BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Sejarah Batubara Batubara adalah salah satu bahan bakar fosil. Yang secara umum adalah batuan sedimen yang dapat terbakar,terbentuk dari endapan organik,utamanya adalah dari tumbuhan dan terbentuk dari proses pembatubaraan.Batubara sebagai sumber energi primer memiliki riwayat pemanfaatan yang sangat panjang. Beberapa ahli sejarah menyakini jika penggunaan batubara pertama sekali di China dengan laporan pada tahun 1000 SM terdapat tambang di timur laut China yang menggunakan batubara untuk mencairkan tembaga dan untuk mencetak uang logam.Bahkan petunjuk paling awal tentang pengunaan batubara berasal dari filosof Yunani yaitu Aristoteles yang menyebutkan adanya arang seperti abu. Abu batubara yang ditemukan di reruntuhan bangunan romawi di Inggris juga menunjukkan bahwa batubara juga telah digunakan oleh bangsa Romawi pada tahun 400 SM (Kamus 2010). Selama revolusi Industri pada abad 18 dan 19 kebutuhan akan penggunaan batubara semakin meningkat. Penemuan mesin uap oleh James watt yang dipatenkan tahun 1976 sangat berperan dalam pertumbuhan penggunaan batubara. Oleh karena itu sejarah penggunaan batubara tidak terlepas dari revolusi industri terutama terkait dengan produksi besi dan baja transportasi kereta api dan kapal uap.Penggunaan batubara sebagai bahan bakar primer mulai berkurang seiring dengan semakin meningkatnya penggunaan minyak sebagai bahan bakar.Dan pada tahun 1960 minyak
Universitas Sumatera Utara
menempati posisi paling atas sebagai bahan bakar. Meskipun demikian bukan berarti batubara tidak berperan sebagai bahan bakar sebagai salah satu sumber energi primer. Krisis minyak pada tahun 1973
menyadarkan banyak pihak
bahwa
ketergantungan yang berlebihan pada salah satu sumber energi primer dalam hal ini minyak bumi akan menyulitkan upaya pemenuhan pasokan energi yang kontiniu,selain itu labilnya kondisi keamanan di Negara timur tengah yang merupakan produsen minyak terbesar juga sangat berpengaruh pada fluktuasi harga maupun stabilitas pasokan. Keadaan inilah yang menjadikan salah satu alasan batubara sebagai alternatif bahan bakar sumber energi primer. Disamping itu juga terdapat beberapa faktor diantaranya : 1. Cadangan batubara sangat banyak dan tersebar luas. Diperkiarakan terdapat lebih dari 984 milyar ton cadangan batubara terbukti (proven coal reserves) diseluruh dunia yang tersebar pada 70 negara.Dengan asumsi produksi pada tahun 2004 yaitu sekitar 4.63 milyar ton pertahun untuk produksi batubara keras (hard coal) dan 879 ton juta ton untuk batubara muda (brown coal), maka cadangan batubara diperkirakan bertahan hingga 164 tahun. Sebaliknya dengan tingkat produksi saat ini minyak diperhitungkan akan habis dalam waktu 41 tahun, sedangkan gas adalah 67 tahun. Disamping itu sebarannya pun terbatas, dimana 68 % cadangan minyak dan 67 % cadangan gas terkonsentrasi di Timur tengan dan Rusia. 2. Negara maju dan negara berkembang terkemuka memiliki banyak cadangan batubara. Berdasarkan data dari BP Statistic review of Energi 2004, pada tahun 2003, 8 besar negara – negara dengan cadangan batubara terbanyak adalah Amerika Serikat, Rusia, China, India, Australia, Jerman , Afrika Selatan dan Ukraina. 3. Batubara dapat diperoleh dipasaran dunia dengan pasokan yang stabil. 4. Batubara dapat ditumpuk disekitar tambang, pembangkit listrik, atau lokasi sementara.
Universitas Sumatera Utara
Melihat pemaparan diatas, dapat dimengerti bahwa peranan batubara dalam penyediaan kebutuhan energi sangatlah penting sehingga penggunaan batubara akan menjadi semakin meningkat berjalan dengan semakin berkurangnya cadangan minyak dan gas alam. 2.1.2. Proses Pembentukan Batubara Batubara adalah mineral organik yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa tumbuhan purba yang mengendap yang selanjutnya berubah bentuk akibat proses fisika dan kimia yang berlangsung selama jutaan tahun. Oleh karena itu, batubara termasuk dalam kategori bahan bakar fosil. Adapun proses yang mengubah tumbuhan menjadi batubara tadi disebut dengan pembatubaraan (coalification).Faktor tumbuhan purba yang jenisnya berbeda-beda sesuai dengan jaman geologi dan lokasi tempat tumbuh dan berkembangnya, ditambah dengan lokasi pengendapan (sedimentasi) tumbuhan, pengaruh tekanan batuan dan panas bumi serta perubahan geologi yang berlangsung kemudian, akan menyebabkan terbentuknya batubara yang jenisnya bermacam-macam. Oleh karena itu, karakteristik batubara berbeda-beda sesuai dengan lapangan batubara (coal field) dan lapisannya (coal seam). Pembentukan
batubara
dimulai
sejak
periode
pembentukan
Karbon
(Carboniferous Period) yang dikenal sebagai zaman batu bara pertama yang berlangsung antara 360 juta sampai 290 juta tahun yang lalu. Kualitas dari setiap endapan batu bara ditentukan oleh suhu dan tekanan serta lama waktu pembentukan, yang disebut sebagai 'maturitas organik'. Proses awalnya, endapan tumbuhan berubah menjadi gambut (peat), yang selanjutnya berubah menjadi batu bara muda (lignite) atau disebut pula batu bara coklat (brown coal). Batubara muda adalah batubara dengan jenis maturitas organik rendah. Setelah mendapat pengaruh suhu dan tekanan yang terus menerus selama jutaan tahun, maka batu bara muda akan mengalami perubahan yang secara bertahap menambah maturitas organiknya dan mengubah batubara muda menjadi batubara subbituminus (sub-bituminous). Perubahan kimiawi dan fisika terus berlangsung hingga
Universitas Sumatera Utara
batu bara menjadi lebih keras dan warnanya lebih hitam sehingga membentuk bituminus (bituminous) atau antrasit (anthracite). Dalam kondisi yang tepat, peningkatan maturitas organik yang semakin tinggi terus berlangsung hingga membentuk antrasit (Klik Saya 2010). 2.1.3 Abu Batubara
Sejak Indonesia mengalami krisis bahan bakar minyak, nama batubara saat ini begitu terkenal, baik dikalangan masyarakat umum maupun industriawan Semua sumber tenaga yang menggunakan bahan bakar yang berasal dari minyak bumi kalau memungkinkan diganti dengan batubara. Berdasarkan data dari BP Statistical Review of Energy, 2004, Indonesia mempunyai cadangan batubara terbesar ke lima dunia setelah Amerika Serikat, Jerman, Afrika Selatan dan Ukraina. Saat ini penggunaan batubara di kalangan industri semakin meningkat volumenya, karena selain harga yang relatif murah juga kian langka dan harga bahan bakar minyak untuk industri cenderung naik. Penggunaan batubara sebagai sumber energi pengganti BBM,disatu sisi sangat menguntungkan namun disisi yang lain menimbulkan masalah, yaitu abu batubara yang merupakan hasil samping pembakaran batubara. Dari sejumlah pemakaian batubara akan dihasilkan abu batubara sekitar 2 – 10 % (tergantung jenis batubaranya, low calory atau hight calory). Sampai saat ini pengelolaan limbah abu batubara oleh kalangan industri hanya ditimbun dalam areal pabrik saja (ash disposal). Abu batubara adalah bagian dari sisa pembakaran batubara yang berbentuk partikel halus amorf dan abu tersebut merupakan bahan anorganik yang terbentuk dari perubahan bahan mineral (mineral matter) karena proses pembakaran.
Dari proses pembakaran batubara pada unit pembangkit uap (boiler) akan terbentuk dua jenis abu yaitu abu terbang (fly ash) dan abu dasar (bottom ash). Komposisi abu batubara yang dihasilkan terdiri dari 10 - 20 % abu dasar, sedang sisanya sekitar 80 - 90 % berupa abu terbang. Abu terbang ditangkap dengan electric precipitator sebelum dibuang ke udara melalui cerobong (Tim Kajian 2006).
Universitas Sumatera Utara
Produksi abu terbang batubara (fly ash) didunia pada tahun 2000 diperkirakan berjumlah 349 milyar ton. Penyumbang produksi abu terbang batubara terbesar adalah sektor pembangkit listrik. Produksi abu terbang dari pembangkit listrik di Indonesia terus meningkat, pada tahun 2000 jumlahnya mencapai 1,66 milyar ton dan diperkirakan mencapai 2 milyar ton pada tahun 2006. Abu terbang batubara umumnya dibuang di landfill atau ditumpuk begitu saja di dalam area industri. Penumpukkan abu terbang batubara ini menimbulkan masalah bagi lingkungan. Berbagai penelitian mengenai pemanfaatan abu terbang batubara sedang dilakukan untuk meningkatkan nilai ekonomisnya serta mengurangi dampak buruknya terhadap lingkungan. Saat ini umumnya abu terbang batubara digunakan dalam pabrik semen sebagai salah satu bahan campuran pembuat beton. Selain itu, sebenarnya abu terbang batubara memiliki berbagai kegunaan yang amat beragam: 1. Penyusun beton untuk jalan dan bendungan 2. Penimbun lahan bekas pertambangan 3. Recovery magnetit, cenosphere, dan karbon 4. Bahan baku keramik, gelas, batu bata, dan refraktori 5. Bahan penggosok (polisher) 6. Filler aspal, plastik, dan kertas 7. Pengganti dan bahan baku semen 8. Aditif dalam pengolahan limbah (waste stabilization) 9. Konversi menjadi zeolit dan adsorben Konversi abu terbang batubara menjadi zeolit dan adsorben merupakan contoh pemanfaatan efektif dari abu terbang batubara. Keuntungan adsorben berbahan baku abu terbang batubara adalah biayanya murah. Selain itu, adsorben ini dapat digunakan baik untuk pengolahan limbah gas maupun limbah cair. Adsorben ini dapat digunakan dalam penyisihan logam berat dan senyawa organik pada pengolahan limbah. Abu terbang batubara dapat dipakai secara langsung sebagai adsorben atau dapat juga melalui perlakuan kimia dan fisik tertentu sebelum menjadi adsorben. Zeolit yang disintesis dari abu terbang batubara banyak digunakan untuk keperluan pertanian. Zeolit
Universitas Sumatera Utara
banyak dikonsumsi dalam pemurnian air, pengolahan tanah. Zeolit dibuat dengan cara mengkonversi aluminosilikat yang terdapat pada abu terbang batubara menjadi kristal zeolit melalui reaksi hidrotermal (Yoga Pratama 2006). Sifat kimia dari abu terbang batubara dipengaruhi oleh jenis batubara yang dibakar dan teknik penyimpanan serta penanganannya. Pembakaran batubara lignit dan sub-bituminous menghasilkan abu terbang dengan kalsium dan magnesium oksida lebih banyak daripada bituminus. Namun, memiliki kandungan silika, alumina, dan karbon yang lebih sedikit daripada bituminous. Kandungan karbon dalam abu terbang diukur dengan menggunakan Loss On Ignition Method (LOI).
Abu terbang batubara terdiri dari butiran halus yang umumnya berbentuk bola padat atau berongga. Ukuran partikel abu terbang hasil pembakaran batubara bituminous lebih kecil dari 0,075mm. Kerapatan abu terbang berkisar antara 2100 sampai 3000 kg/m3 dan luas area spesifiknya (diukur berdasarkan metode permeabilitas udara Blaine) antara 170 sampai 1000 m2/kg. Menurut ACI Committee 226, dijelaskan bahwa abu terbang (fly ash) mempunyai butiran yang cukup halus, yaitu lolos ayakan No.325 (45 mili mikron) 5 – 27 % dengan spesific gravity antara 2,15 –2,6 dan berwarna abu-abu kehitaman. Abu batubara mengandung silika dan alumina sekitar 80 % dengan sebagian silika berbentuk amorf. Sifat-sifat fisik abu batubara antara lain densitasnya 2,23 g/cm3, kadar air sekitar 4 % dan komposisi mineral yang dominan adalah α-kuarsa dan mullite. Selain itu abu batubara mengandung SiO2 ; 58,75 %, Al2O3 ; 25,82 %, Fe2O3 ; 5,30 % CaO ; 4,66 %, alkali ; 1,36 %, MgO ;3,30 % dan bahan lainnya ;0,81 %.Beberapa logam berat yang terkandung dalam abu batubara seperti tembaga (Cu), timbal (Pb), seng (Zn), kadmium (Cd), Chrom (Cr). Debu batubara merupakan salah satu limbah berbahaya dan beracun,dengan kandungan logam-logam berat diantaranya :
Universitas Sumatera Utara
a.Khromium ( Cr ) Kata Khromium berasal dari bahasa Yunani ( Chroma ) yang berarti warna,dan dilambangkan dengan Cr.Sebagai salah satu logam berat yang pertama sekali ditemukan oleh Vagueline pada tahun 1797. Pada alam unsur ini ditemukan dalam bentuk persenyawaan padat atau mineral dengan unsur-unsur lain.Sebagai bahan mineral maka Khrom banyak dijumpai dalam bentuk Chromite ( FeOCr2O3). Khromium masuk kedalam lingkungan apakah itu dalam strata perairan tanah ataupun dalam udara.Khromium yang masuk kedalam strata lingkungan dapat datang dari bermacam-macam sumber.Akan tetapi sumber masukan logam kromium yang paling banyak adalah dari kegiatan-kegiatan perindustrian, kegiatan rumah tangga dan dari pembakaran serta mobilisasi bahan bakar. Sumber utama masuknya logam Khromium ke lapisan udara dari suatu strata lingkungan adalah pembakaran serta mobilisasi batubara serta minyak bumi.Dari pembakaran yang dilakukan terhadap batubara maka akan dilepaskan Khromium ke udara sebesar 10 ppm,sedangkan dengan pembakaran minyak bumi maka akan dilepaskan keudara sebesar 0,3 ppm.Dengan keadaan ini maka akan dapat dihitung pada tiap tahunnya akan dilepaskan 1400 ton Khromium keudara dari pembakaan batubara serta 50 ton Cr yang didapat dari pembakaran minyak bumi. Serupa halnya dengan logam-logam berat terdahulu,Khromium didalam strata udara ditemukan dalam bentuk debu dan atau partikulat- partikulat.Debu atau partikulat Khromium tersebut akan dapat masuk kedalam tubuh hewan dan manusia ketika berlangsungnya kegiatan pernapasan.Partikel dan debu Cr terhirup manusia lewat rongga hidung kemudian akan berikatan dengan darah diparu-paru sebelum dibawa arah keseluruh tubuh. Sebagai logam berat chromium mempunyai daya racun tinggi. Daya racun yang dimiliki logam Khrom ditentukan oleh valensi ioniknya. Ion Cr6+ adalah bentuk
Universitas Sumatera Utara
Khromium yang paling banyak dipelajari sifat racunnya, bila dibandingkan dengan Cr2+ ataupun Cr3+ sifat racun yang dibawa logam ini mengakibatkan keracunan akut ataupun keracunan kronis. Data keracunan akut oleh Khromium umumnya merupakan hasil penelitian atau percobaan yang dilakukan pada hewan. Percobaan tersebut adalah dengan memperlakukan hewan tersebut dengan senyawa-senyawa Khromat yang sudah dilarutkan yang kemudian senyawa tersebut dimasukkan kedalam tubuh hewan tersebut dengan menggunakan dosis yang berbeda-beda. Pemberian dilakukan dengan cara memasukkannya kedalam mulut serta kedalam kulit hewan (Philip 2004). b.Timbal (Pb) Timbal yang dalam bahasa keseharian lebih dikenal dengan nama timah putih hitam atau dalam bahasa ilmiahnya dikatakan plumbum serta logam ini disimbolkan dengan Pb. Logam ini termasuk kedalam golongan IV-A pada table priodik unsur kimia mempunyai nomor atom (NA) 82 dengan berat atomnya 207,2.Logam timbal dialam terkonsentrasi dalam defosit seperti biji logam. Persenyawaan biji logam timbal ditemukan didalam galena (PbS), anglesit ( PbSO4) dalam bentuk minim
( Pb3O4 )
boleh dikatakan bahwa timbal tidak pernah ditemukan dalam bentuk logam murninya.
Logam timbal mempunyai sifat – sifat yang khusus seperti berikut ini -
Merupakan
logam
yang
lunak,
sehingga
dapat
dipotong
dengan
menggunakan pisau atau dengan menggunakan tangan dan dapat dibentuk dengan mudah. -
Merupakan logam yang tahan terhadap korosi atau karat, sehingga logam timbal sering digunakan dalam proses coating.
-
Mempunyai titik lebur yang rendah hanya 327,5 oC.
-
Mempunyai kerapatan yang lebih besar dibandingkan dengan logam-logam yang biasa kecuali dengan emas atau merkuri
Universitas Sumatera Utara
-
Merupakan penghantar listrik yang baik.
Timbal dan persenyawaannya banyak digunakan dalam berbagai bidang seperti didalam industri baterai yang menggunakan Pb – Bi dengan perbandingan 93 : 7Emisi Pb kedalam lapisan atmosfir bumi dapat berbentuk gas dan partikulat. Emisi Pb yang masuk kedalam bentuk gas berasal dari buangan kendaraan bermotor. Emisi tersebut berasal dari pembakaran dari mesin-mesin kendaraan bermotor. Pb yang merupakan hasil samping kendaraan bermotor ini berasal dari persenyawaan tetrametil-Pb atau tetraetil-Pb yang merupakan bahan tambahan didalam kendaraan bermotor yang berfungsi untuk anti knocking pada mesin-mesin kendaraan bermotor.Disamping itu kendaraan bermotor biasanya juga ditambahkan pula bahan yang bernama scavenger yaitu etilenbromida serta etilendiklorida dimana seyawa ini akan mengikat sisa timbal dari pembakaran yang nantinya didalam sisa pembakaran akan menghasilkan timbal serta persenyawaan klorida. Bahan aditif yang biasa dimasukkan kedalam bahan bakar kendaraan bermotor secara umum terdiri atas 62 % tetraetil timbal 18 % tetraetildiklorida 18 % etilendibromida serta sekitar 2 % bahan campuran dari bahan-bahan lainnya. Sumbersumber Pb yang menyebabkan tingginya kandungan Pb didalam udara adalah pembakaran batubara, asap dari pabrik-pabrik yang mengolah senyawa alkil Pb, Pb oksida serta peleburan biji Pb. Secara alamiah Pb didalam batu bara sangatlah sedikit. Akan tetapi dikarenakan penambangan serta penggunaan batubara yang semakin meluas maka kandungan logam pb yang terbuang keudara bebas juga akan semakin besar. Senyawa Pb masuk kedalam tubuh manusia melalui jalur pernapasan atau melalui penetrasi kulit. Penyerapan melalui kulit ini dapat terjadi disebabkan karena senyawa ini dapat larut dalam minyak ataupun lemak. Senyawa seperti Tetraetil Timbal dapat menyebabkan keracunan pada sistem syaraf pusat meskipun keracunan tersebut terjadi dalam waktu yang cukup panjang dengan kecepatan yang cukup kecil.
Universitas Sumatera Utara
Pada pengamatan yang dilakukan terhadap pekerja yang bekerja menangani senyawa Pb,tidak ditemukan keracunan yang kronis yang berat. Gejala keracunan kronis yang ringan ditemukan berupa insomnia serta beberapa gangguan tidur lainnya. Sedangkan gejala pada kasus keracunan akut ringan adalah menurunnya tekanan darah serta berat badan. Keracunan yang akut dapat mengakibatkan koma serta kematian.
Meskipun jumlah Pb yang terserap oleh tubuh hanya sedikit,akan tetapi logam ini sangatlah berbahaya. Hal ini disebabkan karena senyawa-senyawa Pb akan memberikan efek racun bagi seluruh organ tubuh manusia. Beberapa contoh keracunan yang menyerang manusia adalah kegagalan dalam sintesa hemoglobin yang melibatkan 2 macam enzim yaitu enzim ALAD ( amino Levulinic Acid Dehidrase) serta enzim ferro kelatase. Enzim ALAD adalah enzim jenis sitoplasma dimana enzim ini akan bereaksi secara aktif pada tahap awal sintesa dan selama sirkulasi sel darah merah berlangsung. Adapun enzim ferrokelatase adalah jenis enzim mitokondria, dimana enzim ini akan aktif pada akhir sintesa yaitu mengkatalisis pembentukan kompleks hemoglobin (Heryanto 2008). Dengan adanya logam Pb didalam darah maka akan mengikat gugus aktif dari enzim ALAD yang akan mengakibatkan pembentukan intermediate porphobilinogen dan kelanjutan dari proses reaksi ini tidak dapat berlanjut. Keracunan yang terjadi akibat kontaminasi dari logam Pb dapat menimbulkan hal-hal sebagai berikut : -Meningkatkan kadar ALA dalam darah serta urin -Meningkatkan kadar protoporphirin dalam sel darah merah -Memperpendek umur sel darah merah -Menurunkan jumlah sel darah merah -Menurunkan kadar retikulosit (sel-sel darah merah yang masih muda) -meningkatkan kandungan logam Fe dalam plasma darah.
Universitas Sumatera Utara
Keracunan yang disebabkan oleh keberadaan logam Pb dalam tubuh mempengaruhi banyak jaringan serta organ tubuh. Organ – organ tubuh banyak menjadi sasaran dari peristiwa keracunan logam Pb adalah sistem syaraf, sistem ginjal, sistem reproduksi, sistem endokrin serta jantung. Setiap bagian yang diserang oleh logam Pb akan memperlihatkan efek yang berbeda-beda. c.Tembaga (Cu) Tembaga dengan nama kimia Cuprum yang dilambangkan dengan Cu. Unsur logam ini berbentuk Kristal dengan warna yang kemerah-merahan. Dalam tabel unsur priodik kimia, Tembaga menempati posisi dengan nomor atom 29 serta mempunyai berat atom 63.5. Unsur tembaga dialam dapat ditemukan dalam bentuk logam bebas,akan tetapi lebih banyak ditemukan dalam bentuk persenyawaan sebagai senyawa padat dalam bentuk mineral. Dalam badan perairan laut Tembaga dapat ditemukan dalam bentuk persenyawaan seperti CuCO3+. Sedangkan pada batuan mineral atau lapisan tanah tembaga dapat ditemukan dalam bentuk seperti : -chalcocote (Cu2S) -covellite (CuS) -chalcopyrite (CuFeS2) -bornite (Cu5FeS4) -enargite [Cu3(AsSb)S4] Selain dari bentuk mineral tersebut logam tembaga juga banyak ditemukan dalam bentuk teroksidasi seperti bijih : -cuprite (Cu2O) -tenorite (CuO) -malachite [CuCO3.Cu(OH)2] -azurite [2CuCO3Cu(OH)2]
Universitas Sumatera Utara
-chrysocolla (CuSiO3.2H2O) -bronchantite [Cu4(OH)6SO4] Secara alamiah logam tembaga dapat masuk kedalam lingkungan sebagai akibat dari peristiwa alam. Dimana unsur ini dapat terjadi dari erosi dari batuan mineral. Sedangkan sumber lain adalah debu-debu atau partikulat Cu yang ada didalam lapisan udara yang dibawa turun bersama hujan. Didalam badan perairan laut dengan kondisi ini maka diperkirakan akan memasok 325.000 ton per tahun.Sedangkan melalui jalur non alamiah Cu akan masuk kedalam tatanan lingkungan melalui aktifitas manusia sebagai contohnya adalah industri yang mempergunakan logam Cu dalam pengolahan kayu serta pembakaran batubara. Pada umumnya logam Cu diperoleh dari penambangan. Untuk mendapatkan logam Cu yang baik harus melalui tahap-tahap proses. Tahap-tahap proses tersebut meliputi penghalusan biji tembaga, pemekatan secara flotasi, pembakaran pada suhu 600 sampai 800 oC dimana untuk menghilangkan kandungan sulfurnya serta proses peleburan dimana akan dibakar paada suhu 1100 sampai 1600 oC.
Bentuk tembaga yang paling beracun bagi manusia adalah debu-debu Cu yang dapat mengakibatkan kematian pada dosis 3,5 mg / Kg. Garam – garam klorida dan sulfat dalam bentuk terhidrasi yang sebelumnya diduga mempunyai daya racun paling tinggi ternyata memiliki daya racun yang rendah jika dibandingkan dengan debu-debu logam Cu. Daya racun yang dimiliki oleh garam-garam klorida serta sulfat ini telah diteliti daya racunnya pada hewan dengan mempergunakan tikus sebagai hewan percobaannya. Sedangkan pada manusia efek keracunan yang utama yang ditimbulkan akibat debu Cu adalah terjadinya gangguan jalur pernapasan atas. Kerusakan yang ditimbulkan oleh paparan debu Cu ini adalah kerusakan atropik pada selaput lendir yang berhubungan dengan hidung. Kerusakan itu akibat dari gabungan sifat iritatif yang dimiliki oleh debu atau uap Cu tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Sumber-sumber dari keberadaan debu Cu diudara sangat banyak. Namun yang terpenting diantaranya adalah berasal dari peleburan biji Cu serta pengelasan yang mengandung logam Cu yang dikarenakan proses pekerjaan tersebut banyak menghasilkan debu Cu yang akan terlepas keudara.Pembakaran batubara juga menyumbang uap debu keudara bebas (Heryanto 2008).
2.2 Metode Destruksi
2.2.1 Destruksi Kering
Destruksi kering merupakan penguraian (perombakan) senyawa organik logam dalam sampel menjadi logam-logam anorganik dengan jalan pengabuan sampel dan memerlukan suhu pemanasan tertentu. Pada teknik ini sampel dipanaskan secara bertahap diudara terbuka untuk menguapkan kandungan air,menguraikan dan mengoksidasi sampel,dimana akhirnya sampel diabukan pada tanur dengan suhu pengabuan 450 – 550 oC.Bila oksidasi logam yang bersifat mudah menguap sepertinya analisis Kadmium dan Krom maka perlakuan tidak memberikan hasil yang baik,sebab pada suhu tinggi oksida-oksida logam ini telah habis menguap (untuk analisis Kadmium dan Krom dilakukan pada suhu antara 300 – 320 oC.Namun terdapat juga perlakuan destruksi kering pada suhu pengabuan pada suhu 750 oC atau bahkan 980 oC (Raimon 1992). Masalah utama dengan teknik yang sederhana ini bahwa tiap unsur dapat diubah menjadi senyawa yang mudah menguap secara cepat sehingga hilang sebagian atau keseluruhan logam tersebut.Kehilangan dengan cara penguapan ini akan menjadi lebih besar jika pengabuan dilakukan pada suhu yang lebih tinggi lagi.Akan tetapi jika pengabuan dilakukan pada suhu yang lebih rendah maka sampel tidak akan diabukan secara keseluruhan dan juga kan menjadi faktor kesalahan.Maka sebaiknya prosedur ini
Universitas Sumatera Utara
dilakukan didalam tanur sehingga kita dapat mengatur temperatur dan menentukan temperatur yang cocok dimana temperatur yang dipakai harus disesuaikan dengan unsur yang akan dianalisa (Haswel 1991). 2.2.2 Destruksi basah Destruksi basah merupakan penguraian (perombakan) sampel dengan cara melarutkan sampel dengan menggunakan asam-asam kuat baik tunggal ataupun campuran kemudian dioksidasi dengan oksidator yang umum yaitu Hidrogen Peroksida.Asam-asam kuat yang dapat digunakan untuk mendestruksi sampel organik adalah asam nitrat (HNO3),asam sulfat H2SO4,asam perklorat dan asam klorida yang dapat digunakan secara tunggal ataupun secara campuran. Jika didalam sampel dimasukkan asam pengoksidasi,lalu dipanaskan pada temperatur yang cukup tinggi dan jika dipanaskan secara kontiniu pada waktu yang cukup lama,maka sampel akan teroksidasi sempurna sehingga akan meninggalkan berbagai elemen-elemen pada larutan asam dalam bentuk senyawa anorganik yang sesuai untuk dianalisis. Destruksi basah sangat baik digunakan apabila sampel mengandung materi dalam jumlah sedikit (trace element),bahan yang bersifat sebagai racun seperti Hg,As,Se dan unsur-unsur yang mudah menguap .Prosedur pengabuan basah biasanya menggunakan labu Kjedahl.
2.3.Spectrometry massa induksi plasma berpasangan (ICP mass Spectrometry) Inductively Couple plasma merupakan spektroskopi nyala untuk menganalisa unsur logam dalam suatu bahan.Bahan yang akan dianalisa harus berwujud larutan yang homogen.Ada sekitar 80 unsur yang dapat dianalisa dengan menggunakan alat
Universitas Sumatera Utara
ini.Kelebihan alat ini adalah sangat selektif dan dapat digunakan untuk mengukur beberapa unsur sekaligus didalam sampel pada saat pengukuran. Akan tetapi dengan semakin banyaknya permintaan pengukuran ternyata alat ini mempunyai kelemahan yaitu akan menjadi kurang sensitif terhadap pengukuran unsur yang mempunyai panjang gelombang dibawah 200 nm.Keterbatasan pengukuran tersebut ditunjukkan dengan nilai limit deteksi yang diperoleh.Pada penelitian yang dilakukan sebelumnya tanpa menggunakan asupan gas N2 maka diperoleh limit deteksi sebesar 2.4370 ppm untuk unsur Arsenik dan 3.8625 ppm untuk unsur Stibium.Sehingga untuk menganalisa konsentrasi sampel yang lebih rendah tidak dapat dilakukan. Menurut petunjuk pengoperasian alat ICP AES Plasma 40 dan Annaul Book of ASTM standard,ada cara untuk mengatasi masalah ini antara lain dengan cara mengalirkan gas N2 pada sistim optik.Gas N2 digunakan untuk menghilangkan pengaruh udara atmosfir dari sistim optik yang diharapkan akan meningkatkan sensitifitas sinar yang dihasilkan dari unsur yang mempunyai panjang gelombang dibawah 200 nm (dekat daerah ultra violet) dapat dideteksi dengan baik dan menurunkan limit deteksi pengukuran (Siti Amina 1997 & Yulia 2003).
2.3.1 Prinsip Kerja Alat Inductively Couple Plasma (ICP)
Prinsip umum dari alat ini adalah dengan mengukur intensitas energi / radiasi yang dipancarkan oleh unsur-unsur yang mengalami perubahan tingkat energi atom (eksitasi / ionisasi).Larutan sampel dihisap dan dialirkan melalui tabung kapiler ke nebulizer.Nebulizer akan mengubah larutan sampel menjadi bentuk aerosol yang selanjutnya diinjeksi oleh ICP. Pada temperatur plasma maka sampel akan mengalami ionisasi dan eksitasi.Atom yang tereksitasi akan kembali kedalam keadaan awal (ground state ) dan memancarkan sinar radiasi.Sinar radiasi ini akan didispersi dengan
Universitas Sumatera Utara
komponen optik.Sinar yang terdispersi ,secara berurutan akan muncul pada masingmasing panjang gelombang unsur dan dirubah dalam bentuk sinyak listrik yang besarnya sebanding dengan sinar yang dipancarkan oleh besarnya konsentrasi unsur.Sinyal ini kemudian diperoses oleh bagian sistim pengolahan data (Siti Amina 1997).
Langkah kerja ICP-OES 1.Preparasi sampel Beberapa sampel memerlukan langkah preparasi khusus seperti penambahan asam,pemanasan,dan destruksi dengan microwave. 2.Nebulisasi Proses pengubahan cairan menjadi aerosol 3.Desolvasi/Volatisasi Pelarut dihilangkan sehingga terbentuk aerosol kering.
4.Atomisasi Ikatan atom diputus dan hanya ada atom bebas, suhu plasma dan temperatur sangat penting pada tahap ini. 5.Eksitasi/Emisi Atom memperoleh energi dari tumbukan dan memancarkan cahaya dari panjang gelombang yang khas. 6.Deteksi/Pemisahan Grating mendispersikan cahaya yang dapat diukur secara kuantitatif.
Universitas Sumatera Utara
Secara skematik maka alat ICP-MS dapat digambarkan serangkaian berikut ini
Gambar 2.1.Skema alat ICP
Bagian ICP-MS sendiri terdiri atas :
Pengkabutan (nebulisasi) dan bagian penyemprot (chamber)
Secara normal analisa sampel didalam larutan adalah dengan secara langsung dalam bentuk larutan, menggunakan sebuah system pengkabutan serta konfigurasi penyemprotan adalah metode yang secara umum terdapat didalam ICP-MS. Larutan sampel dapat dibawa dengan aspirasi sendiri ( larutan dibawa keatas dengan menggunakan tekanan ketika larutan sampel akan melewati system pengkabutan ) atau sebuah pompa peristaltik dapat digunakan untuk membawa larutan menuju sistem
Universitas Sumatera Utara
pengkabutan. Tugas yang utama dari sistem pengkabutan adalah untuk menghasilkan aerosol dengan besar diameter adalah < 10 µm. Tipe-tipe nebulizer yang umum digunakan didalam alat ICP-MS adalah Meinhard Nebulizer serta Babington Nebulizer, sedangkan untuk tipe nebulizer yang lainnya adalah ultrasonic, concentric serta hydraulic temperature tinggi nebulizer (Thompson 1983).
Dengan model Meinhard concentric nebulizer (seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.2
larutan sampel mengalir melalui celah pipa kapiler. Gas pada sistem
pengkabutan akan memproduksi aerosol dari sampel pada kapiler pengeluaran yang akan mengalir sepanjang kapiler. Sedangkan model microconsentric nebulizer akan bekerja hampir sama seperti model meinhard.
Gambar 2.2. Nebulizer Meinhard
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan model Babington nebulizer (pada gambar 2.3) sampel akan mengalir membentuk ulir v. Aerosol dibentuk dari film sampel didalam ulir dengan menggunakan gas pembawa melalui lubang yang kecil didasar ulir.
Gambar.2.3 Babington nebulizer Pada model hydraulic temperatur tinggi nebulizer (HHPN) aerosol dibentuk dengan memompakan memalui nozzle yang berukuran 10 µm keatas sebuah bola gelas. Gas pengkabutan membawa aerosol kebagian desolvasi, yang diperlukan karena muatan pelarut yang besar. Aerosol yang kering secara langsung akan dibawa ke plasma (Haswell 1981). Pneummatic nebulizer menghasilkan aerosol dengan papan pendistribusian dengan diameter sebesar 100 µm. Tugas yang utama dari bagian penyemprot yang ditempatkan setelah bagian pengkabutan adalah menghilangkan tetesan dari gas serta membawanya kepembuangan, yang akan memperbaiki stabilitas signal. Ketika gas pembawa membawa aerosol memasuki bagian penyemprot maka akan mengalami
Universitas Sumatera Utara
perubahan arah sendirinya. Tetesan yang besar tidak akan mengalir langsung pada dinding bagian penyemprot dan akan menuju bagian pembuangan. Maka bagian penyemprot akan memastikan hanya tetesan-tetesan yang cukup kecil yang akan tetap dibagian gas pembawa yang akan dibawa menuju bagian plasma.
Gambar 2.4. Spray camber.
Obor Inductively couple plasma
Plasma adalah gas netral yang bebas dari kandungan ion positif ataupun negative. Obor Inductively couple plasma adalah sebuah aliran tanpa muatan didalam sebuah gas pada tekanan atmosfir. Gas yang digunakan secara umum adalah Argon karena relatif gampang mengionisasi serta mempunyai massa yang besar dan oleh sebab itu memiliki daya pembawa yang baik. Plasma dibentuk pada obor kuarsa, yang terdiri atas 3 tabung kuarsa. Sampel aerosol akan dibawa keplasma melalui tabung pusar. Tabung kuarsa yang paling luar akan membawa plasma ketabung utama. Plasma biasanya diperkuat dengan sinyal radio dengan frekuensi 27.12 serta 40.68 MHz yang dihasilkan dari koil tembaga yang ditempatkan mengelilingi obor. Temperatur yang akan dihasilkan pada pembentukan plasma adalah 6000 sampai 8000 oK.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.5 Obor ICP
Ekstraksi Ion Setelah ion analit dibentuk dibawah tekanan atmosfir, maka akan dianalisa dispektrometri massa yang beroperasi dibawah keadaan vakum kira-kira 10-6 mbar. Ekstraksi ion dari plasma kedalam system vakum adalah sangat penting. Diagram dari sebuah system ekstraksi ion adalah ditunjukkan pada gambar berikut ini (gambar 2.6). Ion memasuki bagian pemisahan memalui pompa mekanik memalui lubang dengan diameter 1mm (dari sebuah bagian pengkerucut sampel). Kemudian sampel akan memasuki bagian lubang yang kedua yang disebut dengan lubang skimmer. Pada bagian belakang dari lubang kerucut sebuah system vakum dibuat kira-kira 10-6 mbar dengan 2 pompa turbo molecular. Lensa akan memfokuskan ion segera memasuki spektroskopi massa.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.6.Bagian antara plasma serta spektroskopi massa
Spektroskopi masssa dengan 4 muatan
Didalam peralatan ICP-MS yang digunakan, pemisahaan ion dilakukan dengan menggunakan sebuah analisa massa bermuatan 4 (seperti ditunjukkan gambar 2.7). Sistem ini dibuat dengan 4 buat logam yang disusun secara pararel (quadropole). Masing-masing batangan terdiri atas sinyal radio (RF) serta sumber arus DC disertakan pada bagian ini. Untuk salah satu pasang voltasi sinyal radio mempunyai besar amplitude yang sama besar akan tetapi masing-masing mereka memiliki muatan yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Kemampuan dari ion untuk memasuki bagian ini tergantung atas energi mereka serta muatannya (massa). Dengan memvariasikan sinyal radio serta tegangan DC maka bagian ini akan bertindak sebagai penyaring massa. Hanya ion yang sesuai dengan rasio (perbandingan yang sesuai dengan bagian ocilator akan sampai pada bagian terakhir,sedangkan yang lainnya akan tidak stabil serta akan menempel pada bagian dipole.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.7 skema diagram dari quadropole
Deteksi ion
Signal ion akan diukur dengan menggunakan electron multifier setelah mereka melewati bagian quadropole. Channel elektron multifier (gambar 7) adalah jenis elektron multifier yang umum. Bagian dalam dari multifier ini dilapisi dengan logam oksida. Muatan negatif dialokasikan kebagian multifier ini yang nantinya akan menarik ion yang bermuatan positif. Ketika ion berhubungan dengan dinding logam oksida maka mereka akan segera menolak elekron yang akan datang selanjutnya. Elektron yang kedua ini akan diakurasikan kebagian tabung dengan tegangan listrik yang menurun.Yang nantinya akan memukul bagian atau lapisan sehingga elektron-elektron yang berikutnya akan terpancar. Proses ini dilakukan berkali-kali sehingga pada akhirnya ion akan saling tertimbun dan akhirnya akan berkumpul kira-kira 108 elektron. Multifier dapat dioperasikan dalam perhitungan injeksi atau dalam mode analog tergantung dari konsentrasi analit yang akan diukur. Didalam mode injeksi tegangan negatif dialokasikan lebih tinggi dan elektron-elektron yang terbentuk akan lebih
Universitas Sumatera Utara
banyak. Elektron akan terbaca/terdeteksi sebagai sinyal elektron tunggal. Metode ini biasanya dilakukan pada range konsentrasi analit sampai 1mg/l. sedangkan metode analog ( 1 ion yang akan menghasilkan 104 elektron) adalah cocok untuk konsentrasi analit dari 1 sampai 100 mg/L. Pada metode ini multifier tidak akan penuh. Intensitas ion akan dikonversikan dalam suatu pulse yang akan dihitung sebagai sebuah sinyal.
Gambar 2.8 Ekstraksi ion
Universitas Sumatera Utara