BAB II KONSEP DASAR
A. Pengertian Stroke atau cidera cerebrovaskuler (CVK) adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak (Brunner & suddarth , 2002 ) Stroke adalah sindrome klinis yang pada awalnya timbul mendadak, progresif cepat, berupa defisit neurologi fokal dan global yang berlangsung selama 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan sematamata disebabkan oleh gangguan peredaran darah di otak non traumatik. ( Mansjoer, Arief, 2000) Stroke Hemoragik adalah stroke yang terjadi karena perdarahan subarakhnoid yang disebabkan karena pecahnya pembuluh darah otak pada daerah tertentu ( Hudak Gallow, 1996 ). Stroke hemoragik adalah jika suatu pembuluh darah di otak pecah sehingga timbul iskemia di otak dan hipoksia disebelah hilir (Corwin, 2000 ) Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa stroke hemoragik adalah keadaan penyakit yang diakibatkan oleh karena adanya gangguan pada pembuluh darah serebral yang diakibatkan adanya perdarahan serebral dapat menimbulkan kematian.
5
B. Anatomi Fisiologi Sistem persyarafan utama manusia terbagi atas 2 bagian yaitu sistem syaraf pusat (otak) dan sistem syaraf tepi (tulang belakang). 1.Otak (sistem syaraf pusat)
(Derisky, 2009)
6
Otak mempunyai lima bagian utama, yaitu: otak besar (serebrum), otak tengah (mesensefalon), otak kecil (serebelum), sumsum sambung (medulla oblongata), dan jembatan varol a. Otak besar (serebrum) Otak besar mempunyai fungsi dalam pengaturan semua aktifitas mental, yaitu yang berkaitan dengan kepandaian (intelegensi), ingatan (memori), kesadaran, dan pertimbangan. Otak besar merupakan sumber dari semua kegiatan/gerakan sadar atau sesuai dengan kehendak, walaupun ada juga beberapa gerakan refleks otak. Pada bagian korteks serebrum yang berwarna kelabu terdapat bagian penerima rangsang (area sensor) yang terletak di sebelah belakang area motor yang berfungsi mengatur gerakan sadar atau merespon rangsangan. Selain itu terdapat area asosiasi yang menghubungkan area motor dan sensorik. Area ini berperan dalam proses belajar, menyimpan ingatan, membuat kesimpulan, dan belajar berbagai bahasa. Di sekitar kedua area tersebut dalah bagian yang mengatur kegiatan psikologi yang lebih tinggi. Misalnya bagian depan merupakan pusat proses berfikir (yaitu mengingat, analisis, berbicara, kreativitas) dan emosi. Pusat penglihatan terdapat di bagian belakang. b. Otak tengah (mesensefalon) Otak tengah terletak di depan otak kecil dan jembatan varol. Di depan otak tengah terdapat talamus dan kelenjar hipofisis yang mengatur kerja kelenjarkelenjar endokrin. Bagian atas (dorsal) otak tengah merupakan lobus optikus
7
yang mengatur refleks mata seperti penyempitan pupil mata, dan juga merupakan pusat pendengaran. c. Otak kecil (serebelum) Serebelum mempunyai fungsi utama dalam koordinasi gerakan otot yang terjadi secara sadar, keseimbangan, dan posisi tubuh. Bila ada rangsangan yang merugikan atau berbahaya maka gerakan sadar yang normal tidak mungkin dilaksanakan. d. Jembatan varol (pons varoli) Jembatan varol berisi serabut saraf yang menghubungkan otak kecil bagian kiri dan kanan, juga menghubungkan otak besar dan sumsum tulang belakang. e. Sumsum sambung (medulla oblongata) Sumsum sambung berfungsi menghantar impuls yang datang dari medula spinalis menuju ke otak. Sumsum sambung juga mempengaruhi jembatan, refleks fisiologi seperti detak jantung, tekanan darah, volume dan kecepatan respirasi, gerak alat pencernaan, dan sekresi kelenjar pencernaan. Selain itu, sumsum sambung juga mengatur gerak refleks yang lain seperti bersin, batuk, dan berkedip. 2. Sumsum tulang belakang (medulla spinalis) Pada penampang melintang sumsum tulang belakang tampak bagian luar berwarna putih, sedangkan bagian dalam berbentuk kupu-kupu dan berwarna kelabu.
8
Pada penampang melintang sumsum tulang belakang ada bagian seperti sayap yang terbagi atas sayap atas disebut tanduk dorsal dan sayap bawah disebut tanduk ventral. Impuls sensori dari reseptor dihantar masuk ke sumsum tulang belakang melalui tanduk dorsal dan impuls motor keluar dari sumsum tulang belakang melalui tanduk ventral menuju efektor. Pada tanduk dorsal terdapat badan sel saraf penghubung (asosiasi konektor) yang akan menerima impuls dari sel saraf sensori dan akan menghantarkannya ke saraf motorik.
( matakuliahpsikologi.dekrizky.com/search/sistem+saraf+wikipedia - Tembolok ) Sistem saraf tepi system saraf terdiri : system saraf sadar dan system saraf tak sadar ( Sistem Saraf Otonom ) system saraf sadar mengontrol aktivitas yang kerjanya diatur oleh otak , sedangkan saaf otonom mengontrol aktivitas yang tidak dapat diatur otak antara lain denyut jantung ,gerak saluran pencernaan dan sekresi keringat.
9
Saraf tepi dan aktivitas – aktivitas yang dsikendalikannya. 1. Sistem Saraf Sadar Sistem saraf sadar disusun oleh saraf otak (saraf kranial), yaitu saraf-saraf yang keluar dari otak, dan saraf sumsum tulang belakang, yaitu saraf-saraf yang keluar dari sumsum tulang belakang. Saraf otak ada 12 pasang yang terdiri dari: a.
Tiga pasang saraf sensori, yaitu saraf nomor 1, 2, dan 8
b.
lima pasang saraf motor, yaitu saraf nomor 3, 4, 6, 11, dan 12
c.
empat pasang saraf gabungan sensori dan motor, yaitu saraf nomor 5, 7, 9, dan 10, yang mempunyai fungsi masimg-masing sebagai berikut: 1) N. Olfactorius Saraf ini berfungsi sebagai saraf sensasi penghidu, yang terletak dibagian atas dari mukosa hidung di sebelah atas dari concha nasalis superior. 2) N. Optikus Saraf ini penting untuk fungsi penglihatan dan merupakan saraf eferen sensori khusus. Pada dasarnya saraf ini merupakan penonjolan dari otak ke perifer. 3) N. Oculomotorius Saraf ini mempunyai nucleus yang terdapat pada mesensephalon. Saraf ini berfungsi sebagai saraf untuk mengangkat bola mata
10
4) N. Trochlearis Pusat saraf ini terdapat pada mesencephlaon. Saraf ini mensarafi muskulus oblique yang berfungsi memutar bola mata 5) N. Trigeminus Saraf ini terdiri dari tiga buah saraf yaitu saraf optalmikus, saraf maxilaris dan saraf mandibularis yang merupakan gabungan saraf sensoris dan motoris. Ketiga saraf ini mengurus sensasi umum pada wajah dan sebagian kepala, bagian dalam hidung, mulut, gigi dan meningen. 6) N. Abducens Berpusat di pons bagian bawah. Saraf ini menpersarafi muskulus rectus lateralis. Kerusakan saraf ini dapat menyebabkan bola mata dapat digerakan ke lateral dan sikap bola mata tertarik ke medial seperti pada Strabismus konvergen. 7) N. Facialias Saraf ini merupakan gabungan saraf aferen dan eferen. Saraf aferen berfungsi untuk sensasi umum dan pengecapan sedangkan saraf eferent untuk otot wajah. 8) N.Statoacusticus Saraf ini terdiri dari komponen saraf pendengaran dan saraf keseimbangan
11
9) N.Glossopharyngeus Saraf ini mempersarafi lidah dan pharing. Saraf ini mengandung serabut sensori khusus. Komponen motoris saraf ini mengurus otototot pharing untuk menghasilkan gerakan menelan. Serabut sensori khusus mengurus pengecapan di lidah. Disamping itu juga mengandung serabut sensasi umum di bagian belakang lidah, pharing, tuba, eustachius dan telinga tengah. 10) N.Vagus. Saraf ini terdiri dari tiga komponen: a) komponen motoris yang mempersarafi otot-otot pharing yang menggerakkan pita suara, b) komponen sensori yang mempersarafi bagian bawah pharing, c) komponen saraf parasimpatis yang mempersarafi sebagian alat-alat dalam tubuh 11) N.Accesorius Merupakan komponen saraf kranial yang berpusat pada nucleus ambigus dan komponen spinal yang dari nucleus motoris segmen C 1-2-3.
Saraf
ini
mempersarafi
muskulus
Trapezius
dan
Sternocieidomastoideus. 12) Hypoglosus Saraf ini merupakan saraf eferen atau motoris yang mempersarafi otot-otot lidah. Nukleusnya terletak pada medulla di dasar ventrikularis IV dan menonjol sebagian pada trigonum hypoglosi.
12
Saraf otak dikhususkan untuk daerah kepala dan leher, kecuali nervus vagus yang melewati leher ke bawah sampai daerah toraks dan rongga perut. Nervus vagus membentuk bagian saraf otonom. Oleh karena daerah jangkauannya sangat luas maka nervus vagus disebut saraf pengembara dan sekaligus merupakan saraf otak yang paling penting.Saraf sumsum tulang belakang berjumlah 31 pasang saraf gabungan . berdasrkan asalnya ,saraf sumsum tulang belakang dibedakan atas 8 pasang saraf
leher,12pasang saraf punggung,5
pasang saraf pinggang ,5 pasang saraf pinggul, dan 1pasang saraf ekor. Beberapa urat saraf bersatu membentuk jaringan urat saraf yang disebut pleksus . 2. Saraf Otonom Sistem saraf otonom disusun oleh serabut saraf yang berasal dari otak maupun dari sumsum tulang belakang dan menuju organ yang bersangkutan. Dalam sistem ini terdapat beberapa jalur dan masing-masing jalur membentuk sinapsis yang kompleks dan juga membentuk ganglion. Urat saraf yang terdapat pada pangkal ganglion disebut urat saraf pra ganglion dan yang berada pada ujung ganglion disebut urat saraf post ganglion. Sistem saraf otonom dapat dibagi atas sistem saraf simpatik dan sistem saraf parasimpatik. Perbedaan struktur antara saraf simpatik dan parasimpatik terletak pada posisi ganglion. Saraf simpatik mempunyai
13
ganglion yang terletak di sepanjang tulang belakang menempel pada sumsum tulang belakang sehingga mempunyai urat pra ganglion pendek, sedangkan saraf parasimpatik mempunyai urat pra ganglion yang panjang karena ganglion menempel pada organ yang dibantu. Fungsi sistem saraf simpatik dan parasimpatik selalu berlawanan (antagonis). Sistem saraf parasimpatik terdiri dari keseluruhan "nervus vagus" bersama cabang-cabangnya ditambah dengan beberapa saraf otak lain dan saraf sumsum sambung. (Anatomi, ganong, 2005) Tabel Fungsi Saraf Otonom Parasimpatik
Simpatik
1. mengecilkan pupil
1. memperbesar pupil
2. menstimulasi aliran ludah
2. menghambat aliran ludah
3. memperlambat
3. mempercepat
denyut
jantung
denyut
jantung
4. membesarkan bronkus
4. mengecilkan bronkus
5. menstimulasi
5. menghambat
sekresi
kelenjar pencernaan 6. mengerutkan kemih
kantung
sekresi
kelenjar pencernaan 6. menghambat
kontraksi
kandung kemih
(system saraf biologi.fkui.anfis)
14
C. Etiologi Penyebab stroke hemoragik biasanya diakibatkan dari: Hemoragi serebral ( pecahnya pembuluh darah serebral dengan pendarahan kedalam jaringan otak atau seluruh ruang sekitar otak ). Akibatnya adalah penghentian suplai darah ke otak . Hemoragi serebral dapat terjadi di berbagai tempat yaitu : 1. Hemoragi obstrudural 2. Hemoragi subdural 3. Hemoragi subakhranoid 4. Hemoragi intraserebral Faktor resiko penyakit stroke menyerupai faktor resiko penyakit jantung iskemik : 1. Usia 2. Jenis kelamin: pada wanita premonophous lebih rendah, tapi pada wanita post monophous sama resiko dengan pria 3. Hipertensi 4. DM 5. Keadaan hiperviskositas berbagai kelainan jantung 6. Koagulopati
karena
berbagai
komponen
darah
antara
lain
hiperfibrinogenia 7. Keturunan 8. Hipovolemia dan syook ( Aru W, Sedoyo dkk, 2006)
15
D. Patofisiologi Penyakit serebrovaskuler mengacu pada abnormal fungsi susunan syaraf pusat yang terjadi ketika suplai darah nornal ke otak terhenti. Patologi ini melibatkan arteri, vena, atau keduanya. Sirkulasi serebral mengalami kerusakan sebagai akibat sumbatan partial atau komplek pada pembuluh darah atau hemoragi yang diakibatlan oleh robekan dinding pembuluh. Penyakit vaskuler susunan syaraf pusat dapat diakibatkan oleh arteriosklerosis ( paling umum ) perubahan hipertensif, malformasi, arterivena, vasospasme, inflamasi arteritis atau embolisme. Sebagai akibat penyakit vaskuler pembuluh darah kehilangan elastisitasnya menjadimkeras san mengalami deposit ateroma ,lumen pembuluh darah secara bertahap tertutup menyebabkan kerusakan sirkulasi serebral dsan iskemik otak. Bila iskemik otak bersifat sementara seperti pada serangan iskemik sementara, biasanya tidak terdapat defisit neurologi.Sumbatan pembuluh darah
besar
menimbulkan
infark
serebral
pembuluh
ini,suplai
dan
menimbulkan hemoragi. (Brunner & Suddarth, 2002) Penurunan suplai darah ke otak dapat sering mengenai arteria vertebro basilaris yang akan mempengaruhi N.XI (assesoris) sehingga akan berpengaruh
pada
sisitem
mukuloskeletal
(s.motorik)sehingga
terjadi
penurunan sistem motorik yang akan menyebabkan ataksia dan akhirnya menyebabkan kelemahan pada satu atau empat alat gerak, selain itu juga pada
16
arteri vetebra basilaris akan mempengaruhi fungsi dari otot facial (oral terutama ini diakibatkan kerusakan diakibatkan oleh kerusakan N.VII (fasialis), N.IX (glasferingeus) N.XII (hipoglakus),karena fungsi otot fasial/oral tidak terkontrol maka akan terjadi kehilangan dari fungsi tonus otot fasial/oralsehingga terjadi kehilangan kemampuan untuk barbicara atau menyebuit kata-kata dan berakhir dangan kerusakan artikulasi,tidak dapat berbicara (disatria). Pada penurunan aliran darah ke arteri vertebra basilaris akan mempengaruhi fuingsi N.X (vagus) dan N.IX (glasovaringeus) akan mempengaruhi proses menelan kurang ,sehingga akan mengalami refluk, disfagia dan pada akhirnya akan menyebabkan anoreksia dan menyebabkan gangguan nutrisi. Keadaan yang terkait pada arteri vertebralis yaitu trauma neurologis atau tepatnya defisit neurologis. N.I (olfaktorius) , N.II (optikus),N.III (okulomotorik),N.IV (troklearis), N.VII (hipoglasus) hal ini menyebabkan perubahan ketajaman peng, pengecapan, dan penglihatan, penghidungan.Pada
kerusakan
N.XI
(assesori)
pada
akhirnya
akam
mengganggu kemampuan gerak tubuh. (Doengos, 20000) E. Manifestasi klinis 1. Kehilangan motorik a. Hemiplegis,hemiparesis. b. Paralisis flaksid dan kehilangan atau penurunan tendon profunda (gambaran
lklinis awal ) .
17
2. Kehilangan komunikasi a.Disartria b.Difagia c.Afagia d.Afraksia 3. Gangguan konseptual a. Hamonimus hemia hopia (kehilanhan sitengah dari lapang pandang) b. Gangguan dalam hubungan visual-spasial (sering sekali terlihat pada Pasien hemiplagia kiri ) c. Kehilangan sensori : sedikit kerusakan pada sentuhan lebih buruk dengan piosepsi , kesulitan dalam mengatur stimulus visual , taktil dan auditori. 4. Kerusakan aktivitas mental dan efek psikologis : a. Kerusakan lobus frontal :kapasitas belajar memori ,atau fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi mungkin mengalami kerusakan disfungsi tersebut. Mungkin tercermin dalam rentang perhatian terbatas, kesulitan dalam komperhensi,cepat lupa dan kurang komperhensi. b. Depresi, masalah psikologis-psikologis lainnya. Kelabilan emosional, bermusuhan, frurtasi, menarik diri, dan kurang kerja sama. 5 . Disfungsi kandung kemih : a. Inkontinansia urinarius transia b. Inkontinensia urinarius persisten / retensi urin (mungkin simtomatik Dari kerusakan otak bilateral) c. Inkontinensia urin dan defekasi berkelanjutan (dapat menunjukkan
18
Kerusakan neurologisekstensif) (Brunner & Suddart, 2002) F. Penatalaksanaan Cara penatalaksanaan medis yang dilakukan pada pasien stroke adalah : 1. Diagnostik seperti ingiografi serebral, yang berguna mencari lesi dan aneurisme. 2. Pengobatan, karena biasanya pasien dalam keadaan koma, maka pengobatan yang diberikan yaitu : a. Kortikosteroid , gliserol, valium manitol untuk mancegah terjadi Edema acak dan timbulnya kejang b. Asam traneksamat 1gr/4 jam iv pelan-pelan selama tiga minggu Serta berangsur-angsur diturunkan untuk mencegah terjadinya Lisis bekuan darah atau perdarahan ulang. 3. Operasi bedah syaraf. (kraniotomi) 4. Adapun tindakan medis pasien stroke yang lainnya adalah : c. Deuretik : untuk menurunkan edema serebral d. Antikoagulan : untuk mencegah terjadinya atau memberatnya trombosis
atau
emboli
dari
tempat
lain
dalam
sistem
kardiovaskuler e. Medikasi anti trombosit : Dapat disebabkan karena trombosit memainkan peran yang sangat penting dalam pembentukan trombus dan embolisasi (Brunner & Suddarth ,2002 )
19
G. Komplikasi 1. Kenaikan tekanan darah ( tinggi) 2. Kadar gula darah (tinggi) 3. Gangguan jantung 4. Infeksi / sepsis ( gangguan ginjal dan hati ) ( cairan , elektrolit asam dan basa ) (Brunner & Suddarth, 2002) H. Pengkajian fokus 1. Pengkajian Primer a. Airway. Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat kelemahan reflek batuk. b. Breathing. Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi. c. Sirkulasi TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut.
20
2. Pengkajian Sekunder a. Aktivitas dan istirahat Data subyektif : 1) kesulitan dalam beraktivitas ; kelemahan, kehilangan sensasi atau paralysis. 2) Mudah lelah, kesulitan istirahat (nyeri atau kejang otot). Data obyektif : 1) Perubahan tingkat kesadaran. 2) Perubahan tonus otot ( flaksid atau spastic), paraliysis (hemiplegia) , kelemahan umum 3) Gangguan penglihatan. b.Sirkulasi Data Subyektif: Riwayat penyakit jantung (penyakit katup jantung, disritmia, gagal jantung, endokarditis bakterial), polisitem Data obyektif : 1) Hipertensi arterial 2) Disritmia, perubahan EKG 3) Pulsasi : kemungkinan bervariasi 4) Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal. c. Integritas ego Data Subyektif: Perasaan tidak berdaya, hilang harapan
21
Data obyektif : 1) Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesediahan , kegembiraan. 2) Kesulitan berekspresi diri. d.Eliminasi Data Subyektif: 1)
Inkontinensia, anuria
2)
Distensi abdomen (kandung kemih sangat penuh), tidak adanya suara usus(ileus paralitik)
e.Makan/minum Data Subyektif: 1) Nafsu makan hilang. 2) Nausea / vomitus menandakan adanya PTIK. 3) Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan, disfagia. 4) Riwayat
DM,
Peningkatan
lemak
dalam
darah.
Data obyektif: 1) Problem dalam mengunyah (menurunnya reflek palatum dan faring) 2) Obesitas (faktor resiko). f. Sensori Neural Data Subyektif: 1) Pusing / syncope (sebelum CVA / sementara selama TIA).
22
2) Nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub arachnoid. 3) Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat seperti lumpuh/mati. 4) Penglihatan berkurang. 5) Sentuhan : kehilangan sensor pada sisi kolateral pada ekstremitas dan pada muka ipsilateral (sisi yang sama). 6) Gangguan rasa pengecapan dan penciuman. 7) Status mental : koma biasanya menandai stadium perdarahan, gangguan tingkah laku (seperti: letergi, apatis, menyerang) dan gangguan fungsi kognitif. Data obyektif : 1) Ekstremitas : kelemahan / paraliysis (kontralateral) pada semua jenis stroke, genggaman tangan tidak imbang, berkurangnya reflek tendon dalam (kontralateral). 2) Wajah: paralisis / parese (ipsilateral). 3) Afasia (kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa), kemungkinan ekspresif/ kesulitan berkata kata, reseptif / kesulitan berkata kata komprehensif, global / kombinasi dari keduanya. 4) Kehilangan
kemampuan
mengenal
atau
melihat,
pendengaran, stimuli taktil.
23
5) Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik. 6) Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada sisi ipsi lateral. g. Nyeri / kenyamanan Data objektif: Sakit kepala, bervariasi intensitasnya . Data subyektif : Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot h.Respirasi Data Subyektif: Perokok (faktor resiko) i.Keamanan Data obyektif: 1) Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan. 2) Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat objek, hilang kewasadaan terhadap bagian tubuh yang sakit. 3) Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah dikenali. 4) Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi suhu tubuh. 5) Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan, berkurang kesadaran diri.
24
j.Interaksi social Data obyektif: Problem bicara, ketidakmampuan berkomunikasi. (Doenges E, Marilynn,2000). I. Pemeriksaan penunjang 1. Pemeriksaan radiologi a. CT scan : didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak. b. MRI : untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik. c. Angiografi serebral : untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskuler. d. Pemeriksaan foto thorax : dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada penderita stroke. 2. Pemeriksaan laboratorium a. Pungsi lumbal : pemeriksaan likuor yang merah dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama. b.
Pemeriksaan darah rutin
c. Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250 mg dalajm serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali. d. Pemeriksaan darah lengkap : untuk mencari kelainan pada darah. (Brunner & Suddarth, 2002)
25
26
J. Rencana Intervensi Perubahan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan pendarahan intraserebri, oklusi otak, vasospasme, dan edema, LED. Tujuan : Dalam waktu 2 x 24 jam jaringan otak dapat tercapai secara optimal Kriteria hasil : Klien tidak gelisah, tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang, GCS : 4,5,6 pupil isokor, refleks cahaya (+) tanda – tanda vital normal (nadi : 60 – 100 x/menit, suhu : 36 – 36,7 0C, RR: 16 – 20 x/mnt. Intervensi
Rasional
Mandiri
Keluarga lebih berpartisipasi daiam proses
Berikan penjelasan kepada keluarga klien
penyernbuhan.
tentang sebab-sebab peningkatan TIK dan akibatnya. Baringkan klien (tirah baring) total
Perubahan pada tekanan intracranial akan dapat
dengan posisi tidur terlentang tanpa
menyebabkan risiko terjadinya herniasi otak.
bantal. Monitor tanda-tanda status neurologis
Dapat mengurangi kerusakan otak lebih lanjut.
dengan GCS. Monitor tanda-tanda vital, seperti, tekanan darah, nadi, suhu, dan frekuensi pernapasan, Serta hati-hati pada hipertensi sistolik
Pada keadaan normal, otoregulasi mempertahankan keadaan tekanan darah sistemik berubah secara fluktuasi. Kegagalan otoreguler akan menyebabkan kerusakan vaskular serebri yang dapat dimanifestasikan dengan peningkatan sistolik dan diikuti oleh penurunan tekanan diastolik, sedangkan peningkatan suhu dapat menggambarkan perjalanan infeksi
Monitor asupan dan keluaran.
Hipertermi dapat menyebabkan peningkatan IWL dan meningkatkan risiko dehidrasi terutama pada klien yang tidak sadar, mual yang menurunkan asupan peroral.
27
Bantu klien untuk membatasi muntah,
Aktivitas ini dapat meningkatkan, tekanan intrakranial
batuk. Anjurkan klien untuk
dan intraabcomen. Mengeluarkan napas sewaktu
mengeluarkan napss apabila bergerak
bergerak atau mengubah posisi dapat melindungi diri
atau berbalik di tempat tidur.
dari efek valsava.
Anjurkan klien untuk menghindari batuk
Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan
dan mengejan berlebihan.
intrakranial dan potensial terjadi perdarahan ularig.
Ciptakan lingkungan yang tenang dan
Rangsangan aktivitas yang rneningkat dapat
batasi pengunjung.
meningkatkan kenaikan TIK. Istirahat total dan ketenangan mungkin diperlukan untuk pencegahan terhadap perdarahan dalam kasus stroke hemoragik lainnya.
Kolaborasi
Meminimalkan fluktuasi pada beban vaskular dan
Berikan cairan per infus dengan
tekanan intrakranial, retriksi cairan, dan cairan dapat
perhatian ketat. Monitor AGD bila diperlukan pemberian oksigen.
menurunkan edema serebri. Adanya kemungkinan asidosis disertai dengan pelepasan oksigen pada tingkat sel dapat menyebabkan terjadinya iskemia serebri.
Berikan tempi sesuaiinstruksi dokterseperti:
Steroid Aminofel Ar tibiotik
Tujuan terai: Menurunkan pern.eabilitas kapiler. Menurunkan edema serebri. Menurunkan metabolik/konsumsi Bel dan kejang.
28
Gangguan mobillitas fisilk yang berhubungan dengan hemiparesethemiplagia, kelemahan neuromuscular pada ekstremitas. Tujuan: Dalam waktu 2 x 24 jam klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya.
Kriteria hasil: Klien dapat ikut serta dalam program latihan, tidak terjadi kontraktur sendi meningkatnya kegiatan otot, Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas. Intervensi
Rasional
Kaji mobilitas yang ada dan observasi
Mengetahui tingkat kemampuan klien dalarn melakukan
terhadap peningkatan kerusakan. Kaji
aktivitas.
secara teratur fungsi motorik. Ubah posisi klien tiap 2 jam.
Menurunkan risiko terjadinya Iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek pada daerah yang tertekan.
Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstremitas yang tidak
Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot, serta memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan.
sakit. Lakukan gerak pasif pada ekstrenitas yang sakit. Pertahankan sendi 90° terhadap papan kaki. Inspeksi kulit bagian distal setiap hari. Pantau kulit dan membran mukosaterhadap
Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak di latih untuk digerakkan. Telapak kaki dalam posisi 90° dapat mencegah footdrop. Deteksi dini adanya gangguan sirkulasi dan hilangnva sensasi risiko tinggi kerusakan integritas kulit
iritasi, kemerahan, atau lecet-lecet, kemungkinan komplikasi imobilisasi. Bantu klien melakukan latihan ROM, perawatan diri sesuai toleransi. Memelihara bentuk tulang belakang dengan cara :
Untuk memelihara fleksibilitas sendi sesuai kemampuan. Mempertahankan posisi tulang belakang tetap rata,
• Matras. • Bed Board (tempat tidur dengan alas
29
kayu atau kasur busa yang keras yang tidak menimbulkan lekukan saat klien tidur). Kolaborasi dengan ahli fisicterapi untuk latihan fisik klien.
Peningkatan kemampuan dalam rnobilisasi ekstremitas dapat ditingkatkan dengan latihan fisik dari tim fisioterapis.
Deficit perawatan diri yang berhubungan dengan kelemahan neuromuskular, menurunnya kekuatan dan kesadaran, kehilangan control koordinasi otot. Tujuan: Dalam waktu 3 x 24 jam terjadi peningkatan perilaku dalam perawatan diri. Kriteria hasil: Mendapat menunjukkan perubahan gaga hidup untuk kebutuhan merawat diri, klien mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat kemampuan, mengidentifikasi personal/ masyarakat yang dapat membantu. Intervensi
Rasional
Mandiri Kaji kemampuan dan tingkat penurunan
Membantu dalam mengantisipasi dan merencanakan
dalam Skala0-4 untuk melakukan ADL.
pertemuan kebutuhan individual.
Hindari apa yang tidak dapat dilakukan
Bagi klien dalam keadaan cemas dan tergantung hal ini
klien dan bantu bila perlu.
dilakukan untuk mencegah frustasi dan harga diri klien
Monyadarkan tingkah laku/ sugesti
Klien memerlukan empati, tetapi perlu mengetahui
tindakan pada perlindungan kelemahan.
perawatan yang konsisten dalam menangani klien.
Pertahankan dukungan pola pikir, ijinkan
Sekaligus meningkatkan harga diri, memandirikan
klien melakukan tugas, beriumpan balik
klien,dan menganjurkan klien untuk tarus rnencoba.
positif untuk usahanya. Rencanakan tindakan untuk defisit penglihatan seperti tempatkan makanan dan peralatan dalam suatu tempat,
Klien akan mampu melihat dan memakan makanan, akan mampu melihat keluar masuknya orang keruangan.
dekatkan tempat tidur ke dinding.
30
Tempatkan perabotan ke dinding, jauhkan dari jalan. Beri kesempatan untuk menolong diri
Menjaga, keamanan klien bergerak di sekitar tempat tidur dan menurunkan risiko tertimpa perabotan Mbngurangi ketergantungan.
seperti menggunakan kombinasi pisau, garpu, sikat dengan pegangan panjang, ekstensi untuk berpijak pada lantai Atau ke toilet, kursi untuk mandi. Kaji kemampuan komunikasi untuk
Ketidakmampuan berkomunikasi dengan perawat dapat
BAK. Kemarnpuan menggunakan urinal,
menimbulkan masalah pengosongan kandung kemih
pispot. Antarkan ke kamar mandi bila
oleh karena masalah neurogenik.
kondisi memungkinkan. Identifikasi kebiasaan BAB. Anjurkan
Meningkatkan latihan dan menolong mencegah,
minum dan meningkatkan aktivitas,
konstipasi.
Kolaboratif pemberian supositoria dan pelumas
Pertolongan utama terhadap fungsi usus atau defekasi
feses/ pencahar. konsultasikan ke dokter terapi okupasi.
Untuk mengembangkan terapi dan molongkapl kebutuhan khusus.
Risiko ketidak seimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan kelemahan otot dalam mengunyah dan menelan. Tujuan: Dalam Aiktu 3 x 24 jam kebutuhan nutrisi klien terpenuhi. Kriteria hasil: Tumor baik, asupa ) dapat masuk sesuai kebutuhan, terdapat kumampuan menelan, sonde dilepas, B5 meningkat 1 kg. Hb dan albimin dalam . batas normal. Intervensi
Raslonal
Observasi tekstur. turgor kulit.
Mengetahui status nutrisi klien.
Lakukan oral hiniene.
Kebersihan mulut merangsang nafsu makan.
Ohservasi inta (erian output nutrisi.
Mengetahui keseimbangan nutrisi kilen.
31
Observasi posisi dan keberhasilan
Untuk menghinclari risiko infeksiriritasi.
sonde. Tentukan kemampuan klien dalam
Untuk menetapkan jenis makanan yang akan
mengunyah, menelan, dan refleks batuk.
diberikan pada klien.
Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada
Untuk klien lebih mudah untuk menelan karena gaya
waktu, selama, ada. sesudah makan. Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara manual dengar
gravitasi. Membantu dalam melatih kembali sensorik dan meningkatkan kontrol muskular.
menekan ringan di atas bibir/ dibawah dagu jika dibutuhkan. Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak terganggu
Memberikan stimulasi sensorik (termasuk rasa kecap) yang dapat mencetuskan usaha untuk menelan dan meningkatkan intake nurtrisi.
Berikan makan dengan perlahan . )ada lingkungan yang
Klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa adanya distraksi/gangguan dari luar,
Penang. Mulaialah untuk memberikan makan
Makan lunak/ cairan kental mudah untuk
peroral setengah cair, makan lunak
mengendalikannya di dalam mulut, menurunkan
ketika klien dapat menelan air.
terjadinya aspirasi
Anjurkan klien menggunakan sedotan
Menguatkan otot fasial dan otot menelan dan
meminum cairan
menurunkan resiko terjadinya tersedak.
Anjurkan klien untuk berpartisipasi
Dapat meningkatkan pelepasan endonin dalam otak
dalam program latihan/ kegiatan
yang meningkatkan nafsu makan.
Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan efek dari kerusakan pada area bicara pada homisfer otak, kehilangan control tonus fasial atau oral, dan kelemahan secara umum Tujuan : Dalam waktu 2 x 4 jam klien dapat menunjukkan pengertian terhadap
32
masalah
komunikasi mampu mengekspresikan perasaannya, mampu menggunakan bahasa isyarat. Kriteria hasil : Terciptanya suatu komunikasi dimana kebutuhan klien dapat dipenuhi, klien mampu merespon setiap berkomunikasi secara verbal maupun isyarat. Intervensi
Rasional
Kaji tipe disfungsi misalnya klien tidak Membantu menentukan kerusakan area pada otak dan mengerti tentang kata-kata atau masalah menentukan kesulitan klien dengan sebagian atau berbicara atau tidak mengerti bahasa seluruh proses komunikasi klien mungkin mempunyai sendiri
masalah dalam mengartikan kata-kata (afasia, area wernicke dan kerusakan pada area Broca).
Bedakan afasia dengan disatria
Dapat menentukan pilihan interval sesuai dengan tipe gangguan.
Lakukan metode percakapan yang baik Klien dapat kehilangan kemampuan untuk memantau dan lengkap beri kesempatan klien ucapannya, komunikasinya secara tidak sadar, dengan untuk mengklarifikasi.
melengkapi dapat merealisasikan pengertian klien dan dapat mengkalarifikasi percakapan.
Katakan
untuk
mengikuti
perintah Untuk menguji afasia reseptif
secara sederhana seperti tutup matamu dan lihat ke pintu Perintahkan klien untuk menyebutkan Menguji afasia ekspresif misalnya klien dapat nama suatu benda yang diperlihatkan
mengenal
benda
tersebut
tetapi
tidak
mampu
menyebutkan namanya. Perdengarkan bunyi yang sederhana Mengidentifikasi disatria komponen berbicara (lidah, seperti “sh…..cat”
gerakan, )
Suruh klien untuk menulis nama atau Menguji ketidakmampuan menulis (agrafia) dam kalimat pendek, bila tidak mampu deficit membaca (aleksia) yang juga merupakan untuk menulis suruh klien membaca bagian dari afasia reseptif dan ekspresif. kalimat pendek
33
Beri penringatan bahwa klien di ruang Untuk
kenyamanan
yangberhubungan
dengan
ini mengalami gangguan berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi sediakan bel khusus bila perlu. Pilih metode komunikasi alternative Memberikan komunikasi dasar sesuai dengan situasi misalnya menulis pada papan tulis individu menggambar, dan mendemonstrasikan secara visual gerakan tangan Antisipasi dan Bantu kebutuhan klien
Membantu
menurunkan
frustasi
oleh
karena
ketergantungan atau ketidakmampuan berkomunikasi Ucapkan
langsung
kepada
klien Mengurangi kebingungan atau kecemasan terhadap
berbicara pelan dan tenang, gunakan banyaknya
informasi.
Memajukan
stimulasi
pertanyaan dengan jawaban “ya” atau komunikasi ingatan dan kata-kata. “tidak” dan perhatikan respon klien Berbicara dengan nada normal dan Klien
tidak
dipaksa
untuk
mendengar,
tidak
hindari ucapan yang terlalu cepat. menyebabkan klien marah dan tidak menyebabkan Berikan waktu klien untuk berespon Anjurkan
pengunjung
rasa frustasi
untuk Menurunkan
isolasi
social
dan
mengefektifkan
berkomunikasi dengan klien misalnya komunikasi membaca surat, membicarakan keluarga Bicarakan topik-topik tentang keluarga, Meningkatkan pekerjaan dan hobi
kesempatan,
pengertian untuk
percakapan
mempraktikkan
dan
keterampilan
praktis dalam berkomunikasi Perhatikan percakapan klien dan hindari Memungkinkan klien dihargai karena kemampuan berbicara secara sepihak
intelektualnya masih baik
Kolaborasi : konsultasikan ke ahli terapi Mengkaji kemampuan verbal individual dan sensorik bicara
motorik dan fungsi kognitif untuk mengidentifikasi deficit dan kebutuhan terapi
34
Resiko gangguan intregitas kulit yang berhubungan dengan tirah baring lama Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 klien mampu mempertahankan keutuhan kulit Kriteria hasil : klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka, mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka, tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka. Intervensi
Rasional
Observasi terhadap eritema dan kepucatan Memghindari kerusakan kapiler dan
palpasi
daerah
sekitar
terhadap
kehangatan dan pelunak jaringan tiap mengubah posisi Anjurkan untuk melakukan ROM dan Meningkatkan aliran darah ke semua daerah mobilisasi jika mumgkin. Ubah posisi tiap 2 jam Jaga
kebersihan
kulit
Menghindari tekanan danmeningkatkan aliran darah dan
seminimal Mempertahankan keutuhan kulit
mumgkin hindari trauma, panas terhadap kulit Lakukan massage pada daerah yang
Menghindari kerusakan kapiler
menonjol yang baru mengalami tekanan pada waktu berubah posisi
( Doenges, 2000)
35
I.
Pathways Keperawatan Hipertensi
Lesi pembuluh darah/pecah pembuluh darah
Aneurima,malformasi arteriovenous
Perdarahan intraserebral (Heroragi serebral )
Edema dan kongesti jarngan otak
Iskemia jaringan otak
Defisit Neurologis
Gangguan perfusi jaringan serebral
Infark serebral
Difungsi persepsi visual spafial dan kehilangan sensorik
Resiko kerusakan intregitas kulit
Kehilangan kontrol volunter
Disfungsi bahasa dan komunikasi
Hemiplegia dan hemiparesis
Disartia afasia, apraksia
Kerusakan mobilitas fisik
Kerusakan kom verbal
Disfungsi mototik
Kemampuan menelan menurun
Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
(Brunner & Suddarth, 2002: Doengos, 2000) Defisit perawatan diri 36