BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KAJIAN TEORI 1. AMPUTASI AMPUTASI

Download perawatan dan fisioterapi tidak memadai sesudah operasi (Nielsen, 2007). ... disarticulation yaitu amputasi tepat pada sendi panggul, (3) A...

0 downloads 563 Views 287KB Size
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1.

Amputasi Amputasi merupakan sebuah frekuensi relatif yang dijalankan dalam sebuah prosedur kesehatan dan seringkali dilakukan sebagai alternatif untuk menangani kasus fraktur yang komplek atau infeksi pada suatu ekstremitas. Amputasi juga merupakan sebuah masalah yang komplek bagi seorang pasien dan bagi system perlindungan atau perawatan kesehatan dalam suatu negara. Sering kali cedera dapat menyebabkan atau menimbulkan pendarahan yang ekstensive, karena dimana seluruh pembuluh darah tidak mungkin dapat mengalami vasoconsentric (Nielsen, 2007). Amputasi berasal dari kata “amputate“ yang kurang lebih diartikan “pancung”. Amputasi dapat diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh sebagian atau seluruh bagian ekstremitas, atau dengan kata lain suatu tindakan pembedahan dengan membuang bagian tubuh. Tindakan ini merupakan tindakan yang dilakukan dalam kondisi pilihan terakhir manakala masalah organ yang terjadi pada ekstremitas sudah tidak mungkin dapat diperbaiki dengan menggunakan teknik lain, atau manakala kondisi organ dapat membahayakan keselamatan tubuh klien secara utuh atau merusak organ tubuh yang lain seperti dapat menimbulkan komplikasi infeksi (Bruner dan Sudarth, 2002). 9

10

Kegiatan amputasi merupakan tindakan yang melibatkan beberapa sistem tubuh seperti sistem integumen, sistem persyarafan, sistem muskuloskeletal dan sistem cardiovaskuler. Labih lanjut dapat menimbulkan masalah psikologis bagi klien atau keluarga berupa penurunan citra diri dan penurunan produktifitas. Seringkali masyarakat merasa takut dan tidak mau untuk diamputasi karena masyarakat atau klien menggangap hal tersebut sangat berbahaya dan dapat menyebabkan kematian. Padahal dalam konteks pembedahan, amputasi bertujuan untuk menyelamatkan hidup (Bruner dan Sudarth, 2002). a. Teknik amputasi. Teknik amputasi ada dua yaitu myodesis dan myoplasty, myodesis adalah mengikatkan group otot tulang dengan tulang, sedangkan myoplasty adalah menjahitkan otot dengan jaringan lunak pada sisi yang lain yaitu pada otot atau fasia sebelahnya (Bruner dan Sudarth, 2002).

Gambar 2.1 Myodesis (www.oandplibrary.com) diakses pada 14 Oktober 2014

11

Gambar 2.2 Myoplasty (www.netterimages.com) diakses pada 14 Oktober 2014 b. Sebab-sebab amputasi. Etiologi adalah ilmu pengetahuan atau teori tentang faktor-faktor yang menyebabkan penyakit dan metode masuknya penyebab penyakit (agen) ke tubuh pejamu , penyebab atau asal mula penyakit atau gangguan (Dorland, 2006). Dalam pembahasan ini akan diuraikan tentang amputasi. Faktor- faktor yang menyebabkan amputasi adalah trauma, pheriperal vascular disease, cancer, congenintal limb deficiencies (Nielsen, 2007). Trauma berasal dari bahasa Yunani “traumas” atau “traumata” yang berarti luka dari sumber luar. Trauma dapat disebabkan oleh benda tajam, benda tumpul atau peluru. Keadaan trauma dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme kelainan imunologi dan gangguan faal berbagai organ (Hidayat, 1997). Trauma adalah luka atau cidera, baik fisik / psikis (Dorland, 2006). Cedera pada trauma dapat terjadi akibat, kecelakaan sepeda motor, kecelakaan kerja, terkena tembakan peluru, ledakan, luka bakar yang cukup berat, dan tersengat listrik (Nielsen, 2007).

12

Trauma terdiri dari bermacam–macam jenis yaitu (1) trauma tumpul berupa benturan, perlambatan. Trauma tumpul kadang tidak memberikan kelainan yang jelas pada permukaan tubuh tetapi dapat mengakibatkan konstitusi atau laserasi jaringan ataupun organ di bawahnya. Cedera perlambatan sering terjadi pada kecelakaan lalu lintas karena setelah tabrakan badan masih melaju dan kemudian tertahan suatu benda sedangkan bagian tubuh yang relatif tidak terpancang bergerak terus dan menyebabkan terjadinya robekan pada organ tersebut. Cedera ledak adalah luka / kerusakan jaringan yang diakibatkan oleh granat, bom dan ledakan, (2) trauma tembus adalah trauma yang terjadi karena senjata tajam / tembakan, (3) trauma tajam merupakan luka terbuka yang terjadi akibat benda yang memiliki sisi tajam / ujung runcing. Benda yang mempunyai sisi tajam berupa luka sayat (Vulnus scissum), benda yang memiliki sisi runcing berupa luka tusuk (Vulnus Punctum) (Aston, 1996). Peripheral vascular disease (PVD) merujuk pada penyakitpenyakit dari pembuluh-pembuluh darah (arteri-arteri dan vena-vena) yang berlokasi diluar jantung dan otak. Sementara ada banyak penyebabpenyebab dari peripheral vascular disease, dokter-dokter umumnya menggunakan istilah peripheral vascular disease untuk merujuk pada peripheral artery disease (peripheral arterial disease, PAD), kondisi yang berkembang ketika arteri-arteri yang mensuplai darah ke organ-organ internal,

lengan-lengan,

dan

tungkai-tungkai

menjadi

terhalangi

13

sepenuhnya atau sebagian sebagai akibat dari atherosclerosis sehingga ada kemungkinan tungkai harus diamputasi (Nielsen, 2007). Penyebab amputasi lainya adalah kanker. Menurut WHO (2009), kanker adalah istilah umum untuk satu kelompok besar penyakit yang dapat mempengaruhi setiap bagian dari tubuh. Istilah lain yang digunakan adalah tumor ganas dan neoplasma. Salah satu fitur mendefinisikan kanker adalah pertumbuhan sel-sel baru secara abnormal yang tumbuh melampaui batas normal, dan yang kemudian dapat menyerang bagian sebelah tubuh dan menyebar ke organ lain. Proses ini disebut metastasis. Metastasis merupakan penyebab utama kematian akibat kanker (WHO, 2009). Sebab langsung kelainan kongenital sering sekali sukar diketahui, pertumbuhan embrional dan fetal dipengaruhi oleh faktor-faktor genetik, lingkungan atau kombinasi faktor genetik, lingkungan dan faktor yang tidak diketahui. Akan tetapi, amputasi yang disebabkan kongenital cukup banyak (Nielsen, 2007). c. Komplikasi amputasi Komplikasi-komplikasi yang terjadi setelah dilakukan operasi amputasi antara lain : (1) Hematoma, (2) Infeksi, (3) Nekrosis, (4) Kontraktur, (5) Neuroma Traumatik, (6) Phantom Sensation, (7) Gangrene (Nielsen, 2007). Hematoma yaitu timbunan darah lama di dalam puntung (stump), ini terus dicegah dengan penghentian darah secara baik dan teliti (waktu

14

operasi), dan sesudah operasi disarankan dipasang alat sedot darah hematom (Nielsen, 2007). Invasi dan pembiakan mikroorganisme pada jaringan tubuh dan secara klinis mungkin tampak atau timbul cedera selular lokal akibat kompetisi

metabolisme,

toksin,

replikasi,

intrasel

atau

respon

antigen/antibody. Pada kasus amputasi ini merupakan komplikasi yang berat, hal ini dapat terjadi karena masih adanya serpihan – serpihan tulang atau barang lain yang tidak steril didalam puntung (stump) yang kemudian dapat menyebabkan terjadinya infeksi (Nielsen, 2007). Nekrosis yaitu kematian sebagian kulit atau jaringan pada puntung (stump). Nekrosis yang sedikit dapat diobati secara konservatif sedangkan pada nekrosis yang berat atau luas dipertimbangkan kemungkinan perlunya tindakan reamputasi (Nielsen, 2004). Kontraktur yaitu terjadinya kekakuan sendi tidak dapat bergerak melalui seluruh ruang gerak yang bersangkutan. Ini merupakan kesalahan perawatan dan fisioterapi tidak memadai sesudah operasi (Nielsen, 2007). Neuroma Traumatik

yaitu suatu tumor atau neoplasma yang

sebagian besar terdiri dari sel dan serabut syaraf serta merupakan suatu tumor yang tumbuh dari suatu syaraf. Biasanya timbul setelah dilakukan amputasi dari suatu ekstremitas (Nielsen, 2007). Phantom Sensation yaitu perasaan dari penderita dimana masih merasa mempunyai bagian tungkai yang telah dipotong dan sakit pada

15

bagian tersebut atau sebuah citra atau kesan yangn tidak dicetuskan oleh rangsangan sesungguhnya (Nielsen, 2007). Gangrene terbagi menjadi dua tipe yaitu (1) gangrene kering, gangrene kering merupakan kematian dari suatu bagian, biasanya anggota gerak, disebabkan oleh ischemia tanpa adanya udema atau infeksi mikroskopik, (2) gangrene basah, gangrene basah disebabkan oleh bagian busuk yang membengkak, organ atau anggota gerak yang terjadi setelah sumbatan arterial atau kadang – kadang sumbatan vena yang sering kali disertai infeksi. Gangrene disebabkan oleh beberapa hal yaitu (1) vaskuler, meliputi pembuluh darah, spasme vaskuler, tekanan luar, embolisme, (2) traumatik, contohnya cedera akibat benturan / tekanan yang diikuti dengan kekurangan pasokan darah, (3) fisiko - kimia, contohnya panas, dingin, asam, alkali, sinar-X, (4) infeksi, contohnya gas gangrene, (5) penyakit syaraf (Nielsen, 2007).

d. Level amputasi Level-level amputasi pada anggota gerak bawah terdiri dari (1) Hemipelvectomy yaitu amputasi tidak hanya menghilangkan sendi pada hip,

tetapi

juga

menghilangkan

sebagian

dari

pelvic,

(2)

Hip

disarticulation yaitu amputasi tepat pada sendi panggul, (3) Above Knee yaitu amputasi pada atas lutut, (4) Knee disarticulation yaitu amputasi tepat pada sendi lutut, (5) Below Knee yaitu amputasi pada bawah lutut, (6) Ankle disarticulation yaitu amputasi tepat pada sendi pergelangan kaki, (7)

16

Symes yaitu amputasi tepat pada sendi pergelangan kaki dengan maleolus tibia dan fibula ikut hilang, (8) Chopart yaitu amputasi pada sendi talo navicular dan talo cuneiforme 1 sampai 3.

Gambar 2.3 Level amputasi pada anggota gerak bawah (Harry, 2009)

Keterangan gambar : 1. Helmipelvectomy 2. Hip disarticulation 3. Transfemoral 4. Knee disarticulation 5. Transtibial

17

6. Ankle disarticulation 7. Symes 8. Chopart

2.

Panjang Puntung Panjang puntung merupakan pembagian beda panjang dari stiap level amputasi anggota gerak bawah. Dalam hal ini, yang termasuk dalam level amputasi anggota gerak bawah adalah transtibial amputation dan transfemoral amputations. Berikut ini adalah tiga jenis panjang puntung dari masing-masing level amputasi anggota gerak bawah, yaitu : a. Level amputasi pada atas lutut adalah: 1) Short transfemoral amputations adalah amputasi pada tulang femur dimana panjang femur kurang dari 35% dari femur yang masih ada (Vitriana, 2002). 2) Medium transfemoral amputations adalah amputasi pada tulang femur dimana sekitar lebih dari 35% hingga 60% sisa femur yang ada. Idealnya pada transfemoral amputations adalah 4 inc atau 10cm di atasa dari ujung distal femur untuk tempat bagi joint saat pembuatan transfemoral prostesis (Vitriana, 2002). 3) Long transfemoral amputations adalah amputasi pada tulang femur dimana lebih dari 60% femur masih ada dan juga tidak dapat digunakan untuk end bearing (Vitriana, 2002).

18

b. Level amputasi pada bawah lutut adalah : 1) Short transtibial amputation adalah amputasi pada tulang tibia dimana panjang tibia yang ada kurang dari 20%. Biasanya terjadi akibat trauma dan memiliki kestabilan yang kurang serta susah melakukan ekstensi pada lutut (Vitriana, 2002). 2) Medium transtibial amputation adalah amputasi pada tulang tibia dimana 20% hingga 50% tibia masih ada. Merupakan amputasi yang ideal setidaknya 8cm panjang tibia tersisa untuk mendapatkan hasil fitting prostesis yang optimal (Vitriana, 2002). 3) Long transtibial amputation adalah amputasi pada tulang tibia dimana lebih dari 50% tulang tibia masih ada (Vitriana, 2002).

3.

Indeks Massa Tubuh (IMT) Indeks massa tubuh (IMT) adalah rasio standar berat terhadap tinggi, dan sering digunakan sebagai indikator kesehatan umum. IMT dihitung dengan membagi berat badan (dalam kilogram) dengan kuadrat tinggi badan (dalam meter). Angka IMT antara 18,5 dan 24,9 dianggap normal untuk kebanyakan orang dewasa. IMT yang lebih tinggi mungkin mengindikasikan kelebihan berat badan atau obesitas (Hill, 2005). IMT dihitung sebagai berat badan dalam kilogram (Kg) dibagi tinggi badan dalam meter dikuadratkan (m²) dan tidak terikat pada jenis kelamin. IMT secara signifikan berhubungan dengan kadar lemak tubuh total sehingga dapat dengan mudah mewakili kadar lemak tubuh. Saat ini, IMT secara

19

internasional diterima sebagai alat untuk mengidentifikasi kelebihan berat badan dan obesitas (Hill, 2005) Penggunaan IMT hanya berlaku untuk orang dewasa yang berusia 18 tahun keatas. IMT tidak diterapkan kepada bayi, anak, remaja, ibu hamil, dan olahragawan. Disamping itu pula IMT tidak dapat diterapkan dalam keadaan khusus (penyakit) lainya seperti edema, asites, dan hepatomegali (Supariasa, 2001). Salah satu keterbatasan IMT adalah tidak bisa membedakan berat yang berasal dari lemak dan berat dari otot atau tulang. IMT juga tidak dapat mengidentifikasi distribusi dari lemak tubuh. Sehingga beberapa penelitian menyatakan bahwa hubungan panjang puntung (stump) dan Indeks Massa Tubuh (IMT) terhadap tingkat keseimbangan berjalan pada pasien pasca amputasi anggota gerak bawah mungkin tidak menggambarkan risiko yang sama untuk konsekuensi kesehatan pada semua ras atau kelompok etnis. Indeks massa tubuh merupakan alat atau cara yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa, khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. Obesitas merupakan peningkatan berat badan dengan IMT = 25 kg/m² akibat akumulasi lemak yang berlebihan (Hill, 2005). Alat ukur indeks massa tubuh adalah timbangan berat badan orang dewasa dan meteran dinding. Cara kerja menentukan IMT adalah dengan sampel diukur terlebih dahulu berat badannya dengan timbangan kemudian diukur tinggi badannya dan dimasukkan ke dalam rumus di bawah ini:

20

Tabel 2.1 Klasifikasi IMT berdasarkan WHO (2009) IMT (kg/m²)

Klasifikasi

<16

Kurang Energi Protein III

16-16,9

Kurang Energi Protein II

17,0-18,5

Kurang Energi Protein I

18,5-24,9

Normal

25,0-29,9

Kelebihan Berat Badan (Overweight)

30,0-34,9

Obesitas I

35,0-39,9

Obesitas II

>40,0

Obesitas III

21

Tabel 2.2 Kalsifikasi IMT berdasarkan Depkes RI (2003) IMT (Kg/m²)

Kategori

<17,0

Kekurangan berat badan tingkat berat

Kurus

17,0-18,4

Kekurangan berat badan tingkat ringan

Kurus

18,5-25,0

Normal

Normal

25,1-27,0

Kelebihan berat badan tingkat ringan

Gemuk

>27,0

Kelebihan berat badan tingkat berat

Gemuk

4.

Keseimbangan a. Definisi Keseimbangan Keseimbangan

adalah

kemampuan

untuk

mempertahankan

equilibrium baik statis maupun dinamis tubuh ketika di tempatkan pada berbagai posisi (Delitto, 2003). Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan pusat gravitasi atas dasar dukungan, biasanya ketika dalam posisi tegak. Keseimbangan terbagi menjadi 2 yaitu statis dan dinamis (Abrahamova dan Hlavacka, 2008). Keseimbangan statis adalah kemampuan untuk mempertahankan posisi tubuh dimana Center of Gravity (COG) tidak berubah. Contoh keseimbangan statis saat berdiri dengan satu kaki, menggunakan papan keseimbangan.

Keseimbangan

dinamis

adalah

kemampuan

untuk

mempertahankan posisi tubuh dimana COG selalu berubah, misalnya saat berjalan (Abrahamova dan Hlavacka, 2008).

22

Keseimbangan merupakan integrasi yang kompleks dari sistem somatosensorik

(visual, vestibular, proprioceptive) dan motorik

(musculoskeletal, otot, sendi jaringan lunak) yang keseluruhan kerjanya diatur oleh otak terhadap respon atau pengaruh internal dan eksternal tubuh. Bagian otak yang mengatur meliputi, basal ganglia, Cerebellum, area assosiasi (Batson, 2009). Equilibrium adalah sebuah bagian penting dari pergerakan tubuh dalam menjaga tubuh tetap stabil sehingga seseorang tidak jatuh walaupun tubuh berubah posisi. Equlibrium statis yaitu kemampuan tubuh untuk menjaga keseimbangan pada posisi diam seperti pada waktu berdiri dengan satu kaki. Equilibrium dinamik adalah kemampuan tubuh untuk mempertahankan posisi pada waktu bergerak. Keseimbangan bukanlah kualitas yang terisolasi, namun mendasari kapasitas kita untuk melakukan berbagai kegiatan yang merupakan kehidupan kegiatan normal sehari-hari (Huxham et al., 2001). b. Fisiologi Keseimbangan Banyak komponen fisiologis dari tubuh manusia memungkinkan kita untuk melakukan reaksi keseimbangan. Bagian paling penting adalah proprioception

yang

menjaga

keseimbangan.

Kemampuan

untuk

merasakan posisi bagian sendi atau tubuh dalam gerak (Brown et al., 2006). Beberapa jenis reseptor sensorik di seluruh kulit, otot, kapsul sendi, dan ligamen memberikan tubuh kemampuan untuk mengenali perubahan

23

lingkungan baik internal maupun eksternal pada setiap sendi dan akhirnya berpengaruh pada peningkatan keseimbangan. Konsep ini penting dalam pengaturan ortopedi klinis karena fakta bahwa meningkatkan kemampuan keseimbangan pada atlet membantu mereka untuk mencapai kinerja atletik yang unggul (Riemann et al., 2002). Proprioception dihasilkan melalui respon secara simultan, visual, vestibular, dan sistem sensorimotor, yang masing-masing memainkan peran penting dalam menjaga stabilitas postural. Paling diperhatikan dalam meningkatkan proprioception adalah fungsi dari sistem sensorimotor. Meliputi integrasi sensorik, motorik, dan komponen pengolahan yang terlibat dalam mempertahankan homeostasis bersama selama tubuh bergerak, sistem sensorimotor mencakup informasi yang diterima melalui reseptor saraf yang terletak di ligamen, kapsul sendi, tulang rawan, dan geometri

tulang

yang

terlibat

dalam

struktur

setiap

sendi.

Mechanoreceptors sensorik khusus bertanggung jawab secara kuantitatif terhadap peristiwa hantaran mekanis yang terjadi dalam jaringan menjadi impuls saraf (Riemann et al., 2002). Mereka yang bertanggung jawab untuk proprioception yang pada umumnya terletak di sendi, tendon, ligamen, dan kapsul sendi sementara tekanan reseptor sensitif terletak di fasia dan kulit (Riemann et al., 2002). Keseimbangan tubuh dipengaruhi oleh sistem indera yang terdapat di tubuh manusia, bekerja secara bersamaan jika salah satu sistem mengalami gangguan maka akan terjadi gangguan keseimbangan pada tubuh

24

(imbalance), sistem indera yang mengatur/mengontrol keseimbangan adalah visual, vestibular, dan somatosensoris (tactile dan proprioceptive).

Gambar 2.4 Proses Fisiologi Terjadinya Keseimbangan

c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keseimbangan Keseimbangan dipengaruhi oleh banyak faktor dibawah ini adalah faktor yang mempengaruhi keseimbangan pada tubuh manusia yaitu : 1) Pusat gravitasi (Center of Gravity-COG) Center of gravity merupakan titik gravitasi yang terdapat pada semua benda baik benda hidup maupun mati, titik pusat gravitasi terdapat pada titik tengah benda tersebut, fungsi dari Center of gravity adalah untuk mendistribusikan massa benda secara merata, pada manusia beban tubuh selalu ditopang oleh titik ini, maka tubuh dalam

25

keadaan seimbang. Tetapi jika terjadi perubahan postur tubuh maka titik pusat gravitasi pun berubah, maka akan menyebabkan gangguan keseimbangan (Unstable). Titik pusat gravitasi selalu berpindah secara otomatis sesuai dengan arah atau perubahan berat, jika center of gravity terletak di dalam dan tepat ditengah maka tubuh akan seimbang, jika berada diluar tubuh maka akan terjadi keadaan unstable. Pada manusia pusat gravitasi saat berdiri tegak terdapat pada 1 inchi di depan vertebrae Sacrum 2 (Bishop, et al., 2009). Pada pengguna transfemoral prosthesis COG sangat berperan penting dalam keseimbangan statis maupun dinamis. Oleh karena itu COG merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keefektifan pengguna transfemoral prosthesis. 2) Garis gravitasi (Line of Gravity-LOG) Garis gravitasi (Line Of Gravity) adalah garis imajiner yang berada vertikal melalui pusat gravitasi. Derajat stabilitas tubuh ditentukan oleh hubungan antara garis gravitasi, pusat gravitasi dengan base of support (bidang tumpu) (Bishop, et al., 2009).

26

Gambar 2.5 Line Of Gravity (http://sielearning.tafensw.edu.au) diakses pada 24 Desember 2014 3) Bidang tumpu (Base of Support-BOS) Base of Support (BOS) merupakan bagian dari tubuh yang berhubungan dengan permukaan tumpuan. Ketika garis gravitasi tepat berada di bidang tumpu, tubuh dalam keadaan seimbang. Stabilitas yang baik terbentuk dari luasnya area bidang tumpu. Semakin besar bidang tumpu, semakin tinggi stabilitas. Misalnya berdiri dengan kedua kaki akan lebih stabil dibanding berdiri dengan satu kaki. Semakin dekat bidang tumpu dengan pusat gravitasi, maka stabilitas tubuh makin tinggi (Yi, et al., 2009). 4) Kekuatan otot (Muscle Strength) Kekuatan otot adalah kemampuan otot atau grup otot menghasilkan tegangan dan tenaga selama usaha maksimal baik secara dinamis maupun secaca statis. Kekuatan otot dihasilkan oleh kontraksi

27

otot yang maksimal. Otot yang kuat merupakan otot yang dapat berkontraksi dan rileksasi dengan baik, jika otot kuat maka keseimbangan dan aktivitas sehari-hari dapat berjalan dengan baik seperti berjalan, lari, bekerja ke kantor, dan lain sebagainya (Bishop, et al., 2009). 5) Gangguan keseimbangan Sebuah gangguan yang menyebabkan seseorang merasa pusing, goyang, dan seperti berpindah tempat, dan seakan akan dunia serasa berputar. Sebuah organ telinga bagian dalam yaitu labyrinth merupakan organ yang berperan dalam mengatur keseimbangan dan ini merupakan sistem yang bekerja didalam tubuh yaitu (sistem vestibular) kita. Sistem vestibular berinteraksi dengan sistem tubuh seperti visual, dan skeletal sistem, untuk menjaga keseimbangan posisi tubuh yang mana sistem ini berhubungan dengan otak dan sistem saraf, dapat menjadi masalah keseimbangan (Boese, 2011). 5.

Kepercayaan Diri Kepercayaan diri merupakan suatu keyakinan seseorang untuk mampu berperilaku sesuai dengan yang diharapkan dan diinginkan. Apabila seseorang tidak memiliki rasa percaya pada dirinya sendiri maka akan timbul masalah karena kepercayaan diri merupakan aspek kepribadian dari seseorang yang berfungsi mengaktualisasikan potensi yang dimilikinya (Rupang, et.al., 2013).

28

Salah satu aspek yang perlu diperhatikan adalah percaya diri (self confidence), yang merupakan salah satu modal dalam kehidupan yang harus ditumbuhkan pada diri agar kelak mereka dapat menjadi manusia yang mampu mengontrol berbagai aspek yang ada pada dirinya, dengan kemampuan tersebut akan lebih jernih dalam mengatur tujuan dan sasaran pribadi yang jelas, maka akan lebih mampu dalam mengarahkan perilaku menuju keberhasilan. Kpercayaan diri merupakan suatu keadaan dalam diri seseorang yang berisi kekuatan, kemampuan dan keterampilan yang dimiliki seseorang, dengan kurangnya percaya diri, maka rasa rendah diri akan menguasai seseorang dalam kehidupannya, dan ia akan tumbuh menjadi pribadi yang pesimis (Rohayati, 2011). Menurut Fatimah (2006) untuk dapat menumbuhkan rasa percaya diri yang proporsional, individu tersebut harus memulai dari diri sendiri. Adapun cara yang digunakan adalah: a. Evaluasi Diri Secara Objektif Individu harus belajar untuk menerima diri secara objektif dan jujur. Membuat daftar potensi yang ada dalam diri baik yang telah diraih ataupun belum. Kenali apa yang menjadi penyebab terhalangnya kemunculan potensi yang ada dalam diri. b. Memberi penghargaan yang jujur terhadap diri Menyadari dan menghargai sekecil apapun keberhasilan dan potensi yang dimiliki.

29

c. Positif Thinking Mencoba untuk melawan setiap asumsi, prasangka atau persepsi negatif yang muncul dalam benak, dan tidak membiarkan pikiran negatif berlarutlarut. d. Gunakan Self Affirmation Menggunakan self affirmation memerangi negatif thinking, contohnya: “Saya pasti bisa!” e. Berani Mengambil Resiko Setelah memahami secara objektif, maka akan dapat memprediksi resiko setiap tantangan yang dihadapi, sehingga tidak perlu menghindari melainkan lebih menggunakan strategistrategi untuk menghindari, mencegah, atau mengatasi resiko. f. Belajar Mensyukuri dan Menikmati Rahmat Tuhan Individu tersebut harus dapat melihat dirinya secara positif. g. Melakukan Tujuan yang Relistik Mengevaluasi segala tujuan yang telah ditetapkan, apakah tujuan tersebut realistik atau tidak. Tujuan yang realistik akan memudahkan dalam pencapaian tujuan. Rasa percaya diri merupakan pengalaman masa kanak-kanak hingga dewasa, terutama sebagai akibat dari hubungan dengan orang lain.. Para ahli berkeyakinan bahwa kepercayaan diri diperoleh melalui proses yang

30

berlangsung sejak usia dini. Adapun faktor yang mempengaruhi kepercayaan diri, yang antara lain disebutkan oleh Santrock (2007) : a. Faktor Internal 1) Konsep diri Terbentuknya kepercayaan diri pada diri seseorang diawali dengan perkembangan konsep diri. Konsep diri merupakan evaluasi terhadap sesuatu yang sangat spesifik dari diri seseorang. Pada dasarnya apabila seseorang sudah memiliki konsep diri yang baik, maka orang tersebut juga akan memiliki kepercayaan diri yang tinggi.

2) Kondisi fisik Kondisi fisik merupakan keadaan yang tampak secara langsung dan melekat pada diri individu. Kepercayaan diri seseorang berawal dari pengenalan diri secara fisik, bagaimana ia menilai, menerima atau menolak gambaran dirinya. Individu yang merasa puas dengan kondisi fisiknya cenderung memiliki kepercayaan diri yang tinggi, sehingga dapat dikatakan bahwa kondisi fisik berkorelasi sangat kuat dengan kepercayaan diri. 3) Pengalaman Pengalamn merupakan suatu hal yang pernah dialami oleh seorang individu dan dapat berpengaruh pada kehidupan selanjutnya. Contoh dari pengalaman itu sendiri yaitu pengalaman masa kecil, kejadian-kejadian masa kecil serta dukungan dari lingkungan rumah

31

juga dapat mempengaruhi perkembangan kepercayaan diri. Dalam menghadapi masalah-masalah yang terjadi pada masa lampau, seorang remaja akan terus mencoba mengevaluasi diri mereka sehingga terjadi persetujuan dalam diri mereka dan bisa meningkatkan rasa percaya diri. 4) Pendidikan Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh terhadap tingkat kepercayaan diri seseorang. Tingkat pendidikan yang rendah akan menjadikan orang tersebut tergantung dan berada dalam kuasa orang lain yang lebih pintar darinya. Sebaliknya, orang yang mempunyai pendidikan tinggi akan memiliki tingkat kepercayaan diri yang lebih karena mereka tau tugas-tugas apa yang penting untuk mencapai tujuannya. Konsep ini hampir sama dengan apa yang disebutkan Bandura mengenai kualitas diri yang merupakan keyakinan individu untuk dapat menguasai situasi tertentu dan menghasilkan sesuatu yang positif. b. Faktor Eksternal 1) Orang tua Penilaian dan harapan yang orang tua berikan akan menjadi penilaian individu dalam memandang dirinya. Jika individu tidak mampu memenuhi sebagian besar harapan dan jika keberhasilannya tidak diakui oleh orang lain maka akan memunculkan rasa tidak mampu dan rendah diri. Keharmonisan serta partisipasi anak dalam

32

aktivitas keluarga juga mempengaruhi tingkat kepercayaan diri seseorang. 2) Sekolah Sekolah merupakan tempat panutan anak selain dalam keluarga. Siswa yang banyak dihukum dan ditegur cenderung lebih sulit mengembangkan kepercayaan diri dibandingkan siswa yang banyak dipuji dan mendapatkan penghargaan karena prestasinya. Selain itu dukungan

teman

sekelas

juga

mempengaruhi

kuat

terhadap

perkembangan percaya diri remaja. 3) Teman sebaya Pengakuan dengan teman-teman akan menentukan pembentukan gambaran diri seseorang. Apabila individu merasa diterima, disenangi dan dihormati oleh temannya, maka akan cenderung merasa percaya diri dan merasa terpacu untuk mengembangkan potensi-potensi yang dimilikinya. Penerimaan dari lingkungan sosial tentu saja akan mebangkitkan suatu konsep diri yang kuat untuk menhadapi lingkungan sosialnya. Disisi lain, penolakan dari lingkungan sosial akan memberikan suatu konsep diri yang negatif dalam diri individu sehingga muncul perasaan cemas dan tidak percaya diri untuk melangkah. Kurangnya percaya diri pada orang lain merupakan salah satu aspek kepribadian yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Orang yang percaya diri yakin atas kemampuan mereka sendiri serta memiliki pengharapan yang

33

realistis, bahkan ketika harapan mereka tidak terwujud, mereka tetap berpikiran positif dan dapat menerimanya. Percaya diri adalah kondisi mental atau psikologis diri seseorang yang memberi keyakinan kuat pada dirinya untuk berbuat atau melakukan sesuatu tindakan. Seseorang yang cacat atau amputasi kaki pada saat ini dapat menggunakan fasilitas prothese kaki. Prothese kaki dipakai untuk menggantikan fungsi bagian kaki yang tidak ada, yaitu untuk membantu penggunanya beraktivitas sehari-hari dan untuk menumbuhkan kepercayaan diri pengguna (Damayanti et al., 2003).

B. Penelitian yang Relevan Berdasarkan penelitian Greve et al. (2007) dengan judul Correlation Between Body Mass Index And Postural Balance. Hasil yang didapat bahwa ada kolerasi indeks massa tubuh terhadap terhadap keseimbangan postural. Didapatkan hasil sebagai berikut ketidakseimbangan (R = Sisi 0,723 dominan dan R = 0,705 sisi non-dominan). Indeks Stabilitas anteroposterior - diukur sebagai ketidakstabilan - menunjukkan korelasi pada dominan (R = 0,708) dan sisi non dominan (R = 0,656). Ketidakstabilan lateral menunjukkan korelasi pada dominan samping (R = 0,721) dan sisi non-dominan (R = 0,728). Perbandingan indeks keseimbangan untuk sisi dominan dan non-dominan. Penelitian yang dilakukan Porto (2012) yang berjudul Biomechanical Effects of Obesity on Balance. Mendapatkan hasil bahwa pada subyek yang termasuk obesitas memiliki tingkat keseimbangan yang kurang dibanding dengan subyek IMT ideal.

34

Penelitian yang dilakukan Clark (1981) dengan penelitian yang berjudul Balance in Lower Limb Child Amputees. Mendapatkan hasil bahwa semakin tinggi level amputasi maka tingkat kestabilan pengguna semakin buruk. Rachmat (2013) melakukan penelitian dengan judul Pengaruh penggunaan prosthesis anggota gerak bawah (kaki palsu) dan status sosial terhadap peningkatan kepercayaan diri pada pasien post amputasi anggota gerak bawah di Klinik Kuspito Prosthetic Orthotic. Desain penelitian menggunakan Obsevasional Analitik dengan menggunakan pendekatan crosssectional. Populasi penelitian seluruh pasien post amputasi yang datang ke Klinik Kuspito Prosthetic Orthotic Jaten Karanganyar Solo Jawa Tengah. Sampel sebanyak 31 orang dengan teknik purposive sampling. Teknik analisis menggunakan regresi linear berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh penggunaan prosthesis anggota gerak bawah (kaki palsu) terhadap kepercayaan diri pada pasien post amputasi anggota gerak bawah. ada pengaruh status sosial terhadap kepercayaan diri pada pasien post amputasi Anggota Gerak Bawah. Penelitian

yang

akan

dilakukan

merupakan

penelitian

yang

menggabungkan antara variabel panjang puntung dengan IMT secara bersamaan langung dihubungkan dengan keseimbangan berjalan pada pasien. Penelitian ini akan berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Clark (1981) dengan penelitian yang berjudul Balance in Lower Limb Child Amputees karena pada penelitian ini peneliti mengukur panjang puntung dari masing-masing level amputasinya. Apabila dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan Porto (2012) yang berjudul Biomechanical Effects of Obesity on Balance, maka

35

penelitian ini akan berbeda dalam hal berat badan pasien yang diukur dalam keadaan pasca amputasi anggota gerak bawah.

C. Kerangka Berpikir Panjang Puntung

Indeks Massa Tubuh

Motor Impulses To make postural adjustmenst

Vestibulo-Ocular Reflex

Motor Impulses To control eye movements

Keseimbangan

Kepercayaan Diri

Gambar 2.6 Kerangka Berpikir D. Hipotesis Hipotesis dari penelitian ini adalah : 1. Ada hubungan panjang puntung dengan tingkat keseimbangan berjalan pada pasien pasca amputasi anggota gerak bawah. 2. Ada hubungan Indeks Massa Tubuh dengan tingkat keseimbangan berjalan pada pasien pasca amputasi anggota gerak bawah. 3. Ada hubungan panjang puntung dengan kepercayaan diri pasien pasca amputasi anggota gerak bawah.

36

4. Ada hubungan Indeks Massa Tubuh dengan kepercayaan diri pasien pasca amputasi anggota gerak bawah. 5. Ada hubungan panjang puntung dan Indeks Massa Tubuh dengan tingkat keseimbangan berjalan pada pasien pasca amputasi anggota gerak bawah. 6. Ada hubungan panjang puntung dan Indeks Massa Tubuh dengan kepercayaan diri pasien pasca amputasi anggota gerak bawah.