BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH DALAM USAHA

Download sangat memungkinkan terjadinya tindak kejahatan dalam masyarakat Berbagai macam kejahatan yang dapat terjadi .... demi keuntungan si tersan...

0 downloads 312 Views 241KB Size
BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah Dalam usaha mewujudkan kesejahteraan dan kebahagiaan masyarakat, merupakan sesuatu yang sangat sulit bagi Pemerintah dalam menjalankan programnya. Dewasa ini, demikian banyak gangguan yang melanda kehidupan masyarakat terutama dalam bidang-bidang perekonomian. Misalnya, dalam hal pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari baik kebutuhan sandang, pangan dan papan. Setiap orang memiliki kebutuhan hidup yang berbeda-beda dan bagi sebagian orang wajib memberikan nafkah kepada keluarganya. Sehingga masyarakat akan merasa terdesak oleh kebutuhannya sendiri. Dengan demikian, setiap orang akan berpacu secara terus menerus dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri dan keluarganya. Melihat fenomena ini, maka akan terjadi benturan kepentingan antara yang satu dengan yang lainnya. Sehingga sangat memungkinkan terjadinya tindak kejahatan dalam masyarakat Berbagai macam kejahatan yang dapat terjadi dan ditemui didalam masyarakat pada setiap saat maupun pada semua tempat. Pelaku kejahatan selalu berusaha memanfaatkan waktu yang luang dan tempat yang memungkinkan untuk menjalankan aksinya. Tujuan yang ingin mereka capai hanya satu yaitu memperoleh uang yang diinginkan dengan kejahatannya. Suatu kejahatan atau tindak pidana, umumnya dilakukan pelaku kejahatan karena didorong atau dimotivasi oleh dorongan pemenuhan kebutuhan

1

hidup yang relative sulit dipenuhi. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang tinggi memberi peluang tindak pidana makin tinggi dan meningkat kualitasnya termasuk pelanggaran pidana yang semakin bervariasi. Seperti halnya yang terjadi di Provinsi Bali yaitu pencurian kendaraan bermotor di Polsek Kuta. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kuta Kabupaten Badung yakni dikarenakan daerah Kuta merupakan daerah pariwisata yang sangat diperhatikan oleh Pemerintah, baik Pemerintah Provinsi Bali maupun Pemerintah Pusat. Disamping itu pula, daerah Kuta juga menjadi perhatian masyarakat Bali, masyarakat di seluruh Indonesia dan mancanegara. Dengan demikian daerah Kuta menjadi pusat perhatian masyarakat Bali maupun wisatawan. Apabila terjadi tindak pidana pencurian kendaraan bermotor di Kecamatan Kuta ini, maka akan memberikan pengaruh yang sangat besar bagi keamanan dan kenyamanan masyarakat Kuta maupun wisatawan baik wisatawan lokal maupun wisatawan asing. Sehingga dampak yang diterima oleh masyarakat Bali sangat terasa yaitu dampak berkurangnya wisatawan lokal maupun asing yang berkunjung atau menikmati indahnya pantai Kuta serta wisatawan yang mencari hiburan malam dan lain-lain. Peristiwa pencurian kendaraan bermotor ini memberikan dampak yang dapat meresahkan wisatawan dan masyarakat lokal. Oleh karena itu, maka sangat penting untuk diadakan penelitian di Kecamatan Kuta. Sebagaimana dimuat dalam media elektronik bahwa Polsek Kuta akhir pekan lalu berhasil meringkus seorang begal motor berinisial GJP berasal dari Koja, Jakarta Utara yang merampas motor milik seorang tukang ojek, Khairudin berusia 33 tahun di Jalan Kunti, Desa Seminyak, Kecamatan Kuta Selatan. Dalam

2

kasus ini, pelaku memaksa korban untuk diantarkan ke suatu tempat dan melancarkan aksinya dengan memukul dan merampas motor korban di tempat sepi. Pada saat itu, korban ditampar tiga kali kemudian dipukul dan ditendang, kemudian pelaku lari. Pada akhirnya, pelaku ditangkap di sekitar Kuta saat membawa sepeda motor yang pelat nomornya telah dibongkar. Dalam peristiwa ini, pelaku melakukan begal karena faktor ekonomi dimana dirinya sudah lama menganggur.1 Tindak pidana pencurian kendaraan bermotor lainnya juga terjadi di Kecamatan Kuta Selatan yakni di Jalan Kunti Gang Kelapa Seminyak, Kuta. Dalam kasus ini, terjadi pada Minggu tanggal 15 Pebruari 2015 sekitar pukul 05.30 wita, awalnya Haerudin berada di Jalan Popies II Kecamatan Kuta tiba-tiba, dia didatangi tersangka dan menyuruh korban mengantarnya naik motor. Awalnya korban menolak, namun tersangka memaksa dan langsung mengambil kunci motor Yamaha Vega ZR DK 3751 IJ milik korban. Selanjutnya, korban disuruh naik dan tersangka langsung tancap gas meninggalkan tempat tersebut. Setibanya di Jalan Kunti Gang Kelapa, korban minta turun. Saat itulah, tersangka memukul korban hingga jatuh dari atas motor. Selanjutnya, motor tersebut langsung dibawa kabur dan meninggalkan korban di jalan. korban lalu melaporkan peristiwa tersebut ke Polsek Kuta.2 . Dalam hal ini, berbeda dengan pelaku begal di Kuta, Bali ini, Dewi Puspita Sari namanya. Selain perempuan, dia juga memiliki cara lain merampas motor korbannya yakni dengan cara mengajak korban melakukan hubungan intim 1

Republika.co.id, Bali Antisipasi Begal Motor, tanggal 10 Maret 2015, Pk. 13.42 wita. Kerta Negara, Pelaku Begal Motor Diamankan Polisi, Bali Post, Tanggal 5 Maret 2015, hal. 8. 2

3

disebuah penginapan, dipuaskanlah kebutuhan birahi korban sampai lelah dan tertidur. Setelah itu, janda beranak satu ini langsung membawa kabur motor korban. Jika korban terbangun, dia berdalih hanya meminjam motor untuk pergi ke warung membeli rokok atau minuman. Walaupun caranya ini terbilang ekstrem dengan mengajak korban berhubungan intim. Namun, kepada polisi dia mengaku selalu membawa kondom disetiap ingin melancarkan aksinya. Alasannya, ia tak mau tertular jika sang korban memiliki penyakit kelamin. Selain itu, perempuan berusia 26 tahun ini mengaku selektif dalam memilih korbannya, selain melihat merk motor apa yang dipakai korban, dia juga melihat fisik sang korban, apakah memenuhi seleranya atau tidak.3 Selain kasus tersebut diatas, tindak pidana pencurian kendaraan bermotor juga terjadi di daerah Kuta tetapi pelakunya adalah seorang perempuan. Pelaku begal yang tertangkap polisi umumnya berjenis kelamin pria ditambah dengan memiliki fisik yang menyeramkan layaknya potongan penjahat pada umumnya. Fisik yang menyeramkan tersebut sesuai dengan cara sadis mereka saat bekerja, mengancam dengan senjata tajam seperti pisau, samurai bahkan senjata api. Jika pengendara motor melawan, tak segan para begal akan melukai korban bahkan banyak yang terluka sampai tewas. Sebagaimana kasus-kasus yang dijelaskan diatas bahwa tindak pidana pencurian kendaraan bermotor lebih banyak terjadi di Kepolisian Sektor Kuta. Untuk menanggulangi kejahatan dan tindak pidana demikian itu dibutuhkan kebijakan penindakan dan antisipasi yang menyeluruh. Tindak pidana yang semakin pelik dan rumit dengan dampak yang luas, dewasa ini menuntut penegak 3

Rizky Adwika, Rampas Motor Begal Pakai Samurai, Janda Ini Pakai Tubuh, Merdeka.com, Kamis, Tanggal 26 Pebruari 2015, Pk. 07.43 wita.

4

hukum oleh aparat yang berwenang menerapkan sanksi hukum dan kebijakan penegakan yang tepat guna, sesuai hukum yang berlaku yang dampaknya diharapkan dapat mengurangi sampai batas minimum tindak pidana begal tersebut. Penegakan hukum terhadap ketentuan undang-undang hukum pidana tujuannya untuk mendukung kesejahteraan masyarakat dengan menekan semaksimal mungkin adanya pelanggaran hukum dan tindak pidana yang merugikan masyarakat, baik moril maupun materiil bahkan jiwa seseorang. Para pelaku tindak pidana begal dapat melakukan aksinya dengan berbagai upaya dan dengan berbagai cara. Keadaan seperti itu menyebabkan kita sering mendengar “modus operandi” (model pelaksanaan kejahatan) yang berbeda-beda antara kejahatan satu dengan lainnya. Dengan kemajuan teknologi dewasa ini, modus operandi para penjahat juga mengarah kepada kemajuan ilmu dan teknologi. Faktor-faktor yang melatarbelakangi kejahatan, menurut Mulyana W. Kusumah pada dasarnya dapat dikelompokkan kedalam 4 (empat) golongan faktor, yaitu: 1. Faktor dasar atau faktor sosio-struktural, yang secara umum mencakup aspek budaya serta aspek pola hubungan penting didalam masyarakat. 2. Faktor interaksi sosial, yang meliputi segenap aspek dinamik dan prosesual didalam masyarakat, yang mempunyai cara berfikir, bersikap dan bertindak individu dalam hubungan dengan kejahatan. 3. Faktor pencetus (precipitating factors), yang menyangkut aspek individu serta situasional yang berkaitan langsung dengan dilakukannya kejahatan. 4. Faktor reaksi sosial yang dalam ruang lingkupnya mencakup keseluruhan respons dalam bentuk sikap, tindakan dan kebijaksanaan. yang dilakukan secara melembaga oleh unsur-unsur sistem peradilan pidana khususnya dan variasi respons, yang secara “informal” diperlihatkan oleh warga masyarakat.4

4

Mulyana W. Kusumah, Clipping Service Bidang Hukum, Majalah Gema, 1991. hal. 14

5

Dalam Hukum Pidana dikenal asas legalitas, asas ini dapat disebut sebagai dasar dalam hukum pidana di Indonesia. Asas ini berarti bahwa tidak ada delik, tidak ada pidana tanpa ketentuan pidana yang mendahuluinya, atau dalam bahasa latinnya ”Nullum Delictum nulla poena sine legipoenali”.5 Dalam hal ini, terdapat dua hal yaitu : a. Jika sesuatu perbuatan yang dilarang diperbuat orang, maka perbuatan itu harus termasuk dalam ketentuan-ketentuan undang-undang pidana. b. Ketentuan tersebut tidak boleh berlaku surut, dengan satu kekecualian demi keuntungan si tersangka.6 Berbagai kejahatan begal yang ada di Polsek Kuta memang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana umum. Walaupun dalam prakteknya, tidak jarang pula terjadi tumpang tindih pada ketentuan-ketentuan yang mengaturnya. Seperti dapat kita lihat pada kejahatan korupsi, kejahatan ekonomi, dan kejahatan subversi. Dimana ketiganya sebenarnya juga mengacaukan perekonomian Negara. Dalam kejahatan korupsi memang ditegaskan unsur “mengacaukan perekonomian dan keuangan Negara”, demikian pula pada tindak pidana ekonomi. Sementara itu, pada tindak pidana subversi terdapat unsur perbuatan yang “menghambat industri dan distribusi” yang dilakukan oleh Negara. Selanjutnya pada tindak pidana umum, juga kita dapatkan beraneka ragam atau macamnya, di mana salah satunya adalah tindak pidana pencurian. Menurut Poerwadarminta, dalam kamus umum bahasa Indonesia, mengatakan sebagai berikut:“ Pencuri berasal dari kata dasar curi; yang berarti berbagai-bagai perkara pencurian, sedang arti dari pada 5 6

R. Achmad Soemadi Pradja, 1982, Asas-asas Hukum Pidana, Alumni, Bandung, h. 57. Ibid. h. 58.

6

pencurian adalah perkara (perbuatan dan sebagainya) mencuri (mengambil milik orang tidak dengan jalan yang sah)”.7 tindak pidana pencurian yang ada dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (Selanjutnya disingkat dengan KUHP) juga dibagi menjadi beberapa macam antara lain tindak pidana pencurian sesuai dengan ketentuan Pasal 362 KUHP atau pencurian biasa, tindak pidana pencurian dengan pemberatan sesuai yang diatur dengan Pasal 363 KUHP, tindak pidana pencurian ringan seperti yang ditentukan dalam Pasal 364 KUHP, tindak pidana pencurian dalam keluarga serta tindak pidana pencurian dengan kekerasan. Tindak pidana pencurian dengan kekerasan sesuai dengan ketentuan Pasal 365 KUHP ditambah dengan tindak pidana pencurian dengan pemberatan sesuai ketentuan Pasal 363 KUHP, dimasukkan kedalam pencurian yang dikualifikasikan oleh akibatnya. Didalam penelitian ini, fokus masalah akan diarahkan kepada pencurian khusus yang diatur dalam Pasal 365 KUHP, yang pada intinya memiliki maksud untuk melakukan pencurian, yaitu kasus begal wanita. Dalam hal ini, perbuatan kekerasan atau ancaman kekerasan yang mendahului pengambilan barang. Misalnya : mengikat penjaga rumah, memukul dan lain-lain.8 Maksud untuk “mempermudah pencurian”, yaitu pengambilan barang dipermudah dengan kekerasan atau ancaman kekerasan. Misalnya: menodong agar diam, tidak bergerak, sedangkan si pencuri lain mengambil barang-barang dalam rumah (Pasal 365 ayat 1 KUHP). Sementara itu, menurut M Sudradjat Bassar hal-hal yang dapat memperberat ancaman hukuman pelakunya adalah apabila dalam 7

W.J.S Poerwadarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Penerbit Balai Pustaka, Jakarta, 1976, hal. 3 8

M. Sudradjat Bassar, 1996, Tindak -tindak Pidana tertentu Di Dalam KUHP, Remaja Karva, Bandung, hal. 71.

7

perbuatannya terkandung pula hal-hal yaitu melakukan pencurian di jalan umum atau dalam kereta api yang sedang berjalan, mobil atau bus umum (Pasal 365 ayat 2 KUHP).9 Alasan yang memberatkan hukuman ini, adalah bahwa ditempattempat tersebut si korban tidak mudah mendapatkan pertolongan orang lain dan apabila perbuatan menyebabkan orang luka berat atau berakibat matinya orang. Dapat diancam dengan pidana mati, penjara seumur hidup atau 20 tahun penjara. Dengan demikian, fokus penelitian ini hanya ditujukan pada pencurian kendaraan bermotor yang dibarengi dengan kekerasan terhadap pemilik motor atau orang lain yang diserahi pemilik sebelum dan sesudah perbuatan pencurian dengan kekerasan tersebut dilakukan. Oleh karena itu penulis menyusun skripsi ini yang berjudul “PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN TERHADAP KENDARAAN BERMOTOR (Studi Kasus di Kepolisian Sektor Kuta Kabupaten Badung)”.

1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan kasus-kasus yang telah dipaparkan sebagaimana tersebut diatas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Apakah faktor-faktor penyebab terjadinya tindak pidana pencurian kendaraan bermotor di Polsek Kuta ? 2. Bagaimanakah upaya penanggulangan tindak pidana pencurian dengan kekerasan terhadap kendaraan bermotor bagi pelaku di Polsek Kuta ?

9

Ibid, hal. 72 17

8

1.3. Ruang Lingkup Masalah Untuk menghindari permasalahan yang terlalu luas dan memperoleh hasil penelitian yang kualitatif dan juga dapat memberikan kesimpulan yang sesuai dengan judul, maka untuk itu dapat dibatasi materi yang diangkat ini hanya berkisar pada faktor-faktor penyebab terjadinya tindak pidana pencurian kendaraan bermotor di Polsek Kuta. Dalam hal ini akan dibatasi pada faktorfaktor penyebab pelaku tindak pidana pencurian kendaraan bermotor. Jadi dalam hal ini, ditentukan faktor-faktor yang mempengaruhi pelaku dalam melakukan tindak pidana begal tersebut. Selanjutnya, permasalahan ini dibatasi pada upaya penanggulangan bagi pelaku tindak pidana pencurian kendaraan bermotor di Polsek Kuta. Dalam hal ini, terbatas pada penerapan sanksi pidana yang ditujukan pada pelaku tindak pidana begal di Polsek Kuta. Dengan demikian akan dapat diketahui tentang sanksi apa saja yang diterapkan dan mengenai keberlakuan sanksi yang diterapkan tersebut terhadap pelaku tindak pidana begal tersebut. Dengan demikian, dalam pelaksanaan pengumpulan data, analisis data dan pembahasannya nanti tidak akan melebar atau menyimpang dari permasalahan.

1.4 Orisinalitas Penelitian Dalam penelitian ini, yang menjadi permasalahannya yakni hasil dari keperihatinan selama ini dimana pencurian kendaraan bermotor di Polsek Kuta yang terjadi di Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung belum bisa menemukan titik terang untuk rasa keadilan yang diharapkan oleh masyarakat di Kabupaten Badung, oleh sebab itu berdasarkan judul “Penanggulangan tindak

9

pidana pencurian dengan kekerasan terhadap kendaraan bermotor di Polsek Kuta (Studi Kasus di Kepolisian Sektor Kuta Kabupaten Badung)” permasalahanpermasalahan yang dibahas antara lain Apakah faktor-faktor penyebab terjadinya pencurian kendaraan bermotor di Polsek Kuta dan Bagaimanakah upaya penanggulangan tindak pidana pencurian dengan kekerasan terhadap kendaraan bermotor bagi pelaku di Polsek Kuta, kasus yang dijadikan penelitian terjadi di Kecamatan Kuta Selatan. serta mengambil tempat penelitian di Polsek Kuta dan Kantor Kepolisian Resor Kota Denpasar dengan metode yuridis empiris. Berdasarkan pengamatan yang penulis lakukan didalam media elektronik, hanya melihat hasil skripsi Tahun 2013 yang di tulis oleh Fadli Ramadhani dengan judul “Tinjauan Kriminologis Terhadap Tindak Pidana Pencurian Kendaraan Bermotor Yang Dilakukan Oleh Oknum Mahasiswa di Wilayah Kota Makassar”, dengan rumusan permasalahan antara lain pertama, Bagaimanakah sebab-sebab terjadinya delik dalam kasus pencurian kendaraan bermotor yang dilakukan oleh oknum mahasiswa? dan permasalahan yang kedua yaitu Bagaimanakah upaya yang dilakukan dalam rangka untuk mencegah, mengurangi dan memberantas delik-delik pencurian kendaraan bermotor yang dilakukan oleh oknum mahasiswa ?. Penelitian ini menggunakan metode yuridis empiris. Selanjutnya, skripsi yang disusun oleh Dito Astawansyah Putra yang berjudul “Tinjauan Kriminologis Tentang Kejahatan Pencurian Kendaraan Bermotor Roda Dua (studi kasus di Kabupaten Konawe pada tahun 2008-2012)”. Dalam skripsi ini mengetengahkan dua permasalahan antara lain : 1. faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya pencurian kendaraan bermotor roda dua di

10

kabupaten Konawe dalam kurun waktu lima tahun terakhir ? dan permasalahan yang ke 2. Upaya-upaya apa yang dapat dilakukan untuk meminimalisir terjadinya kejahatan pencurian kendaraan bermotor roda dua di kabupaten Konawe ?. Dalam skripsi yang kedua ini menggunakan metode penelitian hukum empiris. Adapun tujuan mencantumkan penelitian tersebut agar bisa dijadikan perbandingan, sehingga orisinalitas tulisan yang penulis buat dapat dipertanggung jawabkan.

1.5 Tujuan Penelitian : Tujuan penelitian pada hakekatnya mengungkapkan, apa yang hendak dicapai oleh peneliti. Yang biasanya disusun secara hierarkhis menurut urutan prioritas.10 Maka dari itu ada 2 (dua) tujuan penelitian yang ingin dicapai yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. a.

Tujuan Umum : Tujuan Umum penelitian ini adalah untuk mengetahui penanggulangan tindak pidana pencurian dengan kekerasan terhadap kendaraan bermotor di Polsek Kuta yang terjadi di Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung yang selama ini kasus tersebut dalam putusannya belum dapat memenuhi rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.

b. Tujuan Khusus : Adapun yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini sesuai permasalahan yang dibahas adalah : 10

Soerjono Soekanto, 2010, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta, hal 18. (selanjutnya disebut Soerjono Soekanto I).

11

1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya tindak pidana pencurian dengan kekerasan terhadap kendaraan bermotor di Polsek Kuta. 2.

Untuk mengetahui upaya penanggulangan tindak pidana pencurian dengan kekerasan terhadap kendaraan bermotor bagi pelaku di Polsek Kuta.

1.6 Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari suatu hasil penelitian, diharapkan ada dua manfaat, baik manfaat yang bersifat teoritis maupun manfaat praktis. a. Manfaat Teoritis dalam penelitian ini yaitu memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu hukum khususnya hukum pidana. b. Manfaat praktis dalam penelitian ini yaitu memberikan kontribusi dan sumbangan pengetahuan bagi penegak hukum khususnya Polisi Sektor Kuta dalam menentukan sanksi pidana terhadap kasus pencurian kendaraan bermotor di Polsek Kuta.

1.7. Landasan Teoritis Teori diperlukan untuk menerangkan dan menjelaskan secara spesifik suatu proses tertentu yang terjadi, dan suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya

pada

fakta-fakta

yang

dapat

menunjukkan

ketidak

12

benarannya.11 Teori juga merupakan alur penalaran atau logika (flow of reasonic/logic), yang terdiri dari seperangkat konsep atau variabel, definisi dan proposisi yang disusun secara sistematis.12 Landasan teoritis merupakan dukungan teori, konsep, asas, dan pendapatpendapat

hukum

dalam

membangun atau

memperkuat

kebenaran dari

permasalahan yang dianalisis.13 Oleh sebab itu sebelum mengemukakan asumsi terhadap permasalahan, maka terlebih dahulu dikemukakan beberapa pasal dalam Peraturan perundang-undangan dan beberapa teori berupa pendapat para ahli yang relevan dengan permasalahan yang diteliti yang kemudian digunakan sebagai dasar untuk menentukan asumsi. Dalam kaitannya dengan penulisan skripsi ini, adapun teori-teori yang dipergunakan sebagai pisau analisis yaitu: 1. Teori Kriminologi Secara etimologi, kriminologi berasal dari kata Crime artinya kejahatan dan Logos artinya ilmu pengetahuan. Oleh sebab itu kriminologi dapat diartikan secara luas dan lengkap sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang kejahatan.14 Menurut Moelijatno menyatakan bahwa kriminologi merupakan ilmu pengetahuan tentang kejahatan dan kelakuan-kelakuan jelek serta tentang orang-

11

J.J.JM. Wuisaman, 1996, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid I, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, h.203 12

J. Supranto, 2003, Metode Penelitian Hukum dan Statistik, Rineka Cipta, Jakarta, h. 194

13

Bahder Johan Nasution, 2008, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Mandar Maju Bandung,

h. 141 14

Abdul Syani, 1987, Kejahatan dan Penyimpangan Suatu Perspektif Kriminilogi, Bina Aksara, Jakarta, h. 18.

13

orang yang tersangkut pada kejahatan dan kelakuan-kelakuan jelek itu.15 Dengan kejahatan yang dimaksud pada pelanggaran, artinya perbuatan menurut undangundang diancam dengan pidana dan kriminalitas merupakan bagian masalah manusia dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya, Rusli Effendy menyatakan bahwa disamping ilmu hukum pidana yang juga dinamakan

ilmu tentang

hukumnya kejahatan, ada juga ilmu tentang kejahatan itu sendiri yang dinamakan kriminologi, kecuali obyeknya berlainan dan tujuannya pun berbeda.16 Hukum pidana adalah peraturan hukum yang mengenai kejahatan atau yang berkaitan dengan pidana dengan tujuan ialah agar dapat dimengerti dan dipergunakan dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya sedangkan obyek kriminologi adalah kejahatan itu sendiri, tujuannya mempelajari apa sebabnya sehingga orang yang melakukan dan upaya penanggulangan kejahatan itu. Sehubungan. dengan pengertian tersebut maka tepatlah apa yang kemukakan oleh Rusli Effendi bahwa kriminologi itu meliputi : a. Etiologi Kriminal adalah cabang ilmu kriminologi yang secara. khusus mempelajari sebab‑sebab atau latar belakang, penjelasan dan korelasi kejahatan, cabang ilmu ini lazimnya mencakup : biologi kriminal, psikologi kriminal, psikiatri kriminal, maupun sosiologi hukum pidana. b. Fenomenologi kriminal adalah merupakan cabang ilmu kriminologi dari mempelajari tentang bagaimana perkembangan kejahatan dan gejalanya. c. Victimologi kriminal adalah cabang kriminologi yang secara khusus mempelajari tentang akibat yang timbul dari suatu kejahatan (korban kejahatan) d. Penologi adalah ilmu tentang penghukuman dalam arti yang sempit, namun ilmu ini adalah merupakan salah satu cabang kriminologi yang membahas konstruksi undang‑undang hukum pidana, penghukuman dan administrasi sanksi pidana.17 15

Moeljatno, 1985, Asas-asas Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakarta, h. 36. Rusli Effendy, 1983, Ruang Lingkup Kriminologi, Alumni, Bandung, h. 10. 17 Ibid, h. 11. 16

14

Kriminologi sebagai salah satu cabang dari ilmu pengetahuan sosial, sebenarnya masih tergolong sebagai ilmu pengetahuan yang masih muda, oleh karena kriminologi baru mulai menampakkan dirinya sebagai salah satu disiplin ilmu pengetahuan hukum khusunya dalam hukum pidana. Meskipun tergolong ilmu yang masih baru, namun perkembangan kriminologi tampak begitu pesat, hal ini tidak lain karena konsekuensi logis dari berkembangnya pula berbagai bentuk kejahatan dalam masyarakat. Perkembangan kejahatan bukanlah suatu hal yang asing, oleh karena sejarah kehidupan manusia sejak awal diciptakan telah terbukti mengenal kejahatan. Apalagi pada saat seperti sekarang ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi justru memberi peluang yang lebih besar bagi berkembangnya berbagai bentuk kejahatan. Atas dasar itulah maka kriminologi dalam pengaktualisasian dirinya berupaya mencari jalan untuk mengantisipasi segala bentuk kejahatan serta gejala‑gejalanya. Selanjutnya Soerjono Soekanto menyatakan bahwa kriminologi adalah ilmu pengetahuan mengenai sikap tindak kriminal. Sehubungan itu beliau menjelaskan pula bahwa Kriminologi modern berakar dari sosiologi, psikologi, psikiatri dan ilmu hukum yang ruang lingkupnya meliputi : a. Hakekat, bentuk-bentuk dan frekuensi-frekuensi perbuatan kriminal sesuai dengan distribusi sosial, temporal dan geografis. b. Karakteristik fisik, psikologis, sejarah serta. sosial penjahat dan hubungan antara. kriminalitas dengan tingka laku abnormal lainnya. c. Karakteristik korban kejahatan. d. Tingkah laku non kriminal anti sosial, yang tidak semua masyarakat dianggap, sebagai kriminalitas. e. Prosedur sistem peradilan pidana f. Metode hukuman, latihan dan penanganan narapidana g. Struktur sosial dan organisasi lembaga-lembaga penal

15

h. Metode-metode pengendalian dan penanggulangan kejahatan i. Metode-metode identifikasi kejahatan dan penjahat j. Studi mengenai asas dan perkembangan hukum pidana serta. sikap umum terhadap kejahatan dan penjahat.18 2. Teori kepastian Hukum Teori Kepastian Hukum diungkapkan oleh Gustav Radbruch dalam Theo Huijbers yang menyatakan bahwa : Hubungan antara keadilan dan kepastian hukum perlu diperhatikan. Oleh sebab kepastian hukum harus dijaga demi keamanan dalam negara, maka hukum positif selalu harus ditaati, pun pula kalau isinya kurang adil, atau juga kurang sesuai dengan tujuan hukum. Tetapi terdapat kekecualian, yakni bilamana pertentangan antara isi tata hukum dan keadilan menjadi begitu besar, sehingga tata hukum itu nampak tidak adil pada saat itu tata hukum itu boleh dilepaskan.19

Dengan adanya suatu kepastian hukum, maka tujuan dari hukum yaitu keadilan akan dapat dicapai. Dalam kaitannya dengan skripsi ini, maka peraturan perundang-undangan yakni Kitab Undang-undang Hukum Pidana (untuk selanjutnya disingkat KUHP) harus diterapkan dengan tujuan untuk mewujudkan kepastian hukum demi keamanan masyarakat pada umumnya dan khususnya masyarakat di Kecamatan Kuta Selatan. Sedangkan unsur keadilanpun harus diterapkan dengan memperhatikan faktor-faktor penyebab terjadinya kasus pencurian kendaraan bermotor tersebut. Dengan demikian keadilan akan dapat tercermin dalam penerapan sanksi pidana terhadap kasus tersebut.

18

Soerjono Soekanto, 1990, Sosiologi Suatu Pengantar, Rajawali Pers, Jakarta, h. 27. (selanjutnya disebut Soerjono Soekanto II). 19

Theo Huijbers, 1982, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, Kanisius, Yogyakarta,

h. 163

16

3. Teori Efektivitas Diperlukannya teori efektivitas hukum ini didalam masyarakat, karena efektivitas hukum adalah daya kerja hukum dalam mengatur dan memaksa masyarakat (law as social control). Dalam bukunya Soerjono Soekanto dikemukakan bahwa untuk berlakunya suatu aturan hukum harus memenuhi 3 (tiga) syarat yaitu : 1. Kaedah hukum berlaku secara filosofis 2. Kaedah hukum berlaku secara yuridis 3. Kaedah hukum berlaku secara sosiologis20 Berlakunya kaedah hukum secara yuridis, mengandung pengertian bahwa aturan hukum yang ada harus didasarkan pada kaedah hukum yang lebih tinggi21. Berlakunya kaedah hukum secara sosiologis artinya kaedah hukum tersebut berlaku dalam masyarakat sesuai dengan kenyataan yang hidup dalam masyarakat dimana kaedah hukum tersebut dapat dipaksakan berlakunya oleh penguasa (teori kekuasaan), ataupun karena adanya pengakuan dan penerimaan oleh masyarakat kepada siapa kaidah hukum tersebut diberlakukan (teori pengakuan). Pada dasarnya adanya suatu kaedah hukum tersebut diakui dan diterima oleh masyarakat dengan tanpa perlu dipaksakan oleh penguasa apabila memang sudah dirasakan sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma hidup dan kehidupan dari

20

Soerjono Soekanto, 1982, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum, Rajawali Press, Jakarta, h. 72. (selanjutnya disebut Soerjono Soekanto III). 21

Ibid, h. 78

17

masyarakat yang bersangkutan22. Sedangkan berlakunya kaedah hukum secara filosofis artinya suatu kaedah hukum harus berdasarkan pada cita-cita hukum sebagai nilai positif yang tertinggi23. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hukum itu berfungsi dalam masyarakat yaiu : 1. Kaidah hukum atau peraturan hukum itu sendiri 2. Petugas atau penegak hukumnya 3. Sarana dan fasilitas yang digunakan oleh penegak hukum 4. Kesadaran masyarakat24. Maka sangat penting Menurut Ravianto bahwa pengertian efektivitas itu adalah “ Seberapa baik orang melakukan pekerjaan yang dilakukan, sejauh mana orang menghasilkan keluaran sesuai dengan yang diharapkan. Ini berarti bahwa apabila suatu pekerjaan dapat diselesaikan dengan perencanaan, baik dalam waktu, biaya maupun mutunya, maka dapat dikatakan efektif”25.

1.8. Metode Penelitian 1.8.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah jenis penelitian hukum empiris, yaitu penelitian hukum yang objek kajiannya meliputi ketentuan dan mengenai pemberlakuan atau implementasi ketentuan hukum

22 23

24

Ibid Ibid, h. 79 Zainudin Ali, 2009, Sosiologi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, h. 62

25

Raviyanto, J, 1989, Produktivitas dan Manajemen, Lembaga Sarana Informasi Usaha dan Productivitas, Jakarta, h. 72

18

normatif (kodifikasi, Undang-Undang atau kontrak) secara in action/in abstracto pada setiap peristiwa hukum yang terjadi dalam masyarakat (in concreto).26

1.8.2. Sifat Penelitian Sifat penelitian dalam penulisan karya ilmiah ini bersifat deskriptif analitis. Penelitian yang bersifat deskriptif analitis bertujuan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya,27 maka dapat diambil data obyektif karena ingin menggambarkan kenyataan yang terjadi di Polsek Kuta di Kecamatan Kuta Selatan.

1.8.3. Jenis Pendekatan Pendekatan dalam penelitian hukum dimaksudkan adalah bahan untuk mengawali sebagai dasar sudut pandang dan kerangka berpikir seorang peneliti untuk melakukan analisis. Dalam penulisan karya ilmiah ini, agar mendapatkan hasil yang ilmiah, serta dapat dipertahankan secara ilmiah, maka masalah dalam penelitian ini dibahas menggunakan jenis pendekatan sebagai berikut: a. Pendekatan

perundang-undangan

(statute

approach)

hal

ini

dimaksudkan bahwa peneliti menggunakan peraturan perundangundangan sebagai dasar awal melakukan analisis.

26

Abdulkadir Muhamad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 134 27

Soerjono Soekanto, 2000, Pengantar Penelitian Hukum, UI press, Jakarta, h. 10. (selanjutnya disebut Soerjono Soekanto II)

19

b. Pendekatan kasus (case approach), pendekatan kasus dalam penelitian hukum bertujuan untuk mempelajari norma-norma atau kaidah hukum yang dilakukan dalam praktik hukum. c. Pendekatan analitis (Analytical Approach), pendekatan ini dilakukan dengan mencari makna pada istilah-istilah hukum yang terdapat didalam perundang-undangan, dengan begitu peneliti memperoleh pengertian atau makna baru dari istilah-istiah hukum dan menguji penerapannya secara praktis. 28

1.8.4. Data dan Sumber Data Dalam penelitian hukum empiris data dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu: 1. Data primer, yaitu data yang diperoleh terutama dari penelitian yang dilakukan langsung didalam masyarakat.29 Sumber data primer yang diperoleh dari penelitian ini dengan melakukan penelitian yang berlokasi di Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Provinsi Bali. Penelitian ini dilakukan dengan cara melakukan wawancara dengan informan dan responden yang ada pada lokasi penelitian tersebut. Informan, adalah orang atau individu yang memberikan informasi data yang dibutuhkan oleh peneliti sebatas yang diketahuinya.

28

Fajar, Mukti dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris, Pustaka Pelajar, Yogjakarta, h. 185-190 29

Soerjono Soekanto I, h. 156.

20

Informan diperlukan didalam penelitian empiris untuk mendapatkan data secara kualitatif. Responden, adalah seseorang atau individu yang akan memberikan respons terhadap pertanyaan yang diajukan oleh peneliti. Responden ini merupakan orang atau individu yang terkait secara langsung dengan data yang dibutuhkan.30 2. Data sekunder diperoleh melalui penelitian kepustakaan (Library Research) dengan menggunakan bahan-bahan hukum sebagai berikut:31 Bahan hukum primer, yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Selanjutnya dalam bahan hukum sekunder, yang terdiri dari literaturliteratur, buku-buku, makalah, dan jurnal yang ditulis oleh para ahli dan dokumen-dokumen yang berkenaan dengan masalah yang dibahas. Sedangkan Bahan hukum tersier, yang terdiri dari kamus dan ensiklopedi.32 1.8.5. Teknik Pengumpulan Data Adapun teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penulisan ini yaitu : 1. Teknik Studi Dokumen Untuk data kepustakaan dipakai teknik studi dokumen dengan cara membaca memahami membandingkan karangan-karangan ilmiah dan para 30

Ibid, h. 174

31

Ronny Hanitijo Soemitro, 1990, Metodologi Penelitian Hukum, Cetakan I, Ghalia Indonesia, Jakarta, h. 24. 32

Amiruddin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, 2004, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 120

21

sarjana dan dan sumber-sumber lainnya, baik peraturan-peraturan maupun tulisan-tulisan ilmiah yang terdapat dalam berbagai literatur atau sumber bahan bacaan lain yang relevan dengan permasalahan. 2. Teknik Wawancara (interview) Data lapangan digunakan teknik wawancara (interview), yaitu proses Tanya jawab lisan dalam masa dua orang atau lebih berhadap-hadapan secara fisik yang satu dapat melihat yang lain dan mendengarkan dengan telinganya sendiri.33 Dalam hal ini dilakukan penelitian dilakukan dengan wawancara

kepada

para

responden

dengan

menggunakan

daftar

pertanyaan. Pertanyaan tersebut dalam penelitian ini berkisar pada faktofaktor penyebab terjadinya pencurian kendaraan bermotor dan penerapan sanksi pidana oleh Polsek Kuta. Data ini diperoleh dengan penelitian langsung oleh objek penelitian, dimana objek penelitian adalah Polsek Kuta.

1.8.6. Teknik Penentuan Sampel Penelitian Adapun lokasi Penelitian dalam penyusunan penelitian ini pada Polsek Kuta di Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung. Terpilihnya lokasi tersebut sebagai lokasi penelitian dikarenakan ditemukan beberapa kasus kredit pencurian kendaraan bermotor atau begal. Dalam Penelitian ini metode sampel yang digunakan adalah sampel secara Non Random Sampling, yaitu suatu cara menentukan sampel dimana peneliti telah 33

Sutrisno Hadi, 1984, Methodologi Research, Gajah Mada University, Yogyakarta, h.

192.

22

menentukan atau menunjuk sendiri sampel dalam penelitiannya. Sesuai dengan judul dalam penulisan skripsi ini maka dalam penelitian ini sampel yang digunakan yaitu Polsek Kuta di Kecamatan Kuta Selatan. Populasi yang dipilih menjadi sampel setelah sebelumnya dipilih dan direncanakan oleh peneliti karena populasi ini bersifat heterogen, dimana setiap populasi tidak semuanya dapat mewakili seluruh unit populasi34 Penentuan responden ataupun informan dilakukan dengan menggunakan metode snowball sampling yang dipilih berdasarkan penunjukan atau rekomendasi dari sampel sebelumnya. Sampel pertama yang diteliti ditentukan sendiri oleh peneliti yaitu dengan mencari responden kunci ataupun informan kunci, kemudian responden berikutnya yang akan dijadikan sampel tergantung dari rekomendasi yang diberikan oleh responden kunci yang diawali dengan menunjuk sejumlah responden yaitu responden yang mengetahui, memahami, dan berpengalaman sesuai dengan objek penelitian ini yakni Polsek Kuta di Kecamatan Kuta Selatan.

1.8.7. Teknik Pengolahan dan Analisis Data Data–data yang diperoleh baik data Primer maupun Sekunder. Selanjutnya dianalisa, teknik analisa data disini dilakukan dengan analisa secara kualitatif, yaitu dengan memilih data yang kualitasnya dapat menjawab permasalahan yang diajukan dan untuk penyajiannya dilakukan secara deskriptif analisa yaitu suatu

34

Amiruddin dan Zainal Asikin, op.cit, hal. 98.

23

cara analisis data yang dilakukan dengan jalan menyusun secara sistematis sehingga diperoleh kesimpulan umum.35

35

Ronny Hanitijo Soemitro, Op.cit, h. 98

24