PERSETUJUAN PEMBIMBING JURNAL “PENANGANAN

Download pelayanan preventif untuk mencegah anak-anak terlantar atau diperlakukan salah. (abused) sampai ... Jurnal Teknologi Pendidikan Volume 10 N...

2 downloads 434 Views 622KB Size
PERSETUJUAN PEMBIMBING JURNAL “PENANGANAN MASALAH ANAK JALANAN” (Suatu Penelitian di Kecamatan Kota Selatan Kota Gorontalo)

OLEH: NURHAYATI MARALI NIM. 281410022

Telah diperiksa dan disetujui Pembimbing

Pembimbing I

Ridwan Ibrahim, S.Pd., M.Si NIP. 197106121998021002

Pembimbing II

Rudi Harold., S.Th.,M.Si NIP. 197508302009121002

1

PENANGANAN MASALAH ANAK JALANAN (Suatu Penelitian di Kecamatan Kota Selatan Kota Gorontalo)

ABSTRAK Nurhayati Marali1. Nim 281 410 022. Penanganan Masalah Anak Jalanan (Suatu Penelitian di Kecamatan Kota Selatan Kota Gorontalo). Skripsi, Program Studi S1 Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Gorontalo. 2015. Pembimbing I Ridwan Ibrahim2, S.Pd., M.Si dan Pembimbing II Rudi Harold3, S.Th., M.Si. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apa saja bentuk dari penanganan yang telah dilakukan oleh Pemerintah untuk menangani masalah anak jalanan yang ada di Kecamatan Kota Selatan Kota Gorontalo dan apa saja yang menyebabkan sehingga mereka tetap kembali ke jalan untuk bekerja sebagai pengamen. Adapun penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kota Selatan Kota Gorontalo. Kajian pustaka yang digunakan dalam penelitian ini adalah kebijakan dalam penangana anak jalanan, pendekatan pengembangan masyarakat, dan kebijakan sosial. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan tipe penelitian deskriptif. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik observasi, wawancara, dokumentasi. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa upaya dari pemerintah untuk menanganai masalah anak jalanan yang ada di Kecamatan Kota Selatan belum begitu efektif dikarenakan tidak adanya respon yang baik dari orang tua anak ketika Pemerintah datang menawarkan bantuan kepada mereka untuk mengikuti program pelatihan dalam bentuk keterampilan yang mengarah pada usaha ekonomi produktif. Hal ini disebabkan oleh iming-iming uang dari jalanan yang sering kali menarik anakanak tersebut turun ke jalanan untuk menjadi seorang pengamen di bandingkan mengasah kemampuan atau bakat mereka dalam pelatihan keterampilan usaha ekonomi produktif. Kata Kunci: Anak Jalanan dan Pengamen Nurhayati Marali. Nim. 281 410 022, Pembimbing I, Ridwan Ibrahim,S.Pd.,M.Si Dan Pembimbing II, Rudy Harold, S.Th.,M.Si

1

Nurhayati Marali, Mahasiswa di Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo 2 Ridwan Ibrahim S,Pd., M.Si, Selaku Dosen Pengajar di Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu sosial Universitas Negeri Gorontalo 3 Rudi Harold, S.Th., M.Si, Selaku Dosen Pengajar di Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo

2

PENDAHULUAN Masalah anak jalanan adalah suatu realitas yang ada di tengah-tengah kesadaran manusia yang disebabkan oleh masalah sosial dari kehidupan kota-kota besar. Anakanak tersebut turun ke jalan bekerja sebagai pengamen di bawah lampu merah. Hal ini disebabkan karena orang tua yang tak mampu atau keluarga dengan ekonomi lemah cenderung membuat anak-anaknya memikul beban keluarga. Mengamen adalah satu pekerjaan yang mudah bagi mereka untuk mendapatkan uang karena tidak memerlukan modal yang besar akan tetapi pekerjaan tersebut sangat beresiko sebab keselamatan anak-anak tersebut menjadi ancaman karena tertabrak oleh pengguna jalan di sekitar. Yang dimaksud dengan anak jalanan adalah mereka yang berusia di bawah 18 tahun yang menghabiskan sebagian atau seluruh waktunya untuk hidup atau bekerja di jalan.4 Alasan peneliti memilih topik tentang “Penanganan Masalah Anak Jalanan” tersebut karena peneliti merasa tertarik terhadap kehidupan anak jalanan. Penelitian ini di lakukan di Kota Gorontalo, Kecamatan Kota Selatan karena merupakan salah satu lokasi dimana bisa kita temui anak-anak jalanan. Sesuai data yang diperoleh dari Dinas Sosial menunjukan bahwa ada 44 anak jalanan yang berada di Kota Gorontalo pada tahun 2013. Pemerintah Kota sudah berupaya menjalankan berbagai program untuk menangani masalah anak jalanan tersebut sesuai dengan keterampilan yang mereka miliki. Mereka juga melakukan razia di tempat-tempat umum yang selalu didatangi oleh anak jalanan dengan tujuan untuk melakukan pendekatan dan pembinaan terhadap mereka. Akan tetapi, dengan berbagai macam program yang telah diberikan oleh pemerintah hal ini belum bisa menangani masalah anak jalanan. Hal ini membuktikan bahwa masih saja ada anak-anak yang turun ke jalan untuk bekerja sebagai pengamen khususnya di bawah lampu merah perempatan jalanan, Kecamatan Kota Selatan dengan

4

Hambali Batubara. (2010). The Bamboes, Suara Merdeka Dari Jalanan, Yayasan KKSP (Pusat Pendidikan dan Informasi Hak Anak), Medan, halaman 6

3

beberapa anak jalanan yang berusia sekitar 11-12 tahun, bahwasanya mereka melakukan pekerjaan ini mulai dari pukul 10.00 – 14.00 WIB. Kemudian dilanjutkan dari pukul 19.00 - 22.00 WIB. Anak-anak yang sering melakukan pekerjaan ini beragam caranya. Misalnya dengan cara menepuk-nepukkan tangan sambil bernyanyi, adapula dengan cara merengek-rengek untuk meminta belas kasih kepada orang-orang yang melintasi jalan yang mereka jadikan tempat untuk beroperasi. Dari pengakuan beberapa anak jalanan yang ada di persimpangan jalan yang menjadi pusat lokasi penelitian, terkadang mereka mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan dari pihak-pihak tertentu. Misalnya merampas atau memalak perolehan hasil yang mereka dapatkan dan bisa sampai melukai anak-anak jalanan tersebut apabila keinginan para pemalak tidak dituruti.

Pengertian Anak Jalanan Anak jalanan, anak gelandangan, atau kadang disebut juga secara eufemistis sebagai anak mandiri sesungguhnya mereka adalah anak-anak yang tersisih, marginal, dan teralienasi dari perlakuan kasih sayang karena kebanyakan dalam usia yang relatif dini sudah harus berhadapan dengan lingkungan kota yang keras dan bahkan sangat tidak bersahabat (Bagong, 2010: 199). 5 Hal tersebut dikatakan marginal karena pekerjaan yang mereka lakukan tidak menetap dan tidak bisa menjanjikan masa depan mereka dan tentunya mempunyai resiko yang cukup besar karena sebagian besar waktu mereka dihabiskan di jalanan hanya untuk mencari uang. Menurut Soedijar (1989), anak jalanan adalah anak yang berusia antara 7 sampai dengan 15 tahun yang bekerja di jalanan dan tempat umum lainnya yang dapat

5

Bagong Suyanto. (2010). Masalah Sosial Anak, Kencana Prenanda Media Group, Jakarta. halaman 199.

4

mengganggu ketenteraman dan keselamatan orang lain serta membahayakan keselamatan dirinya6.

Pendekatan Pengembangan Masyarakat Pengembangan masyarakat adalah salah satu metode pekerjaan sosial yang tujuan utamanya untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat melalui pendayagunaan sumber-sumber yang ada pada mereka serta menekankan pada prinsip partisipasi sosial. Sebagai sebuah metode pekerjaan sosial, pengembangan masyarakat menunjuk pada interaksi aktif antara pekerja sosial dan masyarakat dengan mana mereka terlibat dalam proses

perencanaan,

pelaksanaan,

pengawasan,

dan

evaluasi

suatu

program

pembangunan kesejahteraan sosial atau usaha kesejahteraan sosial. Pengembangan masyarakat meliputi berbagai pelayanan sosial yang berbasis masyarakat mulai dari pelayanan preventif untuk mencegah anak-anak terlantar atau diperlakukan salah (abused) sampai pelayanan kuratif dan pengembangan untuk keluarga yang berpendapatan rendah agar mereka mampu memenuhi kebutuhan dasarnya (Suharto, 2002). Kebijakan dalam Penanganan Anak Jalanan Menurut Tata Sudrajat (1996), “selama ini ada beberapa pendekatan program strategi yang biasa dilakukan oleh LSM dalam penanganan anak jalanan yaitu streed based, centre based, dan community based”. Pendekatan street based yaitu bentuk penanganan anak jalanan di tempat mereka berasal atau tempat di mana mereka tinggal dengan mendatangkan para anggotaanggota dari pemerintah atau LSM untuk memahami dan menerima situasi yang ada di sekitar mereka dengan cara menempatkan diri sebagai teman agar rasa saling mempercayai satu sama lain bisa timbul. Sehingga anggota-anggota tersebut bisa memberikan materi pendidikan, keterampilan, dan membina mereka anak-anak jalanan.

6

Mardiana, 2008. Perilaku Beljar Anak Jalanan. Jurnal Teknologi Pendidikan Volume 10 No.3 Desember 2008.

5

Pendekatan centre based yaitu pendekatan dan penanganan anak jalanan di lembaga atau panti. Dalam hal ini anak-anak jalanan ditampung dan diberikan pelayanan. Untuk panti yang sifatnya permanen mereka diberikan pelayanan seperti pendidikan, keterampilan, kebutuhan dasar, dan kesehatan. Selain dari pada itu, lembaga yang dimaksudkan atau panti yang menampung mereka bertujuan untuk merehab anak-anak jalanan tersebut untuk tidak kembali lagi ke jalan. Pendekatan community based yaitu bentuk penanganan yang melibatkan seluruh potensi masyarakat, terutama keluarga atau orang tua anak jalanan. Pendekatan ini bersifat untuk mencegah agar anak-anak tersebut tidak menjerumuskan diri ke dalam kehidupan jalanan. Untuk orang tua mereka sendiri diberikan pemahaman tentang bagaimana mengasuh anak dan upaya meningkatkan taraf hidup mereka. Menyadarkan orang tua itu sendiri agar tidak seharusnya membiarkan anak dengan usia mereka yang di bawah umur sudah terjun ke jalan untuk mencari uang. Selain mencegah, pendekatan dalam bentuk ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan keluarga dan masyarakat dalam mengasuh, membimbing, dan memenuhi kebutuhan anak-anaknya secara mandiri. Kebijakan Sosial Kebijakan sosial adalah salah satu bentuk dari kebijakan publik. Kebijakan sosial merupakan ketetapan pemerintah yang dibuat untuk merespon isu-isu yang bersifat publik, yakni mengatasi masalah sosial atau memenuhi kebutuhan masyarakat banyak. (Bessant, Watts, Dalton dan Smith 2006). Terkait dengan itu, kebijakan sosial merupakan kebijakan yang menyangkut masyarakat secara keseluruhan yang di dalamnya menyangkut berbagai aspek baik aspek sosial, politik, maupun aspek ekonomi. Faktor ekonomi dan politik merupakan bagian yang integral (bagian yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya). Tujuan akhir kebijakan sosial adalah kesejahteraan sosial dan untuk mencapai kesejahteraan manusia harus memenuhi kebutuhannya baik yang bersifat material maupun nonmaterial. Kebijakan sosial senantiasa berorientasi kepada pencapaian tujuan sosial.

6

Tujuan sosial ini mengandung dua pengertian yang saling terkait, yaitu memecahkan masalah sosial dan memenuhi kebutuhan sosial. Tujuan pemecahan masalah sosial mengandung arti mengusahakan atau mengupayakan perbaikan yang disebabkan karena adanya suatu keadaan yang tidak diharapkan seperti kemiskinan atau kejadian yang bersifat merusak yang mengganggu tatanan masyarakat. Untuk tujuan pemenuhan kebutuhan mengandung arti mengadakan pelayanan-pelayanan sosial bagi yang membutuhkan guna mencegah terjadinya masalah, mencegah tidak terulang kembali masalah, atau mencegah agar tidak bertambah luasnya masalah. Dalam arti spesifik atau sempit, kata sosial menyangkut sektor kesejahteraan sosial sebagai suatu bidang atau bagian dari pembangunan sosial atau kesejahteraan rakyat yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia, terutama mereka yang dikategorikan sebagai kelompok yang tidak beruntung (disadvantaged group) dan kelompok rentan (vulnerable group). Kata sosial di sini menyangkut program-program atau pelayanan-pelayanan sosial untuk mengatasi masalah-masalah sosial, seperti kemiskinan, ketelantaran, ketidakberfungsian fisik dan psikis, tuna sosial, tuna susila, kenakalan remaja dan lain sebagainya.

METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif karena penelitian kualitatif memiliki asumsi-asumsi filosofis, strategi-strategi penelitian, dan metode-metode pengumpulan, analisis, dan interpretasi data yang beragam. Prosedurprosedur kualitatif tetap mengandalkan data berupa teks dan gambar, memiliki langkahlangkah yang unik dalam menganalisis datanya, dan bersumber dari strategi-strategi penelitian yang berbeda-beda” (Creswall : 2013) Sumber data dalam penelitian kualitatif ini adalah kata-kata dan tindakan atau hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis dengan beberapa narasumber yang memahami masalah yang akan diteliti. Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah pertama, data primer yang melakukan wawancara dengan melibatkan anggota dari Dinas Sosial sebagai informan dan juga anak-anak jalanan

7

tersebut untuk mendapatkan data yang dimaksud. Pengambilan foto juga dilakukan sebagai bukti dari pengamatan yang telah dilakukan oleh penulis. Kedua, data sekunder yang dijadikan acuan oleh penulis berupa buku, skripsi, dan karya ilmiah yang ada kaitannya dengan permasalahan yang diteliti. Teknik pengumpulan data bertujuan untuk mendapatkan atau mengumpulkan data yang berada di lapangan. Adapun teknik pengumpulan data tersebut yaitu pertama, observasi kualitatif merupakan observasi yang di dalamnya peneliti langsung turun ke lapangan untuk mengamati perilaku dan aktivitas individu-individu di lokasi penelitian. (Creswell : 2013). Kedua, menggunakan wawancara sebagai teknik dari pengumpulan data guna untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dari informan. Dalam hal ini, teknik wawancara yang dimaksud tidak berstruktur. Artinya, tidak berfokus pada susunan dari wawancara yang telah disediakan akan tetapi menggunakan cara-cara yang mudah untuk dipahami dari seorang informan. Ketiga, teknik dokumentasi yang dilakukan adalah mengambil data berupa foto dengan menggunakan kamera handphone guna dijadikan sebagai bukti bahwa masalah yang diteliti oleh penulis benar-benar ada. Ada beberapa langkah-langkah yang digunakan dalam menganalisis data yakni mengumpulkan data-data yang diperoleh dari lapangan dalam hal ini adalah Dinas Sosial seperti foto, laporan kegiatan, dan pedomana latihan. Kemudian membaca kembali seluruh data yang dikumpulkan dengan cara memilah-milah data yang ada kaitannya atau berhubungan dengan proposal agar supaya dengan lebih mudahnya bisa menganalisa data tersebut. Penelitian ini akan di laksanakan di Kecamatan Kota Selatan Kota Gorontalo tepatnya di lampu merah depan Masjid Baiturahim. Alasan memilih lokasi tersebut sebagai lokasi penelitian karena di ruas jalan Kecamatan Kota Selatan masih sering dijumpai anak-anak jalanan yang menjadi pengamen.

8

PEMBAHASAN Program Penanganan Masalah Anak Jalanan Ciri khas dari anak jalanan yang ada di Kecamatan Kota Selatan ini sebagian besar adalah anak-anak yang bertempat tinggal di belakang Masjid Baiturahim atau sering dikenal dengan anak-anak jalan tengah. Seperti apa keadaan lingkungan yang membentuk karakter mereka, semua orang mengetahui persis seperti apa anak-anak tersebut. Kelakuan mereka cenderung sulit untuk diatur dan tidak beretika dan mulut mereka dibiasakan untuk berkata kasar, bahkan diusia sekecil itu mereka sudah mengenal yang namanya rokok. Dan seperti yang kita lihat penampilan dari anak jalanan tersebut sangatlah tidak terawatt artinya mereka kelihatan kotor, kusam, urakurakan, rambut kasar, dekil, dll. Diantara beberapa anak yang ditemui oleh penulis, ada yang masih memiliki orang tua dan adapun yang sudah tidak memiliki orang tua lagi. Rata-rata anak-anak jalanan yang bekerja sebagai pengamen ini sebagian masih menduduki bangku sekolah dan adapun yang putus sekolah bahkan ada yang tidak pernah sama sekali merasakan yang namanya bangku sekolah. Berbicara tentang pendapatan mereka per hari, anak-anak tersebut mampu menghasilkan uang sebanyak Rp. 10.000 – Rp. 30.000. Dalam seminggu mereka hanya bisa beroprasi selama 4 hari karena pihak dari Dinas Sosial sering melakukan razia sehingga mereka tidak bisa beroprasi dengan penuh selama seminggu. Bila dirata-ratakan pendapatan mereka per hari adalah Rp.15.000 x 4 hari = Rp. 60.000, jadi dalam seminggu pendapatan yang mereka hasilkan adalah sebesar Rp.60.000. Berikut tabel presentase pendapatan per minggu dari segi ekonomi : Tabel. 10 Pendapatan

Per Yang dibelanjakan

Yang diberikan kepada

Minggu

(%)

Orang Tua (%)

Rp. 60.000

Rp. 42.000 atau 70 %

Rp. 18.000 atau 30%

9

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa dengan pendapatan sejumlah Rp.60.000 per minggu maka dari segi ekonomi orang tua mereka mendapatkan bagian sebesar 30 % sedangkan untuk anak memperoleh 70 %. Jadi, uang yang diperoleh dari anak-anak tersebut akan mereka gunakan sebagai uang jajan atau uang tambahan untuk keperluan mereka karena dengan ekonomi mereka yang lemah, orang tua mereka tidak mampu untuk memberikan uang tambahan atau uang jajan kepada mereka. Sisanya dari hasil pendapatan mereka, akan mereka berikan kepada orang tua. Kemudian berbicara tentang bagaimana pandangan guru terhadap mereka, penulis telah melakukan wawancara dengan salah satu Guru Sekolah SD Al Wathaniyah. Menurut beliau, anakanak dengan seumuran mereka tentunya tidak pantas bekerja sebagai pengamen di persimpangan jalan karena mereka masih memiliki hak untuk bersekolah dan menikmati hidup mereka dengan teman-teman seumuran, bukan dipaksa untuk menjadi dewasa seperti itu. Mereka itu memang anak-anak yang tergolong ke dalam ekonomi lemah, orang tua mereka kurang mampu akan tetapi sungguh sangat disayangkan jika anak seumuran mereka sudah turun ke jalan dengan menjadi pengamen. Hal ini dikembalikan lagi kepada orang tua mereka masing-masing dan kepada anak itu sendiri namun pihak sekolah tidak henti-hentinya menasehati anak-anak tersebut. Berbicara mengenai program penanganan masalah anak jalanan, dari hasil wawancara penulis dengan pihak Dinas Sosial, ada dua program penanganan yang dilakukan untuk menangani masalah anak jalanan yaitu yang Pertama, bentuk penanganan dengan program pelatihan keterampilan berupa UEP (Usaha Ekonomi Produktif) seperti perbengkelan untuk laki-laki, latihan menjahit, dan membuat kue untuk perempuan. Usaha ekonomi produktif ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup PMKS (Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial), meningkatkan peran masyarakat sebagai sumber pertumbuhan ekonomi, dan penciptaan lapangan kerja. Usaha ekonomi

10

produktif biasanya disesuaikan dengan ketermpilan yang dimiliki oleh pengurus atau anggotanya.7 Kedua, bentuk penanganan dengan program binaan tentang sikap. Sikap disini adalah pandangan atau perasaan yang disertai dengan kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan keinginan. Seperti sikap para anak jalanan yang acuh tak acuh, sulit untuk diatur, suka berbohong, dan sesuka hati ingin berbuat. Sikap itu sendiri menurut Rogers (2003) merupakan bahasan yang sangat penting dalam psikologi sosial karena sikap berpengaruh pada perilaku manusia dalam berbagai level.8 Menurtnya, pada level individual, sikap bisa berpengaruh terhadap persepsi, pikiran, dan perilaku. Pada level interpersonal, sikap bisa merupakan elemen kunci yang berpengaruh pada bagaimana kita mengenal dan memperlakukan orang lain, dan pada level kelompok, sikap kita terhadap kelompok sendiri dan kelompok lain bisa menjadi dasar terjadinya kerja sama atau konflik antar kelompok. Sikap merupakan hasil dari proses belajar. Seorang anak dilahirkan tidak membawa kecenderungan sikap tertentu terhadap objek-objek yang ada diluar dirinya. Sikap-sikapnya baru akan terbentuk setelah melakukan kontak sosial dengan lingkungannya, seperti sikap itu sendiri terbentuk karena mengamati orang lain atau belajar sosial. Artinya seorang anak yang bersikap positif bisa berubah karena melihat perilaku yang negatif dari orang-orang yang ada disekitarnya atau yang ditunjukan oleh orang tua anak itu sendiri. Seperti halnya sikap dari anak-anak jalanan yang kurang baik, susah diatur, dan nakal. Hal itu disebabkan karena mereka belajar atau tumbuh di lingkungan orang-orang yang cenderung memiliki perilaku negatif. Dari penjelasan di atas, maka dapat diperoleh informasi bahwa ada dua program yang telah disediakan oleh Dinas Sosial untuk menangani masalah anak jalanan yang ada di Kecamatan Kota Selatan yakni program pelatihan keterampilan dan program binaan.

7

Lihat di http://kataronline.wordpress.com/usaha-ekonomi-produktif-uep/. Diakses pada tanggal 39-2014. 8 Agus Abdul Rahman. 2013. Psikologi Sosial. PT. Raja Grafindo Persada. Halaman 122.

11

Faktor Penyebab Anak-anak Tetap Kembali ke Jalan Setelah Mendapatkan Penanganan. Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis dengan beberapa informan tentang penyebab dari anak-anak yang tetap kembali ke jalanan untuk bekerja sebagai pengamen yaitu adalah Pertama, iming-iming uang dari kehidupan jalanan sering kali menarik mereka untuk kembali bekerja sebagai pengamen karena dalam hal ini mereka tidak membutuhkan modal yang banyak untuk menjadi seorang pengamen hanya cukup dengan bermodalkan suara, alat musik yang mereka buat dari tutup botol bekas untuk menambahkan sedikit irama dari lagu yang mereka nyanyikan atau hanya dengan menepuk-nepukkan tangan mereka. Jelas mereka lebih memilih cara seperti yang telah dijelaskan oleh penulis di atas karena tergolong mudah bagi mereka atau praktis untuk mencari uang dari pada mereka harus mengikuti program pelatihan yang telah disediakan oleh Dinas Sosial yang bagi mereka hanya membuang-buang waktu saja. Kemudian dari pada itu, cara dari anggota Dinas Sosial mencegah mereka agar tidak kembali menjadi pengamen di jalanan itu sendiri masih kurang optimal selain dari program-program yang telah ditawarkan dalam hal mengasah keterampilan mereka di bidang pekerjaan. Dari hasil penelitian yang didapatkan oleh penulis, cara dari Dinas Sosial mencegah mereka adalah jika mereka mendapati anak-anak tersebut tengah beroprasi di jalanan maka mereka dari pihak Dinas Sosial akan mengusir atau menegur anak-anak tersebut agar supaya tidak mengamen di jalanan lagi atau jangan melakukan pekerjaan seperti ini dengan umur mereka yang masih tergolong anak-anak. Apabila mereka masih mendapati mereka tengah asik beroprasi di jalanan dengan tetap menjadi pengamen maka pihak Dinas Sosial tidak segan-segan menangkap mereka dan membawa mereka ke Kantor untuk diberikan pembinaan, bahkan uang dari hasil yang mereka dapatkan dari mengamen akan disita oleh pihak Dinas Sosial. Anak jalanan yang ada di Medan (dalam buku The Bamboes), cara mencegah mereka agar tidak kembali lagi ke jalanan adalah dengan menggunakan kekeras dari pihak Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Jika mereka mendapati anak-anak yang

12

sedang mengamen di jalanan, mereka akan langsung menangkap anak-anak tersebut dan membawa mereka ke Kantor dan dikirim ke Panti Asuhan Pungai, bahkan jika ada dari anak-anak tersebut yang coba melarikan diri dari Satpol PP, mereka akan merasakan tendangan dari sepatu lars petugas dan adapun yang kepalanya dipukuli hingga mengucurkan darah. Dalam hal ini, cara dari Pemerintah untuk menangani anak jalanan masih sangat kurang baik atau bisa dikatakan masih kurang maksimal. Mencegah mereka tidaklah cukup hanya dengan sebatas teguran atau dengan tindakan kekerasan. Bagi mereka, mengamen adalah hal yang sangat mudah dan praktis untuk mendapatkan uang karena mengamen tidak membutuhkan modal yang besar. Jika menggunakan kekerasan, itu hanya akan membuat mereka takut dan lari dengan kedatangan dari petugas Satpol PP, sehingga anak jalanan bukannya berkurang malah bertambah karena mereka akan lebih berhati-hati lagi jika bekerja sebagai pengamen. Lainnya halnya dengan anak jalanan yang ada di Kecamatan Kota Selatan. Setelah mereka menerima binaan dari pihak Dinas Sosial, mereka dipulangkan kepada orang tua masing-masing atau menunggu mereka dijemput oleh orang tua mereka atau bahkan anak-anak tersebut dibiarkan pulang dengan sendirinya. Tidak ada upaya dari Pemerintah untuk menangani anak jalanan tersebut dengan lebih serius. Sehingga hal inilah yang membuat mereka masih tetap beroprasi di jalanan sebagai pengamen. Sama halnya dengan nasib anak jalanan yang ada di Jakarta (dalam Jurnal Prisma), anak jalanan yang pernah ditangkap oleh petugas penertiban kota, umumnya mempunyai kesan yang kurang baik tentang bembinaan tersebut. Biasanya mereka sering melarikan diri dari tempat penampungan akan tetapi kepala mereka tak pernah aman dari penggundulan, sehingga dimata anak-anak jalanan yang ada di Jakarta upaya dari penangkapan dan pembinaan tersebut tidak lebih dari sekedar penggundulan. Kedua, program pelatihan keterampilan yang telah disediakan oleh Dinas Sosial untuk membantu anak-anak tersebut agar supaya tidak bekerja sebagai pengamen lagi masih kurang mendapatkan respon yang baik dari pihak keluarga dan dari anak jalanan itu sendiri. Menurut pandangan keluarga mereka, mereka tidak mempercayai dengan

13

adanya bantuan yang di tawarkan oleh Dinas Sosial seperti program pelatihan keterampilan tersebut sehingga dari anak-anak jalanan yang selalu beraktivitas di bawah lampu merah depan Mesjid Agung Baiturahim belum ada yang mendapatkan penanganan berupa program pelatihan keterampilan dan menurut anak-anak itu sendiri, mereka sudah terbiasa dan lebih suka bekerja sebagai pengamen karena lebih cepat mendapatkan uang. Dan yang ketiga, penanganan anak-anak jalanan yang berada di bawah lampu merah depan Mesjid Agung Baiturahim hanya sebatas binaan sehingga hal inilah yang menyebabkan mereka masih sering kita jumpai di pinggiran jalan. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Upaya pembinaan dari program Dinas Sosial terkait dengan penaggulangan anak jalanan yang ada di Kecamatan Kota Selatan berupa penanganan dalam bentuk keterampilan yang mengarah keusaha ekonomi produktif (UEP) dan pemberian binaan dalam hal sikap rupanya masih belum efektif dalam penyelesaiaan masalah anak jalanan hal ini dapat terlihat masih ada terdapat anak jalanan yang mengamen di Kota Selatan. 2. Sebagian dari anak jalanan yang ada di Kecamatan Kota Selatan ada yang masih mengenyam pendidikan di bangku SD yang masih sekolah dan ada yang tidak sekolah. 3. Sebagian besar anak jalanan yang beroperasi di Kecamatan Kota Selatan melakukan perkerjaan tersebut didorong oleh kebutuhan hidup sehingga mereka melakukan pekerjaan seperti itu, selain itu mengamenpun sebagai salah satu upaya untuk membantu penghasilan orang tua.

14

Saran Berdasarkan dari kesimpulan di atas, maka penulis dapat mengemukakan saran sebagai berikut: 1. Bagi pemerintah khususnya Dinas Sosial seharusnya sudah bisa mengadakan panti rehabilitas bagi mereka anak-anak jalanan agar supaya bagi mereka yang tidak mempunyai tempat tinggal bisa menempati tempat tersebut. 2. Untuk program penanganan dalam bentuk sikap, diharapkan kepada Dinas Sosial agar bisa membina mereka anak-anak tersebut dengan lebih baik lagi, tidak hanya sebatas pembinaan yang bersifat teguran semata. 3. Sedangkan untuk program penanganan dalam bentuk keterampilan diharapkan kepada Dinas Sosial agar bisa lebih dikembangkan lagi terutama pihak Dinas Sosial harus terus melakukan atau tidak henti-hentinya melakukan sosialisasi agar orang tua dari anak-anak bisa mengandalkan program kerja dari Pemerintah tersebut. DAFTAR PUSTAKA Creswell, Jhon W (2013). Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Pustaka Belajar, Yogyakarta. Conyers, Diana, (1991). Perencanaan Sosial di Dunia Ketiga. Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Delaney, Stephanie & Edi Suharto. (2011). Pedoman Pelatihan Untuk Pekerja Kesejahteraan Anak. Kementerian Sosial RI dan UNICEF. Purnamawati & Ahmad Taufan Damanik. (1993). Anak Jalanan. Yayasan KKSP, Medan. Rahman, Abdul Agus (2013). Psikologi Sosial: Integrasi Pengetahuan Wahyu dan Pengetahuan Empirik. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Rukminto, Isbandi, (2013). Kesejahteraan Sosial. PT. Grafindo Persada, Jakarta. Soetomo, (2013). Masalah Sosial dan Pemecahannya. Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Suyanto, Bagong, (2008). Masalah Sosial Anak. Kencana Prenanda Media Group,

15

Jakarta. Suharto, Edi (2010). Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Rafika Aditama, Bandung. Batubara, Hambali (2010). The Bamboes Suara Merdeka Dari Jalanan. Yayasan KKSP (Pusat Pendidikan dan Informasi Hak Anak), Medan. Mardiana, 2008. Perilaku Belajar Anak Jalanan. Jurnal Teknologi Pendidikan Volume 10 No. 3 Desember 2008. Anwar, Jeffry & Y. Martin Hardiono, 1992. Anak Jalanan Kembang Metropolitan Jurnal Prisma 5 Volume 2 Tahun 1992. http://kataronline.wordpress.com/usaha-ekonomi-produktif-uep/. Diakses pada tanggal 3-9-2014.

16