KAJIAN HUKUM MENGENAI PERAN KEPOLISIAN DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG (Studi di Kepolisian Daerah Sumatera Utara (POLDASU) )
JURNAL Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
OLEH: JEREMIA SIPAHUTAR NIM: 120200313
DEPARTEMEN HUKUM PIDANA
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016
i
KAJIAN HUKUM MENGENAI PERAN KEPOLISIAN DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG (Studi di Kepolisian Daerah Sumatera Utara (POLDASU) )
JURNAL Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum OLEH: JEREMIA SIPAHUTAR NIM: 120200313 DEPARTEMEN HUKUM PIDANA DISETUJUI OLEH: PENANGGUNG JAWAB
(Dr. M. Hamdan, SH., MH) NIP. 195703261986011001 EDITOR
(Prof. Dr. Ediwarman, S.H., M.Hum) NIP. 195405251981031003 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016
ii
ABSTRAK Jeremia Sipahutar* Ediwarman** Mahmud Mulyadi*** Kegiatan pencucian uang sangat merugikan masyarakat dan Negara karena dapat mempengaruhi atau merusak stabilitas perekonomian nasional serta keuangan Negara dan juga membahayakan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk mengetahui dasar hukum yang berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang, peran Kepolisian di wilayah hukum kota medan terhadap tindak pidana pencucian uang dan faktor-faktor penghambat Kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana pencucian uang. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif deskriptif dan menggunakan metode pengumpulan data dengan cara studi kepustakaan (Library Research), yang berasal dari buku-buku, makalah-makalah,situs internet maupun peraturan perundangundangan yang terkait dengan judul skripsi ini. Peneliti juga melakukan Studi lapangan (Field Research) dengan melakukan Wawancara Terarah (Direct Interview) dan observasi yang dilakukan di Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Poldasu). Peran kepolisian dalam pelaksanaan tugasnya sebagai penegakan hukum terdapat hambatan-hambatan yaitu baik dari faktor internal maupun faktor eksternal. Peranan kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana pencucian uang meliputi upaya pre-entif, upaya prefentif dan upaya represif. Peraturan yang terkait tindak pidana pencucian uang ini berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang di Indonesia. Upaya Penal (represif) dan upaya non-penal (preventif) yang dapat dilakukan Kepolisian untuk menanggulangi tindak pidana pencucian uang dalam rangka menjalankan tugasnya sebagai aparat Negara yang memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat didasarkan pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
* ** ***
Penulis : Mahasiswa Departemen Pidana Fakultas Hukum USU Dosen Pembimbing I : Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum USU Dosen Pembimbing II :Staf Pengajar Fakultas Hukum USU
i
ABSTRACT Jeremia Sipahutar* Ediwarman** Mahmud Mulyadi*** Money laundering activities are very detrimental to society and the State because it can affect or damage the national economy and the financial stability of the State and also harm the joints of the society, nation and nation based on Pancasila and The 1945 Constitution of the Republic of Indonesia. This thesis aims to determine the basis of the law relating to money laundering. the role of the Police in the jurisdiction of Medan city against money laundering and the factors inhibiting the Police in combating money laundering. This study uses descriptive qualitative approach and methods of data collection by Library Research, which is derived from books, papers, internet sites and legislation related to the title of this essay. Researchers also conducted Field Research to conduct interviews Discussion (Direct Interview) and the observations at the North Sumatra Regional Police (Poldasu). The role of the police in the execution of their duties as law enforcement are barriers that both internal factors and external factors. The role of the police to combating the money laundering include pre-entif , preventive and repressive efforts. Regulations related to money laundering is based on Act No. 8 of 2010 on the prevention and combating of money laundering in Indonesia. The policy Penal (repressive) and non-penal policy (preventive) to do the Police to combat money laundering in order to carry out their duties as agents of the State who maintain security and public order, enforcing the law and protecting, nurturing and serving society is based on Act No. 2 of 2002 on the Indonesian National Police.
* ** ***
Author : Students of the Department of Criminal Law Faculty of USU Counselor I : Professor of Criminal Law Faculty of Law of USU Counselor II : Lecturer at the Law Faculty of USU
ii
I.
PENDAHULUAN
Kejahatan pencucian uang belakangan ini semakin mendapat perhatian khusus dari berbagai kalangan. Upaya penanganannya dilakukan secara nasional, regional, dan global melalui kerja sama antar negara. Gerakan ini disebabkan maraknya pencucian uang, padahal belum banyak Negara yang menyusun sistem hukum untuk memerangi atau menetapkannya sebagai kejahatan.1 Pada tanggal 2 Juni 2001, FATF (Financial Action Task Force on Money Laundering) memasukkan Indonesia dalam daftar hitam Non Cooperative Countries (NCCTs) atau kawasan yang tidak kooperatis dalam menangani tindak pidana pencucian uang, disamping 19 negara lainnya, yaitu Mesir, Rusia, Hongaria, Israel, Lebanon, Filipina, Myanmar, Nauru, Nigeria, Niue, Cook Island, Republik Dominika, Guatemala, St. Kitts, dan Nevis, St. Vincent dan Grenadines serta Ukraina.2 Sebagai bentuk langkah nyata dari komitmen pemerintah dan rakyat Indonesia untuk keluar dari daftar hitam FATF, Indonesia membentuk UndangUndang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dan membentuk Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) yang merupakan Unit Intelijen Financial (Financial Intelligent Unit) yang bertugas untuk mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang. Berdasarkan Sidang FATF di Paris pada tanggal 11 Februari 2005 Indonesia telah berhasil dikeluarkan dari daftar negara dan teritori tidak kooperatif dalam pemberantasan tindak pidana pencucian uang (Noncooperative Countries and Territories). Keputusan tersebut diambil berdasarkan laporan pemeriksaan langsung dari tim teknis FATF ke pihak kejaksaan, BI, Kepolisian, kehakiman dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pada 28 Januari 2005.3 Kegiatan pencucian uang sangat merugikan masyarakat dan Negara karena dapat mempengaruhi atau merusak stabilitas perekonomian nasional serta keuangan Negara. Dalam konteks Indonesia, tindak pidana ini tidak hanya mengancam stabilitas dan integritas sistem perekonomian dan sistem keuangan, tetapi juga membahayakan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 19454, sehingga Pemerintah Indonesia tetap serius untuk memberantas tindak pidana pencucian uang dengan membenahi peraturan hukum yang mana Undang-Undang No.15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang yang diubah dengan UndangUndang No.25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, kemudian UndangUndang ini telah dicabut dan diganti Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang yang diharapkan akan dapat menanggulangi kejahatan di bidang pencucian uang. Walaupun 1
Phillips Darwin, Money Laundering Cara Memahami Dengan Tepat dan Benar Soal Pencucian Uang, Yogyakarta: Sinar Ilmu, 2012, Halaman 9. 2 NHT Siahaan, Tindak Pidana Pencucian Uang dan Kejahatan Perbankan, Jakarta: CV. Muliasari, 2002, Halaman 2. 3 http://news.detik.com/berita/288948/indonesia-keluar-dari-daftar-nccts diakses pada 16 Desember 2015. 4 Phillips Darwin, Op.Cit, Halaman 11.
1
peraturan perundang-undangan mengenai tindak pidana pencucian uang terus dibenahi namun praktik pencucian uang di Indonesia masih kurang efektif untuk ditanggulangi oleh perangkat hukum. Semangat dan tujuan dari Undang-Undang Undang-Undang No.15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang yang diubah dengan Undang-Undang No.25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, kemudian Undang-Undang ini telah dicabut dan diganti Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang yang diharapkan akan dapat menanggulangi kejahatan di bidang pencucian uang dalam pengimplementasiannya begitu memerlukan peranan aparat penegak hukum, salah satu diantarnya yaitu Kepolisian. Kepolisian adalah salah satu Aparat Penegak Hukum yang bertanggung jawab untuk menanggulangi tindak pidana pencucian uang. Kepolisian dalam menangani beberapa kasus melakukan penyelidikan tanpa harus di menunggu laporan hasil invesitigasi dari PPATK. Tindakan awal penyelidikan yang dilakukan oleh Kepolisian akan berlanjut dengan serangkaian kegiatan berikutnya yaitu dengan adanya proses penyidikan, sistem pembuktian oleh kejaksaan hingga putusan oleh hakim dan berakhir di Lembaga Pemasyarakatan. Jadi Peranan dari Kepolisian adalah pondasi awal dalam menanggulangi tindak pidana pencucian uang disamping laporan PPATK tentang adanya transaksi-transaksi yang mencurigakan untuk ditindak lanjuti melalui proses penyidikan. Tabel 1. Data tentang Tindak Pidana Pencucian Uang yang ditangani oleh Subdit II Ditreskrimsus Poldasu Tahun 2013- 2015 NO Penanganan 2013 2014 2015 Perkara 1 Proses 2 Dilimpahkan 3 SP3 4 P21 Sumber: Ditreskrimsus Poldasu
-
-
4 4 4
Medan, 3 Februari 2016 Subdit II Ditreskrimsus Poldasu Dari data di atas dapat dilihat jumlah kasus yang ditangani oleh Ditreskrimsus Poldasu bahwa pada tahun 2013 dan 2014 tidak ada kasus mengenai tindak pidana pencucian uang , dan pada tahun 2015 sebanyak 4 kasus yang diproses, 4 kasus yang dilimpahkan, tidak ada kasus yang di SP3, dan 4 kasus tersebut berhasil diselesaikan. Menurut Wakil Kepala Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan PPATK Agus Santoso mengemukakan seusai acara sosialisasi pemberantasan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme di Kantor Pusat Bank Sumut Jl.Imam Bonjol Medan bahwa “Provinsi Sumatera Utara (Provsu) merupakan satu dari 5 Provinsi yang masuk dalam
2
kategori "merah" potensi transaksi mencurigakan”.5 Hal ini menjelaskan bahwa begitu banyak pelaku yang patut diduga pelaku tindak pidana pencucian uang yang terjadi di Sumatera Utara, namun apabila dilihat dari data tabel 1 diatas dapat diketahui bahwa masih sedikit kasus yang dijerat dengan undang-undang pencucian uang padahal padahal begitu banyaknya kasus dari tindak pidana asal yang dapat digunakan untuk menjerat pelaku tindak pidana pencucian uang. Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : (1)Bagaimanakah faktor-faktor penghambat Kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana pencucian uang? (2)Bagaimanakah peran Kepolisian dalam upaya penanggulangan tindak pidana pencucian uang? Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan dan dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut untuk melahirkan konsep ilmiah yang di harapkan dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan hukum khususnya hukum pidana yang berkenaan dengan Tindak Pidana Pencucian Uang dan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi aparatur penegak hukum khususnya Kepolisian yang berkenaan dengan masalah tindak pidana pencucian uang baik yang sedang dilaksanakan ataupun di masa yang akan datang. Dalam peelitian ini dipergunakan Prosedur dan Pengambilan Data sebagai berikut: (1)Penelitian Kepustakaan (Library Research) Studi Kepustakaan ini untuk mencari konsep-konsep, teori-teori, pendapat-pendapat atau penemuan-penemuan yang berhubungan dengan pokok permasalahan.6 Jadi, Penulis melakukan penelitian kepustakaan,yang berasal dari peraturan perundang-undangan, buku-buku, makalah-makalah, dan situs internet yang terkait dengan Penelitian ini. (2) Studi Lapangan (Field Research) Studi lapangan adalah cara memperoleh data yang bersifat primer. Dalam hal ini akan diusahakan untuk memperoleh data-data dengan mengadakan tanya jawab (wawancara) dengan berbagai aparat penegak hukum yang terlibat dalam proses peradilan pidana.7 Wawancara yaitu cara untuk memperoleh informasi dengan bertanya langsung pada yang diwawancarai, wawancara merupakan suatu proses interaksi dan komunikasi. Wawancara yang digunakan yaitu Wawancara Terarah (Direct Interview). Dalam hal ini penulis langsung mengadakan penelitian dengan teknik wawancara Terarah (Direct Interview) ke Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Poldasu). Walaupun menggunakan wawancara Terarah (Direct Interview) dengan menggunakan pedoman wawancara namun pedoman tersebut bersifat fleksibel agar berguna dalam menjaga alur dari wawancara yang akan Peneliti lakukan. 1.1 Tinjauan Kepustakaan 1.1.1 Pengertian Tindak Pidana Pencucian Uang 5
http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/2015/04/10/157108/sumut-zona-merahtransaksi-mencurigakan/#.VsQlAb1cE6Y diakses pada 5 Februari 2016. 6 Ibid, hal, 126. 7 Ibid.
3
Menurut Black’s law dictionary, Money Laundering adalah: “ Term used to describe investment or other transfer of money flowing from racketeering, drug transaction, and other illegal sources into legitimate channels so that it’s sources can not be traced. Money Laundering is a federal crime (18 USCA 1956)”8 Istilah ini menggambarkan bahwa pencucian uang (money laundering) adalah penyetoran/penanaman uang atau bentuk lain dari pemindahan/pengalihan uang yang berasal dari pemerasan, transaksi narkotika, dan sumber-sumber lain yang ilegal melalui saluran legal, sehingga sumber asal tersebut tidak dapat diketahui/dilacak.9 Menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tidak menyebutkan pengertian tindak pidana pencucian uang namun hanya mencantumkan pengertian dari pencucian uang adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini disebutkan dalam Pasal 1 angka (1) penjelasan mengenai money laundering karena penelitian di Indonesia maka selanjutnya digunakan istilah pencucian uang, dapat disimpulkan bahwa tindak pidana pencucian uang adalah: “Rangkaian kegiatan yang merupakan proses yang dilakukan oleh seseorang atau organisasi terhadap uang haram, yaitu uang yang berasal dari tindak pidana, dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta tersebut dari pemerintah atau otoritas yang berwenang melakukan penindakan terhadap tindak pidana, dengan cara dan terutama memasukkan uang tersebut ke dalam sistem keuangan (financial system) sehingga uang tersebut kemudian dapat dikeluarkan dari sistem keuangan itu sebagai uang yang halal”10 1.1.2Pengertian tentang Kepolisian Istilah polisi berasal dari bahasa Belanda politie yang mengambil dari bahasa Latin politia berasal dari kata Yunani politeia yang berarti warga kota atau pemerintahan kota. Kata ini pada mulanya dipergunakan untuk menyebut "orang yang menjadi warga negara dari kota Athena", kemudian pengertian itu berkembang menjadi "kota" dan dipakai untuk menyebut "semua usaha kota" . Oleh karena pada zaman itu kota merupakan negara yang berdiri sendiri yang disebut dengan istilah polis, maka politea atau polis diartikan sebagai semua usaha dan kegiatan negara, juga termasuk kegiatan keagamaan.11 Secara teoritis pengertian mengenai polisi tidak ditemukan, tetapi penarikan pengertian polisi dapat dilakukan dari pengertian Kepolisian sebagaimana yang dicantumkan menurut Pasal 1 angka (1) Undang-Undang No.2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah: “Kepolisian 8
Juni Sjafrien Jahja Melawan Money Laundering! Mengenal, Mencegah, & Memberantas Tindak Pidana Pencucian Uang, Jakarta: Visimedia, 2012. Halaman 5. 9
Ibid. Sutan Remy Sjhadeini, Seluk Beluk Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pembiayaan Terorisme, Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti, 2002, Halaman 36. 11 https://id.wikipedia.org/wiki/Polisi diakses pada tanggal 22 Desember 2015 10
4
adalah segala hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.” Selanjutnya Pasal 1 angka (2) menerangkan bahwa “Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah pegawai negeri pada KepolisianNegara Republik Indonesia.” Selanjutnya Pasal 1 angka (3) ” Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang berdasarkan undang-undang memiliki wewenang umum Kepolisian.” 1.1.3
Kebijakan Penanggulangan Kejahatan
Tugas pokok Kepolisian sebenarnya sebenarnya paling besar terletak di luar kebijakan hukum pidana (non penal). Dimana tugas Polisi lebih ke aspek pelayanan dan pengabdian di bandingkan tugas sebagai penegak hukum dalam bidang peradilan hal ini sebagaimana tercantum dalam Pasal 13 Undang-Undang No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia: “Tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah: a. memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; b. menegakkan hukum; dan c. memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.” Mengenai tugas pokok Kepolisian yang lebih berorientasi pada pelayanan masyarakat dibandinkan tugas penegakan hukum sejalan dengan salah satu laporan Kongres PBB Ke V tentang The Prevention of Crime the Treatment of Offenders, khususnya dalam laporan agenda masalah mengenai “The Emerging Roles of the Police and Other Law Enforcement Agencies”, yakni: “The Police were a part of and not separate from the community and that the majority of policeman’s time was spent on “service oriented” task rather than on law enforcement duties” Terjemahan bebas: “Polisi merupakan bagian dari masyarakat dan tidak terpisahkan dari masyarakat, dan sebagian besar waktu Polisi dihabiskan guna tugas yang berorientasi pada pelayanan bukan pada tugas-tugas penegakan hukum.” Kebijakan atau upaya penanggulangan kejahatan pada hakikatnya merupakan bagian integral dari upaya perlindungan masyarakat (social defence) dan upaya mencapai kesejahteraan masyarakat (social walfare).12 Sudarto mengemukakan tiga arti mengenai kebijakan kriminal, yaitu:13 a. Dalam arti sempit,ialah keseluruhan asas dan metode yang menjadi dasar dari reaksi terhadap pelanggaran hukum yang berupa pidana; b. Dalam arti luas, ialah keseluruhan fungsi dari aparatur penegak hukum , termasuk di dalamnya cara kerja dari pengadilan dan polisi; dan c. Dalam arti paling luas (yang beliau ambil dari Jorge Jepsen), ialah keseluruhan kebijakan yang dilakukan melalui perundang-undangan dan badan-badang 12
Barda Nawawi Arief, Kebijakan Hukum Pidana Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008, Halaman 2. 13 Sudarto , Hukum dan Hukum Pidana, Bandung: Alumni, 1977, Halaman 116.
5
resmi, yang bertujuan untuk menegakkan norma-norma sentral dari masyarakat. Politik kriminal atau criminal policy, menurut Marc Ancel, dapat diberikan pengertian sebagai the rational organization of the control of crime by society.14 Penanggulangan kejahatan tidak dapat dilakukan dengan semata-mata dengan memberdayakan sistem peradilan pidana. Hal ini mengingat sistem tersebut mempunyai kemampuan yang terbatas dalam menanggulangi kejahatan. Kebijakan penanggulangan kejahatan (criminal policy) menurut Hoefnagels dapat dilakukan dengan memadukan upaya penerapan hukum pidana (criminal law application), pencegahan tanpa menggunakan hukum pidana (prevention without punishment) dan upaya mempengaruhi pandangan masyarakat terhadap kejahatan dan pemidanaan melalui media massa (influencing views of society on crime and punishment (mass media)).15 Mengingat upaya penanggulangan kejahatan lewat jalur “non penal” lebih bersifat tindakan pencegahan untuk terjadinya kejahatan, maka sasaran utamanya adalah menangani faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan. Faktorfaktor kondusif itu antara lain berpusat pada masalah-masalah atau kondisikondisi sosial yang secara langsung atau tidak langsung dapat menimbulkan atau menumbuh suburkan kejahatan. Dengan demikian dilihat dari sudut politik kriminil secara makro dan global maka upaya “non penal” menduduki posisi kunci dan strategis dari keseluruhan upaya “politik kriminal”.16 Untuk mencari jalan keluar dalam rangka mencegah dan menanggulangi tindak pidana pencucian uang oleh Kepolisian terdapat upaya-upaya yang dapat dilakukan antara lain: a. Upaya Pre-entif b. Upaya Preventif c. Upaya Represif Upaya Pre-Entif disini adalah upaya-upaya awal yang dilakukan untuk mencegah terjadinya tindak pidana. Usaha-usaha yang dilakukan dalam penanggulangan kejahatan secara pre-entif adalah menanamkan nilai-nilai/normanorma yang baik sehingga norma-norma tersebut terinternalisasi dalam diri seseorang. Meskipun ada kesempatan untuk melakukan pelanggaran atau kejahatan tapi tidak ada niatnya untuk melakukan hal tersebut maka tidak akan terjadi kejahatan. Jadi dalam usaha pre-entif faktor niat menjadi hilang meskipun ada kesempatan.17 Upaya-upaya preventif ini adalah merupakan tindak lanjut dari upaya PreEntif yang masih dalam tataran pencegahan sebelum terjadinya kejahatan. Dalam upaya preventif yang ditekankan adalah menghilangkan kesempatan untuk dilakukannya kejahatan.18 Tindakan Represif ialah segala tindakan yang dilakukan oleh aparatur penegak hukum sesudah terjadi kejahatan atau tindak pidana. Telah dikemukakan 14
Barda Nawawi Arief, Kebijakan Legislatif Dalam Penanggulangan Kejahatan Dengan Pidana Penjara, Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2000, Halaman 47. 15 G.Pieter Hoefnagels, The Other Side of Criminology, An Inversion of The Concept of Crime, Holland: Kluwer Deventer, 1972, Halaman 57. 16 Ibid. Halaman 49. 17 http://digilib.unila.ac.id/6264/13/BAB%20I.pdf diakses pada 29 Februari 2016 18 Ibid.
6
di atas, bahwa tindakan represif sebenarnya juga dapat dipandang sebagai preventif dalam arti luas. Termasuk tindakan represif adalah penyidikan, penyidikan lanjutan, penuntutan dan seterusnya sampai dilaksanakannya.19
II. PEMBAHASAN 2.1
FAKTOR-FAKTOR PENGHAMBAT KEPOLISIAN DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
Masalah penegakan hukum sebenarnya terletak pada faktor-faktor yang mungkin mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut mempunyai arti yang netral, sehingga dampak positif atau negatifnya terletak pada isi faktor-faktor tersebut. Faktor-faktor tersebut, adalah sebagai berikut:20 1. Faktor hukumnya sendiri; 2. Faktor Penegak hukum; 3. Faktor sarana dan fasilitas; 4. Faktor masyarakat; 5. Faktor kebudayaan. Faktor-faktor Penghambat Kepolisian dalam Menanggulangi Tindak Pidana Pencucian Uang antara lain : 1. Faktor internal meliputi Faktor kuantitas penegak hukum, penegakan hukum yang kurang professional. 2. Faktor eksternal meliputi Faktor hukumnya sendiri termasuk di dalamnya belum sempurnanya perangkat hukum, faktor sarana dan fasilitas, faktor masyarakat termasuk di dalamnya masih rendahnya tingkat kesadaran hukum, dan faktor kebudayaan. 2.1.1 Faktor Internal 2.1.1.1 Faktor Penegak Hukum Halangan-halangan yang mungkin dijumpai pada penerapan peranan yang seharusnya dari golongan panutan atau penegak hukum , mungkin berasal dari dirinya sendiri atau dari lingkungan. Halangan-halangan yang memerlukan penanggulangan tersebut adalah:21 1. Keterbatasan kemampuan untuk menempatkan diri dalam peranan pihak lain dengan siapa dia berinteraksi; 2. Tingkat aspirasi yang relative belum tinggi; 3. Kegairahan yang sangat terbatas untuk memikirkan masa depan, sehingga sulit sekali untuk membuat suatu proyeksi; 4. Belum adanya kemampuan untuk menunda pemuasan suatu kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan materiel; 19
http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/2014/12/16/135728/bi-gandeng-poldasuawasi-transaksi-valas-di-sumut/ diakses pada 26 Februari 2016 20 Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2005, Halaman 7-8 21 Ibid, Halaman 35.
7
5. Kurangnya daya inovatis yang sebenarnya merupakan pasangan konservatisme. Berdasarkan wawancara dengan Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Poldasu) bahwa tindak pidana pencucian uang tidak hanya ditangani oleh Penyidik Kepolisian saja, namun dapat ditangani oleh Penyidik disatuan manapun yang telah menemukan pidana awalnya. Jadi pencucian uang bukan hanya ditreskrimsus saja yang tangani, bisa saja ditreksrimum yang tangani apabila menangani atau menemukan pidana awal diduga telah terjadi transaksi yang mencurigakan dan patut untuk ditindak lanjuti dan dikoordinasikan kepada PPATK.22 Berhubung hukum karena di kepolisian pada semua Sub Direktorat dapat menanganinya tindak pidana pencucian uang. Mengingat tindak pidana pencucian uang relatif baru di masyarakat, maka tentu saja penanganan tindak pidana pencucian uang membutuhkan kecakapan dan keterampilan serta kemampuan intelektual dalam bidang tugasnya, sangat diperlukan bagi setiap aparat penegak. Berdasarkan wawancara dengan Bapak Jhonson bahwa dalam menanggulangi tindak pidana pencucian uang sebenarnya membutuhkan kejuruan khusus mengenai tindak pidana pencucian uang yang harus dimiliki oleh kepolisian mengingat tindak pidana asal (predicate crime) dapat ditangani oleh Penyidik disatuan manapun yang telah menemukan pidana asalnya, namun tidak semua kepolisian memiliki pembelajaran tindak pidana pencucian uang. 23
2.1.2 Faktor Eksternal 2.1.2.1 Faktor hukum Perangkat hukum yang tidak jelas, serta terdapatnya kekosongan atau rancu, dapat menjadi hambatan dalam proses penegakan hukum. Sistem hukum harus dapat menampung atau memecahkan permasalahan yang terjadi atau yang timbul dalam praktek penegakan hukum.24 Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Poldasu) bahwa penerapan Undang-Undang masih mempunyai kelemahan yaitu untuk melakukan penyidikan tindak pidana pencucian uang bukan hanya instansi polri saja, namun penyidikan dapat juga dilakukan oleh Kejaksaan misalnya, hal ini malah mempersulit dalam melakukan penyidikan apabila satu kasus yang ditangani dilakukan penyidik kepolisian terlebih dahulu dan ternyata Kejaksaan juga melakukan penyidikan tanpa adanya koordinasi terlebih dahulu terhadap kasus yang sama.25 22
Hasil wawancara dengan Komisaris Polisi Jumanto di Poldasu pada tanggal 16 Februari
2016. 23
Hasil wawancara dengan AKP Jhonson MS di Poldasu pada tanggal 15 Maret 2016.
24
Chairuman Harahap,, Merajut Kolektivitas Melalui Penegakan Supremasi Hukum, Bandung: Cita Pustaka Media, 2003. Halaman 32. 25
Hasil wawancara dengan Komisaris Polisi Jumanto di Poldasu pada tanggal 16 Februari
2016.
8
Dalam wawancara dengan beliau di Poldasu juga mengatakan bahwa dalam kelemahan Undang-Undang No.8 Tahun 2010 dalam penerapannya yaitu masalah pemblokiran dimana dalam Pasal 71 ayat 3 Undang-Undang No.8 Tahun 2010 ini masa pemblokiran di batasi selama 30 hari, hal ini malah mempersulit Penyidik karena dengan adanya pemblokiran sangat memberatkan dan menghambat penyidik mengingat dalam menemukan alat bukti bukanlah hal yang mudah, jadi undang-undang ini perlu direvisi kembali.26 Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Poldasu) Bahwa faktor penghambat kepolisian untuk mengungkap tindak pidana pencucian uang tidak mudah karena menyangkut kerahasiaan bank yang sulit untuk diterobos. Untuk mengetahui identitas maupun rekening tersebut seseorang penyidik memerlukan yang dicurigai tersebut, kecuali pidana pokok atau pidana asal telah diketahui oleh penyidik bahwasanya benar ada tindak pidana pencucian uangnya maka penyidik boleh langsung kepada pihak bank yang bersangkutan.27 Hal senada dikatakan oleh Bapak Syamsuddin bahwa hambatan yang dihadapi oleh kepolisian dalam menangani kasus tindak pidana pencucian uang ketika harus berbenturan dengan kerahasiaan bank dimana apabila sudah mengenai kerahasiaan bank birokrasinya akan sangat panjang, yaitu mulai dari ditreskrimsus lalu ke Polda setelah itu ke bareskrim atas nama Polri untuk meminta izin ke Bank Indonesia. Selain birokrasinya sulit, hal ini tentu memakan waktu yang panjang.28 Undang-undang memang sudah mengatur ada pengecualian mengenai rahasia bank yang diatur dalam Pasal 40 ayat 1 Undang-Undang No.10 Tahun 1998, bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah dan simpanannya, kecuali ada izin membuka rahasia bank dari Gubernur Bank Indonesia, atau ada persetujuan dari nasabah penyimpan namun untuk memudahkan pelacakan terhadap pelaku kejahatan pencucian maka mengenai ketentuan membuka rahasia bank tidak berlaku ketentuan rahasia bank. Namun tetap saja pada saat di praktekkan sangat sulit sekali untuk mengungkapkan kejahatan pencucian uang yang berkaitan dengan kerahaasiaan bank.29 Bapak Jumanto juga menambahkan bahwa apabila Penyidik mendapatkan laporan adanya dugaan pencucian atas rekening tertentu maka untuk mengungkap ini harus berkoordinasi dengan Bank Indonesia untuk membuka rekening tersebut, kecuali pidana pokok atau pidana asal telah diketahui oleh Penyidik maka dapat langsung berkoordinasi dengan pihak Bank yang bersangkutan untuk membuka rekening tersebut, namun karena terbentur Undang-Undang, pihak penyidik seringkali tidak bisa membuka rekening bank.30 Meskipun terkadang sudah diadakan MoU dengan pihak bank, namun terkadang apabila kepala bank misalnya sudah ganti atau kepala kepolisian sudah ganti maka terkadang proses kerjasamanya tidak lagi berlangsung, sehingga hal 26
Hasil wawancara dengan Komisaris Polisi Jumanto di Poldasu pada tanggal 16 Februari
2016. 27
Hasil wawancara dengan Komisaris Polisi Jumanto di Poldasu pada tanggal 16 Februari
2016. 28
Hasil wawancara dengan Komisaris Polisi Syamsuddin di Poldasu pada tanggal 15 Maret 2016 29 Hasil wawancara dengan AKP Jhonson MS di Poldasu pada tanggal 15 Maret 2016. 30 Hasil wawancara dengan Komisaris Polisi Jumanto di Poldasu pada tanggal 16 Februari 2016.
9
ini tentu saja jadi penghambat dalam menanggulangi tindak pidana pencucian uang, karena itu dibutuhkannya Undang-Undang yang jelas untuk mengatur tentang ini, karena Undang-Undang lebih tinggi dari pada MoU.31 Sistem dan peraturan perbankan di Indonesia memberikan celah untuk berkembangnya praktik pencucian uang.Ketentuan yang melindungi kerahasiaan bank yaitu pada pasal 41 Undang-Undang No.10 Tahun 1998 Perbankan misalnya dijadikan alat perlindungan oleh para pelaku pencucian uang. Peraturan itu juga menyebutkan bahwa untuk pengusutan kasus perbankan, kerahasiaan bank baru bisa dibuka jika ada surat permohonan resmi dari Menteri Keuangan kepada Gubernur Bank Indonesia. Setelah disetujui barulah pimpinan Bank Indonesia sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No.2/19/PBI/2000 mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar memberikan keterangan serta memperlihatkan bukti-bukti tertulis dan surat-surat mengenai kondisi keuangan nasabah. 2.1.2.2 Faktor Sarana dan Prasarana Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepolisian Daerah Sumatera Utara bahwa mengenai sarana dan prasarana dalam menanggulangi tindak pidana pencucian uang mengatakan bahwa sarana dan prasarana yang dimiliki oleh poldasu masih minim32.Hal senada juga dikatakan oleh Bapak Jumanto Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepolisian Daerah Sumatera Utara bahwa mengenai sarana dan prasarana dalam menanggulangi tindak pidana pencucian uang cukup minim namun masih dapat diatasi. Apalagi tindak pidana pencucian uang biasanya menggunakan teknologi dan informasi yang canggih, maka fasilitas komputer atau laptop tentu sangat dibutuhkan selain itu karena tindak pencucian uang di Poldasu di tangani oleh subdit II maka kemampuan untuk menelusuri transaksi dan akun-akun masih dapat teratasi.33 2.1.2.3 Faktor Masyarakat Berdasarkan wawancara dengan Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Poldasu) bahwa hal yang menjadi penghambat Kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana pencucian uang adalah pada umumnya kesadaran masyarakat umum tentang tindak pidana pencucian uang masih sangat rendah.Hanya sedikit orang yang memahami bahwa pencucian uang merupakan tindak pidana. Sebagian menganggap tindak pidana pencucian hanya korupsi saja, padahal ada banyak tindak pidana lain yang merupakan tindak pidana asalnya. Terkadang masyarakat tidak peduli atau tidak mau tahu dengan apa yang dilakukan oleh orang lain atau tetangganya mengenai harta kekayaan yang dimiliki oleh tetangga mereka, dari mana diperoleh harta kekayaan tersebut , kelihatan tidak bekerja sehari-hari tetapi kekayaan sangat melimpah namun karena sikap apatis tentang apa yang
31
Hasil wawancara dengan Komisaris Polisi Jumanto di Poldasu pada tanggal 16 Februari
2016. 32
Hasil wawancara dengan AKP Jhonson MS di Poldasu pada tanggal 15 Maret 2016. Hasil wawancara dengan Komisaris Polisi Jumanto di Poldasu pada tanggal 16 Februari
33
2016.
10
dilakukan oleh tetangganya menyebabkan sulit untuk memberantas tindak pidana pencucian uang.34 Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Poldasu) bahwa Tingkat kesadaran masyarakat umum untuk penegakan hukum sangat kurang karena kebanyakan masyarakat berpikirian masih takut, enggan atau malas berurusan dengan hukum, hal ini semakin mempersulit Kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana pencucian uang karena Polri tidak dapat bekerja sendiri untuk melakukan pengungkapan transaksi mencurigakan dari setiap warga Negara. Tentu Polri butuh informasi keterangan dari masyarakat maupun instansi terkait yang berwenang untuk dapat memberi penjelasan tentang orang/nomor rekening/ harta benda milik seseorang yang dicurigai maka masyarakat sangat dibutuhkan untuk memberi informasi maupun keterangannya untuk diambil menjadi saksi.35 Berdasarkan wawancara dengan beliau juga menambahkan bahwa masyarakat pada umumnya tidak akan mau berurusan dengan kepolisian dalam hal ini untuk melaporkan atau mengungkap adanya dugaan tindak pidana pencucian uang misalnya tentang tetangga yang memiliki harta kekayaan tetapi pekerjaan tetangganya tidak jelas karena nanti masyarakat tersebut jadi pelapor tentu saja masyarakat itu akan dipanggil sebagai Saksi, padahal apabila sudah menjadi saksi bisa dipanggil tiga kali sampai empat kali. Masyarakat tidak mau lah menghabiskan waktu untuk dipanggil terus sebagai saksi waktu dan tenaga habis, mungkin apabila Negara mengongkosi biaya sebagai Saksi mungkin akan lebih mudah.36 Berdasarkan wawancara dengan Bapak Syamsuddin mengatakan bahwa pemahaman masyarakat mengenai pencucian uang tergantung masyarakatnya, apabila masyarakat yang dimaksud adalah pelaku tindak pidana pencucian uang, mereka sebenarnya “masyarakat elit” maka masyarakat tersebut paham dengan pencucian uang sehingga kalau masyarakat seperti itu melakukan perbuatan pencucian uang maka tingkat kesulitan untuk pembuktian pun semakin sangatsangat sulit, karena pada umumnya mereka lebih pintar dengan menggunakan berbagai macam modus yang selalu berubah mengikuti perkembangan teknologi dan informasi, namun apabila pemahaman dengan masyarakat awam maka kebanyakan masyarakat tidak terlalu mengetahui apa itu pencucian uang, pemahaman tentang pencucian uang masih sangat minim, kalau pun mereka mengetahui tentang pencucian uang kebanyakan masyarakat pasti hanya berpikir kalau pencucian uang itu berasal dari korupsi padahal kalau berdasarkan undangundang tindak pidana asalnya bukan korupsi saja, ada banyak tindak pidana asalnya seperti dari perjudian, penipuan, prostitusi dan lain-lain.37 Jika kesadaran hukum masyarakat tinggi, maka disatu pihak diharapkan akan timbul kepatuhan masyarakat terhadap hukum dan di lain pihak akan ada peran serta masyarakat untuk membantu aparat penegak hukum dalam 34
Hasil wawancara dengan Komisaris Polisi Jumanto di Poldasu pada tanggal 16 Februari
2016. 35
Hasil wawancara dengan Komisaris Polisi Jumanto di Poldasu pada tanggal 16 Februari
2016. 36
Hasil wawancara dengan Komisaris Polisi Jumanto di Poldasu pada tanggal 16 Februari
2016. 37
Hasil wawancara dengan Komisaris Polisi Syamsuddin di Poldasu pada tanggal 15 Maret 2016.
11
menegakkan hukum.38 Peran masyarakat sebagai subyek pencegahan dalam komunitas sangat penting karena diharapkan masyarakat mampu mengidentifikasi, mencegah, memberantas dan melakukan penjangkauan terhadap tindak pidana pencucian uang 2.1.2.4 Faktor Kebudayaan Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepolisian Daerah Sumatera Utara mengatakan Sistem komunikasi dan jaringan sosial media yang bebas membuat masyarakat mudah untuk membuka akun ataupun website baru. Bahkan satu orang bisa memiliki lebih dari lima nomor rekening, selain itu yang menjadi penghambat kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana pencucian uang ini karena begitu banyaknya identitas palsu seperti KTP dimana satu orang bisa memiliki banyak KTP dan tempat tinggal yang berbeda. Jadi pada saat ditangani dan kepolisian ingin melakukan penangkapan sesuai dengan alamat yang tertera ternyata pelaku tidak ada di alamat tersebut.39 Dalam wawancara beliau juga mengatakan bahwa setelah didatangi ke alamat sesuai KTP tidak dapat ditemui, pihak Kepolisian menanyakan kepada masyarakat di situ atau kepada Kepala Desa/Lurah tentang keberadaan orang tersebut, juga nanti mereka akan menjawab tidak tahu atau tidak mengenal orang tersebut. Kembali lagi menjadi hambatan dimana masyarakat tidak mau atau malas berurusan dengan kepolisian dengan alasan klasik seperti mengatakan “kami gak mengenal dia, kami pun kerjanya bertani pulang malam langsung ke rumah jadi mana ku kenal dia” atau masih banyak alasan lain asal tidak berurusan dengan kepolisian. Hal ini bermula karena pembuatan KTP yang tidak tertib.40 Hal ini sejalan dengan hasil wawancara dengan Bapak Syamsuddin yang mengatakan bahwa terkadang di dalam kerahasiaan bank terdapat rekening anonim atau rekening dengan nomor dan nama palsu, jadi pemilik rekening menandatangi perjanjian yang dibuat oleh oleh pihak Bank dan menyetujui syarat dan ketentuan yang ditetapkan oleh kedua pihak, kemudian mendapat nomor dan nama samaran, terkadang bank tetap membuka rekening tanpa menerapkan asas Know Your Costumer.41 2.2 PERAN KEPOLISIAN DALAM UPAYA PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG Untuk mencari jalan keluar dalam rangka mencegah dan menanggulangi tindak pidana pencucian uang oleh Kepolisian terdapat upaya-upaya yang dapat dilakukan antara lain: 1. Upaya Pre-entif 2. Upaya Preventif 3. Upaya Represif 38
Chairuman Harahap, Op.Cit. Halaman 37. Hasil wawancara dengan Komisaris Polisi Jumanto di Poldasu pada tanggal 16 Februari
39
2016. 40
Hasil wawancara dengan Komisaris Polisi Jumanto di Poldasu pada tanggal 16 Februari
2016. 41
Hasil wawancara dengan Komisaris Polisi Syamsuddin di Poldasu pada tanggal 15 Maret 2016.
12
2.2.1 Upaya Pre-entif Keterbatasan hukum pidana inilah yang tampaknya dialami oleh Polri yang menggunakan hukum pidana sebagai landasan kerjanya. Sebab kejahatan yang kompleks ini terlambat diantisipasi oleh Polri sehingga ketika terjadi kasus yang berdimensi baru mereka tidak secara tanggap menanganinya. Untuk itu, pencegahan kejahatan tidak melulu harus mengunakan hukum pidana.42Agar penanggulangan tindak pidana pencucian uang ini dapat dilakukan secara menyeluruh maka tidak hanya pendekatan yuridis atau penal yang dilakukan, tetapi dapat juga dilakukan dengan pendekatan non-penal. Upaya pre-entif kepolisian yaitu membimbing masyarakat bagi terciptanya kondisi yang menunjang terselenggaranya keamanan dan ketertiban masyarakat, dapat dilaksanakan melalui kegiatan-kegiatan:43 1. Memberikan penerangan dan penyuluhan tentang pentingnya keamanan dan ketertiban masyarakat bagi kelancaran jalannya pembangunan nasional; 2. Memberikan penerangan dan penyuluhan tentang sistem keamanan. Penegak hukum selaku alat Negara berkewajiban memelihara dan meningkatkan tertib hukum yang dapat dilaksanakan melalui kegiatan-kegiatan:44 1. Menjaga tegaknya hukum yaitu agar tidak terjadi pelanggaran hukum; 2. Memberikan bimbingan kepada masyarakat agar terwujud kesadaran hukum dan kepatuhan hukum masyarakat (law abiding citizen). Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Poldasu) mengatakan bahwa upaya pre-entif yang dilakukan oleh Poldasu dalam menanggulangi tindak pidana pencucian uang yaitu Penyidik Poldasu melalui penyuluhan atau pembinaan dengan membuat himbauan untuk setiap masyarakat agar memberikan informasi kepada pihak polri. Himbauan tersebut disampaikan secara langsung melalui media massa, media cetak maupun televisi.45 Hal senada disampaikan Bapak Jhonson M.S bahwa upaya pre-entif yang dilakukan oleh kepolisian dalam melakukan pencegahan terhadap tindak pidana pencucian uang yaitu mensosisialisasikan tentang tindak pidana pencucian uang kepada masyarakat, mengajak peran serta masyarakat dan lembaga terkait untuk saling memberikan informasi tentang terjadinya tindak pidana pencucian uang, dan membina kesadaran hukum masyarakat.46 Wawancara dengan bapak Syamsuddin menambahkan bahwa pada umumnya upaya pre-entif yang dilakukan oleh Kepolisian Daerah Sumatera Utara adalah yaitu melakukan pencegahan secara dini terhadap tindak pidana asal atau predicate crimenya terlebih dahulu karena pencucian uang tidak akan ada apabila tindak pidana asal dapat dicegah secara dini. Pencegahan secara dini itu biasanya dapat dilakukan melalui pendidikan berkarakter dengan menanamkan dan mengamalkan nilai-nilai agama dan nilai-nilai moral Pancasila dan juga 42
Agus Raharjo, Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan Berteknologi, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2002, Halaman246. 43 M. Faal, Penyaringan Perkara Pidana Oleh Polisi (Diskresi Kepolisian), Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 1991, Halaman 75. 44 Ibid, Halaman 73. 45 Hasil wawancara dengan Komisaris Polisi Jumanto di Poldasu pada tanggal 16 Februari 2016. 46 Hasil wawancara dengan AKP Jhonson MS di Poldasu pada tanggal 15 Maret 2016.
13
pendidikan mengenai pencucian uang baik di lingkungan masyarakat melalui penyuluhan hukum yang pada intinya adalah agar masyarakat tahu hukum, paham hukum, sadar hukum, untuk kemudian patuh pada hukum tanpa paksaan, tetapi menjadikannya sebagai suatu kebutuhan. Pemahaman seseorang tentang hukum beranekaragam dan sangat tergantung pada apa yang diketahui dari pengalaman yang dialaminya tentang hukum. 47 Penyuluhan atau pembinaan yang dilakukan oleh Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Poldasu) kepada setiap masyarakat sangat diperlukan karena kesadaran hukum pada dasarnya ada pada diri setiap manusia karena seperti ada asas hukum yang berbunyi "setiap orang dianggap tahu akan undang-undang" dan "ketidak-tahuan akan undang-undang tidak merupakan alasan pema’af". Jadi dengan adanya penyuluhan atau pembinaan selain untuk menambah pengetahuan masyarakat tentang tindak pidana pencucian uang maka dengan adanya kesadaran hukum maka muncul ketaatan hukum. Kesadaran hukum yang baik adalah ketaatan hukum, dan ketidak sadaran hukum yang baik adalah ketidak taatan. Pernyataan ketaatan hukum harus disandingkan sebagai sebab dan akibat dari kesadaran dan ketaatan hukum. 2.2.2 Upaya Preventif Usaha-usaha penanggulangan tindak pidana pencucian uang secara preventif yang dilakukan oleh Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Poldasu) adalah melakukan pencegahan dengan melakukan diskusi, mengikuti seminar yang bekerja sama dengan instansi OJK, Bank Indonesia, maupun perbankan konvensional serta instansi pemerintah yaitu untuk peningkatan kemampuan aparat instansi dalam penegakan rezim-anti pencucian uang melalui pelatihan seminar.48 Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Poldasu) juga mengatakan bentuk kerja sama yang dilakukan untuk mencegah tindak pidana pencucian uang yaitu dalam pembuatan MoU antar instansi terkait di dalam negeri (Polri, PPATK, Bank Indonesia, Kejaksaan, Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, KPK, Bapepam, dan Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan)49. Hasil wawancara dengan Bapak Syamsuddin mengatakan bahwa Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Poldasu) memiliki program setiap tahunnya dengan melakukan rapat untuk melahirkan nota kesepakatan untuk menjalin sinergitas antara instansi seperti Bank Indonesia, KPK, PPATK, Kejaksaan, dan instansi terkait lainnya.50 Wawancara dengan bapak Jhonson menambahkan bahwa upaya preventif yang dilakukan oleh Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Poldasu) yaitu melakukan moratorium terhadap lalu lintas uang terutama di daerah-daerah pusat 47
Hasil Maret 2016. 48 Hasil Februari 2016. 49 Hasil Februari 2016. 50 Hasil Maret 2016.
wawancara dengan Komisaris Polisi Syamsuddin di Poldasu pada tanggal 15 wawancara dengan Komisaris Polisi Jumanto di Poldasu pada tanggal 16 wawancara dengan Komisaris Polisi Jumanto di Poldasu pada tanggal 16 wawancara dengan Komisaris Polisi Syamsuddin di Poldasu pada tanggal 15
14
serta bisnis masyarakat serta bekerja sama dengan instansi yang mengelola peredaran uang dalam hal ini Bank Indonesia, OJK, BPK, dan lain sebagainya.51 Nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) antara Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumut Difi A Johansyah dengan Kapolda Sumut Irjen Pol Eko Hadi Sutedjo, pun pernah dilakukan terkait Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing (KUPVA). Alasan diadakannya Mou adalah karena Penegakan hukum di bidang penukaran valuta asing dinilai sangat penting sehingga penanganan terhadap dugaan tindak pidana perlu dilakukan secara intensif. Sebab, bisnis penukaran valuta asing merupakan jenis usaha yang rawan untuk disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab karena berbagai bentuk penyalahgunaan tersebut dapat meliputi sarana pencucian uang dan pendanaan teroris, perdagangan narkotik hingga penyelundupan yang disamarkan seolah-olah bersumber dari bisnis tukar menukar valuta asing.52 Hal ini merupakan bentuk pencegahan yang dilakukan oleh Poldasu dengan Bank Indonesia untuk mengoptimalkan pencegahan dan penangaan terjadinya tindak pidana pencucian uang. Upaya secara pre-entif dan preventif yang dilakukan oleh Kepolisian Daerah Sumatera Utara didukung dengan sumber daya yang optimal adalah upaya untuk mencegah, menghambat dan menghentikan tindakan pelaku kejahatan yang sedang berupaya atau sedang melakukan tindakan yang bertentangan dengan hukum khususnya tentang tindak pidana pencucian uang. 2.2.3 Upaya Represif Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Poldasu) mengatakan bahwa tindak pidana pencucian uang tidak hanya ditangani oleh Penyidik Kepolisian, namun dapat ditangani oleh Penyidik di satuan manapun yang telah menemukan pidana awalnya. Misalnya kejaksaan, direktorat jenderal bea cukai sedangkan di kepolisian pun semua Sub Direktorat apabila menangani atau menemukan pidana awal diduga telah terjadi transaksi yang mencurigakan dan patut untuk ditindak lanjuti dan dikoordinasikan kepada PPATK.53 Jadi penyidik dalam undang-undang pencucian uang seperti yang terdapat dalam penjelasan Pasal 74 yang meliputi, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Narkotika Nasional (BNN), serta Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementrian Keuangan Republik Indonesia. Penyidik tindak pidana asal dapat melakukan penyidikan tindak pidana pencucian uang apabila menemukan bukti permulaan yang cukup terjadinya tindak pidana pencucian uang saat melakukan penyidikan tindak pidana asal sesuai kewenangannya. Jika penyidik menemukan bukti permulaan yang cukup terjadinya tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana asal, penyidik dapat menggabungkan penyidikan tindak pidana asal dengan penyidikan tindak pidana
51
Hasil wawancara dengan AKP Jhonson MS di Poldasu pada tanggal 15 Maret 2016. http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/2014/12/16/135728/bi-gandeng-poldasuawasi-transaksi-valas-di-sumut/ diakses pada 26 Februari 2016 53 Hasil wawancara dengan Komisaris Polisi Jumanto di Poldasu pada tanggal 16 Februari 2016. 52
15
pencucian uang dan memberitahukannya kepada PPATK hal ini sesuai dengan Pasal 75 Undang-Undang Pencucian Uang. Pada proses penyidikan apabila kepolisian telah mengetahui adanya peristiwa patut diduga merupakan suatu tindak pidana, maka adanya kewajiban dari kepolisian untuk segera melakukan penyidikan. Dengan demikian apabila telah terjadi suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana, penyidik segera melakukan penyidikan setelah menerima laporan atau pengaduan dari orang ataupun masyarakat yang dirugikan sedangkan penyidik mengetahui terjadinya peristiwa itu. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 106 KUHAP: “Penyidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana wajib segera melakukan tindakan penyidikan yang diperlukan.” Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Poldasu) bahwa upaya represif yang dilakukan oleh Poldasu dalam menanggulangi tindak pidana pencucian uang yaitu melakukan atau menindaklanjuti setiap kasus tindak pidana pencucian uang yang diduga atau patut dicurigainya adanya transaksi mencurigakan. Pihak penyidik langsung membuat surat permintaan kepada PPATK untuk menelusuri aliran dana yang masuk maupun keluar dari rekening tersebut atas petunjuk resmi melalui surat penyelidikan dan mencari tahu dari mana asal dana yang masuk maupun keluar dengan data serta kekurangan saksi yang telah dikumpulkan maupun fakta-fakta yang ditemukan oleh penyidik, selanjutnya penyidik melakukan gelar perkara untuk menentukan apakah laporan informasi dari analisis PPATK tersebut dapat ditingkatkan untuk penyidikan. Setelah dua alat bukti terpenuhi maka penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) dan membuat Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) ke JPU dan menyerahkan berkas perkara ke JPU.54 Kepolisian dalam kedudukannya sebagai salah satu komponen instrument anti pencucian uang berdasarkan Laporan hasil analisis PPATK, Kepolisian selaku penyidik mempunyai tugas untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan untuk membuat terang suatu kasus dengan mencari bukti untuk menentukan apakah terdapat indikasi tindak pidana pencucian uang atau tidak. 55 Apabila dalam penyidikan diperoleh bukti yang cukup, selanjutnya berkas perkara diteruskan kepada Kejaksaan untuk pembuatan dakwaan atau tuntutan dalam sidang pengadilan. III. 3.1 1.
KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN Faktor –faktor penghambat kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana pencucian uang adalah: a. Faktor internal : Faktor Penegak Hukum dimana dalam kenyataannya harus diakui bahwa masih ada aparat penegak hukum seperti penyidik yang kurang profesional sehingga penanganan kasus yang sering terlambat. 54
Hasil wawancara dengan Komisaris Polisi Jumanto di Poldasu pada tanggal 16 Februari 2016. 55 Yunus Husein, pemberantasan tindak pidana korupsi melalui pelaksanaan tindak pidana pencucian uang
16
b. Faktor Eksternal : 1) Faktor Hukum dimana dalam Undang-Undang No.8 Tahun 2010 Pasal 71 ayat 3 masa pemblokiran di batasi selama 30 hari, yang penerapannya mempersulit Penyidik karena harus mengejar waktu dan alat bukti, selain itu Ketentuan mengenai berbenturan dengan kerahasiaan bank maka birokrasinya akan sulit dan memakan waktu yang panjang. 2) Faktor sarana dan prasarana yaitu dimana masih minimnya sarana dan prasarana kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana pencucian uang. 3) Faktor masyarakat dimana pada umumnya kesadaran masyarakat umum tentang tindak pidana pencucian uang masih kurang dan sulit untuk bekerjasama dengan kepolisian karena kebanyakan masyarakat berpikirian masih takut, enggan atau malas berurusan dengan hukum. 4) Faktor Kebudayaan dimana Sistem komunikasi dan jaringan sosial media yang bebas membuat masyarakat mudah untuk membuka akun ataupun website baru sehingga banyaknya identitas palsu. 2. Peran kepolisian dalam upaya penanggulangan tindak pidana pencucian uang yaitu dengan upaya pre-entif dimana Kepolisian melakukan penyuluhan atau himbauan untuk setiap masyarakat melalui media cetak, maupun media elektronik. Upaya Preventif yaitu kepolisian melakukan seminar dan melakukan rapat antar instansi untuk melahirkan nota kesepakatan dalam bentuk MoU. Upaya represif yang dilakukan oleh kepolisian yaitu menindaklanjuti setiap kasus TPPU yang diduga atau patut dicurigainya adanya transaksi mencurigakan dengan bekerja sama dengan PPATK.Setelah dua alat bukti terpenuhi maka penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) dan membuat Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) ke JPU dan menyerahkan berkas perkara ke JPU. 3.2
SARAN 1. Perlunya peningkatan kegiatan penyuluhan dan himbauan oleh Kepolisian kepada masyarakat agar masyarakat paham dan sadar hukum sehingga dapat berperan aktif mengawasi jalannya proses penegakan hukum tindak pidana pencucian uang. 2. Perlunya kecakapan dan keterampilan serta kemampuan intelektual dalam bidang tugas oleh Kepolisian untuk menanggulangi tindak pidana pencucian uang dengan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan bagi Kepolisian. 3. Perlunya peningkatan kerjasama antara instansi terkait dalam menanggulangi tindak pidana pencucian uang dalam menyelesaikan setiap kasus tindak pidana pencucian uang dengan berpedoman kepada asas-asas hukum dan peraturan hukum yang berlaku dalam rangka pencapaian pembangunan hukum.
DAFTAR PUSTAKA Arief, Barda Nawawi, Kebijakan Legislatif Dalam Penanggulangan Kejahatan Dengan Pidana Penjara, Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2000. 17
.........,
Kebijakan Hukum Pidana Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008. Darwin, Phillips, Money Laundering Cara Memahami Dengan Tepat dan Benar Soal Pencucian Uang, Yogyakarta: Sinar Ilmu, 2012. Jahja, Juni Sjafrien, Melawan Money Laundering! Mengenal, Mencegah, & Memberantas Tindak Pidana Pencucian Uang, Jakarta: Visimedia, 2012. Harahap, Chairuman, Merajut Kolektivitas Melalui Penegakan Supremasi Hukum, Bandung: Cita Pustaka Media, 2003. Hoefnagels, G.Pieter, The Other Side of Criminology, An Inversion of The Concept of Crime, Holland: Kluwer Deventer, 1972, Raharjo, Agus, Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan Berteknologi, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2002. Siahaan, NHT, Tindak Pidana Pencucian Uang dan Kejahatan Perbankan, Jakarta: CV. Muliasari, 2002. Sudarto , Hukum dan Hukum Pidana, Bandung: Alumni, 1977. Soekanto, Soerjono, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2005. Sutan Remy Sjhadeini, Seluk Beluk Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pembiayaan Terorisme, Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti, 2002. Faal, M, Penyaringan Perkara Pidana Oleh Polisi (Diskresi Kepolisian), Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 1991. http://news.detik.com/berita/288948/indonesia-keluar-dari-daftar-nccts . https://id.wikipedia.org/wiki/Polisi http://digilib.unila.ac.id/6264/13/BAB%20I.pdf http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/2015/04/10/157108/sumut-zonamerah-transaksi-mencurigakan/#.VsQlAb1cE6Y http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/2014/12/16/135728/bi-gandengpoldasu-awasi-transaksi-valas-di-sumut/
18