9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 MENSTRUASI 2.1.1 PENGERTIAN

Download hipotalamus, hipofise, ovarium, dan uterus serta faktor lain di luar organ ... Panjang siklus menstruasi ialah jarak antara tanggal mulainy...

0 downloads 658 Views 240KB Size
9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

MENSTRUASI

2.1.1 Pengertian Menstruasi merupakan perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus yang disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium (Wiknjosastro, 2005). Sementara menurut Prawirohardjo (2011:161) pendarahan haid merupakan hasil interaksi kompleks yang melibatkan sistem hormon dengan organ tubuh, yaitu hipotalamus, hipofise, ovarium, dan uterus serta faktor lain di luar organ reproduksi.

2.1.2 Siklus Menstruasi Normal Panjang siklus menstruasi ialah jarak antara tanggal mulainya menstruasi yang lalu dan mulainya menstruasi berikutnya. Hari mulainya perdarahan dinamakan hari pertama siklus. Umumnya, jarak siklus menstruasi berkisar dari 15-45 hari dengan rata-rata 28 hari. Lamanya berbeda-beda antara 2-8 hari, dengan rata-rata 4-6 hari (Price & Wilson, 2006:1281). Panjang daur menstruasi dapat bervariasi pada satu wanita selama saat-saat yang berbeda dalam hidupnya, dan bahkan dari bulan ke bulan tergantung pada berbagai hal, termasuk kesehatan fisik, emosi, dan nutrisi wanita tersebut (Wiknjosastro, 2005). Darah menstruasi biasanya tidak membeku. Jumlah kehilangan darah tiap siklus berkisar 60-80 ml. Kira-kira tiga per empat darah ini hilang dalam dua hari pertama. Wanita berusia

9

10

<35 tahun cenderung kehilangan lebih banyak darah dibanding mereka yang berusia >35 tahun (Benson, 2009). Price & Wilson (2006:1281) membagi siklus menstruasi menjadi dua yaitu siklus ovarium dan endometrium dimana kedua siklus tersebut saling mempengaruhi. a. Siklus Ovarium 1)

Fase Folikular Siklus diawali hari pertama menstruasi, atau terlepasnya endometrium.

FSH merangsang pertumbuhan beberapa folikel primordial dalam ovarium. Umumnya hanya satu terus berkembang dan menjadi folikel deGraaf dan yang lainnya berdegenerasi. Folikel terdiri dari sebuah ovum dan dua lapisan sel yang mengelilinginya. Lapisan dalam yaitu sel-sel granulosa mensintesis progesteron yang disekresi ke dalam cairan folikular selama paruh pertama siklus menstruasi, dan bekerja sebagai prekusor dalam sintesis estrogen oleh lapisan sel teka interna yang mengelilinginya. Estrogen disintesis dalam sel-sel lutein pada teka interna. Jalur biosintesis estrogen berlangsung dari progesteron dan pregnenolon melalui 17-hidroksilasi turunan dari androstenedion, testosteron dan estradiol. Kandungan enzim aromatisasi yang tinggi pada sel-sel ini mempercepat perubahan androgen menjadi estrogen. Folikel, oosit primer mulai menjalani proses pematangannya. Pada waktu yang sama, folikel yang sedang berkembang menyekresi estrogen lebih banyak ke dalam sistem ini. Kadar

11

estrogen yang meningkat menyebabkan pelepasan LHRH melalui mekanisme umpan balik positif. 2)

Fase Luteal LH merangsang ovulasi dari oosit yang matang. Tepat sebelum ovulasi,

oosit primer selesai menjalani pembelahan meiosis pertamanya. Kadar estrogen yang tinggi kini menghambat produksi FSH. Kemudian kadar estrogen mulai menurun. Setelah oosit terlepas dari folikel deGraaf, lapisan granulosa menjadi banyak mengandung pembuluh darah dan sangat terluteinisasi, berubah menjadi korpus luteum yang berwarna kuning pada ovarium. Korpus luteum terus mensekresi sejumlah kecil estrogen dan progesteron yang semakin lama semakin meningkat. b. Siklus Endometrium 1)

Fase Proliferasi Segera setelah menstruasi, endometrium dalam keadaan tipis dan dalam

stadium istirahat. Stadium ini berlangsung kira-kira selama 5 hari. Kadar estrogen yang meningkat dari folikel yang berkembang akan merangsang stroma endometrium untuk mulai tumbuh dan menebal, kelenjar-kelenjar menjadi hipertropi dan berproliferasi, dan pembuluh darah menjadi banyak sekali. Kelenjar-kelenjar dan stroma berkembang sama cepatnya. Kelenjar makin bertambah panjang tetapi tetap lurus dan berbentuk tubulus. Epitel kelenjar berbentuk toraks dengan sitoplasma eosinofilik yang seragam dengan inti di tengah. Stroma cukup padat pada lapisan basal tetapi makin ke permukaan semakin longgar. Pembuluh darah akan mulai berbentuk spiral dan

12

lebih kecil. Lamanya fase proliferasi sangat berbeda-beda pada setiap orang dan berakhir pada saat terjadinya ovulasi. 2)

Fase Sekresi Setelah ovulasi, dibawah pengaruh progesteron yang meningkat dan

terus diproduksinya estrogen oleh korpus luteum, endometrium menebal dan menjadi seperti beludru. Kelenjar menjadi lebih besar dan berkelok-kelok, dan epitel kelenjar menjadi berlipat-lipat, sehingga memberikan seperti gambaran “gigi gergaji”. Inti sel bergerak ke bawah, dan permukaan epitel tampak kusut. Stroma menjadi edematosa. Terjadi pula infiltrasi leukosit yang banyak dan pembuluh darah menjadi makin berbentuk spiral dan melebar. Lamanya fase sekresi pada setiap perempuan 14±2 hari. 3)

Fase Menstruasi Korpus luteum berfungsi sampai kira-kira hari ke-23 atau 24 pada siklus

28 hari dan kemudian mulai beregresi. Akibatnya terjadi penurunan progesteron dan estrogen yang tajam sehingga menghilangkan perangsangan pada endometrium. Perubahan iskemik terjadi pada arteriola dan diikuti dengan menstruasi.

2.1.3 Gangguan Menstruasi Gangguan menstruasi adalah masalah yang umum terjadi pada masa remaja. Gangguan ini dapat menyebabkan rasa cemas yang signifikan pada pasien maupun keluarganya. Faktor fisik dan psikologis berperan pada masalah ini (Chandran, 2008).

13

Klasifikasi gangguan menstruasi menurut Prawirohardjo (2011:161) adalah sebagai berikut : a. Gangguan lama dan jumlah darah haid : 1) Hipermenorea atau menoragia 2) Hipomenorea b. Gangguan siklus haid : 1) Polimenorea 2) Oligomenorea 3) Amenorea c. Gangguan pendarahan di luar siklus haid : 1) Menometroragia d. Gangguan lain yang berhubungan dengan haid : 1) Dismenorea 2) Sindroma prahaid

2.2

DISMENORE

2.2.1 Pengertian Dismenore adalah nyeri kram atau tegang di daerah perut, mulai terjadi pada 24 jam sebelum terjadinya pendarahan menstruasi dan dapat bertahan 24-36 jam meskipun beratnya hanya berlangsung 24 jam pertama. Kram tersebut terutama dirasakan di daerah perut bagian bawah dan dapat menjalar ke punggung atau permukaan dalam paha, yang terkadang menyebabkan penderita tidak berdaya dalam menahan nyerinya tersebut (Hendrik, 2006).

14

2.2.2 Penyebab dan Faktor Resiko Menurut Widjajanto (2005) penyebab dismenore primer belum jelas hingga saat ini. Dahulu disebutkan faktor keturunan, psikis, dan lingkungan dapat mempengaruhi hal ini. Namun penelitian terakhir menunjukkan adanya pengaruh zat kimia dalam tubuh yang disebut prostaglandin. Dimana telah dibuktikan bahwa prostaglandin berperan dalam mengatur berbagai proses dalam tubuh termasuk aktivitas usus, perubahan diameter pembuluh darah, dan kontraksi uterus. Para ahli berpendapat, bila pada keadaan tertentu, dimana kadar prostaglandin berlebihan, maka kontraksi uterus akan bertambah. Hal tersebut yang menyebabkan terjadinya nyeri yang disebut dismenore. Jadi prostaglandin yang berlebih dapat menimbulkan gejala nyeri kepala, pusing, rasa panas, dan dingin pada muka, diare serta mual yang mengiringi nyeri pada waktu haid. Menurut Rahimian (2006) faktor resiko terjadinya dismenore primer adalah: a. Menarche dini Menarche pada usia lebih awal yaitu sebelum umur 12 tahun menyebabkan alat-alat reproduksi belum berfungsi secara optimal dan belum siap mengalami perubahan-perubahan sehingga timbul nyeri ketika menstruasi. b. Belum pernah hamil dan melahirkan Perempuan yang hamil biasanya terjadi alergi yang berhubungan dengan saraf yang menyebabkan adrenalin mengalami penurunan, serta menyebabkan leher rahim melebar sehingga sensasi nyeri haid berkurang bahkan hilang.

15

c. Lama menstruasi lebih dari normal (lebih dari 7 hari) Lama menstruasi lebih dari normal yaitu lebih dari 7 hari dapat menimbulkan adanya kontraksi uterus yang terjadi lebih lama mengakibatkan uterus lebih sering berkontraksi, dan semakin banyak prostaglandin yang dikeluarkan. Produksi prostaglandin yang berlebihan menimbulkan rasa nyeri, sedangkan kontraksi uterus yang terus menerus menyebabkan suplai darah ke uterus terhenti dan terjadi dismenore. d. Umur Perempuan semakin tua, lebih sering mengalami menstruasi maka leher rahim bertambah lebar, sehingga pada usia tua kejadian dismenore jarang ditemukan. e. Mengkonsumsi alkohol Alkohol merupakan racun bagi tubuh kita, dan hati bertanggungjawab terhadap penghancur estrogen untuk disekresi oleh tubuh. Fungsi hati terganggu karena adanya konsumsi alkohol yang terus menerus, maka estrogen tidak bisa disekresi dari tubuh, akibatnya estrogen dalam tubuh meningkat dan dapat menimbulkan gangguan pada pelvis. f. Perokok Merokok dapat meningkatkan lamanya menstruasi dan meningkatkan lamanya dismenore. g. Tidak pernah berolahraga Kejadian dismenore akan meningkat dengan kurangnya aktifitas selama menstruasi dan kurangnya olah raga, hal ini dapat menyebabkan sirkulasi darah

16

dan oksigen menurun. Dampak pada uterus adalah aliran darah dan sirkulasi oksigen pun berkurang dan menyebabkan nyeri. h. Stres Stres menimbulkan penekanan sensasi saraf-saraf pinggul dan otot-otot punggung bawah sehingga menyebabkan dismenore.

2.2.3 Klasifikasi Menurut Prawirohardjo (2011:182) dismenore dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu : a. Dismenore Primer Dismenore primer adalah nyeri haid tanpa ditemukan keadaan patologi pada panggul. Dismenore primer berhubungan dengan siklus ovulasi dan disebabkan oleh kontraksi miometrium sehingga terjadi iskemia akibat adanya prostaglandin yang diproduksi oleh endometrium pada fase sekresi. Molekul yang berperan pada dismenore adalah prostaglandin F2α, yang selalu menstimulasi kontraksi uterus, sedangkan prostaglandin E menghambat kontraksi uterus. Terdapat peningkatan kadar prostaglandin di endometrium saat perubahan dari fase proliferasi ke fase sekresi. Perempuan dengan dismenore primer didapatkan kadar prostaglandin lebih tinggi dibandingkan perempuan tanpa dismenore. Peningkatan kadar prostaglandin tertinggi saat haid terjadi pada 48 jam pertama. Hal ini sejalan dengan awal muncul dan besarnya intensitas keluhan nyeri haid. Keluhan mual, muntah, nyeri kepala, atau diare sering menyertai dismenore yang diduga karena masuknya prostaglandin ke sirkulasi sistemik.

17

b.

Dismenore Sekunder Dismenore sekunder adalah nyeri haid yang berhubungan dengan berbagai

keadaan patologis di organ genitalia, misalnya endometriosis, adenomiosis, mioma uteri, stenosis serviks, penyakit radang panggul, perlekatan panggul, atau irritable bowel syndrome.

2.2.4 Patofisiologi Dismenore terjadi pada saat fase pramenstruasi (sekresi). Pada fase ini terjadi peningkatan hormon prolaktin dan hormon estrogen. Sesuai dengan sifatnya, prolaktin dapat meningkatkan kontraksi uterus. Hormon yang juga terlibat dalam dismenore adalah hormon prostaglandin. Prostaglandin sangat terkait dengan infertilitas pada wanita, dismenore, hipertensi, preeklamsi-eklamsi, dan syok anafilaktik. Pada fase menstruasi prostaglandin meningkatkan respon miometrial yang menstimulasi hormon oksitosin. Dan hormon oksitosin ini juga mempunyai sifat meningkatkan kontraksi uterus. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dismenore sebagian besar akibat kontraksi uterus (Manuaba, 2006).

2.2.5 Gejala Menurut Kasdu (2005), gejala dismenore yang sering muncul adalah: a. Rasa sakit yang dimulai pada hari pertama menstruasi. b. Terasa lebih baik setelah pendarahan menstruasi mulai. c. Terkadang nyerinya hilang setelah satu atau dua hari, namun ada juga wanita yang masih merasakan nyeri perut meskipun sudah dua hari haid.

18

d. Nyeri pada perut bagian bawah, yang bisa menjalar ke punggung bagian bawah dan tungkai. e. Nyeri dirasakan sebagai kram yang hilang timbul atau sebagai nyeri tumpul yang terus menerus. f. Terkadang disertai rasa mual, muntah, pusing atau pening.

2.2.6 Derajat Dismenore Karakteristik gejala dismenore berdasarkan derajat nyerinya menurut Manuaba (2001) dibedakan menjadi 3 kelompok yaitu: a.

Dismenore ringan Dismenore ringan adalah rasa nyeri yang dirasakan waktu menstruasi yang

berlangsung sesaat, dapat hilang tanpa pengobatan, sembuh hanya dengan cukup istirahat sejenak, tidak mengganggu aktivitas harian, rasa nyeri tidak menyebar tetapi tetap berlokasi di daerah perut bawah. b.

Dismenore sedang Dismenore yang bersifat sedang jika perempuan tersebut merasakan nyeri

saat menstruasi yang bisa berlangsung 1-2 hari, menyebar di bagian perut bawah, memerlukan istirahat dan memerlukan obat penangkal nyeri, dan hilang setelah mengkonsumsi obat anti nyeri, kadang-kadang mengganggu aktivitas hidup sehari-hari. c.

Dismenore berat Dismenore berat adalah rasa nyeri pada perut bagian bawah pada saat

menstruasi dan menyebar ke pinggang atau bagian tubuh lain juga disertai pusing, sakit kepala bahkan muntah dan diare. Dismenore berat memerlukan istirahat

19

sedemikian lama yang bisa mengganggu aktivitas sehari-hari selama 1 hari atau lebih, dan memerlukan pengobatan dismenore.

2.2.7 Diagnosis Pada kebanyakan pasien dengan nyeri menstruasi, terapi empiris diberikan dengan presumpsi diagnosis dismenore primer, berdasarkan riwayat adanya nyeri pelvik anterior bagian bawah yang dimulai pada masa remaja dan berhubungan secara spesifik dengan periode menstruasi. Riwayat yang inkonsisten dan atau adanya penemuan massa di pelvik pada pemeriksaan fisik, keluarnya cairan vagina yang abnormal, atau kaku pelvik yang tidak terbatas pada periode menstruasi mengarahkan diagnosis kepada dismenore sekunder (French, 2005). Dismenore sekunder dipikirkan bila pada anamnesis dan pemeriksaan curiga ada patologi panggul atau kelainan bawaan atau tidak respon dengan obat. Pemeriksaan lanjutan yang dapat dilakukan seperti USG, infus salin sonografi atau laparoskopi dapat dipertimbangkan bila curiga adanya endometriosis (Prawirohardjo, 2011:182).

2.2.8 Penatalaksanaan Upaya penanganan dismenore menurut Prawirohardjo (2011:183) yaitu: a.

Obat antiinflamasi nonsteroid/NSAID NSAID adalah terapi awal yang sering digunakan untuk dismenore.

NSAID mempunyai efek analgetika yang secara langsung menghambat sintesis prostaglandin dan menekan jumlah darah haid yang keluar. Seperti diketahui sintesis prostaglandin diatur oleh dua isoform siklooksigenase (COX) yang

20

berbeda, yaitu COX-1 dan COX-2. Sebagian besar NSAID bekerja menghambat COX-2. Studi buta ganda membandingkan penggunaan melosikam dengan mefenamat memberikan hasil yang sama untuk mengatasi keluhan dismenore. b.

Pil kontrasepsi kombinasi Bekerja dengan cara mencegah ovulasi dan pertumbuhan jaringan

endometrium sehingga mengurangi jumlah darah haid dan sekresi prostaglandin serta kram uterus. Penggunaan pil kontrasepsi kombinasi sangat efektif untuk mengatasi dismenore dan sekaligus akan membuat siklus haid menjadi teratur. Progestin dapat juga dipakai untuk pengobatan dismenore, misalnya medroksi progesteron asetat (MPA) 5 mg atau didrogesteron 2x10 mg mulai haid hari ke-5 sampai 25. Bila penggunaan obat tersebut gagal mengatasi nyeri haid sebaiknya dipertimbangkan untuk mencari penyebab amenore sekunder. Terdapat juga penanganan nonfarmakologi menurut Laila (2011) yaitu: kompres hangat di dearah yang sakit atau kram, istirahat, olahraga, minum air putih, pemijatan, yoga, teknik relaksasi, dan dengan akupuntur atau akupresure.

2.2.9 Dampak Dismenore Dismenore pada remaja harus ditangani meskipun hanya dengan pengobatan sendiri atau non farmakologi untuk menghindari hal-hal yang lebih berat. Dismenore tidak hanya menyebabkan gangguan aktivitas tetapi juga memberi dampak dari segi fisik, psikologis, sosial, dan ekonomi terhadap wanita di seluruh dunia misalnya cepat letih, dan sering marah. Dampak psikologisnya dapat berupa konflik emosional, ketegangan, dan kegelisahan, hal tersebut dapat menimbulkan perasaan yang tidak nyaman dan asing, yang nantinya akan

21

mempengaruhi kecakapan dan keterampilannya. Kecakapan dan keterampilan yang dimaksud berarti luas, baik kecakapan personal (personal skill) yang mencakup: kecakapan mengenali diri sendiri (self awareness) dan kecakapan berpikir rasional (thinking skill), kecakapan sosial (social skill), kecakapan akademik (academic skill), maupun kecakapan vokasional (vocational skill) (Trisianah, 2011). Dismenore dapat menimbulkan dampak bagi kegiatan atau aktivitas para wanita khususnya remaja. Menurut Prawirohardjo (2005) dismenore membuat wanita tidak bisa beraktivitas secara normal dan memerlukan resep obat. Keadaan tersebut menyebabkan menurunnya kualitas hidup wanita

2.3

AKTIVITAS BELAJAR

2.3.1 Pengertian Menurut Sardiman (2004) aktivitas belajar merupakan prinsip atau azas yang sangat penting didalam interaksi belajar mengajar. Aktivitas yang dimaksudkan disini bukan hanya aktivitas fisik tetapi mencakup aktivitas mental. Pada kegiatan belajar, kedua aktivitas tersebut saling terkait. Aktivitas fisik ialah peserta didik giat dan aktif dengan anggota badan, membuat sesuatu, bermain ataupun bekerja, ia tidak hanya duduk dan mendengarkan, melihat atau hanya pasif. Peserta didik yang mempunyai aktivitas psikis (kejiwaan) adalah jika daya jiwanya bekerja sebanyak-banyaknya dalam rangka pengajaran. Seluruh peranan dan kemauan dikerahkan dan diarahkan supaya daya itu tetap aktif untuk mendapatkan hasil pengajaran yang optimal.

22

Berdasarkan pendapat tersebut, aktivitas belajar dapat diartikan sebagai rangkaian kegiatan fisik maupun mental yang dilakukan secara sadar oleh seseorang dan mengakibatkan adanya perubahan pada dirinya baik yang tampak maupun yang tidak tampak.

2.3.2 Klasifikasi Aktivitas Belajar Sardiman (2004) menggolongkan aktivitas sebagai berikut: a. Emotional activity, seperti minat, merasa bosan, berani, tenang, gugup, gembira, bersemangat. b. Visual activity, yang termasuk di dalamnya seperti membaca, memperhatikan gambar demonstrasi, percobaan. c. Oral activity, seperti menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran mengeluarkan pendapat mengadakan wawancara, diskusi, interuksi. d. Listening activity, sebagai contoh mendengarkan: uraian, percakapan, diskusi, musik, pidato. e. Writing activity, seperti menulis cerita, karangan, laporan, angket, menyalin. f. Drawing activity, seperti menggambarkan, membuat grafik, peta, diagram. g. Motorik activity, yang termasuk didalamnya antara lain: melakukan percobaan, membuat konstruksi, model mereparasi, bermain, berkebun, beternak. h. Mental activity, sebagai contoh misalnya: mengingat, memecahkan soal, menganalisa, mengambil keputusan.

23

2.3.3 Contoh Aktivitas Belajar Meskipun telah mempunyai tujuan tertentu dalam belajar serta telah memilih set yang tepat untuk merealisasi tujuan itu, namun tindakan-tindakan untuk mencapai tujuan sangat dipengaruhi oleh situasi. Situasi dapat menentukan set belajar yang dipilih. Berikut dikemukakan beberapa contoh aktivitas belajar dalam berbagai situasi yang dikemukakan oleh Soemanto (2006), yaitu: a.

Mendengar Dalam proses belajar mengajar di sekolah sering ada ceramah atau kuliah

dari guru atau dosen. Tugas pelajar atau mahasiswa adalah mendengarkan. Tidak setiap orang dapat memanfaatkan situasi ini untuk belajar. Seseorang menjadi belajar atau tidak dalam situasi ini, tergantung ada atau tidaknya kebutuhan, motivasi, dan set seseorang itu. Dengan adanya kondisi pribadi seperti itu memungkinkan sesorang tidak hanya mendengar, melainkan mendengarkan secara aktif dan bertujuan. b.

Memandang Setiap stimuli visual memberi kesempatan bagi seseorang untuk belajar.

Dalam kehidupan sehari-hari banyak hal yang dapat kita pandang, akan tetapi tidak semua pandangan penglihatan kita adalah belajar. Meskipun pandangan kita tertuju kepada sesuatu objek visual, apabila dalam diri kita tidak terdapat kebutuhan, motivasi serta set tertentu untuk mencapai suatu tujuan, maka pandangan yang demikian tidak termasuk belajar. Apabila kita memandang segala sesuatu dengan set tertentu untuk mencapai tujuan yang mengakibatkan perkembangan diri kita, maka dalam hal yang demikian kita sudah belajar.

24

c.

Menulis atau mencatat Tidak setiap aktivitas mencatat adalah belajar. Aktivitas mencatat yang

bersifat menurun, menjiplak atau mengkopi, adalah tidak dapat dikatakan sebagai aktivitas belajar. Mencatat yang termasuk belajar yaitu apabila dalam mencatat itu orang menyadari kebutuhan serta tujuannya, serta menggunakan set tertentu agar catatan itu nantinya berguna bagi pencapaian tujuan belajar. Tanpa penggunaan set belajar, maka catatan yang kita buat tidak mencatat apa yang mestinya dicatat. Materi yang kita catat sangat ditentukan oleh set-set belajar kita. Sementara kita mendengarkan ceramah atau berpartisipasi dalam kegiatan diskusi, seminar dan sebagainya, kesadaran kita tentang kebutuhan dan tujuan akan sangat menolong kita untuk memilih materiil yang harus dicatat. d.

Membaca Seringkali ada orang yang membaca buku pelajaran sambil berbaring

santai di tempat tidurnya hanya dengan maksud agar dia bisa tidur. Menurut ilmu jiwa, membaca yang demikian belum dapat dikatakan sebagai belajar. Belajar adalah aktif, dan membaca untuk keperluan belajar hendaknya dilakukan di meja belajar daripada di tempat tidur, karena dengan sambil tiduran itu perhatian dapat terbagi. Belajar memerlukan set. Membaca untuk keperluan belajar harus pula menggunakan memperhatikan

set.

Membaca

dengan

set

misalnya

dengan

memulai

judul-judul bab, topik-topik utama dengan berorientasi kepada

kebutuhan dan tujuan. Kemudian memilih topik yang relevan dengan kebutuhan atau tujuan itu. Tujuan kita akan menentukan materi yang dipelajari. Di sini kita

25

menentukan set untuk membuat catatan-catatan yang perlu. Sementara membaca itu catatlah setiap pertanyaan yang muncul dalam benak kita. e.

Membuat Ikhtisar atau Ringkasan dan Menggaris bawahi Ikhtisar atau ringkasan dapat membantu kita dalam hal mengingat atau

mencari kembali materi dalam buku untuk masa-masa yang akan datang. Untuk keperluan belajar yang intensif, membuat ikhtisar adalah belum cukup. Sementara membaca, pada hal-hal yang penting kita beri garis bawah (underlining). Hal ini sangat membantu kita dalam usaha menemukan kembali materiil itu di kemudian hari. f.

Mengamati Tabel, Diagram, dan Bagan Materiil non-verbal seperti tabel, diagram dan bagan sangat berguna bagi

kita dalam mempelajari materiil yang relevan itu. Demikian pula gambar-gambar, peta-peta, dan lain-lain dapat menjadi bahan ilustratif yang membantu pemahaman kita tentang sesuatu hal. g.

Menyusun Paper atau Kertas Kerja Tidak semua aktivitas menyusun makalah merupakan aktivitas belajar.

Banyak pelajar atau mahasiswa yang menyusun makalah dengan jalan mengkopi atau menjiplak. Memang cara yang demikian sering menguntungkan mereka karena dengan mengambil materi sana-sini, diatur hubungannya sehingga membentuk sajian yang sistematis dan lengkap, dengan bahasa yang bagus karena dibuat oleh para ahli, maka mereka memperoleh angka kelulusan.

26

h.

Mengingat Mengingat dengan maksud agar ingat tentang sesuatu, belum termasuk

aktivitas belajar. Mengingat yang didasari atas kebutuhan serta kesadaran untuk mencapai tujuan belajar lebih lanjut adalah aktivitas belajar, apalagi jika mengingat itu berhubungan dengan aktivitas-aktivitas belajar lainnya. i.

Berpikir Adapun yang menjadi objek serta tujuannya, berpikir adalah termasuk

aktivitas belajar. Dengan berpikir, orang memperoleh penemuan baru, setidaktidaknya orang menjadi tahu tentang hubungan antar sesuatu.

2.3.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Belajar Menurut Syah (2006) secara global faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat dibedakan menjadi tiga macam yakni: a.

Faktor Internal Faktor yang berasal dari dalam diri siswa sendiri meliputi dua aspek,

yakni: Aspek fisiologis (yang bersifat jasmaniah) dan aspek psikologis (yang bersifat rohaniah). 1) Aspek Fisiologi Kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang menandai tingkat

kebugaran

organ-organ

tubuh

dan

sendi-sendinya,

dapat

mempengaruhi semangat dan intensitas siswa dalam mengikuti pelajaran. Kondisi organ tubuh yang lemah, apalagi jika disertai pusing kepala berat misalnya, dapat menurunkan kualitas ranah cipta (kognitif) sehingga materi yang dipelajarinya pun kurang atau tidak dapat ditangkap dan diingat.

27

2) Aspek Psikologis. Banyak faktor yang termasuk aspek psikologis yang dapat mempengaruhi kuantitas dan kualitas perolehan belajar siswa. Namun, diantara faktor-faktor rohaniah siswa yang pada umumnya dipandang lebih esensial itu adalah sebagai berikut: a) Intelegensi Siswa Intelegensi pada umumnya dapat diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik untuk mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cara yang tepat. Jadi, intelegensi sebenarnya bukan persoalan kualitas otak saja melainkan juga kualitas organ-organ tubuh lainnya. Akan tetapi, memang harus diakui bahwa peran otak dalam hubungannya dengan intelegensi manusia lebih menonjol daripada peran organ-organ lainnya, lantaran otak merupakan ”menara mengontrol” hampir seluruh aktifitas manusia. Tingkat kecerdasan atau intelegensi (IQ) siswa tidak dapat diragukan lagi, sangat menentukan tingkat keberhasilan siswa. Ini bermakna, semakin tinggi kemampuan intelegensi seorang siswa maka semakin besar peluangnya untuk meraih kesuksesan sebaliknya, semakin rendah kemampuan intelegensi seorang siswa maka semakin kecil peluangnya untuk memperoleh kesuksesan. b) Sikap Siswa Sikap adalah gejala internal yang berdimensi aktif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespon dengan cara relatif tetap terhadap objek orang, barang dan sebagainya, baik secara positif atau

28

negatif. Sikap siswa yang positif, terutama kepada guru dan mata pelajaran yang guru sajikan merupakan pertanda awal yang baik bagi proses belajar siswa tersebut. Sebaliknya, sikap negatif siswa terhadap guru dan mata pelajaran guru, apalagi jika diiringi kebencian kepada guru dan mata pelajaran guru dapat menimbulkan kesulitan belajar siswa tersebut atau dapat mempengaruhi prestasi belajarnya. c) Bakat Siswa Secara umum bakat adalah kemampuan potensial yang memiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang. Dengan demikian, sebetulnya setiap orang pasti memiliki bakat dalam arti berpotensi sampai ketingkat tertentu sesuai dengan kapasitas masingmasing. Jadi, secara global bakat itu mirip dengan intelegensi. Dalam perkembangan selanjutnya, bakat kemudian diartikan sebagai kemampuan individu untuk melakukan tugas tertentu tanpa banyak tergantung pada upaya pendidikan dan latihan. d) Minat Siswa Secara sederhana minat berarti kecenderungan dan kegairahan yang tertinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Minat dapat mempengaruhi kualitas pencapaian hasil belajar siswa dalam bidangbidang studi tertentu. Misalnya, seorang siswa yang menaruh minat yang besar

terhadap

matematika

dan

memusatkan

perhatiannya

lebih

banyak ketimbang siswa yang lainnya. Kemudian, karena pemusatan perhatian yang intensif terhadap materi itulah yang memungkinkan siswa

29

tadi untuk belajar lebih giat, dan akhirnya dapat mencapai prestasi yang diinginkan. e) Motivasi Siswa Motivasi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi instrinsik adalah hal dan keadaan yang berasal dari dalam diri siswa sendiri yang dapat mendorongnya melakukan tindakan belajarnya. Termasuk dalam motivasi instrinsik siswa adalah perasaan menyenangi materi dan kebutuhannya terhadap materi tersebut, misalnya untuk kehidupan masa depan siswa yang bersangkutan. Adapun motivasi ekstrinsik adalah hal dan keadaan yang datang dari luar individu siswa yang juga mendorongnya untuk melakukan kegiatan belajar. Pujian dan hadiah, peraturan/tata tertib sekolah, suri tauladan orang tua, guru dan seterusnya merupakan contohcontoh konkret motivasi ekstrinsik yang dapat menolong siswa untuk belajar. Kekurangan atau ketiadaan motivasi, baik yang bersifat internal ataupun bersifat eksternal akan menyebabkan kurang bersemangatnya siswa dalam melakukan proses mempelajari materi-materi pelajaran baik di sekolah maupun di rumah. Dalam prespektif psikologi kognitif, motivasi yang lebih signifikan bagi siswa adalah tidak tergantung pada dorongan atau pengaruh orang lain. Selanjutnya, dorongan mencapai prestasi dan dorongan memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk masa depan juga memberi pengaruh kuat dan relatif lebih bertahan lama

30

dibandingkan dengan dorongan hadiah atau dorongan keharusan dari orang tua dan guru. b.

Faktor Eksternal Seperti faktor internal siswa, faktor eksternal siswa juga terdiri dari dua

macam yaitu faktor lingkungan dan faktor instrumental. 1) Lingkungan Kondisi lingkungan juga mempengaruhi proses dan hasil belajar. Lingkungan ini dapat berupa lingkungan fisik atau alam dan dapat pula berupa lingkungan sosial. Lingkungan alam misalnya keadaan suhu, kelembaban, kepengapan udara, dan sebagainya. Belajar pada tengah hari di ruang yang memiliki ventilasi udara kurang tentunya akan berbeda dengan suasana belajar di pagi hari yang udaranya masih segar, apalagi di dalam ruangan yang cukup mendukung untuk bernafas lega. Lingkungan sosial baik yang berwujud manusia maupun hal-hal lainnya, juga dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar. Sering kali guru dan para siswa yang sedang belajar di dalam kelas merasa terganggu oleh obrolan orang-orang yang berada di luar persis di depan kelas tersebut, apalagi obrolan itu diiringi dengan galak tawa yang keras dan teriakan. Hiruk pikuk lingkungan sosial seperti suara mesin pabrik, lalu lintas, gemuruhnya pasar, dan lain-lain juga akan berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar, karena itu sekolah hendaknya didirikan dalam lingkungan dan kondusif untuk belajar. Lingkungan sosial sekolah seperti para guru, para staf administrasi, dan teman-teman sekelas dapat mempengaruhi semangat belajar seorang

31

siswa. Para guru yang selalu menunjukkan sikap dan prilaku yang simpatik dan memperlihatkan suri tauladan yang baik dan rajin khususnya dalam hal belajar, misalnya rajin membaca dan berdiskusi, dapat menjadi daya dorong yang positif bagi kegiatan belajar siswa. Selanjutnya yang termasuk lingkungan sosial siswa adalah masyarakat dan tetangga juga teman-teman sepermainan di sekitar perkampungan siswa tersebut. Kondisi masyarakat yang kumuh yang serba kekurangan dan anak-anak pengangguran, misalnya akan sangat mempengaruhi aktifitas belajar siswa. Paling tidak siswa tersebut akan menemukan kesulitan ketika memerlukan teman belajar atau berdiskusi atau meminjam alat-alat belajar tertentu yang kebetulan belum dimilikinya. Lingkungan sosial yang lebih banyak mempengaruhi kegiatan belajar ialah orang tua dan keluarga siswa itu sendiri. Sifat-sifat orang tua, praktek pengelolaan keluarga, ketegangan keluarga, dan biografi keluarga (letak rumah), semuanya dapat memberi dampak baik atau buruk terhadap kegiatan belajar dan hasil yang dicapai oleh siswa. 2)

Faktor Instrumental Faktor-faktor instrumental adalah faktor yang keberadaan dan

penggunanya dirancang sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan. Faktorfaktor ini diharapkan dapat berfungsi sebagai sarana untuk tercapainya tujuan-tujuan belajar yang telah direncanakan. Faktor-faktor instrumen ini dapat berupa kurikulum, sarana dan fasilitas, dan guru. Berbicara kurikulum berarti berbicara mengenai komponen-komponennya, yakni tujuan, bahan atau program, proses belajar mengajar, dan evaluasi. Faktor-faktor ini besar

32

pengaruhnya pada proses dan hasil belajar, dapat dilihat dari sisi tujuan kurikulum, setiap tujuan kurikulum merupakan pernyataan keinginan tentang hasil pendidikan. Oleh karena itu setiap ada perubahan tujuan kurikulum maka bisa dipastikan ada perubahan tujuan itu akan mengubah program atau bahan (mata pelajaran) yang akan diberikan bahkan mungkin dengan ruang lingkupnya masing-masing; dan demikian juga pada aspek-aspek lainnya, termasuk pada aspek sarana dan fasilitas. Demikian itu akan berdampak pula pada kompetensi yang harus dimiliki para guru.

2.3.5 Tahap-Tahap dalam Proses Aktivitas Belajar Menurut Syah (2006) setiap proses belajar selalu berlangsung dalam tiga tahapan yaitu: a. Acquisition (tahap perolehan/penerimaan informasi) Pada tingkatan ini seorang siswa mulai menerima informasi sebagai stimulasi

dan

melakukan

respons

terhadapnya,

sehingga

menimbulkan

pemahaman dan perilaku baru. Pada tahap ini terjadi pula asimilasi antara pemahaman dengan perilakunya. Proses acquisition dalam belajar merupakan tahap yang paling mendasar. Kegagalan dalam tahap ini akan mengakibatkan kegagalan pada tahap-tahap berikutnya. b. Storage (tahap penyimpanan informasi) Pada tingkat ini seorang siswa secara otomatis akan mengalami proses penyimpanan pemahaman dan perilaku baru yang ia peroleh ketika menjalani proses acquisition.

33

c. Retrieval (tahap mendapat kembali informasi) Pada tingkat ini seorang siswa akan mengaktifkan kembali fungsi-fungsi sistem memorinya, misalnya ketika ia menjawab pertanyaan atau memecahkan masalah. Proses ini pada dasarnya adalah upaya atau peristiwa mental dalam mengungkapkan dan memproduksi kembali apa-apa yang tersimpan dalam memori berupa informasi, simbol, pemahaman, dan perilaku tertentu sebagai respons atas stimulus yang sedang dihadapi.

2.3.6 Pengukuran Aktivitas Belajar Pengukuran aktivitas belajar dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang didapat dari penelitian sebelumnya yaitu Roza (2011) dengan modifikasi oleh peneliti. Kuesioner telah dilakukan uji validitas dan reliabilitas terlebih dahulu sebelum disebarkan kepada responden. Kuesioner terdiri dari 10 pernyataan yang mencangkup emotional activity, visual activity, oral activity, listening activity, writing activity, drawing activity, motorik activity, dan mental activity yang berbentuk skala likert dengan jawaban tidak, kadang-kadang, sering, dan sering sekali. Pengukuran aktivitas belajar dikategorikan menjadi 3 yaitu tidak terganggu (skor 21-30), terganggu (skor 11-20), dan sangat terganggu (skor 0-10).

2.4

HUBUNGAN DISMENORE DENGAN AKTIVITAS BELAJAR Dismenore merupakan nyeri saat haid, biasanya dengan rasa kram dan

terpusat di abdomen bawah. Keluhan nyeri haid dapat terjadi bervariasi mulai dari yang

ringan

sampai

berat

(Prawirohardjo,.2011:182).

Aktivitas

belajar

34

dipengaruhi juga oleh aspek fisiologis yaitu aspek yang berkaitan dengan kondisi umum jasmani yang menandai tingkat kebugaran dan dapat mempengaruhi semangat dan intensitas mahasiswa dalam mengikuti perkuliahan. Jika kondisi tubuh mahasiswi tidak bugar karena mengalami dismenore, maka hal tersebut akan mempengaruhi kemampuan mahasiswi dalam menyerap informasi dan pengetahuan khususnya yang disajikan dalam perkuliahan (Syah, 2006). Dampak dismenore yaitu aktivitas belajar dalam pembelajaran dapat terganggu, konsentrasi menjadi menurun bahkan tidak ada sehingga materi yang diberikan selama pembelajaran berlangsung tidak bisa ditangkap oleh perempuan yang sedang mengalami dismenore. Perempuan yang mengalami dismenore pada saat menstruasi prestasinya kurang begitu baik disekolah dibandingkan perempuan yang tidak mengalami dismenore (Hacker N and Moore G, 2001). Dismenore dapat menimbulkan dampak bagi kegiatan atau aktivitas para wanita khususnya remaja. Siswi yang mengalami dismenore primer tidak dapat berkonsentrasi dalam belajar dan motivasi belajar menurun karena nyeri yang dirasakan (Prawirohardjo, 2005). Menurut Nanthan (2005) yang melaporkan sebanyak 7-15% siswi yang tidak pergi ke sekolah. Hal ini didukung oleh pendapat Laszlo, et al (2008) yang menyatakan dari 30-90% wanita yang mengalami dismenore, sebanyak 10-20% mengeluh nyeri berat dan tidak dapat bersekolah. Dari total responden remaja yang bersekolah, sebanyak 35% menyatakan biasanya remaja tersebut tidak datang ke sekolah selama periode dismenore dan 5% mengatakan datang ke sekolah tetapi mereka hanya tidur di kelas (Sharma, et al, 2008).