PENGARUH RANGE OF MOTION (ROM ... - Repository UIN Jakarta

penyusunan proposal yang berjudul “Pengaruh Senam Terhadap Kekuatan Otot Pada ...... D. Tujuan Penelitian. 1. Tujuan Umum. Tujuan yang ingin dicapai d...

152 downloads 1165 Views 3MB Size
PENGARUH RANGE OF MOTION (ROM) TERHADAP KEKUATAN OTOT PADA LANSIA BEDREST DI PSTW BUDHI MULIA 3 MARGAGUNA JAKARTA SELATAN Skripsi diajukan sebagai tugas akhir strata-1 (S-1) pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan untuk memenuhi persyaratan gelar Sarjana Keperawatan

Oleh : IRMA PUTRI ANANDA 1112104000029 HALAMAN JUDUL

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H/2017 M

i

FACULTY OF MEDICINES AND HEALTH SCIENCE MAJOR OF NURSING SCIENCE SYARIF HIDAYATULLAH STATE UNIVERSITY JAKAARTA Thesis, Mei 2016 Irma Putri Ananda, NIM 1112104000029

The Range Of Motion (ROM) Effect to Muscle Strength in Bedrest Elderly at PSTW Budhi Mulia 3 Margaguna Jakarta Selatan xix + 73 pages 7 tables + 3 drafts + 6 attachments ABSTRACT Elderly in Indonesia has increased every year. The health problems that often occur in the elderly is a problem in muskuloskeletal system, one of them is a weakness in the muscles. The intervention that can be taken to reduce muscle weakness in the elderly is Range Of Motion (ROM) exercise.This study aims to determine the effect Range Of Motion (ROM) on muscle strength in elderly with bedrest condition. The specifications of the aims are identifying the characteristic features of respondents, identifying muscle strength before and after the Range Of Motion (ROM) in elderly Bedrest, determining the effect Range Of Motion (ROM ) on muscle strength in Ansia Bedrest in PSTW Budhi Mulia 3 Margaguna South Jakarta.This research is a quantitative research, using Pra Experiment design by One Group Pre Test and Post Test. The sampling technique used is purposive sampling with 12 respondents. Providing interventions for eight days conducted over 2 times a day, those are morning and afternoon. Data analysis used in this research were univariate and bivariate analysis.The results of this study indicate there is an influence Range Of Motion (ROM) exercise on muscle strength with p value (0.000). This study is expected to be a consideration for PSTW to be able to make Range Of Motion (ROM) as a program exercises to increase muscle strength in elderly with bedrest condition and hoped for further research to select respondents with male and female respondents.

Keyword : Elderly, Muscle Strange, Range Of Motion Reading List : 45 (1999-2015) ii

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Skripsi, Mei 2016 Irma Putri Ananda, NIM 1112104000029 Pengaruh Range Of Motion (ROM) Terhadap Kekuatan Otot Pada Lansia Bedrest Di PSTW Budhi Mulia 3 Margaguna Jakarta Selatan xix + 73 halaman + 7 tabel + 3 bagan + 6 lampiran

ABSTRAK Lansia di Indonesia mengalami peningkatan setiap tahun. Masalah kesehatan yang sering terjadi pada lansia yaitu masalah pada system muskulpskeletal, salah satunya adalah kelemahan pada otot-otot. Tindakan yang dapat dilakukan untuk mengurandi kelemahan otot pada lansia adalah dengan latihan Range Of Motion (ROM). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Range Of Motion (ROM) terhadap kekuatan otot pada lansia dengan kondisi bedrest, dengan spesifikasi mengidentifikasi gambaran karakteristik responden, mengidentifikasi kekuatan otot sebelum dan sesudah dilakukan Range Of Motion (ROM) pada lansia Bedrest, mengetahui pengaruh Range Of Motion (ROM) terhadap kekuatan otot pada ansia Bedrest di PSTW Budhi Mulia 3 Margaguna Jakarta Selatan.Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, menggunakan desain Pra Eksperiment dengan One Group Pre Test dan Post Test. Teknik sampling yang digunakan adalah pusposive sampling dengan 12 responden.Pemberian intervensi selama 8 hari yang dilakukan selama 2 kali dalam sehari yaitu pagi dan sore. Analisis data yang digunakan adalah analisis univariat dan analisis bivariate. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat pengaruh Range Of Motion (ROM) terhadap kekuatan otot dengan p value kekuatan otot (0,000). Penelitian ini diharapkan bisa menjadi pertimbangan bagi PSTW untuk bisa menjadikan Range Of Motion (ROM) sebagai program latihan untuk meningkatkan kekuatan otot pada lansia dengan kondisi bedrest dan diharapkan bagi peneliti selanjutnya untuk pemilihan responden dilakukan responden laki-laki dan perempuan.

Kata Kunci : Lansia, Kekuatan Otot, ROM Daftar Bacaan : 45 (1999-2015)

iii

iv

v

vi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama

: Irma Putri Ananda

Tempat, Tanggal, Lahir

:Kota Baru, 22 Februari 1994

Jenis Kelamin

:Perempuan

Status

:Belum Menikah

Asal

:Pekan Baru-Riau

Alamat

:Pisangan Jl. SD Inpres Rt/Rw 04/09 No. 38 (Pondok Asyifa) Kel. Cirendeu Kec. Ciputat Timur Tangerang Selatan

Email

:[email protected]

Telepon

:081266549383

Riwayat Pendidikan

:

1. SD Negeri 005 Kota Baru Seberida

(2000-2006)

2. SMP Negeri 01 Keritang Kota Baru Seberida

(2006-2009)

3. SMA Negeri 01 Tembilahan Kota

(2009-2012)

4. S-1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(2012-sekarang)

Riwayat Organisasi

:

1. Pengurus OSIS Bendahara Umum SMPN 1 Keritang 2. Pengurus OSIS Sekretaris 1 SMPN 1 Keritang

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penelitian ucapkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan proposal ini. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada bimbingan nabi besar Muhammad SAW, karena atas limpahan rahmat dan hidayah-nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penyusunan proposal yang berjudul “Pengaruh Senam Terhadap Kekuatan Otot Pada Lansia Bedrest di PSTW Budi Mulia 3 Margaguna Jakarta Selatan” Dalam penyusunan proposal skripsi ini, tidak sedikit kesulitan, cobaan dan hambatan yang peneliti temukan. Namun syukur Alhamdulillah berkat rahmat dan hidayah-nya, kesungguhan, kesabaran dan kerja keras disertai dukungan keluarga dan bantuan dari berbagai pihak baik berupa moril maupun material, segala kesulitan yang telah dilalui dan diatasi dengan sebaik-baiknya, sehingga pada akhirnya penyusunan proposal skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh sebab itu, sudah sepantasnya pada kesempatan ini peneliti mengucapkan terimaksih dan penghargaan yang sedalam-dalamnya kepada : 1. Bapak Prof. Dr. H. Arif Sumantri, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Ibu Maulina Handayani, S.kp,. MSc dan ibu Ernawati, S.Kp,. M.Kep,. Sp. KMB, selaku ketua program Studi Ilmu Keperawatan dan Sekretaris Program

viii

Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Bapak Jamaludin, S.Kp., M.Kep, dan ibu Ns. Uswatun Khasanah, S.Kep., MNS, selaku dosen pembimbing yang telah sabar dan ikhlas untuk meluangkan waktu, tenaga serta fikiran selama membimbing peneliti. 4. Segenap Bapak dan Ibu Dosen Staf Pengajar, pada lingkungan Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang dengan ikhlas dan tulus memberikan ilmu pengetahuan kepada peneliti selama menjalankan perkuliahan. 5. Segenap jajaran Staf dan Karyawan Akademik dan Perpustakaan Fakultas yang telah banyak membantu dalam pengadaan referensi buku ataupun skripsi sebagai bahan rujukan skripsi. 6. Koordinator PSTW Budi Mulia 03 Margaguna Jakarta Selatan serta jajarannya yang telah memberikan kesempatan kepada peneliti dalam mencari data-data sekaligus sebagai bahan rujukan proposal skripsi. 7. Kedua orang tua peneliti, sujud hormat atas semua pengorbanan papa H. Zulhamdi. MA, dan mama Hj. Rosniah yang senantiasa memberrikan dukungan dan kekuatan kepada peneliti baik berupa material maupun doa

ix

yang selalu mereka panjatkan untuk mengiringi setiap langkahku sehingga peneliti dapat menyelesaikan proposal penelitian. 8. Kakanda dan adinda tersayang Afriandana Eka Putra, S.Kep, Harlin Putra Nanda serta nenek-nenekku dan keluarga-keluargaku yang selalu memberikan dukungan dan do’a kepada peneliti dalam menyelesaikan proposal skripsi ini. 9. Dear Dian Utami Nuraini dan Khainulfira Aprianie Maragat yang selalu memberikan semangat dan doanya kepada peneliti. 10. Kak Defika yang selalu memberikan perhatian, motivasi serta semangat untuk terus berjuang, sekaligus tempat berkeluh kesah dalam menyelesaikan proposal skripsi ini. 11. Sahabat dan temanku Sri Emilia, Fatimah, Vini Nurul Inayah, Nurhidiyati, Khaira, Indah, Puji, Ifah, Zaki, Septi, Puji Pertiwi, Nuraini, Widiya, Puspa, Rahma, Isti yang telah banyak membantu peneliti untuk menjelaskan hal-hal yang kurang saya pahami serta teman yang selalu memberikan dukungan, motivasi dan semangat dalam menyelesaikan proposal skripsi ini. 12. Teman-teman seperjuangan yang selalu bareng mengerjakan skripsi yang tidak bisa peneliti sebutkan satu-persatu, yang selalu saling mendukung, memotivasi dan selalu memberikan semangat satu sama lain dalam menyelesaikan proposal skripsi ini.

x

13. Teman-teman seperjuangan Program Studi Ilmu Keperawatan angkatan 2012 yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu. Terima kasih atas dukungan, semangat, kebersamaan, kenangan, inspirasi yang telah diberikan serta kekompakkan yang selama ini tidak akan terlupakan. Akhir kata, peneliti mengharapkan kritik dan saran yang membangun sehingga peneliti dapat memperbaiki proposal skripsi ini. Peneliti berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat khususnya bagi peneliti dan umumnya bagi pembaca yang mempergunakannya terutama untuk proposal kemajuan pendidikan selanjutnya.

Jakarta,

Januari 2016

Penulis

xi

DAFTAR ISI LEMBAR PERNYATAAN .......................................... Error! Bookmark not defined. ABSTRACT ................................................................................................................. ii ABSTRAK .................................................................................................................. iii LEMBAR PERSETUJUAN ......................................... Error! Bookmark not defined. LEMBAR PENGESAHAN .......................................... Error! Bookmark not defined. LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................................ v DAFTAR RIWAYAT HIDUP .................................................................................. vi KATA PENGANTAR .............................................................................................. viii DAFTAR ISI .............................................................................................................. xii DAFTAR SINGKATAN ........................................................................................... xv DAFTAR TABEL .................................................................................................... xvi DAFTAR BAGAN ................................................................................................... xvii DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xviii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1 A. Latar Belakang ................................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah .............................................................................................. 5 C. Pertanyaan Penelitian ......................................................................................... 6 D. Tujuan Penelitian ............................................................................................... 6 E. Manfaat Penelitian ............................................................................................. 7 F.

Ruang Lingkup ................................................................................................... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................. 9 A. Lanjut Usia ......................................................................................................... 9 1.

Definisi ........................................................................................................... 9

2.

Klasifikasi Lansia ........................................................................................... 9

a.

Menurut WHO, klasifikasi lansia adalah : ..................................................... 9

3.

Perubahan pada lansia .................................................................................. 11 xii

4.

Tugas Perkembangan Lansia ........................................................................ 16

B. Bedrest/Tirah Baring ........................................................................................ 17 1.

Pengertian ..................................................................................................... 17

3.

Dampak Bedrest ........................................................................................... 18

C. Kekuatan Otot ................................................................................................. 21 1.

Pengertian Kekuatan Otot ............................................................................ 21

2.

Pengukuran kekuatan otot ............................................................................ 22

3.

Cara mengukur kekuatan otot dengan menggunakan MMT ........................ 23

4.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kekuatan Otot ..................................... 24

D. Range Of Motion (ROM) ................................................................................. 27 1.

Pengertian ..................................................................................................... 27

2.

Tujuan ROM................................................................................................. 28

3.

Manfaat ROM ............................................................................................... 28

4.

Klasifikasi ROM........................................................................................... 29

7.

Gerakan-gerakan ROM ................................................................................ 32

8.

Kerangka Teori ............................................................................................ 42

BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESA DAN DEFINISI OPERASIONAL ..................................................................................................................................... 43 A. Kerangka Konsep ............................................................................................. 43 B. Definisi Operasional......................................................................................... 44 C. Hipotesis........................................................................................................... 46

BAB IV METODE PENELITIAN .......................................................................... 47 A. Desain Penelitian .............................................................................................. 47 B. Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................................... 48 C. Populasi dan Sampel Penelitian ....................................................................... 48 D. Instrumen Pengumpulan Data .......................................................................... 50 E. Langkah-langkah Pengumpulan Data .............................................................. 50 F.

Prosedur Intervensi........................................................................................... 51 xiii

G. Pengolahan Data............................................................................................... 52 H. Teknik Analisis Data ........................................................................................ 53 I.

Etika dan Prinsip Penelitian ............................................................................. 54

BAB V HASIL PENELITIAN ................................................................................. 58 5.1 Analisa Univariat ............................................................................................... 58 5.2 Analisis Bivariat ................................................................................................ 61

BAB VI PEMBAHASAN.......................................................................................... 64 6.1

Pembahasan Hasil......................................................................................... 64

6.1.1

Karakteristik Responden ....................................................................... 64

6.1.2.

Gambaran Rata-rata kekuatan otot lansia bedrest sebelum dan sesudah

dilakukan .............................................................................................................. 67 6.1.3.

Perbedaan rata-rata nilai kekuatan otot pada lansia bedrest di PSTW

Margaguna 3 Jakarta Selatan sebelum dan sesudah dilakukan intervensi dengan ROM. 6.2

69

Keterbatasan Penelitian ................................................................................ 74

BAB VII PENUTUP.................................................................................................. 76 8.1

Kesimpulan ................................................................................................... 76

8.2

Saran ............................................................................................................. 77

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 79

xiv

DAFTAR SINGKATAN

UIN

:Universitas Islam Negeri

PSTW

: Panti Sosial Tresna Werda

WBS

: Warga Binaan Sosial

WHO

: World Health Organitation

BPS

: Bada Pusat Statistik

ROM

: Range Of Motion

ADL

: Activity Daily Living

UU

: Undang-Undang

BUN

: Blood Urea Nitrogen

BMR

: Basal Metabolik Rate

MMT

: Manual Muscle Testing

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Derajat Kekuatan Otot ------------------------------------------------------- 20 Tabel 2.2 tentang gerakan-gerakan ROM --------------------------------------------- 27 Tabel 3.1 Definisi Operasional --------------------------------------------------------- 39 Tabel 5.1 Gambaran karakteristik responden berdasarkan usia -------------------- 56 Tabel 5.2 Gambaran karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin -------- 56 Tabel 5.3 Gambaran Rata-rata Kekuatan Otot Lansia Bedrest Sebelum Dan Setelah Dilakukan ROM di PSTW Margaguna 3 Jakarta Selatan Tahun 2016------------------------ 57 Tabel 5.4 Distribusi Hasil Normalitas Kekuatan Otot pada Lansia Bedrest Sebelum Dilakukan Intervensi ROM di PSTW Margaguna 3 Jakarta Selatan Tahun 2016--------------------- 58 Tabel 5.5 Distribusi Perbedaan Rata-rata Kekuatan Otot Pada Lansia Bedrest Sebelum dan Sesudah Dilakukan Intervensi ROM di PSTW Margaguna 3 Jakarta Selatan Tahun 2016--------------59

xvi

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Kerangka Teori -------------------------------------------------------------- 37 Bagan 3.1 Kerangka Konsep ------------------------------------------------------------ 38 Bagan 4.1 Desain Penelitian ----------------------------------------------------------

xvii

42

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Dokumen Perizinan Lampiran 2. Lembar Infomed Consent Responden Lampiran 3. Lembar Pernyataan Kesediaan Menjadi Responden Lampiran 4. Lembar Observasi Latihan ROM Lampiran 5. Lembar Derajat Kekuatan Otot Lampiran 6. Pengukuran Barthel Index Responden Lampiran 7. Skor Barthel Index Responden Lampiran 8. Rekapitulasi statistic Responden

xviii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semua orang akan mengalami proses menjadi tua dan masa tua merupakan masa hidup yang terakhir. Dimasa ini seseorang mengalami kemunduran fisik, mental, dan sosial secara bertahap (Azizah, 2011). Undangundang RI No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia BAB 1 Pasal 1 menjelaskan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas (Indriana,2012). WHO (World Healh Organitation) mencatat, bahwa terdapat 600 juta jiwa lansia pada tahun 2012 di seluruh dunia. hasil sensus penduduk tahun 2010 menunjukkan, bahwa jumlah penduduk lansia di Indonesia berjumlah 18,57 juta jiwa, meningkat sekitar 7,93% dari tahun 2000 yang sebanyak 14,44 juta jiwa. Diperkirakan jumlah penduduk lansia di Indonesia akan terus bertambah sekitar 450 ribu jiwa per tahun(Sampelan, dkk 2015). Badan kesehatan dunia WHO bahwa penduduk lansia di Indonesia pada tahun 2020 mendatang sudah mencapai angka 11,34% atau tercatat 28.8 juta orang, balitanya tinggal 6,9% yang menyebabkan jumlah penduduk lansia terbesar di dunia. (BPS, 2013). Jumlah lansia yang ada di PSTW sebanyak 240 orang, dan jumlah lansia yang mengalami bedrest sebanyak 43 orang. Penurunan fungsi dan kemampuan tubuh pada lansia akan menurun.begitu pula dengan kekuatan otot akan menurun seiring dengan pertambahan usia. Pada seseorang lanjut usia akan membawa 1

2

perubahan yang menyeluruh pada fisiknya yang berkaitan dengan menurunnya kemampuan jaringan tubuh terutama pada fungsi fisiologis dalam sistem musculoskeletal dan system neurologis (Padila, 2013). Perubahan morfologis yang terjadi pada sistem muskuloskeletal dapat mengakibatkan perubahan fungsional otot yaitu terjadinya penurunan kekuatan otot, kontraksi otot, daya tahan otot dan tulang, elastisitas dan fleksibilitas otot sehingga menyebabkan keterbatasan gerak pada tubuh Perubahan yang terjadi pada kekuatan otot karena berkurangnya serabut otot pada proses menua yang menyebabkan menurunnya kekuatan otot. Biasanya berjalan menjadi kurang stabil karena lemahnya otot paha bagian depan dan berkurangnya koordinasi antarotot (Nitz. 2004). Perubahan yang terjadi pada lansia salah satunya adalah perubahan penurunan kekuatan otot, dampak dari penurunan kekuatan adalah meningkatkan resiko jatuh karena gangguan muskuloskeletal misalnya menyebabkan gangguan gaya berjalan, kelemahan ekstremitas bawah, dan kekakuan sendi dapat menyebabkan terjadi resiko jatuh pada lansia (Lumbantobing, 2004). Penurunan kekuatan otot pada kaki lebih jelas terasa dibandingkan kekuatan otot lengan. Sedangkan, penurunan daya tahan otot pada lansia karena adanya pengurangan masa otot penggerak. Pada lansia yang kurang aktif, penurunan terjadi dua kali lebih cepat. Penurunan fungsi yang nyata pada lansia adalah penurunan masa otot atau atrofi. Penurunan masa otot ini merupakan

3

faktor penting yang mengakibatkan penurunan kekuatan otot (Lauretani et al, 2003). Kekuatan otot adalah kemampuan otot atau kelompok otot untuk menghasilkan gaya maksimal (Lesmana, 2012). Penurunan fungsi muskuloskeletal pada lansia dengan kondisi bedrest dapat menurunkan aktivitas fisik (physical activity) dan

latihan (exercise),

sehingga akan mempengaruhi lansia dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari activity daily living. Latihan dan aktivitas fisik pada lansia dapat mempertahankan tonus otot. Range Of Motion (ROM) merupakan salah satu indikator fisik yang berhubungan dengan fungsi pergerakan. Latihan ROM dapat dilakukan dengan posisi duduk dan berdiri serta pada posisi terlentang ditempat tidusr (Wold, 1999). Penelitian Ulliya (2007), merupakan eksperiment dengan pre post test design. Subyek sebanyak 8 yang dilakukan latihan ROM sebanyak 5 kali dalam seminggu selama 6 minggu. Fleksibilitas sendi diukur pada sebelum, setelah 3 minggu dan setelah 6 latihan ROM. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada peningkatan yang signifikan antara pengukuran pertama-kedua pada fleksi sendi lutut kiri. Simpulan pada penelitian ini adalah latihan ROM selama dapat meningkatkan fleksibilitas sendi lutut kiri sebesar 350 atau 43,75%. Pada studi pendahuluan yang dilakukan di Panti Sosial Tresna Werdha 03 Margaguna Jakarta Selatan, lansia yang mengalami keterbatasan gerak dan kelemahan fisik tidak mengikuti kegiatan senam yang dilaksanakan setiap 2 kali

4

dalam seminggu dan tidak melakukan latihan untuk memperbaiki keadaannya. Jumlah lansia yang mengalami bedrest ada 43 orang sekitar hampir 20% lansia memiliki keterbatasan pergerakan. Adanya keterbatasan pergerakan dapat memperparah kondisi sistem

musculoskeletal yang mengalami penurunan

karena proses menua (Tortora dan Grabowski, 2003; Wold, 1999). Masalah ini dapat dicegah dengan latihan ROM. Latihan ROM dapat mempertahankan aatau memelihara kekuatan otot. Oleh karena itu penulis bermaksud mengungkapkan besaran peningkatan kekuatan pada lansia setelah melakukan latihan ROM (Potter & Perry, 2006).

5

B. Rumusan Masalah Perubahan yang terjadi pada lansia adalah salah satunya adalah penurunan kekuatan otot. Penurunan kekuatan otot pada lansia meningkatkan resiko jatuh (Lumbantobing, 2004). Gunarto (2005) menyatakan bahwa 31%48% lansia jatuh karena gangguan keseimbangan. Berdasarkan survey di masyarakat Amerika Serikat, Tinetti mendapatkan sekitar 30% lansia yang berumur lebih dari 65 tahun mengalami jatuh setiap tahunnya, separuh dari angka tersebut mengalami jatuh berulang. Pada tahun 2009 lebih dari 19.000 lansia meninggal karena jatuh dan menjadikan jatuh pada urutan ke lima yang mengakibatkan kematian pada lansia di atas 65 tahun (Felicia et al., 2013). Kirakira sebanyak 25%-35%lansia yang berusia 65 tahun atau lebih mengalami jatuh setiap tahunnya (Barak et al., 2014). Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kekuatan otot adalah dengan cara latihan Range Of Motion sesuai dengan teori yang disebutkan oleh Potter & Perry (2005) bahawa ROM adalah latihan yang dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiku tingkat kesempurnaan kemampuan untuk menggerakan persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot. Oleh karena itu diperlukan upaya untuk tetap mempertahankan kekuatan otot bagi lansia yang memiliki keterbatasan gerak dengan cara ROM.

6

Berdasarkan uraian latar belakang di atas peneliti tertarik untuk meneliti tentang “Pengaruh Range Of Motion (ROM) Terhadap Kekuatan Otot pada Lansia Bedrest”. C. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka dapat diambil pertanyaan penelitian sebagai berikut: A. Bagaimana gambaran karakteristik responden pada lansia bedrest di PSTW Margaguna 03 Jakarta Selatan ? B. Bagaimana gambaran kekuatan otot sebelum dan sesudah dilakukan range of motion (ROM) pada lansia bedrest? C. Bagaimanakah pengaruh Range Of Motion (ROM) terhadap kekuatan otot pada lansia bedrest? D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh Range Of Motion (ROM) terhadap kekuatan otot pada lansia bedrest.

7

2. Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi gambaran karatkeristik responden. b. Mengidentifikasi kekuatan otot sebelum dan sesudah dilakukan range of motion (ROM) pada lansia bedrest. c. Mengetahui pengaruh range of motion (ROM) terhadap kekuatan otot pada lansia bedrest di PSTW Margaguna 3 Jakarta Selatan. E. Manfaat Penelitian 1. Bagi Pelayanan Kesehatan : a. Penelitian ini bisa dijadikan dasar atau informasi tambahan untuk peningkatan pelayanan terhadap lansia. b. Penelitian ini diharapkan mampu untuk menjadi solusi mengurangi masalah keterbatasan gerak pada lansia. 2. Bagi Lansia Penelitian ini diharapkan kekuatan otot lansia meningkat setelah dilakukan latihan ROM. 3. Bagi Keperawatan Proses dan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi tambahan untuk pengembangan keilmuan bidang keperawatan gerontik untuk meningkatkan kekuatan otot setelah dilakukan ROM (Range Of Motion).

8

F. Ruang Lingkup Penelitian

ini

dilakukan

oleh

mahasiswa

Program

Studi

Ilmu

Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta untuk mengetahui pengaruh ROM terhadap kekuatan otot pada lansia bedrest di PSTW Budi Mulya 03 Jakarta Selatan. Subjek yang diteliti adalah lansia yang berada di PSTW Budhi Mulia Margaguna 03 Jakarta Selatan dengan menggunakan metode kuantitatif dan desain quasi experimental.

9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Lanjut Usia 1. Definisi Lansia dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia. Menurut UU No. 13/Tahun 1998 tentang Kesejahteraan lansia disebutkan bahwa lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Dewi, 2014). Berdasarkan definisi secara umum, seseorang dikatakan lanjut usia (lansia) apabila usianya 65 tahun ke atas (Setisnto, 2004). Lansia buka suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan (Pudjiastuti, 2003). Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis, kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara individual (Hawari, 2001 dalam Effendi, 2009). 2. Klasifikasi Lansia a. Menurut WHO, klasifikasi lansia adalah : 1. Usia Pertengahan (middle age) 45-59 tahun 2. Lansia (elderly) 60-74 tahun 9

10

3. Lansia Tua (old) 75-90 tahun 4. Lansia sangat tua (vey old) diatas 90tahun b. Menurut Depkes RI, 2003 klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lansia : 1.

Pralansia (prasenilis) Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun

2.

Lansia Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih

3.

Lansia risiko tinggi Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan (Depkes RI, 2003)

4.

Lansia potensia Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa (Depkes RI, 2003).

5.

Lansia tidak potensial Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain (Depkes RI, 2003).

11

3. Perubahan pada lansia a. Perubahan fisik 1. Sel Pada lansia, jumlah selnya akan lebih sedikit dan ukurannya akan lebih besar. Cairan tubuh dan cairan intraseluler akan berkurang, proporsi protein di otak, ginjal, darah, dan hati juga ikut berkurang, jumlah sel otak akan menurun, mekanisme perbaikan sel akan terganggu, dan otak menjadi atrofi. 2. Sistem persarafan Rata-rata berkurangnya saraf neocortical sebesar 1 per detik (Pakkenberg dkk, 2003), hubungan persarafan cepat menurun, lambat dalam merespons baik dari gerakan maupun jarak waktu, khususnya dengan stres, mengecilnya saraf pancaindra, serta menjadi kurang sensitif terhadap sentuhan. 3. Sistem pendengaran Gangguan pada pendengaran (presbiakusis), membran timpani mengalami atrofi, terjadi pengumpulan dan pengerasan serumen karena peningkatan keratin, pendengaran menurun pada lanjut usia yang mengalami ketegangan jiwa atau stres.

12

4. Sistem penglihatan Timbul sklerosis pada sfingter pupil dan hilangnya respon terhadap sinar, kornea lebih berbentuk seperti bola (sferis), lensa lebih suram (keruh) dapat menybabkan katarak, meningkatnya ambang, pengamatan sinar dan daya adaptasi terhadap kegelapan menjadi lebih lambat dan sulit untuk melihat dalam keadaan gelap, hilangnya daya akomodasi, menurunnya lapang pandang, dan menurunnya daya untuk membedakan antara warna biru dengan hijau pada skala pemeriksaan. 5. Sistem kardiovaskular Elastisitas dinding aorta menurun,katup jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun. Hal ini menyebabkan menurunnya kontraksi volumenya. Kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektivitas pembulu darah perifer untuk oksigenasi, sering

terjadi

postural

hipotensi,

tekanan

darah

meningkat

diakibatkan oleh meningkatnya resistensi dari pembuluh darah perifer.

13

6. Sistem pengaturan suhu tubuh Suhu tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologis lebih kurang 350C, hal ini diakibatkan oleh metabolisme yang menurun, keterbatasan refleks menggigil, dan tidak dapat memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi rendahnya aktifitas otot. 7. Sistem pernafasan Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku, menurunnya aktifitas dari silia, paru-paru kehilangan elastisitas sehingga kapasitas residu meningkat, menarik napas lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun, dan kedalaman bernafas menurun, Ukuran alveoli melebar dari mormal dan jumlahnya berkurang, oksigen pada arteri menurun menjadi 75 mmHg, kemampuan untuk batuk berkurang, dan penurunan kekuatan otot pernafaan. 8. Sistem gastrointestinal Kehilangan gigi, indra pengecapan mengalami penurunan, esofagus melebar, sensitivitas akan rasa lapar menurun, produksi asam lambung dan waktu pengosongan lambung menurun, peristaltik lemah dan biaanya timbul konstipasi, fungsi absorbsi menurun, hati (liver) semakin mengecil dan menurunnya tempat penyimpanan, serta berkurangnya suplai aliran darah.

14

9. Sistem genitourinaria Ginjal mengecil dan nefron menjadi atrofi, aliran darah ke ginjal menurun hingga 50%, fungsi tubulus berkurang (berakibat pada

penurunan

kemampuan

ginjal

untuk

mengosentrasikan

urine,berat jenis urin menurun, proteinuria biasanya + 1), blood urea nitrogen (BUN) meningkat hingga 21 mg%, nilai ambang ginjal terhadap glukosa meningkat. Otot-otot kandung kemih (vesica urinaria) melemah, kapasitasya menurun hingga 200 ml dan menyebabkan frekuensi buang air kecil meningkat, kandung kemih sulit diksongkan sehingga meningkatkan retensi urin. Pria dengan usia 65 tahun ke atas sebagian besar mengalami pembesaran prostat hingga lebih kurang 75% dari besar normalnya. 10. Sistem endokrin Menurunnya produksi ACTH, TSH, FSH, dan LH, aktifitas tiroid, basal metabolic rate (BMR), daya pertukaran gas, produksi aldosterone, serta sekresi hormon kelamin seperti progesterone, estrogen, dan testosteron. 11. Sistem integument Kulit menjadi keriput akibat kehilangan jaringan lemak, permukaan kulit kasar dan bersisik, menurunnya respons terhadap trauma, mekanisme proteksi kulit menurun, kulit kepala dan rambut menipis serta berwarna kelabu, rambut dalam hidung dan telinga

15

menebal, berkurangnya elastisitas akibat menurunnya cairan dan vaskularisasi, pertumbuhan kuku lebih lambat, kuku jari menjadi keras dan rapuh, kuku kaki tumbuh secara berlebihan dan seperti tanduk, kelenjar keringat berkurang jumlahnya dan fungsinya, kuku menjadi pudar dan kurang bercahaya. 12. Sistem musculoskeletal Tulang kehilangan kepadatannya (density) dan

semakin

rapuh, kifosis, persendian membessar dan menjadi kaku, tendon mengerut dan mengalami sclerosis, atrofi serabut otot sehingga gerak seseorang menjadi lambat, otot-otot kram dan menjadi tremor. Kondisi ini menyebabkan keterbatasan mobilitas pada lansia. Lansia dengan mobilitas terbatas yaitu lansia dengan kondisi bedrest. (Dewi, 2015). b.

Perubahan Mental Faktor-faktor yang memengaruhi perubahan mental adalah perubahan fisik, kesehatan umum, tingkat pendidikan, keturunan (hereditas), lingkungan, tingkat kecerdasan, dan kenangan. Kenangan dibagi menjadi dua, yaitu kenangan jangka panjang (berjam-jam sampai berhari-hari yang lalu) mencakup beberapa perubahan dan kenangan jangka pendek atau seketika (0-10 menit) biasanya dapat berupa kenangan buruk.

16

c.

Perubahan Psikososial Perubahan psikososial terjadi terutama setelah seseorang menglami pensiun. Berikut ini adalah hal-hal yang akan terjadi pada masa pensiun. 1. Kehilangan sumber finansial atau pemasukan (income) berkurang. 2. Kehilangan status karena dulu mempunyai jabatan posisi yang cukup tinggi, lengkap dengan segala fasilitasnya. 3. Kehilangan teman atau relasi. 4. Kehilangan pekerjaan atau kegiatan. 5. Merasakan atau kesadaran akan kematian.

4. Tugas Perkembangan Lansia Menurut

Erickson,

kesiapan

lansia

untuk

beradaptasi

atau

menyesuaikan diri terhadap perkembangan usia lanjut dipengaruhi oleh proses tumbuh kembang pada tahap sebelumnya. Apabila seseorang pada tahap tumbuh kembang sebelumnya melakukan kegiatan sehari-hari dengan teratur dan baik serta membina hubungan yang serasi dengan orang-orang disekitarnya, maka pada usia lanjut ia akan tetap melakukan kegiatan yang biasa ia lakukan pada tahap perkembangan sebelumnya seperti olahraga, mengembangkan hobi bercocok tanam, dan lain-lain.

17

Adapun tugas perkembangan lansia menurut (Dewi, 2014) adalah sebagai berkut: 1. Mempersiapkan diri untuk kondisi yang menurun 2. Mempersiapkan diri untuk pensiun 3. Membentuk hubungan baik dengan orang yang seusianya 4. Mempersiapkan kehidupan baru 5. Melakukan penyesuaian terhadap kehidupan social/masyarakat secara santai 6. Mempersiapkan diri untuk kematiannya dan kematian pasangan B. Bedrest/Tirah Baring 1. Pengertian Bedrest/immobilisasi adalah ketidakmampuan untuk bergerak bebas yang disebabkan oleh kondisi di mana gerakan terganggu atau dibatasi secara terapeutik (Potter dan Perry, 2006). Menurut Perry dan Potter (2006) tujuan umum tirah baring adalah : 1.

Mengurangi aktivitas fisik dan kebutuhan oksigen untuk tubuh.

2.

Mengurangi nyeri.

3.

Memungkinkan klien sakit atau lemah untuk beristirahat dan mengembaikan kekuatan.

4.

Memberi kesempatan pada klien yang letih untuk beristirahat tanpa gangguan.

18

2. Karakteristik Lansia Bedrest -

Kelemahan otot karena otot-otot atrofi

-

Strok yang menyebabkan kelemahan pada ekstremitas

-

Gangguan intoleransi aktivitas seperti pada pasien jantung.

-

Imobilisasi karena fraktur.

3. Dampak Bedrest Dampak bedrest menurut Asmadi (2008) sebagai berikut: 1. Perubahan Metabolisme Perubahan mobilisasi akan mempengaruhi metabolisme endokrin, resorpsi

kalsium

dan

fungsi

gastrointestinal.

System

endokrin

menghasilkan hormon, mempertahankan dan meregulasi fungsi vital seperti: berespon pada stress dan cedera, pertumbuhan dan perkembangan, reproduksi, mempertahankan lingkungan internal, produksi pembentukan dan penyimpanan energi. Imobilisasi mengganggu fungsi metabolisme normal seperti: menurunkan laju metabolisme, mengganggu metabolisme karbohidrat, lemak dan protein, dan menyebabkan gangguan gastrointestinal seperti nafsu makan dan peristaltik berkurang. 2. Perubahan Pernafasan Kurangnya pergerakan dan latihan akan menyebabkan klien memiliki komplikasi pernafasan. Komplikasi pernafasan yang paling umum adalah atelektasis (kolapsnya alveoli) dan pneumonia hipostatik

19

(inflamasi

pada

Menurunnya

paru

oksigenasi

akibat dan

statis

atau

penyembuhan

bertumpuknya yang

alami

sekret). dapat

meningkatkan ketidaknyamanan klien. 3. Sistem Integumen Immobilisasi yang lama dapat menyebabkan kerusakan integritas kulit, seperti abrasi dan dekubitus. Hal tersebut disebabkan oleh karena pada immobilisasi terjadi gesekan, tekanan, jaringan bergeser satu dengan yang lain, dan penurunan sirkulasi darah pada area yang tertekan, sehingga terjadi iskemia pada jaringan yang tertekan. Kondisi yang ada dapat diperburuk lagi dengan adanya infeksi, trauma, kegemukan, berkeringat, dan nutrisi yang buruk. Selain itu, sirkulasi darah yang lambat mengakibatkan kebutuhan oksigen dan nutrisi pada area yang tertekan menurun sehingga laju metabolism jaringan menurun. Bila berlangsung terus-menerus, dapat mengakibatkan terjadinya atrofi otot dan perubahan turgor kulit. 4. Sistem kardiovaskuler Dampak immobilisasi terhadap system kardiovaskuler di antaranya adalah sebagai berikut : a) Penurunan kardiak reserve Imobilisasi mengakibatkan pengaruh simpatis atau sistem adrenergik lebih besar daripada sistem kolinergik atau sistem adrenergik lebih besar daripada sistem kolinergik atau sistem vagal. Hal ini

20

menyebabkan

peningkatan

denyut

jantung.

Konsekuensi

dari

peningkatan denyut jantung menyebakan waktu pengisian diastolik memendek dan terjadi penurunan kapasitas jantung untuk merespons terhadap kebutuhan metabolisme tubuh (Kozier dkk, 1995). b) Peningkatan beban kerja jantung Pada kondisi bedrest

yang lama, jantung bekerja lebih keras dan

kurang efisien, disertai curah kardiak yang turun selanjutnya akan menurunkan efisiensi jantung dan meningkatkan beban kerja jantung. c) Hipotensi ortostatik Hipotensi ortostatik merupakan manifestasi umum yang terjadi pada kardiovaskuler sebagai akibat dari bedrest yang lama. 5. Perubahan Muskuloskeletal Dampak immobilisasi pada system musculoskeletal adalah gangguan permanen

atau

temporer

atau

ketidakmampuan

yang permanen.

Pembatasan mobilisasi terkadang menyebabkan kehilangan daya tahan, kekuatan dan masa otot, serta menurunnya stabilitas dan keseimbangan. Dampak pembatasan mobilisasi adalah gangguan metabolism kalsium dan gangguan sendi. Karena pemecahan protein, klien kehilangan masa tubuh yang tidak berlemak. Masa otot berkurang tidak stabil untuk mempertahankan aktivitas tanpa meningkatnya kelemahan. Jika mobilisasi terus terjadi dank lien tidak melakukan latihan, kehilangan masa otot akan terus terjadi

21

dank lien tidak melakukan latihan, kehilangan masa otot akan terus terjadi dank lien tidak melakukan latihan, kehilangan masa otot akan terus terjadi. Kelemahan otot juga terjadi karena immobilisasi, dan immobilisasi lansia lama sering menyebabkan atrofi angguran, dimana atrofi angguran adalah respon yang dapat diobservasi sehari-hari. Dan immobilisasi kehilangan daya tahan, menurunnya masa dan kekuatan otot, dan instabilitas sendi menyebabkan klien beresiko mengalami cedera. Hal ini dapat terjadi dalam beberapa hari bedrest, dapat kehilangan hingga kelemahan otot perifer 25% dalam waktu 4 hari dan kehilangan 18% berat badannya. Hilangnya masa otot-otot rangka sangat tinggi dalam 2-3 minggu pertama immobilisasi (Asmadi, 2008).

C. Kekuatan Otot 1. Pengertian Kekuatan Otot Kekuatan otot merupakan kekuatan suatu otot atau grup otot yang dihasilkan untuk dapat melawan tahanan dengan usaha yang maksimum. Kekuatan otot merupakan suatu hal penting untuk setiap orang, karena kekuatan otot merupakan suatu daya dukung gerakan dalam menyelesaikan tugas-tugas. Setelah umur 30 tahun, manusia akan kehilangan kira-kira 3-5% jaringan oto total per dekade. Kekuatan otot akan berkurang secara bertahap seiring bertambahnya umur. Penurunan fungsi dan kekuatan otot akan mengakibatkan,

yaitu:

penurunan

kemampuan

mempertahankan

22

keseimbangan tubuh, hambatan dalam gerak duduk ke berdiri, peningkatan resiko jatuh, perubahan postur (Utomo, 2010). Kekuatan otot adalah kemampuan otot menahan beban baik berupa beban eksternal maupun beban internal (Irfan, 2010 dalam Yuliastati, 2011). 2. Pengukuran kekuatan otot Pengukuran

kekuatan

otot

adalah

suatu

pengukuran

untuk

mengevaluasi kontraktilitas termasuk didalamnya otot dan tendon dan kemampuannya dalam menghasilkan suatu usaha. Pemeriksaan kekuatan otot diberikan kepada individu yang dicurigai atau aktual yang mengalami gangguan kekuatan otot maupun daya tahannya (Torpey, 2010 dalam Yuliastati, 2011). Pengukuran kekuatan otot dapat dilakukan dengan menggunakan pengujian otot secara manual yang disebut dengan MMT (manual muscle testing). Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan otot mengkontraksikan kelompok otot secara voluner (Pudjiastuti dan Utomo, 2003 dalam Yuliastuti, 2011).

23

Dalam Kozier, et al (1995), kekuatan otot dinyatakan dengan menggunakan angka 0-5 yaitu :

Skala

Presentase kekuatan normal

Karakteristik

0

0

Tidak ada gerakan otot sama sekali

1

10

Ada kontraksi saat palpasi tetapi tidak ada gerakan yang terlihat.

2

25

Ada gerakan tetapi gravitasi.

3

50

Dapat bergerak melawan gravitasi.

4

75

Dapat bergerak melawan tahanan pemeriksa tetapi masih lemah.

5

100

Dapat bergerak dan melawan tahanan pemeriksa dengan kekuatan penuh.

tidak dapat melawan

Tabel 2.1 Derajat Kekuatan Otot 3. Cara mengukur kekuatan otot dengan menggunakan MMT Saat mengukur kekuatan otot, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu (Pudjiastuti & Utomo, 2003; Topey, 2010 dalam Yuliastuti, 2011): a.

Posisikan lansia sedemikian rupa sehingga otot mudah berkontraksi sesuai dengan kekuatannya. Posisi yang dipilih harus memungkinkan kontraksi otot dan gerakan mudah diobservasi.

b.

Bagian tubuh yang akan diperiksa harus terbebas dari pakaian yang menghambat.

24

c.

Usahakan lansia dapat berkonsentrasi saat dilakukan pengukuran.

d.

Berikan penjelasan dan contoh gerakan yang harus dilakukan.

e.

Bagian otot yang akan diukur ditempatkan pada posisi antigravitasi. Jika otot terlalu lemah, maka sebaiknya lansia ditempatkan pada posisi terlentang.

f.

Bagian proksimal area yang akan diukur harus dalam keadaan stabil untuk menghindari kompensasi dari otot yang lain selama pengukuran.

g.

Selama terjadi kontraksi gerakan yang terjadi diobservasi baik palpasi pada tendon atau otot.

h.

Tahanan diperlukan untuk melawan otot selama pengukuran.

i.

Lakukan secara hati-hati, bertahap dan tidak tiba-tiba.

j.

Catat hasil pengukuran pada lembar obsrvasi.

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kekuatan Otot a. Penampang melintang otot Semakin besar penampang melinntang otot, semakin besar tenaga yang dihasilkan. b. Kekuatan dan kekakuan jaringan penghubung Tenaga kontraksi tergantung pada integritas dari jaringan penghubung dan tendon.

25

c. Jumlah unit motor yang diaktifkan dan kecepatan cetusannya. Pada permulaan beban diberikan diperlukan rekuitmen sejumlah unit motor dan saat beban ditingkatkan, diperlukan lebih banyak lagi rekuitmen unit motor. d. Kecepatan kontraksi Kecepatan kontraksi otot berhubungan secara terbalik dengan beban yang diberikan pada otot. Suatu otot akan berkotraksi dengan sangat cepat bila berkontraksi tanpa beban dan kecepatan kontraksi akan menurun bila diberkan beban berat. e. Panjang otot saat kontraksi Tegangan otot yang terjadi sebanding dengan sejumlah hubungan silang antara molekul aktin dan myosin. f. Jenis kontraksi otot Kekuatan otot yang timbul tergantung pada jenis kontraksi otot yaitu kontraksi isotonik atau kontraki isometrik. g. Usia dan kebugaran fisik Puncak kekuatan dicapai pada umur 18-27 tahun dan menurun bertahap setelah itu. h. Hormon Kekuatan otot pada laki-laki setelah masa pubertas dipengaruhi oleh hormon seks pria yaitu testosteron yang mempunyai efek anabolik yang salah satunya penting dalam mempertahankan masa otot jaringan tulang.

26

i. Jenis kelamin Kekuatan otot wanita lebih lemah dibandingkan dengan kekuatan otot laki-laki. j. Faktor psikologis Subyek harus dimotivasi untuk menghasilkan kekuatan otot yang maksimum (Lesman dalam Dewi, 2015). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Phillips (1995), Kirchner dan Glines (1957), dalam Bloomfiedld, dkk (1994;212), jenis kelamin berpengaruh juga terhadap fleksibilitas sendi seseorang. Wanita lebih lentur daripada laki-laki karena tulang-tulangnya lebih kecil dan otot-ototnya lebih sedikit daripada laki-laki. Menurut teori yang dikemukakan oleh Tseng dkk (2007) dan Smelter dan Bare (2002), latihan rentang gerak bertujuan untuk mempertahankan fleksibilitas

dan

mobilitas

sendi,

mengembalikan

control

motoric,

meningkatkan/ mempertahankan integritas sendi, dan jaringan lunak, membantu sirkulasi dan nutrisi sinovial dan menurunkan pembentukan kontraktur terutama pada ekstremitas yang mengalami paralisis. Manfaat ini yang didapatkan dari latihan rentang gerak yaitu dapat memaksimalkan fungsi aktifitas. Kehidupan sehari-hari, mengurangi atau menghambat nyeri, mencegah bertambah buruknya system neuromuscular, mengurangi gejala depresi dan kecemasan, meningkatkan harga diri, meningkatkan citra tubuh dan memberikan kesenangan.

27

D. Range Of Motion (ROM) 1. Pengertian Range Of Motion (ROM) adalah latihan yang dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiko tingkat kesempurnaan kemampuan untuk menggerakan persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot (Potter & Perry, 2005). ROM adalah kemampuan maksimal seseorang dalam melakukan gerakan. Merupakan ruang gerak atau batas-batas gerakan dari kontraksi otot dalam melakukan gerakan, apakah otot memendek secara penuh atau tidak, atau memanjang secara penuh atau tidak (Lukman dan Ningsih, 2009). Suratun, et al (2006) Range of motion adalah gerakan yang dalam keadaan normal dapat dilakukan oleh sendi yang bersangkutan. Latihan ROM ialah latihan yang dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki kemampuan menggerakan persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan masa dan tonus otot sehingga dapat mencegah kelainan bentuk, kekakuan dan kontraktur (Nurhidayah, et al. 2014). Latihan ROM adalah latihan yang meggerakan persendian seoptimal dan seluas mungkin sesuai kemampuan seseorang yang tidak menimbulkan rasa nyeri pada sendi yang digerakan. Adanya pergerakan pada persendian akan menyebabkan

terjadinya

sendi(Astrand, et al. 2003).

peningkatan

aliran

darah

kedalam

kapsula

28

2. Tujuan ROM a. Mempertahankan atau memelihara kekuatan otot b. Memelihara mobilitas persendian c. Mencegah kelainan bentuk (Suratun, 2008). 3. Manfaat ROM Menentukan nilai kemampuan sendi tulang dan otot dalam melakukan pergerakan, memperbaiki tonus otot, mencegah terjadinya kekakuan sendi, dan untuk memperlancar darah. Menurut Nurhidayah, et al (2014) menyatakan bahwa manfaat ROM adalah: 1) Menentukan nilai kemampuan sendi tulang dan otot dalam melakukan pergerakan 2) Mengkaji tulang, sendi dan otot 3) Mencegah terjadinya kekakuan sendi 4) Memperlancar sirkulasi darah 5) Memperbaiki tonus otot 6) Meningkatkan mobilisasi sendi 7) Memperbaiki toleransi otot untuk latihan.

29

4. Klasifikasi ROM Suratun, et al (2006), menyatakan bahwa ada beberapa klasifikasi latihan ROM, yaitu: 1) Latihan ROM pasif, yaitu latihan ROM yang dilakukan pasien dengan bantuan dari orang lain, perawat, ataupun alat bantu setiap kali melakukan gerakan. Indikasi : pasien usia lanjut dengan mobilitas terbatas, pasien tirah baring total, kekuatan otot 50%. 2) Latihan ROM aktif, yaitu latihsn ROM yang dilakukan mandiri oleh pasien tanpa bantuan perawat pada setiap melakukan gerakan. Indikai :mampu melakukan ROM sendiri dan kooperatif, kekuatan otot 75%. 5. Prinsip Dasar Latihan ROM, yaitu: 1)

ROM harus diulang sekitar 8 kali dan dikerjakan minimal 2 kali sehari.

2)

ROM dilakukan perlahan dan hati-hati sehingga tidak melelahkan pasien.

3)

ROM sering diprogramkan oleh dokter dan dikerjakan oleh ahli fisioterapi.

4)

Bagian-bagian tubuh yang dapat dilakukan latihan ROM adalah leher, jari, lengan, siku, bahu, tumit, kaki, dan pergelangan kaki.

5)

ROM dapat dilakukan pada semua persendian atau hanya pada bagianbagian yang dicurigai mengalami proses penyakit.

6)

Melakukan ROM harus sesuai waktunya, misalnya setelah mandi atau perawatan rutin telah dilakukan (Suratun. et.all 2008).

30

6. Penelitian Terkait Penelitian Sarah U, Bambang S, BM Wara K tahun 2007 dengan judul Pengaruh Latihan Range Of Motion (ROM) Terhadap Fleksibilitas Sendi Lutut pada Lansia di Panti Werda Wening Wardoyo Ungaran hasil penelitian menunjukkan, terdapat peningkatan yang bermakna (p<0.05) antara pengukuran pertama dan kedua ; pertama dan ketiga pada fleksi sendi lutut kiri, meskipun terdapat peningkatan rerata pada setiap pengukuran, terdapat peningkatan ROM sendi lutut kiri antara pengukuran pertama-ketiga sebesar 350 dan antara pengukuran pertama-kedua sebesar 31,870. Hasil tersebut menunjukkan bahwa latihan ROM selama 3 minggu sudah dapat meningkatkan ROM fleksi sendi lutut pada lansia yang mengalami keterbatasan gerak. Hasil penelitian yang sama juga didapatkan oleh Agus Widodo (2009) yang menmukan ada pengaruh pemberian Free Activity Exercise terhadap tingkat ROM. Hal ini berarti Free activity Exercise dapat meningkatkan ROM sendi lutut wanita lanjut usia. Hasil penelitian Siswoyowati (20013) terhadap lansia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran didapatkan ada perbedaan yang bermakna antara fleksibilitas sendi lutut kanan sebelum dan sesudh pelaksanaan ROM (range Of Motion). Hasil penelitian yang dilakukan (Gusti & Armayanti, 2014) latihan rentang gerak yang dilakukan selama tiga hari berturut-turut dengan frekuensi 2 kali sehari dapat meningkatkan fleksibilitas sendi pabggul, lutut, dorsofleksi

31

dan plantarfleksi pergelangan kaki secara bermakna pada pasien fraktur femur terpasang fiksasi interna yang mengalami gangguan motoric. Walaupun kenaikan nilai rentang tidak terlalu besar tetapi hasil ini cukup membuktikan bahwa intervensi yang dilakukan memberikan hasil yang diharapkan. Hal ini berbeda dibandingkan dengan kelompok control yang hanya melakukan latihaan rentang gerak tidak sesuai dengan aturan penelitian dimana setelah dilakukan pengukuran nilai fleksibilitas sendi terdapat kenaikan tetapi kenaikanya sangat kecil dibandingkan dengan kelompok intervensi. Penelitian yang dilakukan oleh Kelln, et al (2009) yang menyatakan bahwa pelaksanaan program latihan rentang gerak secara dini pada klien pasca pembedahan menghasilkan suatu peningkatan yang signifikan bagi pemulihan yang lebih cepat. Peningkatan yang terlihat diantaranya adalah cara berjalan yang lebih baik, peningkatan dalam fleksi panggul, lutut, dorsofleksi dan plantarfleksi kearah normal, walaupun secara statistic tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan keterbatasan ekstremitas dan luas gerak sendi lutut. Kesimpulannya adalah intervensi ini memberikan efek positif dan harapan bagi klien dengan gangguan sendi bahwa dengan latihan rentang gerak secara dini yang dilakukan minimal selama 3 hari pasca pembedahan dapat mempercepat pemulihan kearah normal.

32

7. Gerakan-gerakan ROM Berikut ini adalah Tabel 2.2 tentang gerakan-gerakan ROM menurut Potter & Perry (2011), yaitu: Bagian

Tipe Sendi

Tipe Gerakan

Rentang(Derajat)

Otot-Otot Utama

Tubuh Fleksi:

45

Sternocleidomastoid

45

Trapezius

10

Trapezius

menggerakan dagu menempel ke dada. Ekstensi: Megembalikan kepala ke posisi tegak. Leher, spina servikal

Pivotal (putar)

Hiperekstensi: Menekuk kepala ke belakang sejauh mungkin. Fleksi lateral: Memiringkan kepala sejauh mungkin kearah setiap bahu.

40-45

Sternocleidomastoid

33

Fleksi lateral:

40-45

Sternocleidomastoid

180

Sternocleidomastoid,

Memiringkan kepala sejauh mungkin kearah setiap bahu. Rotasi: Memutar kepala sejauh mungkin

trapezius.

dalam gerakan sirkuler. Fleksi:

180

Korakobrakhialis, bisep

Menaikan lengan dari posisi di

brakhii, deltoid,

samping tubuh ke depan ke posisi

pektoralis mayor.

di atas kepala Ekstensi: Bahu

Ball and socket

180

Mengembalikan lengan ke posisi

Latissimus dorsl, teres mayor, trisep brakhii.

disamping tubuh. Hiperekstensi: Menggerakan lengan ke belakang tubuh, siku tetap lurus.

45-60

Latissimus dorsl, teres mayor,deltoid.

34

Abduksi:

180

Deltoid, supraspinatus.

320

Pektoralis mayor

90

Pektoralis mayor,

Menaikan lengan ke posisi samping di atas kepala dengan telapak tangan jauh dari kepala. Adduksi: Menurunkan lengan ke samping dan menyilang tubuh sejauh mungkin. Rotasi dalam: Dengan siku fleksi, memutar bahu

latissimus dorsi, teres

dengan menggerakan lengan

mayor, subskapularis.

sampai ibu jari menghadap kedalam dan kebelakang. Rotasi luar: Dengan siku fleksi, menggerakan lengan sampai ibu jari ke atas dan samping kepala.

90

Infraspinatus, teres mayor, deltoid.

35

Sirkumduksi:

360

Deltoid,

Menggerakan lengan dengan

korakobrakhialis,

lingkaran penuh(sirkumduksi

latissimus, dorsi, teres

adalah kombinasi semua gerakan

mayor.

sendi ball-and-socked) Fleksi: Siku

Hinge

150

Bisep brakhil,

Menekuk siku sehingga lengan

brakhialis,

bawah bergerak kedepan sendi

brakhioradialis.

bahu dan tangan sejajar bahu. Supinasi :

70-90

Supinator, bisep brakhil.

70-90

Pronator teres, pronator

memutar lengan bawah dan tangan sehingga telapak tangan menghadap keatas. Lengan bawah

Pivotal (putar)

Pronasi : Memutar lengan bawah sehingga telapak tangan menghadap ke bawah.

quadratus.

36

Fleksi:

80-90

Menggerakan telapak tangan ke

Fleksor karpi ulnaris, fleksor carpi radialis.

sisi bagian dalam lengan bawah Ekstensi :

80-90

Ekstensor karpi ulnaris,

Menggerakan jari-jari sehingga

ekstensor karpi radialis

jari-jari, tangan, dan lengan

brevis, ekstensor karpi

bawah berada dalam arah yang

radialis longus.

sama. Pergelangan tangan

Hiperekstensi : Kondiloid

89-90

Ekstensor karpi radialis

Membawa permukaan tangan

brevis, ekstensor karpi

dorsal ke belakang sejauh

radialis longus,

mungkin.

ekstensor karpi ulnaris.

Abduksi (fleksi radial):

Sampai 30

Fleksor karpi radialis,

Menekuk pergelangan tangan

ekstensor karpi radialis

miring (medial) ke ibu jari.

brevis, ekstensor karpi radialis longus.

Adduksi (fleksi ulnar): Menekuk pergelangan tangan miring (lateral) kearah lima jari

30-50

Fleksor karpi ulnaris, ekstensor karpi ulnaris.

37

Fleksi :

90

Membuat genggaman

Lumbrikales, interosseus volaris, interosseus dorsalis.

Ekstensi :

90

Meluruskan jari-jari tagan Hiperekstensi :

Jari-jari tangan

Condyloid hinge

interosseus dorsalis. Ekstensor digiti quinti.

30-60

Propirus, ekstensor

Menggerakan jari-jari tangan

digitorum kommunis,

kebelakang sejauh mungkin.

ekstensor indicis propirus.

Abduksi :

30

Intersseus dorssalis.

30

Intersseus volaris.

90

Fleksor pllisis brevis

Merenggangkan jari-jari tangan yang satu dengan lain. Adduksi : Merapatkan kembali jari-jari tangan Fleksi : Ibu jari

Pelana

Menggerakan ibu jari menyilang permukaan telapak tangan

38

Ekstensi :

90

Ekstensor pollisis

Menggerakan ibu jari lurus

longus, ekstensor

menjauh dari tangan.

pollisis brevis.

Abduksi :

30

Abductor pollisis brevis.

30

Adductor pollisis

Menjauhkan ibu jari ke samping (biasa dilakukan ketika jari-jari tangan berada abduksi dan adduksi). Adduksi : Menggerakan ibu jari kedepan

obliquus, adductor

tangan.

pollisis transversus.

Oposisi :

30

Menyentuhkan ibu jari ke setiap

Opponeus pollisis, opponeus digiti minimi.

jari-jari tangan pada tangan yang sama. Fleksi : Pinggul

Ball and socket

Menggerakan tungkai ke depan dan atas.

90-120

Psoas mayor, iliakus, iliopsoas, Sartorius.

39

Ekstensi :

90-120

Gluteus maksimus,

Menggerakan kembali kesamping

semitendinosus,

tungkai yang lain.

semimembranosus

Hiperekstensi :

30-50

Gluteus maksimus,

Menggerakan tungkai kebelakang

semitendonosus,

tubuh.

semimembranosus.

Abduksi :

30-50

Menggerakan tungkai ke samping

Gluteus medius, gluteus minimus.

menjauh tubuh. Adduksi :

30-50

Adductor longus,

Menggerakan tungkai kembali ke

adductor brevis,

posisi medial dan melebihi jika

adductor magnus.

mungkin. Rotasi dalam :

90

Gluteus medius, gluteus

Memutar kaki dan tungkai kea rah

minimus, tensor fasclae

tungkai lain.

latae.

Rotasi luar : Memutar kaki dan tungkai menjauhi tungkai lain.

90

Obturatorius intermus, obturatorius eksternus.

40

Sirkumduksi :

90

Menggerakan tungkai melingkar.

Psoas mayor, gluteus maksimus, gluteus medius, adductor magnus.

Fleksi :

Lutut

120-130

Bisep femoralis,

Menggerakan tumit kearah

semitendonosus,

belakang paha.

semimembranosus, Sartorius.

Hinge Ekstensi :

120-130

Mengembalikan tungkai ke lantai.

Rektus femoris, vestus lateralis, vastus intermedius.

Dorsifleksi :

20-30

Tibialis anterior.

45-50

Gastroknemus, soleus.

Menggerakan kaki sehingga jarijari kaki menekuk ke atas. Mata kaki

Hinge

Plantarfleksi : Menggerakan kaki sehingga jarijari kaki menekuk ke bawah.

41

Inversi :

10 atau kurang

Memutar telapak kaki kesamping Kaki

Gliding

Tibialis anterior, tibialis posterior.

dalam (medial). Eversi :

10 atau kurang

Memutar telapak kaki ke samping

Peroneus longus, peroneus brevis.

luar (lateral). Fleksi :

30-60

Melengkungkan jari-jari kaki ke

lumbrikalis pedis,

bawah.

fleksor hallusisbrevis.

Ekstensi :

30-60

Meluruskan jari-jari kaki. Jari-jari kaki

Fleksor digitorum,

Ekstensor digitorum longus, ekstensor

Condyloid

digitorum brevis, ekstensor hallusis longus. Abduksi :

15 atau kurang

Merenggangkan jari-jari kaki satu dengan yang lain. Sumber: Potter, Patricia A & Perry. 2011. Fundamental of Nursing. Jakarta: Salemba Medik

Abductor hallusis, interoseus dorsalis.

42

8. Kerangka Teori Lansia

Usia pertengahan (middle age) 4559 tahun

Lansia (elderly) 60-74 tahun

Lansia tua (old) 75-90 tahun

Lansia sangat tua (vey old) diatas 90 tahun

Perubahan Fisiologi

Perubahan fisik

Sistem pendengaran

Sistem persarafan

Sistem gastrointestinal

System kardiovaskular

Sistem penglihatan

System pengaturan suhu

Sistem muskuloskeletal

Sistem genitourinaria

Tulang

Sendi

Otot

Kehilangan kepadatan (density) atau menurun kepadatan tulang

Kaku

Atrofi serabut otot

Mobilitas terbatas Bedrest Dilakukan Range Of Motion (ROM) pasif

Meningkatkan kekuatan otot

Bagan 2.1 Kerangka Teori Dimodifikasi dari Dewi, 2015; Effendi, 2009; Potter & Perry, 2006; WHO, 2013; Yuliastati, 2011

BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESA DAN DEFINISI OPERASIONAL A. Kerangka Konsep Kerangka konsep (conceptual framework) adalah model pendahuluan dari sebuah masalah penelitian, dan merupakan refleksi dari hubungan variabel-variabel yang diteliti. Tujuan dari kerangka konsep adalah untuk mensintesa dan membimbing atau mengarahkan penelitian, serta panduan untuk analisis dan intervensi (Shi, 2008 dalam Swarjana, 2012). Variabel yang akan diteliiti pada penelitian ini adalah variabel independen Range Of Motion (ROM), dependen kekuatan otot, sehingga kerangka kosep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Bagan 3.1 Kerangka Konsep

Kekuatan Otot

Range Of Motion (ROM)

Pada lansia

Katerangan :

= Variabel yang di teliti

43

44

B. Definisi Operasional Tabel 3.1 Definisi Operasional No 1

Variabel

Definisi operasional

Cara ukur Observasi

Alat ukur

Hasil ukur

Variabel

Range Of Motion (ROM)

Lembar

Dinyatakan dalam :

independen:

adalah latihan rentang

observasi

1 jika dilakukan

ROM

gerak sendi yang

2 jika tidak

dilakukan sehari dua kali

dilakukan

Skala Nominal

selama 8 hari berturutturut dalam 15 menit yang bertujuan untuk meningkatkan kekuatan otot pada lansia. 2

Variabel

Kekuatan otot adalah

dependen : Kekuatan Otot

Obervasi

Lembar

Dinyatakan dalam:

kemampuan otot untuk

observasi

0 jika : Paraliis

melakukan pergerakan.

Derajat

sempurna

kekuatan otot

1 jika : Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat di palpasi atau dilihat 2 jika : Gerakan otot

Ordinal

45

penuh melawan gravitasi dengan topangan 3 jika : Gerakan yang normal melawan gravitasi 4 jika : Gerakan penuh yang normal melawan gravitasi dengan melawan tahanan minimal 5 jika : Kekuatan normal, gerakan penuh yang normal melawan gravitasi dan tahanan penuh

46

C. Hipotesis Hipotesis

penelitian

adalah

sebuah

pernyataan

rediksi

yang

menghubungkan independent variabel terhadap dependen variabel (Swarjana, 2012). Jenis hipotesis yang diambil adalah sebuah hipotesis stetment prediksi yang menghubungkan independent variabel dan dependent variabel. Maka hipotesis penelitian ini adalah : 1. Hipotesis Negative (H0) : Tidak terdapat pengaruh Range Of Motion (ROM) terhadap kekuatan otot pada lansia bedrest di PSTW Budhi Mulia 3 Jakarta Selatan. 2. Hipotesis positif (Ha) : Terdapat pengaruh ROM (Range Of Motion) terhadap kekuatan otot pada lansia Bedrest Werdha 03 Margaguna Jakarta Selatan.

di Panti Sosial Tresna

BAB IV METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain Pra Experiment dengan metode One Group pretest-posttest design, yaitu mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan cara melibatkan satu kelompok subjek. Kelompok subjek diobservasi sebelum dilakukan intervensi, kemudian diobservasi lagi setelah intervensi (Nursallam, 2008). Rancangan ini digambarkan sebagai berikut:

T1 Pretest

X Intervensi

T2 Posttest

Bagan 4.1 Desain Penelitian Prosedur : i. T1 pretest pada kelompok perlakuan ii. X, treatment yang diberikan pada kekuatan otot lansia untuk jangka waktu tertentu. iii. T2 post test setelah perlakuan

47

48

B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Paenelitian Penelitian dilakukan di Panti Sosial Tresna Werdha Budhi Mulia 03 Margaguna Jakarta Selatan. Alasan pemilihan tempat penelitian di PSTW Margaguna Jakarta Selatan adalah karena belum pernah diadakan penelitian yang sama dan banyak lansia yang mengalami bedrest di PSTW Budi Mulia 03 Margaguna Jakarta Selatan. 2. Waktu Penelitian Penelitian mulai dilaksanakan pada bulan April dan Juni 2016. Dimulai dari penapisan (screening), pengambilan data sampai dengan penyusunan hasil. C. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Populasi adalah sekelompok objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti (Sugiyono, 2007 dalam Saepul, 2014). Populasi dalam penelitian ini adalah semua lansia yang ada di Panti Sosial Tresna werdha (PSTW) Budhi Mulia 03 Margaguna Jakarta Selatan yang berjumlah 240 lansia binaan. 2. Sampel Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2010). Pada penelitian ini kriteria sampel meliputi kriteria inklusi dan eklusi, kriteria tersebut menentukan dapat atau tidaknya sampel tersebut

49

digunakan (Hidayat, 2010). Pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan cara purposive sampling atau sampel bertujuan yaitu peneliti bisa menentukan sampel berdasarkan tujuan tertentu. Besar sampel pada penelitian eksperimental menurut Gay adalah minimal 15 subyek perkelempok (Umar,1997). Sampel yang dijadikan responden adalah yang memenuhi kriteria inklusi. Pada saat screening jumlah lansia yang mengalami bedrest berjumlah 27 lansia namun saat diminta ketersedian menjadi responden 10 lansia menolak sehingga jumlah sampel sebanyak 17 orang. Saat proses pelaksanaan intervensi terdapat 5 orang yang tidak bersedia mengikuti latihan ROM, sehingga jumlah yang responden dalam penelitian ini berjumlah 12 orang. Kriterian inklusi dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Warga binaan sosial (WBS) 2. Lansia yang bersedia menjadi responden 3. Lansia dengan skor barthel index 0-4 4. Lansia yang dapat berkomunikasi dengan baik 5. Lansia yang menetap di PSTW Budi Mulia 03

50

D. Instrumen Pengumpulan Data Instrumen penelitian yang akan digunakan oleh peneliti terdiri dari 3 bagian, yaitu : 1. Data personal responden Nama, usia dan jenis kelamin responden. 2. Lembar latihan rentang gerak 3. Lembar derajat kekuatan otot. E. Langkah-langkah Pengumpulan Data Proses-proses dalam pengumpulan data pada penelitian ini melalui beberapa tahap yaitu: 1) Menentukan tempat dan subjek penelitian, dan membuat surak dikampus FKIK, membuat surat perizinan ke PTSP Jakarta Selatan untuk mengadakan penelitian di PSTW Budi Mulia 03 Jakarta Selatan. 2) Meminta perizinan untuk mengadakan penelitian di PSTW Budi Mulia 03 Jakarta Selatan. 3) Setelah mendapatkan surat izin dari PTSP Jakarta Selatan, menyerahkan surat izin penelitian ke PSTW Budhi Mulya 03 Margaguna Jakarta Selatan. 4) Setelah tiga hari kemudian pihak walikota mengeluarkan tugas izin penelitian yang dapat langsung dibawa ke PSTW Budi Mulia 03 Jakarta Selatan.

51

5) Peneliti membawakan surat tersebut kemudian setelahnya peneliti turun lapangan selama satu minggu untuk penelitian Pengaruh ROM terhadap Kekuatan Otot pada Lansia Bedrest. 6) Melakukan skrining responden yang sesuai dengan kriteria inklusi. 7) Melakukan pretest kekuatan otot sehari sebelum dilakukan intervensi. 8) Melakukan intervensi latihan ROM pasif yang dilakukan 2 kali dalam sehari pada pagi dan sore selama 8 hari berturut-turut. 9) Melakukan posttest kekuatan otot. 10) Melakukan analisa data sebelum dan setelah dilakukan intervensi. F. Prosedur Intervensi 1. Menentukan responden a. Peneliti melakukan briefing pada tim peneliti berjumlah 5 orang. b. Melakukan skrining pada WBS yang mengalami bedrest di PSTW c. Peneliti melakukan inform consent kepada calon responden. 2. Melakukan prettest. a. Peneliti mengukur derajat kekuatan otot sebelum dilakukan latihan ROM kepada responden. b. Peneliti memberikan reinforcement positif pada responden atas keterlibatannya dalam penelitian.

52

3. Melakukan intervensi a. Penelitian dilakukan di ruangan Anggrek dan ruangan kenanga PSTW Budi Mulia 03 Margaguna Jakarta Selatan. b. Melakukan latihan ROM sesuai dengan lembar latihan ROM pada responden yang dibantu oleh tim peneliti selama 8 hari berturut-turut setiap pagi dan sore selama 15 menit. c. Peneliti memberikan reinforcement positif pada responden atas keterlibatannya dalam penelitian. 4. Melakukan posttest a. Melakukan pengukuran derajat kekuatan otot pada responden setelah 8 hari berturut-turut dilakukan latihan ROM pagi dan sore. b. Peneliti memberikan reinforcement positif pada responden atas keterlibatannya dalam penelitian. G. Pengolahan Data Pengolahan data merupakan salah satu langkah yang penting. Hal ini disebabkan karena data yang diperoleh langsung dari dari penelitian masih mentah, belum memberikan informasi apa-apa dan belum siap untuk disajikan. Proses pengolahan data terdiri dari beberapa tahap yaitu: 1. Editing Peneliti melakukan pengecekan kembali pada lembar observasi dan lembar derajat kekuatan otot apakah sudah terisi lengkap atau belum.

53

2. Coding Melakukan coding kekuatan otot pada lembar observasi, dimana bernilai 0 jika paralisis sempurna, bernilai 1 jika tidak ada gerakan dan kontraksi otot dapat di palpasi atau dilihat, bernilai 2 jika gerakan otot penuh melawan gravitasi dengan topangan, bernilai 3 jika gerakan yang normal melawan gravitasi, bernilai 4 jika gerakan penuh yang normal melawan gravitasi dengan melawan tahanan minimal, dan bernilai 5 jika kekuatan normal, gerakan penuh yang normal melawan gravitasi dan tahanan penuh. 3. Memasukkan data (data entry) atau prosesing Memasukkan hasil coding ke dalam software computer. 4. Pembersihan data (cleaning) Mengecek kembali apakah terdapat kesalahan dalam memasukkan data dengan cara melihat data missing pada output dari software komputer. H. Teknik Analisis Data Pada penelitian ini, analisis data dilakukan dengan menggunakan program komputerisasi melalui tahapan sebagai berikut : 1. Analisis Univariat Analisis

univariat merupakan

analisis

tiap

variabel

yang

dinyatakan dengan menggambarkan dan meringkas data dengan cara ilmiah dalam bentuk table atau grafik (Setiadi, 2007). Data univariat yang

54

dianalisis pada penelitian ini adalah gambaran karakteristik responden berdasarkan usia dan jenis kelamin serta gambaran karakteristik kekuatan otot sebelum dan setelah dilakukan ROM. 2. Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk mengidentifikasi hubungan antara dua variabel, yaitu mengidentifikasi pengaruh ROM terhadap kekuatan otot pada lansia bedrest. Sebelum menentukan uji analisa bivariat dilakukan uji normalitas data terlebih dahulu. Hasil uji normalitas pada penelitian ini menunjukkan bahwa data terdistribusi normal sehingga digunkan uji Paired t-test untuk analisa bivariat. I. Etika dan Prinsip Penelitian 1. Etika dalam Penelitian Etika dalam sebuah penelitian adalah apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan oleh seorang peneliti. Etika menjadi sebuah moral bagi peneliti didalam prosedur penelitian dan berlakunya tergantung pada integritas peneliti itu sendiri (Neuman, 1991 dalam Nuruzzaman, 2005). Hidayat (2010) mengatakan masalah etika penelitian merupakan masalah yang sangat penting dalam penelitian, mengingat penelitian keperawatan berhubungan langsung dengan manusia, maka segi etika penelitian harus diperhatikan, masalah etika penelitian terdiri dari :

55

a. Informed Consent Peneliti mendatangi calon responden untuk memperkenalkan identitas peneliti dan mengungkapkan maksud serta tujuan peneliti, jika calon responden bersedia untuk berpartisipasi maka calon responden diminta untuk menandatangani lembar Informed Consent. b. Anonymity (Tanpa Nama) Peneliti tidak mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data. c. Kerahasiaan (Confidentiality) Peneliti merahasiakan data-data yang sudah didapat kepada publik. 2. Prinsip dalam Penelitian a. Prinsip Manfaat 1) Bebas dari penderitaan kepada subjek (Nursallam, 2008). Peneliti memastikan tidak ada prosedur yang dapat menyakiti responden baik secara fisik maupun nonfisik. 2) Bebas dari eksploitasi, subjek harus dihindarkan dari keadaan yang tidak menguntungkan (Nursalam, 2008). Responden menjalani penelitian sesuai dengan tujuan dan prosedur penelitian yang telah diberikan peneliti dalam informed consent. 3) Resiko (benefits ratio), peneliti harus hati-hati mempertimbangkan risiko dan keuntungan yang akan berakibat pada subjek pada setiap

56

tindakan (Nursalam, 2008). Peneliti melakukan prosedur penelitian sesuai

dengan

teori

dan

mempertimbangkan

keselamatan

responden. b. Prinsip menghargai hak asasi manusia (respect human dignity) 1) Hak untuk ikut/tidak menjadi responden (right to self determination). Subjek harus diperlukan secara manusiawi, memutuskan untuk terlibat atau tidak tanpa adanya sangsi (Nursalam, 2008). Peneliti memberikan hak penuh bagi calon responden untuk menentukan keikutsertaannya dalam penelitian tanpa ancaman dan iming-iming imbalan apapun. 2) Hak untuk mendapatkan jaminan dari perlakuan yang diberikan (right to full disclosure). Peneliti memberikan penjelasan dan bertanggung jawab jika terjadi sesuatu pada subjek (Nursalam, 2008 ). Peneliti memberikan inform consent terhadap calon responden dan bersedia untuk bertanggung jawab apabila terjadi hal yang merugikan bagi responden akibat prosedur penelitian. 3) Informed consent. Subjek mendapatkan informasi secara lengkap tentang tujuan penelitian (Nursalam, 2008). Peneli memperkenalkan identitas peneliti, tujuan penelitian, prosedur hak responden, serta manfaat dan resiko yang mungkin terjadi dan penelitian sebelum dilaksanakan.

57

c. Prinsip Keadilan (right to justice) 1) Hak untuk mendapatkan pengobatan yang adil (right in fair treatment). Responden harus diberikan pengobatan secara adil meskipun mereka tidak bersedia atau dikeluarkan dari penelitian (Nursallam, 2008) Peneliti memberikan jaminan bahwa peneliti akan bertanggung jawab secara penuh apabila terjadi hal yang tidak diinginkan akibat prosedur penelitian. 2) Hak dijaga kerahasiaannya (right to privacy) subjek mempunyai hak untuk meminta bahwa data yang diberikan harus dirahasiakan, untuk itu maka perlu adanya tanpa nama (anonymity) dan rahasia (confidentiality) (Nursalam, 2008) Peneliti menjamin data dan informasi dari penelitian akan dirahasiakan dan hanya data tertentu saja yang akan dipublikasikan sesuai dengan etika dan kebutuhan publikasi.

BAB V HASIL PENELITIAN

Pada bab ini akan memaparkan secara lengkap hasil penelitian tentang pengaruh range of motion (ROM) terhadap kekuatan otot pada lansia bedrest di PSTW Budhi Mulia 03 Margaguna Jakarta Selatan. Penelitian ini dilakukan pada lansia bedrest dengan tindakan latihan range of motion (ROM). Waktu penelitian ini dilakukan pada hari minggu tanggal 8 Mei 2016 sampai dengan 15 Mei 2016. Penelitian dilakukan selama 8 hari dan dilakukan setiap pagi dan sore selama 8 hari berturut-turut. Pagi dilakukan pada jam 09.00 sampai dengan 10.00 dan sore dilakukan pada jam 16.00-17.00 WIB. 5.1 Analisa Univariat 1. Karakteristik responden Analisa univariat bertujuan untuk mendeskripsikan / menjelaskan karakteristik dari masing-masing variabel yang diteliti. Hasil penelitian yang dilakukan menggunakan analisis univariat dalam penelitian ini adalah karakteristik responden yang meliputi usia dan jenis kelamin. Penjelasan hasil penelitian sebagai berikut :

58

59

1. Karakteristik Responden berdasarkan Usia Data karakteristik responden berdasarkan usia dapat dilihat pada tabel 5.1. Tabel 5.1 Gambaran karakteristik responden berdasarkan usia Usia Mean SD Min-Maks (95%CI) 2.17 .389 2-3 (1.92-2.41) 2.17 .389 2-3 (1.92-2.41)

Kelompok Intervensi Total

Dari table 5.1 rata-rata usia responden pada kelompok intervensi adalah 2.17 tahun (SD .389 tahun). Tabel 5.2 Gambaran karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin Presntase (%) Jenis kelamin Jumlah Perempuan

12

100

Laki-laki

0

0

Dari table 5.2 didapatkan jenis kelamin responden semuanya berjenis kelamin perempuan sebanyak 12 orang sebesar 100%. 2. Gambaran Rata-rata kekuatan otot lansia bedrest sebelum dan sesudah dilakukan ROM Gambaran rata-rata kekuatan otot lansia bedrest sebelum dan sesudah dilakukan intervensi pada ekstremitas atas dan bawah dapat dilihat dalam table berikut.

60

Tabel 5.3 Gambaran Rata-rata Kekuatan Otot Lansia Bedrest Sebelum Dan Setelah Dilakukan ROM di PSTW Margaguna 3 Jakarta Selatan Tahun 2016 Ekstremitas

Atas

Bawah

Waktu

Sebelum intervensi Sesudah intervensi Sebelum intervensi Sesudah intervensi

Mean

Standar Deviasi (SD)

95% Confidence Interval

Lower

Upper

Min-Maks

3.75

1.138

3.03

4.47

2-5

4.67

0.492

4.35

4.98

4-5

N

12 3.58

0.996

2.95

4.22

2-5

4.42

0.793

3.91

4.92

3-5

Pada table 5.3 rata-rata kekuatan otot lansia bedrest pada ekstremitas atas saat pre-test adalah 3.75 dengan nilai minimum 2-5 dan maksimum 5. Nilai standar deviasi adalah 1.138. Hasil 95% Confidence Interval ekstremitas atas sebelum intervensi Lower 3.03, Upper 4.47, sedangkan ekstremitas bawah sebelum intervensi Lower 2.95, Upper 4.22. Sedangkan saat post-test rata-rata meningkat menjadi 4.67 dengan nilai minimum 4 dan maksimum 5. Nilai standar deviasi adalah 0.492. dan hasil 95% Confidence Interval ekstremitas atas sesudah intrvensi Lower 4.35, Upper 4.98 sedangkan ekstremitas bawah sesudah intervensi Lower Lower 3.91, Upper 4.92.

61

5.2 Analisis Bivariat Analisa bivariat dilakukan bertujuan untuk menguji hipotesis penelitian yaitu apakah range of motion (ROM) mempengaruhi kekuatan otot pada lansia bedrest di PSTW Margaguna Jakarta Selatan.pengujian hipotesis dilakukan dengan menguji perbedaan kekuatan otot sebelum dan sesudah dilakukan intervensi pada lansia bedrest. Untuk penghitungan statistic beda rerata skor kekuatan otot pada kelompok intervensi menggunakan uji paired t-test. (Arikunto, 2010). Uji statistik pada kedua penghitungan tersebut dilakukan dengan tingkat kemaknaan 95% (alpha 0.05). 1. Uji Normalitas Normalitas hasil kekuatan otot responden sebelum intervensi ROM dapat dilihat dalam table berikut. Tabel 5.4 Distribusi Hasil Normalitas Kekuatan Otot pada Lansia Bedrest Sebelum Dilakukan Intervensi ROM di PSTW Margaguna 3 Jakarta Selatan Tahun 2016 Variabel N Shapiro-Wilk Df Sig. Pre-tangan 12 12 0.064 Pre-kaki 12 12 0.137 Sebelum dilakukan analisis bivariat dilakukan uji normalitas terlebih dahulu terhadap data yang ada. Uji normalitas yang digunakan adalah Shapiro-Wilk. Hasil uji normalitas diperoleh nilai signifikan kekuatan otot sebelum intervensi ROM pada ekstremtas atas adalah 0.064 sedangkan sebelum intervensi ROM ekstremitas bawah adalah 0.137., dan menunjukkan data sebelum intervensi ROM ekstremitas atas dan ekstremitas bawah

62

terdistribusi

normal

(p>0.05)

sehingga

pengujian

hipotesis

dapat

menggunakan uji t berpasangan (Paired t-test). 2. Perbedaan rata-rata nilai kekuatan otot pada lansia bedrest di PSTW Margaguna 3 Jakarta Selatan sebelum dan sesudah dilakukan intervensi dengan ROM. Hasil analisa data perbedaan nilai kekuatan otot sebelum dan sesudah dengan dilakukan ROM menggunakan paired t-test dapat dilihat dalam table dibawah ini. Tabel 5.5 Distribusi Perbedaan Rata-rata Kekuatan Otot Pada Lansia Bedrest Sebelum dan Sesudah Dilakukan Intervensi ROM di PSTW Margaguna 3 Jakarta Selatan Tahun 2016 Variabel Intervensi N Mean Standar Paired Differences deviasi Standar Mean (SD) deviasi (SD) Pre Tangan 3.75 1.138 12 -0.917 0.793 Post 4.67 0.492 Tangan Kekuatan Otot Pre Kaki 3.58 0.996 12 -0.833 0.389 Post Kaki 4.42 0.793

Sig. (2tailed) 0.002

0.000

Tabel diatas menunjukkan bahwa rata-rata kekuatan otot pada lansia bedrest sebelum intervensi ROM pada ekstremitas atas adalah 3.75 dengan standar deviasi (SD) 1.138, sedangkan setelah intervensi ROM pada ekstremitas atas adalah 4.67 dengan standar deviasi (SD) 0.492. rata-rata perbedaan nilai kekuatan otot pada lansia bedrest di PSTW Margaguna 3 Jakarta Selatan antara sebelum dan sesudah intervensi ROM adalah -0.917.

63

dengan standar deviasi 0.793.hasil uji statistik nilai sig (2-tailed) adalah 0.002. Rata-rata kekuatan otot pada lansia bedrest sebelum intervensi ROM pada ekstremitas bawah adalah 3.58 dengan standar deviasi 0.996 sedangkan setelah intervensi pada ekstremitas bawah kekuatan otot adalah 4.42 sedangkan standar deviasi 0.793. Rata-rata perbedaan nilai kekuatan otot antara sebelum dan sesudah intervensi ROM adalah -8.33. dengan standar deviasi 0.389. hasil uji statistic nilai sig (2-tailed) adalah 0.000. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nilai kekuatan otot pada lansia bedrest antara sebelum dan sesudah intervensi ROM.

BAB VI PEMBAHASAN

Penelitian ini dirancang untuk mengidentifikasi pengaruh range of motion (ROM) terhadap kekuatan otot pada lansia bedrest di Panti Sosial Tresna Werdha Budhi Mulia 3 Margaguna Jakarta Selatan. Pada bab ini peneliti akan membahas hasil penelitian dan keterbatasan penelitian. Interpretasi hasil penelitian yang telah didapatkan akan dibandingkan dengan teori atau hasil penelitian terkait yang relevan. Keterbatasan penelitian akan dibahas dengan membandingkan proses pelaksanaan penelitian dengan kondisi ideal yang seharusnya dicapai. 6.1 Pembahasan Hasil 6.1.1

Karakteristik Responden Dari hasil penelitian didapat hasil responden berjumlah 12 lansia. rata-rata usia responden pada kelompok intervensi adalah 2.17 tahun (SD .389 tahun). Hasil penelitian peneliti juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan Hanafi menyatakan latihan beban akan meningkatkan kekuatan otot dan daya tahan. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Frank dkk menyatakan bahwa latihan kekuatan pada orang tua lebih dari 60 tahun dapat meningkatkan kekuatan otot dengan meningkatkan massa otot. Responden pada penelitian ini adalah usia lanjut yang berusia diatas 60 tahun. Hal ini dikarenakan banyaknya lansia yang mengalami kelemahan otot semakin meningkat seiring bertambahnya usia. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Pudjiastuti & Utomo (2003), 64

65

usia mempengaruhi sistem tubuh termasuk musculoskeletal. Semakin bertambah usia maka fungsi muskuloskeletal akan semakin berkurang. Menurut Soedjono (2003), pada usia 60 tahun kehilangan total adalah 1020% dari kekuatan otot yang dimiliki pada usia 30 tahun. Kekuatan statis dan dinamis otot berkurang 5% setelah usia 45 tahun. Sedangkan daya tahan otot akan berkurang 1% tiap tubuhnya. Komposisi otot berubah sepanjang waktu manakala miofibril digantikan oleh lemak, kolagen dan jaringan parut. Aliran darah ke otot berkurang sejalan dengan menuanya seseorang, diikuti dengan berkurangnya jumlah nutrient dan energy yang tersedia untuk otot sehingga kekuatan otot berkurang (Darmojo, 2004). Lansia mengalami penurunan pada sistem muskuloskeletal salah satu diantaranya adalah penurunan kekuatan otot yang disebabkan oleh penurunan masa otot (atrofi otot). Sel otot yang mati digantikan oleh jaringan ikat dan lemak. Kekuatan otot atau jumlah daya yang dihasilkan oleh otot menurun dengan bertambahnya usia. Kekuatan otot ekstremitas bawah berkurang sebesar 40% antara usia 30 sampai 80 tahun. Perubahan gaya hidup dan penurunan penggunaan system neuromuscular adalah penyebab utama untuk kehilangan kekuatan otot (Mick Stanley, 2007). Menurut Stanley (2007) ketika muskular mulai merosot sekitar usia 40 tahun, dengan suatu kemunduran yang dipercepat setelah usia 60 tahun. Kerusakan otot terjadi karena penurunan jumlah serabut otot dan atrofi secara umum pada organ dan jaringan tubuh. Regenerasi jaringan

66

otot melambat dengan penambahan usia, dan jaringan atrofi digantikan oleh jaringan fibrosa. Oleh karena itu, hasil analisa penelitian diatas bahwa banyaknya lansia yang mengalami kelemahan otot, dengan bertambahnya usia atau usia di atas 60 tahun keatas penurunan pada sistem muskuloskeletal. dan bahwa usia mempengaruhi kelemahan otot terutama pada usia lanjut.

67

6.1.2. Gambaran Rata-rata kekuatan otot lansia bedrest sebelum dan sesudah dilakukan Penelitian ini menemukan bahwa responden mengalami bedrest yang dapat mempengaruhi kekuatan otot, dengan rata-rata kekuatan otot lansia bedrest pada ekstremitas atas saat Pre-test adalah 3.75 dengan nilai minimum 2-5 dan maksimum 5. Nilai standar devisiasi adalah 1.138. Hasil 95% Confidence Interval ekstremitas atas sebelum intervensi Lower 3.03, Upper 4,47, sedangkan ekstremitas bawah sebelum intervensi Lower 2.95, Upper 4.22. Sedangkan saat post-test rata-rata meningkat menjadi 4.67 dengan nilai minimum 4 dan maksimum 5. Nilai standar deviasi adalah 0.492. dan hasil 95% Confidence Interval ekstremitas atas sesudah intrvensi Lower 4.35, Upper 4.98 sedangkan ekstremitas bawah sesudah intervensi Lower Lower 3.91, Upper 4.92. Berdasarkan hasil observasi telah dilakukan ROM yang dilakukan 2 kali sehari dalam waktu 8 hari secara beturut-turut (Brunner, 2008), mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Hasil penelitian ini senada dengan beberapa penelitian yang terkait, terdapat adanya pengaruh latihan Range Of Motion terhadap kekuatan otot pada pasien stroke. Pada penelitian Febrina Sukma Ningrum (2011), yang dilakukan selama 7 hari dan diberi perlakuan 2 kali sehari dengan sampel yang diambil sebanyak 20 responden dan menggunakan pre-

68

post test

menunjukkan bahwa peningkatan kekuatan otot rata-rata

antara sebelum dan 7 hari sesudah diberikan intervensi sebesar 1.70. Sama halnya dengan penelitian dari Mawarti & Farid (2013), yang dilakukan selama 7 hari dan diberi perlakuan 2 kali sehari dengan sampel yang diambil 17 responden dan teknik Purposive Sampling menunjukkan bahwa ada perbedaan antara kekuatan otot sebelum dan sesudah dilakukan latihan Range Of Motion (ROM) pasif dengan hemiparase dengan nilai sig = 0.000. Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Astuti (2006), setelah dilakukan rentang gerak aktif pada pasien post operasi fraktur femur 1/3 medial dextra dengan pemasangan plate dan screw, sebanyak 6 kali latihan didapatkan hasil rentang gerak panggul kanan aktif dan pasif, kekuatan otot meningkat, nyeri berkurang, edema berkurang dan aktifitas fungsional meningkat. Hasil penelitian Astuti (2006) ini juga di perkuat oleh Werner (2009) yang menyatakan bahwa latihan rentang gerak yang dilakukan secara teratur dapat meningkatkan kekuatan otot pada klien yang mengalami gangguan atau keterbatasan fungsi motorik. Menurut

Guyton

(2007),

mekanisme

kontraksi

dapat

meningkatkan otot polos pada ekstremitas. Latihan ROM pasif dapat menimbulkan rangsangan sehingga meningkatkan aktivasi dari kimiawi neuromuskuler dan muskuler.

69

Rangsangan

melalui

neuremuskuler

akan

meningkatkan

rangsangan pada serat syaraf otot ekstremitas terutama saraf parasimpatis yang merangsang untuk produksi asetikolin, sehingga mengakibatkan kontraksi.

Mekanisme melalui muskulus terutama

otot polos ekstremitas akan meningkatkan metabolosme pada metakonderia untuk menghasilkan ATP yang dimanfaatkan oleh otot polos ekstremitas sebagai energy untuk kontraksi dan meningkatkan tonus otot polos ekstremitas (Guyton, 2007). Hasil analisa diatas, bahwa pada lansia yang sudah terlanjur kurang aktif bergerak, kelenturan kekuatan otot dan daya tahan akan menurun. Biasanya proses menua pada otot dan sendi yang mempersulit untuk berjalan itu harus segera ditangani agar lansia dapat bergerak normal kembali dan dapat kembali aktif bergerak. Terdapat perbedaan kekuatan otot sebelum dan sesudah dilakukan Range Of Motion (ROM), 6.1.3. Perbedaan rata-rata nilai kekuatan otot pada lansia bedrest di PSTW Margaguna 3 Jakarta Selatan sebelum dan sesudah dilakukan intervensi dengan ROM. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh range of motion (ROM) terhadap kekuatan otot pada lansia bedrest di PSTW Margaguna 3 Jakarta Selatan. Penelitian dilakukan selama 8 hari berturut-turut dengan frekuensi 2 kali sehari yaitu pagi dan sore. Hasil

70

penelitian menunjukkan bahwa nilai rata-rata kekuatan otot pada ekstremitas atas sebelum diberikan intervensi range of motion adalah 3.75 dengan nilai terendah 2 dan nilai yang tertinggi 5. Sedangkan nilai rata-rata setelah diberikan intervesi range of motion pada ekstremitas atas adalah 4.67. Dengan nilai terendah adalah 4 dan nilai yang tertinggi adalah 5. Sedangkan nilai rata-rata kekuatan otot pada ekstremitas bawah sebelum diberikan intervensi range of motion adalah 3.58 dengan nilai terendah 2 dan nilai yang tertinggi adalah 5. Sedangkan nilai rata-rata setelah diberikan intervensi range of motion pada ekstremitas bawah adalah 4.42. dengan nilai terendah adalah 3 dan nilai yang tertinggi adalah 5 .Artinya kekuatan otot responden pada lansia bedrest setelah dilakukan latihan range of motion kekuatan otot melalui intervensi ROM meningkat dari sebelumnya. Pada penelitian Eldawati (2011) mengenai Pengaruh Latihan Kekuatan Otot Pre Operasi Terhadap Kemampuan Ambulasi Dini Pasien Pasca Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah didapatkan hasil bahwa ada perbedaan rata-rata kemampuan ambulasi dini yang lebih baik pada kelompok intervensi dibandingkan dengan kelompok control, dengan nilai p = 0.017. Sedangkan penelitian Jogi (2010) yang melakukan intervensi latihan rentang gerak sendi dan latihan kekuatan otot pada klien post Total Hip Arthroplasty (THA) dan Total Knee Arthroplasty (TKA) terjadi peningkatan secara signifikan pada

71

keseimbangan dan kekuatan otot terutama pada saat posisi berdiri. Hasil penelitian Jogi (2010) ini juga dikuatkan oleh Werner (2009) yang menyatakan bahwa latihan RGS juga dilakukan secara teratur dapat meningkatkan kekuatan otot pada klien yang mengalami atau keterbatasan fungsi motorik. Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian oleh penelitian yang dilakukan oleh Hasyim (2013) yang mengatakan bahwa latihan ROM yang dilakukan sedini mungkin dan dilakukan dengan benar dan secara terus-menerus akan memberikan dampak pada fleksibilitas sendi, kekuatan otot dan kemampuan fungsional pasien. Secara teori, apabila otot-otot termasuk otot ekstremitas bawah tidak dilatih terutama pada klien yang mengalami gangguan fungsi motorik kasar dalam jangka waktu tertentu maka otot akan kehilangan fungsi motoriknya secara permanen. Hal ini terjadi karena otot cenderung dalam keadaan immobilisasi. Keterbatasan immobilisasi mempengaruhi otot klien melalui kehilangan daya tahan, penurunan masa otot, atrofi dan penurunan stabilitas. Pengaruh lain dari keterbatasan mobilisasi adalah gangguan metabolism kalsium dan gangguan mobilisasi sendi. Immobilisasi dapat mempengaruhi fungsi otot dan skeletal. Akibat pemecahan protein pada otot, klien mengalami kehilangan masa tubuh yang membentuk sebagian otot.

72

Oleh karena itu penurunan masa otot tidak mampu memepertahankan aktifitas tanpa peningkatan kelelahan. Masa otot menurun akibat metabolism dan otot yang tidak digunakan. Jika immobilisasi berlanjut dan otot tidak dilatih maka akan terjadi penurunan masa yang berkelanjutan (Potter & Perry, 2006). Penurunan mobilisasi dan gerakan mengakibatkan kerusakan muskuloskeletal yang besar dengan perubahan patofisiologi utamanya adalah atrofi. Atrofi adalah suatu keadaan sebagai respons terhadap penyakit dan penurunan aktifitas sehari-hari seperti pada immobilisasi dan tirah baring (Kasper et al, 1993 dalam Potter & Perry, 2006). Penurunan stabilitas terjadi akibat kehilangan daya tahan, penurunan masa otot, atrofi dan kelainan sendi yang actual sehingga klien tidak mampu bergerak terus-menerus dan beresiko untuk jatuh. Sesuai dengan teori Sherwood (2012) yang menjelaskan pengaruh aktivitas terhadap kekuatan otot adalah pengikatan molekul miosin dan aktin di jembatan silang menyebabkan kontraksi serat otot yang memerlukan energi. Setiap molekul aktin memiliki suatu tempat pengikatan khusus untuk melekatnya jembatan silang miosin. Jika suatu otot tidak digunakan maka kandungan aktin dan miosinnya berkurang, seratnya menjadi lebih kecil, dan karenanya menjadi atrofi (massanya berkurang) dan lebih lemah.

73

Pada serat otot yang melemas, kontraksi tidak terjadi; aktin tidak dapat berikatan dengan jembatan silang karena posisi dua tipe protein lain – tropomiosin dan troponin – di dalam filament tipis. Molekul tropomiosin adalah protein mirip benang yang terbentang dari ujung keujung di samping alur spiral aktin. Pada posisi ini, tropomiosin menutupi bagian aktin yang berikatan dengan jembatan silang, menghambat interaksi yang menghasilkan kontraksi otot. Komponen filament tipis lainnya, troponin, adalah suatu kompleks protein yang terbuat dari tiga unit polipeptida : satu berikatan dengan tropomiosin, satu berikatan dengan aktin, dan yang ketiga dapat berikatan dengan Ca2+ (Sherwood, 2012). Ketika troponin tidak terikat dengan Ca2+ , protein ini menstabilkan

tropomiosin

dalam

posisinya

menutupi

tempat

pengikatan jembatan silang di aktin. Ketika Ca2+ berikatan dengan troponin, bentuk protein ini berubah sedemikian sehingga tropomiosin terlepas dari posisinya yang menghambat. Dengan tropomiosin tersingkir, aktin dan

miosin dapat berikatan dan berinteraksi

dijembatan silang, menyebabkan kontraksi otot. Tropomiosin dan troponin sering disebut protein regulatorik karena perannya dalam menutupi (mencegah kontraksi) atau memajankan (memungkinkan kontraksi)tempat engikatan untuk interaksi jembatan silangantara aktin dan miosin.

74

Penulis menganalisa penelitian di atas, bahwa Range Of Motion (ROM) jika dilakukan sedini mungkin dan dilakukan dengan benar dan secara terus-menerus akan memberikan dampak pada kekuatan otot. Latihan ROM rata-rata dapat menignkatkan kekuatan otot serta pengaruh dari kekuatan otot. 6.2 Keterbatasan Penelitian Dalam melaksanakan penelitian ini terdapat keterbatasan-keterbatasan penelitian, yaitu: a. Jumlah responden yang standar untuk penelitian eksperiment (15 responden untuk setiap kelompok). Hal ini disebabkan karena banyak calon responden yang tidak lolos dalam tahap seleksi/skrining, seperti ada yang menderita atau mengalami deformitas, patah tulang pada ekstremitas atas dan bawah, depresi, gangguan fungsi kognitif berat, mengalami gangguan kejiwaan, dan lain sebagainya. b. Adanya responden yang drop out dalam waktu penelitian selama 8 hari dikarenakan responden ada yang tidak mau mengikuti saat proses penelitian berlangsung. Responden yang drop out sebanyak 5 orang. c. Tidak dilakukan uji KAPPA pada tim peneliti dalam mengukur derajat kekuatan otot.

75

d. Faktor perancu (Confounding Factor ) yang mempengaruhi kekuatan otot seperti penampang melintang otot, kekuatan dan kekakuan jaringan penghubung, jumlah unit motor yang diaktifkan dan kecepatan cetusanya, kecepatan kontraksi, panjang otot saat kontraksi, jenis kontraksi otot tidak dapat di control sehingga menimbulkan bias dalam penelitian. e. Saat melakukan pengukuran derajat kekuatan otot peneliti mengalami kesulitan dan masih banyak kekurangan untuk menepatkan pengukrannya antara responden satu dengan responden lainnya.

BAB VII PENUTUP

8.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan dan dijelaskan pada bab sebelumna, maka berikut kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini : 1) Karakteristik responden adalah lansia dengan usia antara 65 tahun sampai 90 tahun berjumlah 12 orang dan semua responden berjenis kelamin perempuan. 2) Terjadi peningkatan kekuatan otot antara sebelum dan sesudah dilakukan Range Of Motion (ROM) dari nilai rata-rata 3,75 untuk ekstremitas atas sebelum intervensi menjadi 4.67 sesudah intervensi. Rata-rata kekuatan otot sebelum intervensi pada ekstremitas bawah 3.58 menjadi 4.42 setelah intervensi. 3) Terdapat pengaruh latihan ROM terhadap kekuatan otot dengan nilai Sig 2-tailed 0.002 untuk kekuatan otot pre tangan dan post tangan. Nilai sig 2-tailed 0.000 untuk kekuatan otot pre kaki dan post kaki.

76

77

8.2 Saran a. Bagi Responden

Bagi lansia yang sudah tahu pengaruhnya ROM (Range Of Motion) terhadap kekuatan otot terutama pada lansia bedrest, agar rutin mengikuti latihan ROM yang dilakukan oleh fisioterapi yang ada di panti atau perawat. b. Bagi Institusi Keperawatan Bagi institusi dapat meningkatkan kapasitas dan kualitas pendidikan agar informasi hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan tambahan untuk memperkaya pengetahuan dan keperluan referensi ilmu keperawatan gerontik tentang pengaruh latihan ROM terhadap kekuatan otot pada lansia bedrest. c. Bagi Peneliti Selanjutnya 

Untuk peneliti selanjutnya, pemilihan responden dilakukan dengan melakukan

responden

laki-laki

dan

perempuan,

sehingga

dapat

membedakan besar pengaruh latihan ROM antara laki-laki dan perempuan. 

Untuk penelitian selanjutnya, diharapkan dapat menggunakan responden lain selain lansia yang ada di PSTW Budi Mulia 03 Margaguna Jakarta Selatan.

78

DAFTAR PUSTAKA Aini, Mizratul. (2015). Efektivitas Latihan Range Of Motion (ROM) Bahu Terhadap Peningkatan ROM Pada Pasien Post Mastektomi di RSUP H. Adam Malik Medan. Medan. Diunduh pada tanggal 16 Agustus 2016 pukul 13.00 WIB dari http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/50163/7/Cover.pdf Arikunto, Suharsini. (2010). Manajemen Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta Asmadi. (2008). Teknik Prosedur Keperawatan :Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klie. Jakarta : Salemba Medika Astraand, P.O Rodahi, K, Dahl, H.A & Stromme, S. (2003). Texbook Of Work Physiology : Physiologycal Bases Of Exercise. USA ; Human Kinetics Azizah, Lilik Ma’rifatul. (2011). Keperawatan Lanjut Usia. Edisi. 1. Yogyakarta : Graha Ilmu Badan Pusat Statistik. (2013). Profil Penduduk Lanjut Usia. Jakarta : KOMNAS LANSIA Brunner & Suddarth. (2008). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC Depkes RI. (2013). Gambaran Kesehatan Lanjut Usia di Indonesia. Jakarta. Diambil pada

tanggal

16

November

2015

pukul

13.45

WIB.

Dari

http://www.depkes.go.id/resources/download/download/pusdatin/infodatin/inf odatin-lansia.pdf Dewi, Sofia Rhosma. (2014). Buku Ajar Keperawatan

Gerontik. Yogyakarta

Deepublish Dharma, Kusuma Kelana. (2011). Metodologi Penelitian Keperawatan : Panduan Melaksanakan dan Menerapkan Hasil Penelitian. Jakarta : Trans Info Media Ferry, Efendi. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas : Teori dan Praktek dalam Keperawatan. Jilid 1. Jakarta : Salemba Medika Fitriani, Dewi (2015). Pengaruh Pemberian Latihan Calf Raises Terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Gastrocnemius Pada Pemain Bulu Tangkis Di

Sekolah Bulutangkis Pusaka Putih Sukoharjo dinduh pada 13 Januari 2017 dari http://eprints.ums.ac.id/34519/1/NASKAH%20PUBLIKASI.pdf Gusti, Reni Prima & Armayati. (2014). Pemberian Latihan Rentang Gerak Terhadap Fleksibilitas Sendi Anggota Gerak Bawah Pasien Fraktur Femur Terpasang Fiksasi Interna di RSUP. Df. M. Djamil. Padang diundu 5 Januari 2017 pukul 18.05 WIB jurnal.fkep.unand.ac.id/index.php/ners/article/download/41/36 Gusti, Reni Prima, Armayanti (2014). Pemberian Latihan Rentang Gerak Terhadap Fleksibilitas Sendi Anggota Gerak Bawah Passien Fraktur Femur Terpasang Fiksasi Interna Di RSUP. Dr. M. Djamil Padang. Diunduh 12 Januari 2017 http://jurnal.fkep.unand.ac.id/index.php/ners/article/viewFile/41/36 Hidayat, A Aziz Alimul. (2010). Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. 2th ed. Jakarta :SalembaMedika Indriana, Yeniar. (2012). Grontologi & Progeria : Pustaka Pelajar Irfan, Muhammad. (2010). FISIOTERAPI BAGI INSAN STROKE. Yogyakarta : Graha Ilmu Kozier. (1995). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses dan Praktik. Jakarta : EGC Lukman dan Ningsih. (2009). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta : Salemba Medika Lumbangtobing, SM. (2004). Neurogeriatrik. Jakarta : Balai Penerbit FKUI Nurhidayah, R.E. Tarigan, R & Nurbaiti. (2014). Latihan Range Of Motion (ROM).Medan : Fakultas Keperawatan USU Nursallam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika Padila. (2013). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta : Nusa Medika Potter & Perry. (2005). Fundamental Of Nursing. Jakarta : EGC Potter & Perry. (2006). Fundamental Of Nursing Vol 2. Jakarta : EGC Potter & Perry. (2006). Fundamental Of Nursing. Jakarta : EGC Potter & Perry. (2011). Fundamental Of Nursing. Jakarta : EGC

Pudjiastuti, Sri Surini. (2003). Fisioterapi Pada Lansia. Jakarta : EGC Pudjiastuti, Sri Surini. (2003). Fisioterapi pada Lansia. Jakarta : EGC R, Febiani Patandianan. Wungouw, Herlina I. S dkk. (2015). Pengaruh Latihan Beban Terhadap Kekuatan Otot Lansia. Manado. Diambil pada tanggal 5 Januarihttp://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/ebiomedik/article/viewFile/8075/ 7635 Saepul, E. Bahruddin. (2014). Metode Penelitian Kuantitatif Aplikasi dalam Pendidikan. Yogyakarta : Deepublisher Sampelan, dkk. (2015). Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kemandirian Lansia dalam Pemenuhan aktivitas Sehari-hari di Desa Batu Kecamatan Likupang Selatan Kabupaten Minahasa Utara. Diunduh 23 Desember 2015 dari http://ejournal.unsrat.ac.id Setiadi. (2007). Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta : Graha Ilmu Sherwood, Lauralee. (2012). Fisiologi Manusia :dari Sel ke Sistem. Jakarta : EGC Sikawin, Laudia Agustina, Mulyadi. Palendeng, Henry. (2013). Pengaruh Latihan Range Of Motion (ROM) Terhadap Kekuatan Otot Pada Pasien Stroke di IRINA F Neurology BLU RSUP Prof DR. RD. Kandoovmando. Manado. Diambil pada tanggal 18 Oktober 2016 pukul 14.23 WIB. Dari http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jkp/article/view/2174/1732 Sikawin, Laudia Agustina. Dkk. (2013). Pengaruh Latihan Range Of Motion (ROM) Terhadap Kekuatan Otot pada Pasien Stroke di IRINA F Neurologi BLU RSUP Prof DR. RD Kandaovmando diunduh 4 Oktober 2016 dari ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jkp/article/view/2174/1732 Suratun, Heryati. Dkk. (2008). Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal :Seri Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC Suratun, Lusianah. (2006). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Gastrointestinal. Jakarta : Trans Info Media Suratun, Lusianah. (2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Gastrointestinal. Jakarta : Trans Info Media Suryabrata, Sumadi. (2010). Metodologi Penelitian. Jakarta : PT

Swarjana, I Ketut. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta : ANDI Tortora, Gerard J & Bryan Derrickson. (2003). Principles Of anatomy and Physiology. 12th ed. USA : Jhon Wiley & Sons Utomo, Budi. (2010). Hubungan Antara Kekuatan Otot dan Daya Tahan Otot Anggota Gerak Bawah Dengan Kemampuan Fungsional. Program Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. diunduh 2 Oktober 2016 dari http://eprints.uns.ac.id/10321/1/153962108201005361.pdf Wasis. (2008). Pedoman Riset Praktis untuk Profesi Perawat. Jakarta : EGC Wold, Gloria Hoffmann. (1999). Basic Geriatric Nursing. Canada : Mosby Elseiver

LAMPIRAN

Lampiran 2 INFORMED CONSENT RESPONDEN Saya yang bertanda tangan dibawah ini bersedia menjadi responden penelitian dengan PenelitI

: Irma Putri Ananda

Judul Peneitian

: Pengaruh Range Of Motion (ROM) Terhadap Kekuatan Otot Pada Lansia Bedrest di PSTW Budhi Mulia 3 Margaguna Jakarta Selatan

Asal Perguruan Tinggi : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Pengaruh Range Of Motion (ROM) Terhadap Kekuatan Otot pada Lansia Bedrest di PSTW Budhi Mulia 3 Margaguna Jakarta Selatan. Saya telah mendapat penjelasan dari peneliti tentang tujuan penelitian yang akan dilakukan. Saya mengerti bahwa data penelitian akan dirahasiakan. Saya mengerti bahwa penelitian ini tidak akan berpengaruh negative terhadap diri saya dan berguna untuk mengembangkan wawasan mengenai keperawatan. Demikian surat pernyataan ini saya tanda tangani tanpa paksaan dari siapapun. Saya bersedia menjadi responden secara sukarela.

Jakarta Selatan, 2016

Lampiran Lampiran33

LEMBAR PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN Judul Penelitian: Pengaruh Range Of Motion (ROM) Terhadap Kekuatan Otot Pada Lansia Bedrest di PSTW Margaguna 03 Jakarta Selatan. Saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama

:

Usia

:

Jenis Kelamin

:

Menyatakan telah memahami penjelasan tentang tujuan, manfaat dankegiatan yang akan dilakukan dalam penelitian ini dan saya bersedia menjadi responden dalam penelitian ini

Jakarta Selatan, 2016

Lampiran 4 LEMBAR OBSERVASI LATIHAN RANGE OF MOTION (ROM)

Lampiran 5 LEMBAR DERAJAT KEKUATAN OTOT

Skala

Presentase kekuatan normal

Karakteristik

0

0

Tidak ada gerakan otot sama sekali

1

10

Ada kontraksi saat palpasi tetapi tidak ada gerakan yang terlihat.

2

25

Ada gerakan tetapi gravitasi.

3

50

Dapat bergerak melawan gravitasi.

4

75

Dapat bergerak melawan tahanan pemeriksa tetapi masih lemah.

5

100

Dapat bergerak dan melawan tahanan pemeriksa dengan kekuatan penuh.

tidak dapat melawan

Lampiran 6

PENGUKURAN BARTHEL INDEX No

Action

1.

Makan (jika makanan perlu dipotong = dengan bantuan)

2.

Bergerak/berpindah dari kursi roda ke tempat tidur dan kembali (termsuk duduk di tempat tidur)

3.

Kebersihan diri (mencuci muka, menyisir rambut, mencukur dan membersihkan gigi)

4.

Masuk dan keluar toilet (memegang pakaian, mengusap, membersihkan, menyiram)

5.

Mandi sendiri

6.

Berjalan (jika tidak mampu jalan, mampu menggunakan kursi roda)

7.

Naik dan turun tangga

8.

Memakai baju (termasuk mengikat tali sepatu, mengencangkan baju/aksesoris)

9.

Mengontrol buang air besar

10.

Mengontrol buang air kecil

Dengan Bantuan

Keterangan : Skor antara 0-20 = Mandiri Skor antara 12-19 = ketergantungan ringan Skor antara 9-11 = ketergantungan sedang Skor antara 5-8 = ketergantungan berat Skor antara 0-4 = ketergantungan total SKOR BARTHELINDEX RESPONDEN

Mandiri

Lampiran 7

No

Nama

Skor

1.

Ny. A

1

2.

Ny. B

1

3.

Ny. C

2

4.

Ny. D

1

5.

Ny. E

0

6.

Ny. F

2

7.

Ny. G

2

8.

Ny.H

3

9.

Ny. I

1

10.

Ny. J

0

11.

Ny. K

1

12.

Ny. L

0

Lampiran 8

REKAPITULASI STATISTIK RESPONDEN 1. Analisis Univariat a. Karakteristik Responden

Frequencies Statistics Umur Valid

12

N Missing

0

Descriptives

Mean

katusia

Statistic

Std. Error

2.17

.112

95% Confidence Interval for

Lower Bound

1.92

Mean

Upper Bound

2.41

5% Trimmed Mean

2.13

Median

2.00

Variance

.152

Std. Deviation

.389

Minimum

2

Maximum

3

Range

1

Interquartile Range

0

Skewness

2.055

.637

Kurtosis

2.640

1.232

Jk

Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid

Pr

12

100.0

100.0

100.0

b. Gambaran Rata-rata kekuatan otot sebelum dan sesudah ROM

Frequencies Statistics Tangan_Pre Valid

Tangan_Post

Kaki_Pre

Kaki_Post

12

12

12

12

0

0

0

0

Mean

3.75

4.67

3.58

4.42

Median

4.00

5.00

4.00

5.00

1.138

.492

.996

.793

Minimum

2

4

2

3

Maximum

5

5

5

5

N Missing

Std. Deviation

Frequency Table Tangan_Pre Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid

2

2

16.7

16.7

16.7

3

3

25.0

25.0

41.7

4

3

25.0

25.0

66.7

5

4

33.3

33.3

100.0

12

100.0

100.0

Total

Tangan_Post Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid

4

4

33.3

33.3

33.3

5

8

66.7

66.7

100.0

12

100.0

100.0

Total

Kaki_Pre Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid

2

2

16.7

16.7

16.7

3

3

25.0

25.0

41.7

4

5

41.7

41.7

83.3

5

2

16.7

16.7

100.0

12

100.0

100.0

Total

Kaki_Post Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

3

2

16.7

16.7

16.7

4

3

25.0

25.0

41.7

5

7

58.3

58.3

100.0

12

100.0

100.0

Valid Total

2. Analisa Bivariat a. Uji Normalitas Tests of Normality a

Kolmogorov-Smirnov Statistic

Df

Shapiro-Wilk

Sig.

Statistic

Sig.

.869

12

.064

.895

12

.137

Tangan_Pre

.197

12

.200

Kaki_Pre

.245

12

.044

*. This is a lower bound of the true significance.

df

*

a. Lilliefors Significance Correction

b. Paired t-test

Paired Differences

Mean Pair 1

Pair 2

Std. Deviation

Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the Difference Lower

Upper

t

Sig. (2tailed)

df

Tangan_Pre Tangan_Post

-.917

.793

.229

-1.420

-.413

-4.005

11

.002

Kaki_Pre Kaki_Post

-.833

.389

.112

-1.081

-.586

-7.416

11

.000