1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek yang dewasa ini aktivitasnya melibatkan hampir seluruh negara di dunia. Hal ini sejalan pula dengan hukum perdagangan internasional yang berkembang dengan cepat seiring dengan perkembangan perdagangan internasional itu sendiri. Hubungan dagang yang sifatnya melintasi batas negara telah cukup banyak jenisnya, seperti barter, jual beli, hingga transaksi dagang yang sifatnya kompleks. 1 Rafiqul Islam dalam buku Huala Adolf menyebutkan bahwa perdagangan internasional ialah pertukaran barang dan jasa antara individu dengan individu, antara satu badan usaha dengan badan usaha lain, dan negara dengan negara yang sifatnya luas, transnasional, dan komersil. 2 Dari pengertian tersebut maka dapat dilihat bahwa perdagangan internasional dapat melibatkan siapa saja mulai dari individu hingga negara, perdagangan internasional memiliki ciri khas untuk mencari keuntungan dari transaksi perdagangan yang dilakukan dengan melintasi batas negara. Objek dari perdagangan internasional ialah barang dan jasa yang diperjual belikan oleh para pihak. Pergerakan barang - barang secara lintas batas negara disebut dengan perdagangan internasional di bidang barang, sedangkan pergerakan 1
Huala Adolf, 2011, Hukum Perdagangan Internasional, cet. IV, Rajawali Pers Jakarta, (selanjutnya disebut Huala Adolf I), h. 1. 2 Huala Adolf I , ibid, h. 7.
2
jasa- jasa secara lintas batas negara disebut dengan perdagangan jasa (invisible trade)3, seperti jasa di bidang finansial, jasa di bidang transportasi udara yang sifatnya lintas negara. Sedangkan perdagangan internasional di bidang barang dapat dicontohkan dengan praktek impor beras Indonesia dari Thailand maupun ekspor produk kerajinan tangan dari Indonesia ke berbagai negara di dunia. Perdagangan internasional dewasa ini telah banyak mengalami perkembangan ditandai dengan banyaknya forum - forum internasional sebagai wadah kerjasama perdagangan internasional, sebagai contoh ialah World Trade Organization (WTO) yang saat ini beranggotakan 168 negara di seluruh dunia, ASEAN Free Trade Area (AFTA) yang merupakan wujud kesepakatan dari negara- negara anggota ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan di kawasan regional ASEAN, 4 dan Asia Pasific Economic Cooperation (APEC). Akibat dari semakin terbukanya negara - negara terhadap kerjasama di bidang perdagangan akhirnya membawa dampak pada semakin meningkatnya frekuensi transaksi perdagangan internasional. Berdasarkan data tahunan yang dirilis oleh WTO melalui International Trade Statistic (ITS) dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2013 terlihat peningkatan aktivitas perdagangan internasional baik di bidang barang maupun jasa. Pada tahun 2010 perdagangan barang antar negara di dunia ialah sebesar 250 milyar dolar Amerika, kemudian naik secara signifikan hingga akhir tahun 2013 menjadi sebesar 17,8 trilyun dolar Amerika. Sedangkan
3
Meria Utama, 2012, Hukum Ekonomi Internasional, PT. Fikahati Aneska, Jakarta, h. 1. Pusat Kebijakan Pendapatan Negara-Badan Kebijakan Fiskal, “ ASEAN Free Trade Area”, URL: http://www.tarif.depkeu.go.id/Others/?hi=AFTA.htm. diakses tanggal 12 November 2014 4
3
perdagangan jasa pada tahun 2010 ialah sebesar 25 milyar dolar Amerika dan mengalami peningkatan pesat hingga 4,6 trilyun dolar Amerika pada tahun 2013. Dalam lingkup regional ASEAN terdapat AFTA yang salah satu target sasarannya ialah menurunkan bea masuk impor hingga 0% bagi negara anggota ASEAN. Dengan menurunnya bea masuk impor tentu akan berdampak pada semakin meningkatnya aktivitas impor ekspor di negara - negara ASEAN karena hambatan berupa bea masuk sudah tidak ada lagi. Hal ini membawa peningkatan tren ekspor dan impor negara- negara ASEAN setelah krisis di Amerika Serikat dan Eropa serta resesi di Jepang. Pada tahun 2002 aktivitas ekspor mencapai angka 380 milyar dolar Amerika dan terus mengalami peningkatan sebesar 4,2 % untuk ekspor dan 1,6 % untuk impor pada tahun 2003.5 Selain dengan sesama negara ASEAN maka organisasi yang salah satunya memang memfokuskan diri dalam pengembangan kerjasama ekonomi ini juga memperluas kerjasamanya dengan menggandeng China dan Korea dalam penghapusan bea masuk impor. Hal ini dilakukan untuk menarik minat investor dari kedua negara diluar ASEAN tersebut dimana perluasan kerjasama dilakukan di bidang telekomunikasi, pariwisata, kesehatan, dan berbagai sektor krusial lainnya. Investor biasanya berasal dari non pemerintah atau perusahaan (swasta) yang memainkan peran penting dalam perdagangan internasional karena segala ketentuan yang dibuat oleh negara berkenaan dengan perdagangan internasional pada dasarnya
5
AFTA Council ,“The ASEAN Free Trade Area (AFTA), URL: http://www.asean.org/communities/asean-economic-community/category/asean-free-trade-area-aftacouncil. diakses tanggal 13 November 2014.
4
adalah untuk memfasilitasi perdagangan yang dilakukan oleh individu/ perusahaan. Suatu perusahaan dapat melakukan transaksi perdagangan dengan sesama perusahaan (Businesss to Business) secara lintas batas negara maupun antara perusahaan dengan konsumen (Business to Consumer) dan konsumen dengan konsumen lainnya (Consumer to Consumer) dengan cara - cara yang disepakati kedua belah pihak. Selama ini praktek yang berkembang dalam transaksi perdagangan internasional konvensional dapat digambarkan sebagai kondisi tawar menawar antara pedagang dan pembeli dengan proses yang lama serta berbelit karena banyaknya dokumen yang harus disiapkan oleh kedua belah pihak demi menjamin kelancaran transaksi dagang antar negara maupun kendala jarak antar negara serta fasilitas komunikasi yang tidak merata di setiap negara. Akan tetapi dengan perkembangan teknologi seperti internet telah memberikan paradigma baru bagi konsumen akan pelayanan yang cepat, mudah, dan praktis tanpa harus terikat dengan cara - cara lama. Kebutuhan konsumen akan hal tersebut diatas telah menggeser cara - cara transaksi perdagangan dari yang konvensional menjadi berbasis internet yang lazim disebut dengan E- Commerce. E- Commerce menurut Amir Hartman ialah suatu jenis mekanisme bisnis secara elektronik yang memfokuskan diri pada transaksi bisnis berbasis individu dengan menggunakan internet sebagai medium pertukaran barang atau jasa yang dapat dilakukan oleh dua buah perusahaan (Business to Business) maupun antara perusahaan dengan konsumen langsung (Business to Consumer).6
6
Meria Utama, op.cit, h. 99.
5
Kebutuhan terhadap transaksi melalui elektronik ini diakui oleh seorang pemimpin perusahaan Microsoft, John Nielsen yang menyatakan bahwa dalam waktu 30 tahun 30% transaksi penjualan kepada konsumen akan dilakukan melalui E Commerce,7 melalui E - Commerce transaksi dapat dilakukan dengan cepat dan biaya murah karena konsumen tidak perlu datang ke perusahaan penjual barang atau jasa yang dibutuhkan. Konsumen cukup mengakses lewat internet karena seluruh transaksi diproses secara elektronik, proses pemesanan pun hanya memakan waktu beberapa menit saja.8 Sifatnya yang sangat efisien ini membuat transaksi elektronik semakin hari semakin diminati baik oleh konsumen maupun perusahaan. Oleh karena itu diperlukan instrumen - instrumen hukum yang dapat mendukung kelancaran transaksi elektronik ini. Instrumen hukum yang dimaksud biasanya tertuang dalam sebuah kontrak, sesuai dengan jenis transaksinya maka dikenal pula istilah kontrak elektronik (E - Contract). Kontrak ini biasanya muncul setelah konsumen telah menentukan pilihan barang atau jasa yang hendak ia beli. Kontrak biasanya sudah disiapkan oleh perusahaan melalui situs onlinenya, isinya biasanya menyangkut spesifikasi barang atau jasa yang dipilih, cara pembayaran dan pengiriman hingga forum penyelesaian sengketa apabila timbul konflik dari kontrak yang disepakati. Akan tetapi selama ini masih sangat jarang perusahaan yang mencantumkan klausul pilihan hukum dalam kontraknya dengan
7 8
Huala Adolf I, op.cit, h. 161. Meria Utama, op.cit, h. 96.
6
konsumen, yang dicantumkan biasanya hanya forum yang digunakan apabila timbul konflik. Hukum yang digunakan biasanya ditentukan oleh hakim di pengadilan (forum) yang telah ditentukan di dalam kontrak, sehingga tidak ada kesempatan bagi kedua belah pihak terutama bagi konsumen untuk melakukan pilihan hukum terkait masalah yang dihadapinya. Sedangkan dalam hukum perdata internasional dikenal prinsip partijautonomie yang artinya para pihak (dalam kontrak) merupakan pihak yang paling berhak untuk menentukan hukum apa yang berlaku sebagai dasar transaksi maupun penyelesaian sengketa dari kontrak yang dibuat. 9 Kondisi yang kontradiktif ini salah satunya disebabkan karena hingga saat ini masih belum ada konvensi internasional yang mengatur mengenai pilihan hukum khususnya dalam transaksi elektronik. Kalaupun ada jangkauannya hanya lingkup regional saja seperti Uniform Electronic Transaction Act (UETA) yang hanya berlaku bagi negara- negara di Amerika. Pilihan hukum sangat perlu untuk dicantumkan dalam sebuah kontrak elektronik, dan apabila tidak dicantumkan maka proses pemilihan hukum oleh kedua belah pihak juga harus memiliki mekanisme yang jelas. Hal ini sangat penting demi mendapatkan keadilan yang substansial terutama bagi konsumen yang selama ini terkesan mau tidak mau menerima kontrak baku yang telah disediakan di laman situs online. Berangkat dari kekosongan hukum berupa konvensi internasional ini maka penulis meninjau sumber hukum internasional lainnya berdasarkan pasal 38 Statuta 9
Sudargo Gautama, 1985, Pengantar Hukum Perdata Internasional Indonesia, cet. III, Binacipta, Jakarta, (Selanjutnya disebut Sudargo Gautama I), h. 34.
7
Mahkamah Internasional yakni prinsip - prinsip hukum umum yang diakui oleh bangsa - bangsa yang beradab. Prinsip hukum umum pertama kali diperkenalkan dengan maksud menghindari masalah non liquet dalam perkara yang dihadapi seorang hakim. seorang hakim tidak boleh menolak perkara dengan alasan belum ada hukum yang mengaturnya. Prinsip hukum umum tidak terbatas pada hukum internasional saja tetapi mencakup pula prinsip dalam hukum perdata, pidana, lingkungan dan hukum lainnya seperti prinsip pacta sunt servanda, good faith, nebis in idem, dan lain sebagainya.10 Karena transaksi dan kontrak elektronik berdimensi privat maka prinsip yang paling tepat ditelaah ialah prinsip dalam hukum perdata internasional. Perbedaan signifikan di beberapa aspek seperti proses pembentukan yang berbeda dengan kontrak tertulis membawa implikasi pada perbedaan akibat yang ditimbulkan, sehingga hal ini melatarbelakangi analisis mengenai prinsip yang ada untuk memberikan penjelasan mengenai penerapan prinsip pilihan hukum dalam transaksi melalui elektronik. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis merumuskan beberapa masalah yang akan dibahas lebih mendalam dalam karya tulis ini yakni: 1. Apakah urgensi dicantumkannya klausul pilihan hukum dalam suatu kontrak elektronik (E - Contract) ?
10
h. 49.
Sefriani, 2011, Hukum Internasional Suatu Pengantar, cet. II, Raja Grafindo Persada, Jakarta,
8
2. Prinsip- prinsip hukum perdata internasional apakah yang dapat diterapkan untuk menentukan hukum yang akan digunakan dalam suatu kontrak elektronik (E - Contract) apabila belum ada konvensi internasional yang mengaturnya? 1.3. Ruang Lingkup Masalah Untuk menghindari pembahasan yang terlalu luas dalam karya tulis ini, maka sangat perlu untuk dibuat batasan - batasan mengenai hal- hal apa saja yang akan dibahas lebih lanjut dalam karya tulis ini. Secara garis besar dalam skripsi ini penulis membatasi pembahasan dengan berfokus pada kontrak perdagangan internasional yang dibuat melalui elektronik dan pilihan hukum yang digunakan dalam hal timbulnya sengketa dari kontrak elektronik yang dibuat. 1. Dalam rumusan masalah pertama, hal - hal yang akan dibahas meliputi gambaran umum pencantuman pilihan hukum dalam kontrak elektronik yang akan menjelaskan mengenai masih jarangnya klausul ini diterapkan, masih terbatasnya pengaturan hukum internasional yang mengatur mengenai pilihan hukum, dan urgensi pencantuman klausul pilihan hukum dalam kontrak elektronik. 2. Dalam rumusan masalah kedua, penulis akan memfokuskan pokok bahasan pada penerapan prinsip – prinsip hukum perdata internasional dalam kontrak elektronik. Transaksi elektronik lazimnya dituangkan dalam bentuk kontrak elektronik,dalam kontrak inilah tercantum pilihan hukum yang akan dianalisis oleh penulis. Dalam rumusan masalah kedua ini penulis akan membahas dua kontrak, kontrak pertama yang mencantumkan pilihan hukum dan kontrak yang
9
kedua yang tidak mencantumkan pilihan hukum. Tujuan dilakukannya analisis terhadap pilihan hukum dalam kontrak pertama ialah untuk mengetahui apakah pilihan hukum yang dilakukan sudah sesuai dengan prinsip pilihan hukum dalam hukum perdata internasional. Sedangkan dalam kontrak kedua adalah untuk mengetahui hukum apa yang paling tepat digunakan terhadap kontrak tersebut dengan mendasarkan diri pada analisis prinsip – prinsip hukum perdata internasional. 1.4. Orisinalitas Penelitian Penelitian hukum dapat dilakukan dengan membahas suatu permasalahan sejenis dengan sudut pandang yang berbeda - beda. Oleh karena itu sangat mungkin di dalam melakukan suatu penelitian, penulis menemukan penelitian sejenis dengan yang hendak diangkatnya. Dalam proses penulisan penelitian ini penulis pun mencari rujukan penelitian yang bersangkutan dengan permasalahan yang akan diangkat dengan tujuan untuk dijadikan sebagai pembanding maupun argumentasi pendukung penelitian. Sepanjang pencarian artikel, jurnal, maupun skripsi yang penulis lakukan melalui internet, telah ada satu penelitian sejenis yang mengangkat aspek yang sangat mendekati dengan judul usulan penelitian yang penulis ajukan. Penelitian tersebut dibuat dalam bentuk jurnal yang berjudul “ Aspek Aspek Hukum Perdata Internasional Dalam Transaksi Elektronik di Indonesia”. Jurnal hukum ini merupakan hasil penelitian dari Arsensius di Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura, Pontianak, Kalimantan Barat pada tahun 2009.
10
Fokus permasalahan jurnal tersebut ialah perlindungan konsumen dari konsekuensi dilakukannya suatu transaksi elektronik serta cara - cara yang dapat digunakan apabila timbul sengketa, baik mengenai pilihan hukum dan pilihan forum para pihak. Permasalahan yang diangkat dalam jurnal tersebut setidaknya memiliki dua perbedaan dengan penelitian yang penulis angkat, diantaranya : 1. Usulan penelitian yang diajukan oleh penulis memfokuskan diri pada analisis pemberlakuan prinsip hukum perdata internasional yang paling tepat digunakan untuk menentukan pilihan hukum dalam suatu kontrak elektronik, sedangkan jurnal hukum yang disebutkan hanya menjabarkan mengenai prinsip hukum perdata internasional tanpa menganalisis lebih jauh mengenai kemungkinan menggunakan prinsip tersebut dalam kontrak elektronik yang memiliki kondisi fisik dan proses pembentukan yang berbeda dari kontrak tertulis. 2. Sumber hukum formil yang dijadikan sebagai acuan dalam jurnal hukum tersebut ialah Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik karena penulis mengkaji pelaksanaan transaksi elektronik di Indonesia. Sedangkan sumber hukum formil yang penulis gunakan dalam usulan penelitian ini ialah konvensi internasional dan Model Law di bidang perdagangan lintas negara karena penulis bermaksud mengkaji pelaksanaan transaksi elektronik dari perspektif hukum internasional. Perbedaan sumber hukum yang digunakan tentunya membawa implikasi pada berbedanya substansi analisis dari penelitian yang penulis angkat serta lebih luasnya ruang lingkup penelitian yang dilakukan oleh penulis.
11
1.5. Tujuan Penelitian a. Tujuan Umum Tujuan umum dari penulisan ini antara lain : 1. Untuk memahami perkembangan atau transformasi kontrak internasional dari bentuknya yang tertulis hingga yang dibuat dan disetujui melalui dunia maya atau internet serta memahami kekuatan mengikatnya secara hukum internasional. 2. Memahami keberlakuan konvensi internasional yang telah ada apakah telah mengakomodir kebutuhan kontrak internasional yang dibuat secara elektronik. b. Tujuan Khusus 1. Untuk memahami urgensi dicantumkannya klausul pilihan hukum dalam kontrak internasional elektronik (E - Contract). 2. Untuk memahami prinsip- prinsip hukum perdata internasional apa yang dapat digunakan untuk menentukan hukum yang dapat digunakan para pihak dalam kontrak internasional elektronik (E - Contract) yang dibuatnya. 1.6. Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis
12
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman mengenai praktek pembuatan hingga pelaksanaan kontrak internasional elektronik (E - Contract) dari sudut pandang ilmu hukum baik dari tahapan pembuatannya, syarat- syarat harus dipenuhi sehingga suatu kontrak elektronik dapat dikatakan sah, hingga akibat - akibat hukum yang dapat terjadi dengan adanya suatu kontrak internasional. Selain itu dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran kepada ilmu hukum internasional di bidang privat khususnya bidang hukum kontrak internasional dalam mengakomodir kontrak elektronik yang dibuat antara pengusaha dengan konsumen. b. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi praktisi baik pelaku bisnis internasional maupun organisasi internasional yang selama ini telah aktif dalam membentuk ketentuan hukum internasional di bidang privat. Perkembangan hukum internasional di bidang kontrak internasional sebagai akibat semakin variatifnya pola - pola transaksi jual beli dewasa ini menuntut hukum yang mengaturnya pun mampu mengimbangi dengan adanya aturan - aturan hukum yang dapat melindungi kepentingan semua pihak yang terlibat di dalamnya. Dengan adanya penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangsih pemikiran sehingga di kemudian hari dapat diwujudkan suatu ketentuan hukum internasional yang tertuang dalam bentuk tertulis mengenai perjanjian tentang pilihan hukum dalam suatu kontrak elektronik.
13
1.7. Landasan Teoritis a. Prinsip Kebebasan Berkontrak Prinsip ini menyatakan bahwa para pihak bebas untuk membuat suatu kontrak. Pengakuan tegas terhadap prinsip ini salah satunya tertuang dalam prinsip UNIDROIT (The UNIDROIT Principles of International Contracts tahun 1994) dimana dalam pasal 1.1 nya ditegaskan bahwa “The parties are free to enter into a contract and to determine its content.” Dari pernyataan tersebut dapat dipahami bahwa para pihak bebas untuk membuat suatu kontrak, dengan siapa ia hendak membuat kontrak, isi dari kontrak tersebut termasuk pula kebebasan para pihak untuk menentukan klausul pilihan hukum dalam kontraknya. Prinsip inilah yang akan dijadikan dasar pembahasan dalam penelitian ini mengenai pentingnya membangun kesadaran para pihak untuk mencantumkan klausul pilihan hukum dalam kontrak elektronik yang dibuat diantara para pihak. Selain itu dengan prinsip ini sesungguhnya kesempatan para pihak untuk memilih hukum apa yang akan diberlakukan terbuka sangat lebar di tahap awal pembuatan kontrak elektronik. Hingga diharapkan jika di kemudian hari timbul permasalahan berkenaan dengan kontrak maka dapat diselesaikan dengan lebih mudah dan cepat. b. Prinsip Partijautonomie Prinsip ini menyatakan bahwa para pihak merupakan pihak yang paling berhak untuk menentukan hukum apa yang akan diberlakukan sebagai dasar transaksi, termasuk pula hukum yang akan digunakan apabila timbul sengketa di
14
kemudian hari mengenai kontrak yang dibuat diantara mereka. 11 Selama ini seringkali apabila timbul sengketa berkaitan dengan kontrak elektronik, maka hukum yang diterapkan ialah hukum yang ditentukan oleh pengadilan dimana gugatan tersebut diajukan. Hal ini menurut pandangan penulis telah menyimpangi prinsip partijautonomie karena para pihak seolah tidak memiliki kesempatan untuk membentuk sebuah kesepakatan mengenai hukum apa yang hendak mereka pergunakan. Berdasarkan pada prinsip inilah maka penulis berpandangan bahwa diperlukan adanya suatu mekanisme pilihan hukum bagi para pihak untuk dijadikan dasar berlakunya kontrak dan penyelesaian sengketa di antara mereka. Mekanisme tersebut diharapkan dapat memberikan ruang yang seluas - luasnya kepada para pihak untuk menentukan hukum yang akan diberlakukan. 1.8. Metode Penelitian a. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan oleh penulis ialah menggunakan jenis penelitian normatif. Penelitian hukum normatif merupakan penelitian yang membahas doktrin atau asas dalam ilmu hukum untuk menyelesaikan isu hukum yang diangkat. Zainudin Ali menyatakan bahwa yang termasuk penelitian hukum normatif ialah penelitian terhadap asas hukum, penelitian terhadap sistematika hukum, penelitian terhadap taraf sinkronisasi hukum, penelitian sejarah hukum, dan penelitian perbandingan hukum 12. Dalam 11
Ida Bagus Wyasa Putra, 2008, Aspek- Apek Hukum Perdata Internasional Dalam Transaksi Bisnis Internasional, cet. II, Refika Aditama, Bandung, h. 70. 12 Zainudin Ali, 2010, Metode Penelitian Hukum, cet. II, Sinar Grafika, Jakarta, h. 22.
15
penelitian ini penulis akan membahas isu yang diangkat dengan mengkaji prinsip - prinsip hukum perdata internasional serta konvensi - konvensi internasional yang berkaitan dengan isu yang diangkat. b. Jenis Pendekatan Di dalam penelitian hukum dikenal beberapa pendekatan. Dengan pendekatan tersebut, peneliti akan mendapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai isu yang sedang dicoba untuk dicari jawabannya 13. Di dalam penelitian ini adapun pendekatan- pendekatan yang digunakan antara lain : 1. Pendekatan konseptual (Conseptual Approach) Pendekatan konseptual dilakukan apabila tidak ada atau belum ada aturan hukum untuk masalah yang tengah dihadapi. Dalam menggunakan pendekatan konseptual, penulis perlu merujuk pada prinsip - prinsip hukum yang dapat ditemukan dalam pandangan sarjana, doktrin - doktrin, maupun peraturan perundang - undangan meskipun tidak disebutkan secara eksplisit.14 Dalam penelitian ini penulis merujuk pada pendapat sarjana hukum untuk memahami pentingnya pencantuman klausul pilihan hukum dalam kontrak tertulis maupun kontrak elektronik, selain itu penulis juga menggunakan prinsip - prinsip hukum perdata internasional yang telah ada untuk menjawab permasalahan yang berkaitan dengan pilihan hukum di dalam suatu kontrak elektronik antara pengusaha dengan 13
Peter Mahmud Marzuki, 2014, Penelitian Hukum Edisi Revisi, cet. VI, Kencana Prenadamedia Group, Jakarta, h. 133. 14
16
pembeli. Hal ini dikarenakan belum ada konvensi yang secara tertulis mengatur mengenai hal tersebut hingga saat ini. 2. Pendekatan Kasus ( Case Approach ) Pendekatan kasus dilakukan dengan cara mengkaji kasus – kasus yang berkaitan dengan isu hukum yang diangkat, kasus yang dibahas dapat berasal dari Indonesia maupun luar negeri. Dalam pendekatan ini kasus dikaji sebagai bahan referensi bagi isu hukum yang sedang dihadapi. 15 Kasus yang dikaji dalam penulisan ini ialah mengenai konflik yang timbul dari kontrak elektronik yang tidak mencantumkan pilihan hukum, kasus ini akan dikaji oleh penulis untuk mendukung isu hukum yang diangkat mengenai pentingnya pencantuman pilihan hukum dalam kontrak elektronik
serta
mendeskripsikan
masing
jarangnya
klausul
ini
dicantumkan dalam kontrak elektronik. 3. Pendekatan Undang - Undang ( Statute Approach) Pendekatan undang - undang dilakukan dengan cara menelaah undang- undang dan regulasi yang bersangkut dengan isu hukum yang sedang dihadapi. 16 Meskipun belum ada konvensi yang secara spesifik mengatur mengenai penentuan pilihan hukum dalam kontrak elektronik, bukan berarti tidak ada pula konvensi yang dapat dijadikan acuan dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini penulis akan menelaah beberapa
15
Ibid, h. 94.
16
Ibid, h. 93.
17
konvensi dan peraturan yang berlaku secara internasional yang berkaitan dengan permasalahan yang penulis angkat. Dalam penulisan ini penulis mengacu pada kovensi internasional dan Model Law di dalam perdagangan internasional. c. Bahan Hukum Untuk memecahkan isu hukum diperlukan adanya sumber- sumber penelitian. Sumber - sumber penelitian hukum dapat dibedakan menjadi dua yakni sumber penelitian hukum berupa bahan hukum primer dan sekunder.17 Dalam penelitian ini yang dijadikan sebagai bahan hukum primer maupun sekunder antara lain: 1. Bahan hukum primer, ialah bahan hukum yang mempunyai otoritas (autoritatif) 18 . Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
United Nations Convention on the Use of Electronics Communication in International Contracts Tahun 2005.
Convention on the Law Applicable to Contracts for The International Sales of Goods Tahun 1986.
UNCITRAL Model Law on Electronic Commerce Tahun 1996.
UNCITRAL Model Law on Electronic Signatures Tahun 2001.
17
Peter Mahmud Marzuki, op. cit , h. 181.
18
Zainudin Ali, op.cit, h. 47.
18
2. Bahan hukum sekunder, ialah semua publikasi tentang hukum yang merupakan dokumen yang tidak resmi. Publikasi tersebut terdiri atas buku- buku teks yang membicarakan beberapa permasalahan hukum, termasuk skripsi, tesis, dan disertasi hukum. Selain itu termasuk pula kamus hukum, jurnal hukum, dan komentar atas putusan hakim, 19 bahan hukum sekunder juga dapat diperoleh dari internet dengan menyebutkan nama situsnya. 20 Dalam penelitian ini penulis menggunakan buku - buku hukum serta penelitian yang berkaitan dengan kontrak elektronik serta prinsip - prinsip dalam hukum perdata internasional yang berkaitan dengan hukum kontrak internasional. d. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan ialah dengan sistem kartu. Sistem kartu digunakan dengn cara setelah mendapatkan semua bahan yang diperlukan kemudian dibuat catatan mengenai hal - hal yang dianggap penting bagi penelitian ini. 21 Dalam penelitian ini teknik sistem kartu dilakukan dengan cara mencatat atau mengutip hal - hal yang didapatkan dari sumber bahan hukum yang telah disebutkan sebelumnya. e. Teknik Analisis Bahan Hukum
19
Ibid, h. 54.
20
Fakultas Hukum Universitas Udayana, 2013, Pedoman Pendidikan Fakultas Hukum Universitas Udayana, Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar, h. 76. 21
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2007, Penelitian Hukum Normatif, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 13.
19
Adapun teknis analisis yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: 22
Teknik Deskripsi, yakni menguraikan suatu kondisi atau posisi dari proposisi hukum maupun non hukum.
Teknik interpretasi, yakni menggunakan jenis penafsiran dalam ilmu hukum seperti penafsiran gramatikal, historis, sistimatis, teologis, konteksual, dan lainnya.
Teknik konstruksi, yakni berupa pembentukan konstruksi yuridis dengan menggunakan analogi dan pembalikan proposisi.
Teknik evaluasi, yaitu penilaian berupa tepat atau tidak tepat, setuju atau tidak setuju, benar atau salah, sah atau tidak sah mengenai suatu pandangan.
Teknik argumentasi, ialah teknik yang sulit untuk dipisahkan dengan teknik evaluasi karena harus didasarkan pada alasan yang bersifat penalaran hukum.
22
Fakultas Hukum Universitas Udayana, loc.cit.