BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Puskesmas

perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tinggi...

43 downloads 886 Views 656KB Size
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Puskesmas Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 tahun 2014 tentang pusat kesehatan masyarakat bahwa pusat kesehatan masyarakat yang selanjutnya disebut puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan pereventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya. Sumber daya manusia puskesmas terdiri atas tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan dihitung berdasarkan analisis beban kerja, dengan mempertimbangkan jumlah pelayanan yang diselenggarakan, jumlah penduduk dan persebarannya, karakteristik wilayah kerja, luas wilayah kerja, katersediaan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama lainnya diwilayah kerja dan pembagian waktu kerjanya. Puskesmas merupakan organisasi kesehatan fungsional dimana berperan sebagai pusat pengembangan kesehatan masyarakat yangjuga membina peran serta masyarakat dan memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok. Dengan kata lain puskesmas mempunyai wewenang dan tanggungjawab atas pemeliharaan kesehatan masyarakat dalam wilayah kerjanya. Puskesmas merupakan Unit Pelayanan Teknis Dinas kesehatan kabupaten/kota yang

7

Universitas Sumatera Utara

8

bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan/atau masyarakat.

Puskesmas

menyelenggarakan

upaya

adalah

fasilitas

kesehatan

pelayanan

masyarakat

dan

kesehatan upaya

yang

kesehatan

perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya (Permenkes RI, 2014) 2.1.1 Tujuan Puskesmas Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan di puskesmas bertujuan untuk mewujudkan masyarakat dengan perilaku sehat yang meliputi kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat; mampu menjangkau pelayanan kesehatan bermutu; hidup dalam lingkungan sehat; dan memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan di puskesmas tersebut dilaksanakan untuk mendukung terwujudnya kecamatan sehat (Permenkes RI, 2014). 2.1.2 Fungsi Puskesmas Dalam melaksanakan tugasnya, Puskesmas menyelenggarakan fungsi yaitu penyelenggaraan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) tingkat pertama di wilayah kerjanya dan Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) tingkat pertama di wilayah kerjanya. Puskesmas juga memiliki wewenang dalam melaksanakan fungsinya yaitu:

Universitas Sumatera Utara

9

a. Melaksanakan perencanaan berdasarkan analisis masalah kesehatan masyarakat dan analisis kebutuhan pelayanan yang diperlukan. b. Melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan. c. Melaksanakan komunikasi, informasi, edukasi, dan pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan. d. Menggerakkan masyarakat untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah kesehatan pada setiap tingkat perkembangan masyarakat yang bekerjasama dengan sektor lain terkait. e. Melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan pelayanan dan upaya kesehatan berbasis masyarakat. f. Melaksanakan peningkatan kompetensi sumber daya manusia puskesmas. g. Memantau pelaksanaan pembangunan agar berwawasan kesehatan. h. Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap akses, mutu, dan cakupan pelayanan kesehatan. i. Memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat, termasuk dukungan terhadap sistem kewaspadaan dini dan respon penanggulangan penyakit (Permenkes RI, 2014). 2.1.3 Visi Puskesmas Visi pembangunan kesehatan yang harus diselenggarakan oleh puskesmas adalah

pembangunan

kesehatan

yang

sesuai

dengan

paradigma

sehat,

pertanggungjawaban wilayah, kemandirian masyarakat, pemerataan, teknologi tepat guna dan keterpaduan dan kesinambungan (Permenkes RI, 2014).

Universitas Sumatera Utara

10

2.1.4 Misi Puskesmas Dalam misi pembangunan kesehatan yang harus diselenggarakan oleh puskesmas adalah mendukung tercapainya visi pembangunan kesehatan nasional. Misi tersebut adalah: a.

Mendorong seluruh pemangku kepentingan untuk berkomitmen dalam upaya mencegah dan mengurangi resiko kesehatan yang dihadapi individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.

b.

Menggerakkan dan bertanggung jawab terhadap pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya.

c.

Mendorong kemandirian hidup sehat bagi individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat.

d.

Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang dapat diakses dan terjangkau oleh seluruh masyarakat di wilayah kerjanya secara adil tanpa membedakan status sosial, ekonomi, agama, budaya dan kepercayaan.

e.

Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dengan memanfaatkan teknologi tepat guna yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan, mudah dimanfaatkan dan tidak berdampak buruk bagi lingkungan.

f.

Mengintegrasikan dan mengoordinasikan penyelenggaraan UKM dan UKP lintas program dan lintas sektor serta melaksanakan Sistem Rujukan yang didukung dengan manajemen Puskesmas (Permenkes RI, 2014 ).

2.1.5 Tenaga Kesehatan Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan

Universitas Sumatera Utara

11

kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Sumber daya manusia Puskesmas terdiri atas Tenaga Kesehatan dan tenaga non kesehatan. Jenis dan jumlah tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan dihitung berdasarkan analisis beban kerja, dengan mempertimbangkan jumlah pelayanan yang diselenggarakan, jumlah penduduk dan persebarannya, karakteristik wilayah kerja, luas wilayah kerja, ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama lainnya di wilayah kerja, dan pembagian waktu kerja. Jenis Tenaga Kesehatan sebagaimana paling sedikit terdiri atas: a. dokter atau dokter layanan primer; b. dokter gigi; c. perawat; d. bidan; e. tenaga kesehatan masyarakat; f. tenaga kesehatan lingkungan; g. ahli teknologi laboratorium medik; h. tenaga gizi; dan i. tenaga kefarmasian. Tenaga non kesehatan harus dapat mendukung kegiatan ketatausahaan, administrasi keuangan, sistem informasi, dan kegiatan operasional lain di Puskesmas. Tenaga Kesehatan di Puskesmas harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan, standar prosedur operasional, etika profesi, menghormati hak pasien, serta mengutamakan kepentingan dan keselamatan pasien dengan memperhatikan keselamatan dan kesehatan dirinya dalam bekerja.

Universitas Sumatera Utara

12

Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di puskesmas harus memiliki surat izin praktik sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. 2.2 Upaya Penyelenggaraan Kesehatan Puskesmas menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat tingkat pertama dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama. Upaya kesehatan dilaksanakan secara terintegrasi dan berkesinambungan. Upaya kesehatan masyarakat tingkat pertama sebagaimana dimaksud meliputi upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan masyarakat pengembangan (Permenkes RI, 2014). Upaya kesehatan masyarakat esensial adalah sebagai berikut: a. pelayanan promosi kesehatan; b. pelayanan kesehatan lingkungan; c. pelayanan kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana; d. pelayanan gizi; dan e. pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit. Upaya kesehatan masyarakat esensial harus diselenggarakan oleh setiap puskesmas

untuk

mendukung

pencapaian

standar

pelayanan

minimal

kabupaten/kota bidang kesehatan.Upaya kesehatan masyarakat pengembangan yang dimaksud merupakan upaya kesehatan masyarakat yang kegiatannya memerlukan upaya yang sifatnya inovatif dan/atau bersifat ekstensifikasi dan intensifikasi pelayanan, disesuaikan dengan prioritas masalah kesehatan, kekhususan wilayah kerja dan potensi sumber daya yang tersedia di masingmasing Puskesmas (Permenkes RI, 2014).

Universitas Sumatera Utara

13

2.3. Pelayanan Promotif dan Preventif 2.3.1 Promosi Kesehatan Menurut Hartono (2010) banyak sekali tersedia peluang untuk melaksanakan promosi kesehatan oleh puskesmas. Secara umum peluang itu dapat dikategorikan sebagai berikut: 1. Di Dalam Gedung Di dalam gedung puskesmas, promosi kesehatan dilaksanakan seiring dengan pelayanan yang diselenggarakan puskesmas. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa di dalam gedung terdapat peluang-peluang: a.

Promosi kesehatan di tempat pendaftaran, yaitu di tempat pasien/klien harus melapor/ mendaftar sebelum mendapatkan pelayanan kesehatan.

b.

Promosi kesehatan dalam pelayanan medis di poliklinik, di pelayanan KIA & KB, dan di ruang perawatan (untuk puskesmas dengan tempat perawatan).

c.

Promosi kesehatan dalam pelayanan penunjang medis, yaitu di kamar obat/apotik dan di laboratorium.

d.

Promosi kesehatan dalam pelayanan klinik-klinik khusus seperti klinik sanitasi.

e.

Promosi kesehatan di tempat pembayaran rawat, yaitu di ruang di mana pasien rawat inap harus menyelesaikan pembayaran biaya rawat inap, sebelum meninggalkan puskesmas (untuk puskesmas dengan tempat perawatan).

Universitas Sumatera Utara

14

f.

Promosi kesehatan di lingkungan puskesmas, yaitu di tempat parkir, halaman, dinding, kantin/kios, tempat ibadah, dan pagar halaman puskesmas.

2. Di Masyarakat (di luar gedung) Banyak tatanan di mana puskesmas dapat melakukan promosi kesehatan di masyarakat, yakni: a.

Tatanan rumah tangga, yaitu di pemukiman penduduk misalnya di kompleks-kompleks perumahan, Dasa Wisma, Rukun Tetangga/Rukun Warga dan lain-lain.

b.

Tatanan sarana pendidikan, yaitu di sekolah-sekolah, madrasah, pondok pesantren, kursus-kursus, perguruan tinggi dan lain-lain.

c.

Tatanan tempat kerja, yaitu di pabrik-pabrik, kanto-kantor, koperasikoperasi, himpunan petani, pelelangan ikan, komplek pertokoan dan lainlain.

d.

Tatanan tempat umum, yaitu di terminal, stasiun, dermaga/pelabuhan, pasar, restauran, penginapan dan lain-lain (Hartono, 2010). Promosi kesehatan merupakan proses pemberdayaan atau memandirikan

masyarakat agar dapat memelihara dan meningkatkan kesehatannya (Ottawa Charter dalam Maulana, 2009). Proses pemberdayaan atau memandirikan masyarakat tidak hanya terbatas pada kegiatan pemberian informasi (seperti kegiatan penyuluhan, KIE, dan pendidikan kesehatan), tetapi juga menyangkut penggalangan berbagai dukungan di masyarakat (Maulana, 2009). Penyuluhan kesehatan adalah gabungan berbagai kegiatan dan kesempatan yang berlandaskan prinsip-prinsip belajar untuk mencapai suatu keadaan, dimana

Universitas Sumatera Utara

15

individu, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan ingin hidup sehat, tahu bagaimana caranya dan melakukan apa yang bisa dilakukan secara perorangan maupun secara kelompok dan meminta pertolongan bila perlu. Tujuan dari penyuluhan kesehatan adalah tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga dan masyarakat dalam membina dan memelihara perilaku sehat dan lingkungan sehat, serta berperan aktif dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Upaya promotif adalah upaya promosi kesehatan yang ditujukan untuk meningkatkan status atau derajat kesehatan yang optimal. Sasarannya adalah kelompok orang yang sehat. Upaya promotif dilakukan untuk meningkatkan kesehatan

individu,

keluarga,

kelompok

dan

masyarakat,

dengan

cara

memberikan: 1. Penyuluhan kesehatan masyarakat. 2. Peningkatan gizi. 3. Pemeliharaan kesehatan perorangan. 4. Pemeliharaan kesehatan lingkungan. 5. Olahraga secara teratur (Effendi,2009) 2.3.2 Tingkat-Tingkat Pencegahan Penyakit Menurut Leavel and Clark dalam Syafrudin ada lima tingkat pencegahan penyakit yaitu sebagai berikut. a. Peningkatan kesehatan (Health Promotion) b. Perlindungan umum dan khusus terhadap penyakit-penyakit tertentu (General and Spesifik Protection)

Universitas Sumatera Utara

16

c. Menegakkan diagnosa secara dini dan pengobatan yang cepat dan tepat (Early Diagnosis and Prompt Treatment) d. Pembatasan kecacatan (Disability Limitation) e. Penyembuhan kesehatan (Rehabilitation) Upaya preventif adalah sebuah usaha yang dilakukan individu dalam mencegah terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan. Preventif secara etimologi berasal dari bahasa latin, prevenire yang artinya datang sebelum atau antisipasi atau mencegah untuk tidak terjadi sesuatu. Dalam pengertian yang sangat luas, prevensi diartikan sebagai upaya secara sengaja yang dilakukan untuk mencegah terjadinya gangguan, kerusakan, atau kerugian bagi seseorang atau masyarakat (Effendi, 2009). Upaya preventif ditujukan untuk mencegah terjadinya penyakit dan gangguan kesehatan terhadap individu, keluarga, kelompok dan masyarakat, melalui kegiatan-kegiatan sebagai berikut : 1.

Imunisasi massal terhadap bayi dan anak balita serta ibu hamil.

2.

Pemeriksaan kesehatan secara berkala melaui posyandu, puskesmas, maupun kunjungan rumah.

3.

Pemberian vitamin A, yodium melalui posyandu, puskesmas ataupun di rumah.

4.

Pemeriksaan dan pemeliharaan kehamilan, nifas, dan menyusui (Effendi, 2009).

Hal tersebut di atas dijabarkan dalam upaya-upaya pencegahan sebagai berikut. 1. Upaya Pencegahan Primer a. Upaya peningkatan kesehatan

Universitas Sumatera Utara

17

Yaitu upaya pencegahan yang umumnya bertujuan meningkatkan taraf kesehatan individu/keluarga/masyarakat, misalnya: 1) Penyuluhan kesehatan, perbaikan gizi, penyusunan pola gizi memadai, pengawasan pertumbuhan anak balita dan usia remaja. 2) Perbaikan perumahan yang memenuhi syarat kesehatan. 3) Kesempatan

memperoleh

hiburan

sehat

yang

memungkinkan

pengembangan kesehatan mental dan sosial. 4) Pendidikan kependudukan, nasihat perkawinan, pendidikan seks, dan sebagainya. 5) Pengendalian faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi kesehatan. b. Perlindungan umum dan khusus Perlindungan khusus terhadap kesehatan. Golongan masyarakat tertentu serta keadaan tertentu yang secara langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi kesehatan. Upaya-upaya yang termasuk perlindungan umum dan khusus anatara lain: 1) Peningkatan higiene perorangan dan perlindungan terhadap lingkungan yang tidak menguntungkan. 2) Perlindungan tenaga kerja terhadap setiap kemungkinan timbulnya penyakit akibat kerja. 3) Perlindungan terhadap bahan-bahan beracun, korosif, alergen dan sebagainya. 4) Perlindungan terhadap sumber-sumber pencernaan. 2. Upaya Pencegahan Sekunder

Universitas Sumatera Utara

18

Pada pencegahan sekunder termasuk upaya yang bersifat diagnosis dini dan pengobatan segera (early diagnosis and prompt teratment) meliputi mencari kasus sedini mungkin: a. Melakukan general check up rutin pada setiap individu. b. Melakukan berbagai survei (survei sekolah, rumah tangga) dalam rangka pemberantasan penyakit menular. c. Pengawasan obat-obatan, termasuk obat terlarang yang diperdagangkan bebas, golongan narkotika, psikofarmaka dan obat-obatan bius lainnya. 3. Upaya Pencegahan Tersier Pencegahan tersier berupa pencegahan terjadinya komplikasi penyakit yag lebih parah. Bertujuan menurunkan angka kejadian cacat fisik maupun mental, meliputi upaya-upaya sebagai berikut. a. Penyempurnaan cara pengobatan serta perawatan lanjut. b. Rehabilitasi sempurna setelah penyembuhan penyakit (rehabilitasi fisik dan mental). c. Mengusahakan pengurangan beban sosial penderita, sehingga mencegah kemungkinan

terputusnya

kelanjutan

pengobatan

serta

kelanjutan

rehabilitasi dan sebagainya (Syafrudin, 2009). 2.4. Penyakit Berbasis Lingkungan Lingkungan tidak mungkin mampu mendukung jumlah kehidupan yang tanpa batas dengan segala aktivitasnya. Karena itu, apabila lingkungan sudah tidak mampu lagi mendukung kehidupan manusia, manusia akan menuai berbagai kesulitan. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah berdampak pada kualitas daya dukung lingkungan, yang pada akhirnya

Universitas Sumatera Utara

19

akan merusak lingkungan itu sendiri. Eksploitasi sumberdaya yang berlebihan akan berdampak buruk pada manusia (Budiman, 2007). Pengaruh lingkungan dalam menimbulkan penyakit pada manusia telah lama disadari, seperti dikemukakan Blum dalam Planing for health, development and applicationof social change theory, bahwa factor lingkungan berperan sangat besar dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Sebaliknya kondisi kesehatan masyarakat yang buruk, termasuk timbulnya berbagai penyakit juga dipengaruhi oleh lingkungan yang buruk (Budiman, 2007). Interaksi manusia dengan lingkungan telah menyebabkan kontak antara kuman dengan manusia. Sering terjadi kuman yang tinggal ditubuh host kemudian berpindah kemanusia karena manusia tidak mampu menjaga kebersihan lingkungannya. Hal ini tercermin dari tingginya kejadian penyakit berbasis lingkungan yang masih merupakan masalah kesehatan terbesar masyarakat Indonesia. Beberapa penyakit yang timbul akibat kondisi lingkungan yang buruk seperti ISPA, diare, DBD, Malaria dan penyakit kulit (Depkes RI, 2002). 2.5. ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) ISPA adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh virus atau bakteri, menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) yang berlangsung sampai 14 hari yang dapat ditularkan melalui air ludah, darah, bersin maupun udara pernafasan yang mengandung kuman dan terhirup oleh orang yang sehat.

Universitas Sumatera Utara

20

ISPA dapat dicegah dengan cara menjaga sirkulasi udara dalam rumah dengan membuka jendela setiap hari, menghindari polusi udara di dalam rumah seperti asap dapur dan asap rokok, tidak padat penghuni di kamar tidur, menjaga kebersihan rumah dan lingkungan sekitarnya. Banyak faktor yang mempengaruhi seseorang terserang bibit penyakit,terutama faktor yang ada pada dirinya sendiri, seperti:Umur, Jenis Kelamin, Status Gizi, Berat Badan Lahir, Status Asi dan Makanan Tambahan, Status Imunisasi, dan Vitamin A. Lingkungan juga mempunyai peran penting dalam menentukan terjadinya proses interaksi antara seseorang dengan unsur penyebab dalam proses terjadinya penyakit. Secara garis besarnya lingkungan terdiri dari lingkungan fisik,biologis dan sosial. Keadaan fisik sekitar manusia berpengaruh terhadap manusia baik secara langsung maupun tidak terhadap lingkungan-lingkungan biologis dan lingkungan sosial manusia.Lingkungan fisik (termasuk unsur kimia) meliputi udara, kelembapan, air dan pencemaran udara. Berkaitan dengan ISPA adalah tergolong air borndiasease karena salah satu penularannya melalui udara yang tercemar dan masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernapasan, maka udara secara epidemiologi mempunyai peranan yang besar pada transmisi penyakit ISPA. Secara garis besar, kualitas udara dalam ruangan dipengaruhi oleh asap dalam ruangan yang bersumber dari perokok, penggunaan bahan bakar kayu/ arang/ minyak tanah/ dan penggunaan obat nyamuk bakar. Disamping itu ditentukan oleh ventilasi, tata ruangan dan kepadatan penghuninya.

Universitas Sumatera Utara

21

2.6.Kegiatan Program Penyakit ISPA Program penyakit ISPA merupakan salah satu program untuk melakukan pencegahan dalam menanggulangi penyakit menular melalui saluran pernapasan. Pemberantasan penyakit ISPA ditujukan pada kelompok usia, yaitu bayi (0 - <1 tahun) dan anak balita (1 - <5 tahun) dengan fokus penanggulangan pada penyakit pnemonia. Pengobatan yang tepat pada penderita dan edukasi tentang cara penularan dari penyakit pernafasan ISPA pada penderita juga penting. Oleh karena itu ruang lingkup program ini antara lain : a. Pengendalian pnemonia dengan melakukan penyuluhan kepada ibu si balita agar dapat dilakukan pencegahan dan penangan awal kepada si anak. b. Edukasi untuk kesiapsiagaan dan respon masyarakat terhadap penderita influenza c. Pengembangan program ISPA yaitu diarahkan pada pengendalian ISPA diatas umur 5 tahun, ISPA akibat polusi udara sesuai dengan perkembangan dan kemampuan program. 2.7. Sumber Daya Program Kesehatan Lingkungan Dalam melaksanakan program penyakit ISPA diperlukan sumber daya untuk mencapai tujuan program, sumber daya program penyakit ISPA adalah sebagai berikut : 2.7.1. Tenaga Pelaksana Adapun tenaga yang dibutuhkan untuk melaksanakan program pencegahan penyakit ISPA adalah terdiri dari tenaga inti dibidang kesehatan lingkungan seperti sanitarian atau diploma III kesehatan lingkungan.

Universitas Sumatera Utara

22

Disamping itu dalam pelaksanaan program penyakit ISPA ini juga dibutuhkan tenaga pendukung yang telah ditunjuk oleh pimpinan puskesmas dalam pelaksanaan program. 2.7.2. Sarana dan Prasarana Penanganan ISPA Sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam pelaksanaan program adalah ruangan sebagai tempat petugas kesehatan lingkungan melakukan kegiatan-kegiatan penyuluhan, konsultasi, konseling, demonstrasi, pelatihan atau perbaikan sarana sanitasi dasar dan penyimpanan peralatan kerja. Peralatan-peralatan kesehatan lingkungan berupa alat-alat peraga penyuluhan, alat pengukur kualitas lingkungan (air, tanah dan udara), lembar chek list untuk inspeksi pada keadaan lingkungan dan rumah penduduk, serta alat transportasi untuk mendukung kegiatan program kesehatan lingkungan yang dilaksanakan. Alat peraga dan media penyuluhan yang digunakan dalam melaksanakan program penanggulangan pencegahan penyakit ISPA antara lain berupa maket, media cetak, sound system, media elektronik dan formulir untuk pencatatan dan pelaporan hasil kegiatan. 2.7.3. Sumber Dana Program Kesehatan Lingkungan Untuk mendukung tercapainya cakupan program penanggulangan penyakit ISPA dibutuhkan dana, adapun dana ini diperoleh dari APBD (Anggaran Pendapatan Belanja Daerah) Kabupaten/Kota, APBD Provinsi, BLN (Bantuan Luar Negeri), kemitraan dan swadaya masyarakat. Besarnya dana yang dibutuhkan sangat berbeda dimasing-masing puskesmas,

Universitas Sumatera Utara

23

tergantung masalah kesehatan lingkungan yang ditangani di wilayah kerja puskesmas (Depkes RI, 2000). 2.8. Teori Implementasi Kebijakan Implementasi atau pelaksanaan merupakan kegiatan yang penting darikeseluruhan

proses

sesungguhnyabukanlah

perencanaan sekedar

program/kebijakan.

bersangkut

paut

dengan

Implementasi mekanisme

penjabaran keputusan-keputusanpolitik ke dalam prosedur-prosedur rutin lewat saluran-saluranbirokrasi, melainkan lebih dari itu, ia menyangkut masalah konflik, keputusan,dan apa yang dapat diperoleh dari suatu program/kebijakan. Pembuatan suatu kebijakan haruslah sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat agar kebijakan tersebut tepat pada sasaran danpencapaian tujuan yang maksimal sesuai dengan yang tertera pada dasarhukumnya (Mulyono,2009) Kebijakan yang telah direkomendasikan untuk dipilih oleh pembuat kebijakan bukanlah jaminan bahwa kebijakan tersebut pasti berhasil dalam implementasinya. Ada banyak hal yang dapat mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan baik yang bersifat individual maupun kelompok atau institusi. Implementasi dari suatu program melibatkan upaya-upaya pembuat kebijakan

untuk

mempengaruhi

perilaku

birokrat

pelaksana

agar

bersediamemberikan pelayanan dan mengatur perilaku kelompok sasaran. Berdasarkan pengertian implementasi menurut George C. Edward III mengemukakan beberapa hal yang dapat mempengaruhi keberhasilan suatuImplementasi kebijakan, yaitu: 1. Communication

Universitas Sumatera Utara

24

2. Resourcrces 3. Dispositions 4. Bureacratic Structure(Edward III, 1980:10). Model implementasi menurut Edward III di atas jelas bahwa terdapat empat faktor yang masing-masing faktor tersebut saling berhubungan satu sama lainnya, kemudian secara bersama-sama mempengaruhi terhadap implementasi yang sedang di jalankan. Keempat faktor di atas harus dilaksanakan secara simultan karena antara satu dengan yang lainnya memiliki hubungan yang erat. Tujuan dari hal tersebut adalah

meningkatkan

pemahaman

tentang

implementasi

kebijakan.

Penyederhanaan pengertian dengan cara membreakdown (diturunkan) melalui eksplanasi implementasi kedalam komponen prinsip. Implementasi kebijakan adalah suatu proses dinamik yang mana meliputi interaksi banyak faktor. Sub kategori dari faktor-faktor mendasar ditampilkan sehingga dapat diketahui pengaruhnya terhadap implementasi (Mulyono,2009). a. Komunikasi Implementasi akan berjalan efektif apabila ukuran-ukuran dan tujuantujuan kebijakan dipahami oleh individu-individu yang bertanggungjawab dalam pencapaian tujuan kebijakan. Kejelasan ukuran dan tujuan kebijakan dengan demikian perlu dikomunikasikan secara tepat dengan para pelaksana. Konsistensi atau keseragaman dari ukuran dasar dan tujuan perlu dikomunikasikan sehingga implementors mengetahui secara tepat ukuran maupun tujuan kebijakan itu. Komunikasi dalam organisasi merupakan suatu proses yang

Universitas Sumatera Utara

25

amat kompleks dan rumit. Di samping itu sumber informasi yang berbeda juga akan melahirkan interpretasi yang berbeda pula (Mulyono,2009). b. Sumberdaya Komponen sumberdaya ini meliputi jumlah staf, keahlian dari para pelaksana, informasi yang relevan dan cukup untuk mengimplementasikan kebijakan dan pemenuhan sumber-sumber terkait dalam pelaksanaan program, adanya kewenangan yang menjamin bahwa program dapat diarahkan kepada sebagaimana yamg diharapkan, serta adanya fasilitas-fasilitas pendukung yang dapat dipakai untuk melakukan kegiatan program seperti dana dan sarana prasarana. Sumberdaya manusia yang tidak memadahi (jumlah dan kemampuan) berakibat tidak dapat dilaksanakannya program secara sempurna karena mereka tidak bisa melakukan pengawasan dengan baik. Informasi merupakan sumberdaya penting bagi pelaksanaan kebijakan. Implementasi kebijakan membutuhkan kepatuhan organisasi dan individu terhadap peraturan pemerintah yang ada. Sumberdaya lain yang juga penting adalah kewenangan untuk menentukan bagaimana program dilakukan, kewenangan untuk membelanjakan/mengatur keuangan,

baik

penyediaan

uang,

pengadaan

staf,

maupun

pengadaan

supervisor.Fasilitas yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan/program harus terpenuhi seperti kantor, peralatan, serta dana yang mencukupi. Tanpa fasilitas ini mustahil program dapat berjalan (Mulyono,2009). c. Disposisi atau Sikap Salah satu faktor yang mempengaruhi efektifitas implementasi kebijakan adalah sikap implementor. Ada tiga bentuk sikap/respon implementor terhadap

Universitas Sumatera Utara

26

kebijakan ; kesadaran pelaksana, petunjuk/arahan pelaksana untuk merespon program kearah penerimaan atau penolakan, dan intensitas dari respon tersebut. Para pelaksana mungkin memahami maksud dan sasaran program namun seringkali mengalami kegagalan dalam melaksanakan program secara tepat karena mereka menolak tujuan yang ada didalamnya sehingga secara sembunyi mengalihkan dan menghindari implementasi program. Disamping itu dukungan para pejabat pelaksana sangat dibutuhkan dalam mencapai sasaran program. Dukungan dari pimpinan sangat mempengaruhi pelaksanaan program dapat mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Wujud dari dukungan pimpinan ini adalah Menempatkan kebijakan menjadi prioritas program, penempatan pelaksana dengan orang-orang yang mendukung program, memperhatikan keseimbangan daerah, agama, suku, jenis kelamin dan karakteristik demografi yang lain. Disamping itu penyediaan dana yang cukup guna memberikan insentif bagi para pelaksana program agar mereka mendukung dan bekerja secara total dalam melaksanakan kebijakan/program (Mulyono,2009). d. Struktur Birokrasi Membahas badan pelaksana suatu kebijakan, tidak dapat dilepaskan dari struktur birokrasi. Struktur birokrasi adalah karakteristik, norma-norma, dan polapola hubungan yang terjadi berulang-ulang dalam badan-badan eksekutif yang mempunyai hubungan baik potensial maupun nyata dengan apa yang mereka miliki dalam menjalankan kebijakan. Beberapa unsur yang mungkin berpengaruh terhadap suatu organisasi dalam implementasi kebijakan(Van Horn dan Van Meter), yaitu:

Universitas Sumatera Utara

27

1. Kompetensi dan ukuran staf suatu badan; 2. Tingkat pengawasan hirarkhis terhadap keputusan-keputusan sub unit dan proses-proses dalam badan pelaksana; 3. Sumber-sumber politik suatu organisasi (misalnya dukungan di antara anggota legislatif dan eksekutif); 4. Vitalitas suatu organisasi; 5. Tingkat komunikasi “terbuka”, yaitu jaringan kerja komunikasi horizontal maupun vertikal secara bebas serta tingkat kebebasan yang secara relatif tinggi dalam komunikasi dengan individu-individu di luar organisasi; 6. Kaitan formal dan informal suatu badan dengan badan pembuat keputusan atau pelaksana keputusan. Bila sumberdaya cukup untuk melaksanakan suatu kebijakan dan para implementor mengetahui apa yang harus dilakukan , implementasi masih gagal apabila struktur birokrasi yang ada menghalangi koordinasi yang diperlukan dalam melaksanakan kebijakan. Kebijakan yang komplek membutuhkan kerjasama banyak orang, serta pemborosan sumberdaya akan mempengaruhi hasil implementasi. Perubahan yang dilakukan tentunya akan mempengaruhi individu dan secara umum akan mempengaruhi sistem dalam birokrasi (Mulyono,2009). 2.9. Kerangka Pikir Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan kerangka konsep penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana pelaksanaan program promotif dan preventifuntuk penyakit ISPA di puskesmas Bukit Kapur melalui Teori George C.Edward III. Dengan menggunakan konsep ini dapat dilihat jelas bagaimana

Universitas Sumatera Utara

28

berjalannya program tersebut. Oleh karena itu , fokus penelitian disusun sebagai berikut:

Komunikasi (Penyampaian Informasi)

Strukrur Birokrasi (SOP dan Fragmentasi)

Sumber Daya (Man,Money,Mac hine,Methode)

Sikap (Keputusan yang Efektif)

Implementasi ( Program Preventif dan Promotif untuk Pelayanan Kesehatan Lingkungan )

Gambar 2.1 Kerangka Pikir

Universitas Sumatera Utara