Program Studi Magister Teknik Mesin - USU Institutional Repository

Mobil. 15 – 30.000. Penerima Bunyi. Interval Frekuensi (Hz). Manusia. 20 – 20.000. Anjing. 15 – 50.000. Kucing. 60 – 65.000. Kelelawar. 1000 – 120.000...

18 downloads 565 Views 787KB Size
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Terjadinya Bunyi Bunyi merupakan serangkaian perubahan tekanan yang terjadi secara cepat di

udara. Perubahan tekanan ini disebabkan oleh objek yang bergetar yang disebut dengan sumber bunyi. Pada Gambar 2.1 memperlihatkan sensasi bunyi agar dapat didengar manusia memerlukan tiga aspek yang harus ada dalam waktu bersamaan yaitu: 1. Sumber bunyi (source). 2. Medium penghantar bunyi (path). 3. Telinga dan saraf pendegaran yang sehat (receiver).

Gambar 2.1 Situasi akustik: source, path dan receiver (Baron, 2001)

Universitas Sumatera Utara

Bunyi termasuk gelombang mekanis longitudinal. Gelombang bunyi tersebut dapat dijalarkan di udara, benda padat dan benda cair. Bunyi tidak merambat dalam ruang hampa udara (vakum). Bunyi merambat dari suatu medium dengan cara memindahkan energi kinetik dari satu molekul lainnya dalam medium tersebut.

2.2.

Gerak Gelombang Bunyi Gelombang adalah osilasi yang merambat pada suatu medium tanpa disertai

perambatan bagian-bagian medium itu sendiri. Ada dua fenomena yang terlihat: 1. Ada osilasi (tampak dari titik di permukaan yang bergerak naik turun). 2. Ada perambatan pola osilasi. Dua fenomena ini terjadi pada gelombang apa saja. Pada bentuk umum gelombang ada 2 (dua) yaitu gelombang tranversal dan gelombang longitudinal (Gambar 2.2 (a) dan Gambar 2.2 (b)). Ketika kita menggetarkan slinki (kumparan kawat) maka terlihat pola simpangan slinki yang bergerak ke ujung slinki yang lain. Namun bagian-bagian slinki itu tidak bergerak bersama pola gelombang maka gelombang ini disebut gelombang transversal.

Gambar 2.2 (a) Gelombang longitudinal (b) Gelombang tranversal (Mikrajuddin, 2006)

Universitas Sumatera Utara

Gelombang dengan arah osilasi tegak lurus arah rambat gelombang dinamakan gelombang transversal. Gelombang longitudinal adalah gelombang dengan arah osilasi sama dengan arah rambat gelombang.

2.3.

Superposisi Gelombang Superposisi gelombang adalah jumlah simpangan total ketika dua gelombang

merambat secara bersamaan. Pada Gambar 2.3 terlihat bahwa terjadi superposisi gelombang bunyi dengan simpangan y 1 dan y 2 . Pada saat terjadi amplitudo maksimum maka kita akan mendengar bunyi yang keras yang disebut dengan superposisi konstruktif (sefase), sebaliknya pada saat amplitudo nol kita akan mendengar bunyi yang lemah atau yang disebut dengan superposisi destruktif (fase berlawanan).

Gambar 2.3 Superposisi dua gelombang (Nugroho, 2006)

Universitas Sumatera Utara

Jika terdapat N gelombang dengan simpangan y 1 (x,t) hingga y n (x,t) yang merambat bersamaan dalam medium yang sama, maka simpangan total titik-titik dalam medium memenuhi persamaan: y ( x, t )  y1 ( x, t )  y 2 ( x, t )  .....  y n ( x, t )

(2.1)

Gelombang yang mengalami superposisi merambat dalam arah yang berlawanan, misalkan gelombang pertama merambat kekanan dengan persamaan: y1 ( x, t )  A sin(2

t x  2 )  T

(2.2)

dan gelombang kedua merambat kekiri dengan persamaan: y 2 ( x, t )  A sin( 2

t x  2 ) T 

(2.3)

dimana: y 1 (x,t)

= simpangan pertama merambat kekanan (m)

y 2 (x,t)

= simpangan kedua merambat kekiri (m)

A

= amplitudo (m)

T

= perioda (s)



= panjang gelombang (m)

t

= waktu (s)

x

= jarak/posisi (m)

Perbedaan arah rambat gelombang dibedakan oleh tanda di depan suku 2x/. Tanda negatif digunakan untuk gelombang yang merambat kekanan dan tanda positif untuk gelombang yang merambat kekiri. Superposisi kedua gelombang menjadi:

Universitas Sumatera Utara

y ( x, t )  A sin( 2

t x t x  2 )  A sin( 2  2 )   T T

(2.4)

Dengan menggunakan identitas trigonometri pada persamaan di atas, gelombang hasil superposisi dapat ditulis sebagai: y ( x, t )  2 A(sin 2

2.4.

t x t x cos 2  cos 2 sin 2 ) T  T 

(2.5)

Perambatan Bunyi Getaran pada objek yang menjadi sumber bunyi akan menyentuh dan

menekan molekul-molekul udara yang disekitarnya sehingga terjadi perubahan tekanan. Peristiwa ini dapat disebut sebagai perambatan gelombang bunyi. Bila kita (telinga kita) berada dalam jarak tertentu dari sumber bunyi yang telah menghasilkan perambatan gelombang bunyi masih terjangkau telinga kita, maka elemen-elemen pendengaran yang ada dalam telinga akan menangkap dan mengolah gelombang tersebut sehingga kita mengalami peristiwa mendengar. Peristiwa perambatan gelombang bunyi dapat diukur kecepatannya. Kecepatan rambat yang umum digunakan adalah 340 m/det. Kecepatan rambat gelombang bunyi ditentukan oleh frekuensi dan panjang gelombangnya. c  f .

(2.6)

Universitas Sumatera Utara

dimana: c

= kecepatan rambat gelombang bunyi (m/s)

f

= frekuensi bunyi (Hz)



= panjang gelombang bunyi (m)

Gelombang bunyi berpropagasi dalam bentuk gelombang yang berjalan dengan kecepatan bunyi dalam medium sekitarnya. Propagasi bunyi dari sumbernya dapat diklasifikasikan atas tiga bagian utama yaitu: 1. Bunyi pada media udara (Air Borne) 2. Bunyi pada media padat (Solid Borne) 3. Bunyi pada media cairan (Fluid Borne) 2.4.1. Bunyi pada Udara (Air Borne) Gelombang longitudinal sebagai penghantar energi bunyi akan berpropagasi pada udara tergantung pada tekanan atmosfir dan kerapatan. Secara matematis kecepatan rambat gelombang bunyi pada media udara dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut:

c

1.4 Ps



(2.7)

dimana: c

= cepat rambat gelombang bunyi di udara (m/s)

Ps

= tekanan atmosfir (N/m2)

ρ

= kerapatan udara (kg/m3)

Universitas Sumatera Utara

Untuk pemakaian praktis, cepat rambat bunyi hanya tergantung pada suhu udara absolut dengan persamaan: c  20,05(T )

1

(2.8)

2

dimana: T

= suhu udara absolut (oK)

2.4.2. Bunyi pada Zat Padat (Solid Borne) Perambatan gelombang bunyi material padat tergantung dari dimensi dan properties material. Pada material padat akan terjadi fenomena gelombang universal yang sangat berpengaruh pada kecepatan rambat gelombangnya. Kecepatan rambat gelombang pada media padat dinyatakan dengan persamaan: c0 

E



(2.9)

dimana: co

= cepat rambat gelombang media padat (m/s)

E

= modulus elastisitas (N/m2)

ρ

= kerapatan zat padat (kg/m3)

Cepat rambat gelombang longitudinal benda padat dipengaruhi oleh dimensi dan model yang ditinjau dan menyebabkan tekanan atau tarikan dan pergeseran dalam bentuk tegangan sebagai reaksi material yang bersifat lateral.

Universitas Sumatera Utara

Pada Tabel 2.1 menunjukkan kecepatan gelombang bunyi pada beberapa media. Tabel 2.1 Kecepatan gelombang bunyi pada beberapa media Medium

Kecepatan Rambat Suara (v)

Udara pada temperatur 0oC Udara pada temperatur 10oC Udara pada temperatur 20oC Udara pada temperatur 30oC Gas O 2 Gas CO 2 Gas Hidrogen Air Murni Air Laut Baja Sumber: Christina, 2009

2.5.

331.8 m/det 337.4 m/det 343.8 m/det 349.6 m/det 316 m/det 259 m/det 1284 m/det 1437 m/det 1541 m/det 6100 m/det

Frekuensi

Ketika sumber bunyi bergetar maka getaran yang terjadi setiap detik disebut sebagai frekuensi dan diukur dalam satuan Hertz (Hz). Telinga manusia mampu mendengarkan bunyi pada jangkauan frekuensi 20 Hz sampai dengan 20.000 Hz. Jangkauan frekuensi ini dikenal dengan nama daerah audiosonik (pendengaran). Bunyi dengan frekuensi di atas 20.000 Hz dinamakan ultrasonik dan bunyi dengan frekuensi di bawah 20 Hz dinamakan infrasonik. Beberapa hewan dapat mengeluarkan bunyi dengan frekuensi tinggi, misalnya anjing mengeluarkan frekuensi sampai 50.000 Hz, kelelawar 120.000 Hz, jangkrik 100.000 Hz.

Bunyi dengan frekuensi tinggi tidak dapat didengar oleh telinga

Universitas Sumatera Utara

manusia karena diluar jangkauan pendengaran manusia. Batas interval frekuensi pada sumber bunyi dan penerima bunyi dapat ditunjukkan pada Tabel. 2.2. Tabel 2.2 Interval frekuensi yang diterima oleh sumber dan penerima bunyi Sumber Bunyi

Interval Frekuensi (Hz)

Manusia

85 – 5.000

Anjing

450 – 1.080

Kucing

780 – 1.520

Terompet

190 – 990

Drum

95 – 180

Kelelawar

10.000 – 120.000

Jangkrik

7.000 – 100.000

Burung Nuri

2.000 – 13.000

Burung Kakak Tua

7.000 – 120.000

Mesin Jet

5 – 50.000

Mobil

15 – 30.000

Penerima Bunyi

Interval Frekuensi (Hz)

Manusia

20 – 20.000

Anjing

15 – 50.000

Kucing

60 – 65.000

Kelelawar

1000 – 120.000

Jangkrik

100 – 15.000

Burung Nuri

250 – 21.000

Burung Kakak Tua

150 – 150.000

Sumber: Hamond, 1983 Bunyi (pembicaraan, musik, bising) terdiri dari banyak frekuensi yaitu komponen-komponen frekuensi rendah, tengah dan medium. Karena itu sangatlah

Universitas Sumatera Utara

penting untuk memeriksa masalah-masalah akustik meliputi spektrum frekuensi yang dapat didengar. Frekuensi standar yang dipilih secara bebas sebagai wakil yang penting dalam penelitian akustik lingkungan adalah 125 Hz, 250 Hz, 500 Hz, 1000 Hz, 2000 Hz, dan 4000 Hz. Untuk melihat perbedaan frekuensi tinggi dan rendah dapat dilihat melalui panjang gelombang. Pada Gambar 2.4 menunjukkan perbedaan antara panjang gelombang pada frekuensi tinggi dan panjang gelombang pada frekuensi rendah. Pada panjang gelombang dengan frekuensi rendah, kerapatan medianya lebih jarang sehingga jarak antara satu puncak gelombang ke puncak gelombang lain lebih jauh (long wavelength). Sedangkan panjang gelombang dengan frekuensi tinggi jarak antara satu puncak gelombang ke puncak gelombang lain lebih dekat (short wavelength).

t

t

Gambar 2.4 Perbedaan panjang gelombang pada frekuensi rendah dan tinggi (ISVR, 2006)

Universitas Sumatera Utara

2.6.

Tekanan Bunyi dan Tingkat Tekanan Bunyi

Gelombang bunyi merupakan tekanan yang memiliki pola sinusiodal artinya pola gelombang merupakan fungsi sinus atau cosinus. Tekanan bunyi adalah variasi tekanan di atas dan di bawah tekanan atmosfer. Variasi tekanan ini sifatnya periodik, satu variasi tekanan komplit disebut juga sebagai satu siklus frekuensi. Secara umum persamaan gelombang tekanan bunyi datang dapat dituliskan sebagai: P1 ( x, t )  A1 sin( 2f .t  k1 .x)

(2.10)

Persamaan untuk gelombang transmisi dan pantul adalah: Pt ( x, t )  At sin(2f .t  k1.x)

(2.11)

Pr ( x, t )  Ar sin( 2f .t  k1.x)

(2.12)

dimana: Pl

= tekanan bunyi datang (N/m2)

Pt

= tekanan bunyi transmisi (N/m2)

Pr

= tekanan bunyi pantul (N/m2)

Al

= amplitudo tekanan datang (N/m2)

At

= amplitudo tekanan transmisi (N/m2)

Ap

= amplitudo tekanan pantul (N/m2)

f

= frekuensi (Hz)

k 1,2

= bilangan gelombang (2/)

t

= waktu (s)

x

= jarak dari sumber/posisi (m)

Universitas Sumatera Utara

Tingkat tekanan bunyi didefinisikan sebagai ukuran tinggi rendahnya bunyi yang ditimbulkan oleh sumber bunyi. Tingkat tekanan bunyi diukur dengan menggunakan alat Suond Presure Level (SPL). Persamaan tingkat tekanan bunyi adalah:  P L p  20 log  t  Pref

  

(2.13)

dimana: = tingkat tekanan bunyi (Suond Pressure Level/SPL) , dB

Lp

P ref = tekanan bunyi referensi untuk bunyi udara, 2 x 10-5 (N/m2) = tekanan bunyi (N/m2)

Pt

2.7.

Kebisingan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) arti dari kebisingan adalah ramai atau hiruk pikuk yang terasa di telinga seakan-akan pekak. Kebisingan yang biasanya terjadi disekitar kita dibedakan menjadi: 1. Kebisingan latar belakang adalah tingkat kebisingan yang terpapar terusmenerus pada suatu area, tanpa adanya sumber-sumber bunyi yang signifikan. 2. Kebisingan ambien adalah total kebisingan yang terjadi pada suatu area, meliputi kebisingan lain yang muncul pada suatu waktu dengan tingkatan yang keras melebihi tingkatan kebisingan latar belakang dan merupakan kompilasi kebisingan dari dekat maupun jauh.

Universitas Sumatera Utara

Kebisingan latar belakang umumnya dapat diterima tanpa menimbulkan gangguan yang berarti karena berada pada tingkat keras maksimum 40 dB. Pada suatu keadaan, keberadaan kebisingan latar belakang justru diperlukan agar suasana tidak lengang yang dapat menimbulkan kesan menakutkan atau mengurangi privasi seseorang. Sebagai contoh pada rumah makan, sengaja diputar alunan musik lembut agar percakapan suatu kelompok tamu tidak mengganggu kelompok tamu lainnya. Kebisingan ambien umumnya menimbulkan gangguan, terlebih bila sumber kebisingan yang jaraknya dekat dan merupakan kebisingan tetap dengan tingkat kerasnya melebihi 50 dB. Kebisingan ambien yang melebihi 60 dB akan menyebabkan percakapan sulit dilakukan (Christina, 2009). Tabel 2.3 menunjukkan bahwa Peraturan Pemerintah Indonesia melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 405/Menkes RI/XI/2002 tentang persyaratan kesehatan lingkungan kerja mengenai tingkat kebisingan (dB) dan lamanya pemaparan yang diijinkan. Tabel 2.3 Tingkat kebisingan dan lama paparan yang diijinkan/hari Tingkat Kebisingan (dB)

Lama Paparan Yang Diijinkan/Hari

82 85 88 91 97 100

16 Jam 8 Jam 4 Jam 2 Jam 1 Jam 0.25 Jam (15 Menit)

Sumber: Christina, 2009

Universitas Sumatera Utara

Setiap bangunan tertentu memiliki tingkat baku kebisingan yang dianut agar kenyamanan di dalam bangunan dapat terjaga. Aturan yang mengacu pada kawasan tingkat baku kebisingan di Indonesia diatur dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: KEP-48/MENLH/XI/1996 yang ditunjukkan dalam Tabel 2.4. Untuk peraturan kebisingan yang diacu masih berupa tingkat baku yang longgar dan belum ada sanksi berat bagi yang melanggar. Tabel 2.4 Pembagian zona-zona peruntukan Peraturan Menteri Kesehatan No. 781/Menkes/Per/XI/87

Zona

A B C D

Peruntukan

Laboratorium, rumah sakit, panti perawatan Rumah, sekolah, tempat rekreasi Kantor, pertokoan Industri, terminal, stasiun KA

Tingkat Kebisingan (dB) Maksimum di dalam Bangunan Dianjurkan Diperbolehkan 45 35

45 50 60

55 60 70

Sumber: Christina, 2009

2.8.

Pengendalian Kebisingan Pada Perambatan

Udara adalah medium perambatan gelombang bunyi yang paling banyak kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Perambatan gelombang bunyi melalui udara disebut perambatan secara airbone (ab) yaitu ketika getaran yang dialami sumber bunyi menyentuh molekul-molekul udara yang ada disekitarnya. Saat getaran molekul udara terus berjalan dan mengenai bidang pembatas yang terbuat dari material padat maka bergantung pada karakteristik bidang pembatas dan kekuatan

Universitas Sumatera Utara

bunyi yang merambat, dimungkinkan molekul udara menyentuh udara dan menggetarkan molekul yang menyusun material pembatas. Bila molekul bidang pembatas juga ikut bergetar maka akan terjadi perambatan yang disebut dengan perambatan secara structureborne (sb) (Gambar 2.5).

Gambar 2.5 Proses perubahan medium perambatan dari suatu sumber mesin generator pada bangunan berlantai (Christina, 2009) Secara umum perambatan secara airbone (ab) dapat diredam oleh material dengan kemampuan redam lebih rendah bila dibandingkan tingkat redaman yang dibutuhkan untuk menahan bunyi yang merambat secara structureborne (sb). Structureborne (sb) sangat dimungkinkan bunyi merambat secara merayap disepanjang bidang pembatas untuk berubah menjadi perambatan secara airborne (ab). Perambatan semacam ini sangat dipengaruhi oleh keberadaan homogenitas kerapatan material.

Universitas Sumatera Utara

Pada Gambar 2.6 menunjukkan mesin berada dalam ruangan, dimana dinding ruang mesin menggunakan material absorbsi yang berfungsi untuk menyerap suara dari mesin agar bunyi mesin tidak mengganggu ruangan lain.

Gambar 2.6 Penggunaan material akustik pada jalur rambatan pada dinding ruang mesin (Baron, 2001) Perambatan gelombang dengan menggunakan dinding penghalang di jalan raya dapat juga menurunkan kebisingan (Gambar 2.7). Material bangunan yang selama ini banyak digunakan di Indonesia untuk pembuatan dinding seperti batu bata atau batako yang diplester sisinya mampu menghasilkan dinding dengan permukaan keras dan halus. Permukaan semacam ini cenderung memantulkan kembali gelombang bunyi datang. Hasilnya akan lebih baik bila pantulan bunyi yang terjadi tidak hanya menuju satu arah tetapi tersebar merata sehingga tingkat keras bunyi semakin menurun dan tidak dipantulkan kembali ke dinding pagar (Gambar 2.7 (a)).

Universitas Sumatera Utara

Untuk permukaan kasar, bergelombang atau berlekuk mampu menyebarkan pantulan bunyi secara lebih merata. (Gambar 2.7 (b)).

(a)

(b) Gambar 2.7 (a) Pemantulan bolak-balik dari pagar ke sumber bunyi akibat penggunaan material dengan sifat memantul yang kuat (b) Pemantulan terdifusi di dinding muka pagar karena penggunaan material dengan sifat difusi, energi bunyi tersebar merata (www.noisi barier.com) Pemasangan material peredam suara pada bagian body mobil harus pada titiktitik yang dibutuhkan agar dapat meredam suara dengan baik, seperti: 1. Pintu (doortrim) untuk meredam resonansi pada plat body, biasanya pemasangan peredam dititik ini lebih mengarah untuk keperluan audio, agar suara midbass dapat terdengar lebih deep (Gambar 2.8 (a)).

Universitas Sumatera Utara

2. Dinding

pembatas mesin dan kabin (firewall) untuk meredam masuknya

suara mesin ke dalam kabin. 3. Bagian dalam ruang roda (spakbor) untuk meredam suara gemuruh putaran ban (road noise) saat mobil melaju. 4. Kap mesin (engine hood) untuk mengurangi noise dari mesin dan menahan panas agar cat kap mesin tidak lekas pudar (Gambar 2.8 (b)). 5. Lantai kabin (floor) dapat memaksimalkan peredaman untuk suara bising, seperti dari ban dan gardan maupun panas yang berasal dari bawah mobil. 6. Atap (plafon) dapat membuat kabin meredam panas dan meminimalkan suara air hujan yang terkena atap.

(a) Bagian pintu

(b) Bagian kap mesin Gambar 2.8 Penggunaan material penyerap suara pada bagian mobil (www. forum otomotifnet.com)

Universitas Sumatera Utara

2.9.

Koefisien Serap (Absorbsi) Bunyi

Efisiensi penyerapan bunyi suatu material pada frekuensi tertentu dinyatakan oleh koefisien serap bunyi. Koefisien ini dinyatakan dengan lambang  (alpha). Sifat gelombang bunyi yang menumbuk permukaan material ditentukan dengan nilai koefisien serapnya yaitu: 1. Koefisien serap  = 0 maka bunyi akan dipantulkan semua. 2. Koefisien serap  = 1 maka bunyi akan diserap semua. 3. Koefisien serap 0<<1 maka sebagian bunyi akan dipantulkan dan sebagian lagi akan diserap. Pada Tabel 2.5 menunjukkan nilai koefisien serap bunyi dari beberapa bahan bangunan seperti gypsum, kayu, batu bata dan beton yang dituang. Koefisien serap bunyi sangat tergantung dari frekuensi yang diberikan. Tabel 2.5 Koefisien penyerapan bunyi Frekuensi (Hz) Material

Gypsum board (13 mm) Kayu Gelas Tegel geocoustic (81 mm) Beton yang dituang Bata tidak dihaluskan Steel deck (150 mm)

125

0.29 0.15 0.18 0.13 0.01 0.03 0.58

250

500

1000 2000 4000

0.10 0.11 0.06 0.74 0.01 0.03 0.64

0.05 0.10 0.04 0.35 0.02 0.03 0.71

0.04 0.07 0.03 0.53 0.02 0.04 0.63

0.07 0.06 0.02 0.03 0.02 0.05 0.47

0.09 0.07 0.02 0.73 0.03 0.07 0.40

Sumber : Doele, 1993

Universitas Sumatera Utara

Penyerapan bunyi suatu permukaan diukur dalam sabin, satu sabin menyatakan satu permukaan seluas 1 m2 (S) yang mempunyai koefisien penyerapan  = 1.0. Sebagai contoh suatu permukaan akustik seluas 11 m2 dan mempunyai koefisien  = 0.5 maka penyerapan permukaannya adalah S. = 11 x 0.5 = 5.5 m2. Gelombang bunyi mempunyai sifat memantul, diteruskan dan diserap oleh suatu material. Apabila gelombang bunyi ini mengenai permukaan material, maka sebagian dari gelombang bunyi ini akan dipantulkan dan sebagian lagi akan diserap/transmisi seperti ditunjukkan pada Gambar 2.9.

Gambar 2.9 Pemantulan dan penyerapan bunyi pada suatu muka dataran dari dua media akustik (Wilson, Charles. E) Mula-mula gelombang bunyi dengan amplitudo tertentu mengenai material kemudian gelombang bunyi tersebut akan dipantulkan. Perbandingan amplitudo tekanan pantulan (R) terhadap amplitudo tekanan datang (Ao) bergantung pada impedansi akustik (Z) dari dua medium itu. Hubungan pernyataan itu adalah:

Universitas Sumatera Utara

R Z1  Z 2  Ao Z 1  Z 2

(2.14)

dengan: Z1

=

impedansi akustik medium pertama (kg/m2.s).

Z2

=

impedansi akustik medium kedua (kg/m2.s).

Pada hukum geometri diketahui bahwa cahaya bisa pantul (refleksi) dan bias (refraksi). Demikian pula pada gelombang bunyi yang dapat diserap dan masuk ke dalam material sehingga gelombang bunyi yang masuk ke dalam material akan mengakibatkan efek gesekan (friction). Penyerapan energi gelombang bunyi ini akan mengakibatkan berkurangnya amplitudo gelombang bunyi. Nilai amplitudo gelombang bunyi pada material dinyatakan dalam persamaan: A  A0

x

(2.15)

dengan: A

=

Ao

=

amplitudo gelombang bunyi yang menetap pada jaringan dengan tebal x (m) amplitudo gelombang bunyi mula-mula (m)



=

koefisien serap material

x

=

tebal material (m)

NRC (Noise Reduction Coeficient) adalah angka rata-rata koefisien serap bunyi material pada frekuensi 250 Hz, 500 Hz, 1000 Hz, dan 2000 Hz. NRC diperlukan untuk menunjukkan seberapa jauh efisiensi material dalam mereduksi

Universitas Sumatera Utara

bunyi dan ini dipakai sebagai angka Standar Internasional (SI) dalam menilai efisiensi kemampuan dalam mereduksi bunyi. Misalnya karpet memiliki  sebagai berikut: 1. Pada frekuensi 250 Hz

= 0.20

2. Pada frekuensi 500 Hz

= 0.35

3. Pada frekuensi 1000 Hz

= 0.45

4. Pada frekuensi 2000 Hz

= 0.55

Maka NRC karpet adalah

2.10.

0.20 x 0.35 x 0.45 x 0.55 = 0.40 4

Material Akustik

Secara umum material lunak akan menyerap dengan baik bunyi yang berfrekuensi tinggi. Dapat kita asumsikan bahwa lubang-lubang kecil yang disebut pori akan menjadi mulut yang memakan gelombang bunyi yang kecil-kecil/pendekpendek yang datang padanya. Sebaliknya, pori yang kecil tidak mampu menangkap gelombang bunyi yang besar-besar/panjang-panjang sehingga tidak sesuai untuk menyerap bunyi berfrekuensi rendah. Pada Gambar 2.10 memperlihatkan papan olahan yang diberi lubang-lubang kecil agar dapat meredam bunyi.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.10 Papan olahan berpori kotak dan bulat (Christina, 2009) Penyerap jenis beserat adalah penyerap yang paling banyak dijumpai. Sebagai contoh jenis selimut mineral wool. Penyerap jenis ini mampu menyerap bunyi dalam jangkauan frekuensi yang lebar dan lebih disukai karena tidak mudah terbakar. Namun kelemahannya terletak pada model permukaan yang berserat sehingga harus digunakan dengan hati-hati agar lapisan serat tidak rusak/cacat dan kemungkinan terlepasnya serat-serat halus ke udara karena usia pemakaian. Penyerap dari bahan berserat dipasarkan dari berbagai ketebalan dan kerapatan sehingga dapat dipilih yang paling sesuai dengan frekuensi bunyi yang hendak diserap. Sebagai gambaran umum untuk menyerap bunyi frekuensi rendah diperlukan penyerap berserat dalam ketebalan yang lebih bila dibandingkan dengan untuk menyerap suara berfrekuensi tinggi (Christina, 2009). Sebagai contoh bila untuk suara berfrekuensi tinggi dibutuhkan ketebalan 3 mm, maka untuk frekuensi rendah dibutuhkan ketebalan 75 mm sampai dengan 100 mm. Bila penyerap berserat yang tebal sulit diperoleh maka sebagai gantinya dapat digunakan penyerap berserat yang lebih tipis dengan pemasangan berongga (tidak menempel langsung pada bidang batas). Lapisan penyerap berserat dalam jarak 50 mm dari bidang batas permanen.

Universitas Sumatera Utara

Berbagai macam mineral berserat yang dijumpai di pasar umumnya adalah mineral wool atau susunan benang-benang atau serat-serat dari mineral baik alami maupun buatan. Adapun yang paling banyak digunakan adalah glasswool dan rockwool seperti terlihat Gambar 2.11.

Gambar 2.11 Selimut mineral wool yaitu rockwool dan glasswool (Christina, 2009) Glasswool dari mineral buatan (serat-serat kaca halus) sementara rockwool dari mineral alami. Secara fisik tampilan keduanya hampir sama karena dijual dalam bentuk papan (board) maupun selimut (lembaran lunak). Keduanya banyak digunakan untuk peredaman bunyi maupun suhu. Rockwool tahan sampai pada suhu 650oC sementara glasswool sampai pada suhu 350oC. Ketahanan terhadap kelembaban rockwool hanya sampai 95% sementara glasswool mencapai hampir 100%. Selain glasswool dan rockwool, karpet juga termasuk kelompok berserat dengan kemampuan serap yang cukup baik. Meski demikian untuk karpet tipis yang diletakkan begitu saja di atas permukaan yang keras, kemampuan serapnya terhadap bunyi pada frekuensi rendah dan frekuensi sedang cukup kecil. Sebagai material

Universitas Sumatera Utara

yang mudah diperoleh, karpet banyak digunakan sebagai penyerap untuk lantai dan dinding.

2.11. Material Komposit

Komposit adalah gabungan dua atau lebih material yang dicampur secara makroskopik yang mempunyai sifat berbeda dari material pembentuknya. Komposit dibentuk dari dua jenis material yang berbeda yaitu: 1. Penguat (reinforcement) yang mempunyai sifat yang kurang ductile tetapi kuat. 2. Matriks umumnya lebih ductile tetapi mempunyai kekuatan yang lebih rendah dari penguat. Komposit juga dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Komposit Laminat (laminated composit) yaitu komposit yang terdiri dari dua atau lebih lapisan yang digabung menjadi satu dan setiap lapisannya memiliki karekteristik sifat yang berbeda sebagai contoh papan playwood. 2. Komposit serat (fibricus composit) yaitu komposit yang terdiri dari satu lapisan yang menggunakan penguat berupa serat/fiber. Serat yang digunakan berupa serat glass, serat karbon, serat aramid dan sebagainya. Serat ini bisa disusun secara acak maupun dengan oreantasi tertentu bahkan bisa juga dalam bentuk yang lebih kompleks seperti anyaman.

Universitas Sumatera Utara

3. Komposit Partikel (particulate composite) yaitu komposit yang terdiri dari partikel (butiran) yang terserak dan diikat oleh matriks yang berbeda phase. Keunggulan bahan komposit dipandang dari sifat mekanik dan fisik adalah: 1. Gabungan kedua matrik akan menghasilkan sifat mekanik yang lebih baik dari material pembentuknya. 2. Bahan komposit lebih tahan terhadap laju korosi dan tahan terhadap goresan. 3. Komposit mempunyai densiti yang jauh lebih rendah. Hal ini akan memberikan implikasi yang penting di dalam penggunaan industri pembuatan komponen mobil dan komponen pesawat terbang. 4. Penggunaan material komposit dalam pembuatan kapal sangat penting. Semakin ringan kapal yang dibuat akan mendapatkan displacement yang besar.

2.12.

Polyurethane

Polyurethane terdiri dari polyol dengan isocyanate seperti yang terlihat pada Gambar 2.12.

Gambar 2.12 (a) Isocyanate (b) Polyol

Universitas Sumatera Utara

Komponen utama yang penting dari suatu polyurethane adalah gugus isisianat atau isocyanate yang molekulnya berisi dua kelompok isocyanate atau diisocyanates. Molekul ini juga dikenal sebagai monomers atau monomer unit. Isocyanates dapat berbau

harum,

seperti

diphenylmethane

diisocyanate (MDI)

dan toluene

diisocyanate (TDI) atau alifatik. Komponen kedua adalah gugus hidroksit atau polyol yang molekulnya berisi dua kelompok hidroksit atau diols dan memiliki 3 kelompok hidroksit atau triols. Dalam prakteknya, polyols dibedakan dari rantai yang pendek (low-molecular) seperti ethylene glycol, 1.4-butanediol (BDO), diethylene glycol (DEG), gliserin, dan trimethylol sejenis metan (TMP). Polyurethane dibuat dengan mencampurkan kedua komponen tersebut dan bereaksi menghasilkan molekul yang memiliki ikatan uretan atau disebut polyurethane seperti yang terlihat pada gambar 2.13.

Gambar 2.13 Ikatan uretan dan reaksi pembentukan polyurethane Saat ini, aplikasi polyurethane paling banyak digunakan (sekitar 70%) adalah sebagai bahan busa, penambah elastomer, perekat dan pelapis. Pembuatan busa dari polyurethane dimungkinkan dengan menggunakan agen pengembang (blowing

Universitas Sumatera Utara

agent), yang akan menghasilkan gas pada saat terjadi reaksi sehingga polyurethane dapat membentuk busa. Jika polyurethane yang digunakan bersifat lunak maka yang dihasilkan adalah busa lunak seperti pada kasur busa, alas kursi dan jok mobil. Ada juga jenis busa kaku (rigid foam), seperti pada insulasi dinding, insulasi lemari es atau insulasi kedap suara. Busa polyurethane bersifat ulet dan tidak mudah putus. Dalam aplikasi sebagai insulasi dinding, polyurethane juga dapat dibuat menjadi tahan api dengan penambahan senyawa halogen.

2.13.

Batang Tanaman Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit mempunyai nama latin elaeis merupakan tanaman rakyat yang dapat

menghasilkan minyak CPO (Cruide Palm Oil) yang diolah

menjadi minyak makan, minyak industri, maupun bahan bakar (biodisel). Kelapa sawit yang mempunyai umur ekonomis 25 tahun dan bisa mencapai tinggi 24 meter dapat hidup dengan baik di daerah tropis (15°LU – 15°LS). Tanaman ini tumbuh sempurna di ketinggian 0-500 m dari permukaan laut dengan kelembaban 80-90%, dengan curah hujan yang stabil 2000-2500 mm setahun yaitu daerah yang tidak tergenang air saat hujan dan tidak kekeringan saat kemarau. Kelapa sawit merupakan tanaman monokotil yang batangnya befungsi sebagai penyangga tajuk serta menyimpan dan mengangkut bahan makanan. Batang kelapa sawit tidak mempunyai kambium, berserat dan umumnya tidak bercabang. Pada

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.14 menunjukkan bentuk batang kelapa sawit yang silinder dengan diameter antara 20-75 cm.

Gambar 2.14 Bentuk dan penampang batang kelapa sawit (Purboyo, 1997) Tanaman yang masih muda batangnya terlihat karena terutup oleh pelepah daun. Pertambahan tinggi batang terlihat jelas setelah tanaman berumur 4 tahun. Tinggi batang bertambah 25-45 cm/tahun. Jika kondisi lingkungan sesuai pertambahan tinggi batang dapat mencapai 100 cm/tahun. Tinggi maksimum yang ditanam di perkebunan antara 15-18 m sedangkan yang di alam bisa mencapai 30 m. Pada Tabel 2.6 menunjukkan sifat fisik dan mekanis batang kelapa sawit berupa kerapatan, jumlah serat, modulus patah dan modulus elastisitas. Tabel 2.6 Karakteristik sifat fisik dan mekanis bagian batang kelapa sawit Bagian

Kerapatan 3

Jumlah serat 2

Modulus patah 2

Modulus elastisitas

(g/cm )

per cm

(kg/cm )

(kg/cm2)

Kulit

0,53

67

217

15685

Tengah

0,42

52

194

9473

Inti

0,39

39

127

780

Sumber: Purboyo,1997

Universitas Sumatera Utara

2.14. Kerangka Konsep Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini mengacu pada kerangka konsep pada Gambar 2.15. PERMASALAHAN 1. Masih terbatasnya pemanfaatan limbah batang kelapa sawit jika batang kelapa sawit dibakar akan menimbulkan pencemaran udara dan jika dibiarkan akan menggangu penanaman peremajaan bibit berikutnya. 2. Masih tingginya biaya dan sulitnya mendapatkan material peredam suara yang pada saat ini sering dipergunakan secara meluas hanyalah material glasswool maupun rockwool

Design dan Pengujian: 1. Membuat tabung Impedance Tube sebagai ruang bunyi dan mensetting alat. 2. Membuat spesimen dengan variasi komposisi 50%:50%, 33%:67%, 25%:75%, dan ketebalan 2 cm, 3 cm, 4 cm dan 5 cm. 3. Pengambilan data gelombang P max dan P min pada alat oscilloscope. 4. Pengolahan data untuk mendapatkan

Variabel : 1. Variabel bebas : Komposisi(%), Ketebalan, Frekuensi. 2. Variabel terikat : Koefisien serap ()

Hasil yang diharapkan: 1. Perbedaan hasil koefisien serap bunyi dari tiap variasi bahan yaitu komposisi, ketebalan dan frekuensi. 2. Mendapatkan koefisien serap yang terbaik sehingga dapat dimanfaatkan untuk peredam bunyi alternatif. Gambar 2.15 Kerangka konsep penelitian

Universitas Sumatera Utara