LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I PEMBUATAN DAN CARA EVALUASI TABLET
ZETASAL
Disusun oleh : Nama
: Linus Seta Adi Nugraha
No. mahasiswa
: 09.0064
Tgl. Praktikum
: 9 April 2010
Hari
: Jumat
Dosen pengampu
: Anasthasia Pujiastuti , S.Farm., Apt
LABORATORIUM TEKNOLOGI FARMASI AKADEMI FARMASI THERESIANA SEMARANG 2010
PEMBUATAN TABLET METODE GRANULASI KERING
1.
TUJUAN Mahasiswa dapat membuat tablet dengan metode granulasi kering.
2.
DASAR TEORI Tablet (compressi) merupakan sediaan padat kompak dibuat secara kempa cetak dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaan rata atau cembung mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa bahan tambahan. (Anonim, 1995)
Tablet kempa paling banyak digunakan, ukuran dapat bervariasi, bentuk serta penandaannya tergantung desain cetakan.
Tablet cetak dibuat dengan memberikan tekanan rendah pada massa lembab dalam lubang cetakan.
Tablet trikurat adalah tablet kempa atau cetak bentuk kecil umumnya slindris, sudah jarang ditemukan. (Anonim, 2008) Tablet digunakan baik untuk tujuan pengobatan lokal atau sistemik.
Pengobatan lokal misalnya: 1. Tablet untuk vagina, berbentuk seperti amandel, oval, digunakan sebagai antiinfeksi, antifungi, penggunaan hormon secara lokal. 2. Lozenges, trochisi digunakan untuk efek lokal di mulut dan tengorokan, umumnya digunakan sebagai antiinfeksi. Pengobatan untuk mendapatkan efek sistemik, selain tablet biasa yag ditelan masuk perut terdapat pula yang lain seperti: 1. Tablet bukal digunakan dengan cara dimasukkan di antara pipi dan gusi dalam rongga mulut, biasanya berisi hormon steroid, absorpsi terjadi melalui mukosa mulut masuk peredaran darah.
2. Tablet sublingual digunakan dengan jalan dimasukkan di bawah lidah, biasanya berisi hormon steroid. Absorpsi terjadi melalui mukosa masuk peredaran darah. 3. Tablet implantasi berupa pellet, bulat atau oval pipih, steril dimasukkan secara implantasi dalam kulit badan. 4. Tablet hipodermik dilarutkan dalam air steril untuk injeksi untuk disuntikkan di bawah kulit. (Anief, M., 2005) Untuk membuat tablet diperlukan zat tambahan berupa: 1. Zat pengisi (diluents) dimaksudkan untuk memperbesar volume tablet. Biasanya digunakan Saccharum Lactis, Amylum Manihot, Calcii Phosphas, Calcii Carbonas dan zat lai yang cocok. 2. Zat pengikat (binder) dimaksudkan agar tablet tidak pecah atau retak, dapat merekat. Biasanya yang digunakan adalah mucilago gummi arabici 10 -20% (solution Methylcellulosum 5%) 3. Zat penghancur (desintegrant) dimaksudkan agar tablet dapat hancur dalam perut. Biasanya yang digunakan adalah Amylum Manihot kering, gelatinum, agar-agar, natrium alginate. 4. Zat pelicin (lubricant) dimaksudkan agar tablet tidak lekat pada cetakan (matrys). Biasanya digunakan talcum 5%, Magnesii Stearas, Acidum Stearicum. (Anief, M., 2005) Untuk maksud dan tujuan tertentu tablet disalut dengan zat penyalut yang cocok, biasanya berwarna atau tidak :
Tablet bersalut gula (sugar coating)
Tablet bersalut kempa (press coating)
Tablet bersalut selaput (film coating)
Tablet bersalut enterik (enteric coating). (Anief, M., 2005)
Dalam pembuatan tablet, zat berkhasiat, zat-zat lain, kecuali zat pelican dibuat granul (butiran kasar), karena serbuk yang halus tidak mengisi
cetakan tablet dengan baik, maka dibuat granul agar mudah mengalir (free flowing) mengisi cetakan serta menjaga agar tablet tidak retak (capping). (Anief, M., 2005)
Syarat – syarat tablet : 1. memenuhi keseragaman ukuran 2. memenuhi keseragaman bobot 3. memenuhi waktu hancur 4. memenuhi keseragaman isi zat berkhasiat 5. memenuhi waktu larut (dissolution test) (Anief, M., 2005)
Dalam membuat granul ada 2 macam : 1. cara basah 2. cara kering atau disebut slugging atau pre compression (Anief, M., 2005)
Metode granuasi basah : Langkah – langkah
Menimbang dan mencampur bahan-bahan Bahan aktif, pengisi, penghancur ditimbang sesuai yang dibutuhkan. Untuk pencampuran biasanya menggunakan mixer atau blender, bahan pengisi biasanya laktosa, kaolin, manitoll, amylum, gula bubuk.
Pembuatan granuasi basah Agar campuran serbuk mengalir bebas dan merata dari hopper kedalam cetakan mengisinya dengan tepat dan merata, biasanya perlu mengubah campuran serbuk menjadi granula yang bebas mengalir kedalam cetakan disebut granulasi.
Pengayakan adonan lembab menjadi pellet atau granul Umumnya granuasi basah ditekan melaui ayakan no 6 atau 8, lalu disalurkan kedalam fluidbeddriers dibuat granul dengan menekankan pada alat yang dibuat berlubang – lubang.
Pengeringan Kebanyakan granul dikeringkan
dalam cabinet pengering dengan system
sirkulasi udara dan pengendalian temperatur, pada metode ini
granul
dikeringkan pada keadaan tertutup dan diputar – putar sambi1 dialirkan udara yang hangat, pada proses ini campuran serbuk yang akan dibuat granul diubah menjadi larutan atau suspensis dan
disemprotkan, dikeringkan dalam
fluidizedbed untuk menghasilkan granul yang seragam dan mudah mengalir.
Pengayakan kering Setelah dikeringkan granul dilewatkan melalui ayakan dengan lubang lebih kecil dari yang biasa dipakai untuk pengayakan granulasi asli.
Pencampuran bahan pelicin Setelah pengayakan kering, biasanya bahan pelincir kering ditambahkan kedalam granul.
Pembuatan tablet dengan kompresi Cara kerjanya memasukan granul kedalam ruang cetakan dan dikempa oleh kedua gerakan punch atas dan bawah. (Ansel, 1982) Salah satu metode pembuatan tablet adalah dengan metode granulasi kering. Metode ini merupakan solusi apabila ada suatu permasalahan bahwa suatu bahan obat tidak memungkinkan dibuat tablet dengan metode granulasi basah. Bahan-bahan obat yang rusak dengan adanya air atau tidak tahan panas, maka metode granulasi kering merupakan suatu alternatif\. Secara skema proses pembuatan tablet dengan metode granulasi kering adalah sebagai berikut :
Penimbangan bahan ↓ Pencampuran bahan obat dan bahan tambahan (pengisi, pengikat, pelicin, penghancur) ↓ Pengempaan (dengan tekanan besar) ↓ Slug atau lempengan ↓ Penghancuran ↓ Pengayakan ↓ Penimbangan ↓ Pencampuran (dengan pelicin dan penghancur) ↓ Pengempaan tablet Pada metode granulasi kering diperlukan tekanan yang besar pada waktu pengempaan masa menjadi slug (tablet dengan diameter besar) atau menjadi lempengan-lempengan. Hal ini bertujuan supaya granul yang dihasilkan cukup keras/tidak rapuh.
3.
FORMULA Formulasi tiap tablet:
1 batch 700 tablet
Acetosal
250 mg
Avicel PH 102
215 mg
Mg Stearat
5 mg
Bobot tiap tablet 300 mg
4.
PEMERIAN
Acidum Acetylosalicylicum Hablur putih, umumnya seperti jarum / lempeng tersusun / serbuk hablur putih, tidak berbau / bau lemah. Stabil di udara kering, di dalam udara lembab secara bertahap terhidrolisa menjadi asam salisilat dan asam asetat. Sukar larut dalam air,mudah larut dalam etanol, larut dalam kloroform ditambah eter, agak sukar larut dalam eter mutlak. Khasiat : analgetik antipiretik. (Anonim, 1995)
Avicel PH 102 (Microcrystallene cellulose) Warna putih, tidak berbau, tidak berasa, serbuk Kristal. Khasiat : bahan penghancur (Wade,Weller)
Magnesii Stearas Serbuk halus, putih dan voluminous, bau lemah khas, mudah melekat di kulit, bebas dari butiran. Tidak larut dalam air, dalam etanol dan dalam eter. Khasiat : bahan pelican (Anonim,1995)
5.
PERHITUNGAN BAHAN
1 batch 700 tablet:
6.
Acetosal
= 80 x 700
= 56000 mg
Avicel
= 215 x 700
= 150500 mg
Mg Stearat
= 5 x 700
= 3500 mg
CARA KERJA Campur semua bahan dengan pencampuran “tumbling” selama 5 menit
Kempa menjadi slug dengan tekanan yang cukup keras
Hancurkan slug kemudian ayak dengan ayakan no. 16
Kempa menjadi tablet dengan bobot 300 mg + 5% (285 – 315 mg) tiap tablet
7.
EVALUASI TABLET
1.
Pengukuran diameter dan tebal tablet dengan alat mikrometer untuk menguji keseragaman bentuk tablet
8.
2.
Uji kerapuhan tablet dengan alat Friability tester
3.
Uji kekerasan tablet dengan alat Hardness tester
4.
Uji keseragaman bobot tablet
PEMBAHASAN
Problema dan Penyelesaiannya
Pembuatan tablet dengan metode granulasi kering merupakan cara yang paling baik untuk membuat tablet yang mengandung bahan atau zat aktif yang mudah terurai oleh air ataupun yang tidak tahan pemanasan. Salah satu bahan tersebut adalah Asam Asetilsalisilat. Asam Asetilsalisilat akan terurai jika terkena air menjadi Asam Salisilat dan Asam Asetat, serta merubah warnanya dari yang semula putih menjadi agak violet. Zat ini tentu tidak bisa dibuat dengan metode granulasi basah, dimana ada penambahan air pada proses pembuatannya. Penambahan zat pewarna dalam granulasi kering jarang dilakukan. Hal ini dikarenakan zat pewarna akan sulit terdispersi atau sulit terlarut jika tidak ada air. Selain itu, dalam metode granulasi kering tidak ditambahkan bahan pengikat karena bahan pengikat ini butuh air untuk melarutkannya agar berfungsi dengan optimal. Oleh karena itu bahan pembantu yang digunakan dalam metode granulasi kering hanya bahan pelicin dan bahan penghancur saja. Bahan penghancur yang digunakan adalah Avicel PH 102, bahan ini tidak perlu penambahan air, cukup dicampurkan begitu saja dengan zat aktif dari
tablet yang akan dibuat. Begitu juga dengan bahan pelicinnya, yaitu Magnesium Stearat, tidak perlu penambahan air, cukup dicampurkan begitu saja. Hal ini tentu sangat menguntungkan, dikarenakan waktu yang dibutuhkan untuk membuat tablet dengan metode granulasi kering cukup singkat, dan alat yang digunakan tidak terlalu banyak. Untuk skala industri, pembuatan tablet dengan metode granulasi kering, tentunya akan menghemat biaya yang dikeluarkan. Walau tidak menggunakan bahan pengikat, metode granulasi kering tetap memperhatikan tingkat kekerasan tablet yang akan dibuat. Hal ini ditunjukan dengan adanya proses slugging atau pembentukan tablet yang berukuran besar untuk kemudian dihancurkan menjadi granul-granul. Proses slugging ini harus menggunakan tekanan yang cukup besar pada pencetakannya. Hal ini bertujuan agar tablet yang nanti dihasilkan mempunyai kekerasan yang cukup meskipun tanpa adanya bahan pengikat.
Keseragaman bentuk tablet Pengujian keseragaman tablet dilakukan dengan mengukur diameter dan tebal tablet. Diameter dan tebal tablet diukur masing-masing (pada pengujian kali ini dilakukan terhadap 20 tablet) dengan menggunakan alat mikrometer. Kecuali dinyatakan lain, diameter tablet tidak lebih dari tiga kali dan tidak kurang dari empat per tiga tebal tablet. (Anonim, 1995)
Kerapuhan Kerapuhan tablet adalah persen bobot yang hilang setelah tablet diguncang. Uji kerapuhan dilakukan dengan alat uji bernama Friability tester. Uji kerapuhan dilakukan dengan cara sebagai berikut : 1.
20 tablet dibersihkan dari debu
2.
20 tablet tersebut kemudian ditimbang
3.
Kemudian dimasukan ke dalam alat uji
4.
Alat diputar dengan kecepatan 50 Rpm, selama 100 kali putaran
5.
Setelah selesai, tablet dikeluarkan dan dibersihkan dari debu
6.
Kemudian tablet ditimbang lagi
7.
Dihitung kehilangan bobot dalam presentase (Syarat : lebih kecil 1%)
dari
Kekerasan Dihitung kekerasan tablet satu per satu dengan menggunakan alat penguji kekerasan (Hardness tester), kemudian dihitung rata-ratanya.
Bentuk Tablet Bentuk (tebal dan diameter) tablet sangat dipengaruhi oleh jumlah obat (volume) yang dapat diisikan ke dalam mesin pencetak saat dilakukan kompresi. Selain itu juga dipengaruhi oleh tekanan pada saat pencetakan. Digunakan alat bernama mikrometer untuk mengukur diameter dan tebal tablet satu per satu sebanyak 20 tablet. Setelah itu diteliti apakah bentuk tablet memenuhi persayaratan keseragaman bentuk tablet, yaitu diameter tidak lebih dari tiga kali dan tidak kurang dari empat per tiga kali tebal tablet (Anonim, 1995)
Keseragaman bobot Uji keseragaman bobot dilakukan untuk mengetahui apakah bobot tablet yang dibuat sudah memenuhi syarat keseragaman bobot atau belum. Keseragaman bobot ditetapkan sebagai berikut (Anonim, 1979) : 1.
Ditimbang 20 tablet dan dihitung bobot rata-ratanya.
2.
Jika ditimbang satu per satu, tidak boleh lebih dari 2 tablet yang menyimpang dari bobot rata-rata lebih besar dari harga yang ditetapkan pada kolom “A” dan tidak boleh ada satu tabletpun yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata lebih dari harga dalam kolom “B”.
3.
Jika perlu dapat diulang dengan 10 tablet dan tidak boleh ada satu tabletpun yang bobotnya menyimpang lebih besar dari bobot rata- rata
yang ditetapkan dalam kolom “A” maupun kolom “B”. Bobot rata-rata tablet
Penyimpangan bobot rata-rata dalam % A
B
<25 mg
15
30
26-150 mg
10
20
151-300 mg
7,5
15
>300 mg
5
10
Data Hasil Praktikum Data Bentuk Tablet Data dari 20 sampel tablet setelah dilakukan pengukuran dengan mikrometer : No.
Diameter tebal
No.
Diameter tebal
1
11 mm
3 mm
11
11 mm
3 mm
2
11 mm
3 mm
12
11 mm
3 mm
3
11 mm
3 mm
13
11 mm
3 mm
4
11 mm
3 mm
14
11 mm
3 mm
5
11 mm
3 mm
15
11 mm
3 mm
6
11 mm
3 mm
16
11 mm
3 mm
7
11 mm
3 mm
17
11 mm
3 mm
8
11 mm
3 mm
18
11 mm
3 mm
9
11 mm
3 mm
19
11 mm
3 mm
10
11 mm
3 mm
20
11 mm
3 mm
Dari hasil di atas diketahui bahwa tablet yang dibuat telah memenuhi persyaratan keseragaman bentuk tablet.
Data Kerapuhan Tablet Berat 20 tablet sebelum di uji = 6,59 gram Berat 20 tablet sesudah di uji = 6,55 gram Kerapuhan tablet dihitung dengan rumus : W1 – W2 x 100% W1 Ket : W1
= Berat sebelum di uji
W2
= Berat sesudah di uji
Maka data di atas dapat dihitung sebagai berikut : 6,59 – 6,55 x 100% = 0,60% 6,59 0,60% < 1%, hal ini menunjukan bahwa tablet memenuhi persyaratan kerapuhan tablet.
Data Kekerasan Tablet Uji kekerasan tablet melibatkan 5 buah tablet yang diambil secara acak dan kemudian di uji dengan alat Hardness tester. Tingkat kekerasan tablet setelah diuji adalah 4
Data Keseragaman Bobot Berikut adalah data bobot dari 20 tablet 330 mg
330 mg
330 mg
330 mg
330 mg
330 mg
330 mg
330 mg
330 mg
330 mg
330 mg
330 mg
320 mg
330 mg
330 mg
330 mg
340 mg
330 mg
320 mg
330 mg
Berat seluruh 20 tablet = 6,590 gram Berat rata-rata 1 tablet = 329,5 mg Range A =
329,5 - (329,5 x 5%) = 313,025 mg 329,5 + (329,5 x 5%) = 345,975 mg
313,025 – 345,975 mg Range B =
329,5 - (329,5 x 10 %) = 296,55 mg 329,5 + (329,5 x 10 %) = 362,45 mg
296,55 – 362,45 mg Dari perhitungan di atas diketahui bahwa tablet yang di uji telah memenuhi keseragaman bobot.
9.
KESIMPULAN 1.
Pembuatan tablet dengan metode granulasi kering cenderung lebih singkat dan dengan alat yang cukup sedikit.
2.
Tablet yang dibuat dengan menggunakan metode granulasi kering cenderung lebih rapuh daripada yang menggunakan metode granulasi basah.
3.
Pada saat pengayakan, ukuran granul harus sesuai agar sifat alir granul baik pada saat pencetakan.
10.
DAFTAR PUSTAKA
Anief M., 2000, Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktek, UGM Press, Yogyakarta. Anief M., 1987, Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktek, UGM Press, Yogyakarta. Anonim, 1995 Farmakope Indonesia, IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Anonim, 1979, Farmakope Indonesia, III, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Ansel, H. C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, ed 4, Universitas Indonesia, Jakarta. Wade, Weller, 1994, Handbook of Pharmaceutical Exipients, The Pharmaceutical Press, London.
Semarang, 9 April 2010
Linus Seta Adi Nugraha