TESIS BERLA.doc - pdfMachine from Broadgun Software, http

c. Distorsi harga. d. Nonexistence of market. ... Pasar tenaga kerja dipengaruhi oleh permintaan tenaga kerja dan penawaran tenaga kerja...

6 downloads 516 Views 621KB Size
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Pengertian Pasar Pasar merupakan tempat perjumpaan antara pembeli dan penjual, di mana

barang/jasa atau produk dipertukarkan antara pembeli dan penjual. Ukuran kerelaan dalam pertukaran tersebut biasanya akan muncul suatu tingkat harga atas barang dan jasa yang dipertukarkan tersebut (Ehrenberg dan Smith, 2003). Sudut pandang normatif, jenis transaksi secara garis besar sebagai berikut: a. Transaksi sukarela (voluntarily) atau transaksi mutually advantages. Pihak-pihak yang melakukan transaksi saling mendapatkan keuntungan. b. Transaksi yang sepihak menguntungkan namun pihak lain tidak dirugikan. Suatu transaksi agar dapat terjadi dengan dukungan penuh, apabila kondisi di bawah ini terjadi antara lain (Ehrenberg dan Smith, 2003): a. Transaksi mutually advantages. b. Sepihak untung tetapi sepihak lainnya tidak rugi. c. Sepihak untung sepihak lainnya rugi tetapi pihak yang untung rela memberikan kompensasi kepada pihak yang dirugikan. Kegagalan pasar dapat terjadi disebabkan oleh (Ehrenberg dan Smith, 2003): a. Pelaku transaksi mengabaikan fakta yang ada dan melakukan transaksi tanpa keinginan mereka. b. Transaksi dibatasi oleh undang-undang (transaction barriers).

Universitas Sumatera Utara

c. Distorsi harga. d. Nonexistence of market. Pembeli dan penjual tidak dapat memastikan sumber daya atau produk yang akan ditransaksikan.

2.2.

Keterkaitan Pasar Tenaga Kerja, Pasar Modal, dan Pasar Barang

Supplier of Capital

Konsumen Perusahaan

Capital Market

Product Market

Perkerja (Worker)

Labor Market

Gambar 2.1 Keterkaitan Pasar Tenaga Kerja, Pasar Modal, dan Pasar Barang

Sumber: Ehrenberg dan Smith, 2003

Sumber: Ehrenberg dan Smith, 2003.

Gambar 2.1. Keterkaitan Pasar Tenaga Kerja, Pasar Modal dan Pasar Barang

Pasar tenaga kerja sangat terkait erat dengan pasar barang dan pasar modal (capital market) (Ehrenberg dan Smith, 2003). Perubahan di pasar barang misalkan meningkatnya permintaan barang dan jasa. Perusahaan akan meresponnya dengan meningkatkan produksi. Peningkatan produksi tentu akan mempengaruhi permintaan faktor-faktor input. Perusahaan akan memilih faktor produksi yang lebih menguntungkan dengan membandingkan biaya modal dan biaya tenaga kerja yang terjadi di pasar modal dan pasar tenaga kerja (Nicholson, 2003).

Universitas Sumatera Utara

Pasar tenaga kerja dipengaruhi oleh permintaan tenaga kerja dan penawaran tenaga kerja. Permintaan tenaga kerja berkaitan dengan produksi barang dan jasa yang dilakukan oleh perusahaan atau lembaga pemerintah. Perusahaan membutuhkan faktor-faktor produksi dalam melakukan kegiatannya. Sedangkan, penawaran tenaga kerja sumbernya adalah rumah tangga. Rumah tangga menyediakan tenaga kerja dimana keahlian dan kemampuan mereka tersedia untuk digunakan perusahaan atau lembaga pemerintah dalam proses produksi.

upah

supply

U2 Uo U1

demand

Lo

L1

L2

Jumlah pekerja

Sumber: Ehrenberg dan Smith, 2003 Gambar 2.2 Pasar Tenaga Kerja Sumber: Ehrenberg dan Smith, 2003

Gambar 2.2. Pasar Tenaga Kerja

Gambar 2.2 mendeskripsikan pasar tenaga kerja yang menghubungkan penawaran dan permintaan tenaga kerja. Dititik equilibrium (Lo, Uo), jumlah tenaga kerja yang ditawarkan ke pasar tepat sama dengan jumlah diminta pasar. Ditingkat upah U2, jumlah tenaga kerja yang diminta sebesar L1 sedangkan jumlah yang ditawatkan sebesar L2. Sehingga dalam kondisi ini terjadi excess supply tenaga kerja, sebesar (L2-L1).

Universitas Sumatera Utara

Pada tingkat upah U1, jumlah tenaga kerja yang diminta sebesar L2 tetapi yang tersedia atau ditawarkan hanya L1. Maka dalam kondisi tersebut terjadi overdemand tenaga kerja. Pasar tenaga kerja biasanya memberikan hasil (outcomes), seperti (Ehrenberg dan Smith, 2003): a.

The terms of employment antara lain seperti gaji, kompensasi dan kondisi kerja.

b.

The levels of employment berupa jabatan/kepercayaan, keahlian dan komposisi demograpi tenaga kerja.

2.3.

Teori Penawaran Tenaga Kerja Ada dua kategori dalam masalah penawaran tenaga kerja, yaitu (Ehrenberg

dan Smith, 2003): a.

keputusan individual untuk membagi waktunya antara bekerja atau leisure. Ini berkaitan dengan partisipasi individu dalam angkatan kerja. Bekerja part-time atau full-time work, waktu di rumah dan bekerja untuk dibayar.

b.

Keputusan untuk menerima suatu pekerjaan dan masalah bekerja di lain geografi/wilayah.

2.3.1. Keputusan Bekerja-Bersenang-senang (Work- Leisure) Bekerja (work) merupakan waktu yang digunakan untuk mendapatkan penghasilan dari pekerjaan yang dilakukan. Sedangkan, leisure merupakan waktu yang digunakan tidak menghasilkan pembayaran dari pekerjaan yang dilakukan tersebut. Untuk mendapatkan suatu informasi tentang optimal pembagian waktu

Universitas Sumatera Utara

bekerja dan leisure, dapat dilihat pada indifference curve (preferensi individu untuk bekerja) dan budget constrain (Borjas, 2005).

Konsumsi H

U2

U1

Y G X

U0

E

O

T

Hours of Leisure

Sumber: Borjas, 2005

Gambar 2.3 Reservation Wage Sumber: Borjas, 2005

Gambar 2.3. Reservation Wage

Gambar 2.3 memberikan ilustrasi tentang keputusan individual untuk bekerja. Pada titik X individu memutuskan tidak akan bekerja. Karena pada titik X indifferent curve-nya masih lebih rendah dari E. Atau sepanjang budget constraint G, indifferent curve-nya akan selalu lebih rendah atau minimal sama dengan indifferent curve yang terjadi pada titik E. Titik E adalah titik terjadinya reservation wage atau merupakan titik gaji terendah yang dapat diterima pekerja untuk bekerja. Titik E menjelaskan juga bahwa seseorang masih dapat mengkonsumsi tanpa bekerja karena masih ada penghasilan mereka dari nonlabor income. Titik Y merupakan titik singgung budget constraint H dengan indifference curve U2. Titik Y merupakan titik yang memberikan utility lebih tinggi dari titik E.

Universitas Sumatera Utara

Karena tingkat utility di titik Y lebih tinggi dari titik E maka individu akan memutuskan untuk bekerja. Atau dengan kata lain sepanjang budget constraint H individu akan memutuskan untuk bekerja. Karena sepanjang garis tersebut utility pekerja akan lebih tinggi dari pada titik E atau gaji yang diterima lebih tinggi dari reservation wage (Borjas, 2005). Titik singgung indifferent curve dengan budget line merupakan titik optimum seseorang untuk bekerja, di mana perpaduan antara utility individu dan kendala yang dihadapi (Borjas, 2005). U = f (C, L)………………………………………………………………(1) Di mana:

C= konsumsi barang L= leisure

Utility maksimum dapat tercapai bila ∆C∕∆L═ - MUL∕MUC, artinya konsumsi dapat dipertukarkan dengan leisure. Untuk mengkonsumi barang tentunya individu harus bekerja. Bekerja dan leisure dua hal yang dapat dipertukarkan dan sekaligus memiliki trade-off antara keduanya (Borjas, 2005). Sedangkan budget constraint dapat dirumuskan dengan (Borjas, 2005), C = wh + V .……………………………………………………………..(2) Misalkan T = h + L, maka C = w(T-L) + V atau C = (wT+V)-wL .………………………………………………………..(3) Di mana: C= konsumsi barang w = upah

Universitas Sumatera Utara

T = total waktu h = waktu untuk bekerja V= nonlabor income L = leisure Dari persamaan (3) di atas, dapat ditarik kesimpulan tanpa bekerja pun seseorang masih dapat mengkonsumsi barang. Penghasilan yang digunakan untuk konsumsi berasal dari penghasilan yang dihasilkan tanpa bekerja atau pada titik tersebut disebut endowment point. Keputusan individu untuk menambah jam kerja dipengaruhi oleh perubahan (Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999): a.

Income effect. Individu akan mengurangi jam kerjanya bila income meningkat tetapi wage rate konstan.

b.

Substitution effect mengindikasikan perubahan keinginan menambah jam kerja karena perubahan wage rate tetapi income konstan.

c.

Jika substitution effect lebih dominan dari income effect, keinginan individu untuk bekerja menjali lebih lama, saat wage rate meningkat. Sebaliknya, jika income effect lebih besar dari substitution effect, kenaikan wage rate akan menyebabkan keinginan untuk bekerja semakin sedikit. Wage elastisity of labor supply (Es) merupakan persentase perubahan dalam

kuantitas dari penawaran tenaga kerja dibagi dengan persentase perubahan dalam wage rate. Bila elasitas (Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999): a.

Es= 0, inelastis yang sempurna atau infinite (perfect elastic)

Universitas Sumatera Utara

b.

Es<1, relative inelastis

c.

Es>1, relative elastis Wage Rate

W*

L*

Hours of Worker

Sumber: Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999

Gambar 2.4 Backward Bending Labor Supply Curve Sumber: Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999

Gambar 2.4. Backward Bending Labor Supply Curve

Kenaikan tingkat upah tenaga kerja awalnya akan menambah keinginan waktu bekerja individu. Namun kenaikan gaji akan mencapai titik optimal. Gaji naik di atas titik optimal justru akan mengurangi keinginan individu untuk bekerja (income effect). Ini dikenal dengan backward-bending labor supply curve (Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999). 2.3.2. Konsep Penawaran Tenaga Kerja Konsep penawaran tenaga kerja (labor supply) memiliki beberapa dimensi antara lain yaitu (Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999): a.

Ukuran dan komposisi demografi populasi yang tergantung pada kelahiran, kematian dan perpindahan penduduk (net immigration);

Universitas Sumatera Utara

b.

Tingkat partisipasi angkatan kerja (labor force participation rate), merupakan tingkat persentase working-age populasi dengan actual working atau seeking work;

c.

Jumlah jam kerja per minggu atau per tahun, dan

d.

Kualitas angkatan kerja.

2.3.3. Partisipasi Angkatan Kerja Tingkat partisipasi angkatan tenaga kerja (the labor force participation) merupakan nilai perbandingan antara actual labor force dengan potensial labor force. Actual labor force adalah angkatan kerja yang bekerja dan menganggur atau angkatan kerja yang sedang mencari pekerjaan. Potential labor force atau tenaga kerja (man power) adalah populasi dikurangi dengan jumlah anak-anak atau penduduk usia 15 tahun (SUDA BPS SUMUT, 2007) dan masyarakat yang dilembagakan (people who are institutionalized). , atau

Labor force participation rate (LFPR)=

(LFPR)= Bukti empiris di Amerika Serikat bahwa penurunan tingkat partisipasi angkatan kerja, khususnya kaum pria, dipengaruhi oleh beberapa hal, yakni (Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999): a.

kenaikan real wages dan earnings akan mengurangi jam kerjanya atau mereka akan semakin kecil memasuki partisipasi angkatan kerja (income effect).

Universitas Sumatera Utara

b.

adanya jaminan sosial dan pensiunan swasta (social security dan private pension).

c.

disability benefits, angkatan kerja yang memiliki keterbatasan atau menerima gaji kecil akan menarik diri dari partisipasi kerja karena mereka umumnya mendapat lebih banyak uang dari transfer/tunjangan pemerintah.

d.

life cycle consideration, mempengaruhi orang dalam partisipasi angkatan kerja. Orang yang telah berumur, kemampuan atau skill yang dimilikinya tidak sesuai lagi dengan kebutuhan trend permintaan tenaga kerja akan mengurangi partisipasi mereka di angkatan kerja (substitution effect). Sementara itu kaum perempuan, penelitian di Amerika Serikat menemukan

bahwa partisipasi kerja kaum perempuan meningkat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain (Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999): a.

Kenaikan wage rate dan earnings suami dan kaum perempuan. Kenaikan wage rate dan earnings kaum perempuan lebih dominan substitution effect-nya daripada income effect-nya;

b.

Perubahan keinginan dan sikap (preferences dan attitude) termasuk dari pengaruh gerakan femenisme;

c.

Meningkatnya produktivitas kerja sektor rumah tangga karena semakin bekembangnya teknologi peralatan rumah tangga. Waktu yang digunakan oleh kaum wanita untuk mengurus keperluan keluarga semakin sedikit (production and consumption household semakin kecil). Ini yang memacu mereka mengalihkan waktu luang tesebut ke dunia kerja atau labor market.

Universitas Sumatera Utara

d.

Penurunan tingkat kelahiran.

e.

Meningkatnya angka perceraian.

f.

Berkembangnya akses di dunia kerja bagi kaum perempuan di mana tingkat diskriminasi semakin berkurang.

g.

Usaha untuk memperbaiki atau mempertahankan standar hidup. Pertumbuhan pendapatan kaum laki-laki (suami mereka) mengalami stagnan sehingga mendorong wanita untuk bekerja guna mempertahankan standar hidup mereka. Net effect dari semua tingkat partisipasi tergantung pada ukuran: added-work

effect dan discouraged-work worker effect. Added-work effect terkait dengan kehilangan pekerjaan suatu seorang anggota keluarga akan ditutupi oleh anggota keluarga yang lain untuk mencari pekerjaan yang baru. Tujuannya untuk menutupi kehilangan penghasilan akibat dari berhentinya anggota lain tersebut dari dunia kerja. Added-work effect menambah tingkat partisipasi kerja. Discouraged-work effect berkaitan dengan masalah psikologis pekerja yang kehilangan keinginan untuk bekerja kembali. Pekerja yang pernah diberhentikan karena resesi akan merasa pesimis untuk mendapatkan pekerjaan kembali sesuai dengan keinginannya, minimal seperti yang pernah mereka dapatkan sebelumnya. Discourafe-work effect sifatnya mengurangi tingkat partisipasi angkatan kerja (Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999). Bukti empiris menyebutkan discourage-work effect lebih dominan dari pada added-work effect. Tingkat partisipasi angkatan kerja berbanding terbalik dengan tingkat pengangguran. Semakin besar tingkat pengangguran semakin kecil tingkat

Universitas Sumatera Utara

partisipasi angkatan kerja. Kondisi pasar tenaga kerja yang memburuk dengan peningkatan pengangguran dan penurunan wage rate menyebabkan partisipasi angkatan kerja menurun (discourage-work effect). Banyak usia muda yang sebenarnya telah dapat memasuki dunia kerja enggan berpartisipasi. Mereka lebih memilih untuk tetap di tempat sekolah/kuliah atau melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi (Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999). Beberapa survey yang dilakukan di Amerika Serikat setelah masa perang Dunia II, menyimpulkan bahwa real wages cendrung naik tetapi jam kerja per minggu relatif turun. Adapun hasil survey tersebut antara lain (Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999): a.

Undang-undang mewajibkan pemberi kerja untuk memberikan wage premium kepada pekerja, atas kondisi tertentu yang dilakukan oleh pekerja atau dialami pekerja,

b.

Kenaikan atas pajak pendatapan (tax incomes),

c.

Semakin tinggi tingkat rata-rata pendidikan para tenaga kerja yang memasuki dunia kerja,

d.

Pengaruh iklan (Brack dan Cowling) menyebabkan masyarakat lebih memilih untuk melakukan konsumsi barang/jasa yang sifatnya time-intensive commodities dari barang yang sifatnya goods-intensive commodities.

e.

Owen, berpendapat masyarakat lebih memilih konsumsi dan pengaturan anggota keluar (family sized) dan pasangan lebih lama dalam pendidikan.

Universitas Sumatera Utara

Kualitas tenaga kerja dapat ditingkatkan melalui investment in human capital. Pendidikan yang terus-menerus, pelatihan dan pelatihan akan mampu menjaga tingkat penyerapan tenaga kerja penuh (work force fully employed). Tenaga kerja memasuki dunia kerja dengan tingkat kemampuan dan keahlian yang berbeda. Begitu juga dengan tingkat pendidikan dan jam pelatihan yang mereka ikuti. Tenaga kerja dengan tingkat kemampuan, pendidikan dan pelatihan yang lebih tinggi atau lebih lama (schooling) akan menawarkan lebih besar produktivitas dari tenaga kerja yang kurang terampil. Prinsip investment in humal capital hampir sama dengan prinsip investasi fisik. Pengeluaran untuk pendidikan dan pelatihan diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan dan keahlian pekerja sehingga penghasilan individu di masa yang akan datang diharapkan menjadi lebih besar. Model analisis yang sederhana, seseorang harus membandingkan cost dan benefit. Biaya pendidikan dibedakan menjadi direct atau out-of pocket costs dan indirect or opportunity cost. Direct cost di sini berkaitan dengan pengeluaran langsung yang dilakukan selama dalam pendidikan, seperti biaya untuk pembelian buku, uang kuliah dan lainnya. Sedangkan, indirect atau opportunity cost merupakan penerimaan yang tidak dapat diterima karena memilih untuk memasuki dunia pendidikan atau keluar dari angkatan kerja. Benefit dari investasi human capital berupa peningkatan pendapatan (incremental earnings) selama memasuki kerja di masa akan datang setelah selesai mengikuti pendidikan atau pelatihan. Keputusan

Universitas Sumatera Utara

investasi pada human capital dilakukan bila benefit lebih besar atau sama dengan cost (Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999). Pandangan umum tentang investasi pada human capital, antara lain (Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999): a.

Semakin lama jangka waktu aliran penerimaan setelah investasi (postinvestment incremental earnings) semakin tinggi return yang didapat dan semakin positif investasi pada human capital. Semakin dini usia memasuki sekolah secara ekonomis semakin panjang jangka waktu penerimaan tambahan setelah investasi dilakukan.

b.

Semakin rendah biaya yang dikeluarkan untuk investasi human capital semakin banyak orang akan melakukan investasi untuk mendapatkan keuntungan. Disamping itu bila resesi terjadi, biaya akan semakin rendah karena opportunity cost menjadi lebih rendah. Oleh sebab itu, banyak angkatan kerja memilih memasuki dunia pendidikan atau mengikuti pelatihan.

c.

Semakin besar selisih yang diterima atau return yang diperoleh angkatan kerja yang terdidik atau tamatan perguruan tinggi dibandingkan dengan return yang diterima angkatan kerja non-skilled, maka semakin tinggi keinginan masyarakat untuk mencapai tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Artinya investasi pada human capital akan meningkat. Sementara itu, keputusan investasi dapat juga dilihat dari sisi public atau

prespektif sosial. Ekonom memandang dari sisi prespektif sosial, keuntungan investasi pada human capital antara lain (Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999):

Universitas Sumatera Utara

a.

semakin banyak tenaga kerja terdidik akan semakin kecil tingkat pengangguran. Tingkat pengangguran yang kecil akan mengurangi tingkat kriminilitas, pengeluaran transfer atau biaya subsidi dan biaya perlindungan hukum.

b.

meningkatkan partisipasi masyarakat dalam bidang politik dan kualitas keputusan-keputusan politik (kebijakan dan peraturan semakin baik). Proses politik dapat lebih mudah, efisien dan efektif.

c.

peningkatan kualitas antar generasi ke generasi berikutnya.

d.

masyarakat yang berpendidikan menghasilkan lebih besar dan menyebarkan keuntungan yang lebih besar kepada lingkungan mereka sendiri (society). Hasil dari investasi pada human capital (rates of return) mengalami

penurunan saat investasi dilakukan secara terus-menerus yang telah mencapai tingkat tertentu. Ada dua alasan terjadi penurunan tingkat pengembalian tersebut yakni (Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999): a.

investasi pada human capital tetap mengikuti kaidah diminishing returns (skala pengembalian hasil yang semakin menurun). Kenaikan tambahan income (incremental income) semakin menurun setiap tahun penambahan waktu pendidikan, dan

b.

peningkatan tingkat pendidikan diikuti penerimaan benefit semakin menurun akibat dari kenaikan biaya yang turut mengurangi internal rate of return. On the job training dapat dibedakan menjadi dua bagian penting, yaitu:

general training dan special training. Pembahasan on the job training diasumsikan

Universitas Sumatera Utara

pasar dalam keadaan persaingan sempurna dan perpindahan tenaga kerja dianggap sempurna (Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999). General training tujuannya menciptakan keahlian atau pembentukan karakter secara umum yang dapat digunakan oleh semua perusahaan dan industri. Keahlian yang didapat tenaga kerja dari general training dapat dijual atau ditransfer ke pasar atau ke perusahaan lain. Saat training sedang berlangsung, gaji yang diterima oleh pekerja lebih rendah bila dibandingkan dengan yang diperoleh oleh tenaga kerja non trampil. Namun setelah masa selesai training, gaji yang mereka peroleh lebih tinggi dari yang diterima oleh pekerja yang tidak memperoleh training. Pekerja yang memperoleh general training dapat menawarkan keahliannya ke perusahaan lain atau menjual keahliannya ke pasar sehingga mereka akan mendapatkan penghasilan yang lebih tinggi. Seandainya, pemberi kerja yang membayar biaya investasi training ini, mereka kemungkinan akan kehilangan return bila pekerja meninggalkan perusahaan. Untuk itu pekerja yang telah melakukan general training biasanya diberikan gaji lebih tinggi bila dibandingkan dengan mereka terima sebelum mengikuti training. Artinya daya tawar mereka untuk mendapatkan gaji/upah menjadi lebih kuat bila dibandingkan dengan tenaga kerja yang tidak mengikuti general training tersebut. General training, wage rate dibayarkan perusahaan sama dengan marginal revenue product tenaga kerja. Special training menciptakan keahlian atau kemampuan yang hanya dapat dipergunakan oleh perusahaan tertentu saja. Biaya pelatihan khusus ini ditanggung oleh perusahaan. Pemberi kerja selama masa periode pelatihan khusus ini menerima

Universitas Sumatera Utara

marginal return product tenaga kerja lebih rendah dari pada wage rate yang mereka tanggung. Setelah periode pelatihan khusus, pemberi kerja mendapatkan marginal return product tenaga kerja jauh lebih besar dari wage rate yang mereka bayarkan. Sedangkan, tenaga kerja menerima upah yang dengan upah sewaktu mereka belum mengikuti training. Bukti empiris penghasilan seseorang kadang lebih besar dari mereka yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi. Individu yang memiliki kelebihan secara intelegensia, kedisiplinan dan motivasi, umumnya menerima penghasilan yang lebih besar. Penambahan penghasilan mereka (incremental income) mereka kadang tidak dapat ditelusuri langsung ke investasi human capital yang mereka lakukan. Tetapi semata-mata hanya berdasarkan persoalan kemampuan individu itu sendiri (problem ability). Penambahan penghasilan ini tidak ada kaitannya dengan lamanya mereka menempuh pendidikan formal (schooling). Pendapat para ahli juga menyebutkan juga bahwa peningkatan penambahan penghasilan (incremental income) tidak semata-mata berdasarkan tingkat pendidikan formal. Kemampuan juga penting dalam hal ini (Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999). Screening hypothesis melihat pendidikan merupakan faktor penting dalam memperjakan

seorang

tenaga

kerja,

menempatkan

pada

posisi

tertentu,

mempromosikan pekerja tersebut dan kedudukan lainnya yang diberikan pekerja. Screening hypothesis menempatkan pekerja pada posisi strategis berdasarkan jenjang pendidikan yang dimiliki pekerja tersebut. Semakin tinggi pendidikan pekerja tersebut semakin strategis posisi pekerja tersebut, semakin mudah dia dipromosikan

Universitas Sumatera Utara

dan semakin besar penghasilan yang mereka terima. Produktivitas pekerja bukan faktor utama dalam menentukan reward (imbalan) yang diterima oleh pekerja tersebut. Pekerja yang lulus dari suatu universitas favorit akan diberikan penghasilan yang lebih baik. Walaupun kadang-kadang memiliki produktivitas yang lebih rendah dari lulusan perguruan tinggi yang biasa-biasa saja yang notabene kurang populer di mata masyarakat. Screening hypothesis memandang tingkat pendidikan berbanding lurus dengan produktivitas. Semakin tinggi tingkat pendidikan (schooling) dan populer tempat pendidikan calon pekerja dianggap memiliki tingkat produktivitas yang makin tinggi sehingga wajar bila diberikan reward yang lebih tinggi. Namun data empiris menyebutkan tidak sepenuhnya benar pendapat tersebut. Hypothesis tersebut masih memiliki distorsi dilevel practical. Tetapi bukti empiris juga menyebutkan bahwa pada tahap awal pekerja memasuki dunia kerja (labor force) akan diberikan penghasilan yang lebih untuk lulusan tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Seiring dengan berlalunya waktu produktivitas pekerja tersebut diharapkan meningkat. Faktor pendidikan lanjutan yang sifatnya seperti pelatihan dan pengalaman diharapkan meningkatkan produktivitas pekerja tersebut dan reward yang akan mereka peroleh disesuaikan dengan tingkat produktivitas para pekerja (enhanced earning) (Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999). 2.3.4. Upah Upah merupakan ukuran nilai kerelaan pasar tenaga kerja dalam melakukan kegiatan jual-beli (dipengaruhi oleh kekuatan penawaran dan permintaan tenaga

Universitas Sumatera Utara

kerja). Upah juga merupakan ukuran jasa, kemampuan atau keahlian yang telah diberikan oleh pekerja dalam proses produksi. Upah dari sudut pandang life cycle, antara lain memiliki karakteristik sebagai berikut (Borjas, 2005): a. Tingkat upah yang tinggi akan meningkatkan keinginan angkatan kerja untuk memasuki pasar tenaga kerja, berlaku juga sebaliknya. b. Pekerja muda biasanya mulai bekerja dengan gaji yang kecil awal kerjanya. Dengan berlalunya waktu gaji akan meningkat sampai mencapai umur 50, lalu menurun seiring dengan pertambahan usia. c. Pria umumnya memiliki partisipasi kerja yang tinggi di usia muda dan berkurang menjelang usia lanjut. d. Sebaliknya pada wanita, pasa usia muda partisipasinya di pasar tenaga kerja rendah. Namun meningkat seiring dengan berlalunya waktu. Partisipasi wanita di pasar tenaga kerja berkaitan erat dengan kebutuhan keluarga terhadap mereka. Maka kadang tenaga kerja wanita di pasar tidak menentu, tergantung pada pilihan mereka pada rumah tangga. Seseorang akan meninggalkan pasar kerja atau memasuki pensiun dipengaruhi oleh (Borjas, 2005): a. Tingkat upah. Pekerja yang memiliki penghasilan yang tinggi dakan memilih cepat keluar dari pasar kerja saat upah naik, dimana income effect lebih dominan. Mereka memilih lebih banyak leisure ketimbang bekerja. Saat bersamaan,

Universitas Sumatera Utara

substitution effect terjadi sehingga harga pensiun menjadi lebih mahal. Kondisi ini mendorong tenaga kerja untuk menunda pensiun mereka. b. Pension benefits. Jika pension benefits meningkat maka pekerja akan lebih cepat meninggalkan pasar kerja. Pekerja lebih cepat memasuki usia pensiun.

2.4.

Teori Permintaan Tenaga Kerja (Demand for Labor) Permintaan terhadap tenaga kerja atau faktor produksi lain yang digunakan

untuk memproduksi suatu barang/jasa ditentukan atau dikendalikan oleh permintaan terhadap barang jadi/jasa tersebut (derived demand). Permintaan terhadap tenaga kerja tergantung pada produktivitas tenaga kerja itu sendiri dan market value dari produk yang dihasilkan (Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999). 2.4.1. Permintaan Tenaga Kerja Jangka Pendek Analisis fungsi produksi mengasumsikan faktor produksi terdiri dari input yakni tenaga kerja dan modal. Analisis jangka pendek mengasumsikan faktor modal atau yang lain dianggap konstan, kecuali faktor tenaga kerja. Faktor produksi perusahaan dapat dituliskan sebagai berikut (Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999): TPSR= (L, ), Di mana:

TPSR = total product jangka pendek L

= faktor produksi tenaga kerja (labor) = faktor produksi barang modal (capital) diasumsikan konstan

Universitas Sumatera Utara

Total produksi jangka pendek merupakan total output yang diproduksi dengan setiap kombinasi faktor produksi tenaga kerja dengan modal konstan. Perusahaan diasumsikan perfectly competitive, di mana perusahaan bersifat price taker dan tidak dapat mempengaruhi harga sewa dan upah tenaga kerja. Marginal product of labor (MP) didefinisikan perubahan total product dikaitkan dengan penambahan satu faktor produksi tenaga kerja. Average product of labor (AP) merupakan nilai total product yang dibagikan dengan jumlah unit tenaga kerja yang digunakan. Pemahaman total product, marginal product of labor dan average labor penting dalam analisis tahapan-tahapan produksi. Tahap produksi menggunakan alat analisis ketiga unsur tersebut dapat disederhanakan sebagai berikut: a.

marginal product of labor (MPL) lebih besar dari average product (APL), di mana MPL menuju tahap puncaknya, akan menaikan total product, rate MPL masih terus mengalami kenaikan dan juga average product of labor (APL) seiring dengan pertambahan tenaga kerja.

b.

MPL sama dengan APL, posisi ini MPL mengalami tingkat penurunan yang terus menurus dan APL mencapai puncaknya dan total product masih akan tetap meningkat dengan pertambahan tenaga kerja.

c.

MPL lebih kecil dari APL, posisi MPL terus-menerus menurun dan di bawah APL. APL juga akan terus-menerus mengalami penurunan namun total produksi masih tetap meningkat jika tenaga kerja tetap ditambah.

Universitas Sumatera Utara

d.

MPL sama dengan nol dan lebih kecil dari APL, total product mencapai titik maksimal dan APL mengalami trend penurunan. Tahapan ini telah mencapai jumlah tenaga kerja yang digunakan mencapai tingkat maksimum. Artinya bila jumlah tenaga kerja dipaksakan untuk tetap ditambah maka total produksi mengalami trend penurunan terus-menerus. Marginal product of labor (MPL) trend awalnya positif. Lalu mencapai

tingkat maksimum dan menuju ke arah penurunan. Ini dapat diartikan, pada awalnya dengan asumsi tenaga kerja identik, penambahan tenaga kerja dengan modal yang konstan akan meningkatkan produktivitas. Tetapi penambahan terus-menerus tenaga kerja akan mencapai titik jenuh dan akhirnya menyebabkan produktivitas akan menurun. The law of diminishing marginal returns berlaku dalam posisi ini. Permintaan tenaga kerja dalam jangka pendek oleh pemberi kerja didasarkan kepada keuntungan yang diperoleh pemberi kerja akibat pertambahan tenaga kerja tersebut dalam faktor produksi. Tenaga kerja akan terus ditambah selama profit yang dihasilkan pemberi kerja masih positif dan tidak akan ditambah lagi jika kontribusi per tenaga kerja telah sama dengan biaya yang ditimbulkannya. Ini sesuai dengan tujuan utama pemberi kerja yaitu memaksimalkan profit (Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999). Marginal revenue product of labor (tambahan/perubahan total penerimaan yang diperoleh pemberi kerja akibat kenaikan satu unit faktor input tenaga) dan marginal wage cost (pertambahan/perubahan total biaya akibat bertambahnya satu unit faktor input tenaga kerja) merupakan alat ukur permintaan tenaga kerja ditingkat

Universitas Sumatera Utara

perusahaan. Ada tiga kondisi terkait dengan hal tersebut yaitu (Mc Connell, Brue, dan Macpherson: 1999): a.

Marginal revenue product of labor lebih besar dari marginal wage cost, berarti pertambahan tenaga masih meningkatkan profit yang diterima oleh pemberi kerja. Perusahaan akan terus berupaya menambah tenaga kerja karena masih ada peluang untuk meningkatkan keuntungan.

b.

Marginal revenue product of labor sama dengan marginal wage cost, berarti jumlah tenaga kerja pada kondisi ini telah mencapai titik jenuh. Perusahaan tidak akan menambah tenaga kerja karena hanya akan mengurangi keuntungan mereka. Kondisi ini juga menyimpulkan bahwa kapasitas produksi di tingkat perusahaan telah mencapai titik jenuh.

c.

Marginal revenue product of labor lebih kecil dari marginal wage cost, berarti terjadi kelebihan tenaga kerja pada proses produksi. Perusahaan mengalami kerugian bila jumlah tenaga kerja tetap dipertahankan seperti ini. Dalam kondisi seperti ini, perusahaan harus mengurangi jumlah tenaga kerjanya. Pasar tenaga kerja dapat dipahami melalui pengasumsian kondisi pasar yang

dihadapi oleh perusahaan dalam menjual produknya, antara lain: a.

Pasar persaingan sempurna (competitive market) Perusahaan dalam kondisi ini sifatnya wage taker, sehingga marginal wage cost akan sama dengan wage rate, bila perusahaan ingin maksimalkan profitnya. MRP=MWC=w. Marginal revenue product atau kurva permintaan tenaga kerja sama dengan kurva value of marginal product. The value of marginal product

Universitas Sumatera Utara

atau penerimaan tambahan sama nilainya dengan MRP. VMP= MR X MP atau P X MP. b.

Pasar persaingan tidak sempurna (imperfectly competitive) Kondisi pasar yang persaingan tidak sempurna, perusahaan dapat mengendalikan harga, maka marginal revenue product lebih rendah dari value of marginal product. (MR X MP) lebih kecil dari (P X MP). Kurva permintaan tenaga kerja dalam pasar persaingan tidak sempurna sifatnya lebih curam atau lebih menurun ke kiri bila dibandingkan dengan kurva permintaan tenaga kerja persaingan sempurna. Sedangkan perusahaan monopolistik dapat memilih harga kuantitas yang mereka tawarkan untuk memaksimalkan keuntungannya. Sama

seperti

di

atas,

Branson

(2001)

juga

berpendapat

dengan

mengasumsikan fungsi produksi jangka pendek, produksi real hanya dipengaruhi oleh faktor input tenaga kerja, ditulis dengan fungsi sebagai berikut: y= y(N; ); MPL = äy / äN APL = y / N

Di mana: y

= output real

MPL

= marginal product of labor

APL

= produktivitas rata-rata tenaga kerja

N

= jumlah tenaga kerja

Universitas Sumatera Utara

= modal dalam keadaan konstan ∆ R = p*(äy / äN) * ∆N, di mana p * (äy / äN) adalah marginal value product of labor. Seandainya ∆ R merupakan perubahan biaya, maka permintaan tenaga kerja akan terus dilakukan oleh pemberi kerja sampai ∆ C = ∆ R dan W= p*(äy / äN) atau W/p = (äy / äN). W= p*(äy / äN) merupakan persamaan permintaan tenaga kerja dalam jangka pendek (Branson, 2001). p adalah tingkat harga produk dan w=W/p merupakan upah riel. 2.4.2. Permintaan Tenaga Kerja Jangka Panjang Permintaan tenaga kerja jangka panjang mengasumsikan jumlah tenaga kerja dan modal bervariasi. Dalam analisis ini capital tidak dianggap konstan. Tetapi bervariasi sesuai dengan kebutuhan yang digunakan untuk tujuan produksi. Perubahan fungsi permintaan tenaga kerja jangka panjang dapat dipengaruhi oleh perubahan pada wage rate, yang dirinci dengan pengaruh output effect dan substitution effect (Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999). Diandaikan fungsi produksi: Q = f (L, K, Teknologi, Input lainnya) Di mana: L= labor atau tenaga kerja K= capital atau modal Misalkan

untuk

memproduksi

barang

dan

jasa,

perusahaan

hanya

membutuhkan tenaga kerja (L) dan modal (K). Maka fungsi produksi menjadi (Nicholson, 2003): Q = f (L, K)

Universitas Sumatera Utara

Modal

q1 A

K2 K1

q2 C

B

D

IC1 L2 L1

IC2

L3 L4

Tenaga Kerja

Sumber: 2005 Isoquant GambarBorjas, 2.5 Kurva Sumber: Borjas, 2005.

Gambar 2.1. Kurva Isoquant

Kurva isoquant mengilustrasikan kombinasi faktor-faktor produksi antara tenaga kerja dan modal dalam menghasilkan tingkat output yang sama. Titik A menggambarkan penggunaan modal K2 dan tenaga kerja L2 untuk memproduksi barang sejumlah q1. Titik B menggambarkan penggunaan modal K1 dan tenaga kerja L1 juga digunakan untuk memproduksi sejumlah barang q1. perubahan produksi titik A ke titik B, merubah komposisi faktor input (K2, L2) menjadi (K1, L1), di mana K2> K1 dan L1>L2. Ada sejumlah tenaga kerja yang didistribusikan untuk mengganti barang modal. Marginal rate of technical substitutions (MRST) tenaga kerja terhadap modal, dapat dihitung sebagai berikut (Nicholson, 2003): RTS labor to capital = perubahan input modal/perubahan input tenaga kerja Garis IC1 dan IC2 merupakan garis isocost, di mana garis kombinasi biaya yang dikeluarkan untuk biaya modal dan tenaga kerja.

Universitas Sumatera Utara

Fungsi biaya (Nicholson, 2003) adalah C = wL + vK Di mana: L= jumlah tenaga kerja atau modal jam tenaga kerja w= tingkat upah per jam K= jumlah modal v= sewa modal per jam minimumkan C = wL + vK dengan kekangan: Q= f(L,K) Fungsi Lagrange: ₤ = wL + vK + ë{ Q- f(L, K) } Syarat perlu untuk optimasi, turunan pertama fungsi Lagrange sama dengan nol (Hartono, 2004). ä₤ / äL = w- ë ä f(L, K)/ äL = 0 ……………...…………………………………(4) ä₤ / äK = v- ë ä f(L, K)/ äK = 0 ………………...………………………………(5) ä₤ / ä ë = Q- f(L, K) = 0 …………...……………………………………………(6) Persamaan (4) dibagi dengan persamaan (5), maka akan didapat persamaan berikut: w/v = (äf(L, K)/ äL) / (ä f(L, K)/ äK)…………………………………..(7) Persamaan (7) merupakan titik persinggungan kurva isocost C1 dengan isoquant q1, merupakan perpaduan titik optimum. Pada titik tersebut kemiringan garis C1 sama dengan kemiringan garis q1. Slope garis C1 adalah w/v. Sedangkan slope isoquant q1 adalah (äf(L, K)/ äL) / (ä f(L, K)/ äK). Slope ini merupakan marginal rate of technical substitutions. (äf(L, K)/ äL) adalah perubahan output terhadap perubahan

Universitas Sumatera Utara

input tenaga kerja atau marginal product of labor, MPL. Sedangkan, (ä f(L, K)/ äK) adalah perubahan output terhadap modal atau marginal product of capital, MPK. MPL/ MPK = w/v= MRTS labor to capital = ∆K/∆L ………………………(8) Artinya untuk meminimalkan biaya perusahaan dapat mensubstitusikan tenaga kerja terhadap modal tergantung pada harga masing-masing input tersebut. Penggantian barang modal ke tenaga kerja atau sebaliknya dapat diilustrasikan sebagai berikut (Nicholson, 2003): a.

jika w > v, untuk memproduksi sejumlah barang q perusahaan lebih untung bila menggunakan lebih banyak barang modal dari pada tenaga kerja. Karena biaya modal (v) lebih murah dari biaya tenaga kerja (w), sehingga keuntungan lebih besar. Akibatnya permintaan modal dalam jangka waktu tertentu akan meningkat di pasar modal, sebaliknya di pasar tenaga kerja permintaan tenaga kerja akan menurun.

b.

jka w = v, untuk memproduksi barang q perusahaan sama saja bila menggunakan lebih banyak modal atau lebih sedikit. Karena biaya modal (v) sama saja dengan biaya tenaga kerja (w). Permintaan modal dalam jangka waktu tertentu akan tetap sama seperti pasar modal sebelumnya, begitu juga dengan permintaan tenaga kerja dalam pasar tenaga kerja.

c.

jika w < v, untuk memproduksi sejumlah barang q perusahaan lebih untung bila menggunakan lebih banyak tenaga kerja barang dari pada modal. Karena biaya modal (v) lebih mahal dari biaya tenaga kerja (w), sehingga keuntungan lebih besar. Akibatnya permintaan modal dalam jangka pendek akan menurun di pasar

Universitas Sumatera Utara

modal, sebaliknya di pasar tenaga kerja permintaan tenaga kerja akan meningkat. Faktor-faktor lainnya yang menyebabkan fungsi permintaan tenaga kerja jangka panjang lebih elastis dari permintaan tenaga kerja jangka pendek (Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999): a.

Product demand (permintaan produk). Permintaan dan perubahan harga produk dalam jangka panjang lebih elastis dari pada jangka pendek.

b.

Labor-capital interaction. Substitusi effect dalam jangka pendek tidak terjadi. Modal dan tenaga kerja tidak dapat dipertukarkan karena dalam jangka pendek modal konstan. Dalam jangka panjang tenaga kerja dapat dipertukarkan dengan modal sehingga dalam jangka panjang lebih elastis daripada jangka pendek.

c.

Teknologi. Perubahan teknologi dapat meningkatkan produktivitas. Dalam jangka panjang perubahan teknologi lebih elastis dari permintaan tenaga kerja bila dibandingkan oleh permintaan tenaga kerja jangka pendek. Pemberi kerja akan menilai keuntungannya sebelum melakukan investasi teknologi baru. Saat semua tenaga kerja tidak dapat lagi ditingkatkan karena telah mencapai titik jenuh dalam menggunakan modal yang tersedia. Dalam kondisi ini, pertambahan atau perubahan modal perlu dilakukan oleh pemberi kerja guna memaksimalkan keuntungannya. Peran teknologi baru sangat penting untuk meningkatkan produktivitas perusahaan.

Universitas Sumatera Utara

2.4.3. Pasar Permintaan Tenaga Kerja Pasar permintaan tenaga kerja merupakan gabungan permintaan pasar individual tenaga kerja. Permintaan tenaga kerja tergantung pada elastisitas permintaan jumlah tenaga kerja. Sensitivitas jumlah permintaan tenaga kerja dihitung dengan cara berikut (Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999):

Ed=

Ed=

Penentu deteminan elastisitas pasar permintaan tenaga kerja secara umum ditentukan oleh (Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999): a.

Elasitas permintaan produk. Semakin elastis permintaan terhadap produk suatu perusahaan maka perusahaan tersebut juga semakin elastis melakukan permintaan terhadap tenaga kerja.

b.

Perbandingan antara biaya tenaga kerja terhadap total biaya. Semakin besar komposisi biaya tenaga kerja dalam total biaya maka perubahan wage rate semakin elastis terhadap permintaan tenaga kerja. Sebaliknya, jika komposisi tenaga kerja sangat kecil pada total biaya maka perubahan wage rate kurang elastis.

c.

Semakin mudah disubstitusikan tenaga kerja ke faktor input yang lain, maka permintaan tenaga kerja semakin elastis terhadap perubahan wage rate.

Universitas Sumatera Utara

Elastisitas penawaran faktor produksi yang lain. Jika permintaan faktor produksi yang lain semakin elastis maka permintaan tenaga kerja juga semakin elastis.

2.5.

Produktivitas Tenaga Kerja Untuk keperluan analisis permintaan tenaga kerja salah satu alat ukurnya

adalah produktivitas tenaga kerja. Produktivitas tenaga kerja dapat dibedakan menjadi produktivitas rata-rata tenaga kerja dan marginal produktivitas tenaga kerja (Nicholson, 2003). Produktivitas rata-rata tenaga kerja dapat ditentukan dengan membagi jumlah total produksi dengan total input tenaga kerja. Sedangkan, marginal produktivitas tenaga kerja dihitung dengan membandingkan perubahan total output terhadap pertambahan satu unit faktor input tenaga kerja. Ukuran total produksi di dalam suatu wilayah atau propinsi dalam kurun waktu tertentu biasanya disebut dengan produk domestik bruto regional (PDRB). Menurut Frank dan Bernanke (2007), pendekatan pengukuran gross domestic product (GDP) dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu: pendekatan produksi (menggunakan market value atau value added), pendekatan pengeluaran (total dari konsumsi rumah tangga, investasi yang dilakukan oleh perusahaan, belanja pemerintah dikurangi transfer payment dan net export) dan pendekatan income (income labor berupa upah, gaji, dan penghasilan dari usaha sendiri dan capital income yang diterima oleh pemilik modal seperti profit, sewa, bunga dan royalti).

Universitas Sumatera Utara

Ukuran gross domestic product (GDP) menurut Frank dan Bernanke (2007) dibedakan menjadi GDP nominal dan GDP riel. GDP nominal dihitung dengan mengalikan total produk tahun berjalan terhadap current price’s. Sedangkan GDP real dihitung dengan mengalikan total produk tahun berjalan terhadap base year price’s. GDP riel adalah GDP nominal dibagi deflator GDP lalu dikalikan 100. Inflasi merupakan kenaikan harga-harga secara umum. Ukuran inflasi yang sering digunakan adalah indeks harga konsumen (consumer price index). Di samping itu juga sering menggunakan deflator GDP (Samuelson dan Nodhaus, 2001). Indeks harga konsumen dihitung berdasarkan pembobotan yang dilakukan terhadap harga-harga konsumsi suatu barang yang dilakukan oleh konsumen pada periode tertentu. Lalu dipilih tahun dasar sebagai tahun dasar perhitungan pembanding. Indeks harga konsumen tujuannya untuk mengukur daya beli konsumen dari tahun ke tahun. Dari perhitungan indeks harga konsumen nantinya tingkat inflasi dapat dihitung (Mankiw, 2003). Deflator GDP mencerminkan tingkat harga saat ini relatif dengan tahun dasar. Perbedaan deflator GDP dengan indeks harga konsumen adalah sebagai berikut (Mankiw, 2003): a. deflator GDP mencerminkan harga semua barang dan jasa yang diproduksi dalam negeri, sedangkan indeks harga konsumen merupakan harga berbagai barang dan jasa yang dibeli konsumen; b. perbedaan dalam pembobotan. IHK membandingkan sekelompok harga barang dari tahun sekarang dengan tahun dasar di mana kelompok barang tersebut

Universitas Sumatera Utara

biasanya relatif tetap. Sementara itu deflator GDP membandingkan harga barang dan jasa yang diproduksi saat ini dengan harga barang dan jasa yang sama ditahun dasar. Jenis barang dalam penentuan deflator GDP relatif lebih dinamis. Perbedaan deflator GDP dengan indeks harga konsumen tidak terlalu penting, seandainya semua harga berubah secara proporsional. Tingkat inflasi dengan menggunakan indeks harga konsumen maupun deflator GDP cenderung sama dari tahun ke tahun. Tetapi tetap saja memiliki perbedaan (Mankiw, 2003).

2.6.

Ekspektasi Penawaran Agregat Fungsi ekspektasi, Pe= p(P); 0

. Di mana, Pe

ekspektasi harga

tergantung kepada harga aktual P. p’ merupakan slope dari fungsi p yang besarnya lebih besar dan sama dengan nol dan lebih kecil dari dan sama dengan satu. Dari besaran p’ dan fungsi p dapat dikemukan yang berkaitan dengan fungsi penawaran tenaga kerja aggregate sebagai berikut (Branson, 2001): 1.

Kondisi ekstrem Keynesian Kondisi ekstrem Keynesian p’=0, artinya Pe=P, ekspektasi harga tidak terpengaruh pada perubahan harga aktual. Dalam kondisi ini kurva penawaran aggregat berbentuk horizontal. Kurva penawaran aggregate tidak dipengaruhi oleh perubahan harga namun hanya terpengaruh oleh pergeseran kurva permintaan dalam pasar barang dan jasa. Sedangkan pada pasar tenaga kerja,

Universitas Sumatera Utara

pada kondisi ekuilibrium kurva permintaan tenaga kerja tergantung pada perubahan harga. Namun perubahan tersebut tidak mempengaruhi kurva penawaran tenaga kerja. 2.

Kondisi ekstrem Classical Dalam kondisi ini p’=1, ekspektasi harga Pe sama dengan harga aktual P atau perubahan pada aktual P akan proporsional dengan perubahan ekspektasi harga Pe. Perubahan pada harga aktual akan meningkatkan permintaan agregat pada pasar barang dan jasa. Peningkatan permintaan aggregate akan mempengaruhi permintaan pada pasar tenaga kerja. Seharusnya permintaan tenaga kerja juga akan meningkat dalam mendukung produksi barang dan jasa. Namun hal ini tidak terjadi pada kondisi case classical karena permintaan dan pernawaran tenaga kerja tidak dipengaruhi oleh harga. Harga dalam kondisi ini bersifat eksogenous. Perubahan harga tersebut tidak meningkatkan jumlah tenaga kerja yang bekerja tetapi hanya terpengaruh pada perubahan upah nominal ataupun upah rill. Dalam kondisi ini, kurva penawaran aggregate berbentuk horizontal.

3.

Kondisi Imperfect Foresight Kondisi imperfect foresight atau general Keynesian model, 0

, ekspektasi

harga Pe akan mempengaruhi harga aktual P. Perubahan harga tersebut tidak terjadi secara sempurna. Perubahan harga P, akan menurunkan rasio Pe /P sehingga menurunkan upah rill w. Penurunan upah rill ini akan meningkatkan permintaan tenaga kerja sehingga menggeser kurva permintaan tenaga kerja ke

Universitas Sumatera Utara

arah atas kanan. Begitu juga halnya di sisi kurva penawaran tenaga kerja, perubahan harga ini akan meningkatkan penawaran tenaga kerja. Kurva penawaran tenaga kerja akan bergeser ke kanan.

2.7.

Hubungan Penawaran Aggregat dengan Permintaan Tenaga Kerja Penawaran aggregate dalam jangka pendek lebih mendekati pada kondisi

general Keynesian’s model. Begitu juga halnya dengan kondisi penawaran dan permintaan tenaga kerja. Sedangkan dalam kondisi jangka panjang, penawaran aggregate cenderung pada mengikuti asumsi klasik. Di mana kurva penawaran aggregate cenderung pada kondisi vertikal, di mana output y konstan. Begitu juga halnya dengan permintaan tenaga kerja.

2.8.

Pengangguran (Unemployment) Pengangguran (unemployment) adalah, Frank dan Bernanke (2007), seseorang

yang tidak mendapatkan pekerjaan dalam waktu tertentu tetapi tetap berusaha mendapatkan pekerjaan tersebut. Tingkat pengangguran (the unemployment rate), Frank dan Bernanke (2007), adalah tingkat pengangguran yang dihitung dengan membagi jumlah pengangguran terhadap labor force. Philip’s curve yang ditemukan oleh A.W Philips dapat menjelaskan hubungan antara tingkat upah dengan tingkat pengangguran (Branson, 2003). Andaikan: w= ƒ(Nd-Ns); ƒ’>0

Universitas Sumatera Utara

upah riel Ls= Pe *g(N)

w Ld= Pe *f(N)

Nd

Ns

Jumlah Tenaga Kerja

Gambar 2.6 Upah Sumber: Branson, 2003riel dan Pasar Tenaga Kerja Sumber: Branson, 2003

Gambar 2.6. Upah Riel dan Pasar Tenaga Kerja

excess supply= (Ns-Nd)=- (Nd-Ns) w= -ƒ(Nd-Ns); ƒ’>0 u= U/L merupakan excess supply, w= g(u); g’<0 Dari persaman di atas dan Gambar 2.6 Branson (2003) menurunkan kurva Philips.

upah riel

w U= tingkat pengangguran

Sumber: Branson, 2003 Gambar 2.7 Kurva

Philips Sumber: Branson, 2003

Gambar 2.7. Kurva Philips

Universitas Sumatera Utara

Guncangan dalam pasar tenaga kerja dapat terjadi karena adanya guncangan pada permintaan aggregate dan penawaran aggregate. Guncangan ini dapat menyebabkan gangguan pada keseimbangan pasar tenaga kerja. Menurut Frank dan Bernanke (2007), ada tiga guncangan dalam pasar tenaga kerja, yakni: 1.

Pengangguran friksional (frictional unemployment). Pengangguran ini disebabkan oleh tenggang waktu yang dibutuhkan para pekerja untuk mencari pekerjaan yang sesuai dan cocok untuk mereka. Dan sifatnya umumnya sementara.

2.

Pengangguran struktural (structural unemployment). Pengangguran struktural biasanya terjadi dalam jangka waktu yang sangat lama. Ini bisa terjadi karena para pekerja kurang mampu beradaptasi dengan lingkungan kerja baru, sedangkan lingkungan kerja lama mereka telah tutup atau tidak beroperasi lagi. Misalnya pekerja di pabrik baja yang tidak beroperasi lagi harus pindah ke perusahaan komputerais, tentu mengalami hambatan yang serius dalam mencari pekerjaan baru. Ini biasanya terjadi pada pekerja un-skilled. Pengangguran ini sangat besar biaya sosialnya bila tidak langsung ditangani.

3.

Cyclical unemployment. Pengangguran cyclical terjadi karena penurunan atau perlambatan pertumbuhan ekonomi (perekonomian dalam keadaan resesi). Para pekerja banyak dirumahkan karena core bisnis yang mereka jalani sedang mengalami perlambatan pertumbuhan permintaan di pasar. Sehingga mau tidak mau, pengusaha biasanya untuk menghemat biaya mereka harus

Universitas Sumatera Utara

memberhentikan sementara sebagian pekerja mereka. Ini akan membawa biaya sosial yang tinggi bila berlangsung cukup lama.

2.9.

Determinan Permintaan dan Penawaran Tenaga Kerja Determinan permintaan tenaga kerja dapat diringkas sebagai berikut (Mc

Connell, Brue, dan Macpherson, 1999): a.

Permintaan produk suatu barang dan/atau jasa yang dihasilkan oleh tenaga kerja itu sendiri. Jika permintaan produk tinggi maka permintaan tenaga kerja juga yang memproduksi produk tersebut akan tinggi. Menurut Frank dan Bernanke (2007), kenaikan harga produk tertentu yang diproduksi oleh pekerja akan menggeser kurva permintaan ke kanan (permintaan tenaga kerja semakin besar untuk semua tingkat upah nominal maupan upah riel). Begitu juga sebaliknya.

b.

Produktivitas tenaga kerja. Semakin tinggi produktivias tenaga kerja semakin tinggi permintaan terhadap tenaga kerja tersebut. Kenaikan produktivitas tenaga kerja akan menggeser kurva permintaan tenaga kerja ke arah kanan. Namun seandainya produktivitas tenaga kerja menurun maka kurva permintaan tenaga kerja akan bergeser ke kiri. Frank dan Bernanke (2007) menyatakan bahwa kenaikan produktivitas tenaga kerja akan menggeser kurva permintaan tenaga kerja ke kanan, di mana permintaan terhadap tenaga kerja meningkat untuk semua tingkat upah nominal dan upah riel.

Universitas Sumatera Utara

c.

Jumlah pemberi kerja (employers). Semakin banyak jumlah pemberi kerja maka semakin banyak jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan atau permintaan tenaga kerja akan meningkat.

d.

Harga barang/faktor produksi yang lain. Perubahan faktor-faktor produksi yang lain seperti modal, bahan baku, tanah dapat mengubah permintaan tenaga kerja. Namun perubahan faktor produksi yang lain harus dipilah-pilah dulu. Harus dibedakan apakah faktor produksi yang lain termasuk dalam kategori sebagai berikut: 1.

Gross substitutes. Jika harga faktor produksi yang lain berubah maka permintaan tenaga kerja juga akan berubah ke arah yang sama.

2.

Gross complements. Harga faktor-faktor produksi yang lain berubah maka permintaan tenaga kerja juga akan berubah dengan arah yang berlawanan. Sedangkan determinan penawaran tenaga kerja dapat diringkas sebagai

berikut (Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999): a. Wage rates yang lain. b. Nonwage rate income. c. Preferensi (trade off) untuk bekerja atau leisure. d. Nonwage aspects of the job. e. Number of qualified suppliers.

Universitas Sumatera Utara

2.10.

Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu terkait dengan penelitian yang akan dilakukan diambil

dari berbagai sumber. Situmorang (2007), melakukan penelitian tentang keterkaitan peningkatan pendapatan domestik bruto (PDB) Indonesia sebagai variabel dependen dan variabel independen

adalah

akumulasi

modal

fisik

tetap,

investasi

pemerintah

di bidang human capital, jumlah tenaga kerja produktif yang berpendidikan menengah dan jumlah tenaga kerja yang berpendidikan tinggi. Investasi human capital yang dilakukan oleh pemerintah meliputi pengeluaran dalam bidang pendidikan dan kesehatan. Akumulasi modal fisik atau tetap merupakan besarnya akumulasi modal yang digunakan seluruh sektor untuk memproduksi barang (output) secara agregat. Akumulasi modal fisik ini dihitung dengan nilai konstan. Jumlah tenaga kerja berpendidikan tinggi adalah jumlah tenaga kerja produktif yang berpendidikan akademis mulai dari lulusan D1 ke atas. Sedangkan jumlah tenaga kerja berpendidikan menengah adalah jumlah tenaga kerja produktif yang berpendidikan Sekolah Lanjutan Pertama (SLTP) atau sederajat sampai dengan lulusan Sekolah Lanjutan Menengah Tingkat Atas (SMA) atau sederajat. Hasil penelitian Situmorang (2007) tersebut, variabel-variabel independen berpengaruh positif dan sangat signifikan terhadap peningkatan PDB Indonesia. Hasil estimasi menyebutkan variabel-variabel independen mampu menjelaskan peningkatan PDB Indonesia sebesar 99,3% dan sisanya faktor lain yang tidak diteliti sebesar 0,7%. Akumulasi modal fisik tetap, investasi pemerintah di bidang human capital, jumlah

Universitas Sumatera Utara

tenaga kerja produktif yang berpendidikan tinggi berpengaruh positif dan sangat signifikan. sedangkan jumlah tenaga kerja yang berpendidikan menengah berpengaruh positif namun nilainya relatif kecil. Sitorus

(2007)

melakukan

penelitian

terhadap

faktor-faktor

yang

mempengaruhi kesempatan kerja dan transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non-pertanian dengan variabel indenpenden upah (hipotesisnya berpengaruh negatif), pendapatan domestik regional bruto (PDRB berpengaruh positif), kesempatan kerja (jumlah tenaga kerja yang terserap), dan kelompok ekonomi (sektor pertanian, jasa dan perdagangan) atau transformasi tenaga kerja (hipotesisnya telah terjadi) di Propinsi Sumatera Utara. Hasil penelitian Sitorus (2007), semua variabel bebas memberikan pengaruh yang signifikan pada á=5% sesuai dengan hipotesis masing-masing variabel bebas. Upah dan PDRB dalam usaha sektor pertanian menjelaskan kesempatan kerja 77,7% dan sisanya dijelaskan oleh faktor lain yang tidak diteliti. Upah dan PDRB dalam usaha sektor industri menejaskan kesempatan kerja mencapai 85,2% dan sisanya 14,8% dijelaskan oleh faktor lain yang diteliti. Sedangkan dalam sektor jasa, upah dan PDRB menjelaskan kesempatan kerja sebesar 78,6% dan sisanya 21,4% dijelaskan faktor lain yang tidak diteliti. Hasil analisis proportional share menunjukkan positif, pertumbuhan kesempatan kerja sektor industri dan jasa di tingkat Propinsi Sumatera Utara lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat nasional pada

sektor

yang

sama.

Terakhir

hasil

differential

shift

negative

yang

Universitas Sumatera Utara

menggambarkan pergeseran struktur tenaga (transformasi) di Propinsi Sumatera Utara masih berjalan lamban mulai dari kurun waktu 1985 sampai dengan 2005. Silaen (2007) mengalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan tenaga kerja di Propinsi Sumatera Utara dengan variabel-variabel bebas yaitu: tingkat upah riel (hipotesisnya berpengaruh negatif, ceteris paribus), produktivitas tenaga kerja (berpengaruh positif) dan investasi (berpengaruh positif). Hasil penelitian Silaen (2007) menyebutkan, variabel-variabel bebas mampu menjelaskan permintaan tenaga kerja sebesar 68,30% dan sisanya faktor-faktor lain yang tidak diteliti sebesar 31,7%. Secara individu, upah berpengaruh negatif terhadap permintaan tenaga kerja namun tidak signifikan. Produktivitas berpengaruh positif terhadap permintaan tenaga kerja, dan, mendorong pertumbuhan ekonomi Propinsi Sumatera Utara. Variabel bebas investasi berpengaruh positif terhadap permintaan tenaga kerja di Propinsi Sumatera Utara tetapi pengaruhnya kecil. Adriani (2003), untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pasar tenaga kerja dan migrasi di Indonesia. Variabel-variabel bebas yang digunakan yaitu: angkatan kerja, kesempatan kerja, upah sektoral riel, produktivitas pekerja, migrasi desa-kota, added-worker, discourage worker, pendapatan nasional, dan pengangguran. Hasil penelitian Adriani (2003), hasil pendugaan model melalui metode two Stage Least Squere (2SLS) cukup representative. Nilai koefisien determinasi (R2) berkisar antara 0.7661 hingga 0.9998. Peubah-peubah penjelas pada masing-masing persamaan secara bersama-sama cukup nyata menjelaskan keragaman peubah

Universitas Sumatera Utara

endogen dengan nilai statistik F berkisar antara 28.819 hingga 40612.672. Selain itu sebagian besar peubah penjelas di dalam persamaan berpengaruh nyata terhadap peubah endogen pada taraf nyata (á) 0.05, 0.10, 0.15, 0.20 dan 0.25. Semua tanda parameter dugaan dalam model sesuai dengan harapan berdasarkan teori maupun logika ekonomi. Adapun penjelasan hasil estimasi masing-masing variabel-variabel bebas adalah sebagai berikut (Adriani, 2003): a.

angkatan kerja, Peningkatan angkatan kerja di Indonesia dipengaruhi oleh pertambahan penduduk usia produktif dan jumlah angkatan kerja tahun sebelumnya. Upah sektoral riel bukan merupakan faktor utama yang mendorong penduduk untuk masuk ke pasar kerja. Perilaku mungkin akibat besarnya jumlah angkatan kerja di kedua wilayah (kota dan pedesaan) yang tidak didukung dengan kesempatan kerja yang memadai. Hasil dugaan menunjukkan bahwa migrasi desa-kota merupakan peubah yang berpengaruh nyata terhadap penurunan jumlah angkatan kerja pedesaan. Peningkatan migrasi desa-kota secara besar-besaran akan mengarah pada terjadinya kelangkaan angkatan kerja di wilayah pedesaan dan limpahan angkatan kerja di perkotaan.

b.

kesempatan kerja, Pendapatan nasional sektoral, Program Padat Karya di perkotaan dan Pembangunan Prasarana Desa Tertinggal di pedesaan berpengaruh nyata terhadap peningkatan kesempatan kerja sektoral. Program Padat Karya dan

Universitas Sumatera Utara

Pembangunan Prasarana Desa Tertinggal lebih berpengaruh terhadap penciptaan kesempatan kerja daripada pendapatan nasional sektoral. Ada indikasi pendapatan nasional sektoral, walaupun berpengaruh positif, lebih banyak digunakan untuk kegiatan penciptaan barang kapital daripada untuk penciptaan kesempatan kerja. Sedangkan Program Padat Karya dan Pembangunan Prasarana Desa Tertinggal benar-benar ditujukan pada penciptaan kesempatan kerja. Penggunaan mesin industri dan traktor berperan sebagai faktor produksi substitusi bagi faktor produksi tenaga kerja. c.

upah sektoral riel, Peubah penjelas yang berpengaruh terhadap perubahan upah sektoral riel adalah kebijakan Upah Minimum Regional Sektoral. Nilai elastisitas peubah penjelas tersebut paling responsif diantara peubah-peubah lainnya. Peubah lain yang juga mempengaruhi upah sektoral riel adalah inflasi. Inflasi terus meningkat maka upah riel akan menurun. Bila dihubungkan upah sektoral riel tersebut dengan daya beli pekerja, maka penurunan upah tersebut akan mengarah pada turunnya daya beli masyarakat. Peubah Dummy wilayah menunjukkan hasil di luar perkiraan. Hasil dugaan terlihat bahwa upah riel lebih tinggi di luar Jawa daripada di Jawa. Jika upah merupakan suatu faktor yang mempengaruhi seseorang bermigrasi, maka perbedaan upah tersebut akan mendorong arus perpindahan penduduk dari Jawa ke luar Jawa.

Universitas Sumatera Utara

d.

produktivitas pekerja, Produktivitas pekerja terutama dipengaruhi oleh upah sektoral riel, konsumsi kalori, dummy program Jaring Pengaman Sosial bidang Kesehatan, dan peubah lag endogennya. Secara sektoral, hasil dugaan menunjukkan bahwa upah riel sektor industri memberikan pengaruh terbesar bagi peningkatan produktivitas pekerja sektor tersebut dibandingkan dengan sektor lainnya. Penerapan Program Jaring Pengaman Sosial Bidang Kesehatan menunjukkan hasil yang positif bagi peningkatan produktivitas pekerja di ketiga sektor.

e.

migrasi desa-kota, Hasil estimasi menunjukkan migrasi desa-kota dipengaruhi secara nyata oleh upah riel relatif sektor industri, jumlah penduduk desa usia produktif, dummy wilayah dan peubah lag endogennya. Upah riel relatif sektor industri lebih mempengaruhi proses migrasi desa-kota daripada upah riel sektor pertanian. Faktor usia juga merupakan faktor penting yang mendorong seseorang untuk bermigrasi. Hasil estima menunjukkan migrasi desa kota akan meningkat jika penduduk desa usia produktif naik. Ditinjau dari nilai elastisitasnya maka migrasi desa-kota lebih responsif terhadap perubahan tingkat pengangguran di perkotaan daripada di pedesaan. Misalkan, faktor upah riel relatif sektor industri dan tingkat pengangguran di perkotaan sebagai faktor penarik (pull-factor) untuk bermigrasi dan faktor upah riel sektor pertanian serta tingkat pengangguran di pedesaan sebagai faktor pendorong (pushfactor), maka hasil penemuan ini menunjukkan

Universitas Sumatera Utara

bahwa migrasi desa-kota lebih disebabkan oleh adanya faktor penarik daripada faktor pendorong. f.

added-worker, Peubah upah sektoral riel bukan merupakan faktor dominan seseorang untuk masuk ke pasar kerja. Hasil estimasi menunjukkan added worker dipengaruhi secara nyata oleh peubah jumlah penduduk yang masuk ke pasar kerja dengan alasan membantu ekonomi keluarga, menambah penghasilan dan putus/tamat sekolah. Hasil estimasi ini menunjukkan periode krisis ekonomi, upah bukan merupakan hal penting yang mendorong seseorang untuk masuk ke pasar kerja. Situasi ekonomi yang sulit yang mendorong individu memasuki pasar kerja.

g.

discourage worker, Discourage worker upah sektoral riel bukan faktor penentu seseorang untuk keluar dari pasar kerja. Jumlah pengangguran yang tinggi di kedua daerah (desakota) merupakan faktor dominan bagi seseorang untuk keluar dari pasar kerja. Di perkotaan, investasi sektor industri juga berpengaruh nyata terhadap discourage worker namun tidak untuk pedesaan.

h.

pendapatan nasional, Pendapatan nasional secara sektoral dipengaruhi secara nyata baik oleh produktivitas pekerja sektoral maupun kesempatan kerja sektoral. Pendapatan nasional sektoral cenderung lebih responsif terhadap perubahan kesempatan kerja sektoral daripada produktivitas pekerja (estimasi elastisitas), dan

Universitas Sumatera Utara

i.

pengangguran Jumlah pengangguran perkotaan dipengaruhi secara nyata hanya oleh jumlah added worker perkotaan. Sedangkan jumlah pengangguran pedesaan dipengaruhi oleh added worker, angkatan kerja dan kesempatan kerja pertanian di pedesaan. Jumlah pengangguran di perkotaan dari sudut pandang kesempatan kerja lebih disebabkan karena penurunan kesempatan kerja sektor industri perkotaan. Sebaliknya jumlah pengangguran di pedesaan lebih dipengaruhi oleh penurunan jumlah kesempatan kerja sektor pertanian di pedesaan.

2.11.

Kerangka Pemikiran Berdasarkan tinjauan teoritis dan penelitian terdahulu, kerangka pemikiran

penelitian digambarkan oleh bagan berikut:

Gambar 2.8. Kerangka Pikir Pasar Tenaga Kerja

Universitas Sumatera Utara

2.12.

Hipotesis Berdasarkan tinjauan teori dan penelitian terdahulu yang telah dipaparkan

di atas maka dapat disimpulkan hipotesis penelitian sebagai berikut: a. Penawaran Tenaga Kerja dengan variabel-variabel sebagai berikut: 1. Upah berpengaruh positif terhadap penawaran tenaga kerja di Propinsi Sumatera Utara. 2. TPAKP (tingkat partisipasi angkatan kerja pria) berpengaruh positif terhadap penawaran tenaga kerja di Propinsi Sumatera Utara. 3. TPAKW (tingkat partisipasi angkatan kerja wanita) berpengaruh positif terhadap penawaran tenaga kerja di Propinsi Sumatera Utara. 4. Konsumsi Propinsi Sumatera Utara berpengaruh positif terhadap penawaran tenaga kerja di Propisi Sumatera Utara. 5. Tabungan penduduk Propinsi Sumatera Utara berpengaruh negatif terhadap penawaran tenaga kerja di Propinsi Sumatera Utara. b. Permintaan Tenaga Kerja memiliki variabel-variabel sebagai berikut: 1. Upah berpengaruh negatif terhadap permintaan tenaga kerja di Propinsi Sumatera Utara. 2. Produktivitas

rata-rata

tenaga

kerja

berpengaruh

positif

terhadap

permintaan tenaga kerja di Propinsi Sumatera Utara. 3. Jumlah industri besar dan sedang berpengaruh positif terhadap permintaan tenaga kerja di Propinsi Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara