BAB I PENGANTAR 1.1 LATAR BELAKANG REVITALISASI PERTANIAN

Download Revitalisasi pertanian merupakan hal yang sangat dibutuhkan oleh sektor ..... dari berbagai buku, jurnal, dan sumber literatur lainnya, lan...

0 downloads 485 Views 148KB Size
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Revitalisasi pertanian merupakan hal yang sangat dibutuhkan oleh sektor pertanian sehubungan dengan berbagai persoalan mendasar yang dihadapi baik saat ini maupun di masa yang akan datang. Persoalan tersebut misalnya meningkatnya kerusakan lingkungan dan perubahan iklim global, terbatasnya ketersediaan infrastruktur, sarana prasarana, lahan dan air, kecilnya luas kepemilikan lahan, lemahnya kapasitas dan kelembagaan petani dan penyuluh, masih rawannya ketahanan pangan dan energi, serta berbagai permasalahan lain (Bappenas, 2011). Revitalisasi

pertanian

mengandung

arti

sebagai

kesadaran

untuk

menempatkan kembali arti penting sektor pertanian secara proporsional dan kontekstual, dalam arti menyegarkan kembali vitalitas, memberdayakan kemampuan dan meningkatkan kinerja pertanian dalam pembangunan dengan tanpa

mengabaikan

sektor

lainnya

(Badan

Litbang

Pertanian,

2005).

Pertimbangan mendasar yang melatarbelakangi pentingnya program revitalisasi pertanian tersebut adalah adanya fakta empiris bahwa sektor pertanian, perikanan dan kehutanan masih tetap berperan vital dalam mewujudkan tujuan nasional untuk memajukan kesejahteraan umum, namun vitalitas kinerjanya kini cenderung mengalami degradasi, sehingga perlu segera direvitalisasi secara sungguhsungguh. Selain itu, pertanian juga dianggap sebagai way of life dan sumber kehidupan sebagian besar masyarakat kita dan mempunyai multifungsi yang 1

2

belum mendapat apresiasi yang memadai dari masyarakat (Syafa’at, 2005). Tujuan jangka panjang dari revitalisasi pertanian adalah untuk mewujudkan sistem pertanian industrial berdaya saing, berkeadilan dan berkelanjutan guna menjamin ketahanan pangan dan kesejahteraan masyarakat pertanian. Guna mencapai tujuan tersebut, revitalisasi pertanian ditempuh dengan empat langkah pokok

yaitu

peningkatan

kemampuan

petani

dan

penguatan

lembaga

pendukungnya, pengamanan ketahanan pangan, peningkatan produktivitas, produksi, daya saing dan nilai tambah produk pertanian dan perikanan serta pemanfaatan hutan untuk diversifikasi usaha dan mendukung produksi pangan (Bappenas, 2005). Pelaksanaan revitalisasi pertanian di Kabupaten Ngawi diwujudkan melalui berbagai program. Peningkatan kemampuan petani dan lembaga diwujudkan dengan pengukuhan kelompok tani oleh Bupati, pembentukan Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) di tiap-tiap desa yang dikukuhkan dengan Akta Notaris, pembangunan lumbung pangan, penyaluran kredit bagi petani dalam bentuk KKPE (Kredit Ketahanan Pangan dan Energi), pembangunan BPP (Balai Penyuluhan Pertanian) di tiap kecamatan (19 kecamatan), pemberian fasilitas kendaraan roda dua bagi seluruh penyuluh pertanian, juga dukungan anggaran untuk THL TB PP (Tenaga Harian Lepas Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian). Guna menunjang peningkatan produktivitas dan produksi tanaman, pembangunan infrastruktur berupa JITUT (Jaringan Irigasi Tingkat Usaha Tani) dan JIDES (Jaringan Irigasi Desa) terus dilakukan. Pemberian bantuan alsintan (alat mesin pertanian) yang sifatnya hibah bagi kelompok tani berupa hand

3

tractor, terpal untuk penanganan pasca panen yang bertujuan untuk mengurangi potensi kehilangan hasil dan sebagai lantai jemur, dan mesin penggiling untuk pakan ternak. Revitalisasi pertanian di Kabupaten Ngawi merupakan hal yang sangat penting mengingat hingga saat ini sebagian besar masyarakatnya masih menggantungkan hidupnya dari sektor pertanian. Data SPKD (Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah) Kabupaten Ngawi tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor pertanian merupakan andalan bagi Kabupaten Ngawi dan menyerap sekitar 76 persen dari total tenaga kerja yang ada. Kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB menurut harga konstan di Kabupaten Ngawi dari tahun 2002 – 2012 dapat dilihat pada Tabel 1.1 berikut ini. Tabel 1.1 Distribusi Persentase PDRB Kabupaten Ngawi Menurut Lapangan Usaha Atas Harga Konstan (2000) Tahun 2002 – 2012 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Sektor

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

2009

Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Sewa & Jasa Perusahaan Jasa-jasa PDRB

39,88 0,58

38,56 0,61

38,52 0,59

38,17 0,59

37,49 0,57

37,31 0,58

37,32 0,58

37,12 0,58

6,26

6,37

6,36

6,26

6,19

6,17

6,24

0,54

0,56

0,54

0,55

0,55

0,56

4,23 26,04

4,34 26,69

4,31 26,92

4,43 27,24

4,40 27,79

3,34

3,45

3,47

3,48

5,16

5,33

5,38

13,98 100

14,09 100

13,90 100

2010*

2011**

2012**

36,70 0,56

35,68 0,55

35,26 0,53

6,28

6,29

6,33

6,33

0,57

0,61

0,61

0,62

0,65

4,42 28,26

4,33 28,50

4,32 28,82

4,35 29,57

4,45 30,55

4,45 31,32

2,45

2,50

2,53

2,57

2,62

2,67

2,66

5,46

6,37

6,28

6,22

6,13

6,09

6,08

6,04

13,83 100

14,19 100

13,91 100

13,71 100

13,57 100

13,22 100

13,07 100

12,76 100

Sumber: BPS Kab. Ngawi, 2004 – 2013 Keterangan: * = angka sementara Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa kontribusi pertanian

4

terhadap PDRB pada tahun 2002 sebesar 39,88 persen, perdagangan 26,04 persen dan jasa-jasa sebesar 13,98 persen. Berbeda jauh dengan kondisi pada tahun 2012 di mana kontribusi pertanian hanya sebesar 35,26 persen atau menurun sebesar 4,62 persen. Sebaliknya sektor perdagangan mengalami peningkatan menjadi 31,32 persen atau meningkat sebesar 5,28 persen. Sektor jasa dari tahun 2002– 2006 terus mengalami peningkatan, namun menurun mulai tahun 2007 dan pada tahun 2012 memberi kontribusi sebesar 12,76 persen. Tingginya kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB menunjukkan bahwa sektor pertanian merupakan sektor andalan di Kabupaten Ngawi yang memposisikan Ngawi sebagai salah satu lumbung padi di Provinsi Jawa Timur. Data produksi padi di Kabupaten Ngawi dari tahun 2002 – 2012 dapat dilihat pada Tabel 1.2 berikut ini. Tabel 1.2 Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Tanaman Padi Kabupaten Ngawi Tahun 2002 – 2012 No

Tahun

Luas Panen (Ha)

Produksi (ton)

Produktivitas (ton/ha)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

94.282 93.847 97.767 95.426 102.589 104.377 105.232 109.650 114.387 105.874 116.261

549.947 521.089 557.337 559.635 604.444 638.655 673.869 719.385 697.501 572.984 708.694

5,83 5,55 5,70 5,86 5,89 6,12 6,40 6,56 6,10 5,41 6,09

Sumber: BPS Kab. Ngawi, 2004 – 2013 (diolah)

5

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa produktivitas padi Ngawi secara umum terus mengalami peningkatan dari tahun 2002–2012 meskipun sempat pula terjadi penurunan. Produksi padi pada tahun 2012 meningkat sebesar 23,68 persen dibandingkan tahun 2011, namun masih lebih rendah jika dibandingkan dengan produksi padi pada tahun 2009. Peningkatan produksi pada tahun 2012 ini juga dipengaruhi oleh peningkatan luas panen padi yang signifikan. Luas panen padi pada tahun 2012 meningkat 10.387 hektar (dari 105.874 hektar pada tahun 2011 menjadi 116.261 pada tahun 2012) atau naik 9,81 persen, namun untuk produktivitas pada tahun 2012 terjadi penurunan yang cukup besar jika dibandingkan dengan kondisi tahun 2009. Produktivitas padi pada tahun 2012 sebesar 6,09 ton/hektar, sedangkan pada tahun 2009 sebesar 6,56 ton per hektar atau mengalami penurunan sebesar 0,47 ton per hektar. Penurunan produktivitas terjadi mulai tahun 2010 dan paling rendah selama sepuluh tahun terakhir terjadi pada tahun 2011 yaitu produktivitas padi hanya sebesar 5,41 ton per hektar. Penurunan produktivitas tersebut tidak bisa diabaikan begitu saja, namun perlu mendapatkan perhatian dan penanganan yang tepat sehingga tidak terjadi penurunan produktivitas lebih lanjut, karena penurunan produktivitas akan berdampak tidak hanya bagi masyarakat Ngawi namun juga bagi daerah lain mengingat posisi Ngawi yang merupakan lumbung padi di Provinsi Jawa Timur. Sehubungan dengan kondisi tersebut, diperlukan suatu upaya atau program yang dapat

mengembalikan

dan menjamin produktivitas sehingga

produktivitas tidak terus berlanjut.

penurunan

6

Salah satu program peningkatan produktivitas padi yang diterapkan sejak tahun 2007 adalah Program SLPTT (Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu). SLPTT merupakan program dari Kementerian Pertanian yang ditujukan tidak hanya untuk meningkatkan untuk produktivitas saja, namun yang lebih utama adalah untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perubahan sikap petani guna mempercepat penerapan komponen teknologi PTT padi dalam usaha taninya agar penyebarluasan teknologi ke petani sekitarnya berjalan lebih cepat. Peningkatan produktivitas yang terjadi diharapkan dapat meningkatkan pendapatan serta kesejahteraan petani padi. Program SLPTT yang telah dilakukan sejak tahun 2007 di Kabupaten Ngawi berpengaruh terhadap upaya peningkatan produktivitas padi, namun penurunan produktivitas padi pada tahun 2010 dan 2011 menjadi alasan yang menarik untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan program SLPTT dalam meningkatkan produktivitas padi dan mewujudkan revitalisasi pertanian di tengah-tengah kondisi iklim yang tidak menentu dan berbagai permasalahan yang dihadapi oleh sektor pertanian. Metoda yang digunakan untuk penyebarluasan teknologi baru ini adalah metoda penyuluhan yang merupakan metoda yang dianggap paling efektif. Penyuluh pertanian diharapkan dapat menyampaikan informasi kepada para petani pada waktu melaksanakan SLPTT di daerah, sehingga dengan demikian peran penyuluh pertanian sangat dibutuhkan dalam hal diseminasi teknologi baru. Menjadi tantangan tersendiri bagi penyuluh pertanian untuk menunjukkan eksistensi dan perannya dalam program revitalisasi pertanian di tengah-tengah

7

anggapan negatif sebagian kalangan tentang peran penyuluh pertanian. Kinerja penyuluh pertanian PNS dianggap belum menunjukkan manfaat yang signifikan dalam peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani. Bahkan Slamet (2008) menyatakan bahwa petani dinilai tidak mendapat cukup insentif dan termotivasi melaksanakan pencapaian target produksi yang direncanakan pemerintah (Lihat Indraningsih et. al., 2010). Lebih memprihatinkan lagi pernyataan Safaruddin dan Arsyad (2011), bahwa secara umum kinerja penyuluhan pertanian cenderung makin memburuk dan menunjukkan gejala kehilangan arah. Terlepas dari berbagai persoalan tersebut, banyak pihak menyadari bahwa kegiatan penyuluhan pertanian masih sangat diperlukan oleh petani. Mewujudkan kondisi penyuluhan pertanian yang intensif, berkesinambungan dan terarah memang tidak mudah, dan tidak dapat dilakukan dalam waktu singkat. Meskipun tidak mudah, namun upaya-upaya perbaikan tetap harus segera dilakukan, karena jika tidak, kinerja penyuluhan pertanian yang memang sudah mengalami kemunduran besar akan semakin memburuk (Safaruddin dan Arsyad, 2011). Berbagai anggapan negatif yang ditujukan pada penyuluh pertanian sehingga perlu untuk diteliti peran penyuluhan pertanian dalam peningkatan kemampuan petani dan pengaruhnya terhadap produktivitas padi. Sehubungan dengan hal tersebut, diperlukan evaluasi untuk mengetahui dampak dari program SLPTT yang telah dilaksanakan sejak tahun 2007, apakah program SLPTT tersebut memang berpengaruh terhadap peningkatan pengetahuan, keterampilan dan perubahan sikap petani atau tidak, serta apakah berpengaruh terhadap

8

peningkatan produktivitas padi atau tidak. Guna menjawab pertanyaan tersebut, penelitian ini dilakukan pada salah satu sentra produksi padi di Kabupaten Ngawi yang melaksanakan kegiatan SLPTT yaitu Kecamatan Kedunggalar. Pada tahun 2013 ini di Kecamatan Kedunggalar kelompok tani yang mendapat program SLPTT adalah sebanyak 94 kelompok tani, namun kebanyakan dari kelompok tani ini sudah mendapatkan program SLPTT pada tahun-tahun sebelumnya. Kelompok tani yang baru pertama kali mendapat program SLPTT hanya 4 kelompok dan dari 4 kelompok tersebut yang memiliki hamparan pada satu lokasi adalah kelompok “Sri Rahayu” sehingga dipilihlah kelompok tersebut sebagai subjek penelitian ini. Program SLPTT tidak bisa dilakukan ke semua lahan yang ada karena adanya keterbatasan dana anggaran, namun pada setiap wilayah kabupaten atau kecamatan dilaksanakan pada sebagian areal sehingga hanya sebagian petani yang bisa mengikuti program SLPTT. Dengan adanya keterbatasan tersebut, pengenalan akan komponen PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) terbatas pada petani yang ikut dalam program sehingga peningkatan kemampuan yang meliputi peningkatan pengetahuan, keterampilan dan perubahan sikap yang diharapkan dapat berdampak pada peningkatan produktivitas juga tidak dapat menjangkau petani dan areal yang luas. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. bagaimana peran SLPTT dalam meningkatkan kemampuan petani melalui peningkatan pengetahuan serta perubahan sikap dan tindakan petani?

9

2. bagaimana peran SLPTT dalam mewujudkan revitalisasi pertanian melalui peningkatan produktivitas padi? 3. bagaimana peran penyuluhan pertanian dalam program SLPTT untuk mewujudkan tujuan revitalisasi pertanian dalam hal peningkatan produksi padi? 1.2 Keaslian Penelitian Penelitian terdahulu mengenai revitalisasi pertanian belum banyak dilakukan, berbeda halnya penelitian mengenai SLPTT sudah lebih banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti terdahulu. Sebagai acuan dan pembanding maka perlu diuraikan penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya terkait dengan topik penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1.3 berikut. Tabel 1.3 Hasil Penelitian Terdahulu Terkait dengan Revitalisasi Pertanian dan SLPTT No

Studi Oleh

Alat Analisis

Kesimpulan

1.

Kariyasa dan Dewi (2013)

Analisis Regresi

Penerapan komponen tehnologi PTT belum optimal sehingga capaian dari program SLPTT belum seperti yang diharapkan, dan karena hal tersebut diperlukan redesign dan modifikasi beberapa komponen tehnologi PTT berdasarkan permasalahan dan kebutuhan petani. Variabel yang secara signifikan berpengaruh terhadap adopsi tehnologi adalah umur dan pendidikan petani.

2.

Haq (2013)

Analisis Regresi Linier

Pengaruh penyuluhan terhadap hasil produksi adalah positif dan signifikan. Semakin tinggi frekwensi pertemuan antara penyuluh dan petani, semakin tingggi hasil produksi usaha tani.

10

No

Studi Oleh

Alat Analisis

Kesimpulan

3.

Mariano, Villano dan Fleming (2012)

Binari Logit dan estimasi Poisson

Faktor-faktor yang berpengaruh secara signifikan dalam adopsi teknologi oleh petani adalah tingkat pendidikan petani, kepemilikan mesin pertanian, sistem irigasi, kegiatan peningkatan kemampuan dan perilaku yang berorientasi pada profit. Tanah dan kekurangan nutrisi menjadi faktor penghambat dalam adopsi tehnologi. Temuan menarik dalam penelitian ini adalah pentingnya penyuluhan secara berkelanjutan yang menghasilkan tingkat adopsi tehnologi yang lebih tinggi. Berdasar estimasi marginal-effects variabel yang terkait dengan penyuluhan memiliki dampak terbesar pada adopsi teknologi.

4.

Shekhar (2011)

Analisis deskriptif

Metoda tanam dengan sistem pengelolaan tanaman terpadu memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan sistem intensifikasi. Jumlah anakan lebih banyak, produktivitas per hektar lebih tinggi, rendemen lebih tinggi, penyerapan pupuk NPK lebih baik. Efisiensi usaha juga menunjukkan rasio benefit cost yang lebih tinggi jika dibandingkan metoda SRI.

5.

Safaruddin dan Arsyad (2011)

Regresi Linier Berganda

Kontribusi penyuluhan berpengaruh nyata terhadap peningkatan produksi dan pendapatan petani padi. Variabel pendidikan, pengalaman berusahatani, kontak dengan penyuluh, jumlah tanggungan keluarga, luas lahan dan biaya usahatani memberi kontribusi positif, sedangkan variabel umur petani berkonstribusi negatif terhadap produksi dan pendapatan yang berindikasi adanya petani yang telah berkurang produktivitasnya.

11

No

Studi Oleh

6.

Saridewi dan Siregar (2010)

Alat Analisis Uji Korelasi dan Regresi

Kesimpulan Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa peran penyuluh dengan peningkatan produksi padi sangat lemah (R=0,12) dan nilai koefisien determinasi (R2=0,014) atau 1,4 persen. Berbeda dengan penyuluhan, hubungan adopsi tehnologi dengan peningkatan produksi padi lebih kuat (R=0,38) dan koefisien determinasi (R2) sebesar 0,136 atau 13,6 persen. Dalam analisis peran penyuluh dan adopsi teknologi secara parsial maupun bersamasama menunjukkan bahwa koefisien peran penyuluh memiliki nilai yang lebih kecil dibandingkan dengan nilai adopsi teknologi. Hal ini menunjukkan bahwa adopsi petani lebih berpengaruh dibandingkan dengan peran penyuluh.

Perbedaan mendasar dari penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah lokasi dan waktu penelitian serta variabel yang diteliti. Kelebihan dari penelitian ini adalah penggunaan metoda evaluasi dampak difference-indifferences dengan membandingkan produktivitas padi kelompok tani sebelum dan setelah pelaksanaan program serta membandingkan produktivitas kelompok yang mendapatkan program dibandingkan dengan kelompok tani yang tidak mendapatkan program sehingga dapat diketahui peran SLPTT dalam peningkatan produktivitas padi. 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. menganalisis peran SLPTT dalam peningkatan kemampuan petani melalui

12

peningkatan pengetahuan, sikap dan tindakan pada petani; 2. menganalisis ada tidaknya peningkatan produktivitas padi dengan adanya penerapan komponen tehnologi PTT untuk mengetahui peran SLPTT dalam peningkatan produktivitas padi; 3. menganalisis

hubungan

penyuluhan

pertanian

dengan

peningkatan

produktivitas padi untuk mengetahui peran penyuluhan pertanian dalam peningkatan produktivitas padi 1.3.2 Manfaat penelitian Penulis berharap penelitian ini dapat memberikan kontribusi kepada. 1. Akademisi Dari sudut pandang akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, yaitu: a. menambah wawasan, pengetahuan dan keterampilan terhadap mahasiswa dalam melakukan penelitian, khususnya yang berkaitan dengan revitalisasi pertanian dan program SLPTT; b. bahan referensi bagi mahasiswa/peneliti yang melakukan penelitian berkaitan dengan revitalisasi pertanian dan program SLPTT. 2. Pengambil Kebijakan a. bagi pengambil kebijakan, penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi yang berguna untuk memahami keberhasilan pelaksanaan program revitalisasi pertanian di Kabupaten Ngawi khususnya dalam peningkatan produktivitas padi melalui program SL-PTT; b. bahan evaluasi bagi instansi terkait dalam penyusunan perencanaan dan

13

pelaksanaan SL-PTT Padi dan program peningkatan produktivitas padi lainnya; c. bahan pertimbangan bagi pengambil kebijakan dalam menetapkan kebijaksanaan sosialisasi dan diseminasi teknologi berikutnya. 1.4 Sistematika Penelitian Penelitian ini disusun terdiri dari 4 (empat) bab, dengan sistematika sebagai berikut: Bab I Pengantar, dalam bab ini dideskripsikan mengenai latar belakang, keaslian penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penelitian. Bab II Tinjauan Pustaka dan Alat Analisis, memuat tinjauan pustaka yang disadur dari berbagai buku, jurnal, dan sumber literatur lainnya, landasan teori yang berisi berbagai konsep, teori, peraturan perundang-undangan, maupun model yang diacu dalam penelitian, serta alat analisis yang digunakan untuk menjawab permasalahan penelitian. Bab III Analisis dan Pembahasan, membahas mengenai metoda penelitian, analisis dan pengolahan data disertai pembahasannya. Akhirnya Bab IV Kesimpulan dan Implikasi Kebijaksan, memuat kesimpulan hasil analisis dan implikasi kebijakan yang dapat diterapkan.