BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PENGERTIAN SAMPAH MENURUT

Download 2.1.1 Sumber dan Jenis Sampah. 2.1.1.1 Sumber-Sumber Sampah a. Sampah yang berasal dari pemukiman (domestic wastes). Sampah ini terdiri dar...

0 downloads 308 Views 405KB Size
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Sampah Menurut definisi World Health Organization (WHO) sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya (Chandra, 2006). Undang-Undang Pengelolaan Sampah Nomor 18 tahun 2008 menyatakan sampah adalah sisa kegiatan seharihari manusia dan/atau dari proses alam yang berbentuk padat. Juli Soemirat (1994) berpendapat bahwa sampah adalah sesuatu yang tidak dikehendaki oleh yang punya dan bersifat padat. Azwar (1990) mengatakan yang dimaksud dengan sampah adalah sebagian dari sesuatu yang tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang harus dibuang yang umumnya berasal dari kegiatan yang dilakukan manusia (termasuk kegiatan industri) tetapi bukan biologis karena kotoran manusia (human waste) tidak termasuk kedalamnya. Manik (2003) mendefinisikan sampah sebagai suatu benda yang tidak digunakan atau tidak dikehendaki dan harus dibuang, yang dihasilkan oleh kegiatan manusia. Para ahli kesehatan masyarakat Amerika membuat batasan, sampah (waste) adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi, atau sesuatu yang dibuang, yang berasal dari kegiatan manusia, dan tidak terjadi dengan sendirinya. Dari batasan ini jelas bahwa sampah adalah hasil kegiatan manusia yang dibuang karena sudah tidak berguna. Dengan demikian sampah mengandung prinsip sebagai berikut : 1. Adanya sesuatu benda atau bahan padat 2. Adanya hubungan langsung/tidak langsung dengan kegiatan manusia

Universitas Sumatera Utara

3. Benda atau bahan tersebut tidak dipakai lagi (Notoatmojo, 2003) 2.1.1 Sumber dan Jenis Sampah 2.1.1.1 Sumber-Sumber Sampah a. Sampah yang berasal dari pemukiman (domestic wastes) Sampah ini terdiri dari bahan-bahan padat sebagai hasil kegiatan rumah tangga yang sudah dipakai dan dibuang, seperti sisa-sisa makanan baik yang sudah dimasak atau belum, bekas pembungkus baik kertas, plastik, daun, dan sebagainya, pakaian-pakaian bekas, bahan-bahan bacaan, perabot rumah tangga, daun-daunan dari kebun atau taman b. Sampah yang berasal dari tempat-tempat umum Sampah ini berasal dari tempat-tempat umum, seperti pasar, tempat-tempat hiburan, terminal bus, stasiun kereta api, dan sebagainya. Sampah ini berupa kertas, plastik, botol, daun, dan sebagainya. c. Sampah yang berasal dari perkantoran Sampah ini dari perkantoran baik perkantoran pendidikan, perdagangan, departemen, perusahaan, dan sebagainya. Sampah ini berupa kertas-kertas, plastik, karbon, klip dan sebagainya. Umumnya sampah ini bersifat anorganik, dan mudah terbakar (rubbish).

d. Sampah yang berasal dari jalan raya Sampah ini berasal dari pembersihan jalan, yang umumnya terdiri dari : kertaskertas, kardus-kardus, debu, batu-batuan, pasir, sobekan ban, onderdil-onderdil kendaraan yang jatuh, daun-daunan, plastik, dan sebagainya.

Universitas Sumatera Utara

e. Sampah yang berasal dari industri (industrial wastes) Sampah ini berasal dari kawasan industri, termasuk sampah yang berasal dari pembangunan industri, dan segala sampah yang berasal dari proses produksi, misalnya : sampah-sampah pengepakan barang, logam, plastik, kayu, potongan tekstil, kaleng, dan sebagainya. f. Sampah yang berasal dari pertanian/perkebunan Sampah ini sebagai hasil dari perkebunan atau pertanian misalnya: jerami, sisa sayur-mayur, batang padi, batang jagung, ranting kayu yang patah, dan sebagainya. g. Sampah yang berasal dari pertambangan Sampah ini berasal dari daerah pertambangan, dan jenisnya tergantung dari jenis usaha pertambangan itu sendiri, maisalnya: batu-batuan, tanah/cadas, pasir, sisa-sisa pembakaran (arang), dan sebagainya. h. Sampah yang berasal dari petenakan dan perikanan Sampah yang berasal dari peternakan dan perikanan ini, berupa : kotoran-kotoran ternak, sisa-sisa makanan bangkai binatang, dan sebagainya (Notoatmojo, 2003). 2.1.1.2 Jenis Sampah a. Sampah berdasarkan zat kimia yang terkandung didalamnya

-

Sampah anorganik Sampah anorganik adalah sampah yang umumnya tidak dapat membusuk, misalnya : logam/besi, pecahan gelas, plastik dan sebagainya.

-

Sampah organik

Universitas Sumatera Utara

Sampah organik adalah sampah yang pada umumnya dapat membusuk, misalnya : sisa-sisa makanan, daun-daunan, buah-buahan dan sebagainya. b. Sampah berdasarkan dapat dan tidaknya terbakar -

Sampah yang mudah terbakar, misalnya : kertas, karet, kayu, plastik, kain bekas dan sebagainya.

-

Sampah yang tidak dapat terbakar, misalnya: kaleng-kaleng bekas, besi/logam bekas, pecahan gelas, kaca, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003).

c. Sampah berdasarkan karakteristiknya -

Abu (Ashes) Merupakan sisa pembakaran dari bahan yang mudah terbakar, baik di rumah, di kantor maupun industri.

-

Sampah Jalanan (Street Sweeping) Berasal dari pembersihan jalan dan trotoar, terdiri dari kertas-kertas, kotoran dan daun-daunan.

-

Bangkai Binatang (Dead Animal) Yaitu bangkai binatang yang mati karena bencana alam, penyakit atau kecelakaan.

-

Sampah pemukiman (Household refuse) Yaitu sampah campuran yang berasal dari daerah perumahan.

-

Bangkai Kendaraan (Abandoned vehicles) Yang termasuk jenis sampah ini adalah bangkai mobil, truk, kereta api, satelit, kapal laut dan alat transportas lainnya.

-

Sampah industri

Universitas Sumatera Utara

Terdiri dari sampah padat yang berasal dari industri pengolahan hasil bumi, tumbuhtumbuhan dan industri lainnya. -

Sampah hasil penghancuran gedung/bangunan (Demolotion waste) Yaitu sampah yang berasal dari perombakan gedung/bangunan.

-

Sampah dari daerah pembangunan Yaitu sampah yang berasal dari sisa pembangunan gedung, perbaikan dan pembaharuan gedung. Sampah dari daerah ini mengandung tanah batu-batuan, potongan kayu, alat perekat, kertas dan lain-lain.

-

Sampah Padat Pada Air Buangan (Sewage Solid) Sampah yang terdiri dari benda yang umumnya zat organik hasil saringan pada pintu masuk suatu pusat pengolahan air buangan.

-

Sampah Khusus Yaitu sampah yang memerlukan penanganan khusus dalam pengelolaannya, misalnya kaleng cat, film bekas, zat radioaktif dan zat yang toksis. (Mukono, 2006).

2.1.2 Komposisi Sampah Menurut Achmadi (2004) secara umum komposisi dari sampah di setiap kota bahkan negara hampir sama, yaitu :

Tabel 2.1. Komposisi Sampah di Setiap Kota atau Negara No 1 2 3 4 5

Komposisi Sampah Kertas dan Karton Logam Gelas Sampah halaman dan dapur Kayu

Persentase ± 35 % ±7% ±5% ± 37 % ±3%

Universitas Sumatera Utara

6 7

Plastik, karet, dan kulit Lain-lain

±7% ± 6%

Komposisi atau susunan bahan-bahan sampah merupakan hal yang perlu diketahui, hal ini penting kegunaannya untuk pemilahan sampah serta pemilihan alat atau sarana yang diperlukan untuk pengelolaan sampah. 2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kuantitas dan Kualitas Sampah Menurut Slamet (2004) sampah baik kualitas maupun kuantitasnya sangat dipengaruhi oleh berbagai kegiatan dan taraf hidup masyarakat. Beberapa faktor yang penting antara lain : a. Jumlah Penduduk Dapat dipahami dengan mudah bahwa semakin banyak penduduk semakin banyak pula sampahnya. Pengelolaan sampah pun berpacu dengan laju pertambahan penduduk. b. Keadaan sosial ekonomi Semakin tinggi keadaan sosial ekonomi masyarakat, semakin banyak jumlah perkapita sampah yang dibuang. Kualitas sampahnya pun semakin banyak bersifat tidak dapat membusuk. Perubahan kualitas sampah ini, tergantung pada bahan yang tersedia, peraturan yang berlaku serta kesadaran masyarakat akan persoalan persampahan. Kenaikan kesejahteraan ini pun akan meningkatkan kegiatan konstruksi dan pembaharuan bangunanbangunan, transportasi pun bertambah, dan produk pertanian, industri dan lain-lain akan bertambah dengan konsekuensi bertambahnya volume dan jenis sampah. c. Kemajuan Teknologi

Universitas Sumatera Utara

Kemajuan teknologi akan menambah jumlah maupun kualitas sampah, karena pemakaian bahan baku yang semakin beragam, cara pengepakan dan produk manufaktur yang semakin beragam pula. d. Tingkat pendidikan Menurut Hermawan (2005) Untuk meningkatkan mutu lingkungan, pendidikan mempunyai peranan penting karena melalui pendidikan, manusia makin mengetahui dan sadar akan bahaya limbah rumah tangga terhadap lingkungan, terutama bahaya pencemaran terhadap kesehatan manusia dan dengan pendidikan dapat ditanamkan berpikir kritis, kreatif dan rasional. Semakin tinggi tingkat pendidikan selayaknya semakin tinggi kesadaran dan kemampuan masyarakat dalam pengelolaan sampah. 2.1.4 Hubungan Sampah Terhadap Masyarakat dan Lingkungan Menurut Chandra, Budiman (2006) pengelolaan sampah di suatu daerah akan membawa pengaruh bagi masyarakat maupun lingkungan daerah itu sendiri. Pengaruhnya tentu saja ada yang positif dan juga ada yang negatif. Pengaruh positif dari pengelolaan sampah ini terhadap masyarakat dan lingkungan, antara lain : a. Sampah dapat dimanfaatkan untuk menimbun lahan semacam rawa-rawa dan dataran rendah b. Sampah dapat dimanfaatkan untuk pupuk c. Sampah dapat diberikan untuk makanan ternak setelah menjalani proses pengelolaan yang telah ditentukan terlebih dahulu untuk mencegah pengaruh buruk sampah terhadap ternak

Universitas Sumatera Utara

d. Pengelolaan sampah menyebabkan berkurangnya tempat untuk berkembang biak serangga atau binatang pengerat e. Menurunkan insidensi kasus penyakit menular yang erat hubungannya dengan sampah f. Keadaan estetika lingkungan yang bersih menimbulkan kegairahan hidup masyarakat g. Keadaan lingkungan yang baik mencerminkan kemajuan budaya masyarakat h. Keadaan lingkungan yang baik akan menghemat pengeluaran dana kesehatan suatu Negara sehingga dana itu dapat digunakan untuk keperluan lain Sedangkan pengaruh negatif dari sampah terhadap kesehatan, lingkungan maupun sosial ekonomi dan budaya masyarakat, antara lain : a. Pengaruh terhadap kesehatan - Pengolahan sampah yang kurang baik akan menjadikan sampah sebagai tempat perkembangbiakan sektor penyakit seperti lalat atau tikus - Insidensi penyakit Demam Berdarah dengue akan meningkat karena vector penyakit hidup dan berkembang biak dalam sampah kaleng maupun ban bekas yang berisi air hujan - Terjadinya kecelakaan akibat pembuangan sampah secara sembarangan misalnya luka akibat benda tajam seperti besi, kaca dan sebagainya - Gangguan psikosomatis, misalnya sesak nafas, insomnia, stress dan lain-lain. b. Pengaruh terhadap lingkungan - Estetika lingkungan menjadi kurang sedap dipandang mata - Proses pembusukan sampah oleh mikroorganisme akan menghasilkan gas-gas tertentu yang menimbulkan bau busuk

Universitas Sumatera Utara

- Pembakaran sampah dapat menimbulkan pencemaran udara dan bahaya kebakaran yang lebih luas - Pembuangan sampah ke dalam saluran pembuangan air akan menyebabkan aliran air terganggu dan saluran air akan menjadi dangkal - Apabila musim hujan datang, sampah yang menumpuk dapat menyebabkan banjir dan mengakibatkan pencemaran pada sumber air permukaan atau sumur dangkal - Air banjir dapat mengakibatkan kerusakan pada fasilitas masyarakat seperti jalan, jembatan dan saluran air. c. Pengaruh terhadap sosial ekonomi dan budaya masyarakat - Pengelolaan sampah yang kurang baik mencerminkan keadaan sosial budaya masyarakat setempat - Keadaan lingkungan yang kurang baik dan jorok, akan menurunkan minat dan hasrat orang lain (turis) untuk datang berkunjung ke daerah tersebut - Dapat menyebabkan terjadinya perselisihan antara penduduk setempat dan pihak pengelola (misalnya kasus TPA Bantar Gebang, Bekasi) - Angka kasus kesakitan meningkat dan mengurangi hari kerja dan produktifitas masyarakat menurun - Kegiatan perbaikan lingkungan yang rusak memerlukan dana yang besar sehingga dana untuk sektor lain berkurang - Penurunan pemasukan daerah (devisa) akibat penurunan jumlah wisatawan yang diikuti dengan penurunan penghasilan masyarakat setempat - Penurunan mutu dan sumber daya alam sehingga mutu produksi menurun dan tidak memiliki nilai ekonomis

Universitas Sumatera Utara

- Penumpukan sampah di pinggir jalan menyebabkan kemacetan lalu lintas yang dapat menghambat kegiatan transportasi barang dan jasa. 2.2 Pengelolaan Sampah Menurut Reksosoebroto (1985) dalam Efrianof (2001) pengelolaan sampah sangat penting untuk mencapai kualitas lingkungan yang bersih dan sehat, dengan demikian sampah harus dikelola dengan sebaik-baiknya sedemikian rupa sehingga hal-hal yang negatif bagi kehidupan tidak sampai terjadi. Dalam ilmu kesehatan lingkungan, suatu pengelolaan sampah dianggap baik jika sampah tersebut tidak menjadi tempat berkembangbiaknya bibit penyakit serta sampah tersebut tidak menjadi media perantara menyebar luasnya suatu penyakit. Syarat lainnya yang harus terpenuhi dalam pengelolaan sampah ialah tidak mencemari udara, air, dan tanah, tidak menimbulkan bau (segi estetis), tidak menimbulkan kebakaran dan lain sebagainya. Techobanoglous (1977) dalam Maulana (1998) mengatakan pengelolaan sampah adalah suatu bidang yang berhubungan dengan pengaturan terhadap penimbunan, penyimpanan (sementara), pengumpulan, pemindahan dan pengangkutan, pemrosesan dan pembuangan sampah dengan suatu cara yang sesuai dengan prinsip-prinsip terbaik dari kesehatan masyarakat, ekonomi, teknik (engineering), perlindungan alam (conservation), keindahan dan pertimbangan lingkungan lainnya dan juga mempertimbangkan sikap masyarakat. Menurut Cunningham (2004) tahap pengelolaan sampah modern terdiri dari 3R (Reduce, Reuse, Recycle) sebelum akhirnya dimusnahkan atau dihancurkan.

Produk

Digunakan

Dibuang

Sampah

Universitas Sumatera Utara

Pengolahan tahap akhir : - Sanitary landfill (penimbunan berlapis) - Incenaration (pembakaran)

Pengolahan tahap awal : - Reduce (mengurangi) - Reuse (menggunakan kembali - Recycle (mendaur ulang)

- Open dumping

(Sumber : Cunningham, 2004) 2.2.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengelolaan Sampah Kenyataan yang ada saat ini, sampah menjadi sulit dikelola oleh karena berbagai hal : 1. Pesatnya perkembangan teknologi, lebih cepat dari kemampuan masyarakat untuk mengelola dan memahami masalah persampahan 2. Meningkatnya tingkat hidup masyarakat yang tidak disertai dengan keselarasan pengetahuan tentang persampahan 3. Meningkatnya biaya operasi, pengelolaan dan konstruksi di segala bidang termasuk bidang persampahan 4. Kebiasaan pengelolaan sampah yang tidak efisien, tidak benar, menimbulkan pencemaran air, udara dan tanah, sehingga juga memperbanyak populasi vector pembawa penyakit seperti lalat dan tikus 5. Kegagalan dalam daur ulang maupun pemanfaatan kembali barang bekas juga ketidakmampuan masyarakat dalam memelihara barangnya sehingga cepat rusak, Ataupun produk manufaktur yang sangat rendah mutunya, sehingga cepat menjadi sampah

Universitas Sumatera Utara

6. Semakin sulitnya mendapatkan lahan sebagai Tempat Tembuangan Akhir (TPA) sampah, selain tanah serta formasi tanah yang tidak cocok bagi pembuangan sampah juga terjadi kompetisi yang semakin rumit akan penggunaan tanah 7. Semakin banyaknya masyarakat yang berkeberatan bahwa daerahnya dipakai sebagai tempat pembuangan sampah 8. Kurangnya pengawasan dan pelaksanaan peraturan 9. Sulitnya menyimpan sampah sementara yang cepat busuk, karena cuaca yang semakin panas. 10. Sulitnya mencari partisipasi masyarakat untuk membuang sampah pada tempatnya dan memelihara kebersihan 11. Pembiayaan yang tidak memadai, mengingat bahwa sampai saat ini kebanyakan sampah dikelola oleh pemerintah 12. Pengelolaan sampah di masa lalu dan saat sekarang kurang memperhatikan faktor non teknis dan non teknis seperti partisipasi masyarakat dan penyuluhan tentang hidup sehat dan bersih. 2.2.2 Metode Pengolahan Sampah 2.2.2.1 Penerapan prinsip 3-R, 4-R atau 5-R Prinsip-prinsip yang dapat diterapkan dalam penanganan sampah misalnya dengan menerapkan prinsip 3-R, 4-R atau 5-R. Penanganan sampah 3-R adalah konsep penanganan sampah dengan cara Reduce (mengurangi), Reuse (menggunakan kembali), Recycle (mendaur ulang sampah), sedangkan 4-R ditambah Replace (mengganti) mulai dari sumbernya. Prinsip 5-R selain 4 prinsip tersebut di atas ditambah lagi dengan Replant (menanam kembali). Penanganan sampah 4-R sangat penting untuk dilaksanakan dalam

Universitas Sumatera Utara

rangka pengelolaan sampah padat perkotaan yang efisien dan efektif, sehingga diharapkan dapat mengurangi biaya pengelolaan sampah.

Gambar 2.1. 3R (Reduce, Reuse dan Recycle) a.

Reduce Prinsip Reduce dilakukan dengan cara sebisa mungkin melakukan minimalisasi barang atau material yang digunakan. Semakin banyak kita menggunakan material, semakin banyak sampah yang dihasilkan. Menurut Suyoto (2008) tindakan yang dapat dilakukan berkaitan dengan program reduce: -

Hindari pemakaian dan pembelian produk yang menghasilkan sampah dalam jumlah besar

-

Gunakan kembali wadah/kemasan untuk fungsi yang sama atau fungsi lain

-

Gunakan baterai yang dapat di charge kembali

-

Jual atau berikan sampah yang terpilah kepada pihak yang memerlukan

-

Ubah pola makan (pola makan sehat : mengkonsumsi makanan segar, kurangi makanan kaleng/instan)

-

Membeli barang dalam kemasan besar (versus kemasan sachet)

Universitas Sumatera Utara

-

Membeli barang dengan kemasan yang dapat di daur ulang (kertas, daun dan lainlain)

b.

-

Bawa kantong/tas belanja sendiri ketika berbelanja

-

Tolak penggunaan kantong plastik

-

Gunakan rantang untuk tempat membeli makanan

-

Pakai serbet/saputangan kain pengganti tisu

-

Kembali kepemakaian popok kain bagi para ibu

Reuse Prinsip reuse dilakukan dengan cara sebisa mungkin memilih barang-barang yang bisa dipakai kembali. Dan juga menghindari pemakaian barang-barang yang hanya sekali pakai. Hal ini dapat memperpanjang waktu pemakaian barang sebelum ia menjadi sampah. Menurut Suyoto (2008) tindakan yang dapat dilakukan berkaitan dengan program reuse: -

Pilih produk dengan pengemas yang dapat didaur ulang

-

Gunakan produk yang dapat diisi ulang (refill)

-

Kurangi penggunaan bahan sekali pakai

-

Plastik kresek digunakan untuk tempat sampah

-

Kaleng/baskom besar digunakan untuk pot bunga atau tempat sampah

-

Gelas atau botol plastik untuk pot bibit, dan macam-macam kerajinan

-

Bekas kemasan plastik tebal isi ulang digunakan sebagai tas

-

Styrofoam digunakan untuk alas pot atau lem

-

Potongan kain/baju bekas untuk lap, keset, dan lain-lain

-

Majalah atau buku untuk perpustakaan

Universitas Sumatera Utara

c.

Kertas koran digunakan untuk pembungkus

Recycle Prinsip recycle dilakukan dengan cara sebisa mungkin, barang-barang yang sudah tidak berguna lagi, bisa didaur ulang. Tidak semua barang bisa didaur ulang, namun saat ini sudah banyak industri non-formal dan industri rumah tangga yang memanfaatkan sampah menjadi barang lain. Menurut Suyoto (2008) tindakan yang dapat dilakukan berkaitan dengan program recycle:

d.

-

Mengubah sampah plastik menjadi souvenir

-

Lakukan pengolahan sampah organik menjadi kompos

-

Mengubah sampah kertas menjadi lukisan atau mainan miniatur

Replace Prinsip replace dilakukan dengan cara lebih memperhatikan barang yang digunakan sehari-hari. Dan juga mengganti barang-barang yang hanya bisa dipakai sekali dengan barang yang lebih tahan lama. Prinsip ini mengedepankan penggunaan bahan-bahan yang ramah lingkungan seperti mengganti kantong plastik dengan keranjang saat berbelanja, atau hindari penggunaan styrofoam karena banyak mengandung zat kimia berbahaya.

e.

Replant Prinsip replant dapat dilakukan dengan cara membuat hijau lingkungan sekitar baik lingkungan rumah, perkantoran, pertokoan, lahan kosong dan lain-lain. Penanaman kembali ini sebagian menggunakan barang atau bahan yang diolah dari sampah.

2.2.2.2 Pengomposan

Universitas Sumatera Utara

Kompos merupakan hasil fermentasi dari bahan-bahan organik sehingga berubah bentuk, berwarna kehitam-hitaman dan tidak berbau. Pengomposan merupakan proses penguraian bahan-bahan organik dalam suhu yang tinggi sehingga mikroorganisme dapat aktif menguraikan bahan-bahan organik sehingga dapat dihasilkan bahan yang dapat digunakan tanah tanpa merugikan lingkungan (Santoso, 2009). Usaha pengomposan sampah kota memiliki beberapa manfaat yang dapat ditinjau baik dari segi teknologi, ekonomi, lingkungan maupun kesehatan. Dari segi teknologi manfaat pembuatan kompos antara lain : 1.

Teknik pembuatan kompos sangat beragam, mulai dari proses yang mudah dengan menggunakan peralatan yang sederhana sampai dengan proses yang canggih dengan peralatan modern

2.

Secara teknis, pembuatan kompos dapat dilakukan secara manual sehingga modal yang dibutuhkan relatif murah atau secara masinal (padat modal) untuk mengejar skala produksi yang tinggi

Dari segi ekonomi, pembuatan kompos dapat memberikan manfaat secara ekonomis, yaitu : 1.

Pengomposan dapat mengurangi jumlah sampah sehingga akan mengurangi biaya operasinal pemusnahan sampah

2.

Tempat pengumpulan sampah akhir dapat digunakan dalam waktu yang lebih lama, karena sampah yang dikumpulkan berkurang. Dengan demikian akan mengurangi investasi lahan TPA

3.

Kompos dapat memperbaiki kondisi tanah dan dibutuhkan oleh tanaman. Hal ini berarti kompos memiliki nilai kompetitif dan ekonomis yang berarti kompos dapat dijual

Universitas Sumatera Utara

4.

Penggunaan pupuk anorganik dapat ditekan sehingga dapat meningkatkan efisiensi penggunaannya

Dari segi kesehatan, manfaat kesehatan yang diperoleh dari proses pembuatan kompos adalah : 1.

Pengurangan tumpukan sampah akan menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat

2.

Proses pengomposan berjalan pada suhu yang tinggi sehingga dapat mematikan berbagai macam sumber bibit penyakit yang ada pada sampah (Santoso, 2009).

2.2.2.3 Lubang Resapan Biopori (LBR) Lubang resapan biopori adalah lubang silindris yang dibuat secara vertikal ke dalam tanah dengan diameter 10 cm dan kedalaman sekitar 100 cm, atau dalam kasus tanah dengan permukaan air tanah dangkal, tidak sampai melebihi kedalaman muka air tanah. Lubang diisi dengan sampah organik untuk memicu terbentuknya biopori. Biopori adalah pori-pori berbentuk lubang (terowongan kecil) yang dibuat oleh aktivitas fauna tanah atau akar tanaman (Tim Biopori IPB, 2011).

Gambar 2.2. Diagram lubang resapan biopori

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.3. Lubang biopori yang siap pakai (dilihat dari atas) Lubang resapan biopori adalah teknologi tepat guna dan ramah lingkungan untuk mengatasi banjir dengan cara : 1.

Meningkatkan daya resapan air Lubang resapan biopori secara langsung akan menambah bidang resapan air,

setidaknya sebesar luas kolom/dinding lubang. Sebagai contoh bila lubang dibuat dengan diameter 10 cm dan dalam 100 cm maka luas bidang resapan akan bertambah sebanyak 3140 cm2 atau hampir 1/3 m2. Dengan kata lain suatu permukaan tanah berbentuk lingkaran dengan diamater 10 cm, yang semula mempunyai bidang resapan 78.5 cm2 setelah dibuat lubang resapan biopori dengan kedalaman 100 cm, luas bidang resapannya menjadi 3218 cm2. Dengan adanya aktivitas fauna tanah pada lubang resapan maka biopori akan terbentuk dan senantiasa terpelihara keberadaannya. Oleh karena itu bidang resapan ini akan selalu terjaga kemampuannya dalam meresapkan air. Dengan demikian kombinasi antara luas bidang resapan dengan kehadiran biopori secara bersama-sama akan meningkatkan kemampuan dalam meresapkan air. 2.

Mengubah sampah organik menjadi kompos

Universitas Sumatera Utara

Lubang resapan biopori "diaktifkan" dengan memberikan sampah organik kedalamnya. Sampah ini akan dijadikan sebagai sumber energi bagi organisme tanah untuk melakukan kegiatannya melalui proses dekomposisi. Sampah yang telah didekomposisi ini dikenal sebagai kompos. Melalui proses tersebut maka lubang resapan biopori selain berfungsi sebagai bidang peresap air juga sekaligus berfungsi sebagai "pabrik" pembuat kompos. Kompos dapat dipanen pada setiap periode tertentu dan dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik pada berbagai jenis tanaman, seperti tanaman hias, sayuran, dan jenis tanaman lainnya. Bagi mereka yang senang dengan budidaya tanaman/sayuran organik maka kompos dari LRB adalah alternatif yang dapat digunakan sebagai pupuk sayurannya. 3.

Memanfaatkan fauna tanah dan atau akar tanaman Seperti disebutkan di atas lubang resapan biopori diaktifkan oleh organisme tanah,

khususnya fauna tanah dan perakaran tanaman. Aktivitas merekalah yang selanjutnya akan menciptakan rongga-rongga atau liang-liang di dalam tanah yang akan dijadikan "saluran" air untuk meresap ke dalam tubuh tanah. Dengan memanfaatkan aktivitas mereka maka rongga-rongga atau liang-liang tersebut akan senantiasa terpelihara dan terjaga keberadaannya sehingga kemampuan peresapannya akan tetap terjaga tanpa campur tangan langsung dari manusia untuk pemeliharaannya. Hal ini tentunya akan sangat menghemat tenaga dan biaya. Kewajiban faktor manusia dalam hal ini adalah memberikan pakan kepada mereka berupa sampah organik pada periode tertentu. Sampah organik yang dimasukkan ke dalam lubang akan menjadi humus dan tubuh biota dalam tanah, tidak cepat diemisikan ke atmosfir sebagai gas rumah kaca; berarti mengurangi pemanasan global dan memelihara biodiversitas dalam tanah.

Universitas Sumatera Utara

Dengan hadirnya lubang-lubang resapan biopori dapat dicegah adanya genangan air, sehingga berbagai masalah yang diakibatkannya seperti mewabahnya penyakit malaria, demam berdarah dan kaki gajah (filariasis) akan dapat dihindari (Tim Biopori IPB, 2011).

2.2.3 Hambatan dalam Pengelolaan Sampah Menurut Slamet (2004) masalah pengelolaan sampah di Indonesia merupakan masalah yang rumit karena : 1. Cepatnya perkembangan teknologi, lebih cepat daripada kemampuan masyarakat untuk mengelola dan memahami persoalan persampahan 2. Meningkatnya tingkat hidup masyarakat, yang tidak disertai dengan keselarasan pengetahuan tentang persampahan 3. Kebiasaan pengelolaan sampah yang tidak efisien menimbulkan pencemaran udara, tanah dan air, gangguan estetika dan memperbanyak populasi lalat dan tikus 4. Semakin sulitnya mendapatkan lahan sebagai tempat pembuangan akhir sampah, selain tanah serta formasi tanah yang tidak cocok bagi pembuangan sampah, juga terjadi kompetisi yang semakin rumit akan penggunaan tanah. 5. Semakin banyaknya masyarakat yang berkeberatan bahwa daerahnya dipakai tempat pembuangan sampah 6. Kurangnya pengawasan dan pelaksanaan peraturan 7. Sulitnya menyimpan sampah sementara yang cepat busuk, karena cuaca yang panas. 8. Sulitnya mencari partisipasi masyarakat untuk membuang sampah pada tempatnya dan memelihara kebersihan.

Universitas Sumatera Utara

9. Pembiayaan yang tidak memadai, mengingat bahwa sampai saat ini kebanyakan sampah dikelola oleh jawatan pemerintah. 10. Pengelolaan sampah dimasa lalu dan saat ini kurang memperhatikan faktor non teknis seperti partisipasi masyarakat dan penyuluhan tentang hidup sehat dan bersih. Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa faktor yang lebih dominan menimbulkan hambatan dalam pengelolaan sampah adalah kurangnya pengetahuan, tentang pengelolaan sampah, kebiasaan pengelolaan sampah yang kurang baik dan kurangnya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah (Rohani, 2007). 2.3 Pengertian Medan Green and Clean Green and Clean adalah program yang digagas untuk mengatasi permasalahan lingkungan terutama sekali penanganan sampah domestik di kota-kota tempat program ini diimplementasikan. Kunci utama program Green and Clean adalah sinergi dari berbagai elemen baik dari sektor swasta, media, LSM, pemerintah lokal dan yang terpenting adalah komponen masyarakat. Medan Green and Clean adalah program lingkungan berbasis masyarakat yang diinisiasi oleh PT. Unilever Indonesia melalui Yayasan Unilever Indonesia bekerjasama dengan Pemerintah Kota (Pemko) Medan, Harian Waspada dan Yayasan Bumi Hijau Lestari, yang bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang hijau, bersih bebas sampah dan juga bebas banjir di setiap lingkungan yang ada di kota Medan dengan sistem pemberdayaan masyarakat (Panduan Pelaksanaan MdGC, 2010). 2.3.1 Tujuan, dan Sasaran Program Green and Clean Adapun tujuan dari program Green and Clean adalah : a.

Memberdayakan masyarakat untuk peduli akan kebersihan dan kehijauan kota

Universitas Sumatera Utara

b.

Memberikan penghargaan kepada masyarakat yang telah berhasil mewujudkan tempat tinggalnya bersih, hijau dan sehat

c.

Mewujudkan kondisi kota yang bersih, hijau dan sehat

Adapun sasaran yang ingin dicapai dari program Green and Clean yaitu : a.

Pemberdayaan masyarakat untuk peduli akan kebersihan dan kehijauan kota

b.

Lingkungan kota yang bersih, hijau dan sehat (Unilever Green and Clean, 2011).

2.3.2 Indikator Program Green and Clean Untuk mengukur kemajuan kegiatan pada setiap tatanan atau menu yang dipilih, dibutuhkan indikator. Indikator tersebut merupakan alat bagi semua pihak yang ikut terlibat dapat menilai sendiri kemajuan yang sudah dilaksanakan dan menjadi tolok ukur untuk merencanakan kegiatan selanjutnya (Depkes RI, 2005). Pada tahun 2011, program Medan Green and Clean dibagi atas 2 wilayah kompetisi yaitu wilayah komplek dan wilayah non komplek. Wilayah Komplek adalah wilayah pemukiman yang secara geografis tertata rapih dan mempunyai sarana dan prasarana fasilitas lengkap, dan dikelola oleh pengembang. Sedangkan wilayah non komplek adalah wilayah pemukiman biasa yang tidak masuk dalam katergori wilayah komplek (Panduan Pelaksanaan MdGC, 2011). Masing-masing wilayah memiliki indikator penilaian untuk melihat keberhasilan dalam pelaksanaan program Medan Green and Clean. Adapun indikator penilaian dimaksud antara lain : 1. Kreatifitas Warga Kwarga (Kreatifitas Warga) adalah aktifitas warga dalam mengkampanyekan Medan Green and Clean (MdGC) melalui berbagai cara berupa ajakan atau slogan-slogan yang

Universitas Sumatera Utara

dituangkan dalam bentuk tulisan kepedulian pada pengelolaan sampah di sekitar lingkungan dengan memanfaatkan barang bekas. Kwarga menjadi penilaian tambahan (point plus) dalam indikator MdGC, dalam point ini lingkungan terbaik akan mendapatkan hadiah. Tujuan dari Kwarga ini adalah menyampaikan informasi dan pesan kepada masyarakat mengenai program kepedulian terhadap bumi dan alam yang ada di lingkungan untuk menumbuhkan semangat kreatifitas masyarakat Medan Green and Clean (MdGC). 2. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Dalam penanganan sampah skala rumah tangga, masyarakat diharapkan dapat mengelola sampah terutama sampah organik dan sampah anorganik dengan berbagai cara, antara lain : a.

Pemanfaatan sampah organik dan sampah anorganik melalui teknik 3-R (Reduce, Reuse dan Recycle). Sampah organik dapat dimanfaatkan menjadi kompos melalui proses pengomposan, sedangkan sampah anorganik dapat didaur ulang menjadi berbagai barang-barang yang bernilai ekonomis.

b.

Lubang Resapan Biopori (LBR) Lubang resapan biopori adalah lubang silindris yang dibuat secara vertikal ke dalam tanah dengan diameter 10 cm dan kedalaman sekitar 100 cm, atau dalam kasus tanah dengan permukaan air tanah dangkal, tidak sampai melebihi kedalaman muka air tanah. Lubang diisi dengan sampah organik untuk memicu terbentuknya biopori.

c.

Bank Sampah Bank sampah adalah wadah atau tempat dikumpulkannya sampah anorganik warga, dimana dalam proses pelaksanaannya membutuhkan satu kelompok pengelola yang

Universitas Sumatera Utara

berasal dari warga yang akhirnya akan terjadi penjualan antara pengelola bank sampah dengan pengepul. 3. Penghijauan Lingkungan Penghijauan lingkungan adalah penanaman pohon di lingkungan yang dilakukan oleh warga dengan penataan yang disesuaikan dengan lahan dan kondisi lingkungan setempat secara baik dan indah. Penghijauan selain berfungsi member keindahan pada rumah atau lingkungan setempat juga memberikan manfaat lain seperti kesejukan, sumber oksigen dan mengurangi polusi udara. Penghijauan ini dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut : a.

Toba (Trotoar Berbunga) Toba adalah penghijauan yang dilakukan diatas trotoar/drainase yang ada di lingkungan sekitar.

b.

Taman Gantung Taman gantung adalah penghijauan yang dilakukan pada lingkungan yang mempunyai lahan sempit dimana sistem penanaman dengan digantung menggunakan pot.

c.

Tanaman Obat Keluarga Toga atau tanaman obat keluarga adalah penghijauan dengan menanam tanaman yang mempunyai khasiat sebagai obat. Jenis tanaman obat yang dapat ditanam dan dibudidayakan sekaligus menambah penghasilan keluarga antara lain : -

Mahkota dewa

-

Serai wangi

-

Jahe merah

-

Rosella

-

Daun sop/aneka sayur-sayuran

Universitas Sumatera Utara

-

Lidah buaya

-

Aneka umbian seperti ubi kayu, talas dan lain sebagainya

4. Partisipasi Masyarakat Partisipasi adalah keterlibatan emosi dan mental seseorang dalam situasi kelompok yaitu adanya ketersediaan untuk mengambil bagian dalam menetapkan tujuan bersama, serta kesediaan memikul tanggung jawab bagi pencapaian tujuan bersama (Davis dalam Kurniawan, 2008). Partisipasi masyarakat merupakan proses dimana masyarakat ikut serta mengambil bagian dalam pengambilan keputusan. Partisipasi masyarakat merupakan point penting dalam pelaksanaan program Medan Green and Clean. Ada 3 point penting dalam komponen partisipasi masyarakat : a.

Informasi leader/fasilitator sebagai koordinator, inspirator, dan generator dari sebuah kegiatan di lingkungan. Peran fasilitator adalah menjembatani antara implementasi kegiatan di rumah tangga kepada pihak luar sehingga pergerakan dari kegiatan yang ada di masyarakat terekspose dengan baik ke pihak luar.

b.

Dalam teknis melakukan eksposure kegiatan, fasilitator dibantu oleh kader. Fungsi kader yaitu sebagai mediator antara fasilitator dengan masyarakat langsung sehingga kegiatan dapat terpenetrasi dengan baik dan dalam kadar yang terukur.

c.

Kader dalam menjembatani informasi di kegiatan rumah tangga memerlukan peran aktif rumah tangga di tingkatan rumah tangga. Dalam hal ini, rumah tangga adalah keluarga dalam satu rumah yang mengimplementasikan program Medan Green and Clean yaitu pengelolaan sampah dan penghijauan.

5.

Prilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

Universitas Sumatera Utara

Masyarakat aktif dalam menjaga kebersihan lingkungannya yang dimulai dari diri sendiri dan hal-hal kecil. Masyarakat harus memiliki gaya hidup yang sehat dengan tidak melakukan hal-hal yang dapat merusak lingkungan sekitar mereka (Panduan Pelaksanaan MdGC, 2011). 2.3.3 Penyelenggaraan Medan Green and Clean Setiap kelurahan atau lingkungan dapat ikut serta dalam pelaksanaan program Medan Green and Clean ini atas dasar kesepakatan dari masyarakat, (termasuk tokoh masyarakat dan LSM setempat) dan juga bersama Lurah atau kepala lingkungan setempat. Langkah-langkah yang dilakukan dalam pelaksanaan program Medan Green and Clean adalah sebagai berikut : 1.

Tahapan awal yaitu melakukan Audiensi dengan Walikota dan setelah itu menggelar sosialisasi program dengan Camat, Lurah dan Ketua RW setempat. Lalu dilanjutkan dengan pengambilan formulir peserta Medan Green and Clean.

2.

Pengembalian formulir peserta kepada Pemko Medan dalam hal ini Badan Lingkungan Hidup Kota Medan.

3.

Pelatihan fasilitator wilayah maju dan berkembang. Pelatihan Fasilitator yaitu perwakilan dari tiap RW yang berpartisipasi berupa pelatihan tentang kepemimpinan dan pengetahuan lingkungan. Hal ini bertujuan agar mereka dapat mentransfer ilmu dan menginspirasi masyarakat sekitar dalam kepedulian terhadap lingkungan.

4.

Pelaksanaan penjurian yang dibagi atas 3 tahap yaitu tahap I, II dan III.

5.

Apresiasi Medan Green and Clean serta pengumuman pemenang program Medan Green and Clean.

2.3.4 Penilaian Medan Green and Clean

Universitas Sumatera Utara

Keberhasilan suatu lingkungan atau wilayah mendapat predikat sebagai lingkungan yang bersih, asri dan hijau adalah merupakan suatu proses kegiatan oleh masyarakat dengan dukungan berbagai pihak mulai dari pemerintah dan pihak swasta. Dalam hal pengelolaan sampah, terdapat beberapa kriteria penilaian sehingga dapat dikatakan mencapai target , yaitu antara lain : a.

b.

Untuk wilayah komplek -

Minimal ada 80 rumah yang melakukan pengelolaan sampah

-

Melakukan inovasi pengelolaan sampah di wilayahnya

-

Harus ada ciri pengelolaan sampah yang mencirikan program

-

Melakukan pengelolaan sampah anorganik menjadi bahan berguna

-

Mempunyai secara sistem dan fisik Bank Sampah

Untuk wilayah non komplek -

Minimal ada 50 rumah yang melakukan pengelolaan sampah

-

Melakukan inovasi pengelolaan sampah di wilayahnya

-

Harus ada ciri pengelolaan sampah yang mencirikan program

-

Melakukan pengelolaan sampah anorganik menjadi bahan berguna

-

Mempunyai secara sistem dan jika memungkinkan memiliki secara fisik Bank Sampah

2.7 Karakteristik Ibu Rumah Tangga Karakteristik adalah sifat individu yang relatif tidak berubah, atau yang dipengaruhi oleh lingkungan seperti umur, jenis kelamin, suku bangsa, kebangsaan, pendidikan dan lainlain (Junaidi, 2005). 1. Umur

Universitas Sumatera Utara

Umur adalah variabel yang selalu diperhatikan dalam penyelidikan-penyelidikan epidemiologi. Dalam hal ini, umur ibu rumah tangga dibagi menjadi 2 kategori usia yaitu 15-49 tahun dikategorikan dalam ibu rumah tangga yang tergolong dewasa muda dan umur 50 tahun keatas adalah ibu rumah tangga yang tergolong lansia. 2. Pendidikan Menurut Deliarno (1995) dalam Ayusta (2004) Pendidikan adalah pendidikan yang diperoleh seseorang pada periode waktu tertentu pada suatu instansi yang resmi disahkan oleh pemerintah untuk menyelenggarakan pendidikan tertentu yang ditandai adanya ijazah setelah selesai pendidikan. Wikipedia mengatakan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

potensi

dirinya

untuk

memiliki kekuatan

spiritual

keagamaan,

pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Pendidikan meliputi pengajaran keahlian khusus, dan juga sesuatu yang tidak dapat dilihat tetapi lebih mendalam yaitu pemberian pengetahuan, pertimbangan dan kebijaksanaan. Salah satu dasar utama pendidikan adalah untuk mengajar kebudayaan melewati generasi (Wikipedia, 2009). Notoatmojo (1993) mengatakan pendidikan adalah pendidikan formal yang pernah diperoleh ditandai dengan adanya ijazah. Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang dilalui. Menurut wikipedia (2009) tingkat pendidikan tersebut dibagi menjadi tidak sekolah, tamat SD (pendidikan dasar), tamat SLTP/sederajat (pendidikan lanjutan), tamat SLTA/sederajat (pendidikan menengah), tamat Perguruan Tinggi (diploma, sarjana, magister, doktor). Umumnya masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan yang

Universitas Sumatera Utara

lebih tinggi memiliki lingkungan yang lebih bersih dan rapi Karena berbanding lurus dengan tingkat ekonominya yang tinggi pula. 3. Status Pekerjaan Bekerja adalah penduduk atau masyarakat (10 tahun keatas) yang melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh penghasilan atau keuntungan. Dalam masyarakat, status pekerjaan seseorang dapat mempengaruhi pelaksanaan suatu program di daerahnya. Ada beberapa keluarga dalam masyarakat yang tidak bekerja atau pengangguran dan ada juga yang berstatus bekerja dengan berbagai profesi dan jenis pekerjaannya. 4. Penghasilan Penghasilan adalah besarnya pendapatan yang diperoleh dalam keluarga. Penghasilan dapat berarti juga jumlah uang yang didapat oleh seseorang dari hasil kerjanya setiap bulan (Notoatmodjo, 2003). Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara tahun 2010 adalah Rp.1.190.000,-. Penghasilan juga merupakan variabel yang berhubungan dengan status ekonomi keluarga dimana sulit bagi mereka untuk melakukan kegiatan-kegiatan dalam hal pelestarian lingkungan mereka karena pasti juga memerlukan biaya sedangkan untuk kehidupan seharihari saja mereka sulit untuk memenuhinya. 5. Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan juga dapat di difenisikan sebagai sekumpulan informasi yang dipahami, yang diperoleh dari proses belajar semasa hidup dan

Universitas Sumatera Utara

dapat dipergunakan sewaktu-waktu sebagai alat penyesuaian diri, baik terhadap diri sendiri maupun lingkungan. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih lama bertahan/langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan, sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama (Notoatmodjo, 2003) Pengetahuan adalah tingkat pengetahuan ibu rumah tangga tentang pemanfaatan program Medan Green and Clean khususnya dalam pengelolaan sampah domestik. 6.

Sikap Menurut Notoatmodjo (2003) sikap merupakan reaksi atau respon yang masih

tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Disebutkan juga bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan juga merupakan pelaksanaan motif tertentu. Menurut Sarwono (2004) sikap merupakan pendapat maupun pandangan seseorang tentang suatu objek yang mendahului tindakannya. Sikap tidak mungkin terbentuk sebelum mendapat informasi, melihat atau mengalami sendiri suatu objek. Sikap dapat diartikan sebagai suatu bentuk kecendrungan untuk bertingkah laku, dapat juga diartikan sebagai suatu bentuk respon evaluatif yaitu suatu respon yang sudah dalam pertimbangan oleh individu yang bersangkutan. Selain itu, Sikap adalah kecendrungan untuk berespon baik secara positif atau negatif terhadap orang lain, objek atau situasi. Sikap tidak sama dengan perilaku dan kadang-kadang sikap tersebut baru diketahui setelah seseorang itu berperilaku, tapi sikap juga selalu tercermin dari perilaku seseorang (Sarwono, 2004).

Universitas Sumatera Utara

Menurut Ahmadi (1990) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003) sikap dibedakan jadi: 1.

Sikap positif, yaitu : sikap yang menunjukkan atau memperlihatkan menerima atau mengakui, menyetujui terhadap norma-norma yang berlaku dimana individu itu berada.

2.

Sikap negatif, yaitu : sikap yang menunjukkan penolakan atau tidak menyetujui terhadap norma-norma yang berlaku dimana individu itu berada. Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Secara

langsung dapat dinyatakan pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek, secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pertanyaan-pertanyaan hipotesis, kemudian dinyatakan pendapat responden. 2.8 Kerangka Konsep Karakteristik Ibu Rumah Tangga

Baik

Karakteristik Ibu Rumah Tangga: -

Umur Tingkat Pendidikan Status Pekerjaan Penghasilan Pengetahuan Sikap

Pengolahan Sampah Domestik

Tidak Baik

Universitas Sumatera Utara

2.6 Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitian ini adalah : 1.

Ha

: Ada hubungan umur ibu rumah tangga dengan pengolahan sampah domestik

Ho

:

Tidak ada hubungan umur ibu rumah tangga dengan pengolahan sampah domestik

2.

Ha

: Ada hubungan tingkat pendidikan ibu rumah tangga dengan pengolahan sampah domestik

Ho

:

Tidak ada hubungan tingkat pendidikan ibu rumah tangga dengan pengolahan sampah domestik

3.

Ha

: Ada hubungan

status pekerjaan ibu rumah tangga dengan pengolahan

sampah domestik Ho

:

Tidak ada hubungan status pekerjaan ibu rumah tangga dengan pengolahan sampah domestik

4.

Ha

: Ada hubungan jumlah penghasilan ibu rumah tangga dengan pengolahan sampah domestik

Ho

:

Tidak ada hubungan jumlah penghasilan ibu rumah tangga dengan pengolahan sampah domestik

5.

Ha

: Ada hubungan pengetahuan ibu rumah tangga dengan pengolahan sampah domestik.

Ho

:

Tidak ada hubungan pengetahuan ibu rumah tangga dengan pengolahan sampah domestik

6.

Ha

: Ada hubungan sikap ibu rumah tangga dengan pengolahan sampah domestik.

Ho

:

Tidak ada hubungan sikap ibu rumah tangga dengan pengolahan

Universitas Sumatera Utara