadap paket pengendalian hama PBK.
27
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan 1.
Tingkat penerapan teknologi budidaya kakao terutama pengendalian hama PBK di tingkat petani masih rendah bila dibandingkan dengan teknologi anjuran sehingga menyebabkan produktivitas juga masih rendah.
2.
Respon petani terhadap paket pengendalian hama PBK sangat baik dan produktivitas meningkat dari rata-rata 700 kg/ha menjadi 960 kg/ha.
5.2. Saran Mengingat hama PBK merupakan hama penting dan memliki dampak terhadap penurunan produktivitas kakao rakyat, maka teknologi ini perli diimplikasikan atau disosialisasikan kepada petani kakao di daerah lainya di Provinsi Bengkulu.
28
VI. KINERJA HASIL Hasil engkajian teknologi pengendalian hama penggerek buah kakao (PBK) yang telah dilaksanakan di Desa Suro Bali Kecamatan Ujan Mas Kabupaten Kepahiang adalah penerapan komponen penyarungan buah kakao. Minat petani terhadap penyarungan buah kakao cukup tinggi tidak hanya petani kooperator, akan tetapi petani non kooperator. Sehingga penyarungan buah kakao yang tidak pernah diterapkan oleh petani di Desa Suro Bali sekarang sudah banyak dilakukan oleh petani. Rendahnya tingkat serangan hama PBK terhadap buah yang disarungi dan kualitas biji kering yang bagus menjadi pemacu petani untuk menerapkan komponen penyarungan buah kakao.
29
DAFTAR PUSTAKA Anonymous. 2004. Kakao Indonesia di Kancah Perkakaoan Dunia. http://www.ipard.com/art_perkebun/nov5-04_her-I.asp. Diakses terakhir tanggal 10 September 2011. Badan Pusat Statistik Provinsi Bengkulu. 2009. Provinsi Bengkulu dalam Angka 2010. Dinas Perkebunan Provinsi Bengkulu. 2007. Statistik Perkebunan Provinsi Bengkulu. Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kepahiang. 2009. Laporan Tahunan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kepahiang. Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan. 2004. Statistik Perkebunan Indonesia 2001-2003, Kakao. Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, Jakarta. Kalshoven, L.G.E. 1981. The Pest of Crops In Indonesia Revised by P.A Van der Laan. PT. Ichtiar Baru. Van Hoeve Jakarta. 701 p. Mustafa, B. 2005. Kajian penyarungan buah muda kakao sebagai suatu metode pengendalian penggerek buah kakao (PBK) Conopomorpha cramerella Snellen (Lepidoptera : Gracillariidae). Prosiding Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEJ dan PFJ Komda Sul-Sel. Hal 23-35. PPKKI. 2005a. Hama Utama Tanaman Kakao. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jember. Prawoto, et. al. 2003. Pedoman Teknis Budidaya Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.). Puslitkoka Jember. 103p. Puslit Koka Indonesia. 2004. Panduan lengkap budi daya kakao. AgroMedia Pustaka. Jakarta. Roesmanto, J., 1991. Kakao: Kajian Sosial Ekonomi. Aditya Media. Yogyakarta , 165p. Sastrosiswojo, S. 1999. Program Pengendalian Hama Terpadu pada Tanaman Kakao. Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao. Vol 15 (3), Oktober 1999 hal: 264 -273. Sitanggang, 2011, Serangan Tupai Masih Tinggi di Lampung Selatan, dikutip dari http://lampung.antaranews.com/berita/259251/serangan-tupai-masih-inggi -di-lampung-selatan, diakses pada tanggal 19 September 2011.
30
Sukamto., S.1995 Pengendalian Penyakit Utama Tanaman Kakao. Warta Penelitian Kopi dan Kakao, No. 14 (3), 271-276. Tondok AR. 1999. Kebijakan Pengembangan Kopi dan kakao di Indonesia. Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, 15(1), 1-21. Wardojo, S. 1980. The Cocoa Podborer. A major hindrance to cocoa development. Indonesia Agricultural Research and Development Journal 2 (1):1-4. Wardojo, S. 1994. Strategi Pengendalian Hama Penggerek Buah Kakao (PBK) di Indonesia. Disampaikan pada Gelar Teknologi dan Pertemuan Regional Pengendalian PBK di Kabupaten Polmas Sulawesi Selatan, 3-4 Oktober 1994. 5hlm. Wessel, P.C. 1983. The Cocoa Podborer Moth (Acrocercops cramerella Sn.). Review of Research Institute, 39-65.
31
Lampiran 1. Daftar hadir peserta survei teknologi eksisting petani di Desa Suro Bali Kecamatan Ujan Mas Kabupaten Kepahiang No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30.
Nama Putu Mertha Made Sukiase Komang Darma Komang Suarnade Made Sudursana Putu Nalie Komang Merte Putu Darmawan Made Dwi Jati Putu Wide Wayan Kendri Ketut Suteja Made Sudiarta Batur Ketut Santika Ketut Widawa Ketut Wire Nyoman G. Ketut Carik Made Hartawan Made Suweta Ketut Suwara Nengah Mangku Ento Ardani Ketut Sucendre Sri Puryawati Made Suwitre Nyoman Putra Made Suraji Gede Putra
Nama Kelompoktani Andalan Karya Bakti Karya Bakti Karya Bakti Karya Bakti Karya Bakti Karya Bakti Andalan Andalan Andalan Andalan Andalan Andalan Perjuangan Perjuangan Perjuangan Perjuangan Perjuangan Perjuangan Perjuangan Perjuangan Perjuangan Perjuangan Perjuangan Perjuangan Karya Bakti Karya Bakti Karya Bakti Karya Bakti Karya Bakti
32
Jabatan dalam kelompoktani Ketua Ketua Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota
Lampiran 2. Daftar hadir peserta Temu Lapang Teknologi Pengendalian Hama Penggerek Buah Kakao (PBK) No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43.
Nama Pujiono Ketut Suteja Made Sudarsono Putu Darmawan Komang M. Yunir Sri Puryawati Made Budi A. Made Sukiase Darmudji Darma Susila Amin Syahri Ngadino Bambang M. Roland Y., S.Hut Ratim Mulyono R. Sumatri Burhani, SE Mulyadi Made Suraje Yuliana Milda Marzuki Edy Sunardi Rolani Rasdan Effendi Nofi Maniarti, SP Selamat Sihotang Karyono Elly Beri Iwan Temi Bakrin HS. Basri Siswadi Yayat Ruhyat Tari Sarjinah Sudarmansyah Nelson Kusme Dinata Yoyo Maskap, SP
Jabatan Petani Kepala Desa Petani Petani Petani Kooperator Petani Petani Kooperator Petani Petani/Ketua Kelompktani Petani Kooperator Petani Petani Petani Petani Staf Dishutbun Kepahiang PPUP Perkebunan BP3K Petani Kooperator Petani Petani Kepala Desa Petani Kooperator Staf Dishutbun Kepahiang Staf Dishutbun Kepahiang Staf Dishutbun Kepahiang Petani Petani Kepala Desa PPL Desa Suro Bali Petani Petani Petani Petani Petani Petani Petani/Ketua Gapoktan Petani Camat Kec. Ujan Mas Staf Kecamatan Ujan Mas Staf BPTP Bengkulu Staf BPTP Bengkulu Staf BPTP Bengkulu Staf BPTP Bengkulu KJF BP4K Kab. Kepahiang 33
Alamat Desa Suro Bali Desa Suro Bali Desa Suro Bali Desa Suro Bali Desa Suro Bali Desa Suro Bali Desa Suro Bali Desa Suro Bali Desa Suro Bali Desa Meranti Jaya Desa Suro Bali Desa Meranti Jaya Desa Air Hitam Desa Air Hitam Kepahiang Kec. Ujan Mas Desa Suro Bali Desa S.K. Beringin Desa Cugung Lalang Desa Cugung Lalang Desa Suro Bali Kepahiang Kepahiang Kepahiang Petani Desa Suro Bali Petani Desa Suro Bali Desa Air Hitam Desa Suro Bali Kepahiang Desa Air Hitam Desa Air Hitam Desa Tanjung Alam Desa Tanjung Alam Desa Tanjung Alam Desa Tanjung Alam Desa Tanjung Alam Kec. Ujan Mas Kec. Ujan mas Bengkulu Bengkulu Bengkulu Bengkulu Kepahiang
Lanjutan No. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50.
Nama N.E. Hasanah Herlena Bidi A Arlan Haryanto Jauhari Tamrin Suki Afrizon
Jabatan Petani Staf BPTP Bengkulu Petani Petani Petani Petani Penjab Kegiatan PBK
34
Alamat Kepahiang Bengkulu Desa Suro Bali Desa Suro Bali Desa Suro Bali Desa Suro Bali Bengkulu
Lampiran 3. Kuesioner kegiatan pengkajian teknologi pengendalian hama PBK di Kabupaten Kepahiang A. 1. 2. 3. 4.
5. 6. 7. 8. 9.
Identitas Responden Nama Umur Pendidikan Formal Luas Penguasaan Lahan a). Kebun kako-kopi b). Kebun kopi c). Sawah d). Tegalan Alamat Pengalaman Berusahatani tahun Nama Kelompoktani Jabatan dalam kelompoktani Jumlah Anggota Keluarga No
B. 1.
Uraian Anggota Keluarga
Bahan Tanam Jenis bibit yang digunakan
: : : : : : : : : :
.............................................................. ...................................................... tahun ...................................................... tahun ......................................................... ha ......................................................... ha ......................................................... ha ......................................................... ha ......................................................... ha ............................................................... .......................................................
: .............................................................. : .............................................................. :
L/P
Umur (th)
Pendidikan
A. Stek
B. Biji
Pekerjaan
2.
Asal bibit
A. Pemda
B. Beli
3.
Umur bibit saat tanam
A. 4-5 bulan
B. > 5 bulan
C. Cara Tanam dan Jenis Pelindung 1. Jarak tanam yang A. 3 x 3 digunakan
B. 4 x 2
2.
Ukuran lubang tanam
A. 60 x 60 x 60
B. < 60 x 60 x 60
3.
Pembuatan rorak
A. Ya
B. Tidak
4.
Pola tanam
A. Diversifikasi
B. Monokultur
5.
Jika monokultur, penanaman tanaman penutup tanah
A. Ya
B. Tidak
6.
Tanaman selain kopi
A. Merica
B.
7.
Jenis tanaman penutup
A....................
B...................
35
C. Tanpa jarak
tanah 8.
Jenis tanaman pelindung sementara
A. Ya
B. Tidak
9.
Jenis tanaman pelindung tetap
A. Kelapa
B. Gliricidae
C. Lain..... ....
Lanjutan D. Pemupukan 1. Pemupukan
A. Ya
B. Tidak
2.
Jenis pupuk yang digunakan
A.................
B.................
C ..............
3.
Dosis pupuk
A.................
B.................
C ...............
4.
Cara pemupukan
A. Disebar
B. Ditugal
C. Parit/alur
5.
Waktu pemupukan
A. Maret-April
B. OktoberNovember
C. Lain....
E. Pemangkasan dan Pengelolaan Naungan 1. Pemangkasan bentuk
A. Ya
B. Tidak
2.
Pemangkasan pemeliharaan
A. Ya
B. Tidak
3.
Waktu pemangkasan pemeliharaan
A. 1 bulan sekali
B. > 1 bulan sekali
4.
Pemangkasan naungan
A. Ya
B. Tidak .
5.
Frekuensi pemangkasan naungan
A. 1 sebulan
B. 2 bulan
F. Pengendalian Hama Penyakit 1. Jenis hama utama
A. PBK
B. Helopelthis
C. Tupai
2.
Cara pengendalian hama utama
A. Semprot
B. Mekanis
C. ........
3.
Frekuensi waktu pengendalian
A. 1-2 minggu
B. 1 bulan
C. ........
4.
Jenis hama lain
A. PBK
B. Helopelthis
C. Tupai
5.
Cara pengendalian hama lain
A. Semprot
B. Mekanis
C. ........
6.
Frekuensi waktu pengendalian
A. 1-2 minggu
B. 1 bulan
C. ........
7.
Jenis penyakit utama
A. Busuk Buah
8.
Cara pengendalian penyakit utama
A. Semprot
B. Mekanis
C. ........
9.
Frekuensi pengendalian penyakit utama
A. 1-2 minggu
B. 1 bulan
C. ........
G.
Pengendalian Gulma
36
1.
Jenis gulma dominan
A. Daun Lebat
B. Sempit
C. Lebar Sempit
2.
Cara pengendalian gulma
A. Kimia
B. Mekanis
C. Tanpa
3.
Jenis herbisida yang digunakan
A. Round Up
B. Gramoxone
C. Lain.......
4.
Frekuensi pengendalian
A. 1 bulan
B. 2 bulan
H. Panen dan Pasca Panen 1. Penentuan panen 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Frekuensi panen Alat panen Perlakuan setelah panen Jika diperam Alat pemecah Fermentasi biji Pengeringan Sortasi Penyimpanan Alas penyimpanan Lama penyimpanan
A. Hijau menjadi kuning A. 1 minggu A. Gunting A. Langsung dipecah A. Dihamparkan A. Parang/golok A. Ya A. Sinar matahari A. Ya A. Ya A. Ya A. 1 bulan
B. Merah menjadi jingga B. 2 minggu C. 1 bulan B. Parang/golok B. Diperam B. Dalam karung B. Mesin B. Tidak B. Mesin B. Tidak B. Tidak B. Tidak B. > 1 bulan
Lanjutan I. Pemasaran 1. Penjualan
A. Langsung
B. Disimpan
2.
Rata-rata hasil kakao per panen
...................... kg/ha
3.
Harga
Rp...................... /kg
4.
Rata-rata hasil kopi per musim panen
............................ kg/ha
5.
Harga jual kopi
Rp...................... /kg
6.
Rata-rata hasil lada/musim
.......................... kg/ha
7.
Jenis lada
A. Putih
8.
Harga jual lada
Rp........................ /kg
9.
Rata-rata hasil tanaman lain (jika ada)
........................... kg/ha
10.
Harga jual tanaman lain
Rp........................ /kg
37
B. Hitam
Lampiran 4. Survei calon lokasi pengkajian
Gambar 1. Kondisi tanaman di Desa Taba Saling Kecamatan Kepahiang yang terserang hama Helopethis sp
Gambar 2. Kondisi tanaman yang sudah cukup terawat di Desa Tebat Monok Kecamatan Kepahiang
38
Gambar 1. Kondisi tanaman di Desa
Gambar 4. Kondisi tanaman di Desa Suro Bali yang terserang hama PBK
Gambar 3. Kondisi tanaman di Desa Daspetah yang terserang penyakit busuk buah
Lampiran 5. Survei awal teknologi eksisting petani di Desa Suro Bali
Gambar 1. Pengisian daftar hadir peserta survei teknologi eksisting petani
39
Gambar 2. Penyampain tujuan survei teknologi eksisting petani
Lampiran 6. Kegiatan lapang pengkajian teknologi pengendalian hama PBK
Gambar 1. Pengambilan sampel tanah pada lahan petani kooperator
Gambar 2. Pemasangan papan merk pada tanaman sampel
40
Lampiran 7. Aplikasi perlakuan pada lahan petani kooperator
Gambar 1. Pemasangan sarang semut pada batang tanaman kakao
Gambar 2. Pengendalian hama PBK dengan penyemprotan insektisida
41
Lampiran 8. Hama penyakit lain pada tanaman kakao di Desa Suro Bali
Gambar 2. Buah yang terserang penyakit busuk buah (Phytophtora palmivora)
Gambar 1. Buah yang terserang hama Helopelthis sp.
42
Lampiran 9. Kondisi tanaman, buah dan biji yang sehat
Gambar 2. Kondisi buah yang sehat pada perlakuan penyarungan
Gambar 1. Kondisi tanaman yang sehat
43
44