A GIDELINE FOR CAMERA-READY PAPERS OF

Download mengetahui fungsi koordinasi yang dilakukan oleh Dinas Sosial terhadap Kecamatan dalam penanggulangan ... Jurnal Ilmu Hukum. Pascasarjana ...

0 downloads 505 Views 107KB Size
Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala

6 Pages

ISSN 2302-0180 pp. 19- 24

FUNGSI KOORDINASI DINAS SOSIAL TERHADAP KECAMATAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI ACEH BARAT Sri Dwi Friwarti1, Prof. Dr. Husni SH.,M.Hum2.,Dr. Eddy Purnama, S.H.,M.H.3 1) Mahasiswa Magister Ilmu HukumFakultas Hukum Universitas Syiah Kuala 2,3) StafPengajar Ilmu Hukum Universitas Syiah Kuala Email : [email protected],

Abstrak-Undang-UndangPemerintahanAceh telah mengatur tentang penyelenggaraan pemerintahan daerah yang otonom dan seluas-luasnya bagi kesejahteraan rakyat Aceh. Dalam ketentuan Pasal 27 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan ditetapkan bahwa Camat melakukan koordinasi dengan satuan kerja perangkat daerah di lingkungan pemerintah kabupaten/kota dalam rangka penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di kecamatan. Kedudukan antara Dinas Sosial dan Kecamatan secara struktur adalah sama-sama merupakan Satuan Kerja Perangkat Daerah. Namun di tinjau dari kepangkatan golongan dari Kepala Dinas Sosial dan Camat memiliki perbedaan golongan kepangkatan.Masalah pokok penelitian ini ialah bagaimana fungsi koordinasi Dinas Sosial terhadap kecamatan dalam penanggulangan kemiskinan di Aceh Barat dan apakah kendala yang dihadapi oleh Dinas Sosial dalam melaksanakan koordinasi bagi upaya penanggulangan kemiskinan.Penelitianini bertujuan untuk mengetahui fungsi koordinasi yang dilakukan oleh Dinas Sosial terhadap Kecamatan dalam penanggulangan kemiskinan di Aceh Barat dan menemukan kendala yang dihadapi oleh kedua instansi tersebut dalam melaksanakan koordinasi bagi upaya penanggulangan kemiskinan.Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum yuridis sosiologis, kemudian dianalisis dengan pendekatan kualitatif yang disajikan secara deskriptif.Hasil penelitian menunjukkan bahwa koordinasi belum dilaksanakan sesuai dengan apa yang diharapkan. Kendala-kendala yang dihadapi antara lain belum terbentuknya tim koordinasi penanggulangan kemiskinan tingkat kabupaten, pelimpahan kewenangan kepada camat belum disertai dengan pembiayaan yang memadai, masih terbatasnya kualitas personil, sarana dan prasarana di kecamatan. Disarankan agar dapat dibentuk Tim Koordinasi penanggulangan kemiskinan tingkat kabupaten sehingga dapat melakukan koordinasi penanggulangan kemiskinan di daerah, menambah pembiayaan yang memadai terhadap penyelenggaraan kewenangan kecamatan dan dapat lebih meningkatkan kualitas personil, sarana dan prasarana di kecamatan.

PENDAHULUAN Pelaksanaan otonomi daerah tidak terlepas dari keberadaan Pasal 18 UUD1945. Pasal tersebut yang menjadi dasar penyelenggaraan otonomi dipahami sebagai normatifikasi gagasan-gagasan yang mendorong pemakaian otonomi sebagai bentuk dan cara menyelenggarakan pemerintahan daerah. Otonomi yang dijalankan tetap harus memperhatikan hakhak usul dalam daerah yang bersifat istimewa. Tujuan dari implementasi penyelenggaraan pemerintah di daerah adalahagar tercapai tujuan ideal dalam penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi pemerintahan di Daerah.Penyelenggaraan otonomi daerah dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab di daerah secara proporsional diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan serta perimbangan keuangan pusat dan daerah.Otonomi daerah diadakan bukan 19 -

Volume 1, No. 4, November 2013

sekedar untuk menjamin efisiensi penyelenggaraan pemerintahan. Otonomi daerah merupakan dasar untuk memperluas pelaksanaan demokrasi dan instrument dalam mewujudkan kesejahteraan umum. Di era reformasi yang ditandai dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 22Tahun 1999 tentang Otonomi di Daerah, kemudian diadakan perubahan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Di Provinsi Aceh perkembangan ini kemudian berlanjut dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (selanjutnya disebut UUPA). Melalui UUPA telah diatur tentang penyelenggaraan pemerintahan daerah yang otonom dan seluas-luasnya bagi kesejahteraan rakyat Aceh. Menurut Pasal 112 ayat (2) dan ayat (3) UUPA bahwa dalam melaksanakan

Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala tugasnya, pemerintah kecamatan memperoleh pelimpahan sebahagian kewenangan Bupati/Walikota untuk menangani urusan pemerintahan Kabupaten/kota dan tugas umum lainnya. Selanjutnya ayat (3) huruf d UUPA disebutkan bahwa Camat menjalankan fungsi koordinasi terhadap penyelenggaraan pemerintahan di tingkat kecamatan khususnya dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat, upaya penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum, penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan dan pemeliharaan prasarana dan fasilitas umum. Koordinasi pemerintahan merupakan kegiatan-kegiatan penyelenggaraan pemerintahan harus ditujukan ke arah tujuan yang hendak dicapai yaitu yang telah ditetapkan menjadi garis-garis besar haluan baik untuk tingkat pusat ataupun untuk tingkat daerah, guna menuju kepada sasaran dan tujuan itu gerak kegiatan harus ada pengendalian sebagai alat untuk menjamin langsungnya kegiatan. Yang dimaksud pengendalian disini adalah kegiatan untuk menjamin kesesuaian karya dengan rencana, program, perintah-perintah, dan ketentuan-ketentuan lainnya yang telah ditetapkan termasuk tindakan-tindakan korektif terhadap ketidakmampuan atau penyimpangan. Proses pengendalian menghasilkan data-data dan fakta-fakta baru yang terjadi dalam pelaksanaan, ini semua berguna bagi pimpinan perencanaan dan pelaksanaan. Apa yangtelah direncanakan, diprogramkan tidak selalu cocok dengan kenyataan operasionilnya dalam rangka inilah pengendalian berguna sekali bagi perencanaan selanjutnya. Selama pekerjaan berjalan, pengendalian digunakan sebagai penjaga dan pengaman. Dalam hal ini pengendalian berguna bagi keperluan koreksi pelaksaan operasionil, sehingga tujuan haluan tidakmenyimpang dari rencana. Qanun Kabupaten Aceh Barat Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Kabupaten Aceh Barat menyebutkan Dinas Kabupaten Aceh Barat sebagai unsur pelaksana pemerintah Kabupaten Aceh Barat. Selanjutnya dalam Pasal 3 disebutkan bahwa Dinas Sosial merupakan unsur pelaksana Pemerintah Kabupaten yang dipimpin oleh Kepala Dinas, berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekretaris Kabupaten.

Pasal 4 Qanun Nomor 3 Tahun 2008 dikatakan bahwa Dinas Sosial mempunyai tugas pelaksanaan sebagian kewenangan Pemerintah Kabupaten di bidang sosial, tenaga kerja dan mobilitas penduduk. Tugas antara dinas sosial ini tentunya terkesan bertumpang tindih dengan tugas yang diemban oleh kecamatan di Kabupaten Aceh Barat dalam hal penanggulangan kemiskinan si Aceh Barat. METODE PENELITIAN a. Jenis dan Spesifikasi Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif dan preskriptif. Penelitian deskriptif bertujuan untuk melukiskan tentang sesuatu hal di daerah tertentu, selanjutnya penelitian preskriptif bertujuan untuk memberikan gambaran atau merumuskan masalah sesuai dengan keadaan atau fakta yang ada. b. Jenis data dalam penelitian ini adalah meliputi penelitian hukum normatif dan penelitian yuridis sosiologis atau empiris. Penelitian hukum normatif dengan menganalisa perundang-undangan (Statue Approach). Analisa dilakukan terhadap berbagai aturan hukum yang menjadi fokus dan tema sentral dari penelitian ini. Dengan demikian penelitian hukum normatif disini dilakukan dengan cara deduktif yang memulai meneliti dan menganalisa pasalpasal peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti yang dilakukan dengan mengkaji berdasarkan UUPA kemudian dijabarkan dalam Qanun Nomor 3 Tahun 2003 tentang susunan kedudukan dan kewenangan Pemerintah Kecamatan di Propinsi Aceh. Pendekatan hukum yuridis sosiologis dilakukan dengan mengkaji informasi yang diperoleh dari berbagai nara sumber. TUGAS DAN PERAN DINAS SOSIAL Dinas Sosial merupakan salah satu unsur pelaksana pemerintah Kabupaten yang dipimpin oleh kepala dinas, berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekretaris Kabupaten serta menjalankan sebagian tugas umum pemerintahan dan tugas Volume 1, No. 4, November 2013

- 20

Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala pembangunan di bidang kesejahteraan sosial yang berkedudukan di Kabupaten atau Kota. Qanun Pemerintah Kabupaten Aceh Barat Nomor 3 Tahun 2008 Tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Kabupaten Aceh Barat Pasal 4 mengatur bahwa Dinas Sosial mempunyai tugas pelaksanaan sebagian kewenangan pemerintah kabupaten di bidang sosial, tenaga kerja dan mobilitas penduduk. Fungsi Dinas Sosial diatur dalam Pasal 5 Qanun Nomor 3 Tahun 2008 adalah sebagai berikut : a. Merumuskan dan merencanakan kebijakan teknis pembangunan di bidang sosial, tenaga kerja dan mobilitas penduduk ; b. Melaksanakan pembinaan di bidang sosial, tenaga kerja dan mobilitas penduduk ; c. Melaksanakan pengawasan dan pengendalian teknis di bidang sosial, tenaga kerja dan mobilitas penduduk ; d. Melaksanakan pelayanan umum dan membantu tugas umum Bupati sesuai dengan kewenangan yang diberikan; e. Melaksanakan urusan kesekretariatan dinas. Dalam rangka penerapan dan pencapaian pelayanan dasar bidang sosial dengan indikator sasaran, SPM bidang sosial secara bertahap memerlukan panduan perencanaan pembiayaan (analisys costing) pencapaian SPM bidang sosial di daerah propinsi dan daerah kabupaten/kota untuk dijadikan acuan bagi pemerintah daerah (dinas/instansi sosial) dengan memperhatikan potensi dan kemampuan daerah. Perencanaan pembiayaan dalam rangka pencapaian SPM bidang sosial merupakan salah satu rekomendasi sidang Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD), sebagai upaya terwujudnya keseragaman satuan kegiatan yang digunakan. TUGAS DAN PERAN KECAMATAN Pemerintah kecamatan merupakan tingkat pemerintahan yang memegang peranan penting dalam pelaksanaan pembangunan mengingat sistem kecamatan sudah lama dikenal di Indonesia. Kecamatan merupakan wilayah administratif pemerintah dalam rangka 21 -

Volume 1, No. 4, November 2013

dekonsentrasi yakni lingkungan kerja perangkat pemerintah yang menyelenggarakan pelaksanaan tugas pemerintahan umum di daerah dalam rangka melayani masyarakat. Dalam rangka pelaksanaan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah jo. UU No. 8/2005 tentang Perubahan atas UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh serta Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah. Penyelenggaraan pemerintah kecamatan di propinsi Aceh sejak berlaku UUPA kemudian dijabarkan dalam Qanun Nomor 3 Tahun 2003 tentang susunan kedudukan dan kewenangan Pemerintah Kecamatan di propinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Pasal 1 ayat (3) Qanun Nomor 3 tahun 2003 mendefinisikan bahwa “Kecamatan adalah perangkat daerah Kabupaten atau kota yang dipimpin oleh seorang Camat”. Dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan menentukan bahwa Pengaturan Penyelenggaraan kecamatan baik dari sisi pembentukan, kedudukan, tugas dan fungsinya secara legalistik diatur dengan Peraturan Pemerintah. Sebagai perangkat daerah, Camat mendapatkan pelimpahan kewenangan yang bermakna urusan pelayanan masyarakat. Selain itu kecamatan juga akan mengemban penyelenggaraan tugas-tugas umum pemerintahan. Ketentuan tentang tugas camat diatur juga dalam pasal 112 ayat (2) dan ayat (3) UUPAyang pada intinya mengamanatkan bahwa dalam melaksanakan tugasnya pemerintah kecamatan, camat memperoleh pelimpahan sebahagian kewenangan Bupati/Walikota untuk menangani urusan pemerintahan Kabupaten/Kota dan tugas umum lainnya. Kemudian dalam Pasal 112 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh ditentukan bahwa : (1) Kecamatan dipimpin oleh camat. (2) Dalam pelaksanaan tugasnya camat memperoleh pelimpahan sebagian kewenangan Bupati/Walikota untuk menangani urusan pemerintahan kabupaten/kota.

Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala (3) Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), camat juga menyelenggarakan tugas umum pemerintahan meliputi : (a) Menyelenggarakan kegiatan pemerintahan pada tingkat kecamatan; (b) Membina penyelenggaraan pemerintahan mukim, kelurahan dan gampong; (c) Melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya dan/atau yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan mukim, kelurahan dan gampong; (d) Mengoordinasikan: (1) (2) (3) (4) (4) (5)

(6)

(7)

(8)

Kegiatan pemberdayaan masyarakat Upaya penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum; Penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan; dan Pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum. Pengangkatan dan pemberhentian camat dilakukan oleh Bupati/Walikota. Camat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diangkat oleh Bupati/Walikota atas usul sekretaris daerah kabupaten/kota dari pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Camat dapat melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibantu oleh perangkat kecamatan yang dalam pelaksanaan tugasnya bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota melalui sekretaris daerah kabupaten/kota. Perangkat kecamatan sebagaimana dimaksud ayat (6) dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada camat. Ketentuan lebih lanjut mengenai hal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat(2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6) dan ayat (7) diatur dengan peraturan Bupati/Walikota dengan bepedoman pada Qanun kabupaten/Kota.

Konsep Kemiskinan Kemiskinan merupakan faktor dominan yang mempengaruhi persoalan kemanusiaan lainnya, seperti keterbelakangan, kebodohan

ketelantaran,kematian dini. Problema buta huruf, putus sekolah, anak jalanan, pekerja anak, perdagangan anak, perdagangan manusia (human trafficking) tidak bisa dipisahkan dari masalah kemiskinan. Meskipun penanganan kemiskinan bukan usaha mudah, diskusi dan penggagasan aksitindak tidak boleh surut kebelakang. Untuk meretas jalan pensejahteraan, pemahaman mengenai konsep dan strategi penanggulangan kemisikinan masih harus terus dikembangkan. Sebaran penduduk miskin sejak tahun 2000 sampai dengan tahun2001 adalah 63,2 % di desa dan 36,8 % di kota. Kemiskinan adalah ketidakmampuan individu dalam memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk hidup layak, Kemiskinan merupakan sebuah kondisi yang berada di bawah garis nilai standar kebutuhan minimum, baik untuk makanan dan non makanan, yang disebut garis kemiskinan (poverty line) atau batas kemiskinan (poverty threshold). Garis kemiskinan adalah sejumlah rupiah yang diperlukan oleh setiap individu untuk dapat membayar kebutuhan makanan setara 2100 kilo kalori per orang per hari dan kebutuhan non-makanan yang terdiri dari perumahan, pakaian, kesehatan, pendidikan, transportasi, serta aneka barang dan jasa lainnya Kemiskinan pada umumnya didefinisikan dari segi pendapatan dalam bentuk uang ditambah dengan keuntungankeuntunan non-material yang diterima oleh seseorang. Secara luas kemiskinan meliputi kekurangan atau tidak memiliki pendidikan, keadaan kesehatan yang buruk, kekurangantransportasi yang dibutuhkan oleh masyarakat. Kemiskinan adalah ketidaksamaan kesempatan untuk mengakumulasikan basis kekuasaan sosial. Basis kekuasaan sosial meliputi: a. modal produktif atau asset (tanah, perumahan, alat produksi, kesehatan). b. sumber keuangan (pekerjaan, kredit) c. organisasi sosial dan politik yang dapat digunakan untuk mencapai kepentingan bersama (koperasi, partai politik, organisasi sosial) d. jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang, dan jasa Volume 1, No. 4, November 2013

- 22

Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala e. pengetahuan dan keterampilan, dan f. informasi yang berguna untuk kemajuan hidup Basis kekuatan sosial inilah yang merupakan faktor yang mempengaruhi terhadap kemiskinan yang dirasakan oleh masyarakat. Perbedaan kesempatan yang diperoleh masyarakat dalam faktor-faktor basis kekuasaan sosial menyebabkan masyarakat tidak mampu menjalani kehidupan secara standar. Dalam Pasal 1 ayat (1) UndangUndang Nomor 13 Tahun 2001 Tentang Penanganan Fakir Miskin dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan Fakir miskin adalah orang yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan/atau mempunyai sumber mata pencaharian tetapi tidak mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi kehidupan dirinya dan/atau keluarganya.

Kendala-kendala dalam Melaksanakan Fungsi Koordinasi Dinas Sosial dan Kecamatan Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada beberapa kendala dalammelaksanakan fungsi koordinasi Dinas Sosial dan Kecamatan dalam Kabupaten Aceh Barat untuk menanggulangi kemiskinan. Kendala-kendala tersebut antara lain adalah belum terbentuknya Tim Penanggulangan Kemiskinan Tingkat Kabupaten yang selanjutnya disebut TKPK, pelimpahan kewenangan kepada Camat belum disertai dengan pembiayaan yang memadai, dan masih terbatasnya kualitas personil, sarana dan prasarana di Kecamatan.

PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, maka dalam bab ini akan dikemukakan kesimpulan dan saran sebagai berikut bahwa : 1. Koordinasi merupakan kegiatan yang dilakukan oleh berbagai pihak yang sederajat untuk saling memberi informasi 23 -

Volume 1, No. 4, November 2013

dan mengatur bersama (menyepakati) hal tertentu, sehingga di satu sisi proses pelaksanaan tugas dan keberhasilan pihak yang satu tidak mengganggu proses pelaksanaan tugas dan keberhasilan pihak yang lain, sementaradisisi lain yang satu langsung atau tidak langsung mendukung pihak yang lain. Dalam fungsi koordinasi yang dilakukan oleh Dinas Sosial terhadap Kecamatan belum dijalankan sesuai dengan yang diamanatkan dalam Pasal 27 Peraturan pemerintah Nomor 19 Tahun 2008. Hal ini terlihat dari koordinasi yang selama ini dilakukan hanya mengandalkan laporan-laporan yang diberikan oleh TKSK. Dalam melakukan monitoring terhadap program yang sudah dilakukan, juga hanya melibatkan tim pendamping dari pihak kecamatan. Koordinasi belum dilaksanakan sebagaimana harusnya sehingga masih terdapat masyarakat miskin di Aceh Barat yang belum tersentuh dengan bantuan-bantuan sosial sehingga penanggulangan kemiskinan belum dapat dilakukan secara optimal. 2. Kendala-kendala yang dihadapi antara lain, sebagaimana yang di amanatkandalamPasal 16 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan belum terbentuk Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Tingkat Kabupaten di Aceh Barat sehingga belum terlaksana koordinasi yang sinergis antara Satuan Kerja Perangkat Daerah di Kabupaten Aceh Barat dalam pelaksanaan penanggulangan kemiskinan, kendala lainnya yaitu pelimpahan kewenangan kepada Camat belum disertai dengan pembiayaan yang memadai dan masih terbatasnya kualitas personil sarana dan prasarana di kecamatan. Saran 1. Agar dapat dibentuk Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan tingkat kabupaten. Hal ini bertujuan agar penanggulangan Kemiskinan lebih cepat tercapai dan dengan adanya Tim

Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala

2.

3.

koordinasi Penanggulangan Kemiskinan diharapkan mampu lebih meningkatkan kemampuan dan pendapatan masyarakat miskin, mengembangkan dan menjamin keberlanjutan usahakecildanmensinergikankebijakandan program penanggulangan kemiskinan. Diharapkan kepada Pemerintah Daerah, agar pelimpahan kewenangan kepada kantor kecamatan dapat disertai dengan pembiayaan yang memadai mengingat tugas yang diemban oleh pihak kecamatan begitu penting sebagai pengayom masyarakat. Pada setiap kantor kecamatan hendaknya kualitas personil, sarana dan prasarana dapat lebih ditingkatkan lagi sehingga pelayanan yang diberikan kepada masyarakat lebih cepat dan memuaskan.

------------------, Metode Penelitian Hukum, Bahan Kuliah Metode Penelitian Ilmu Hukum, Universitas Syiah Kuala, 2009. -------------------, Konstitusi & Konstitusionalisme Indonesia, Konstitusi Press, Jakarta, 2006. --------------------, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, Konstitusi Press, Jakarta, 2006. Josef RiwuKaho, ProspekOtonomi Daerah di Negara Republik Indonesia, PT. Raja GrafindoPersada, Y ogyakarta

DAFTAR KEPUSTAKAAN AtengSyafrudin, MenujuPenyelenggaraan Pemerintah Negara Bersih dan Bertanggung Jawab, Jurnal Pro JustisiaEdisi IV, Universitas Parahyangan, Bandung, 2000. Azhary, Negara Hukum Indonesia, Penerbit Universitas Indonesia Press, Jakarta, 1995. Bagir Manan, Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, Pusat Studi Hukum (PSH) Fakultas Hukum UII, Yogyakarta, 2001. BambangYudoyono, Otonomi Daerah, Sinar Harapan, Jakarta, 2001. Dahlan Thaib. Et. Al., Teori dan Hukum Konstitusi, edisi II, Rajawali Press, Jakarta, 2010. Divisi Kajian Demokrasi Lokal Yayasan Harkat Bangsa, Otonomi Daerah Evaluasi dan Proyeksi, CV. Trio Rimba Persada, Jakarta, 2003. Eddy Purnama, Negara Kedaulatan Rakyat, Nusamedia, Cetakan I, Bandung, 2007.

Volume 1, No. 4, November 2013

- 24